preskes paru

46
BAB I STATUS PASIEN 1. IDENTITAS Nama Pasien : Tn. A Usia : 55 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Menikah Pekerjaan : Buruh serabutan Agama : Islam Alamat : Demangan, Pasar Kliwon, Surakarta Tanggal Masuk : 5 Agustus 2013 Tanggal pemeriksaan : 6 Agustus 2013 No. RM : 01209109 2. DATA DASAR ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Batuk darah 2. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis) Pasien mengeluh batuk darah sejak siang hari, kurang lebih sudah 3 kali (± ½ gelas belimbing), warna merah segar bercampur dahak. Pasien mengeluh batuk sekitar 2 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Batuk disertai dahak berwarna 1

description

presentasi kasus paru

Transcript of preskes paru

BAB I

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS

Nama Pasien : Tn. A

Usia : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Buruh serabutan

Agama : Islam

Alamat : Demangan, Pasar Kliwon, Surakarta

Tanggal Masuk : 5 Agustus 2013

Tanggal pemeriksaan : 6 Agustus 2013

No. RM : 01209109

2. DATA DASAR

ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Batuk darah

2. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis)

Pasien mengeluh batuk darah sejak siang hari, kurang lebih sudah 3 kali (±

½ gelas belimbing), warna merah segar bercampur dahak.

Pasien mengeluh batuk sekitar 2 bulan sebelum masuk rumah sakit

(SMRS). Batuk disertai dahak berwarna putih kental, darah (-), sesak (-), Pasien

masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Sekitar 2 minggu SMRS batuk dirasakan bertambah sering (berat) dengan

dahak (+), warna putih kental, darah (-), sesak (-), demam sumer-sumer (+), badan

terasa lemas, penurunan berat badan (+), penurunan nafsu makan (+), keringat

malam (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien periksa ke RSDM

dan dinyatakan sakit TBC serta diberi OAT.

1

3. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat OAT : (+) sejak 27 Juli 2013

2. Riwayat asma : disangkal

3. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat darah tinggi : disangkal

5. Riwayat sakit gula : disangkal

6. Riwayat sakit jantung : disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat TB : disangkal

2. Riwayat asma : disangkal

3. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat darah tinggi : disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat sakit gula : disangkal

8. Riwayat Kebiasaan

1. Riwayat merokok : (+) sejak + 40 tahun yang lalu, 6 batang

sehari. Index Brinkman 40 x 6 = 240

(sedang).

2. Riwayat minum alkohol : disangkal

3. Riwayat olahraga : jarang

4. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki usia 55 tahun. Pasien bekerja

sebagai buruh serabutan. Saat ini berobat dengan jamkesmas.

2

5. Riwayat Gizi

Sebelum sakit pasien makan teratur 3-4 kali sehari, sebanyak

masing-masing 1 piring nasi sayur dengan lauk tempe, tahu dan kadang-

kadang ayam atau ikan. Berat badan pasien 55 kg dan tinggi badan 162

cm. BMI pasien adalah 20,95 sehingga masuk kategori normoweight.

6. ANAMNESA SISTEMIK

Keluhan utama : Batuk darah

Kulit : Sawo matang, kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal

(-), luka (-), kuning (-).

Kepala : Sakit kepala(-), pusing (-), rambut mudah dicabut(-),

rambut mudah rontok (-)

Mata : Pandangan kabur (-/-), pandangan dobel (-/-),

pandangan berputar-putar (-/-), berkunang-kunang

(-/-)

Hidung : Pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-), gatal (-).

Telinga : Berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).

Mulut : Terasa kering (-), bibir biru (-), pucat (-), sariawan

(-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-

pecah (-), luka pada sudut bibir (-).

Tenggorokan : Nyeri telan (-), gatal (-).

Sistem Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak (+), darah (+),

mengi (-).

Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa tertekan (-), rasa berdebar (-),

sesak nafas karena aktivitas (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+),

BAB (+) normal, perut sebah (-), nyeri ulu hati (-),

kembung (-)

Sistem Genitourinaria : Nyeri saat BAK (-), panas (-), darah (-), nanah (-),

anyang-anyangan(-), sering menahan kencing (-),

BAK warna seperti teh (-).

