Presus Dhf
-
Upload
okvianto-putra-budiman -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
description
Transcript of Presus Dhf
-
5/24/2018 Presus Dhf
1/18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) merupakan suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (famili Flaviviridae, genus flavivirus).
Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4 yang semuanya dapat menyebabkan Dengue Fever(DF) atau Dengue Hemorrhagik Fever
(DHF). Keempat serotipenya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 terbanyak. Seperti
halnya DF, DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes terutama Aedes Aegypti
betina danAedes Albopictus.1,2,3,4,5,6
Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan lewat nyamuk paling banyak
berkembang di dunia. Selama 50 tahun terakhir, insidensi kasus dengue meningkat 30 kali
lipat dibandingkan migrasi penduduk kenegara baru. Pola penyebaran juga berubah yaitu
peningkatan penyebaran di daerah rural yang awalnya rendah. Setiap tahunnya sekitar 50
milyar kasus infeksi dengue dilaporkan dan 2,5 juta orang tinggal di negara endemik dengan
70% kasus berada di asia tenggara.3
Indonesia merupakan wilayah endemis DHF dan sejak tahun 2004 Indonesia merupakan
negara yang melaporkan jumlah kasus infeksi virus dengue terbanyak di antara seluruh
negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2005 WHO menyatakan dengue merupakan
penyakit yang dapat menimbulkan kegawatdaruratan terhadap kesehatan masyarakat
sehingga perhatian internasional akan lebih diberikan sebagai implikasi untuk keamanan
kesehatan akibat gangguan dan menyebar epidemi yang cepat di luar perbatasan nasional.2,3
-
5/24/2018 Presus Dhf
2/18
Sumber : World Organization map2
Gambar 1. Negara/daerah yang beresiko tertular infeksi virus dengue (2008)
B. EPIDEMIOLOGI
Sepanjang tahun 2011 total kasus DHF di seluruh propinsi di Indonesia sudah
mencapai 2665.432, dengan jumlah kematian sebanyak 595 orang, sedangkan diprovinsi
Kalimantan Selatan selama 2011 tercatat 400 orang warga menderita demam berdarah
dengue dan 7 orang meninggal dunia (CFR=0,91%). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi
Jawa Barat (13.836 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi Gorontolo (8,70
%)1. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per
100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66
(tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Tidak tertutup kemungkinan
peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang cepat disebabkan oleh virus dengue jenis
baru karena dengue adalah virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya).
Virus RNA bermutasi jauh lebih cepat dibanding dengan virus DNA.
C. ETIOLOGI
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri atas 4 serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai
tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. 5
Negara beresiko tertular virus dengue
-
5/24/2018 Presus Dhf
3/18
virus dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, familiFlaviviridae. Flavivirusmerupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.4,5
Gambar 2. Virus Dengue.6
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutantetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.4,5
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk
vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya
(viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi
(memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjarludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk. 7, 8
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit.
Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan
replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup, maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan
mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuhakan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan
-
5/24/2018 Presus Dhf
4/18
manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan
perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.7, 8
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadi infeksi virus ini belum jelas. Perkembangan hipotesis dari infeksi
ini bermula pada tahun 1973 dimana Halstead mengajukan hipotesis Secondary
Heterologous Infectionyang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
oleh virus dengue yang berbeda serotipe. Reinfeksi ini dikatakan menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yangbertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.3
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 3. Hipotesissecondary heterologous InfectionDengue Hemorrhagic Fever
-
5/24/2018 Presus Dhf
5/18
Selain itu, terdapat hipotesis lain yang dinyatakan oleh Kurane dan Ennis pada tahun
1994. Mereka menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktifasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non-netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya DHF danDengue Shock Syndrome(DSS). Respon
imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DHF adalah:
Antibody Dependent Enhancement (ADE) respon humoral berupa pembentukanantibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imunseluler terhadap virus dengue.
