preskes anak

64
Presentasi Kasus SEORANG ANAK USIA 3,5 BULAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASD II, VSD PMO, PS RELATIF, PNEUMONIA, DAN GIZI BURUK TIPE MARASMIK Oleh : Dian Ajeng AtikaningrumG9911112049 / F-15-12 Katia Amanda Sinoel G9911112084 / F-16- 12 Pembimbing : Sri Lilijanti W., dr., Sp. A. (K)

Transcript of preskes anak

Page 1: preskes anak

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK USIA 3,5 BULAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

BAWAAN ASD II, VSD PMO, PS RELATIF, PNEUMONIA,

DAN GIZI BURUK TIPE MARASMIK

Oleh :

Dian Ajeng Atikaningrum G9911112049 / F-15-12

Katia Amanda Sinoel G9911112084 / F-16-12

Pembimbing :

Sri Lilijanti W., dr., Sp. A. (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: preskes anak

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, angka kejadian beberapa penyakit

noninfeksi, termasuk penyakit kongenital, makin menonjol baik di negara maju

maupun di negara berkembang. Di dalam bidang kardiologi, jumlah pasien

penyakit jantung bawaan makin meningkat Penyakit jantung bawaan (PJB)

adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi

jantung yang dibawa dari lahir. Penyakit ini merupakan jenis penyakit yang cukup

banyak diderita. Insidens PJB berkisar 8-10 bayi per 1000 kelahiran hidup dan

30% diantaranya memberikan gejala pada minggu pertama kehidupan. Lima

puluh persen kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan bila tidak

terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik.

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu

penyakit jantung bawaan non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit

jantung bawaan non-sianotik jauh lebih besar dibanding penyakit jantung bawaan

sianotik, yakni berkisar antara 3 sampai 4 kali. Oleh karena itu, dokter memiliki

peranan untuk deteksi dini kelainan jantung bawaan disamping menangani

berbagai masalah terkait gizi maupun penyakit infeksi pada anak.

Infeksi berulang sering merupakan masalah besar pada pasien PJB.

Lingkaran antara infeksi dan malnutrisi jelas berdampak negatif pada

pertumbuhan anak dengan PJB. Pasien PJB yang mengalami infeksi akut

misalnya infeksi saluran pernapasan akan menyebabkan anoreksia, malabsorbsi

dan gangguan metabolisme. Anoreksia dan sesak napas dapat menyebabkan

problem makan pada anak-anak. Pada anak tidak cukupnya konsumsi makanan

akan menyebabkan turunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, menurunnya

imunitas dan kerusakan mukosa. Perubahan dalam sirkulasi paru menyebabkan

perubahan sistem pernapasan disertai penurunan kekebalan seluler setempat yang

memudahkan pasien terserang infeksi saluran pernapasan.

Page 3: preskes anak

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. KS

Umur : 3,5 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ayah : Tn. S

Pekerjaan Ayah : Buruh bangunan

Nama Ibu : Ny. S

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Gondang RT 04/01 Manahan Banjarsari Surakarta

Tanggal masuk : 7 Juni 2012 pukul 11.23 WIB

Tanggal pemeriksaan : 8 Juni 2012

No. RM : 01114498

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 8 Juni 2012

A. Keluhan Utama :

Sesak nafas.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien sesak nafas,

batuk grok-grok, pilek, panas sumer-sumer, muntah (-), diare (-), pasien

masih mau makan dan minum. Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke

puskesmas dan diberi obat, tetapi keluhan belum berkurang. Satu minggu

sebelum masuk rumah sakit, pasien dibawa kembali ke puskesmas dan

diberi obat kembali. Karena keluhan masih belum berkurang, keluarga

pasien membawa anaknya kembali ke puskesmah dan akhirnya dirujuk

ke RSDM. Saat datang di IGD RSDM, pasien tampak lemah, sesak (+),

Page 4: preskes anak

demam (+), batuk (+) grok-grok. BAK terakhir ±1 jam sebelum masuk

rumah sakit. BAB 2-3 kali/hari, warna kuning, lendir (-).

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien memiliki penyakit jantung

sejak lahir. Pasien dirawat selama 5 hari di HCU neonatus karena lahir

prematur dalam usia kehamilan 7 bulan. Dari pemeriksaan lebih lanjut,

diketahui bahwa pasien menderita penyakit jantung bawaan. Pasien telah

melakukan pemeriksaan ekokardiografi pada tanggal 3 Maret 2012 dan

hasilnya menunjukkan penyakit jantung bawaan ASD II, VSD PMO dan

PS relatif. Oleh karena itu pasien rutin periksa ke poli anak RSDM

bagian kardiologi. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak pernah

tampak biru dan jarang tampak sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

1. Riwayat sakit serupa : disangkal

2. Riwayat sakit jantung : (+)

3. Riwayat penyakit kuning : disangkal

4. Riwayat mondok : (+)

5. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat sakit serupa : disangkal

2. Riwayat sakit jantung : disangkal

3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

E. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah : baik

Ibu : baik

Saudara : baik

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di : Bidan

Frekuensi :

Trimester I : 3x (sekali perbulan)

Trimester II : 3x (sekali perbulan)

Page 5: preskes anak

Trimester III : 3x (sekali perbulan)

Keluhan selama kehamilan : pusing-pusing (-), mual (+), muntah (+)

terus menerus (hiperemesis gravidarum) sampai usia kehamilan 6 bulan,

dan dirawat di RS.

Selama hamil ibu mendapatkan vitamin dari bidan di puskesmas dan

tidak minum obat selain dari puskesmas.

G. Riwayat Kelahiran :

Pasien merupakan anak ke-2, lahir di rumah sakit dengan berat

badan lahir 1800 gram dan panjang 47 cm, lahir dengan sectio caesaria,

langsung menangis, kebiruan (-), usia kehamilan 7 bulan. Pasien dirawat

di HCU neonatus selama 5 hari.

