Presus ETT Napas Kendali

43
BAB I LAPORAN KASUS I.1 Identitas Pasien Nama : Ny. N No. RM : 134450 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 67 tahun Tanggal Lahir : 20 April 1946 Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Status Pernikahan : Menikah I.2 Anamnesis Autoanamnesa pada tanggal 3 Desember 2015 pukul 17.00 Keluhan Utama : Tangan kanan sakit untuk digerakkan Riwayat penyakit Sekarang : Pasien mengeluh merasa tidak nyaman pada tangan kanannya, terkadang saat tangan kanannya digerakkan pasien merasa sedikit nyeri. Pasien mengaku sudah sejak kurang lebih 1 tahun mengkonsumsi amlodipin untuk mengatasi hipertensinya. 1

description

Anestesi

Transcript of Presus ETT Napas Kendali

Page 1: Presus ETT Napas Kendali

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. N

No. RM : 134450

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 67 tahun

Tanggal Lahir : 20 April 1946

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

I.2 Anamnesis

Autoanamnesa pada tanggal 3 Desember 2015 pukul 17.00

Keluhan Utama :

Tangan kanan sakit untuk digerakkan

Riwayat penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh merasa tidak nyaman pada tangan kanannya, terkadang saat tangan

kanannya digerakkan pasien merasa sedikit nyeri. Pasien mengaku sudah sejak kurang

lebih 1 tahun mengkonsumsi amlodipin untuk mengatasi hipertensinya.

Riwayat operasi :

Pasien sudah 4 kali menjalani operasi dengan teknik anestesi spinal untuk operasi kaki

kanannya dan anestesi umum untuk operasi tangan kanannya yang patah.

Saat selesai operasi dengan teknik anestesi umum pasien mengeluh mual dan muntah.

1

Page 2: Presus ETT Napas Kendali

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (+)

Diabetes Melitus (-)

Asma (-)

Alergi (-)

Penyakit Paru (-)

Penyakit Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat penyakit keluarga

Riwayat Pribadi Sosial :

Merokok (-)

Minum Alkohol (-)

I.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

BB : 58 Kg

TB : 152 cm

2. Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Frekuensi nadi : 78 x/menit, regular, isi cukup

Frekuensi napas : 18 x/menit

Suhu : 36,5oC per axilla

3. Status Generalis

Kepala : Normocephal

2

Page 3: Presus ETT Napas Kendali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Respon cahaya

(+/+), Pupil isokor, Diameter 3 mm

Telinga : Membran timpani intak (+/+), Otorhea (+/+), Hiperemis

(+/+), Nyeri tekan mastoid (-/-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Mulut : T1-T1tenang, Deviasi uvula (-), Mallampati 2, Gigi goyang

(-), Gigi ompong (+) graham kanan bawah, Gigi palsu (-), Buka

mulut maksimal 3 jari

Leher : Tampak simetris, Jarak thyroid-mental 3 jari, Jarak hyoid

thyroid 2 jari, Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar

tiroid (-), Deviasi trakea (-), Retraksi otot bantu napas (-),

Ekstensi leher sempurna tanpa tahanan

Thoraks :

Pulmo

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus simetris, Tactil fremitus simetris

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I – II normal, regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Cembung, Caput medusa (-), Spider navy (-)

Auskultasi : BU (+) N, Metallic sound (-)

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatosplenomegali (-), Ascites (-)

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen

Pinggang : Nyeri ketuk CVA (-/-)

3

Page 4: Presus ETT Napas Kendali

-Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, oedem (-/-)

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Jenis PemeriksaanHasil

Saat iniNilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14 13-18 g/dL

Hematokrit 41 40-52%

ritrosit 50 4,3 – 6,0 juta/uL

Leukosit 10300 4,800 – 10,800/uL

Trombosit 309000 150,000 – 400,000 /uL

MCV 84 80 – 96 fL

MCH 29 27 – 32 pg

MCHC 34 32 – 36 g/dL

KIMIA KLINIK

Gula darah sewaktu 125 < 140 mg/dL

SGOT 48 <35 u/I

SGPT 43 <40 u/I

Ureum 23 20 – 50 mg/dl

Kreatinin 0,7 0,5 – 1,5 mg/dl

Tabel 1. Laboratorium Darah

EKG

Sinus rhytm, st elevasi (-), gelombang P normal, PR interval < 0,2 detik, QRS

complex < 0,12 detik.

Kesan : Normal EKG

4

Page 5: Presus ETT Napas Kendali

Foto Thorax

Jantung tidak melebar, CTR < 50%

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trachea ditengah, kedua hilus tidak menebal

Corakan bronchovascular baik

Tidak tampak infiltrate dikedua paru

Sinus costofrenikus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

Foto Antebrachii Dextra

Tampak deformitas pada 1/3 distal diafisis hingga epifisis distal os ulna kanan disertai

fragmen tulang dan pembentukan kalus. Tampak pula deformitas pada 1/3 distal

diafisis os radius kanan. Terpasang fiksasi interna di intermedula 1/3 distal diafisis os

ulna dan di 1/3 proksimal diafisis hingga metafisis distal os radius kanan.

