Press e. Sakazakii

19
Kontaminasi Enterobacter sakazakii dalam makanan dan susu formula di Indonesia Sri Estuningsih Bagian Patologi Veteriner, Departemen Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, 16881 BOGOR Telpon/Fax : 0251 421 807 E-mail : estu_patoipb @ yahoo.co.id Sampai hari ini masalah kontaminasi Enterobacter sakazakii dan bahayanya terhadap konsumen di Indonesia belum diketahui secara mendalam oleh masyarakat, meskipun kekhawatiran akan hal tersebut oleh beberapa kalangan sangatlah besar. Dengan berkembangnya sistem informasi global beberapa kalangan telah mengetahui bahaya kejadian pencemaran bakteri tersebut (E. sakazakii) dalam makanan pengganti ASI dan susu formula. Bahaya adanya kontaminasi terutama jika terdapat pada susu formula bagi bayi baru lahir hingga usia 28 hari apalagi jika bayi yang mengkonsumsi memiliki keterbatasan seperti berat badan lahir rendah (BBLR), premature, dengan status immunocompromised. Menurut laporan beberapa peneliti terdahulu infeksi oleh E. sakazakii akan mengakibatkan meningitis, sepsis dan enterocolitis necroticans yang pada umumnya bersifat fatal pada bayi baru lahir dengan kondisi tersebut diatas. Penelitian mengenai E. sakazakii masih terus dilakukan, data yang ada di sampai saat ini berasal dari hasil isolasi E. sakazakii dari makanan bayi berbasis sereal dan susu dan 1

description

Bakteri Sakazakii

Transcript of Press e. Sakazakii

Page 1: Press e. Sakazakii

Kontaminasi Enterobacter sakazakii dalam makanan dan susu formula di Indonesia

Sri Estuningsih

Bagian Patologi Veteriner, Departemen Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, 16881 BOGOR

Telpon/Fax : 0251 421 807E-mail : estu_patoipb @ yahoo.co.id

Sampai hari ini masalah kontaminasi Enterobacter sakazakii dan bahayanya

terhadap konsumen di Indonesia belum diketahui secara mendalam oleh masyarakat,

meskipun kekhawatiran akan hal tersebut oleh beberapa kalangan sangatlah besar.

Dengan berkembangnya sistem informasi global beberapa kalangan telah mengetahui

bahaya kejadian pencemaran bakteri tersebut (E. sakazakii) dalam makanan pengganti

ASI dan susu formula.

Bahaya adanya kontaminasi terutama jika terdapat pada susu formula bagi bayi

baru lahir hingga usia 28 hari apalagi jika bayi yang mengkonsumsi memiliki

keterbatasan seperti berat badan lahir rendah (BBLR), premature, dengan status

immunocompromised. Menurut laporan beberapa peneliti terdahulu infeksi oleh E.

sakazakii akan mengakibatkan meningitis, sepsis dan enterocolitis necroticans yang pada

umumnya bersifat fatal pada bayi baru lahir dengan kondisi tersebut diatas.

Penelitian mengenai E. sakazakii masih terus dilakukan, data yang ada di sampai

saat ini berasal dari hasil isolasi E. sakazakii dari makanan bayi berbasis sereal dan susu

dan susu formula infan. Data mengenai kejadian meningitis, sepsis dan enterokolitis pada

bayi akibat penggunaan atau konsumsi susu formula infan dan makanan pengganti ASI

belum ada laporan kejadiannya. namun demikian perhatian terhadap kemunculannya

pada susu formula pengganti ASI harus ditegakan agar kejadian infeksi dapat

ditanggulangi.

Kontaminan yang ditemukan dalam makanan bayi yang beredar di Indonesia pada

kurun waktu pengambilan sample Juli-September 2003 adalah Enterobacter cloacae, E.

sakazakii, Escherichia hermanii, E. coli, Pantoea sp, Klebsiella pneumonia, Citrobacter

freundii, C. koseri

1

Page 2: Press e. Sakazakii

Hal tersebut haruslah dianggap serius karena kejadian infeksi terutama oleh E. sakazakii

(Esak) biasanya fatal.