3

Sistem Muskuloskeletal: Lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak

sendi (-)

Ekstremitas : Atas Kanan/ Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-),

kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Bawah Kanan/Kiri : Luka (-), nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-),

bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Neuropsikiatri : Kejang (-), emosi tidak stabil (-), kesemutan(-),

lumpuh (-), gelisah (-), mengigau(-).

7. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 6 Agustus 2013

Keadaan umun : sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup

Status gizi : BB= 55 kg

TB= 162 cm

BMI= 20,95

Kesan: cukup

Vital Sign : Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 92x/menit

Respiratory rate : 20x/menit

Temperatur : 36,4oC

SaO2 : 99% (O2 ruangan)

Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, pembesaran limfonodi servikal (-), leher

kaku (-).

Thorax : Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider

nevi (-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar

(-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Cor : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Anterior :

I: Statis : normochest, simetris, retraksi (-)

Dinamis : pengembangan dada kanan = kiri,

4

retraksi(-)

P: Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor/sonor

A: SDV (+/+),wheezing (-/-), RBK (+/+)

Posterior :

I: Statis : normochest, simetris, retraksi (-)

Dinamis : pengembangan dada kanan = kiri,

retraksi(-)

P: Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor/sonor

A: SDV (+/+), wheezing (-/-), RBK (+/+)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Extremitas :

Atas : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing finger (-/-),

spoon nail (-/-)

Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing finger (-/-),

spoon nail (-/-)

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah

05/08/2013 Satuan Nilai Rujukan

Hb 9,9 gr/dl 13,5-17,5

Hematokrit 32 % 33-45

AE (uL) 3,74 106/uL 4,10-5,90

AL 11 103/uL 4,5-11,00

AT 411 103/uL 150-450

GDS 159 mg/dl 60-140

Ureum 18 mg/dl <50

Kreatinin 0,6 mg/dl 0,9-1,3

Na+ 136 mmol/L 136-145

K+ 4,7 mmol/L 3,5-5,15

Cl 102 mmol/L 98-106

SGOT 22 UI/L 0-35

SGPT 13 UI/L 0-45

PT 15 detik 10,0-15,0

APTT 31,7 detik 20,0-40,0

HbsAg Non reaktif

Pemeriksaan sputum 3 kali : BTA (+)

Sewaktu : positif

Pagi : positif

Sewaktu : negatif

6

Pemeriksaan Foto Thorax PA / Lateral

Identitas : Tn. A

Foto Thorak proyeksi PA / Lateral diambil di RSUD Dr. Moewardi tanggal

26 Juli 2013

Kekerasan cukup

Simetris

Trakea di tengah

Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior lancip

Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal

Hemidiafraghma kanan kiri tenting

Cor: CTR = 40%, bentuk normal

Tampak fibroinfiltrat disertai multiple cavitas di supra parahiller kanan dan

kiri

Kesan : TB Paru lesi luas

7

Pemeriksaan EKG (5 Agustus 2013)

Sinus Ritmis

Heart rate 96 x / menit

Normoaxis

9. Resume

Pasien mengeluh batuk darah sejak siang hari, kurang lebih sudah 3 kali (±

½ gelas belimbing), warna merah segar bercampur dahak.

Pasien mengeluh batuk sekitar 2 bulan sebelum masuk rumah sakit

(SMRS). Batuk disertai dahak berwarna putih kental, darah (-), sesak (-), Pasien

masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Sekitar 2 minggu SMRS batuk dirasakan bertambah sering (berat) dengan

dahak (+), warna putih kental, darah (-), sesak (-), demam sumer-sumer (+), badan

terasa lemas, penurunan berat badan (+), penurunan nafsu makan (+), keringat

malam (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien periksa ke RSDM

dan dinyatakan sakit TBC serta diberi OAT.

Dari pemeriksaan fisik tanggal 18 Juli 2013 didapatkan keadaan umum

pasien tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan normal. Tekanan darah:

110/70 mmHg; nadi: 92x/menit; RR: 20x/menit; T: 36,4oC; SaO2: 99% (O2

8

ruangan). Pada pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah kasar di kedua lapang

paru.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hemoglobin 9,9 gr/dl; hematokrit

32 %; Eritrosit 3,74 juta/uL; GDS 159 mg/dL.