H. Riwayat Postnatal

Rutin periksa ke poli anak untuk kontrol penyakit jantung yang diderita.

I. Status Imunisasi

J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pasien berusia 3,5 bulan. Pasien sudah bisa tersenyum sejak usia 2 bulan.

K. Riwayat Makan Minum Anak

Pasien mendapat ASI sejak lahir. ASI diberikan 8-10 kali per hari selama

10-15 menit. Setelah menyusu, pasien tertidur pulas. Semenjak lahir,

pasien juga mulai minum susu formula 3-4 botol. Pisang diberikan sejak

usia 2,5 bulan sehari 1x.

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

L. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien tidak mengikuti program KB

Jenis I II III IV

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatiti

s B

2 bulan

2 bulan

lahir

-

Lahir

-

4 bulan

2 bulan

-

1 bulan

-

-

4 bulan

-

-

-

-

-

-

-

Page 6: preskes anak

M. Pohon Keluarga

I.

II.

III.

Penderita merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Riwayat anak lahir

meninggal tidak ada, riwayat keguguran (-). Ayah dan ibu menikah satu

kali.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : lemah, tampak sakit sedang

Derajat kesadaran : compos mentis

Status gizi : kesan gizi kurang

B. Tanda vital

Nadi : 144x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernafasan : 56 x/menit, reguler, dalam, tipe thorakoabdominal

Suhu : 37,6º C (per axiler)

BB : 2,8 kg

TB : 53 cm

C. Kulit

Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-)

An.KS

An.KS, BB: 2,8 kg, TB: 53 cm

Page 7: preskes anak

D. Kepala

Mesocephal, UUB belum menutup, tidak cekung. Lingkar kepala 36,5

cm (-3 SD < Z-score < -2 SD).

E. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), air mata

(+/+), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya (+/+).

F. Hidung

Nafas cuping hidung (+/+), sekret (+/+), darah (-/-)

G. Mulut

Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)

H. Telinga

Sekret (-/-)

I. Tenggorok

Uvula di tengah, tonsil T1-T1, tonsil hiperemis (-), kripte melebar (-),

detritus (-), mukosa faring hiperemis (-)

J. Leher

Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak

membesar, JVP sulit dievaluasi.

K. Lymphonodi

Preaurikuler : tidak membesar

Retroaurikular : tidak membesar

Submental : tidak membesar

Submandibular : tidak membesar

Jugularis superior : tidak membesar

Jugularis media : tidak membesar

Jugularis inferior : tidak membesar

Supraklavikula : tidak membesar

Cervical posterior : tidak membesar

L. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (+) subcostal.

Page 8: preskes anak

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Suara bronchial (+/+), suara tambahan

(+/+), RBK (+/+), RBH sulit dievaluasi,

wheezing (-/-)

Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi :.Iktus kordis teraba di SIC V LMCS, tidak kuat

angkat

Perkusi : Batas jantung sulit dievaluasi

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas meningkat, regular,

bising (+) sistolik grade III/6 dengan punctum

maksimum di SIC II-III Linea.Parasternalis

Sinistra, tidak dijalarkan.

M. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi normal

Perkusi : Timpani, pekak alih (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit abdomen

kembali cepat, undulasi (-).

N. Ekstremitas

Akral dingin - - Edema - -

- - - -

Wasting - -

- -

Capillary Refill Time < 2 detik

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Page 9: preskes anak

O. Perhitungan Status Gizi

1. Secara klinis

Kepala : rambut jagung (-), mudah dicabut (-)

Mata : konjungtiva pucat (-/-), cowong (-/-)

Mulut : mukosa basah (+), pucat (-)

Kulit : kulit keriput (-), dermatitis (-)

Dada : iga gambang (-)

Abdomen : lipatan lemak subkutan (-), hepatomegali

(-), splenomegali (-)

Ekstremitas : wasting - - baggy pant (-)

- -

Status gizi secara klinis : gizi kesan kurang

2. Secara Antropometris

Umur : 3,5 bulan

BB : 2,8 kg

TB : 53 cm

BB : 2,8 x 100% = 44,8% BB/U< -3 SD

U 6,25

TB : 5 3 x 100% = 86,8% TB/U< -3 SD

U 61

BB : 2,8 x 100% = 70 % BB/TB< -3 SD

TB 4

Status gizi secara antropometri : gizi buruk

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Pemeriksaan 8/6/12 Nilai Rujukan Satuan

Hb 12,6 9.4-13.0 gr/dl

Hct 38 28-42 %

AE 4,09 3.10-4.30 106/uL

AL 13,5 5.0-19.5 103/uL

Page 10: preskes anak

AT 264 150-440 103/uL

MCV 92.4 80,0-96,0 /um

MCH 30.8 28,0-33,0 pg

MCHC 33.4 33,0-36,0 d/dl

RDW 13.4 11,6-14,6 %

MPV 9.2 7,2-11,1 fl

PDW 16 25-65 %

Eosinofil 0.50 1.00-2,00 %

Basofil 0.30 0,00-1,00 %

Netrofil 26.30 18,00-74,00 %

Limfosit 63.40 60,00-66,00 %

Monosit 9.50 0,00-6,00 %

LUC 9.10 - %

Gol Darah B

B. Urinalisa pada tanggal 8 Juni 2012

Warna : Kuning

Kejernihan : Cloudy

BJ : 1,020

pH : 6

Leukosit : (-)

Nitrit : (-)

Protein : 25 mg/dl

Keton : (-)

Urobilinogen : N

Bilirubin : (-)