Dari sekian banyak laporan kejadian infeksi oleh Es di seluruh dunia rata-rata

dinyatakan terdapat korelasi antara kejadian infeksi pada bayi, susu formula yang

diminum, susu formula kering yang dipakai dan susu formula yang sama dan masih

masih tertutup rapat dalam kaleng tertentu yang diproduksi dalam batch yang sama,

berhasil diisolasi E. sakazakii. Oleh karena itu sudah beberapa tahun masalah ini

dibahas oleh berbagai pihak baik di tingkat dunia (WHO dan FAO) maupun di Indonesia

dalam hal ini BPOM. Sampai saat ini WHO belum memasukan criteria tentang E.

sakazakii dalam susu formula dan follow on formula

Dari kumpulan informasi yang ada laporan kasus infeksi oleh Esak rata-rata

terjadi pada bayi infan dengan keadaan khusus, meski demikian dilaporkan juga pernah

terjadi pada bayi normal. Kejadian infeksi oleh Esak ini angka morbiditasnya kecil,

namun tingkat mortalitas tingggi. Fatality Rate antara 2% terendah hingga 20-30%

tertinggi Pasien biasanya fatal meninggal atau jika sembuh akan mengalami sequele pada

otak yang mengakibatkan cacat, lumpuh, tingkat inteligensi rendah karena kerusakan

fungsi otak baik pada syaraf pusat maupun syaraf perifer.

Tabel 1. E. sakazakii dan outbreak penyakit yang berhubungan dengan susu infan formula yang terjadi dibeberapa Negara

Negara

Jml

neonatal/bayi

terinfeksi

Jml

kematian Gejala klinis Referensi

Netherlands 8 6 Meningitis Muytjens et al. (1983)

Belgium 1 1 Meningitis Anonymous (1998)

USA 4 0 Sepsis/bloody diarrhoea

Simmons et al. (1989)

Iceland 3 2 Meningitis Biering et al. (1989)

USA 1 0 Bacteraemia Noriega et al. (1990)

Israel 2 0 Bacteraemia, meningitis

Bar-Oz et al. (2001); Block et al. (2002)

Belgium 12 2 Enterocolitis van Acker et al. (2001)

2

Page 3: Press e. Sakazakii

Dari informasi yang tersedia kejadian infeksi ini telah terjadi pada bayi di

beberapa Negara, sebagian besar kejadian infeksi tersebut dapat dilacak dan dibuktikan

karena bayi yang terkena infeksi dirawat di rumah sakit anak pada instalasi NICU

(Neonatal Intensive Care Unit). Pada kasus tersebut diamati dan diteliti penyebabnya yang

rata-rata dapat dibuktikan disebabkan oleh infeksi E. sakazakii yang berasal dari susu

formula infan.

Tabel 2.

Laporan kejadian adanya E. sakazakii dalam makanan bayi dan susu bayi

Negara Produk terkontaminasi Referensi

USA Susu bubuk Farmer et al. (1980)

Netherlands Susu bubuk rekonstitusi, susu bubuk formula

Muytjens et al. (1983)

Czechia susu bubuk formula Postupa and Aldova (1984)

35 negara susu bubuk pengganti ASI Muytjens et al. (1988)

Canada Susu bubuk rekonstitusi, susu bubuk formula

Nazarowec-White and Farber (1997)

USA susu bubuk formula Simmons et al. (2001)

Israel susu bubuk formula, blender Bar-Oz et al. (2001) ; Block et al. (2002)

Jerman susu bubuk formula CVUA Karlsruhe (2002)

Hingga saat ini belum ada data atau catatan kejadian dilakporkan terjadi di

Indonesia. Benarkah tidak pernah terjadi ? ataukah belum pernak dilakukan penelitian

kea rah tersebut?

Usaha harus dilakukan untuk mangantisipasi dan mencegah terjadinya kejadian

infeksi pada bayi. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha perlindungan konsumen di

Indonesia, dan terutama melindungi bangsa Indonesia dari cacat permanen yang dapat

disebabkan oleh meningitis serta mencegah kematian akibat sepsis dan enterocolitis

necroticans akibat infeksi E. sakazakii.

3

Page 4: Press e. Sakazakii

Enterobacter sakazakii

Enterobacter sakazakii (Esak) adalah bakteri Gram negatif, tidak membentuk

spora, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Pada beberapa kasus yang terjadi

secara sporadis bakteri ini terbukti menyebabkan sepsis, meningitis, cerebritis, dan

enterocolitis necroticans. Esak semula disebut sebagai Enterobacter cloacae berpigmen

kuning hingga tahun 1980 dan kemudian diubah namanya menjadi E. sakazakii untuk

menghormati bakteriologis asal Jepang Riichi Sakasaki.