Abnormalitas

Anamnesis:

1. Batuk darah 3 kali sejak siang hari (± ½ gelas belimbing), warna

merah segar bercampur dahak.

2. Batuk sejak + 2 bulan SMRS, dan memberat 2 minggu SMRS

(dinyatakan TBC dan mendapat OAT).

3. Batuk disertai dahak berwarna putih kental.

4. Demam sumer-sumer, nafsu makan menurun (+), berat badan

menurun (+), badan terasa lemas, keringat malam (+).

Pemeriksaan fisik:

1. Tampak sakit sedang

2. RBK di kedua lapang paru

Pemeriksaan Penunjang:

1. Hemoglobin ↓

2. Hematokrit ↓

3. Eritrosit ↓

4. GDS ↑

3. Diagnosis

1. TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT kategori I bulan I

2. Dengan masalah : hemoptisis, anemia ringan

3. Terapi9

1. O2 2 lpm

2. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

3. Injeksi asam traneksamat 500 mg / 8 jam

4. Injeksi vitamin K 10 mg / 8 jam

5. R/H/Z/E 450/300/1000/1000 (1 x 1) dengan pengawasan

6. DMP 3x1

7. Vitamin B6 1x1

8. Vitamin C 1x1

9. SF 1x1

10. Planning

1. Edukasi batuk darah

2. Sputum darah tampung

1. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

7 Agustus 2013

S : Batuk darah (+) ± 10 cc

O : Sakit sedang, compos mentis

VS : T= 120/70 mmHg, N= 92 x/mnt, RR= 20x/mnt, t=36,3oC,

SiO2=98%

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, KGB ≠ membesar

Thorax : retraksi (-)

Cor : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

10

P: sonor/sonor

A: SDV (+/+), ST (+/-), RBK (+/+)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Assesment:

2. TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT kategori

I bulan I

3. Dengan masalah : hemoptisis, anemia ringan

Terapi :

4. O2 2 lpm

5. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

6. Injeksi asam traneksamat 500 mg / 8 jam

7. Injeksi vitamin K 10 mg / 8 jam

8. Injeksi ranitidine 50 mg / 12 jam

9. R/H/Z/E 450/300/1000/1000 (1 x 1) dengan pengawasan

10. DMP 3x1

11. Vitamin B6 1x1

12. Vitamin C 1x1

13. SF 1x1

Plan :

1. Edukasi batuk darah

2. Konsul jantung pro bronkoskopi

3. Sputum darah tampung

8 Agustus 2013

S : Batuk darah (+) ± 10 cc

O : Sakit sedang, compos mentis

VS : T= 120/70 mmHg, N= 90 x/mnt, RR= 20x/mnt, t=36,3oC,

SiO2=98%

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, KGB ≠ membesar

Thorax : retraksi (-)

11

Cor : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: SDV (+/+), ST (+/-), RBK (+/+)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Assesment:

4. TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT kategori

I bulan I

5. Dengan masalah : hemoptisis, anemia ringan

Terapi :

6. O2 2 lpm

7. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

8. Injeksi asam traneksamat 500 mg / 8 jam

9. Injeksi vitamin K 10 mg / 8 jam

10. Injeksi ranitidine 50 mg / 12 jam

11. R/H/Z/E 450/300/1000/1000 (1 x 1) dengan pengawasan

12. DMP 3x1

13. Vitamin B6 1x1

14. Vitamin C 1x1

15. SF 1x1

Plan :

16.Edukasi batuk darah

17.Bronkoskopi

18.Sputum darah tamping

19.Cek DR3

9 Agustus 2013

S : Batuk darah (+) ± 10 cc

O : Sakit sedang, compos mentis

12

VS : T= 110/70 mmHg, N= 88 x/mnt, RR= 20x/mnt, t=36,3oC,

SiO2=99%

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, KGB ≠ membesar

Thorax : retraksi (-)

Cor : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: SDV (+/+), ST (+/-), RBK (+/+)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Assesment:

20. TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT

kategori I bulan I

21. Dengan masalah : hemoptisis, anemia ringan

Terapi :

22. O2 2 lpm

23. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

24. Injeksi asam traneksamat 500 mg / 8 jam

25. Injeksi vitamin K 10 mg / 8 jam

26. Injeksi ranitidine 50 mg / 12 jam

27. R/H/Z/E 450/300/1000/1000 (1 x 1) dengan pengawasan

28. DMP 3x1

29. Vitamin B6 1x1

30. Vitamin C 1x1

31. SF 1x1

Plan :

32.Edukasi batuk darah

33.Konsul jantung pro bronkoskopi

34.Sputum darah tampung

13

BAB II

TUBERKULOSIS PARU

1. Definisi Tuberkulosis

14

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan

asam sehingga juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam). Bakteri ini

pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit ini

biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau

jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami

nekrosis perkijuan. (Brooks, 2005).

2. Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang

termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium

tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan

penyebab terjadinya infeksi tersering. (Brooks, 2005).

Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan

waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa

dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 370C

dan pada pH 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan

mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh yodium

tinctur selama 5 menit dan juga oleh etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10

menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Kuman akan mati pada suhu

600C selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan

metabolisme kuman (Irma, 2007).

3. Penularan dan Penyebaran

Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui udara yang

tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada

saat penderita TB batuk dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal

dari penderita tuberkulosis dewasa. Partikel kecil di udara yang berisi kuman

tuberkulosis ini disebut “droplet”. Droplet nukleus yang berisi ukuran 1-5 μm

dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih

15

berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar sebab

partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke

alveoli sehingga akan dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier (Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia, 2006).

Batuk merupakan mekanisme yang efektif untuk menghasilkan droplet

nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel

infeksius yang sama banyaknya dengan berbicara keras selama 5 menit

(Mual, 2009). Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver

ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali bersin dapat

menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel

besar sehingga tidak infeksius (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak

dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi

sosial ekonomi, sikap dan perilaku yang belum benar, belum optimalnya

fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk

yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV.

Menurut Aditama (2002), disamping hal-hal tersebut daya tahan tubuh yang

lemah, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang

peranan penting.

4. Patogenesis TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated

immune response. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit

(biasanya sel T) merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar

yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli.

Partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem

mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke

alveoli (Mual, 2009).

Mikobakterium tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh

vasodilatasi dan masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang

berfungsi untuk memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah strain

16

virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom makrofag, organisme mampu

menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi pH endosom

dan menghentikan pematangan endosom. Hasil akhir dari “manipulasi

endosom” ini adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga

mikobakteri berproliferasi tanpa terhambat. Oleh karena itu, fase terdini pada

tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum tersensitisasi

ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag alveolus

dan rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan penyemaian di banyak

tempat. Meskipun terjadi bakteremia, sebagian besar pasien pada tahap ini

asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan

waktu 10 sampai 20 hari (Kumar, 2007).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan

seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri

dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan respon berbeda. Jaringan

granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya

akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-

paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening

regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang

mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radiologi rutin (Fishman, 2002).

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, di

mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi

tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam

percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat akan terulang kembali di bagian

lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah

atau usus. Kavitas yang kecil dapat dapat menutup sekalipun tanpa

pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda

lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang

17

terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,

sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi berkapsul yang tidak

terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau

membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan

aktif (Crofton, 2002).

Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya

bersamaan seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada

paru bagian atas terutama pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian

apeks lobus bawah. Terjadinya TB post primer dapat terjadi oleh karena

perkembangan langsung dari TB primer, reaktivasi TB primer, maupun

reinfeksi dari luar (exogenous infection). Penyakit dapat menyebar melalui

getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah

bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang

dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (Price, 2005).

5. Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala

klinis dan pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan

pemeriksaan penunjang lainnya (Budiart, 2001).

5.1. Pemeriksaan Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian :

1. Gejala respiratorik :

1. Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering

dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat.

Batuk-batuk yang berlangsung ≥ 3 minggu harus dipikirkan

adanya tuberkulosis paru.

2. Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-

garis, bercak, atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah

dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru.

18

3. Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan

terdapat kerusakan paru yang cukup luas.

4. Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah

terlibat.

5. Gejala sistemik :

1. Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai,

biasanya timbul pada sore dan malam hari.

2. Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia,

malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan

kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit

didapatkan kelainan pada pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas

abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas

melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

5.2. Pemeriksaan Bakteriologi

Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk

membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-

sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan

perbedaan kepekaan terhadap OAT. Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat

berasal dari sputum, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,

bronchoalveolar lavage, urine, jaringan biopsi. Pada pemeriksaan

bakteriologi yang menggunakan sputum cara pengambilannya terdiri dari 3

kali yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu

(pada saat menghantarkan dahak pagi). Pewarnaan yang umum dipakai

adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan Kinyoun Gabbet (Aditama, 2002).

WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

19

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang,

disebut negatif.

2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis

jumlah kuman yang ditemukan.

3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang,

disebut + (1+).

4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +

+ (2+).

5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +

++ (3+).

5.3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.

Pada foto toraks TB memberikan gambaran yang multiform. Dapat dicurigai

sebagai lesi TB aktif bila ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen

apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas terutama bila lebih dari satu, bayangan bercak milier ataupun efusi

pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif bila adanya fibrosis, kalsifikasi,

fibrotoraks atau penebalan pleura (Soeroso, 2007).

American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks

terdiri dari 3 bagian :

1. Lesi Minimal

Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru

dengan luas tidak melebihi volume paru yang terletak diatas

chondrosternal junction dari iga kedua dan prossesus spinosus dari

vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak

dijumpai kavitas.

2. Lesi Sedang

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar

dengan densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu

paru, atau jumlah dari seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang

20

lebih padat, lebih tebal, tetapi tidak boleh melebihi sepertiga dari satu

paru dan proses ini dapat disertai atau tidak disertai kavitas. Bila

disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.

3. Lesi Luas

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

(Rasad, 2000).

5.4. Pemeriksaan Khusus Lain

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat

mendeteksi kuman TB seperti :

1. BACTEC : dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari

metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.

2. Polymerase Chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari

M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah

kemungkinan kontaminasi.

3. Pemeriksaan serologi seperti ELISA, ICT, Mycodot, Uji peroksidase anti

peroksidase.

4. Uji Tuberkulin, dengan prevalensi yang tinggi uji ini kurang bermakna

apalagi pada orang dewasa.

(Hopewell, 2005).

1. Tatalaksana TB Paru

Pengobatan tuberkulosis paru saat ini seharusnya tidak merupakan

persoalan lagi. Mengapa? Karena penyebab penyakit ini sudah diketahui

dengan pasti, sarana penunjang diagnostiknya ada, obat yang ampuh ada,

dokternya sudah berlebihan sampai banyak yang tidak mendapat

penempatan. Tetapi, kenyataan membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis

tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan

yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Lamanya waktu

pengobatan, kepatuhan serta keteraturan penderita berobat, daya tahan tubuh

penderita dan yang tak kalah pentingnya adalah faktor sosial ekonomi

21

penderita. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2007).

Tabel 2.1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis

1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi

Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang

Pengawas Menelan Obat (PMO).

• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

1. Tahap awal (intensif)

- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

22

- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

(Depkes RI, 2007).

1. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

- Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap, sedangkan kategori anak sementara ini

disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket

untuk satu pasien (Depkes, 2007 dan WHO, 2002).

Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket,

yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini

disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping

OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai.

23

2. Paduan OAT dan Peruntukannya

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

1. Pasien baru TB paru BTA positif.

2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.

3. Pasien TB ekstra paru.

Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 (Depkes, 2008)

2. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

1. Pasien kambuh.

2. Pasien gagal.

3. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).

Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2 (Depkes,

2008; WHO, 2002)

24

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Cara

melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250 mg).

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.4 Paket Sisipan KDT (Depkes, 2008)

1. Pengawasan Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang PMO (Depkes, 2007 dan WHO, 2002).

a. Persyaratan PMO

25

• Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

• Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

• Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

• Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien.