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag. Selain itu aktifasi komplemen ini menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a yang menyababkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Sedangkan trombositopenia pada infeksi dengue sseperti pada pasien ini dapat terjadi
melalui mekanisme: supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup
trombosit. Destruksi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit
E. MANIFESTASI KLINIS
Dengue memiliki spektrum yang luas dari presentasi klinis, sering kali dengan evolusi
klinis dan hasil yang tak terduga. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk
didalamnya DHF sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak
spesifik, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek
sehati-hari, pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk
memprediksikan apakah penderita DF tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat.
Infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan
faktor resiko terjadinya manifestasi DHF yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS).1,2,3
-
5/24/2018 Presus Dhf
6/18
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan
recovery(penyembuhan)
Gambar 4. Perjalanan Penyakit DBD
Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh sangat
tinggi hingga 40o
C dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya akan
bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh,
-
5/24/2018 Presus Dhf
7/18
mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan
penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena
itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat penting
untuk mengenali progresi ke arah fase kritis.7,8,9Warning signsmeliputi:8
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan mukosa,pembesaran hati >2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun
dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada
wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi
walau lebih jarang.7,8,9 Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif,
menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2%
kasus DBD mempunyai hasil positif.11
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran
hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan
ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif
leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.8,11
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung turun
dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal
kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi
pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding
lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.8,11
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan
-
5/24/2018 Presus Dhf
8/18
asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.8,11
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar
mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok
berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi
(impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini
menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan
syok hebat. 8,11,12
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.8
Fase Penyembuhan (Recovery)
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan
ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan
kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis
normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan
disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga
sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi
yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah
demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini
perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung
kongestif.8
F. DIAGNOSIS
Diagnosis untuk kasus pasien kali ini adalah dengue haemorrhagic fever derajat 1.
Dalam menentukan diagnosis ini digunakan kriteria diagnosis dari WHO yaitu sebagai
berikut:
1. Dengue Fever (DF)Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
-
5/24/2018 Presus Dhf
9/18
c. myalgia/atralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (uji torniquetpositif)
f. Leukopenia dan periksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DF/DHF yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Dengue Haemorrhagic Fever(DHF)Kriteria diagnosis WHO untuk DHF harus memenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, terkadang bifasik (saddle backfever).
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :a. Uji torniquetpositif (>20 petekie dalam 2,54 cm2 )
b. Petekie, ekimosis, atau purpurac. Perdarahan mukosa, konjungtifa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat laind. Hematemesis atau melena
Pembesaran hati Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3) Terdapat minimal satu tanda-tandaplasma leakage :
a. Hematokrit meningkat >- 20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jeniskelamin, dan populasi yang sama
b. Hematokrit turun hingga >- 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairanc. Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemi
Pemeriksaan laboratorium:
Leukopenia, pada kasus dengue, tes ini akan menunjukkan gambaran leukopenia.Oleh karena itu jika ditemukan adanya leukositosis dan neutrofilia maka
kemungkinan infeksi dengue dapat disingkirkan.
Thrombocytopenia (< 100.000 /mm3) Hematocrit (micro-hematocrit). Ditemukannya hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit >20%).
Hipoproteinemia, akibat dari kebocoran plasma.
Kriteria WHO Sindroma Syok Dengue:
Nadi yang cepat dan lemah,
-
5/24/2018 Presus Dhf
10/18
Perbedaan antara sistole dan diastole rendah (
-
5/24/2018 Presus Dhf
11/18
f. Ditemukan tanda bahayaantara lain :
- Nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen- Munah persisten- Akumulasi cairan (efusi, asites)- Perdarahan mukosa- Letargis, restlessness- Hepatomegali >2 cm- Pemeriksaan laboratorium : peningkatan HCT dengan penurunan jumlah trombosit
2.Dengue beratDibagi menjadi:
a. Kebocoran plasma berat, yang mengarah pada:- Syok- Akumulasi cairan dengan distress pernapasan
b.Perdarahan hebatc. Gangguan organ berat
- Liver : AST/ALT > 1000- CNS : penurunan kesadaran- Jantung dan organ lainnya
Gambar 5. Klasifikasi kasus dengue yang direkomendasikan saat ini.13
-
5/24/2018 Presus Dhf
12/18
G. PENATALAKSANAAN
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau Istalasi Gawat Darurat
untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang gawat darurat dilakukan
pemerisaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Bila:
a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapatdipulangkan dengan anjuran control dan berobat jalan ke poliklinik damam waktu 24jam
berikutnya, dan bila keadaan memburuk segera kembali ke instalasi gawat darurat.
b. Hb, Ht normal tetapi trombosit
-
5/24/2018 Presus Dhf
13/18
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit 20% dan trombosit 20%.