Seperti halnya anggota famili Enterobacteriacea, Esak tersebar luas di alam ini.

Dibanding kan Salmonella dan E. colli, Esak pada dasarnya kurang bersifat patogen,

sehingga tidak umum dipakai sebagi indikator hygiene makanan seperti coliform. Sejak

terjadi outbreak pada bayi tahun 1958, Esak kemudian mulai diperhatikan dan temuan

selanjutnya pada kasus-kasus yang sama selalu dapat dihubungkan dengan susu infant

formula pengganti ASI. Selain itu Es juga disebut sebagai salah satu penyebab infeksi

nosokomial pada beberapa pasien.

Sifat Enterobacter sakazakii

Pertumbuhan dalam susu cair : pada temperatur kamar (21oC) selama 75 menit,

pada suhu 10 oC selama 10 jam. Pola pertumbuhan dalam susu formula meningkat terus

diantara 10-47 oC. Juga diketahui bahwa Es tergolong heat tolerant meskipun demikian

pada suhu diatas 70 oC inaktivasi berlangsung sangat cepat. Daya tahan hidup Esak pada

lingkungan dan makanan lain belum diketahui, tetapi pada susu formula dapat bertahan

hingga 650 hari dengan penurunan jumlah mencapai hingga separuhnya. Beberapa faktor

yang mungkin menyebabkan Esak mampu bertahan dalam lingkungan processing plant

diantaranya adalah respon terhadap pemanasan, toleransi terhadap pemanasan (heat

tolerance), menghasilkan suatu bentuk kapsul polysaccharide yang memungkinkan

terjadi perlekatan dan membentuk biofilm yang menyebabkan resisten terhadap bahan

pembersih dan desinfektan.

4

Page 5: Press e. Sakazakii

Faktor virulen dan patogenisitas E. sakazakii

Sampai saat ini masih sangat minim informasi mengenai faktor virulen dan

patogenisitas Esak, Pagoto (2003) menerangkan bahwa Esak menghasilkan senyawa

menyerupai enterotoksin yang memiliki efek sitotoksis pada sel dalam percobaan in vitro.

Selain itu efek enterotosin tersebut juga telah diujicobakan pada anak mencit sapihan

yang mampu menyebabkan kematian setelah diberi enterotoksin melalui route peroral.

Dari 18 strain yang dicobakan terbukti 2 strain memiliki efek lethal, memang benar tidak

semua strain Es memiliki keseragaman faktor virulen, bahkan mungkin terdapat Esak

yang non patogenik. Meskipun demikian tidak pula dapat dikatakan bahwa tidak semua

infeksi Esak berbahaya atau bersifat fatal, mungkin saja Es menginfeksi secara subklinis,

bahaya yang dialami oleh individu tetap mengandung resiko bahkan dapat lebih besar.

Terdapat dua kemungkinan dari strain yang diamati Pagoto yaitu strain patogen dan non

patogen. Analisa kearah lain seperti semuanya patogen tetapi ada strain yang

menyebabkan penyakit muncul secara klinis dan yang non klinis atau subklinis. Dalam

keadaan subklinis penyakit lebih berbahaya karena proses kejadiannya berlangsung terus

menerus sehingga selain menyebabkan akan timbul penyakit yang parah, juga hewan atau

individu tersebut merupakan sumber penyakit (carrier). Morfologi abses pada otak

(cerebritis dan meningitis) yang disebabkan oleh Esak mirip dengan yang disebabkan

oleh Citrobacter koseri, sehingga kemungkinan mekanisme virulensi dan patogenesisnya

mirip (Kline, 1988). Citrobacter koseri juga ditemukan dalam makanan bayi sereal yang

beredar di Indonesia (Estuningsih 2006).

Hasil penelitian sampel makanan bayi dan susu formula di Indonsia.

