Presus 2 - dm tipe 2

41
BAB I LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien Nama : Ny. IS Usia : 46 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Cipanas Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Status : Menikah Masuk RS : 14 Maret 2015 No. RM : 862857 II. Anamnesis: Autoanamnesis dan Alloanamnesis (tanggal 17 Maret 2015) Keluhan Utama: Penurunan kesadaran sejak 2,5 jam SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit: Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan penurunan kesadaran sejak 2,5 jam SMRS. Sebelum terjadi penurunan kesadaran, tidak terdapat keluhan mual, muntah, dan kejang pada pasien. Pasien hanya mengeluh badannya terasa lemas dan nyeri kepala. Pasien sering mengeluh kesemutan pada tangan dan kakinya serta gatal-gatal pada bagian perut dan punggung. Pasien juga mengeluh berat badannya menurun dibanding sebelumnya. Pasien pernah didiagnosis kencing manis pada tahun 2001 dan aktif melakukan pengobatan rutin hingga 2 tahun. Pasien juga sudah mengurangi porsi makanannya dan membatasi konsumsi gula perhari. Setelah dinyatakan kadar gula darah pasien stabil, pola makan pasien menjadi tidak teratur kembali. Pasien juga tidak pernah kontrol untuk diabetesnya lagi. Pada akhir tahun 2014, pasien pernah mengalami keluhan serupa (penurunan kesadaran), dan setelah di\periksa, 1

description

jbkjb

Transcript of Presus 2 - dm tipe 2

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien Nama : Ny. IS Usia : 46 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Cipanas Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Status : Menikah Masuk RS : 14 Maret 2015 No. RM : 862857

II. Anamnesis: Autoanamnesis dan Alloanamnesis (tanggal 17 Maret 2015)Keluhan Utama:Penurunan kesadaran sejak 2,5 jam SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit:Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan penurunan kesadaran sejak

2,5 jam SMRS. Sebelum terjadi penurunan kesadaran, tidak terdapat keluhan mual, muntah, dan kejang pada pasien. Pasien hanya mengeluh badannya terasa lemas dan nyeri kepala. Pasien sering mengeluh kesemutan pada tangan dan kakinya serta gatal-gatal pada bagian perut dan punggung. Pasien juga mengeluh berat badannya menurun dibanding sebelumnya. Pasien pernah didiagnosis kencing manis pada tahun 2001 dan aktif melakukan pengobatan rutin hingga 2 tahun. Pasien juga sudah mengurangi porsi makanannya dan membatasi konsumsi gula perhari. Setelah dinyatakan kadar gula darah pasien stabil, pola makan pasien menjadi tidak teratur kembali. Pasien juga tidak pernah kontrol untuk diabetesnya lagi.

Pada akhir tahun 2014, pasien pernah mengalami keluhan serupa (penurunan kesadaran), dan setelah di\periksa, kadar gula darahnya rendah. Namun keesokan harinya gula darahnya naik hingga melebihi 200 dan mengalami penurunan drastis setelah meminum obat untuk gula darahnya. Diakui pasien, pasien pernah meminum obat glibenclamid dan glimepiride serta belum terdapat riwayat pemakaian insulin sebelumnya.

Sejak tahun 2013, pasien mengeluh sering terasa mudah lelah dan jantung berdebar-debar. Terkadang dirasakan sesak terutama pada dada bagian kiri. Sesak dirasakan semakin bertambah pada saat aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Tidak terdapat perubahan pada sesaknya dengan posisi tidur. Pasien pernah berobat jalan dan dilakukan rontgen, didapatkan hasil jantungnya sedikit membengkak. Riwayat menopause sejak tahun 2012 dan tidak terdapat riwayat penggunaan KB oral maupun suntik.

1

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kencing manis (+) Riwayat alergi (-) Riwayat asma (-) Riwayat tek. darah tinggi (+) Riwayat peny. jantung (+) Riwayat anemia (-) Riwayat menopause (+)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Riwayat kencing manis (+) Riwayat alergi (-) Riwayat asma (-) Riwayat tek. darah tinggi (+) Riwayat peny. jantung (+)

III. Pemeriksaan FisikStatus Generalis: Keadaan sakit : Tampak sakit berat Kesadaran : Composmentis Tekanan Darah : 160/80 mmHg Nadi : 84 x/ menit RR : 20 x/ menit Suhu : 37 C

Keadaan Spesifik:KulitWarna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi meningkat, keringat umum dan lokal (+), Ikterik (-), turgor menurun.

