Preskes Boyol - Kejang Demam-udah Jadi

download Preskes Boyol - Kejang Demam-udah Jadi

of 29

description

kejang demam pada anak

Transcript of Preskes Boyol - Kejang Demam-udah Jadi

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 12 BULAN DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN TONSILOFARINGITIS AKUT

Oleh :Novita FadliaG9912108/H-1-13Dezca NinditaG99122033/I-19-13Nurrini Susanti YG99122033/I-19-13

Pembimbing :dr. ML Susi H, M.Sc, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANGBOYOLALI2013BAB IPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama: An. ASUmur: 12 bulan Jenis Kelamin: Laki-lakiTanggal Lahir: 20 Mei 2011Agama: IslamNama Ayah: Tn. TPekerjaan Ayah: WiraswastaNama Ibu: Ny. WPekerjaan Ibu: Ibu Rumah TanggaAlamat: Karangdowo KlatenTanggal masuk: 26 Agustus 2013No. CM: 12408368

II. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.A. Keluhan Utama KejangB. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas mendadak tinggi. Panas disertai batuk dan pilek, tidak disertai muntah dan sesak napas.Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 8 menit. Setelah kejang berhenti, pasien sadar. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit RSUD Pandan Arang Boyolali. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas. Buang air besar 1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air kecil warna kuning jernih terakhir 4 jam SMRS.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang sebelumnya: positif post trauma, saat usia 39 hari

D. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat kejang karena panas pada keluarga: (+) pamanRiwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan KeluargaAyah: sehatIbu: sehatKakak: sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan PrenatalPemeriksaan di: BidanFrekuensi: Trimester I: 1x/ 1 bulan Trimester II: 1x/ 1 bulan Trimester III: 2x/ 1 mingguKeluhan selama kehamilan: tidak adaObat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.

G. Riwayat Kelahiran :Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang 50 cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu.

H. Riwayat PostnatalRutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.I. ImunisasiJenisIIIIIIIV

1. BCG2. DPT3. Polio4. Campak5. Hepatitis B1 bulan2 bulan2 hari9 bulanLahir-3 bulan2 bulan-2 bulan-4 bulan3 bulan-3 bulan--4 bulan--

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010

J. Riwayat Petumbuhan dan PerkembanganMotorik KasarMengangkat kepala : 4 bulanTengkurap kepala tegak : 4 bulanDuduk sendiri: -Berdiri sendiri: -Berjalan : -Bahasa Bersuara aah/ooh : 1 bulanBerkata (tidak spesifik) : 5 bulanMotorik halusMemegang benda : 3,5 bulanPersonal sosialTersenyum : 1 bulanMulai makan : 7 bulanTepuk tangan : 8 bulanKesan : didapatkan keterlambatan pada aspek motorik kasar

L. Riwayat Makan Minum Anak1. Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu potong (siang hari).3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Riwayat Keluarga Berencana :Ibu penderita mengikuti program KB.

N. Pohon Keluarga

IIIII

I

An AS; 12 bulan; 8,3 kg;70 cm

Pasien merupakan anak kedua. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada paman pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan UmumKeadaan umum : sedangDerajat kesadaran: kompos mentisStatus gizi: kesan gizi baikTanda vital BB: 8,3 kgTB: 70 cmNadi: 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukupPernafasan: 32x/menit, tipe thorakoabdominalSuhu: 38,2 C (per axiler)Kulit: Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-)Kepala: Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata, UUB sudah menutup, LK= 49 cm (-2 SD < LK < 0 SD)Mata: Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)Mulut: Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)Telinga: Bentuk normal, sekret(-).Tenggorok: Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)Leher: Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesarLymphonodi: Retroaurikuler: tidak membesar Submandibuler: tidak membesarThorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiriCor Inspeksi : Iktus kordis tidak tampakPalpasi: Iktus kordis tidak kuat angkatPerkusi : Batas jantung kesan tidak membesarKanan atas: SIC II LPSDKanan bawah: SIC IV LPSDKiri bawah: SIC IV LMCSAuskultasi: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