Celah sendi dan permukaan sendi humeroulnar dan humeroradial terlihat baik.

Densitas tulang kanan menurun.

I.4 Diagnosa Bedah

Metal fatigue FR radius dextra post orif

I.5 Diagnosa Anestesia

ASA II dengan hipertensi grade I

I.6 Rencana Pembedahan

Orif + bone cement

I.7 Rencana Anestesia

General anesthesia dengan endotrakea tube napas spontan

5

Page 6: Presus ETT Napas Kendali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Persiapan Anestesi

II.1 Persiapan pasien

1. Sebelum operasi

1. Pasien di konsultasikan ke spesialis jantung, spesialis paru, spesialis penyakit

dalam infus spesialis infussia.

2. Setelah mendapatkan persetujuan pasien di periksa satu hari sebelum operasi

(kunjungan pre-operatif).

2. Di ruang perawatan

3. Pasien dipuasakan 6 – 8 jam sebelum operasi.

3. Di ruang persiapan

Cek identitas pasien

Mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan sebelum masuk kamar

operasi.

4. Di ruang operasi

Pasien masuk ke kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi lalu dilakukan

pemasangan kanulasi vena, saturasi O2 (pulse oxymeter), manset tensimeter dan

pemasangan EKG.

II.2 Persiapan Alat

II.2.1 Persiapan alat

4. Monitor dan mesin infussia

5. MDM, manset

6. Saturasi oksigen (pulse oxymeter)

7. Sarung tangan (Handscoon)

8. Pack

6

Page 7: Presus ETT Napas Kendali

9. Face mask

10. Gel lubrikasi

11. Spuit

II.2.2 Alat Kanulasi Vena

Abbocath No. 18G dan 20G

Alcohol swab

Tourniquet

Plester

Cairan infus (Asering, RL)

II.2.3 Persiapan Intubasi (STATICS)

Stetoskop, laringoskop

Endotracheal tube No. 7 dan 7,5

Oropharingeal airway (OPA) / gudel

Plester (micropore)

Mandarin/stillet dan margil forcep

Konektor

Suction

II.3 Persiapan obat

1. General Anestesia

Koinduksi : Midazolam 1 mg, Fentanyl 100 mcg

Induksi : Propofol 100 mg, Atracurium 30 mg

Obat tambahan : Ranitidin, Dexamethasone, Ondancetron, Tramadol, Ceftriaxone

Maintenance : Isoflurance, N2O, O2

2. Obat emergensi

Sulfas Atropin dosis 0.5 mg- 1 mg IV

Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000

7

Page 8: Presus ETT Napas Kendali

Ephedrine dosis 5-20 mg

Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV

Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV

Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)

Nalokson dosis 1-2 mcg/kgBB IV

Lidokain

Calcium Glukonas

8

Page 9: Presus ETT Napas Kendali

BAB III

PELAKSANAAN ANESTESIA

III.1 Pra Induksi

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 175/80 mmHg

Nadi : 70 x/mnt

RR : 16 x/mnt

Suhu : Afebris

TB : 152 cm

BB : 58 Kg

Saturasi O2 : 98 %

III.2 Teknik Anestesia

General anesthesia dengan menggunakan ETT cuff (+) dengan O2 2 L/menit.

III.3 Proses Anestesia

a. Pukul 09.20 WIB

1) Memasang infus RL

2) Memasang monitor EKG dan Pulse Oxymetri

3) Mengukur tekanan darah

4) TD 175/80 mmHg; Nadi 70 x/menit; saturasi O2 100%; pernapasan 16x/menit.

b. Pukul 09.30 WIB

1) Pemberian obat sedatif miloz 2 mg (IV)

2) Pemberian obat analgesik fentanyl 100 mcg (IV)

3) Induksi dengan propofol 100 mg (IV)

4) Setelah kesadaran pasien menurun segera sungkup muka dirapatkan pada muka

dan diberikan O2 100% 6 liter/menit atau preoksigenasi.

9

Page 10: Presus ETT Napas Kendali

5) Setelah refleks bulu mata menghilang diberikan nutrixum 25 mg (IV) pemberian

ini mengakibatkan apnoe karena itu napas dikendalikan dengan menekan balon

napas. Setelah relaksasi pasien diintubasi dengan ETT No. 7,0 cuff (+), pack (-),

gudel (+), untuk memastikan ETT terpasang dengan benar dengarkan suara

napas dengan stetoskop bahwa suara napas pada paru kanan dan kiri simetris dan

dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan.

6) Pastikan ETT terfiksasi dengan baik.

7) Pasang gudel.