Masih terbatas penelitian mengenai E. Sakazakii yang dilakukan dan dipublikasi

di negara kita, sehingga issue ini belum terdengar dan masyarakat luas belummemahami

secara detail. Ide penelitian yang kemudian diketahui terdapat kontaminan Esak pada

makanan bayi dan susu formula pada awalnya tidak khusus ditujukan untuk meneliti

bakteri kontaminan ini . Ide penelitian pada awalnya timbul akibat di masyarakat tampak

ada beberapa bayi yang sembuh dari sakit yang melibatkan gejala klinis meningitis

dengan keluhan adanya diare, meskipun data untuk hal ini didapat dari hasil obrolan

dengan ibu bayi tersebut, timbulah kemudian ide untuk melihat beberapa kemungkinan.

5

Page 6: Press e. Sakazakii

Pertama kali timbul adalah ide untuk melihat kualitas makanan bayi mengingat

makanan bayi sudah diproduksi sebagai hasil pabrikan dan dikonsumsi banyak infan

dengan alasan praktis, ekonomis dan banyak tersedia dipasaran. Tujuan penelitian awal

adalah survey status kualitas mikrobiologis makanan bayi di Indonesia untuk menjaring

kemungkinan kontaminasi beberapa patogen berbahaya (Enterobacteriaceae, khususnya

pada Salmonella dan Shigella). Produk yang dianalisa 74 sampel makanan bayi (untuk 4

bulan keatas) dari 7 merek yang diproduksi oleh 4 pabrik yang juga memproduksi susu

bubuk infan formula, termasuk yang diimpor. Hasilnya tidak terdapat Salmonella dan

Shigella, tetapi E. sakazakii ditemukan dalam 10 sampel (13.5%). Semua hasil positif

E.sakazakii telah dikonfirmasikan dengan PCR menggunakan primer untuk melacak sifat

species specific.

Enterobacteriaceae lain yang berhasil diisolasi adalah:

Pantoea spp. (11 samples)

Enterobacter cloacae (9 samples)

Escherichia hermanii (8 samples)

Klebsiella pneumoniae (4 samples)

Escherichia coli (2 samples)

Serratia spp. (2 samples)

Citrobacter koseri dan C. freundii (2 samples)

Pada saat itu (tahun 2003) metode isolasi yang digunakan adalah metode untuk isolasi

bakteri Shigella, Salmonella dan E. coli sesuai dengan tujuan awal dengan menggunakan

ukuran sample yang diuji sebesar (25 g), metode tidak langsung untuk isolasi Esak, perlu

diperhatian kemungkinan dapat ditemukan Esak dalam jumlah yang lebih besar dan

prevalensi lebih tinggi. Kemudian karena adanya temuan tersebut, penelitian

dikembangkan untuk khusus mengisolasi Esak pada susu formula infan. Pada tahun 2004

dilakukan penelitian pada 46 sampel susu formula yang beredar di Indonesia dengan

mengambil sample dari supermarket sekitar Bandung, Depok dan Bogor. Pada penelitian

ini digunakan metode khusus untuk E. sakazakii seperti penelitian yang dilakukan di

6

Page 7: Press e. Sakazakii

Negara lain. Pada penelitian tersebut didapatkan 3 dari 46 sampel yang diperiksa

menunjukan adanya kontaminasi E. sakazakii.

Dari hasil tersebut terdapat perbedaan yang cukup berarti pada jumlah sample

yang positif, oleh karena itu kemudian dilakukan penelitian kembali pada tahun 2006

dengan mengambil sample 22 susu formula dan 15 makanan bayi. Hasil penelitian

menunjukan persentasi kontaminasi Enterobacter sakazakii dalam susu formula yang

beredar di pasaran jabodetabek menunjukan angka sebesar 22,73% dan makanan bayi

sebesar 40%.

Bagaimana jika kita bandingkan dengan hasil penelitian di negara lain ?

Enterobacter sakazakii sering ditemukan sebagi salah satu kontaminan dalam susu bubuk

formula berkisar antara 9 – 35%, dalam sereal antara 44%, tepung kentang 27%, produk

pasta 23%, tidak ditemukan dalam bubuk rempah-rempah dan 31% dari peralatan dapur

(Kandhai, 2004). Muytjens et al. (1988) melakukan analisis pada 141 sampel susu bubuk

pengganti ASI dari 35 negara terhadap kemungkinan terdapatnya cemaran E. Sakazakii.