Kelenjar Getah BeningKelenjar getah bening submandibula, leher, axilla dan inguinal tidak ada pembesaran.

KepalaNormocephal, ekspresi biasa.

MataEksopthalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), conjunctiva palpebra pucat (+) pada kedua mata, sklera ikterik (-) pada kedua mata, pupil isokhor, reflek cahaya normal, pergerakan bola mata ke segala arah baik, lapangan pandang luas

Hidung Septum nasal normal, lapisan mukus normal, epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)

2

Telinga Kedua meatus akustikus dalam keadaan normal, lubang telinga cukup bersih, nyeri tekan proc. mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan.

MulutBibir simetris, pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), atropi papil (-), sianosis (-).

LeherPembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat 5 + 3

DadaParu-paru

Inspeksi : statis & dinamis simetris kanan sama dengan kiriPalpasi : fremitus kanan sama dengan kiriPerkusi : sonor di kedua lapangan paruAuskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

JantungInspeksi : ictus cordis tidak terlihatPalpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 LMCSPerkusi : batas atas jantung ICS 2, batas kanan LS Dextra, atas kiri LMC sinistraAuskultasi : HR 110 x/menit, Bunyi Jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-)

AbdomenInspeksi : Datar, tidak terlihat massa, sikatrik (-)Palpasi : Nyeri tekan (-) di epigastrium, Hepar/Lien tidak teraba pembesaranPerkusi : Undulasi (-)Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

GenitalTidak diperiksa

EkstremitasEkstremitas atas : Nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+/-), jaringan parut (-),

pigmentasi normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-) turgor kembali lambat (-), capillary refill time > 2 detik

Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+/+), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-), capillary refill time > 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang

3

Kadar Glukosa Darah Sewaktu 14 Maret 2015

30 mg/dL

Darah lengkap 14 Maret 2015

Lab ResultFlag

sUnit Normal Lab Result Flags Unit Normal

WBC 9,8 10^3/5,2 - 12,4

Lymph 0,9 L 10^3/ 1,0-3,0

RBC 3,24 10^6/ 4,2 - 6,1 Gra 8,0 H 10^3/ 2,0-7,0

HGB 8,0 L g/dl11,7-17,3

Mon 0,9 10^3/ 0,2-1,0

HCT 24,6 L % 37 - 52Lymp

%9,4 L % 25 - 40

MCV 75,9 L fL 80 - 99 Mon % 8,8  H % 2-8

MCH 24,7 L pg 27 - 31 Gra % 81,8  H % 50 - 70

MCHC 32,5 L g/dl 33 - 37 MPV 7,0 10^3/ 7 - 11

RDW 13,7 %11,5 - 14,5

PCT 0,223 %0,200 - 0,500

PLT 318 10^3/150 - 450

PDW 12,9 % 10 - 18

Darah Lengkap 17 Maret 2015

LabResul

tFlags Unit

Normal

Lab Result Flags Unit Normal

Neut 80,2 H % 40 - 74 WBC 10,61 10^3/5,2 - 12,4

Lymph 10,0 L % 19 - 48 RBC 3,06 L 10^6/ 4,2 - 6,1Mono 4,8 % 3,4 - 9 HGB 8,0 L g/dl 18-DecEos 4,0 % 0 - 7 HCT 25,2 L % 37 - 52Baso 0,1 % 0 - 1,5 MCV 82,3 fL 80 - 99Luc 1,0 % 0 - 4 MCH 26 L pg 27 - 31

MCHC 31,6 L g/dl 33 - 37

RDW 16,6 H %11,5 - 14,5

PLT 229 10^3/150 - 450

Kimia Klinik 17 Maret 2015

4

Pemeriksaan Hasil MetodeNilai

NormalSatuan

Glukosa Sewaktu

201 GOD-PAP 70 - 150 mg/dL

Ureum 85,6Urease UV

Liqui10,0 - 50,0

mg/dL

Kreatinin 3,89Jaffe Comp

ST.A0,6 - 1,83 mg/dL

V. ResumePasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan penurunan kesadaran

VI. Diagnosis

VII. Diagnosis Banding

VIII. PenatalaksanaanNonmedikamentosaBed rest

Dower Catheter -> pantau balance cairan

MedikamentosaAsam folat 2 x 5mgVitamin B12 2 x 50mgVitamin C 2 x 50mgInj. Deferoxamine 1 x 1grTransfusi PRC 4 kantongInfus RL 30 gtt/menit