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,

perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada

petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya

atau anggota keluarga.

c. Tugas seorang PMO

• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

• Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

• Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera

memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO

bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit

pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada

pasien dan keluarganya:

1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

1. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

2. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

3. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

26

4. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

5. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke UPK.

6. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen

sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila

ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya

positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. (Depkes,

2007).

Tabel 2.5 Tindak Lanjut Hasil Ulang Pemeriksaan dahak (Depkes,2007)

27

Sembuh

28

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada

satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab

apapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang

lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

Default (Putus berobat)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai. Pasien ini sebelumnya telah berobat minimal

selama 1 bulan, dan kemudian tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau

lebih.

Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

1. Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur

Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa

pengobatan selesai, hal ini terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat

harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan

harus mengusahkan agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ke UPK.

Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lamanya pengobatan

sebelumnya, lamanya putus berobat, dan bagaimana hasil pemeriksaan dahak

sewaktu dia kembali berobat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

29

Tabel 2.6 Pengobatan penderita TB paru baru BTA positif yang berobat tidak

teratur (Depkes, 2007).

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:1. Lacak pasien2. Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur3. Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesaiTindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:

Tindakan-1 Tindakan-2

1. Lacak pasien2. Diskusikan

dancari masalah3. Periksa 3 kalidahak (SPS)dan lanjutkanpengobatansementaramenungguhasilnya

Bila hasil BTAnegatif atau Tbextra paru

Lanjutkan pengobatan sampai seluruhdosis selesa

Bila satu atau lebihhasil BTA positif

Lama pengobatansebelumnya kurangdari 5 bulan *)

Lanjutkanpengobatan sampaiseluruh dosisselesai

Lama pengobatansebelumnya lebihdari 5 bulan

1. Kategori-1:mulai kategori-22. Kategori-2:rujuk, mungkinkasus kronis

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)

3. Periksa 3 kalidahak SPS4. Diskusikan

dancari masalah5. Hentikanpengobatansambilmenunggu hasilpemeriksaandahak.

Bila hasil BTAnegatif atau Tbextra paru:

Pengobatan dihentikan, pasien diobservasibila gejalanya semakin parah perludilakukan pemeriksaan kembali (SPS danatau biakan)

Bila satu atau lebihhasil BTA positif

Kategori-1 Mulai kategori-2Kategori-2 Rujuk, mungkin

kasus kronik.

Keterangan :

*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama

pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai

seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

30

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y., 2002. Pengobatan Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan

Masalahnya. Jakarta: FKUI.

Brooks, F.G.,et al., 2005. Mikobakteria. In: Mudihardi, E.H., ed. Mikrobiologi

Kedokteran. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 453-465.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).

, 2008. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).

Fishman, J.A., 2002. Mycobacterial Infections. In: Elias, J.A., ed. Fishman’s

Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. Philadelphia : McGraw Hill,

763-799.

Hopewell, P.C., 2005. Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseaases. In :

Mason, R.J., Broaddus, C., Murray, Nadel, J.A., eds. Textbook of Respiratory

Medicine. Philadelphia : Elsivier, 979-1002.

Irma, T., 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori

Antara Kombinasi Dosis Tetap. Medan: FK USU.

Kumar, V., et al., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Hartanto, H., ed. Buku

Ajar Patologi. Jakarta: EGC, 544-551.

Mual, B.E., 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru

Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Medan: FK

USU.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).

, 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).

31

Rasad, S., 2000. Tuberkulosis Paru. In: Ekayuda, I., ed. Radiologi Diagnostik.

Jakarta: FK UI, 126-139.

Soeroso, L., 2007. Mutiara Paru Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus.

Jakarta: EGC.

World Health Organization, 2002. Operational Guide for National Tuberculosis

Control Programmes on The Introduction and Use of Fixed Dose

Combination Drugs. Geneva : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

, 2003. Global Tuberculosis Control: Country Profile

Indonesia. Available from : http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.

(Accessed 12 March 2011).

, 2006. Indonesian Strategic Plan To Stop TB 2006-

2010. Jakarta : Depkes RI..

32