8) Tutup mata pasien dengan plester.

9) ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit napas alat anestesia, kemudian Air

dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit kemudian isofluran dibuka 1,5 vol%

10) Napas pasien dikendalikan dengan ventilator. Tidal volume (TV) yang diberikan

sebesar 400 (6-8ml/kgBB) dengan frekuensi napas 14 kali per menit.

11) Perhatikan apakah gerakan napas pasien simetris antara yang kanan dan kiri.

c. Pukul 10.00 WIB

1) Diberikan antibiotik Ceftriaxon 2000 mg (IV).

2) Pembedahan dimulai.

3) Diberikan Ondansentron 8 mg (IV).

d. Pukul 10.05 WIB

1) Mengganti botol infus RL pertama yang sudah habis dengan botol infus RL baru.

e. Pukul 10.30 WIB

1) Diberikan Nutrixum 10 mg (IV).

2) Diberikan Dexametason 2 mg (IV).

f. Pukul 10.40 WIB

1) Mengganti botol infus RL kedua yang sudah habis dengan botol infus RL baru.

10

Page 11: Presus ETT Napas Kendali

g. Pukul 11.30 WIB

1) Diberikan Tramadol 100 mg (IV).

h. Pukul 12.10 WIB

1) Diberikan Nutrixum 10 mg (IV).

i. Pukul 13.00 WIB

1) Pembedahan selesai.

2) Anestesia diberhentikan.

3) Diberikan Tramadol 30 mg (IV)

4) Diberikan Ketorolac (IV).

5) Diberikan reverse SA 0,50 mg + Prostigmin 1 mg.

j. Pukul 13.10 WIB

1) Nadi 85 x/menit, TD 118/62 mmHg, SpO2 99%.

2) Lendir dikeluarkan dengan suction. Lalu pasien diberi oksigen murni selama 5

menit.

3) Pasien dibangunkan.

4) Monitor EKG, manset, pulse oximetri dilepaskan.

5) Pasien dipindahkan ke recovery room.

Terapi Cairan

Kebutuhan cairan pada pasien per jam dengan berat badan 58 kg adalah 116 cc/jam,

dengan lama puasa 6 jam membutuhkan terapi cairan pengganti sebanyak 696 cc. jenis

operasi yang dilakukan pada pasien ini tergolong operasi ringan, maka dibutuhkan

cairan sebanyak 232 cc perioperative. Maka dari itu jumlah cairan yang dibutuhkan

pada pasien ini adalah 1044 cc, pada pasien ini diberikan cairan sebanyak 1500 cc.

Pemberian cairan dilanjutkan di ruang pemulihan dan setelah pasien kembali ke

ruangan dengan instruksi dokter penanggung jawab pasien (DPJP).

11

Page 12: Presus ETT Napas Kendali

III.4 Post operasi

Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 17.30 WIB, di ruang pemulihan dilakukan

penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien kesadarannya composmentis. Dilakukan

penilaian tanda-tanda vital, didapatkan hasil tekanan darah 118/62 mmHg, Nadi 86 x/menit,

laju pernapasan 18 x/menit, dan saturasi oksigen 99%. Pada pasien diberikan instruksi pasca

bedah selama di ruang pemulihan yaitu :

1. Pengelolaan nyeri dengan tramadol 100 mg diencerkan dalam NaCl 0.9% 10 cc

intravena, bolus secara perlahan.

2. Pengelolaan mual/muntah diberikan injeksi ondancetron 8 mg intravena bolus.

3. Obat-obatan lain diberikan sesuai TS operator (bedah).

4. Cairan infus dengan RL 10 tetes/menit.

5. Pemantauan tanda-tanda vital (tensi, nadi, laju pernapasa) setiap 15 menit selama 1 jam

post operasi,.

6. Pasien boleh makan dan minum bertahap bila sadar penuh, tidak ada mual dan muntah.

Sebelum dipindahkan ke ruang perawatan, dilakukan penilaian Aldrete Score di ruang

pemulihan dan didapatkan hasil :

Kesadaran : 2

Warna kulit : 2

Aktivitas : 2

Respirasi : 2

Kardiovaskuler : 2

Total score = 10

Gambar 1. Aldrette Score

12

Page 13: Presus ETT Napas Kendali

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 Anestesia Umum

IV.1.1 Definisi

Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “hilangnya rasa”. Anestesia

didefinisikan sebagai tindakan dan usaha meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Dahulu dikenal Trias Anestesia yaitu

hipnotis, analgesia dan arefleksia. Sekarang anestesia umum memiliki komponen yang lebih

luas :

1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)

2. Analgesia (hilangnya rasa sakit)

3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien)

4. Relaksasi otot memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal

5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)

IV.1.2 Keuntungan dan Kerugian

A. Keuntungan Anestesia Umum

1. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung

2. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan

berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis

3. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama

4. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien

B. Kerugian Anestesia Umum

1. Sangat mempengaruhi fisiologi hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul

dibawah anestesia umum.

