Presus Diabetes Melitus

41
Diabetes Melitus DIMAS MUHAMMAD AKBAR – 2008.031.0003 PRESENTASI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM DOKTER PEMBIMBING: DR. H. MUHAMMAD IQBAL, SP. PD

description

Credit to: Dewi Widya Astuti, Erni Yessyca, and Nisma Afifah Naswar from FK Univ. Andalas

Transcript of Presus Diabetes Melitus

Page 1: Presus Diabetes Melitus

Diabetes MelitusDIMAS MUHAMMAD AKBAR – 2008.031.0003

PRESENTASI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM

DOKTER PEMBIMBING: DR. H. MUHAMMAD IQBAL, SP. PD

Page 2: Presus Diabetes Melitus

Anamnesis Identitas

Nama Lengkap: Tn. Sardjono Jenis Kelamin: Laki-laki Usia: 76 tahun 7 bulan Alamat: Ketanggungan, Wirobrajan, Kodya Yogyakarta, DI Yogyakarta Tanggal Masuk: 11 Maret 2013

Keluhan Utama: Nyeri kepala, lemas tak mau makan selama 4 hari Keluhan Lain: mual, nafsu makan menurun, nyeri perut, berat badan turun,

sering kesemutan di kaki, gatal-gatal daerah paha hingga selangkangan

Page 3: Presus Diabetes Melitus

Anamnesis (lanjutan) Riwayat Penyakit Sekarang:

OS mengaku nyeri kepala mbuyer sejak 4 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan sepanjang hari sehingga mengganggu aktivitas dan pola makan. OS sudah minum obat namun keluhan menetap. OS juga mengaku lemas, mual, nafsu makan menurun, tidak mau makan, berat badan dirasa menurun, sering kesemutan di kaki, gatal-gatal daerah paha hingga selangkangan. OS adalah penderita DM tipe II tak terkontrol sejak 2 tahun SMRS. Sebelum keluhan utama muncul, OS mengaku makan/minum banyak.

Riwayat Penyakit Dahulu:

DM tipe II sejak 2 tahun SMRS dengan obat rutin glimepiride dan diabex; HT, penyakit jantung, asma, dan alergi obat disangkal. Tahun 2011 pernah mondok atas indikasi disentri amuba dan vertigo.

Page 4: Presus Diabetes Melitus

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan

serupa seperti pasien disangkal; HT, DM, penyakit jantung, asma, alergi disangkal

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: tampak lemas, CM TD: 100/60

Nadi: 80 x/m Suhu: 36 °C RR: 20x/m

Pem. Kepala: SI (-/-); CA (-/-) Udem palpebral (-) Mukosa Basah (+)

Page 5: Presus Diabetes Melitus

Pemeriksaan Fisik Lidah kotor (-) Tonsil hiperemis (-) Sianosis (-)

Pem. Leher: Limfonodi bengkak (-) Tiroid membesar (-) JVP meningkat (-)

Pem. Thorax: Inspeksi: Jejas (-), bentuk dan

gerakan dada simetris, iktus kordis tak tampak

Palpasi: Vocal Fremitus Normal, iktus kordis tak teraba

Perkusi: Sonor Auskultasi: Suara paru vesikuler

normal, suara jantung regular

Page 6: Presus Diabetes Melitus

Pemeriksaan Fisik & PenunjangPem. Abdomen: Inspeksi: Jejas (-), datar Auskultasi: Bising Usus (+) normal Palpasi: Supel (+), distensi (-), NTE (+),

hepar dan lien tidak teraba Perkusi: Timpani

Pem. Ekstrimitas:

Udem (-) Akral hangat (+) Capillary refill < 3 detik (+) Lepuhan-lepuhan kecil yang

mengelupas pada paha dan pantat (+)

Rontgen Thorax: Cor dan pulmo dalam batas normal

Page 7: Presus Diabetes Melitus

Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium

Hematologi: AL: 6,5 (4-10 ribu/uL) Hitung Jenis Leukosit Eosinofil: 3 (0-5%) Basofil: 1 (0-1%) Netrofil: 84 (50-70%) Limfosit: 6 (25-40%) Monosit: 6 (2-8%) AE: 4,74 (4,4-5,9 juta/uL)