IX. Rencana Pemeriksaan Observasi tanda-tanda vital Elektrolit Urin lengkapGula darah sewaktu Anemi profile

X. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

5

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

XI. Daftar MasalahAnemiaKehamilanIkterik

XII. Follow Up Pasien Selama Dirawat

Tanggal 12 Maret 2015, pukul 07.29 WIB

S : CM, sesak (-), lemas +, mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), O : KU : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 120/50 mmhgNadi : 72x/menitPernapasan : 20 x/menitSuhu : 36,7 CMata : Sklera ikterik +/+

Konjunctiva anemis +/+ Edema Palpebra -/-

Leher: : KGB ttm, JVP meningkat (-)Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : VBS +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-Abdomen : Buncit sesuai usia kehamilan, shifting dulness (+), BU(+) NExtremitas : Edema extr. superior -/-

Edema extr. Inferior -/-A : G2P0A1 hamil 32 minggu dengan anemia mikrositik hipokrom e.c. thalassemia

P : Bed Rest Infus RL 30 gtt/menit Transfusi PRC 2 kantong

Tanggal 13 Maret 2015, pukul 07.20 WIB

S : CM, sesak (-), lemas (-), mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), O : KU : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 100/60 mmhgNadi : 96x/menitPernapasan : 24 x/menitSuhu : 36,7 CMata : Sklera ikterik +/+

Konjunctiva anemis -/- Edema Palpebra -/-

Leher: : KGB ttm, JVP meningkat (-)Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)

6

Pulmo : VBS +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-Abdomen : Buncit sesuai usia kehamilan, shifting dulness (+), BU(+) NExtremitas : Edema extr. superior -/-

Edema extr. Inferior -/-A : G2P0A1 hamil 32 minggu dengan anemia mikrositik hipokrom e.c. thalassemia

P : Bed Rest Infus RL 30 gtt/menit Transfusi PRC 2 kantong

Tanggal 14 Maret 2015, pukul 07.26 WIB

S : CM, sesak (-), lemas (-), mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), O : KU : Tampak sakit ringan

Tekanan Darah : 110/60 mmhgNadi : 80x/menitPernapasan : 20 x/menitSuhu : 36,7 CMata : Sklera ikterik +/+

Konjunctiva anemis -/- Edema Palpebra -/-

Leher: : KGB ttm, JVP meningkat (-)Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : VBS +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-Abdomen : Buncit sesuai usia kehamilan, shifting dulness (+), BU(+) NExtremitas : Edema extr. superior -/-

Edema extr. Inferior -/-A : G2P0A1 hamil 32 minggu dengan anemia mikrositik hipokrom e.c. thalassemia

P : Bed Rest Infus RL 20 gtt/menit

Tanggal 16 Maret 2015, pukul 07.30 WIB

S : CM, sesak (-), lemas (-), mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), O : KU : Tampak sakit ringan

Tekanan Darah : 110/60 mmhgNadi : 84x/menitPernapasan : 20 x/menitSuhu : 37, CMata : Sklera ikterik +/+

Konjunctiva anemis -/- Edema Palpebra -/-

Leher: : KGB ttm, JVP meningkat (-)Cor : BJ 1 & 2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : VBS +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-

7

Abdomen : Buncit sesuai usia kehamilan, shifting dulness (+), BU(+) NExtremitas : Edema extr. superior -/-

Edema extr. Inferior -/-A : G2P0A1 hamil 32 minggu dengan anemia mikrositik hipokrom e.c. thalassemia

P : Bed Rest Infus RL 20 gtt/menit

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Diabetes

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

1.2. Klasifikasi Diabetes

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)

1 Diabetes Mellitus Tipe 1:Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolutA. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)B. Idiopatik

2 Diabetes Mellitus Tipe 2Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin

3 Diabetes Mellitus Tipe LainA. Defek genetik fungsi sel β :

Kromosom 12, HNF-1 α (dahulu disebut MODY 3), Kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2) Kromosom 20, HNF-4 α (dahulu disebut MODY 1) DNA mitokondria

B. Defek genetik kerja insulinC. Penyakit eksokrin pankreas:

Pankreatitis Neoplasma Trauma/Pankreatektomi Hemokromatosis Cistic Fibrosis Pankreatopati fibro kalkulus

D. Endokrinopati: Akromegali Sindroma Cushing Feokromositoma Hipertiroidisme

E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat,

9

pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferonF. Diabetes karena infeksiG. Diabetes Imunologi (jarang)H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea,

Prader Willi4. Diabetes gestasional

Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2

5. Pra-diabetes:A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes. Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu:1. Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa

seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl) (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

2. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L).