2. Memerlukan pemantauan yang lebih holistic dan rumit.

3. Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya perubahan

kesadaran.

13

Page 14: Presus ETT Napas Kendali

4. Resiko komplikasi pascabedah lebih besar.

5. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.

IV.2 Fisiologi Hilangnya Kesadaran

Teori Meyer Overton menyatakan anestesia terjadi jika sejumlah molekul anestetika

inhalasi berdifusi dan larut dalam membrane lipid sel. Teori lain oleh Pauiling yang

menyatakan sejumlah molekul zat anestetik berinteraksi dengan molekul air membentuk

clathrates (mikrokistal yang terhidrasi). Molekul inilah yang menginhibisi reseptor-reseptor di

SSP.

Secara klasik, dipercaya bahwa hilangnya kesadaran melulai peningkatan tonus GABA

atau inhibisi reseptor yang diaktivasi glutamate. GABA bersifat menginhibisi impuls di otak,

sedangkan NMDA dan AMPA bersifat eksitasi.

Gamma Aminobutyric Acid (GABA)

GABA adalah neurotransmitter inhibitori di SSP, bekerja dengan cara berikatan dengan

reseptornya di membrane sel. Ikatan ini menyebabkan terbukanya kanal ion yang

memungkinkan masuknya ion Cl- atau keluarnya ion K+. Terjadi hiperpolarisasi sel. Obat yang

bekerja pada reseptor GBA (GABAergic / GABA analogue drugs) memiliki efek depresif di

SSP. Obat-obat ini biasanya bersifat antiansietas, antikonvulsif, menyebabkan amnesia dan

sebagainya.

Contoh obat tipikal GABA-ergik adalah golongan benzodiazepine, barbiturate, etomidat,

kloralhidrat dan zat-zat anestetik inhalasi. Selain itu ada juga glisin, neurotransmitter inhibitori

juga di medulla spinalis dan batang otak. Sebagian besar obat anestetik intravena juga bekerja

memodulasi GABA.

Reseptor yang Diaktivasi Glutamat

Glutamat adalah neurotransmitter eksitasi utama pada SSP mamalia. Reseptornya

termasuk NMDA, AMPA dan kainat. Reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate receptor) adalah

satu dari dua reseptor utama yang diaktivasi glutamate. Reseptor lain adalah AMPA. Kedua

reseptor ini sering dijumpai pada sinaps yang sama meskipun mempunyai fisiologi yang

14

Page 15: Presus ETT Napas Kendali

berbeda. Fungsi reseptor kainat dan hubungannya dengan anestesia belum diketahui jelas.

Antagonis reseptor NMDA umumnya digunakan sebagai obat anestetik. Salah satu efek yang

unik di SSP adalah disosiasi. Diantara antagonis NMDA yang terkenal adalh ketamin, N2O,

dekstrometrofan, etanol dan xenon. Beberapa obat memiliki sifat antagonis NMDA bersama

dengan agonis opioid, misalnya tramadol.

IV.3 Stadium Anestesia

Klasifikasi Guedel dibuat oleh Arthur Ernest Guedel, meliputi:

1. Stadium 1 atau stadium induksi

Sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya kesadaran, yang ditandai dengan

hilangnya refleks bulu mata.

2. Stadium 2 atau stadium eksitasi

Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium. Pernapasan menjadi

irregular, dapat terjadi pasien menahan napas. Terjadi REM. Timbul gerakan-

gerakan involuntary, seringkali spastic. Pasien juga dapat muntah dan ini dapat

membahayakan jalan napas. Pada stadium ini aritmia jantung dapat terjadi. Pupil

dilatasi sebagai tanda peningkatan tonus simpatis. Stadium ini adalah stadium yang

berisiko tinggi.

3. Stadium 3 atau stadium pembedahan (surgical anestesia)

Dibagi atas 4 plana, yaitu:

Plana 1 : mata berputar, kemudian terfiksasi

Plana 2 : refleks kornea dan refleks laring hilang

Plana 3 : dilatasi pupil, refleks cahaya hilang

Plana 4 : kelumpuhan otot interkostal, pernapasan menjadi abdominal dan dangkal.

Pada stadium ini otot-oto skeletal akan relaks, pernapasan menjadi teratur.

Pembedahan dapat dimulai.

4. Stadium 4 atau stadium overdosis obat anestetik

Anestesia menjadi terlalu dalam. Terjadi depresi berat semua sistem tubuh,

termasuk batang otak. Stadium ini letal.