Eritrosit : 10/ul

Page 11: preskes anak

C. Feces Rutin pada tanggal 8 Juni 2012

Makroskopis

Warna Kuning

Konsistensi Lunak

Lendir -

Pus -

Darah -

Makanan tidak tercerna -

Kuman +

Mikroskopis

Sel epitel -

Lekosit -

Eritrosit -

Protozoa -

Telur cacing -

Lain-lain -

Kesimpulan : tinja lunak warna kuning, tidak ditemukan parasit maupun

jamur patogen

D. Pemeriksaan EKG tanggal 8 Juni 2012

Frekuensi QRS : 125 kali/menit

Tinggi P : 1 mm

Interval PR : 0,08 detik (tidak memanjang)

Interval QRS di V1 dan V6 : 0,04

QoTC : tidak memanjang

Kelainan ST, gel. P, dan gel. T : -

Rasio R/S di V1 : 0,41

Kesimpulan: kesan terdapat LVH

E. Pemeriksaan Ekokardiografi tanggal 3 Maret 2012

Kesimpulan hasil pemeriksaan ekokardiografi:

ASD II (0,4 cm)

VSD PMO (0,53 cm)

Page 12: preskes anak

PS relatif ringan dengan PG : 25,74 mmHg

IV.RESUME

Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien sesak nafas, batuk

grok-grok, pilek, panas sumer-sumer, muntah (-), diare (-), pasien masih mau

makan dan minum. Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas dan

diberi obat, tetapi keluhan belum berkurang. Pasien dibawa kembali ke

puskesmas, tetapi keluhan juga belum berkurang dan akhirnya dirujuk ke RSDM.

Saat datang di IGD RSDM, pasien tampak lemah, sesak (+), demam (+), batuk (+)

grok-grok. BAK terakhir ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. BAB 2-3 kali/hari,

lembek, warna kuning, lendir (-). Pasien masih mau minum ASI dan susu formula.

Pasien pernah diopname di HCU neonatus karena BBLR dan lahir prematur. Dari

hasil pemeriksaan selanjutnya pasien didiagnosis dengan penyakit jantung

bawaan. Pasien telah melakukan pemeriksaan ekokardiografi dan hasilnya adalah

ASD II, VSD, dan PMO relatif. Pasien tidak pernah tampak biru dan jarang

tampak sesak nafas.

Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran dengan sectio

cesaria, dengan usia kehamilan 7 bulan dan berat saat lahir 1800 gram. Riwayat

pemeliharaan postnatal baik. Riwayat imunisasi hingga usia 3,5 bulan sudah

lengkap. Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan suhu yang tinggi dan takipneu

sedangkan nadi dalam batas normal. Pada auskultasi jantung didapatkan bising

sistolik grade III/6 di SIC II-III LPSS, tidak dijalarkan. Terdapat tanda klinis gizi

kurang seperti tidak adanya lipatan lemak subkutan. Pada pemeriksaan status gizi

dengan menggunakan Z-score didapatkan gizi kesan buruk. Pada pemeriksaan

laboratorium darah rutin didapatkan Hb, AE, AT, AL, an Hct dalam batas normal.

Pemeriksaan mikroskopis urin dalam batas normal. Pemeriksaan feses dalam

batas normal. Pemeriksaan ekokardiografi didapatkan ASD II, VSD, dan PMO

relatif.

V. DAFTAR MASALAH

Page 13: preskes anak

1. Sesak nafas

2. Demam

3. Retraksi subcostal

4. Ronkhi basah kasar

5. Bising sistolik grade III/6

6. Ekokardiografi tampak ASD II, VSD PMO. PS relatif.

7. Berat badan sulit naik

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia

2. Bronkiolitis

3. Penyakit jantung bawaan (PDA, ASD, VSD)

4. Gizi buruk tipe marasmik

VII. DIAGNOSIS KERJA

1. Pneumonia

2. DE : PJB asianotik

DA : ASD II, VSD PMO, PS Relatif

DF : Ross I

3. Bhleparitis ods

4. Gizi buruk tipe marasmik

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Teruskan pemberian ASI

2. Diet F75 12 x 20 cc

3. O2 Nasal 2 lpm

4. IVFD RLD 1,6 cc/jam

5. Inj Ampicillin 150 mg/6 jam

6. Inj Gentamicin 15 mg/24 jam

7. Paracetamol 30 mg (1/4 cth) p.o.

8. Digoxin 2 x 1/15 tab

Page 14: preskes anak

9. Furosemide 2 x 1 mg p.o.

10. Aldacton 2 x 3,125 p.o.

11. Vit C 1 x 40 mg p.o.

12. Asam folat 1 x 1 mg p.o.

13. Mineral mix 1 x 1 cth p.o.

14. Nebulizer NaCl 0,9% 5 cc + Pulmicort 1/3 respule tiap 8 jam

IX. PLANNING

1. Gambaran Darah Tepi

2. Kultur darah

3. Foto thorax

X. MONITORING

1. KU/VS/4 jam

2. BC/D/8 jam

3. Analisis diet

XI. EDUKASI

Pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung garam

dan air yang terlalu banyak.

LEMBAR MONITORING

Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS

07-06-12 14.00 HR = 130 x/1’

RR = 56 x/1’

S = 37,8oC (peraxiler)

08-03-12 14.00 HR = 138 x/1’

RR = 52 x/1’

S = 36,3oC (peraxiler)

16.00 HR = 128 x/1’

RR = 52 x/1’

S = 37,0oC (peraxiler)

18.00 HR = 140 x/1’

RR = 56 x/1’

S = 36,7oC (peraxiler)

18.00 HR = 132 x/1’ 22.00 HR = 142 x/1’

Page 15: preskes anak

RR = 58 x/1’

S = 36,8oC (peraxiler)

RR = 56 x/1’

S = 36,1oC (peraxiler)

20.00 HR = 130 x/1’

RR = 50 x/1’

S = 36,7oC (peraxiler)

02.00 HR = 138 x/1’

RR = 54 x/1’

S = 36,5oC (peraxiler)

22.00 HR = 138 x/1’

RR = 50 x/1’

S = 36,6oC (peraxiler)

06.00 HR = 136 x/1’

RR = 50 x/1’