Terdapat 20 sampel dari 13 negara positif mengandung cemaran E. sakazakii dengan

tingkat kontaminasi yaitu 0.36 – 66 CFU/100 g sampel. Anggota famili

Enterobacteriacae yang sering ditemukan adalah : Enterobacter agglomerans (35

sampel), Enterobacter cloacae (30 sampel), dan Klebsiella pneumoniae (13 sampel).

Berapa besar tingkat kontaminasi yang ditemukan dari sampel penelitian di

Indonesia? Level kontaminasi sebesar berkisar antara 0,36 sampai 15,00 cfu/100 gram.

Dari hasil tersebut diatas jelas bahwa E. Sakazakii dibeberapa bagian negara termasuk di

negara kita merupakan masalah di dalam food safety pada susu formula dan makanan

bayi.

Penelitian lainnya

Hasil penelitian tersebut memberi makna bahwa kita harus mewaspadai mengenai

kemungkinan kejadian infeksi pada bayi infan akibat bayi mengkonsumsi susu formula

atau makanan bayi yang terkontaminasi bahan penyakit. Hingga saat ini belum ada

laporan yang menunjukan adanya kejadian tersebut. Dari sisi penelitian hal ini

7

Page 8: Press e. Sakazakii

memungkinkan untuk dilakukan kajian lebih lanjut, dilakukan penelitian-penelitian yang

ada kaitannya.

Penelitian demikian telah dilakukan untuk melihat keberadaan faktor virulen

(faktor yang menyebabkan E. Sakazakii dapat menyebabkan penyakit) pada bakteri

tersebut. Pada tahun 2007 telah dilakukan penelitian untuk melihat faktor virulen

tersebut. Lagi-lagi karena keterbatasan informasi di indonesia, maka referensi adalah

penelitian yang telah dipublikasikan yang dibuat oleh peneliti di negara lain.

Sampai saat ini masih sangat minim informasi mengenai faktor virulen dan

patogenisitas E. sakazakii. Pagoto et al. (2003) menerangkan bahwa E. sakazakii

menghasilkan senyawa menyerupai enterotoksin yang memiliki efek sitotoksis pada sel

dalam percobaan in vitro. Selain itu efek enterotosin tersebut juga telah diujicobakan

pada anak mencit sapihan yang mampu menyebabkan kematian setelah diberi

enterotoksin melalui route peroral. Dari 18 strain yang dicobakan terbukti 2 strain

memiliki efek lethal, kemudian mencobakannya pada mencit dengan suckling mouse

assay dan melakukan analisis in vitro dengan Cytotoxicity assays (CHO, Vero and Y-1

cell cultures) menggunakan filtrat E. sakazakii. Dari penelitian ini diketahui bahwa

terdapat 4 strain E. sakazakii yang menghasilkan enterotoksin, Dua strain diantaranya

menyebabkan kematian bayi mencit yang diinfeksi melalui rute peroral serta satu strain

memiliki efek sitotoksik

Bagaimana hasil penelitian serupa yang diteliti di Indonesia? Penelitian yang

kami lakukan di bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB menunjukan

menunjukan bahwa dari 12 isolat E. sakazakii yang dikultur dan dipisahkan

supernatannya, 6 diantaranya menghasilkan enterotoksin yang tampak dari reaksi

sitotoksis pada sel kultur monolayer sel lestari Vero. Dari keenam isolat tersebut terdapat

satu buah isolat yang menunjukan reaksi paling kuat yaitu melisiskan sel monolayer

dalam ke 3 ulangan. Isolat ini kemudian dijadikan kandidat untuk model infeksi pada uji

in vivo. Sampel-sampel lainnya menunjukan variasi reaksi, ada yang positif pada satu

ulangan, ada yang positif pada dua ulangan. Jika tidak menunjukan satupun ulangan yang

positif terjadi sitolisis, maka sampel dinyatakan bereaksi negatif.