15

Page 16: Presus ETT Napas Kendali

IV.3 Manajemen Perioperatif

1. Periode Preoperatif

Tujuan utamanya adalah untuk mencari kemungkinan penyulit anestesia. Salah satu

yang dapat menyebabkan penyulit anestesia adalah kelainan anatomi, terutama

anatomi jalan napas. Kelainan fungsi tubuh dan penyakit penyerta juga perlu

diketahui karena akan berhubungan dengan pilihan teknik dan obat anestetik.

Penyakit kardiovaskular adalah diantara kelainan perioperatif yang sering

menimbulkan komplikasi perioperatif. Penyakit lain yang sering menimbulkan

morbiditas bahkan mortalitas perioperatif adalah penyakit paru, ginjal dan diabetes.

Anamnesis

a. Identitas pasien penting untuk menghindari kesalahan pasien

b. Riwayat penyakit yang diderita, termasuk riwayat pengobatan, riwayat alergi

yang dimiliki dan pencetus serta obat yang biasa digunakan untuk

mengatasinya.

c. Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum alcohol atau

penggunaan obat-obat rekreasional (misalnya metamfetamin, heroin, kokain).

d. Riwayat kematian anggota keluarga diatas meja operasi.

Pemeriksaan Fisik

a. Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi leher pendek dan kaku, jarak

tiro-mental, lidah besar, maksila yang protrusive, gigi geligi yang goyang dan

sebagainya.

b. Pasien sesak napas dapat dilihat dari posisi berbaring (setengah duduk atau

menggunakan bantal yang tinggi), frekuensi napas, jenis pernapasan dan

tingkat saturasi oksigen dengan menggunakan oksimeter.

c. Auskultasi dada dengarkan bunyi napas dasar, napas tambahan, murmur

dan gallop.

16

Page 17: Presus ETT Napas Kendali

Pemeriksaan Tambahan

Dilakukan sesuai indikasi:

12. Pemeriksaan laboratorium darah

13. EKG

14. Foto rontgen thorax

Status Fisik ASA

Klasifikasi status fisik berdasarkan American Society of Anesthesiologists Physical

Status Classification (ASA) :

- ASA I : Pasien tidak memiliki kelainan organic maupun sistemik selain

penyakit yang akan dioperasi.

- ASA II : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai sedang

selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya DM yang

terkontrol atau hipertensi ringan.

- ASA III : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang

akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya DM

yang tak terkontrol, hipertensi tak terkontrol.

- ASA IV : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa

selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial

berat, gagal jantung kongestif.

- ASA V : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan

anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian

tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.

- ASA VI : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana

organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai

organ donor bagi yang membutuhkan.

Puasa

Lamanya puasa hendaknya disesuaikan dengan umur pasien, kondisi fisik dan

rencana operasinya. Pada umumnya pasien dewasa memerlukan waktu 6 – 8 jam

17

Page 18: Presus ETT Napas Kendali

untuk mengosongkan lambung dari makanan padat. Anak besar perlu 4 – 6 jam.

Anak kecil dan bayi 4 jam. Clear fluid boleh diminum hingga 2 jam praoperasi.

Tujuan dari puasa adalah untuk mencegah terjadinya pneumonia aspirasi yang

dapat fatal. Jika pasien rentan terhadap kondisi dehidrasi, perlu dipertimbangkan

cairan intravena selama periode puasa ini.

Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1 – 2 jam sebelum induksi anestesia dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancar induksi anestesia

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

8. Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang

tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan

dan menenangkan hati pasien.

2. Periode Intraoperatif

Persiapan Anestesia

Hal pertama yang dilakukan ketika masuk ruang operasi adalah pastikan sumber

listrik terpasang pada peralatan elektronik. Dan pastikan peralatan elektronik

berfungsi dengan baik seperti lampu ruangan, mesin anestesia, berbagai alat pantau,

mesin penghangat tempat tidur / blanket roll, infusion pumps, syringe pumps,

defibrillator.

Sumber gas, terutama oksigen harus disambungkan dengan mesin anestesia.

Pengecekan dilakukan dengan cara melihat gerakan flowmeter. Flowmeter adalah

18

Page 19: Presus ETT Napas Kendali

indikatorr fresh gas flow. Setelah semua gas diperiksa, harus dipastikan tidak ada

kebocoran pada sirkuit napas. Berikutnya adalah menyiapkan STATICS.

S = Scope

Laringoskop harus diperiksa lampunya cukup terang atau tidak. Stetoskop untuk

konfirmasi bunyi napas paru kanan-kiri setelah di intubasi.

T = Tubes

ETT harus disiapkan dengan ukuran yang sesuai, disertai satu ukuran dibawahnya

dan satu ukuran diatasnya.

A = Airway

Guedel disiapkan untuk menahan agar lidah tidak jatuh.

T = Tapes

Plester digunakan untuk memfiksasi ETT.

I = Introducer

Stillet dan margil forcep untuk memudahkan tindakan intubasi.

C = Connector

Penghubung antara ETT dengan sirkuit napas.

