Preskes Dr Anang

48
Presentasi Kasus CUSHING SYNDROME DENGAN HYPERTENSION STAGE I DAN OBESITAS PADA PASIEN USIA 5 TAHUN 6 BULAN Oleh : Darween Rozehan Shah Bin Iskandar Shah G0006501 Tito Pradipta G0007231 Pembimbing : Anang Giri M., dr., Sp. A

description

cushing syndrome

Transcript of Preskes Dr Anang

Page 1: Preskes Dr Anang

Presentasi Kasus

CUSHING SYNDROME DENGAN HYPERTENSION

STAGE I DAN OBESITAS PADA PASIEN USIA 5

TAHUN 6 BULAN

Oleh :

Darween Rozehan Shah Bin Iskandar Shah G0006501

Tito Pradipta G0007231

Pembimbing :

Anang Giri M., dr., Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: Preskes Dr Anang

PENDAHULUAN

Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama

kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan

ketika kelenjar adrenal pada tubuh tarlalu banyak memproduksi hormon kortisol,

komplikasi yang menyebabkan kecacatan pada penderita, yang akan

mengakibatkan keterbatasan aktivitas, citra diri yang kurang bahkan kematian.

Maraknya penyakit ini semakin menambah tantangan bagi tenaga kesehatan dan

semakin meresahkan masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama bagi tim

kesehatan, keresahan masyarakat adalah keresahan tim kesehatan. Berdasarkan

penelitian dan survey terhadap rumah sakit di Indonesia tentang penyakit

Cushing’s Sindrom pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian

Cushing’s Sindrom terjadi pada 200 orang dewasa berusia antara 20-30 tahun.

Pada kelompok usia 20-30 tahun, risiko terkena Cushing’s Sindrom mencapai 10

persen. 

Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang

populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis

kelamin. Namun sumber lain mengatakan rasio kejadian antara wanita dan pria

untuk sindrom cushing adalah sekitar 5:1 berhubungan dengan tumor adrenal atau

pituitary.

Disini peran perawat terhadap pasien dengan Cushing’s Sindrom meliputi

beberapa upaya yang terdiri dari: Upaya Promotif yaitu upaya peningkatan

pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan penyakit Cushing’s

Sindrom melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai

cara pengobatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran

jasmani, peningkatan gaya hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya Preventif

adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat

penyakit Cushing’s Sindrom yang meliputi Pencegahan Primer dan Pencegahan

Sekunder. Pencegahan Primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk

mencegah timbulnya penyakit pada individu-individu yang sehat. Pencegahan

1

Page 3: Preskes Dr Anang

Primer adalah pengendalian melalui medical control, antara lain :

1. Pendidikan kesehatan : gaya hidup, gizi , faktor lingkungan, cara pengobatan

dll.

2. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus

(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin).

3.Penelitian kesehatan

Sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk menemukan

tanda dan gejala penyakit Cushing’s Sindrom sedini mungkin, mencegah

meluasnya penyakit, dan mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :

a. Pengawasan dan penyuluhan untuk klien Cushing’s Sindrom, agar klien

tersebut benar-benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi gejala

yang bisa dimunculkan dari penyakit Cushing’s Sindrom ini.

b. Pengamatan langsung mengenai perawatan klien Cushing’s Sindrom.

c. Case-finding secara aktif, mencakup indentifikasi Cushing’s Sindrom pada

yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma

darah.

Upaya kuratif dan rehabilitatif adalah upaya pengobatan penyakit Cushing’s

Sindrom yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,

dan menurunkan tingkat kejadian penyakit Cushing’s Sindrom. Pengobatan

Cushing’s Sindrom tergantung pada ACTH tidak seragam dan bergantung pada

apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi

digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor

hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat

bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai

gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.

Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan

diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu

mrnghambat atau merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.

Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang dimunculkan oleh

penyakit Cushing’s Sindrom, perawat disini dituntut terutama untuk dapat

2

Page 4: Preskes Dr Anang

melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun

perawatan dalam proses penyembuhan penyakit Cushing’s Sindrom.

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Umur : 5 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin : Laki - laki

Nama Ayah : Bp. T.

Pekerjaan Ayah : -

Nama Ibu : Ibu J.

Pekerjaan Ibu : Suri Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Karang Gayam 2/7 Kedungsono Bulu, SKH

Tanggal masuk : 28 Juni 2012 pukul 11.00 WIB

Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2012

No. RM : 01130316

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 29 Juni 2012.

A. Keluhan Utama : Sakit di pundak

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Kurang lebih 6 bulan SMRS pasien mulai mengeluh bengkak

pada leher dan dibawa ke dokter umum dan tidak mendapatkan terapi

untuk keluhan tersebut. Sejak saat itu pasien mulai Nampak

bertambah gemuk, nafsu makan meningkat, mudah haus (-), frekuensi

kencing tidak meningkat, mual dan muntah (-), nyeri perut (-) dan

BAB tidak ada kelainan.

3

Page 5: Preskes Dr Anang

Kurang lebih 2 bulan SMRS pasien disuruh oleh dokter spesialis

anak untuk memeriksa urin dan hasilnya tidak ada kelainan.

Kurang lebih 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan keluhan masih

ada dan muncul nyeri dada dan mengalami sesak nafas. Oleh keluarga

dibawa ke RSUD dan diberitahu bahawa ada pembengkakan ginjal

dan cairan di paru.