Hb: 14,0 (12-17 gr/dL) HMT: 42 (36-52%) MCV: 84,9 (80-100 fl) MCH: 27,6 (22-34 pg) MCHC: 32,5 (32-36 gr/dL) RDW: 14,6 (11,6-14,8%) AT: 299 (150-450 ribu/uL) LED: 23/65 (0-15 mm/jam) Golongan darah: B

Page 8: Presus Diabetes Melitus

Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium

Imunologi: CRP: Negatif HBsAg: Negatif

Kimia Klinik: GDS: 186 (70-140 mg/dl) HbA1c: 11,1 (4,8-5,9 %) Bilirubin total: 0,37 (0,1-1,2 mg/dl) Protein total: 5,8 (6,6-8,8 g/dl) Albumin: 3,6 (3,5-5,2 g/dl)

Globulin: 2,2 (2,3-3,5 mg/dl) SGOT: 16 (<35 u/l) SGPT: 22 (<45 u/l) Ureum: 48 (18-55 mg/dl) Kreatinin: 1,1 (<1,3 mg/dl) Asam Urat: 7,9 (3,2-7 mg/dl) Kolesterol Total: 367 (<265 mg/dl) HDL/LDL: 37/197 (35-45/122-200) Trigliserid: 395 (<160 mg/dl)

Page 9: Presus Diabetes Melitus

Diagnosis & Terapi Diagnosis Kerja Cephalgia dengan riwayat DM tipe 2; DD Vertigo Terapi:

Glimepiride Tab 1 x 2 mg Metformin Tab 2 x 500 mg Apidra 3 x 8 UI (Insulin Glulisin) Betaserc Tab 3 x 8 mg (Betahistin) vertigo, pusing, gangguan

keseimbangan Nexium Extra Inj 40 mg (Exomeprazole) dalam NaCl 100 ml tukak

lambung & duodenum Tomit Extra Inj 1 ampul 10 mg/ 2ml (Metoclopramide) Mual muntah 40 % dextrose injection (400 mg dextrose monohydrate)

Page 10: Presus Diabetes Melitus

Follow Up12-03-2013 13-03-2013 14-03-2013 15-3-2013

Tek. Darah 100/70 104/66 110/70 130/90Suhu 36,4 36,4 36,8 36,5Nadi 80x 80x 85x 85xGDS Jam 06: 145

Jam 17: 146Jam 23: 61

Jam 01: 97Jam 06: 119Jam 11: 68

Jam 17: 106Jam 23: 123

Jam 06: 103Jam 11: 159Jam 17: 73

Jam 23: 109

Jam 06: 97

Keluhan Pusing, Mual, Lemas Pusing, Mual, Gatal Pusing, Gatal BLPL

Page 11: Presus Diabetes Melitus

Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005:

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Menurut WHO 1980:

DM sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Page 12: Presus Diabetes Melitus

Prevalensi World Health

Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

2000 2030

Ranking CountryPeople With

Diabetes (Millions)

CountryPeople With

Diabetes (Millions)

12345

IndiaChinaUSAIndonesiaJapan

31,720,817,78,46,8

IndiaChinaUSAIndonesiaPakistan

79,442,330,321,313,9

50% penderita DM di Indonesia sadar; 30% penderita DM melakukan pemeriksaan teratur

Page 13: Presus Diabetes Melitus

KlasifikasiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2005: Diabetes Melitus Tipe 1

Page 14: Presus Diabetes Melitus

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 1 Disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan

sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

Pada saat diabetes melitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah:1. Harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini.2. Keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu

mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.

Page 15: Presus Diabetes Melitus

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 1

3. Insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi.

4. Perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. 5. Perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai

sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler.

6. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

Page 16: Presus Diabetes Melitus

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM tipe II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik: 1. sekresi insulin abnormal dan,2. resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang

utama tidak diketahui.

Page 17: Presus Diabetes Melitus

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 2 Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa:

1. Glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat.

2. Resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan.

3. Resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.

Page 18: Presus Diabetes Melitus

Faktor Risiko Usia > 45 tahun Berat badan lebih > 110% BB ideal atau IMT > 23 kg/m2 Hipertensi (> 140/90 mmHg) Riwayat DM dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000

gram Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 150 mg/dl

Page 19: Presus Diabetes Melitus

Manifestasi Klinis 4P: Polifagi, Penurunan berat badan, Polidipsi, Poliuri; juga keluhan tambahan

lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit

Kriteria diagnostik antara lain Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥ 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) ≥ 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standar WHO 1994, menggunakan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.

Page 20: Presus Diabetes Melitus

Komplikasi: Penyulit Akut Ketoasidosis diabetik (KAD), suatu keadaan terdapatnya defisiensi insulin

absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan) sehingga menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun sehingga terjadilah glukoneo-genesis dari lemak dan protein yang akan mengakibatkan end product berupa benda keton yang bersifat asam. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.

Page 21: Presus Diabetes Melitus

Komplikasi: Penyulit Akut Koma Hiperosmolar Non Ketotik, ditandai oleh penurunan kesadaran

dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau DM tipe 2 karena pada keadaan ini pasien akan jatuh ke dalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darahnya masih cukup untuk mencegah lipolisis.

Hipoglikemia, ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan: lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka, bibir, gemetar, dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik: pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

Page 22: Presus Diabetes Melitus

Komplikasi: Penyulit MenahunMikroangiopati Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis Retinopati Diabetik Nefropati Diabetik, ditandai dengan albuminuria menetap > 300 mg/24 jam.

Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.

Page 23: Presus Diabetes Melitus

Komplikasi: Penyulit Menahun Neuropati diabetik, yang tersering dan paling penting adalah neuropati

perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana/tahun.

Makroangiopati Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak, kewaspadaan kemungkinan

terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM.

Pembuluh darah tepi

Page 24: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi Tujuan: mencegah komplikasi akut dan kronik; meningkatkan kualitas hidup Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus:

A. EdukasiB. Terapi gizi medis, pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan

yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl Kadar HbA1c < 7%

Page 25: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi

2. Tekanan darah < 130/803. Profil lipid:

Kolesterol LDL <100 mg/dl Kolesterol HDL >40 mg/dl Trigliserida <150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25%, dan Protein 10-15%.

Menentukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.

Page 26: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi

Kebutuhan Basal Laki-laki = BB ideal (kg) x 30 kalori Wanita = BB ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi:

Umur 40-59 th : -5% 60-69 : -10% >70% : -20

Aktivitas Istirahat : +10% Aktivitas ringan : +20% Aktivitas sedang : +30% Aktivitas berat : +50%

Berat Badan (BMI) Kegemukan : - 20-30% Kurus : +20-30%

Stress Metabolik : + 10-30%

Page 27: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Latihan Jasmani Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan

siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

C. Latihan Jasmani, sangat dianjurkan karena mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.

5-10 menit pertama: glikogen akan dipecah menjadi glukosa 10-40 menit berikutnya: kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.

Lemak juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40% > 40 menit: makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Page 28: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Latihan Jasmani Semua latihan memenuhi program CRIPE: Continous, Rhythmical, Interval,

Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa

berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara

teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan

sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner

seperti jalan santai, jogging dll.

Page 29: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1. Insulin Secretagogue a. Sulfonilurea: meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

b. Glinid: bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya: repaglinid, nateglinid.

