preskes bedah anak
-
Upload
lydiatifani -
Category
Documents
-
view
84 -
download
3
Embed Size (px)
description
Transcript of preskes bedah anak

LAPORAN KASUS BEDAH ANAK
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN
POST PEMOTONGAN STUMP A.I
POST DUHAMEL PROCEDURE A.I
POST SIGMOIDOSTOMI A.I
MEGACOLON CONGENITAL
TYPE LONG SEGMENT
Oleh:
Yeny Ristaning Belawati
(G99122111)
Residen Pembimbing:
dr. Indra dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. D
Tanggal lahir/Umur : 27 Maret 2010
Berat badan : 13 kg
Jenis Kelamin : Laki
Nama Ayah : Tn. M
Pekerjaan Ayah : Swasta
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. P
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gondang, Baki, Sukoharjo
Tanggal masuk : 10 Oktober 2013
Tanggal pemeriksaan : 16 Desember 2013
No. RM : 01200627
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
BAB sulit
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Allo anamnesis diperoleh dari orang tua pasien:
Seorang anak laki-laki, berumur 3 tahun, dibawa oleh orang tuanya, dengan
keluhan susah BAB. Keluhan disadari orang tua sejak pasien berumur 2 hari.
Sejak lahir sampai berumur 2 hari pasien tidak BAB sama sekali, dan
perutnya tampak membesar. Orang tua pasien membawa pasien ke bidan,
dan pasien baru dapat BAB jika diberi pencahar, BAB encer.
Pasien pernah sudah pernah diperiksakan ke RSUD Dr. Moewardi 1
tahun yang lalu dan disarankan untuk operasi, namun pasien menolak
dengan alasan menunggu pengesahan Jamkesmas.
1

± 4 bulan yang lalu, pasien dibawa kembali ke RSUD Dr. Moewardi
dan keluarga pasien sudah bersedia untuk dilakukan operasi dan mulai
dilakukan pengobatan pada pasien. Sampai saat ini pasien sudah dilakukan
operasi sebanyak 3 kali, antara lain Sigmoidostomi pada 24 Juni 2013,
Duhamel Procedure pada 12 Desember 2013 di RSUD Dr. Moewardi , dan
Potong Stump pada 16 Desember 2013 di RSUD Dr. Moewardi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Operasi : (+) Sigmoidostomi (24 Juni 2013),
Duhamel (12 Desember 2013),
Potong stamp (16 Desember 2013)
D. Riwayat Kelahiran
Penderita dilahirkan per vaginam cukup bulan. Saat dilahirkan
penderita menangis kuat, dan gerak aktif. BBL: 3800 gram, panjang badan:
48 cm, lingkar kepala: 34 cm, lingkar dada: 36 cm, lingkar lengan: 11 cm.
Anus (+).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Keadaan umum : nampak lemah, diam saat diperiksa.
- Derajat kesadaran : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda vital
- Hearth Rate : 110x/menit
- Frekuensi Pernafasan : 30 x/ menit, tipe toracoabdominal.
- Suhu : 38,2 0C
C. Kulit
Kulit kuning langsat, kering (-), ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)
2

D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
E. Wajah
Odema (-), wajah orang tua (-)
F. Mata
Cekung (-/-), Oedema palpebra (-/-), Odema periorbita (-/-), konjungtiva
anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm)
G. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
H. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-), malammpati 1
I. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
J. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-)
K. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
L. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
3

M. Abdomen
Inspeksi : perut distended (-), stoma (+), product (+)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-)
N. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Ikterik
O. Genital
Anus : terpasang rectal tube
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah 5 Desember 2013
Hemoglobin : 12,8 g/dl
Hematokrit : 38 %
Eritrosit : 4,47 .106 µL
Leukosit : 14,8 .103 µL
Trombosit : 535.103 µL
PT : 12,0 detik
APTT : 39,6 detik
Albumin : 4,9 g/dl
Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 4,6 mmol/L
Clorida : 106 mmol/L
V. ASSESSMENT I
- Post Potong Stamp a.i Post Duhamel Procedure a.i Post Sigmoidostomy
a.i Megacolon Congenital type Long Segment
4
- -
- -
- -
- -
- -
- -

VI. PLANNING I
Infus RL 1100 cc/24 jam
Injeksi ceftriakson 250 mg/24 jam
Injeksi ranitidine 12,5 mg/ 12 jam
Injeksi metamizol 150 mg/8 jam
Pertahankan rectal tube
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto polos abdomen sebelum sigmoidostomy
- Colon in loop sebelum sigmoidostomy
5

TINJAUAN PUSTAKA
MEGACOLON KONGENITAL (HIRSCHPRUNG DISEASE)
A. Definisi
Penyakit hirschprung atau megacolon kongenital merupan kelainan
bawaan penyebab gangguan pasase usus, tersering pada neonatus, kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≥3kg, lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan. 1
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar
(mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),
maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (megacolon). Panjang usus besar yang
terkena berbeda-beda untuk setiap individu.2
Merupakan penyakit obstruktif usus fungsional tersering pada neonatus,
akibat aganglionik meissner dan aeurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari sfingter ani internus ke arah proksimal, 70-80% terbatas di daerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon, dan sekitar 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pylorus.1,2
Megacolon kongenital disebabkan oleh malformasi sistem parasimpatis
pelvis yang mengakibatkan tidak adanya sel ganglion pleksus mienterikus
auerbach di segmen kolon distal. Bukan hanya ketiadaan sel ganglion, namun
juga serabut saraf yang besar dan dalam jumlah berlebih, mengindikasikan
adanya anomali yang mungkin lebih luas dari hanya ketiadaan sel ganglion. 3
B. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani,
6

diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata
sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin
kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menepati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi
menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat di
mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri
atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis.
Gambar 1. Letak anatomis usus besar di rongga abdomen
Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang
menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi
enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke
fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum
dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh
7

sfinter ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9
inci (15 cm).
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal,
dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang tenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan terkerut membenutuk kantong-kantong kecil yang dinamakan
haustra. Pendises eipploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar
jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung
vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam
dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
Gambar 2. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus
besar
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga
proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon
8

desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah
tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan artera
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu
bagian dari system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis
media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian
dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat
mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1)
Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2)
Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus
Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung,
tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
9

Gambar 3. Persarafan Sistem Pencernaan
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi,
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal
canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke
bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan
internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.
Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf
simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua
jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus
levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis
mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum.
10

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).
Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N.
splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).
C. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal
colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu
bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal
sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian
proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive
dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar.
Gambar 5. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung
a. Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang
dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
11

jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang
50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada
pula yang mengenai seluruh colon.
b. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu
pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi
SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4
tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
c. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah
infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1,
infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion
karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut,
akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.
Tipe Hirschsprung’s Disease:
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang
terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi:
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat
kecil dari rectum.
12

Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil
dari colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar
colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan
rectum dan kadang sebagian usus kecil.
Gambar 5. Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyakcolon yang terkena
D. Gejala Klinis
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru
lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.
13

Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya
periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya
yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi
abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi
antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan
gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala
ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan.
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada
pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau
makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena
adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa
faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan
pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi
distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba
hipertonus dan rektum biasanya kosong
Gambar 7. Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease
14

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung
yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis
dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun
hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum
dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri
adalah enterocolitis ringan.
Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit
hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan
invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan
pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas
prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus.
Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala
walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa
toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam,
muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi
dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat
mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada
semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3%
pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon
yang aganglion dengan perforasi.
E. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa megacolon congenital didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang
menonjol dari megacolon congenital adalah suatu trias klasik gejala yang
terdiri dari 3,4:
1. Mekonium keluar terlambat setelah lebih dari 24 jam pasca kelahiran.
2. Perut kembung.
3. Muntah warna hijau
Pemeriksaan Patologi Anatomi 2,3,4
15

1. Biopsi hisap : mukosa dan submukosa memiliki akurasi 100% tidak
dijumpai sel ganglion meissner disertai penebalan serabut saraf
menegakkan diagnosis megacolon. Sedangkan ditemukannya sel ganglion
meskipun imatur akan menyingkirkan diagnosis penyakit ini.
2. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase : Dari hasil biopsi hisap
didapatkan peningkatan aktifitas enzim tersebut pada penyakit ini.
3. Pemeriksaan enzim norepinefrin dari jaringan biopsy usus. Usus yang
aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktfitas enzim tersebut.
Pemeriksaan Radiologi 2
1. Foto polos abdomen : didapatkan gambaran dilatasi dari usus ataupun
gambaran obstruksi dari usus. Selain itu foto ini juga untuk melihat apakah
telah terjadi perforasi.
2. Barium enema: pada barium enema akan tampak lumen rektosigmoid
mengecil di bagian proksimalnya dan terlihat daerah transisi diikuti daerah
usus yang melebar
F. Diagnosis Banding
1. Atresia ileum atau mekonium plug sindrom.
2. Retardasi mental.
3. Hipotiroid kongenital.
4. Psikogenik.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pada megacolon congenital adalah mengatasi
obstruksi, mencegah enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan
mengembalikan kontinuitas usus.
Tindakan yang dilakukan antara lain1,5 :
1. Konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
16

2. Tindakan bedah sementara melalui kolostomi yang dibuat di kolon bergan-
glion normal yang paling distal, dengan tujuan untuk memperbaiki KU
pasien serta diharapkan usus dapat mengecil sendiri.
3. Tindakan bedah definitive dengan mereseksi bagian usus yang aganglionik
dan membuat anastomosis. Prosedurnya adalah Duhamel, Swenson, Soave
dan Rehbein.
Gambar 8. Ketiga operasi koreksi pembedahan Hirschsprung's disease.
A. Prosedur Duhamel tetap meninggalkan rektum di tempatnya dan membawa bowel
ganglionik ke ruang retrorektal. B. Prosedur Swenson merupakan reseksi dengan
anastomosis end-to-end anastomosis dilakukan dengan mengeksteriorisasi ujung bowel
melalui anus. C. The Soave operation yaitu dengan cara diseksi endorektal dan
membuang mukosa dari segmen distal aganglionik dan membawa bowel ganglionik turun
ke anus dalam saluran seromuskuler.5
17

Daftar Pustaka
1. Mansjoer, Arif dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius.
2. De Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Bahasa Indonesia:
Sjamsuhidajat. Jakarta: EGC.
3. Brunicardi et al. Eds. Schwartz’s Principles Of Surgery. 8th edition. 2004.
McGraw-Hill.
4. Mantu, F. N., 1995. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta: EGC.
5. Reksoprodjo, S., 2005. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Indonesia.
6. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in:
Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company.
Philadelphia. page 453-468.
18