S = 36,3oC (peraxiler)

00.00 HR = 138 x/1’

RR = 44 x/1’

S = 36,8oC (peraxiler)

09-06-12 14.00 HR = 134 x/1’

RR = 50 x/1’

S = 36,6oC (peraxiler)

02.00 HR = 140 x/1’

RR = 48 x/1’

S = 36,4oC (peraxiler)

18.00 HR = 132 x/1’

RR = 46 x/1’

S = 36,8oC (peraxiler)

04.00 HR = 146 x/1’

RR = 56 x/1’

S = 36,6oC (peraxiler)

22.00 HR = 134 x/1’

RR = 48 x/1’

S = 36,5oC (peraxiler)

06.00 HR = 134 x/1’

RR = 60 x/1’

S = 36,2oC (peraxiler)

02.00 HR = 128 x/1’

RR = 44 x/1’

S = 36,3oC (peraxiler)

08-06-12 07.00 HR = 140 x/1’

RR = 54 x/1’

S = 37,0oC (peraxiler)

06.00 HR = 130 x/1’

RR = 44 x/1’

S = 36,7oC (peraxiler)

FOLLOW UP PASIEN

Follow up DPH II (9 Juni 2012) DPH III (10 Juni 2012)

S Sesak (+), batuk (+), pilek (-), demam (+),

minum (+), BAK (+), BAB (+), muntah (-)

Sesak (+), batuk (+), pilek (-), demam (-),

minum (+), BAK (+), BAB (+), muntah (-)

O Tampak lemah, composmentis, rewel, gizi

kurang

Tampak lemah, composmentis, rewel, gizi

kurang

Tanda Vital HR : 128 x/menit

RR : 60 x/menit

t : 37,7oC (per axiler)

SiO2: 98%

HR : 150 x/menit

RR : 54 x/menit

t : 37,3oC (per axiler)

SiO2: 99%

Page 16: preskes anak

Kepala Mesocephal Mesocephal

Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-)

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+),

sekret (+/+) warna kuning, tampak kemerahan,

udem palpebra (+/+).

Hidung Napas cuping hidung (+/+), sekret (-/-) Napas cuping hidung (+/+), sekret (-/-)

MulutMukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)

ThoraxRetraksi (+) epigastrial dan subcostal

Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di

SIC V LMCS, tidak kuat angkat, BJ I-II

intensitas normal, reguler, bising (+), sistolik

grade III/6, p.m di SIC II Linea parasternalis

sinistra, tidak dijalarkan.

Pulmo: SD bronchial (+/+), RBK(+/+), RBH

sde, wheezing (-/-)

Retraksi (+) epigastrial dan subcostal

Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di

SIC V LMCS, tidak kuat angkat, BJ I-II

intensitas normal, reguler, bising (+), sistolik

grade III/6, p.m di SIC II Linea parasternalis

sinistra, tidak dijalarkan.

Pulmo: SD bronchial (+/+), RBK(+/+), RBH

sde, wheezing (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih

(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali

cepat, peristaltik (+) normal.

Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih

(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali

cepat, peristaltik (+) normal.

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik, ADP teraba kuat

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik, ADP teraba kuat

Asessment Pneumonia

DE : PJB asianotik

DA : ASD II, VSD PMO, PS relatif

Gizi Buruk tipe marasmik fase stabilisasi hari ke

I

Pneumonia

DE : PJB asianotik

DA : ASD II, VSD PMO, PS relatif

Bhleparitis ods

Gizi Buruk tipe marasmik fase stabilisasi hari ke

II

Terapi Teruskan pemberian ASI

Diet F 75 12x20 cc

O2 nasal 2 lpm

IVFD RLD 6 cc/jam

Inj Ampicilin 150 mg/6 jam

Inj Gentamicin 15 mg/24 jam

Paracetamol 30 mg (1/4 cth) k/p

Nebulizer NaCl 0,9 % 5 cc/6 jam

Digoxin 2 x 1/15 tab

10. Furosemid 2 x 1 mg

11. Aldacton 2 x 3,125 mg

12. Vit A 1 x 200.000

13. Asam folat 1 x 5 mg

14. Vit C 1 x 40 mg

15. Mineral mix 1 x 1 cth

Teruskan pemberian ASI

Diet F 75 12x20 cc

O2 nasal 2 lpm

IVFD RLD 6 cc/jam

Inj Ampicilin 150 mg/6 jam

Inj Gentamicin 15 mg/24 jam

Paracetamol 30 mg (1/4 cth) k/p

Nebulizer NaCl 0,9 % 5 cc + pulmicort 1/3

respule /8 jam

Digoxin 2 x 1/15 tab

10. Furosemid 2 x 1 mg

11. Aldacton 2 x 3,125 mg

12. Asam folat 1 x 5 mg

13. Vit C 1 x 40 mg

14. Mineral mix 1 x 1 cth

Plan GDT, kultur darah, Ro thorax GDT, kultur darah, Ro thorax

Page 17: preskes anak

Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- Analisis diet, BB, histagram tiap hari

- KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- Analisis diet, BB, histagram tiap hari

Follow up DPH IV (11 Juni 2012) DPH V (12 Juni 2012)

S Sesak (+), batuk (+), pilek (-), demam (-), minum

(+), BAK (+), BAB (+), muntah (-)

Sesak (+), batuk (+), pilek (-), demam (-), minum

(+), BAK (+), BAB (+), muntah (-)

O Tampak lemah, composmentis, gizi kurang Tampak lemah, composmentis, gizi kurang

Tanda Vital HR : 150 x/menit

RR : 44 x/menit

t : 36,5oC (per axiler)

HR : 128 x/menit

RR : 36 x/menit

t : 36,7oC (per axiler)

Kepala Mesocephal Mesocephal

Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-)

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+),

sekret (+/+) warna kuning, tampak kemerahan,

udem palpebra (+/+).