8

Page 9: Press e. Sakazakii

Dari hasil uji sitolisis ditemukan terdapat 1 buah isolat yang memiliki intensitas

kuat melisis sel Vero, 2 buah isolat yang melisis dengan kekuatan sedang dan 3 buah

isolat yang memiliki intensitas lemah serta 6 buah isolat yang tidak menunjukan

kemampuan sitolisis terhadap sel Vero. Kontrol yang dibuat yaitu kultur sel lestari vero

yang diuji menggunakan medium bakteri, isolat E. Coli non patogen dan isolat referensi

semuanya bereaksi negatif. Sedangkan kontrol positif isolat EPEC menunjukan reaksi

positif sitolisis

Pada uji sitolosis yang menggunakan enterotoksin yang dipanaskan menunjukan

sebagian besar isolat (5 dari 6) menunjukan reaksi positif, sehingga diduga bahwa

enterotoksin yang diujikan bersifat heat stabile. Hasil penelitian menunjukan bahwa

sebagian besar enterotoksin yang dihasilkan oleh E. Sakazakii masih mampu melakukan

reaksi sitolisis pada sel monolayer sel lestari Vero (5/6), hal ini menunjukan bahwa

enterotoksin tersebut tahan terhadap pemanasan.

Meningitis pada bayi baru lahir

Meningitis adalah suatu bentuk infeksi parah dan bersifat akut yang terjadi pada

meningen yaitu lapisan pelindung/pembungkus otak. Pada bayi baru lahir Fatality Rate

terendah sekitar 2% dan tertinggi mencapai 20-30% yang dapat terjadi pula pada orang

dewasa. Sepertiga dari penderita yang selamat menderita gangguan fungsi syaraf akibat

kerusakan jaringan sel-sel syaraf. Penyebab meningitis bervariasi termasuk virus, parasit,

fungi (kapang/jamur) dan yang terbanyak adalah bakteri.

Bakteri menyebabkan meningitis yang biasanya bersifat purulenta (bernanah). Pada

periode neonatal termasuk pada bayi premature hingga 3 bulan, bakteri yang umum

menyerang adalah Streptococcus Grup B. Kejadian meningitis di negara berkembang

masih tergolong tinggi dan kebanyakan muncul pada minggu pertama setelah kelahiran.

Bacillus coliformis adalah kelompok kedua yang sering menyebabkan meningitis

terutama strain E. coli yang memiliki antigen K. Selain itu Klebsiella, Enterobacter dan

Salmonella. Meskipun tidak sering Listeria monocytogenes, Streptococcus pneumoniae,

Neisseria meningitides dan Haemophylus influenza juga menyebabkan meningitis pada

bayi.

9

Page 10: Press e. Sakazakii

Sekali bakteri mampu melakukan adhesi pada permukaan mukosa manusia atau

hewan, maka bakteri tersebut dapat bermultiplikasi kemudian melakukan kolonisasi.

Dengan perangkat permukaan tubuhnya (surface proteins) yang pada umumnya adalah

faktor virulensi serta dengan ekskreta berupa toksin maka bakteri ini akan penetrasi

memasuki pembuluh darah dan beredar mengikuti aliran darah menyebabkan sepsis dan

meningitis. Enterocolitis terjadi pula pada usus dimana bakteri masuk melalui rute oral.

Jika bakteri berhasil melampaui Blood Brain Barrier pada otak maka meningitis juga

terjadi. Bagian buluh darah ini banyak terdapat pada regio sub Arachnoidea yang

berbatasan dengan meningen yang kaya akan mikrokapiler. Di bagian inilah kemudian

terjadi kumulasi bakteri dan infeksi menyebabkan kerusakan Meningen dan Cortex

Cerebri.

Sebagian bakteri memiliki kapsula polysacharida yang memiliki aktifitas

antifagositik sehingga mengurangi kemampuan tubuh untuk mengeliminasinya, jika

bakteri menyebabkan kematian jaringan sel otak, pada umumnya akan menyebabkan

disabilitas permanen pada penderita, misalnya penderita lumpuh, tidak dapat bicara dan

kehilangan atau berkurangnya fungsi inteligensia.

Dari uraian diatas jelas bahwa masalah meningitis pada bayi dan anak adalah

sangat serius apalagi jika penyebabnya berada dalam makanan dan susu formula yang

setiap hari dikonsumsi.

Saat ini masih dilanjutkan penelitian mengenai infeksi akibat E. Sakazakii secara

in vivo. Penelitian dilakukan menggunakan model mencit. Mencit dipelihara, kemudian

dikawinkan dan anak2 mencit inilah yang kemudian menjadi model meningitis, sepsis

dan enterokolitis yang biasa terjadi pada bayi infan. Sengaja dipilih anak mencit baru

lahir dengan analogi sistem perkembangan tubuh termasuk otak dan organ pertahanan

serta organ vital lainnya mungkin sejalan dengan bayi pada manusia. Hasil penelitian

sementara menunjukan terdapat efek akibat pemberian bahan penyakit E. Sakazakii, baik

bentuk enterotoksin murni, enterotoksin yang dipanaskan dan suspensi bakteri yang

diberikan melalui route peroral atau melalui mulut menggunakan sonde steril khusus.