HMRS pasien datang ke RSDM karena keluhan masih ada,

muka pasien bengkak (+), jerawat (+), badan berbulu (+), mudah

marah (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

1. Riwayat hipertensi sebelumnya : disangkal

2. Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal

3. Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat sakit ginjal pada orang tua : (-)

2. Riwayat hipertensi pada orang tua : (-)

E. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah : baik

Ibu : baik

Saudara : baik

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di : Bidan

Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan

Trimester II : 2x/ 1 bulan

Trimester III : 3x/ 1 bulan

Keluhan selama kehamilan : pusing-pusing (-), mual (-).

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan (-)

G. Riwayat Kelahiran :

4

Page 6: Preskes Dr Anang

Pasien lahir di Rumah Sakit, ditolong dokter dengan berat badan lahir

3800 gram dan panjang 60 cm, lahir spontan, langsung menangis,

menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan.

H. Riwayat Postnatal

Rutin ke puskesmas untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.

I. Status Imunisasi

J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak-anak seusianya

sehingga pasien umur 5 tahun dimana tumbuh kembang pasien

mengalami peningkatan berat badan dikarenakan nafsu makannya

meningkat secara drastis. tumbuh kembang pasien disaat umur 5 tahun

mengalami gangguan dimana pasien pertumbuhan sex secondary yang

lebih cepat dibandingkan dengan anak seumurnya.

K. Riwayat Makan Minum Anak

Sehari-hari pasien makan sebanyak 3 kali yaitu pagi, siang dan

malam hari sebelum tidur. Dengan porsi setiap makan 1 piring penuh.

5

Jenis I II III IV

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatiti

s B

2 bulan

2 bulan

0 bulan

9 bulan

Lahir

-

4 bulan

2 bulan

-

1 bulan

-

6 bulan

4 bulan

-

3 bulan

-

-

6 bulan

-

-

Page 7: Preskes Dr Anang

Nafsu makan pasien baik dan meningkat, sehingga setiap makan

selalu habis. Makanan pasien sehari-harinya terdiri atas nasi dan lauk-

pauk. Lauk-pauk yang sering digunakan adalah tempe, tahu dan telur

goreng. Pasien suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

Pasien jarang mengkonsumsi daging, baik daging ayam maupun sapi.

Dalam satu bulan rata-rata hanya 2 kali saja. Konsumsi air putih pasien

kurang lebih 5 gelas dalam satu hari.

Kesan : kualitas dan kuantitas baik

L. Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu penderita tidak mengikuti KB

M. Pohon Keluarga

An Rahmat

5 Tahun 6 Bulan

Penderita merupakan anak tunggal dalam keluarga. Riwayat anak

lahir meninggal tidak ada, riwayat keguguran satu kali. Ayah dan ibu

menikah satu kali.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : Lemah

Derajat kesadaran : compos mentis

6

Page 8: Preskes Dr Anang

Status gizi : kesan gizi lebih

B. Tanda vital

Nadi : 92 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernafasan : 26 x/menit,reguler, dalam, tipe abdominothorakal

Suhu : 36,8º C (per axiler)

Tekanan darah : 150/110 mmHg

BB : 31,5 kg

TB : 122,5 cm

C. Kulit

Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-)

D. Kepala

Moon face (+), pipi bulat (+), acne vulgaris (+)

E. Mata

Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

cowong (-/-), air mata (+/+), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya

(+/+).

F. Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

G. Mulut

Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), dagu rangkap (+), kumis (+)

H. Telinga

Bentuk normal, tragus pain (-), mastoid pain (-), sekret (-)

I. Tenggorok

Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (-), kripte melebar (-), detritus (-),

mukosa faring hiperemis (-)

J. Leher

Bentuk normocolli, trakea di tengah, Buffalo hump (+), rambut di

leher belakang (+), kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak

meningkat.

K. Lymphonodi

Preaurikuler : tidak membesar

7

Page 9: Preskes Dr Anang

Retroaurikular : tidak membesar

Submental : tidak membesar

Submandibular : tidak membesar

Jugularis superior : tidak membesar

Jugularis media : tidak membesar

Jugularis inferior : tidak membesar

Supraklavikula : tidak membesar

Cervical posterior : tidak membesar

L. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba normal, dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara bronchial

(-/-), suara tambahan (-/-)

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V LMCS tidak

kuat angkat

Perkusi :

* RBCD: 1 jari sebelah medial sepanjang

linea sternalis dekstra

* LBCD: sepanjang SIC II linea sternalis

sinistra hingga 1 jari sebelah medial SIC V

linea midklavikularis sinistra dengan bagian

di SIC IV dan SIC III bergeser lebih ke

medial, yaitu pada pinggang jantung.

(Batas jantung kesan tidak melebar)

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,

bising (+) sistolik grade III/6 di SIC III

LPSS.