S = Suction

Untuk membersihkan jalan napas.

Pemantauan dan Pencatatan

Pemantauan dilakukan sejak pasien tiba di ruang operasi hingga keluar dari ruang

pulih. Pemantauan dan pencatatan yang dilakukan meliputitanda-tanda vital, obat

(dosis dan waktu pemberian) yang diberikan, jumlah dan jenis cairan yang

diberikan dan transfusi produk darah jika dilakukan.

3. Periode Pascaoperatif

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Di recovery room

dilakukan observasi menggunakan skor Aldrette.

19

Page 20: Presus ETT Napas Kendali

IV.4 Manajemen Jalan Napas, Ventilasi dan Oksigenasi

Dalam keadaan anestesia, kemampuan pasien untuk mempertahankan patensi jalan

napasnya dapat terganggu. Sumbatan jalan napas tersering pada pasien tidak sadar adalah

akibat jatuhnya pangkal lidah. Selain itu juga dapat disebabkan secret jalan napas yang tidak

dapat keluar dengan mekanisme batuk. Sumbatan jalan napas, meskipun parsial dapat

menyebabkan penumpukan CO2 (hiperkarbia) dan gangguan oksigenasi (hipoksia).

Ventilasi

MV (Minute Ventilation) = TV (Tidal Ventilation) x RR (Respiratory Rate)

Alat Bantu Pernapasan

1. Endotracheal Tube (ETT)

Pemberian ventilasi mekanik dapat melalui bag-mask, melalui ETT atau melalui LMA

(Laryngeal Mask Airway). ETT memiliki berbagai macam tipe, yaitu :

ETT dapat terbagi menjadi yang memiliki manset dan yang tidak memiliki manset.

Manset pada endotracheal tube bertujuan untuk mengurangi kemungkinan bocornya gas

pada saat pemberian ventilasi kepada pasien yang diberikan anestesia umum. Pada tipe

tanpa manset memiliki keuntungan bila digunakan pada anak-anak dan bayi sehingga

kemungkinan untuk cedera akibat tekanan dari manset berkurang.

Selain itu juga, ETT memiliki varian pada mansetnya yang dibagi menjadi manset

dengan tekanan yang tinggi dan yang bertekanan rendah. Pada manset yang bertekanan

tinggi, sering dikaitkan dengan kerusakan iskemik pada mukosa trakeal dan kurang cocok

untuk digunakan pada penggunaan yang berkepanjangan. Pada manset dengan tekanan

yang rendah, sering dikaitkan dengan nyeri tenggorokan, aspirasi, ekstubasi spontan, dan

pemasukkan yang sulit (karena mansetnya yang terkulai) namun karena insidensi

kerusakan mukosa yang rendah, maka kateter dengan manset bertekanan rendah sering

digunakan.

Varian untuk ETT pada saat ini sangat banyak karena telah dimodifikasi sehingga

dapat memberikan keuntungan. Flexible, spiral-wound, dan reinforced ETT dimodifikasi

untuk menahan bentuk ETT sehingga tidak melentur. Ada juga double lumen

20

Page 21: Presus ETT Napas Kendali

endotracheal tube yang memiliki keuntungan yakni mengisolasi paru-paru dan

memberikan ventilasi pada satu paru.

1. Indikasi penggunaan ETT :

- Pasien dengan tingkat kesadaran yang menurun dengan penilaian glasgow

coma scale (GCS) < 8.

- Pasien sadar yang tidak mendapatkan ventilasi atau oksigenasi yang adekuat.

2. Kontraindikasi penggunaan ETT :

- Tidak dapat mengekstensi kepala : Artritis berat atau degenerasi spinal.

- Trauma berat pada spinal servikal atau trauma pada leher anterior.

- Infeksi epiglottal.

- Fraktur mandibular.

- Hemoragik orofaringeal tidak terkontrol.

3. Keuntungan penggunaan ETT :

Pengamanan total jalan napas (terutama jika menggunakan cuff) dan kemudahan

pengisapan secret.

4. Kerugian penggunaan ETT :

- Pemasangan ETT termasuk tindakan invasive yang pemasangannya dapat

menyebabkan traumatic dan bagi pasien dengan jalan napas yang hipereaktif

dapat mencetuskan asma.

- Apabila pemasangan ETT terlalu dalam di salah satu bronkus dapat

menyebabkan hipoksia karena atelektasis satu paru.

- Pemasangan ETT terkadang dapat masuk ke esofagus

5. Komplikasi

- Trauma, baik karena tindakan

langsung maupun karena penggunaan

alat bantu napas yang lama

- Tindakan laringoskopi sangat

berisiko menyebabkan spasme laring

(laringospasme).