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+),

sekret (+/+) warna kuning, tampak kemerahan,

udem palpebra (-/-).

Hidung Napas cuping hidung (+/+), sekret (-/-) Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

MulutMukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)

ThoraxRetraksi (+) epigastrial dan subcostal

Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di

SIC V LMCS, tidak kuat angkat, BJ I-II

intensitas normal, reguler, bising (+), sistolik

grade III/6, p.m di SIC II Linea parasternalis

sinistra, tidak dijalarkan.

Pulmo: SD bronchial (+/+), RBK(+/+), RBH

sde, wheezing (-/-)

Retraksi (+) subcostal

Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di

SIC V LMCS, tidak kuat angkat, BJ I-II

intensitas normal, reguler, bising (+), sistolik

grade III/6, p.m di SIC II Linea parasternalis

sinistra, tidak dijalarkan.

Pulmo: SD bronchial (+/+), RBK(+/+)

berkurang, RBH (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih

(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali

cepat, peristaltik (+) normal.

Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih

(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali

cepat, peristaltik (+) normal.

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik, ADP teraba kuat

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik, ADP teraba kuat

Asessment Pneumonia

DE : PJB asianotik

DA : ASD II, VSD PMO, PS relatif

Bhleparitis ods

Gizi Buruk tipe marasmik fase stabilisasi hari ke

III

Pneumonia

DE : PJB asianotik

DA : ASD II, VSD PMO, PS relatif

Bhleparitis ods

Gizi Buruk tipe marasmik fase stabilisasi hari ke

IV

Terapi Teruskan pemberian ASI Teruskan pemberian ASI

Page 18: preskes anak

Diet F 75 12 x 30 cc

O2 nasal 2 lpm

IVFD RLD 6 cc/jam

Inj Ampicilin 150 mg/6 jam

Inj Gentamicin 15 mg/24 jam

Paracetamol 30 mg (1/4 cth) k/p

Nebulizer NaCl 0,9 % 5 cc + pulmicort 1/3

respule /8 jam

Digoxin 2 x 1/15 tab

10. Furosemid 2 x 1 mg

11. Aldacton 2 x 3,125 mg

12. Asam folat 1 x 5 mg

13. Vit C 1 x 40 mg

14. Mineral mix 1 x 1 cth

Diet F 75 10 x 40 cc

O2 nasal 2 lpm

Inj Ampicilin 150 mg/6 jam

Inj Gentamicin 15 mg/24 jam

Paracetamol 30 mg (1/4 cth) k/p

Nebulizer NaCl 0,9 % 5 cc + pulmicort 1/3

respule /8 jam

Digoxin 2 x 1/15 tab

Furosemid 2 x 1 mg

10. Aldacton 2 x 3,125 mg

11. Asam folat 1 x 5 mg

12. Vit C 1 x 40 mg

13. Mineral mix 1 x 1 cth

Plan GDT, kultur darah, Ro thorax GDT, kultur darah, Ro thorax

Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- Analisis diet, BB, histagram tiap hari

- KU/VS/TD tiap 4 jam

- BC/D tiap 8 jam

- Analisis diet, BB, histagram tiap hari

Page 19: preskes anak

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT

1. Definisi

Ventricular Septal Defect (VSD) atau defek septum ventrikel

merupakan kelainan jantung berupa terdapatnya satu atau lebih lubang

pada septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran

darah antara ventrikel kanan dan kiri. Defek septum ventrikel adalah salah

satu kelainan jantung bawaan (kongenital) yang paling banyak (Webb et

al., 2011).

Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan

sekat interventrikuler sesudah kehidupan intrauterin 7 minggu pertama,

alasan penutupan terlambat atau tidak sempurna belum diketahui.

Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini (Fyler, 1996).

2. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3 (Chandrasoma, 2006; Purwaningtyas,

2007):

a. Tipe perimembranous (60%), bila lubang terletak di daerah pars

membranaceae septum interventrikularis.

b. Tipe subarterial doubly commited (37%), bial lubang terletak di daerah

septum infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh

terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal

c. Tipe muskuler (3%) bial lubang terletak di daerah septum muskularis

interventrikularis.

Menurut besarnya defek septum ventrikel diklasifikasikan menjadi

defek septum ventrikel kecil (luas defek kurang dari 5 mm2/m2 luas

permukaan tubuh), sedang (luas defek 5-10 mm2/m2 luas permukaan

tubuh), dan besar (luas defek lebih dari setengah diameter aorta atau lebih

dari 10 mm2/m2 luas permukaan tubuh) (Sastroasmoro et al., 1994).

Page 20: preskes anak

Klasifikasi Anatomik Defek Septum Ventrikel

3. Etiologi Dan Faktor Risiko

Etiologi dari penyakit ini masih belum jelas. Diperkirakan bahwa

pada penyakit ini terdapat 4% kasus kelainan kromosom atau genetik.

Faktor lingkungan dan paparan bahan kimia juga berperan dalam

timbulnya penyakit jantung bawaan ini. Selain itu, penyebab lain adalah

penyakit ibu misalnya diabetes melitus, infeksi, demam, serta terapi terkait

penyakit tersebut. Disebutkan pula bahwa paparan prenatal oleh

cyclooxygenase (COX) inhibitors, terutama aspirin dan ibuprofen,

meningkatkan risiko terjadinya defek septum ventrikel (Burdan, 2006).

4. Hemodinamik

Pada defek kecil hanya terjadi pirau dari kiri ke kanan yang minimal,

sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang berarti. Kira-kira 70%

pasien menutup spontan dalam 10 tahun, sebagian besar dalam 2 tahun

pertama. Bila setelah 2 tahun belum menutup, maka kemungkinan

menutup spontan adalah kecil. Pada defek sedang dan besar terjadi pirau

yang bermakna dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Pada hari-hari

pertama pasca lahir belum terdapat pirau kiri ke kanan yang bermakna

karena resistensi vaskular paru masih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan

bising baru terdengar antara minggu ke-2 sampai ke-6 setelah bayi lahir

Page 21: preskes anak

karena telah timbul pirau yang bermakna akibat tahanan vaskular paru

yang menurun.