M. Abdomen

8

Page 10: Preskes Dr Anang

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi normal

Perkusi : timpani, pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba ½ - 2/3 permukaan

rata tepi tajam, lien tidak teraba, turgor kulit baik, undulasi

(-)

N. Urogenital : edema skrotum (-), phymosis(-), Rambut pubis (+),

Status Pubertas A2 P3 G6, Panjang Penis 5.5cm

O. Ekstremitas

Akral dingin - - edema - -

- - - -

Capillary Refill Time < 2 detikArteri dorsalis pedis teraba kuat

P. Perhitungan Status Gizi

1. Secara klinis

Kepala : rambut jagung (-), mudah dicabut (-)

Mata : CA (-/-), cowong (-/-), bercak bitot (-)

Mulut : Mukosa basah (+), pucat (-)

Otot : wasting (-)

Kulit : kulit keriput (-), dermatitis (-)

Dada : iga gambang (-)

Ekstremitas : akral dingin - -

- -

Status gizi secara klinis : gizi kesan lebih

2. Secara Antropometris

Umur : 5 tahun 6 bulan

BB : 33.5 kg

TB : 122.6 cm

BB : 33. 5 x 100% = 161% BB/U< p97 (CDC, 2000)U 19.5

TB : 1 22.6 x 100% = 108% TB/U< p97 (CDC, 2000)

9

Page 11: Preskes Dr Anang

U 112.5

BB : 3 3.5 x 100% = 134 % p90< BB/TB< p97 (CDC, 2000)TB 23.5

Status gizi secara antropometri : gizi kesan lebih

TB Ayah = 158 cm

TB Ibu = 142 cm

TPG = (158 + (142 + 13) ± 8,5

2

= 156,5 ± 8,5 cm (148-165 cm) Perawakan pendek

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN (28 Juni 2012)

RUJUKAN

1. Hematologi a) Rutin:

Hb: 15,8 g/dl Hct: 45 % Eritrosit 5,22 juta/ ulTrombosit: 298 ribu/µl

b) Indeks Eritrosit:MCH: 30,2 pg MCHC: 35,4 g/dl PDW: 15 % (↓)

c) Hitung Jenis:Monosit : 9,00 %Limfosit: 25.30 %

2. Kimia KlinikKreatinin: 0.4 mg/dlUreum: 21 mg/dl

3. ElektrolitKlorida: 106 mmol/L Kalium : 3.1 mmol/L

4. Kimia Urin:Leukosit: -Bakteri: 399931.3/µl

14.0 – 17.533 – 453.80 – 5.80150 – 450

28.0 – 33.033.0 – 36.025 – 65

0.00 – 5.0033.00 – 48.00

0.5 – 1.0< 48

98 – 1063.1 – 5.1

Negative0.0 – 2150.0

10

Page 12: Preskes Dr Anang

5. Mikroskopis:Leukosit: 24.6 /µl Leukosit: 4 /LPB

6. Silinder:Granulated: -Hyline: 0

7. EKGSinus HR: 150x/menitQPS Axis: +60Gelombang P: 1,5 mmInterval PR : 0,24 detik

(memanjang)Interval QRS : 0,04 detik

(memanjang)8. USG Abdomen

Suspek massa adrenal DD – Massa HeparLimfomaSplenomegali

0 – 5.80 – 12

negatif0.0 – 3.0

V. RESUME

Seorang pasien An. R, laki-laki, umur 5 tahun 6 bulan dengan

keluhan utama sakit di pundak. Kurang lebih 6 bulan SMRS, pasien

panas tinggi selama 2 hari, kemudian berobat ke Puskesmas dan

mendapat obat penurun panas. Kurang lebih 7 hari SMRS, panas

menghilang, namun timbul bengkak pada pipi dan kedua kaki. Pasien

berobat ke Puskesmas lagi, dan didiagnosis mengalami alergi obat. 3

hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit kepala sampai mau menangis,

disertai muntah setiap kali makan/minum. Kemudian Ibu pasien

memberikan parasetamol tetapi sakit kepala tidak menghilang. Pasien

kemudian dibawa ke IGD RSDM.

Riwayat imunisasi lengkap, riwayat perkembangan dan

pertumbuhan baik, riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat

kelahiran, lahir spontan, langsung menangis, menangis kuat dengan

usia kehamilan 37 minggu, pemeliharaan postnatal baik. Riwayat

nutrisi kualitas dan kuantitas kesan baik.

11

Page 13: Preskes Dr Anang

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum tampak

kesakitan, kesadaran composmentis, gizi kesan baik. Tanda vital:

tekanan darah 150/110, suhu 37,4oC per axiler, nadi 92x/menit, RR

26x/menit. Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (+), mukosa faring hiperemis

(-). Status gizi secara antropometri gizi normal.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Sakit di pundak

2. Bulu di seluruh tubuh

3. Obesitas

4. Acne Vulgaris

5. Tekanan darah yang tinggi

6. Bengkak pada kedua pipi

7. Bising sistolik grade III/6

8. Nafsu makan meningkat

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Pseudo-Cushing Syndrome

2. Cushing Disease

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1. Cushing Syndrome

2. Hipertensi Stage I e/c Cushing Syndrome

3. Obesitas e/c Hypercortisolism

4. DE : Cushing Syndrome

DA : AR ringan PR ringan

DF : NYHA 1

IX. PENATALAKSANAAN

1. O2 nasal 2 liter/menit (k/p)

2. Diet nasi lauk pauk (tinggi serat) rendah garam (1g/hari) 1900kkal/hari

3. Injeksi Furosemid 30 mg/12jam iv

4. Captopril 3 x 12,5 mg PO

5. Nifedipin 2 x 10 mg PO

12

Page 14: Preskes Dr Anang

6. Bisoprolol 1 x 0,5 mg PO

X. PLANNING

1. Urinary Free Cortisol (UFC) – first line test

2. Late-night salivary cortisol test – first line test

3. Late-night plasma cortisol test

4. Dexamethasone suppression test – first line test

5. Overnight DST (short test)

6. 48-hours DST (long test)

7. ACTH measurement

8. Corticotropin-releasing hormone (CRH) stimulation test

9. CT scan adrenal gland and pituitary gland

10. Inferior petrosal sinus sampling (IPSS) if needed

XI. MONITORING

1. Keadaan umum dan tanda vital tiap 2 jam

X. EDUKASI

Pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung

garam dan air yang terlalu banyak.