10

Page 11: Press e. Sakazakii

Hasil penemuan Esak dalam makanan bayi dan susu formula dapat dipandang

sebagai suatu alarm awal (early warning) bagi kita semua karena dapat berakibat fatal.

Hal ini dapat menjadi masukan untuk berbagai pihak terkait, Pemerintah teruama dalam

hal ini BPOM untuk lebih focus menyoroti masalah kualitas produk makanan bayi,

kepada praktisi dokter terutama kalangan dokter spesialis anak untuk kiranya dapat

menjadi mitra bagi para ibu untuk mengelola perawatan anak dan bayi mereka.

Tampaknya penyuluhan akan sangat bermanfaat bagi semua pihak, para ibu, konsumen,

tenaga medis, industri maupun aparat pemerintah terkait.

Hal ini penting dipertimbangkan karena salah satu kemungkinan tercemarnya

makanan bayi dapat berasal dari lingkungan industri atau operator pabrik, demikian juga

dapat pula berasal dari bahan dasar pembuat makanan bayi. Berdasarkan temuan para

peneliti terdahulu bahwa Esak dapat bersumber dari lingkungan dan berbagai makanan.

Disebutkan pula bahwa Es bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran cerna

baik hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air dan sayur mayur

merupakan sumber infeksi, demikian pula tikus dan lalat dapat merupakan sumber infeksi

(Iversen and Forsythe, 2003). Hasil penemuan tersebut dirasa sangat bermakna

mengingat sampel yang digunakan hanya 25 gram, dan sebelum dapat terisolasi media

yang digunakan tidak langsung ke dalam media khusus untuk Esak. Jumlah sampel yang

digunakan menurut FDA berturut-turut adalah, 30 gram, 100 gram dan 300 gram. Karena

temuan Esak tersebut, maka dikembangkan penelitian lanjutan yang masih terus

dilakukan diantaranya mempelajari profil mikrobiologis Es, ribotyping, pengembangan

metode isolasi dan identifikasi. Selanjutnya penelitian juga dilakukan pada susu formula

infan pengganti ASI. Mengingat dirasakan sulit melacak pada bahan dasar, maka bagian

penting untuk kontrol kualitas adalah memeriksa secara acak produk makanan dan susu

formula infant.

11

Page 12: Press e. Sakazakii

Catatan

Hal penting untuk pencegahan terjadinya out break atau infeksi

1. Pengawasan kualitas produksi oleh industri dan pemerintah

2. Penegakan peraturan bagi pelanggar

3. Menjaga kebersihan lingkungan dan higiene personal di level masyarakat

4. Menyimpan, menyiapkan dan menggunakan produk susu formula dan makanan

bayi

5. Meminta saran ahli untuk penggunaan formula pada usia baru lahir

6. Menggalakan pemberian ASI Eksklusif

7. Penelitianberlanjut dan kerjasama penelitian dengan berbagai pihak terkait

Referensi

Estuningsih Sri, C. Holtkoetter, Oemer Akineden and Ewald Usleber. 2004.

Enterobacter in Infant Food in Indonesia. 4th Asian Conference on Food and Nutrision

Safety . March 2-5, 2004, Nusa Dua Bali Indonesia

Hassel Sally. 2004. Enterobacter sakazakii in Powdered Infant Formula. FAO/WHO

Regional Conference on Food Safety for Asia and the Pacific. May 26, seremban,

Malaysia.

Iversen C and S. Forsythe. 2003. Risk profile of Enterobacter sakazakii . Trends in

Food Science & Technology 14 (2003) 443-454

Llorens XS, GH Mc Cracken Jr. 2003. Bacterial Meningitis in Children. The Lancet

vol 361, 2139-2148.

WHO. 2004. Join FAO/WHO Workshop on Enterobacter sakazakii a Microorganism in

Powdered Infant Formula, Geneva, : February 2004.

12