Pirau kiri ke kanan yang besar menyebabkan meningkatnya tekanan

ventrikel kanan, yang bila tidak terdapat obstruksi jalan keluar ventrikel

kanan akan diteruskan ke arteri pulmonalis. Pada defek besar dapat terjadi

perubahan hemodinamik akibat peningkatan tekanan terus-menerus pada

ventrikel kanan yang diteruskan ke a. pulmonalis. Pada suatu saat terjadi

perubahan dari pirau kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri sehingga pasien

menjadi sianosis. Hal ini disebut sebagai sindrom Eisenmenger (Morales,

2006; Sastroasmoro, 1994).

5. Manifestasi Klinis

Defek Septum Ventrikel Kecil

Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit membesar dan

tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung biasanya normal,

dapat ditemukan bising sistolik dini pendek yang mungkin didahului early

systolic click. Ditemukan pula bising pansistolik yang biasanya keras

disertai getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis

parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang sternum kiri, bahkan ke seluruh

prekordium (Sastroasmoro, 1994).

Defek Septum Ventrikel Sedang

Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat minum atau

memerlukan waktu lebih lama/tidak mampu menyelesaikan makan dan

minum, kenaikan berat badan tidak memuaskan, dan sering menderita

infeksi paru yang lama sembuhnya. Infeksi paru ini dapat mendahului

terjadinya gagal jantung yang mungkin terjadi pada umur 3 bulan. Bayi

tampak kurus dengan dispneu, takipneu, serta retraksi. Bentuk dada

biasanya masih normal. Pada pasien yang besar, dada mungkin sudah

menonjol. Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang keras dan

kasar disertai getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV

garis parasternal kiri yang menjalar ke seluruh prekordium. Bising mid-

Page 22: preskes anak

diastolik di daerah mitral dapat terjadi oleh karena flow murmur pada fase

pengisian cepat dari atrium ke ventrikel kiri (Sastroasmoro, 1994).

Defek Septum Ventrikel Besar

Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I sampai III

dapat terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna dan sering menimbulkan

dispneu. Gagal jantung biasanya timbul setelah minggu keenam, sering

didahului infeksi saluran napas bawah. Bayi sesak napas saat istirahat,

kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat gangguan

pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat nyata. Biasanya bunyi jantung

masih normal, dapat didengar bising pansistolik, dengan atau tanpa getaran

bising, melemah pada akhir sistolik karena terjadi tekanan sistolik yang

sama besar pada kedua ventrikel. Bising mid-diastolik di daerah mitral

mungkin terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat

(Sastroasmoro, 1994).

Pada defek septum ventrikel besar dapat terjadi perubahan

hemodinamik dengan penyakit vaskular paru (sindrom Eisenmenger). Pada

fase peralihan antara pirau kiri ke kanan dan kanan ke kiri, seringkali

pasien tampak lebih aktif, dengan toleransi latihan yang relatif lebih baik

dibanding sebelumnya. Saat terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri, pasien

tampak sianotik dengan keluhan dan gejala yang lebih berat dibanding

sebelumnya. Anak gagal tumbuh, sianotik, dengan jari-jari tabuh (clubbing

fingers). Dada kiri membonjol dengan peningkatan aktivitas ventrikel

kanan yang hebat. Bunyi jantung I normal, akan tetapi bunyi jantung II

mengeras dengan split yang sempit. Bising yang sebelumnya jelas menjadi

berkurang intensitasnya; kontur bising yang semula pansistolik berubah

menjadi ejeksi sistolik. Tak jarang bising menghilang sama sekali. Hati

menjadi teraba besar akibat bendungan sistemik, namun edema jarang

ditemukan (Mansjoer, 2000).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Thorax

Page 23: preskes anak

Pada defek yang kecil gambaran radiologi thorax menunjukkan

besar jantung normal dengan atau tanpa corakan pembuluh darah

berlebih.

Pada defek sedang dan besar akan menunjukkan:

Hipertrofi biventricular dengan variasi dari ringan sampai

sedang.

Pembesaran atrium kiri.

Pembesaran batang a.pulmonalis sehingga tonjolan pulmonal

prominen.

Peningkatan vaskularisasi paru

Foto Thorax Anteroposterior Defek Septum Ventrikuler

b. Elektrokardiografi

Pada bayi dan anak dengan defek kecil gambaran EKG normal

tau sedikit terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri.

Pada neonatus dengan defek sedang dan besar gambaran EKG

normal, namun pada bayi yang lebih besar terdapat kelainan.

Pada defek sedang terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri

dan kanan, didominasi oleh ventrikel kiri. Pada defek besar

biasanya gambaran EKG memperlihatkan hipertrofi biventrikular

dengan hipertrofi atrium kiri (P mitral).

Bila telah terjadi hipertensi pulmonal hipertrofi ventrikel kanan

makin menonjol. Pada sindrom Eisenmenger dominasi kanan

makin jelas dan dapat disertai hipertrofi atrium kanan (P

pulmonal).

Page 24: preskes anak

EKG pasien VSD. Menunjukkan deviasi aksis ke kiri dan pembesaran ventrikel kiri.

c. Ekokardiografi

Ekokardiografi pada defek septum ventrikel didapat dengan

menggunakan M-mode dan dapat diukur dimensi atrium kiri dan

ventrikel kiri. Dengan ekokardiografi dua dimensi, dapat dideteksi

dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel. Sedangkan

dengan efek Doppler dan warna, dapat dipastikan arah dan besarnya

aliran yang melewati defek tersebut (Cheng, 2005).