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal;b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga diabetes

Kimia (Chemical Diabetes);c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma

puasa < 140 mg/dl);d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma

puasa > 140 mg/dl).

1.3. Patofisiologi

Diabetes Melitus Tipe 1

Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, Cito Megalo

10

Virus, Herpes, dan lain sebagainya. Destruksi autoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung

mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton.

Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.

Diabetes Melitus Tipe 2

Patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan

11

insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

Diabetes Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.

1.4. Manifestasi Klinis

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: Lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:

a. Gangguan penglihatan: katarakb. Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisulc. Kesemutan, rasa baald. Kelemahan tubuhe. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuhf. Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan kulit

lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat

12

ke dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan-gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia. Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:

a. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awal

b. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.

c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare), sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.

d. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal (proteinuria, glomerulopati, uremia)

1.5. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Diagnosis diabetes melitusBerbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti : Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTGO dilakukan dengan standar WHO

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

13

Keluhan klinik diabetes

Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)

GDP≥126≥126GPS≥200≤200

GDP≥126100-125<100GDS≥200140-199<140

Ulangi GDS atau GDP

GDP>126<126GDS≥200<200 TTGO

GD 2 JAM

≥200140-199<140

NORMAL

TGT GDPT

DM

DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL.

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan penyaring

14

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.

Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan1.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring.

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110

1.6. Penatalaksanaan

A. Tujuan- Jangka pendek

Menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. - Jangka panjang

Mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas mortilitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, insulin melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

15

B. Pilar Pengelolaan DM- Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memmerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:a) Penyakit DMb) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DMc) Penyulit DMd) Intervensi farmakologis dan non farmakologis e) Hipoglikemiaf) Masalah khusus yang dihadapig) Perawatan kaki pada diabetesh) Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilani) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi. Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada penderita diabetes.

- Terapi Gizi MedisTerapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:a) Karbohidrat 60-70 %b) Protein 10-15 %c) Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

16

2. UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

3. Aktivitas Fisik atau PekerjaanKebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

4. Berat BadanBila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

IMT Normal Wanita : 18.5 – 23.5IMT Normal Pria : 22.5 – 25BB kurang : < 18.5BB lebih Dengan risiko : 23.0-24.9Obes I : 2.5.0-29.9Obes II : ≥30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal:Laki-Laki : BB ideal (kg) X 30 kalori/kg = … Kalori Wanita : BB ideal (kg) X 25 kalori/kg = … Kalori

Koreksi/Penyesuaian:Umur >40 tahun : -5% X Kalori basal = ... KaloriAktivitas Ringan : +10% X Kalori basal = … Kalori

Sedang : +20 % Berat : +30 % BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / + … Kalori Lebih : - 10 %

17

Kurang : +20 % Stress metabolik: 10-30 % X Kalori basal = + ... Kalori Hamil trimester I& II = + 300 Kalori Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = ... KaloriPetunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:a) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makanb) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya pada

waktu makanc) Makanlah dengan waktu yang teraturd) Hindari makan makanan manis dan gorengane) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan g) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haush) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecili) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

- Latihan JasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama

kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:

a) ContinousLatihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30 menit, maka pasien harus melakukannya selama 30 menit tanpa henti.

b) RhytmicalLatihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.

c) IntervalLatihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat

d) Progresive

18

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan sampai sedang selama mencapai 30-60 menit Sasaran HR = 75-85% dari maksimal HR Maksimal HR = 220 – (umur)

e) EnduranceLatihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Contoh: jalan jogging dan sebagainya.

- Intervensi FarmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral:

Diabetes setelah umur 40 tahun Diabetes kurang dari 5 tahun Memerlukan insulin dengan dosis <40 unit sehari DM tipe II, berat normal atau lebih

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal b) Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makanc) Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makand) Repaglinid, Nateglinid : sesaat/sebelum makane) Metformin : sebelum/pada saat/ sesudah makan f) Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertamag) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.17

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: a) Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

b) Penambah Sensitivitas terhadap Insulin Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan

19

sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

c) Penghambat Glukoneogenesis Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasiendengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL)dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderunganhipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efeksamping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapatdiberikan pada saat atau sesudah makan.

d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

e) Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan BiguanidPada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi/ pemakaian bersama antara obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor; jadi pemakaian kedua obat tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada banyak penyandang DM yag sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

f) InsulinInsulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin: Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel

beta tidak ada atau hampir tidak ada Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak

dapat mengendalikan kadar glukosa darah

20

Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke

DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

Ketoasidosis diabetik Hiperglikemik hiperosmolar nonketotik Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi

kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hiperglikemi oral

Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya.

Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).

Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:- Insulin kerja singkat

Yang termasuk di sini adalah insulin regular Crystal Zinc Insulin (CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain: Actrapid, Velosulin , Semilente. Insulin jenis ini diberi 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.

- Insulin kerja menengahYang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

- Insulin kerja panjangMerupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin (PZI), Ultratard

21

- Insulin infasik (campuran)- Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Adapun cara dan dosis pemberiaannya sebagai berikut:

- Gula darah <60 mg % → 0 IU- <200 mg % → 5 – 8 IU- 200-250 mg% → 10 – 12 IU- 250-300 mg% → 15 – 16 IU- 300-350 mg% → 20 IU- >350 mg% → 20 – 24 IU

Cara penyuntikan insulin: Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat

suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja

menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100

Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja

Gambar: Lokasi penyuntikan insulin

Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut usia,

22

uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya

Efek samping penggunaan insulin: Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.

Alergi sistemik atau lokalReaksi alergi lokal terjadi 10 kali lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritema dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptik yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioedema, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan syok yang di akhiri kematian.

Peningkatan berat badan Edema insulin

g) Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHOdari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja

23

menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penilaian Hasil Terapi Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Tujuan pemeriksaan glukosa darah:Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai dan untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.

b) Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

c) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler.Saat ini banyak

dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.

d) Pemeriksaan Glukosa Urin Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

e) Penentuan Benda Keton

24

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang DM tipe-2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dL). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapatdilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

C. Kriteria PengendalianUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang

baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid, dan HbA1c seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria pengendalian DMBaik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-139 >140Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-159 160-199 >200HbA1c (%) 4-5,9 6-8 >8Kolesterol total (mg/dl)LDL (mg/dl) tanpa PJKLDL (mg/dl) dengan PJKHDL (mg/dl)Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJKTrigliserida (mg/dl) dengan PJK

<200<130<100>45<200<150

200-239130-159100-12935-45

200-249150-199

>240>160>130<35>250>200

BMI (IMT) wanita (kg/m2)BMI (IMT) pria (kg/m2)

18,5-22,920,0-24,9

23-2525-27

>25 atau <18,5>27 atau <20,0

Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

● PenyulitDalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahuna. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik2. Hiperosmolar non ketotik3. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau

25

terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.

Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

b. Penyulit menahun:1. Makroangiopati :

a) Pembuluh darah jantung b) Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

c) Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati:

a) Retinopati diabetikKendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.

b) Nefropati diabetikKendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

c) NeuropatiYang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.

Pencegahan

26

- Pencegahan PrimerPencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk

kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

- Pencegahan SekunderMaksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.

- Pencegahan TersierKalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus

berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.

27

BAB III

ANALISA KASUS

28

DAFTAR PUSTAKA

Alvin C. Diabetes Melitus, Harrison internal Medicine 17 Th Edition, p:2052-2063. 2008

Arisman MB. Dislipidemia. Dalam: Mahode AA, editor (penyunting). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus, Dan Dislipidemia. Jakarta: EGC; 2010. hlm. 127.

Bonakdaran S, S Ebrahmizadeh, SH Noghabi. Cardiovascular disease and risk factors in patients with type 2 diabetes mellitus in Mashhad, Islamic Republic of Iran. Eastern Mediterranean Health Journal. 2011;17(9):640-6.

Depkes. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes Melitus Cetakan ke 2. 2008

National Diabetes Fact Sheet (Update: 29 Maret 2015). [Web] www.cdc.gov. 2011

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia (Update: 29 Maret 2015). [Web] http://www.perkeni.org/. 2011

PERKENI. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus. (Update: 29 Maret 2015). [Web] http://www.perkeni.org/ . 2011

RISKESDAS. Laporan Nasional 2007 (Update: 29 Maret 2015). [Web] http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf.

Suyono S. Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang diabetes dan Patofisiologi diabetes melitus. Dalam: Sugondo S, Soewondo P, Subekti I, editor (penyunting). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2009. hlm. 7-18.

29