Page 30: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis

2. Insulin SensitizersThiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.

3. Glukoneogenesis InhibitorMetformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

Page 31: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis

4. Inhibitor absorbsi glukosa α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi

Hal-hal yang harus diperhatikan:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

Page 32: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis Insulin Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non

lanjut usia, uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya

Page 33: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin

prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)

Page 34: Presus Diabetes Melitus

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis Insulin diperlukan dalam keadaan: penurunan berat badan yang cepat;

hiperglikemia yang berat disertai ketosis, asidosis laktat, hiperosmolar non ketotik; ketoasidosis diabetik; gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal; stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke); kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan; gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat; kontraindikasi atau alergi OHO.

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap. Kombinasi yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit kemudian dilakukan evaluasi. Bila kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, OHO dihentikan dan diberikan insulin.

Page 35: Presus Diabetes Melitus

Kriteria Pengendalian DMBaik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-139 >140

Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-159 160-199 >200

HbA1c (%) 4-5,9 6-8 >8

Kolesterol total (mg/dl)LDL (mg/dl) tanpa PJKLDL (mg/dl) dengan PJKHDL (mg/dl)Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJKTrigliserida (mg/dl) dengan PJK

<200<130<100>45

<200<150

200-239130-159100-129

35-45200-249150-199

>240>160>130<35

>250>200

BMI (IMT) wanita (kg/m2)BMI (IMT) pria (kg/m2)

18,5-22,920,0-24,9

23-2525-27

>25 atau <18,5>27 atau <20,0

Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Page 36: Presus Diabetes Melitus

Pencegahan Pencegahan Primer; upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki

faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok.

Pencegahan Sekunder; upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyuluhan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.

Page 37: Presus Diabetes Melitus

Pencegahan Pencegahan Tersier; ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih melanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Page 38: Presus Diabetes Melitus

Pencegahan Pencegahan Tersier; ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih melanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Page 39: Presus Diabetes Melitus

Hubungan DM Dengan Cephalgia Hyperglycemic Headache; konsentrasi tinggi gula dalam darah adalah racun

bagi saraf dan pembuluh darah. Nyeri kepala merupakan gejala awal dari hiperglikemia selain pandangan kabur, kelelahan, dan kebingungan. Dengan tidak adanya terapi insulin, hiperglikemia dapat menyebabkan penumpukan keton, yang merupakan produk limbah dalam darah dan urin, yang dapat menyebabkan koma dan kematian.

Hypoglycemic Headache; Hipoglikemia adalah suatu kondisi serius karena gula adalah sumber utama energy untuk fungsi otak. Nyeri kepala tumpul adalah tanda awal dan umum dari hipoglikemia dan sering termasuk kumpulan gejala yang saling berhubungan seperti dizziness, pandangan kabur, berkeringat, tremor, dan kebingungan. Jika tidak dapat mengkonsumsi karbohidrat sederhana seperti buah, jus pasta, atau roti, hipoglikemia dapat menyebabkan kejang, kehilangan kesadaran, dan kematian.

Page 40: Presus Diabetes Melitus

Hubungan DM Dengan Cephalgia Glaucoma Headache; Pada glaukoma, saraf optik rusak menyebabkan

kebutaan progresif hingga ireversibel. Glaukoma sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan di dalam mata, yang dapat menyebabkan rasa sakit mata dan nyeri kepala. Glaukoma yang terkait dengan nyeri kepala sering menampilkan nyeri tajam dan menusuk di atas dan belakang mata dan kadang-kadang terdapat pandangan kabur bahkan hilang, fenomena visual seperti halo, mual, dan muntah.

Neuropathic Headache; Otak mengandung banyak neuron, termasuk saraf kranial yang besar, yang dapat mengembangkan neuropati sebagai konsekuensi dari DM. Neuropati pada saraf tersebut menyebabkan nyeri kepala yang sangat berat.

Page 41: Presus Diabetes Melitus

Referensi1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk,

editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; 1857.

2. Persi. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes. 2008 diakses dari http: //pdpersi.co.id

3. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaannya. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; 1906.

4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

5. Foster DW. Diabetes Melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta: EGC, 2000; 2196.

6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006

7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873

9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses/Sylvia Anderson Price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit [et.al.] editor bahasa Indonesia. Jakarta; 2005; hal. 1259