6. Klasifikasi mallampati

21

Gambar 2. Tindakan ETT

Page 22: Presus ETT Napas Kendali

Klasifikasi mallampati berhubungan dengan ukuran lidah hingga ukuran faring dan

merupakan faktor penting dalam menentukan derajat kesulitan untuk menggunakan

laringoskop. Klasifikasi ini memberikan pemeriksaan jalur napas atas berdasarkan

visibilitas dari jarak faring oral dari visualisasi yang lengkap termasuk pilar tonsil

hingga tidak terlihat dengan uvula tertekan melawan lidah. Pemeriksaan ini

dilakukan ketika pasien sedang dalam posisi duduk, terbangun, dan koperatif.

Pemeriksaan dengan meminta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah

mereka keluar dan periksa berdasarkan struktur faring yang terlihat.

Gambar 3. Class Mallampati

• Grade 1 : Tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula

• Grade 2 : Tampak hanya palatum mole dan uvula

• Grade 3 : Tampak hanya pallatum mole

• Grade 4 : Pallatum mole tidak tampak

Bila pada pemeriksaan mallampati menunjukkan grade I dan II, maka tidak ada

kesulitan atau kesulitan yang dihadapi adalah minimal dalam mengamankan jalur

napas, namun bila pemeriksaan mallampati menunjukkan grade III atau IV, maka

perlunya antisipasi bila menghadapi kesulitan dalam mengamankan jalur napas.

2. Laryngeal Mask Airway (LMA)

22

Page 23: Presus ETT Napas Kendali

Ujung LMA yang terbuat dari karet akan berada pada posterior laring, menutup pangkal

esophagus. Lubangnya dibagian anterior akan berada tepat didepan rima glottis. Oleh karena

LMA tidak dimasukkan melewati pita suara, sehingga LMA tidak bersifat iritatif dan traumatic.

Kerugiannya adalah jalan napas tidak sepenuhnya terlindungi.

Perbedaan ETT dan LMA

Keuntungan Kerugian

Berguna pada intubasi sulit Meningkatkan risiko aspirasi gastrointestinal

Trauma pada gigi dan laring rendah Harus dalam posisi prone atau jackknife

Mengurangi kejadian bronchospasme dan

laryngospasmeTidak aman pada pasien obesitas berat

Tidak membutuhkan muscle relaxanMaksimum positive pressure ventilation (PPV)

terbatas

Mengurangi efek pada tekanan

intraokulatKeamanan jalan napas kurang terjaga

Mengurangi risiko intubasi ke esophagus

atau endobronkial

Risiko kebocoran gas dan polusi ruangan lebih

tinggi

Dapat menyebabkan distensi lambung

Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian LMA terhadap ETT

IV.5 Ventilator mekanik

Ventilator mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan

bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui

jalan nafas buatan.

Mode ventilator mekanik :

1. Mode control (pressure control, volume control, continuous mode)

Pasien mendapat bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat tidak

sadar (tersedasi) sehingga pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator. Tidal

volume yang didapat pasien juga sesuai yang di set pada ventilator. Pada mode control

23

Page 24: Presus ETT Napas Kendali

kelasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan tekanan atau tidal volume

lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode control terbaru,

ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang memungkinkan pasien

bernafas dengan tekanan atau volum tidal lebih dari yang telah di set pada ventilator.

2. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)

Pada mode ini pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan yang

di set pada ventilator. Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien bebas

bernafas. Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik ventilator akan

memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas bernafas tetapi tanpa

bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan bantuan saat pasien sedang

bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja ventilator dan pernafasan

mandiri pasien.

3. Mode Synchronous Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)

Sama dengan mode IMV hanya saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika

pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan terhindarkan.

4. Mode Pressure Support atau Mode Spontan

Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya oleh

pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di set

di mesin dengan memberikan tekanan udara positif.

Istilah dalam ventilator mekanik

1. FiO2 dan PaO2

FiO2 adalah fraksi atau konsentrasi oksigen dalam udara yang diberikan kepada pasien.

Sedangkan PaO2 adalah tekanan parsial oksigen yaitu perbedaan konsentrasi antara

oksigen di alveolus dan membran.

2. I : E Ratio

Perbandingan antara waktu inspirasi dan ekspirasi. Nilai normal 1:2.

3. Volume Tidal

24

Page 25: Presus ETT Napas Kendali

Jumlah udara yang keluar masuk paru dalam satu kali nafas, atau sama dengan jumlah

udara yang diberikan ventilator dalam satu kali nafas. Nilai normal 10 –15 ml/kgBB

untuk dewasa dan 6 – 8 ml/ kgBB untuk anak.

4. Minute Volume

Jumlah udara yang keluar masuk dalam satu menit, atau jumlah udara yang diberikan

ventilator dalam satu menit. Nilainya = volume tidal x RR.

5. PEEP dan CPAP

Positive end expiratory pressure (PEEP) atau tekanan positif akhir ekspirasi

digunakan untuk mempertahankan tekanan paru positif pada akhir ekspirasi untuk

mencegah terjadinya kolaps paru dan meningkatkan pertukaran gas dalam alveoli.