XI. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : baik

Ad fungsionam : baik

LEMBAR MONITORING

Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS29-06-12 14.00 HR = 90 x/1’

RR = 23 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 150/100 mmHg

01-07-12 14.00 HR = 100 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

16.00 HR = 110 x/1’RR = 25 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg

18.00 HR = 108 x/1’RR = 32 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

13

Page 15: Preskes Dr Anang

18.00 HR = 104 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg

22.00 HR = 96 x/1’RR = 18 x/1’S = 36,1oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

20.00 HR = 98 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

02.00 HR = 100 x/1’RR = 80 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

22.00 HR = 100 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

06.00 HR = 82 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg

00.00 HR = 88 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg

02-07-12 14.00 HR = 72 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg

02.00 HR = 84 x/1’RR = 20 x/1’S = 36,4oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg

18.00 HR = 84 x/1’RR = 28 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/90 mmHg

04.00 HR = 84 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/100 mmHg

22.00 HR = 88 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg

06.00 HR = 86 x/1’RR = 30 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 140/100 mmHg

02.00 HR = 86 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg

30-06-12 07.00 HR = 105 x/1’RR = 28 x/1’S = 37,0oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg

06.00 HR = 80 x/1’RR = 23 x/1’S = 35,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg

FOLLOW UP PASIEN

Follow up DPH I (29 Jun 2012) DPH II (30 Jun 2012)

S Batuk (-), sesak (+), demam (-), BAK (+)

kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),

pusing (+) cekot-cekot

Batuk (-), demam (-), BAK (+) kuning, BAB (+)

kuning, muntah (-), mual (-), pusing (+)

O kompos mentis, tampak kesakitan, gizi baik kompos mentis, tampak lemas, gizi baik

Tanda Vital HR : 98 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 37,0oC (per axiler)

HR : 86 x/menit

RR : 30 x/menit

S : 36,2 oC (per axiler)

14

Page 16: Preskes Dr Anang

TD : 140/110 mmHg TD : 140/100 mmHg

Kepala mesocefal, oedem pipi (+/+) mesocefal, oedem pipi (+/+)

Telinga bentuk normal bentuk normal

Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)

Leher KGB (+) membesar, JVP (+) meningkat KGB tidak membesar

Thorax Retraksi (-)

Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising

(+), sistolik grade III, p.m di SIC IV Linea

parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Retraksi (-)

Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising

(+), diastolik grade III, p.m di SIC IV Linea

parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri

tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2

detik, peristaltik (+) normal

Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri

tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2

detik, peristaltik (+) normal

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Asessment 1. Hipertensi Grade II e/c DD GNAPS, GNA

nonPS

2. DE : PJR

DA

DF : NYHA I

3. Perawakan pendek

1. GNAPS

2. Hipertensi stage II

3. DE : PJR

DA : Tsk Mitral stenosis

DF : NYHA I

4. Perawakan pendek e/c type familial

5. Anemia Mikrositik Hipokromik e/c def fe

DD infeksi, hemodelusi

6. Tsk ISK

Terapi - O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV

- Captopril 2,5 mg

- Parasetamol 500 mg (k/p)

- Nifedipin 2x3,5 mg

- O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV

- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o

- Nifedipin 2x3,5 mg

Plan - Swab tenggorok - Swab tenggorok, CRP, SI/TIBC, feritin,

saturasi transferin, GDT (bersamaan dengan

C3 komplemen), urinalisa, kultur urin

- Tunggu jadwal Echocardiografi

Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

15

Page 17: Preskes Dr Anang

Follow up DPH III (1 Julai 2012) DPH IV (2 Julai 2012)

S Batuk (-), sesak (+) berkurang, demam (-), BAK

(+) kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual

(-), pusing (+) cekot-cekot

Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+) kuning

jernih, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),

pusing (-)

O kompos mentis, lemah, gizi baik kompos mentis, KU baik, gizi baik

Tanda Vital HR : 100 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,3oC (per axiler)

TD : 120/80 mmHg

HR : 88 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,8oC (per axiler)

TD : 120/90 mmHg

Kepala mesocefal, oedem pipi (-/-) mesocefal, oedem pipi (-/-)

Telinga bentuk normal bentuk normal

Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung Napas cuping hidung (-/-),

sekret (-/-)

Napas cuping hidung (-/-),

sekret (-/-)

Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)

Leher KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorax Retraksi (-)

Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC

V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas

normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,

p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Retraksi (-)

Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC

V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas

normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,

p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan

(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,

peristaltik (+) normal

Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan

(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,

peristaltik (+) normal

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Asessment 1. GNAPS

2. Riwayat Hipertensi Stage II

3. DE : PJR

DA : Tersangka Mitral Stenosis

DF : NYHA I

4. Perawakan pendek e/c tipe familial

5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd

infeksi, hemodelusi

6. Tsk ISK

1. GNAPS

2. Riwayat Hipertensi Stage II

3. DE : PJR

DA : AR Trivial, TR ringan

DF : NYHA I

4. Perawakan pendek e/c tipe familial

5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd

infeksi, hemodelusi

6. Tsk ISK

7. Chepalgia e/c ISK

Terapi - O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Inj furosemid 35 mg/12 jam IV