Large Ventricular Septal Defect in Echocardiography

d. Kateterisasi Jantung

Dengan kateterisasi jantung dapat dibuktikan kenaikan saturasi

oksigen di ventrikel kanan, serta tekanan diruang jantung, dan

pembuluh darah besar. Pada defek septum ventrikel kecil tekanan

Page 25: preskes anak

ruang jantung dan pembuluh darah dalam batas normal. Pada defek

sedang, tekanan arteri pulmonalis mungkin masih dalam batas normal

pada waktu bayi, akan tetapi meningkat dengan bertambahnya umur

(Sastroasmoro, 1994).

7. Penatalaksanaan

Medikamentosa

Pasien dengan defek kecil tidak memerlukan pengobatan apapun,

kecuali pemberian profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infektif

terutama bila akan dilakukan tindakan operatif didaerah rongga mulut atau

tindakan pada traktus gastrointestinal atau urogenital. Infeksi saluran napas

diatasi dengan pemberian antibiotik dini yang adekuat (Sastroasmoro,

1994). Pada pasien dengan gagal jantung, tata laksana yang ideal adalah

memperbaiki kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Obat-obat

yang digunakan pada gagal jantung antara lain (Djer, 2000):

a. Obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti

dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai

dosis 30 µg/kg. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1

µg/kg/menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila

terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 µg/kg/menit atau

dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5

µg/kg/menit.

b. Vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5

mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.

c. Diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2

mg/kg/hari per oral atau intravena.

Tindakan Bedah

Tidak semua pasien dengan defek septum ventrikel harus di operasi.

Tindakan operasi pada kasus-kasus dengan gejala klinis yang menonjol

terutama pada defek sedang atau besar yang tidak mempunyai respon yang

baik terhadap pengobatan (Mansjoer, 2000). Penutupan defek yang

Page 26: preskes anak

dilakukan untuk memperpanjang umur harapan hidup, dilakukan pada

umur muda, yaitu dengan 2 cara:

Pembedahan: menutup defek dengan dijahit melalui cardiopulmonal

bypass.

Non pembedahan: menutup defek dengan alat melalui kateterisasi

jantung

8. Prognosis

Kemungkinan penutupan spontan defek kecil cukup besar, terutama

pada tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat

berkurang setelah pasien berusia 2 tahun, dan umumnya tidak ada

kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun. Secara keseluruhan penutupan

spontan berkisar 40 - 50% kasus (Sastroasmoro, 1994).

ATRIAL SEPTAL DEFECT

Definisi

Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah lubang

abnormal pada sekat yang memisahkan kedua atrium sehingga terjadi

pengaliran darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi ke dalam atrium

kanan yang bertekanan rendah.

Klasifikasi

Menurut lokasi defek, ASD dikelompokkan menjadi:

Defek septum atrium primum (ASD I): bagian dari defek septum

atrioventrikular dan pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis

sedangkan bagian bawah dengan katup atrioventrikular.

Defek septum atrium sekundum (ASD II): defek terjadi pada fosa

ovalis dan sering disertai dengan aneurisma fosa ovalis. Tipe ini

merupakan 80% dari seluruh defek septum atrium

(Sastroasmoro,1994).

Defek septum atrium dengan defek sinus venosus superior: defek

terjadi dekat muara vena kava superior sehingga terjadi koneksi

biatrial. Sering vena pulmonalis dari paru-paru kanan juga mengalami

Page 27: preskes anak

anomali. Dapat juga terjadi defek sinus venosus tipe vena kava

inferior, denganlokasi di bawah foramen ovale dan bergabung dengan

dasar vena kava inferior (Markham, 2012).

Etiologi dan Faktor Risiko

Beberapa penyakit jantung bawaan mungkin memiliki link genetik,

baik yang terjadi karena cacat pada gen, kelainan kromosom, atau paparan

lingkungan, menyebabkan masalah jantung lebih sering terjadi dalam

keluarga tertentu. Faktor-faktor penyebab tersebut diantaranya (Forrester,

2004; Mone, 2004):

Faktor Prenatal

Ibu menderita infeksi Rubella

Ibu alkoholisme

Umur ibu lebih dari 40 tahun

Ibu menderita IDDM

Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

Faktor genetik

Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

Ayah atau ibu menderita PJB

Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

Lahir dengan kelainan bawaan lain

Defek Septum Atrium Sekundum (ASD II)

Hemodinamik

Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang patologis

di fossa ovalis. Akibatnya terdapat pirau dari atrium kiri ke atrium

kanan sehingga beban pada sisi kanan jantung lebih kuat. Beban

tersebut merupakan beban volume (volume overload).

Aliran dari atrium kiri ke atrium kanan disebabkan karena

tekanan atrium kiri yang agak melebihi tekanan atrium kanan,

sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang kaya oksigen kedalam

sisi kanan jantung. Karena perbedaan tekanan rendah, kecepatan aliran

yang tinggi tetap dapat terjadi karena rendahnya tahanan vaskular paru

Page 28: preskes anak

dan semakin besarnya daya kembang atrium kanan yang selanjutnya

akan mengurangi resistensi aliran. Volume darah ini ditoleransi

dengan baik oleh ventrikel kanan karena dialirkan dengan tekanan

yang jauh lebih rendah dibandingkan pada defek septum ventrikel

(VSD). Meskipun terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kanan,

gagal jantung jarang terjadi pada ASD yang tidak mengalami

komplikasi (Markham, 2012; Mansjoer, 2000).

Defek Septum Atrium Sekundum

Manifestasi Klinis

Pasien defek septum atrium sekundum mungkin tidak

menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama bayi dan anak kecil.