PulmoInspeksi: Pengembangan dada kanan =kiriPalpasi : Fremitus raba kanan =kiriPerkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paruBatas paru-hepar: SIC V kananBatas paru-lambung : SIC VI kiriRedup relatif di: SIC V kananRedup absolut : SIC VI kanan (hepar)Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)Abdomen Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perutAuskultasi: peristaltik (+) meningkatPerkusi: tympaniPalpasi:nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat. Urogenital : dalam batas normalEkstremitas:

-------- Akral dingin Sianosis

--------Oedem Wasting

ADP teraba kuatCRT 36,5 Kepala mikrocephalUUB sudah menutupMata: CA(-/-), SI (-/-)Telinga: sekret (-/-)Mulut: MB (-), sianosis (-), tonsil T2-T2 hiperemis, detritus (-)Leher KGB tidak membesarThorax: retraksi (-/-)Cor BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-)Abdomen:turgor kurang, peristaltik (+) normalExt. Atas&bawah lembab (-), akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2

Hasil LabDarah Rutin:Hb: 10,9 g/dL, Hct: 29,8 %, AE: 4,26.106/L, AL: 14,4.103/L, AT: 319.102/L, MCV: 70/ um, MCH 25,6 Pg, MCHC 36,6 g/dl, RDW 14,8%, eosinofil 0%, basofil 0%, Netrofil 43,2%, Limfosit 49,4%, monosit 7,4%FisikWarna:kuning, kejernihan: jernih, bau: khas, Kimiablood: negatif, bilirubin: negatif, urobilinogen: normal, benda keton: negatif, reduksi : negatif, protein +/-, nitrit : negatif, leukosit: negatif, pH : 7,0, berat jenis: 1,015, sedimen urin epitel: 1 (+), leukosit: 1 (+), eritrosit : 1(+), silinder : negatif, kristal : uric acid 1 (+), lain-lain: negatif

Diagnosis1. Kejang Demam Sederhana2. Tonsilofaringitis akut3. Gangguan perkembangan motorik kasar4. Mikrocephal

1. Kejang Demam Sederhana 2.Tonsilofaringitis akut3. Gangguan perkembangan motorik kasar4. Mikrocephal

Terapi1. Diit nasi lauk 800 kkal/hari2. Infus d1/2 s 8 tpm makro3. Injeksi diazepam 2 mg (k/p jika kejang)4. Injeksi antrain 90 mg (bila t>39oC)5. Pamol syr 3x cth6. Miradryl syr 3x cth7. Diazepam 3x 2 mg bila t>38o C1. Diit nasi lauk 800 kkal/hari2. Infus d1/2 s 8 tpm makro3. Injeksi diazepam 2 mg (k/p jika kejang)4. Injeksi antrain 90 mg (bila t>39oC)5. Pamol syr 3x cth6. Miradryl syr 3x cth7. Diazepam 3x 2 mg bila t>38o C8. Amoxilin syr 3x 1 cth

MonitoringKU dan VS/8 jamKU dan VS/8 jam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM1.) DEFINISI Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGIKejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASIKejang demam diklasifikasikan menjadi dua :a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :1.) Kejang lama > 15 menit2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKOFaktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

5. PATOFISIOLOGIUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.96. MANIFESTASI KLINISTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSISa. Anamnesis 1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat. 2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6c. Pemeriksaan Penunjang1.) Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.52.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 53.) Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.54.) PencitraanFoto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDINGPenyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAANa. Penatalaksanaan saat kejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam1. AntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,52. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat1. Indikasi Pemberian obat RumatPengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ; Kejang lama > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus. Kejang fokalPengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.52. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan RumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUAKejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baikb. Memberitahukan cara penanganan kejangc. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembalid. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.4,5Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejanga. Tetap tenang dan tidak panik.b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.b. Tetap bersama pasien selama kejang.c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5

11. VAKSINASISejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSISKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANGDiazepam rektal( 5 menit )Di Rumah SakitKEJANGDiazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)(depresi pernapasan dapat terjadi)KEJANGFenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBBKecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menitKEJANGTransfer ke Ruang Rawat IntensifKETERANGAN :1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6