- Captopril 3x12,5 mg

- O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Inj furosemid 35 mg/12 jam IV

- Captopril 3x12,5 mg

16

Page 18: Preskes Dr Anang

- Nifedipin 2x3,5 mg - Nifedipin 2x3,5 mg p.o

Plan - Echocardiogram

- Usul konsul mata (bila KU stabil)

- Tunggu hasil swab tenggorok

( Hasil Echocardiogram: AR Trivial, TR ringan,

Fungsi sistoilik dan diastolik baik)

Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

Follow up DPH V (3 Julai 2012) DPH VI (4 Julai 2012)

S Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+)

kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),

pusing (-)

Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+) kuning

jernih, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),

pusing (-)

O kompos mentis, gizi baik kompos mentis, lemah, gizi baik

Tanda Vital HR : 82 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,3oC (per axiler)

TD : 120/80 mmHg

HR : 80 x/menit

RR : 23 x/menit

S : 35,9oC (per axiler)

TD : 110/80 mmHg

Kepala mesocefal, oedem pipi (-/-) mesocefal, oedem pipi (+/+)

Telinga bentuk normal bentuk normal

Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),

konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung Napas cuping hidung (-/-),

sekret (-/-)

Napas cuping hidung (-/-),

sekret (-/-)

Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorax Retraksi (-)

Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC

V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas

normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,

p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Retraksi (-)

Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC

V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas

normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,

p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra

Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri

tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2

detik, peristaltik (+) normal

Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan

(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,

peristaltik (+) normal

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

Asessment 1. GNAPS

2. Riwayat Hipertensi Stage II

3. DE : Obs PJR

DA : AR Trivial, TR ringan

DF : NYHA I

4. Perawakan pendek e/c tipe familial

5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe

dd infeksi, hemodelusi

1. GNAPS

2. Riwayat Hipertensi Stage II

3. DE : PJR

DA : Ar Trivial, TR ringan

DF : NYHA I

4. Perawakan pendek e/c tipe familial

5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd

17

Page 19: Preskes Dr Anang

6. Tsk ISK infeksi, hemodelusi

6. Tsk ISK

Terapi - O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Furosemid oral 2x20 mg

- Captopril 3x12,5 mg

- Nifedipin 2x3,5 mg p.o

- O2 nasal 2 liter/menit

- Diet nefritis 2100 kkal /hari

- Furosemid oral 2x20 mg

- Captopril 3x12,5 mg

- Nifedipin 2x3,5 mg p.o

Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

Hasil Echo :

Simpulan : AR Trivial, TR ringan, Fungsi sitolik

dan diastolik baik

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Defenisi

          Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang disebut

dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan

menyebabkanaldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan

menyebabkan virilismeadrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam bentuk murni

tetapi bisa mempunyai gambaran yang tumpang tindih.

B.     Etiologi dan Klasifikasi

Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan

(truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae

abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik

18

Page 20: Preskes Dr Anang

hipofisis. Sindrom ini dinamakan dengan sindrom cushing . Adapun

klasifikasinya adalah sebagai berikut :

1.    Hiperplasia Adrenal

a.  Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi

hipothalamik-hipofisa dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH

hipofisis.

b. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH,

yaitu karsinoma Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma pankreas, dan

adenoma bronkhus.

2.  Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa adenoma dan

karsinoma

3. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan penggunaan glukokortikoid

jangka lama penggunaan ACTH jangka lama

Tanpa mempertimbangkan etiologi semua kasus cushing sindrom

endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh adrenal. Pada

kebanyakan kasus penyebabnya ialah :

1.         Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis

2.         Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin

3.         20-25% pasien sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal

4.         Penyebab terbanyak adalah iatrogenik

C.    Epidemiologi

  Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada

laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih

besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga

atau keempat.

19

Page 21: Preskes Dr Anang

D.    Patofisiologi

  Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih diperdebatkan.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah adenoma hipofisis, pada

beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada lebih 90% pasien dengan

hiperplasia adrenal tergantung hipofisis. Disamping itu, defek bisa berada pada

hipothalamus atau pada pusat-pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan

pelepasan CRH (Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan

keadaan kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol

yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer

ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis, menyebabkan hiperplasia atau

pembentukan tumor. Pada waktu ini tumor hipofisis menjadi independen dari

pengaruh pengaturan sistem saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar.

Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang hipersekresi ACTH

hipofisis menderita adenoma (diameter <10mm;50% adalah 5mm atau kurang),

tetapi bisa dijumpai makroadenoma (>10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel

kortikotropik.

  Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik,

kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH dan CRHdan

menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan dengan

primitive small cell (Oat Cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau tumor timus,

pankreas, ovarium, Ca. Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus. Timbulnya

sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien dengan Ca. Paru, pasien

tidak memperilahtkan gambaran klinis. Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid

atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan

gambaran Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom

Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar kranium atau

dalam kranium.

20

Page 22: Preskes Dr Anang

  Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya adalah

ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran biokimia

hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya mempunyai mikro atau

makronudular kedua kelenjar nodular mengakibatkan hiperplasi nodular.

Penyebabnya adalah penyakit autoimun familial pada anak-anak atau dewasa

muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitivitas

terhadapgastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap peningkatan

ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal. Penyebab terbanyak sindrom

Cushing adalah iatrogenik pemberian steroid eksogen dengan berbagai alasan.