Nilai antara 5 – 15 mmHg, maksimal 12 mmHg untuk anak. Continuous positive

airway pressure (CPAP) identik dengan PEEP, yaitu pemberian tekanan positif pada

saluran nafas selama siklus pernafasan.

6. Pressure atau Volume Limit

Batas atas tekanan atau volume yang diberikan pada pasien. Volume limit yang terlalu

tinggi dapat berakibat trauma paru.

IV.6 Obat-obat Anestesia Umum

1. Sedatif

- Midazolam (Miloz) : Obat penenang (tranquilizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan

pemeliharaan anestesia. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat

karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang

tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernapasan,

dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah

penyuntikan.

Dosis premedikasi dewasa 0.07 – 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan

keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya

0.025-0.05 mg/kgBB.

25

Page 26: Presus ETT Napas Kendali

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan

pernapasan, umumnya hanya sedikit.

2. Analgesik

- Fentanyl

Fentanyl ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut

dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah.

Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama

dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.

Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasidan sisa metabolismenya

dikeluarkan lewat urin.

Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3 ug/kgBB.

Analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan

untuk anestesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.

Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan

anestesia dengan kombinasi benzodiazepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada

bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya

dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar

gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

3. Induksi

- Propofol (Recofol, diprivan)

Propofol adalah obat anestesia intravena yang bekerja cepat dengan karakter

recovery anestesia yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan

cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonic dengan

kepekatan 1% (1ml = 10mg) dan mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat

transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesia

umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500 ug/kgBB/menit infus. Dosis sedasi

25-100ug/kgBB/menit infus. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk

26

Page 27: Presus ETT Napas Kendali

induksi maupun maintenance anestesia itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk

pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus

intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih

lambat daripada pemberian pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien

dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.

4. Muscle relaxan

- Atracurium (notrixum)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya tidak

mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan

perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan fungsi saraf otot

dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-30 menit.

5. Maintanance anestesia

- Isoflurane

Isomer dari enfluran dengan efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih

anestesia dengan isofluran cepat.

Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC 1.15%

Farmakologi:

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk

anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan

koroner.

- N2O

N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3

2H2O + N2O).

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar,

dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2

minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga

sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesia

inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasikan dengan salah satu

27

Page 28: Presus ETT Napas Kendali

anestesia lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesia setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesia umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60%

: 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan

perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.

N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothoraks,

pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

28

Page 29: Presus ETT Napas Kendali

BAB V

KESIMPULAN

Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada dalam

keaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu tetapi

sebaliknya pada operasi cyto penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Berdasarkan status

fisik menurut ASA, pasien ini termasuk ke dalam ASA II karena pada anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang ditemukan hasil bahwa pasien memiliki hipertensi grade I.

Pada operasi ini, digunakan anestesia umum dengan pemasangan ETT napas spontan

untuk memastikan bahwa jalan napas akan selalu berada dalam kondisi terbuka dan

mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau

regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi. Teknik anestesia ini dapat juga

digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk

mempertahankan jalan napas bebas dengan sungkup muka.

Sejak insisi pertama kali dilakukan hinggga jahitan terakhir telah tercapai trias anestesia

dengan pemberian obat-obatan anestesia seperti : fentanyl sebagai analgesik, atracurium

sebagai relaksan, propofol sebagai induksi, dan sevoflurens sebagai obat anestesia inhalasi dan

juga sebagai maintanance anastesia bekerja dengan baik.

Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room. Pasien

segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut mencakup

penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini

mendapat nilai 10/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan.

Hasil tindakan anestesia yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat

dengan dimulainya praanestesia, premedikasi, pemilihan teknik anestesia, pemilihan obat-

obatan anestesia serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi dan tindakan

pasca operasi.

29

Page 30: Presus ETT Napas Kendali

DAFTAR PUSTAKA

Brimacombe J. The advantage of the LMA over the tracheal tube or face mask : a meta

analysis. Can J Anaest 2005 ; 42 : 1017 – 1023

Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fifth Edition. McGraw--‐Hill Companies. 2013:

309 - 341.

El-Ganzouri A, Avramov MN, Budac S, Moric M, Tuman KJ. Proseal laryngeal mask airway

versus endotracheal tube : ease of insertion, hemodynamic response and emergence

characteristic. Anesthesiology 2003 ;99 : A57.

Peter F Dunn. Clinical Anestesia Procedures of the Massachusetts General Hospital. Lippincot

Williams Wilkins. 2007:213--‐217

Soenarjo, Djatmiko. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP.

Thomas J Gal. Airway Management in Miller’s Anestesia, Chapter 42,.Elsevier : 2005 : page

1617.

30