BAB IIIANALISIS KASUS

Diagnosis kejang demam simpleks pada kasus ini berdasarkan :a. Anamnesis Kejang kurang lebih 1 jam SMRS, kejang terjadi seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata melirik keatas. Kejang terjadi sekitar 8 menit, kemudian berhenti sendiri, setelah kejang berhenti pasien sadar. Setelah itu, kejang tidak terjadi lagi/ tidak berulang. Kurang lebih 1 hari SMRS, pasien demam tinggi mendadak, disertai batuk pilek, tidak disertai muntah dan sesak napas.

b. Pemeriksaan fisikKami dapatkan suhu 38,2oC per axiler, faring hiperemis, tonsil T2-T2 hiperemis. Tidak didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.

c. Pemeriksaan PenunjangPenyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari infeksi faringitis akut. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan diit nasi lauk 800 kkal/hari, infus D S 8 tpm makro, injeksi diazepam 2 mg jika kejang, injeksi antrain 90 mg jika suhu lebih dari 39o C, pamol syr 3x cth, miradril syr 3x cth, diazepam 3x2 mg bila suhu lebih dari 38oC, amoxilin syr 3x1 cth. Diit nasi lauk diberikan kepada pasien berdasarkan kebutuhan kalori pasien yang dihitung berdasarkan RDA. Kebutuhan kalori anak usia 0-3 tahun adalah 100-110 kkal/kgBB/hari, sehingga untuk pasien an. A usia 1 tahun dengan berat badan 8,3 Kg adalah 8x100 kkal, hasilnya adalah 800 kkal/hari.Pemberian infus D S 8 tpm makro. Pemberian cairan untuk pasien dihitung berdasarkan rumus Darrow. Kebutuhan cairan untuk pasien yang berat badannya kurang dari 10 kg adalah 100cc/kgBB/hari sehingga kebutuhan cairan pasien perharinya adalah 800 cc. Untuk tetesan makro, setiap cc nya terdiri dari 15 tetes. Sehingga kecepatan infus untuk pasien adalah sekitar 8 tpm.Diazepam injeksi sebesar 2 mg diberikan kepada pasien apa bila pasien mengalami kejang. Berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam tahun 2006, pada saat kejang terjadi, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah dengan pemberian diazepam secara intravena. Dosis yang diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB dan diberikan perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit. Sehingga untuk pasien dengan berat badan 8,3 kg, diazepam yang diberikan adalah sekitar 2 mg. Injeksi Antrain 90 mg diberikan pada pasien apabila suhu peraksila lebih dar 38oC. Pemberian antrain secara intravena dimaksudkan untuk menurunkan demam sesegra mungkin apabila pasien mengalami demam tinggi sehingga kejang dapat dicegah.Pamol Syr 3x cth diberikan kepada pasien untuk mencegah tejadinya demam. Berdasarkan konsensus penatalaksanaan Kejang Demam, para ahli di Indonesia telah sepakat untuk tetap memberikan antipiretik. Parasetamol diberikan pada anak dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Sehingga untuk pasien An. A dengan berat badan 8,3 kg, maka jumlah yang diberikan adalah 80mg/kali. Myradryl Syrup 3x cth diberikan pada pasien dengan tujuan untuk mengobati batuk dan pilek yang dialami pasien. difenhidramin yang terkandung di dalam miradryl syrup tersebut diharapkan dapat memberikan efek antitusif dan menurunkan produksi sekret. Selain itu, difenhidramin juga memberikan efek sedasi sehingga dengan demikian diharapkan pasien dapat beristirahat.Diazepam 3x2 mg yang diberikan pada pasien apabila suhu tubuh pasien lebih dari 38oC dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kejang pada pasien . Hal ini dilakukan karena berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam tahun 2006, pemberian antikonvulsan pada saat demam terbukti dapat mencegah terjadinya kejang pada 30-60% kasus.Pada pasien An. A, antibiotik juga diberikan dengan indikasi adanya tonsilofaringitis akut yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, yaitu ditemukannya pembesaran tonsil T2-T2, dan terlihat hiperemis. Peradangan pada tonsil tersebut kemungkinan merupakan fokal infeksi yang menyebabkan terjadinya demam pada pasien sehingga harus diatasi dengan pemberian antibiotik sehingga tidak lagi terjadi demam.Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.

1