E.     Gejala klinis

  Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemaha otot dan

kelelahanm osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di bawah kulit.

Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin dapat menyebabkan

gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan

adiposa di tempat-tempat tertentu khususnya wajah bagian atas (Moon face),

daerah antara tulang belikat (Bufallo Hump) dan mesentrik (Obesitas Badan).

Jarang, tumor episternal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap

penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini

belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan/atau

peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan sel

darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumopai perubahan emosional,

mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung atau psikosis. Pada wanita

peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan acne, hirsutisme, dan

21

Page 23: Preskes Dr Anang

oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain seperti obesitas, hipertensi,

osteoporosis, dan DM kurang membantu diagnosis. Sebaliknya tanda-tanda

mudah berdarah, striae, miopati, dan virilisasi adalah lebih sugestif pada sindrom

Cushing. Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan

urin meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, dan alkalosis metabolik dijumpai,

terutama dengan produksi ACTH ektopik.

F.     Diagnosis

  Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan

kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila diberikan deksametason.

Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah malam. Pada

kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga bisa digunakan

sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275

nmol/dl (100 mikrogram/dL), diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal

menurunkan kortisol urin menuju ke <80nmol atau kortisol plasma turun ke

<140nmol setelah tes supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6

jam selama 48 jam). Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan

ACTHsecreting pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary

disfunctiondengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan menentukan

respon pengeluaran kortisol terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg

setiap 6 jam selama 2 hari).

  Kadar ACTH plasma digunakan untuk membedakan berbagai penyebab

sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab tergantung-ACTH dari tak

tergantung-ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik , kadar ACTH bisa meningkat

diatas 100 pmol/L (500pg/mL), dan kebanyakan pasien kadar ACTH berada di

atas 40pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma

22

Page 24: Preskes Dr Anang

atau disfungsi hipothalamik pituitari, kadar ACTH berkisar dari 6-30pmol/L (30-

150pg/mL)[normal <14pmol/L(<60pg/mL)]

  Beberapa pemeriksaan tambahan seperti tes infus metirapon dan CRH,

sedangkan pasien dengan tumor yang memproduksi ACTH ektopik tidak.

Penggunaan tes infus CRH tidak memastikan karena jumlah penelitian yang telah

dilakukan terbatas dan CRH tidak tersedia.

  Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkatkan

dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan

hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma.

Sekresi estrogen adrenal pada pasien ini biasanya menurun sehubungan dengan

supresi ACTH yang diinduksi-kortisol dan involusi zona retikularis yang

menghasilkan andrgogen.

  Diagnosis karsinoma adrenal disangkatkan dengan massa abdomen yang

teraba dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA sulfat plasma.

  Evaluasi radiologik berupa CT scan bernilai untuk menemukan lokalisasi

tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral. Semua pasien

hipersekresi ACTH hipofisis harus mengalami pemeriksaan pencitraan MRI scan

hipofisis dengan bahan kontras gadolinium.

G.    Pengobatan

a.       Neoplasma Adrenal

    Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal adalah mitotan,

isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan

kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk

daerah korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona glomerulosa bisa

terganggu. Obat ini biasanya diberikan dengan dosis terbagi tiga sampai empat

kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap menjadi 8 sampai 10g

23

Page 25: Preskes Dr Anang

perhari. Semua pasien yang diobati dengan mitotan harus menjalani terapi

pemulihan jangka lama.

b.      Hiperplasia Bilateral

    Terapi yang harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan

ideal adalah pengangkatan dengan menjalani eksplorasi bedah hipofisis via trans-

sfenoidal dengan harapan menemukan adenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan

selective petrosal sinus venous sampling dan adrenalektomi total. Penghambatan

steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum

intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan

pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-1200mg/hari). Mitotan

(2-3mg/hari) dan/atau penghambatan sintesis sterooid aminoglutetimid (1g/hari)

dan metiraponi (2-3g/hari). Mifeperistone, suatu inhibitor kompetitif ikatan

glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan.

H.    Prognosis

  Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai

prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis tergantung pada

efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama

aterosklerosis dan osteoporosis.   Prognosis karsinoma Adrenal adalah amat jelek,

disamping pembedahan.

24

Page 26: Preskes Dr Anang

ANALISIS KASUS

Glomerulonefritis akut (GNA), adalah manifestasi klinis kompleks

yang ditandai dengan adanya hematuria atau silinder sel darah merah

disertai 2 dari presentasi klinis lain yaitu edem periorbital,, azotemia,

oligouria dan hipertensi. GNA dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori

klinis utama yaitu GNA postinfeksius, GNA berhubungan dengan

penyakit sistemik, GNA idiopatik dan GNA familial. GNA pada anak-

anak, paling banyak adalah akibat postinfeksi oleh bakteri streptococcus β

hemoliticus grup A yang merupakan sekuele dari infeksi di faring

(faringitis) atau infeksi di kulit (pioderma). Prevalensi glomerulonefritis

akut post infeksi streptococcus (GNAPS) di negara berkembang masih

tinggi dengan rasio kejadian pada anak laki-laki lebih besar dari anak

perempuan. Insiden yang tinggi diduga sebagai akibat beberapa faktor

25

Page 27: Preskes Dr Anang

seperti tingkat kepadatan penduduk dan adanya strain streptococcus

nefritogenik pada populasi tersebut. Dari insiden sporadic GNAPS yang

terjadi di berbagai negara berkembang, spectrum keluhan juga bervariasi.