Pasien dapat dipulang apabila:
1. Keadaan umum atau kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam.2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24
jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai normal
(> 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan. Apabila pasien dipulangkan sebelum hari
ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit belum dalam batas normal, maka diminta
kontrol ke poiliklinik dalam waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali
memburuk agar segera dibawa ke UGD kembali.
3. Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3Gambar 7. Penatalaksanaan pasien DBD tanpa perdarahan spontan, masiv dan syok
Protokol 3 DBD dengan Peningkatan Ht >20%
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian dipantau selama 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun,
frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat, maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 mk/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukakan pemantauan kembali dan
-
5/24/2018 Presus Dhf
14/18
bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
3ml/kbBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun 20%
Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa, jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan tekanan darah, nadi,
-
5/24/2018 Presus Dhf
15/18
pernafasaan, dan urin dilakukan sering dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit diulang setiap 4-6jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb
-
5/24/2018 Presus Dhf
16/18
Bila keadaan syok belum teratasi maka dilakukan pemasangan kateter vena sentral,
dan pemberian koloid dapat ditingkatkan sampai maksimum yaitu 30 ml/kgBB/jam dengan
sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H2O. Bila masih belum teratasi juga maka koreksi
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infesi sekunder. Bila vena sentral
sudah sesuai target tetapi renjatan belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik
/vasopresor.
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 8 . Penatalaksanaan pasien DBD dengan Sindroma Syok Dengue
H. Prognosis
Prognosa penderita demam berdarah dengue tergantung pada beberapa faktor seperti:
1. Lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, serta adekuat tidaknya penangan.2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama setelah
pemberian cairan parenteral dimulai
3. Adanya demam selama renjatan berlangsung, menunjukkan prognosa yang lebihburuk.
4. Ada tidaknya tanda-tanda penurunan fungsi serebral, dimana mengarahkan pemikirankita pada terjadinya ensefalopati.
-
5/24/2018 Presus Dhf
17/18
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselbacher, Kurt J. et all. (1999).Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi13. volume 2. EGC: Jakarta.
2. World Health Organisation(WHO). (2009).Dengue: Guideline for Diagnosis, Treatment,Prevention, and Control. Diakses pada tanggal 16 Januari 2010 dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
3.Sudoyo, Aru. W.. Setyobudi, Bambang.. Alwi, Idrus.. K, Marcellus Simandibrata.. Setiati,Siti.. (2006). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4.World Health Organisation (WHO). (1999). Demam Berdarah Dengue: Diagnosis,Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Edisi 2. Jakarta: EGC.
5.Price, Daniel D.. Wilson, Sharon. R.. (2009). Dengue Fever. Diakses pada tanggal 16Januari 2010 darihttp://emedicine.medscape.com/article/781961-print.
6.World Health Organisation (WHO). (1999). Guideline for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital. Diakses pada tanggal 16 Januari 2010
darihttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
7.Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam BerdarahDengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, 2004.
8.Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World HealthOrganization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
9.Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health Organization Sudan,2005. Diunduh dariwww.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en
10. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana DemamBerdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.
11. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/http://emedicine.medscape.com/article/781961-printhttp://emedicine.medscape.com/article/781961-printhttp://emedicine.medscape.com/article/781961-printhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdfhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdfhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdfhttp://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdfhttp://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdfhttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/enhttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/enhttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/enhttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/enhttp://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdfhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdfhttp://emedicine.medscape.com/article/781961-printhttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ -
5/24/2018 Presus Dhf
18/18