Pada kasus GNAPS yang ditangani oleh bagian nefrologi anak

RSDM, pasien An. FA, laki-laki (14 tahun) datang dengan keluhan utama

sakit kepala hebat (pusing berat). Kurang lebih 9 hari SMRS, pasien panas

tinggi selama 2 hari, kemudian berobat ke puskesmas dan mendapat obat

penurun panas. Kurang lebih 7 hari SMRS, panas menghilang, namun

timbul bengkak pada pipi dan kedua kaki. Riwayat batuk (-), pilek (-),

BAK normal, banyak, warna jernih, BAB normal, mencret (-), mual-

muntah (-), kejang (-). Pasien berobat ke puskesmas lagi, dan didiagnosis

mengalami alergi obat. 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit kepala

sampai mau menangis, disertai muntah setiap kali makan/minum. Panas

(-), batuk (-), pilek (-). Kemudian Ibu pasien memberikan parasetamol

tetapi sakit kepala tidak menghilang. Pasien kemudian dibawa ke IGD

RSDM. Pasien tampak kesakitan, selalu memegang kepala. Panas (-),

muntah (-), bercak-bercak merah (-), korengan (-), BAK di IGD (+),

banyak, warna kuning.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada pasien tersebut, langkah

selanjutnya setelah dilakukan anamnesis secara menyeluruh meliputi

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang kemudian dilakukan anamnesis

tentang riwayat penyakit dahulu dan keluarga, dan riwayat kehamilan,

kelahiran serta pertumbuhan dan perkembangan pasien. Dari anamnesis

didapatkan Riwayat imunisasi lengkap, riwayat perkembangan dan

pertumbuhan baik, riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran,

lahir spontan, langsung menangis, menangis kuat dengan usia kehamilan

37 minggu, pemeliharaan postnatal baik. Riwayat nutrisi kualitas dan

kuantitas kesan baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum

tampak kesakitan, kesadaran composmentis, gizi kesan baik. Status gizi

secara antropometri gizi normal dengan perawakan pendek.

26

Page 28: Preskes Dr Anang

Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan tanda vital

dengan hasil tekanan darah 150/110, suhu 37,4oC per axiler, nadi

92x/menit, RR 26x/menit. Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (+), mukosa

faring hiperemis (-). Hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan bahwa

pasien mengalami hipertensi tingkat 2. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

fisik secara menyeluruh dari kepala hingga ekstremitas. Pada pemeriksaan

kepala, didapatkan adanya udem di daerah pipi pasien. Pemeriksaan

tenggorok didapatkan tonsil yang membesar yaitu T3-T3 dan auskultasi

bunyi jantung diduga ada bising sistolik grade III/6 di SIC III LPSS.

Untuk lebih mengarahkan diagnosis pada pasien ini, kemudian

dilakukan pemeriksaan penunjang untuk lab darah, elektrolit, kimia urin;

EKG dan Echocardiografi. Hasil lab darah hematologi rutin menunjukkan

adanya penurunan kadar Hb (9,6 g/dl), penurunan kadar hematokrit (30%),

penurunan eritrosit (3,60 juta/ µl. Karena kadar Hb dan Hct menurun,

maka pada pemeriksaan indeks eritrosit yaitu MCH dan MCHC juga

menurun. Pada hitung jenis leukosit didapatkan kadar granulosit yang

meningkat (80,20%).

Hasil pemeriksaan kimia klinik menunjukkan penurunan

peningkatan kadar ureum (89 mg/dl) dan peningkatan kadar albumin (3

g/dl). Pemeriksaan kadar elektrolit juga menunjukkan peningkatan ion

klorida (111 mmol/L). Hasil kimia urin menunjukkan adanya peningkatan

signifikan kadar leukosit (25/ µl), proteinuria (500 mg/dl), eritrosit (250).

Peningkatan leukosit juga didapatkan pada pemeriksaan mikroskopis urin

yaitu sebesar 78,8 / µl atau 14/LPB. Silinder urin juga menunjukkan

peningkatan sel granulated (2-3/LPK) dan small round cell (5,2/ µl).

Selain itu juga didapatkan kadar ASTO yang meningkat sebesar >400

IU/ml pada pemeriksaan serologis.

Untuk menyingkirkan diagnosis penyakit jantung, maka dilakukan

juga pemeriksaan EKG dan Echocardiografi. EKG menunjukkan adanya

27

Page 29: Preskes Dr Anang

sinus takikardi, pemanjangan PR interval dan QRS interval.

Echocardiografi menunjukkan hasil yang normal.

Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan pada pasien, mengarahkan diagnosis banding bahwa

pasien mengalami Hipertensi stage 2 akibat glomerulonefrtis akut.

Diagnosis hipertensi ditegakkan dengan melihat hasil pengukuran tekanan

darah pasien yang mencapai 150/110 mmHg. Kemungkinan tekanan darah

pasien yang tinggi inilah sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah

yang menuju otak dan berakibat pada keluhan yang dirasakan pasien yaitu

pusing/ sakit kepala hebat.

Dari keluhan klinis 7 hari SMRS pasien mengalami udem di bagian

pipi dan kedua kaki. Adanya hipertensi dan udem ini, telah memenuhi

kriteria klinis penyakit Glomerulonefritis Akut. Hipertensi pada GNA

diakibatkan oleh adanya ekspansi volume intravascular dan ekstravaskular

hingga vasospasme oleh faktor hormonal dan neurogenik. Sedangankan

udem diakibatkan oleh retensi air dan natrium akibat menurunnya fungsi

ginjal. Selain itu, ekspansi volume plasma lama kelamaan akan

menyebabkan terjadinya hemodilusi. Hemodilusi ini akan bermanifestasi

dalam bentuk anemia yang pada pasien ini ditunjukkan dengan adanya

penurunan pada kadar Hb, Hct, MCH dan MCHC.

Kepastian glomerulonefitis akut juga didukung dari hasil

pemeriksaan penunjang lab darah dan urin. Pada glomerulonefritis akut,

dapat dijumpai adanya hematuria yang bisa ditemukan secara makroskopis

dengan gambaran air kencing yang berwarna kecoklatan atau secara

mikroskopis dengan ditemukanya peningkatan kadar eritrosit. Pada pasien

ini terjadi peningkatan kadar eritrosit pada kimia urin sebesar 250. Selain

itu pada glomerulonefritis akut akan dijumpai peningkatan protein urin

dan ureum yang pada pasien ini ditemukan masing-masing sebesart 500

mg/dl dan 89 mg/dl. Selama fase akut, Glomerulonefritis terdapat

vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi

28

Page 30: Preskes Dr Anang

menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus menjadi

kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat lainnya berkurang, sebagai

akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat. Kemampuan

filtrasi ginjal yang buruk mengakibatkan sejumlah besar protein lolos ke

dalam urin tanpa mampu untuk direabsorpsi kembali.

Sebelum merasakan pusing, pasien mengeluhkan panas dan dari

pemeriksaan fisik didapatkan tonsil membesar T3-T3. Kemungkinan panas

yang diderita pasien disebabkan oleh faringitis akibat infeksi bakteri

streptococcus β hemoliticus grup A. Bakteri Streptococcus ini jika

menginfeksi faring, dapat menimbulkan terjadinya sekuele terutama yang

termasuk dalam strain nefritogenik. Sekuele ini dapat berupa

glomerulonefritis akut (GNAPS) yang timbul akibat pembentukan

kompleks imun antara antigen yang berasal dari streptococcus dengan

antibodi yang berasal dari host yang mengendap di lapisal basal

glomerulus yang bersifat merusak glomerulus. Mekanisme yang lain juga

bisa melalui proses cross reaction karena antigen dari streptococcus

memiliki struktur yang mirip dengan penyusun lapisan glomerulus

sehingga antibody yang harusnya digunakan untuk menghancurkan

streptococcus disalahgunakan untuk merusak glomerulus. Keberadaan

antigen streptococcus pada pasien ini dibuktikan dengan tes serologi

ASTO yang menunjukkan kadar yang meningkat yaitu sebesar > 400

IU/ml. Selain dengan tes serologi ASTO, adanya GNAPS juga bisa

dibuktikan dengan pemeriksaan kadar komplemen C3 dan kultur swab

tenggorok yang juga masih direncanakan untuk dilakukan pada pasien ini.

Penurunan kadar komplemen C3 dan hasil kultur yang positif dapat lebih

memastikan telah terjadi GNAPS.

Terapi GNAPS pada pasien ini, diarahkan terutama untuk mengatasi

hipertensi dan mencegah ekspansi volume plasma yang terjadi. Terapi

yang paling penting adalah dengan membatasi asupan air dan natrium

dalam diet (diet nefritis) yang dianjurkan pada pasien ini sebesar 2100

29

Page 31: Preskes Dr Anang

kkal/hari. Kemudian untuk mengatasi hipertensi diberikan diuretik kuat

furosemid per oral dengan dosis 2 x 20 mg. Furosemid bekerja dengan

cara mencegah reabsorbsi kembali air dan natrium melalui peningkatan

ekskresi dalam kencing sehingga kadar cairan plasma dapat dikurangi.

Sementara itu, pemberian Captopril dengan dosis 3 x 12,5 mg bertujuan

untuk mengurangi jumlah aldosteron yang sifatnya meretensi natrium dan

air. Dengan adanya Captopril yang berperan sebagai ACE inhibitor,

pembentukan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 akan dihambat sehingga

angiotensin 2 tidak akan mampu menginduksi pembentukan aldosteron

dari korteks adrenal. Sedangkan pemberian tablet Nifedipin 2 x 3,5 mg per

oral berfungsi sebagai vasodilator yang akan mengurangi resistensi

tekanan perifer sehingga tekanan darah akan turun. Nifedipin ini juga

untuk berjaga-jaga bila sewaktu-waktu terjadi hipertensi emergensi pada

pasien.

Selain mengatasi hipertensi, pengobatan GNAPS juga ditujukan

untuk mencegah penyebaran GNAPS ke anggota keluarga yang lain.

Sehingga sebaiknya pada pasien ini juga diberikan dosis obat Penisilin

secara oral sebesar 250 mg qid untuk 7-10 hari atau dapat menggunakan

Eritromisin dengan dosis 250 mg qid untuk 7-10 hari, bagi yang alergi

dengan Penisilin. Pasien juga disarankan untuk melakukan tirah baring

selama kurang lebih 3-4 minggu selama fase akut.

30

Page 32: Preskes Dr Anang

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suphohaita dan Wahyu Ika Wardhani, 2000, Kapita Selekta

Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua

Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier

Saunders

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta : EGC.

Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W, dkk (editor). 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK U

31

Page 33: Preskes Dr Anang

32