Defek ini dapat mengalami penutupan spontan pada 14%-66% bayi

berusia kurang dari tiga bulan. Bila defek berukuran besar dan tidak

menutup spontan akan mengalami hipertensi pulmonal yang

merupakan hipertensi pulmonal sekunder karena meningkatnya aliran

darah pulmonal akibat adanya pirau kiri ke kanan yang besar. Pada

pasien ini akan mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi

paru, dan berat badan akan sedikit berkurang. Pada pasien ini juga

dapat terjadi gagal jantung dan berisiko untuk mengalami disritmia

atrium (Saxena, 2005; Hanslick, 2006).

Jantung umumnya normal atau hanya sedikit membesar dengan

pulsasi ventrikel kanan teraba. Terdengar bising jantung yang khas.

Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar (wide

split) yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi (fixed split).

Page 29: preskes anak

Pada defek sedang sampai besar bunyi jantung I mengeras dan

terdapat bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal akibat aliran darah

yang berlebih melalui katup pulmonal (stenosis pulmonal relatif).

Selain itu terdapat bising diastolik di daerah trikuspid akibat aliran

darah yang berlebihan melalui katup trikuspid pada fase pengisian

cepat ventrikel kanan (Sastroasmoro, 1994).

Pemeriksaan Penunjang

Foto Thorax

Pada penderita defek septum atrium dengan pirau yang

bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol,

dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit

membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan

besarnya pirau (Wahab, 2009).

Foto Thorax Anteroposterior Defek Septum Atrium

Elektrokardiografi

Pada pasien dengan defek septum atrium sekundum,

elektrokardiografi (EKG) biasanya menunjukkan hasil sebagai

berikut:

Right axis deviation (deviasi sumbu QRS ke kanan)

Pola RBBB yang menunjukkan terdapatnya beban volume

ventrikel kanan (adanya hipertrofi ventrikel kanan), terdapat pada

95% kasus.

Pola rSR' di lead prekordial kanan dengan durasi QRS normal.

Keterlambatan aktivasi ventrikel kanan merupakan manifestasi

dari kelebihan beban volume ventrikel kanan atau gangguan

Page 30: preskes anak

konduksi di cabang berkas kanan dan sistem Purkinje perifer

masih belum jelas.

Blok AV derajat 1 (pemanjangan interval PR) terdapat pada

10% kasus pada defek sekundum (Wahab, 2009).

EKG pasien ASD di atas menunjukkan adanya pembesaran atrium

kanan, yaitu tampak gelombang P yang tinggi (P pulmonal, lebih dari

2-3 mm) serta gelombang R slurred (rsR' pattern) di V1, V2 dan aVR.

Ekokardiografi

Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk

mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium, antara lain

adalah:

Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium

Memvisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis

Menyingkirkan lesi tambahan lainnya

Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)

Ekokardiografi pada Defek Septum Atrium Sekundum

Page 31: preskes anak

Kateterisasi Jantung

Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya

dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya penyakit penyerta

atau hipertensi pulmonal (Sastroasmoro, 1994).

Penatalaksanaan

Pembedahan

Jika Qp:Qs kurang dari 1,5:1 maka defek septum sekundum

umumnya tidak perlu dikoreksi, melainkan dibiarkan dengan

pengawasan. Indikasi dilakukan pembedahan adalah ukuran defek

Qp:Qs > 1,5:1, volume jantung kanan yang overload, dan gejala yang

semakin memburuk. Jika Qp:Qs lebih besar dari 2:1, defek harus

ditutup pada usia 4-5 tahun (Dardas, 2010).

Penutupan Defek dengan Kateter

Penutupan defek dengan keteter menggunakan alat yang berbentuk

seperti payung tertutup dari atrium kanan ke atrium kiri, kemudian

dibuka dan ditarik sampai menutup defek dan septum atrium

membonjol ke atrium kanan. Contoh penutupan defek dengan kateter

adalah penutupan dengan Amplatzar Septal Occluder (ASO) yang

merupakan prosedur alternatif yang aman dan efektif (Huang, 2004).

Prognosis

Secara umum prognosis pada anak dapat dikatakan baik. Pada

sebagian besar kasus, meski tidak dioperasi,pasien dapat melakukan

aktivitasnya dengan normal atau hampir normal (Sastroasmoro, 1994).

PNEUMONIA

Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk.

Page 32: preskes anak

Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan

sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia/benda

asing yang teraspirasi (Sectish dan Puber, 2003).

Pada masa neonatus, Streptococcus group B dan Listeriae

monocytogenes merupakan penyebab pneumonia terbanyak. Virus adalah

penyebab terbanyak pada anak usia prasekolah dan berkurang dengan

bertambahnya usia. Selain itu, Streptococcus pneumoniae merupakan

penyebab paling utama pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumonia

dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan

pada anak di atas 5 tahun (Sectish dan Puber, 2003).

Faktor Risiko

Beberapa keadaan seperti malnutrisi, usia muda, kelengkapan

imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi zinc,

paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara)

merupakan faktor risiko untuk terjadinya pneumonia. Faktor predisposisi

yang lain adalah kelainan anatomi kongenital (contoh fistula

trakeaesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun

(penggunaan sitostatistika dan steroid jangka panjang, gangguan system

imun berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis,

gangguan neuromuskuler, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens

mucus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau

disfungsi silier.

Patogenesis Dan Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau

penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Dalam

keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga

unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa

mekanisme termasuk barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah

filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis,

ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan kearah cranial

oleh lapisan mukosilier. System pertahanan tubuh yang terlibat baik

1

Page 33: preskes anak

sekresi lokal immunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel

leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, alveolar makrofag dan

cell mediated immunity.

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami

gangguan sehingga kuman pathogen dapat mencapai saluran nafas

bawah. Inokulasi pathogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan

respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan

pathogen penyebabnya.

Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volumedari

ventilasi akibat kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan

ventilasi akibat gangguan volume ini tubuh akan berusaha

mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan

frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea

dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka

rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q <4/5) yang

disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya

sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu

dengan berkurangnya volume paru serta fungsional karena proses

inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan

gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada

keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas.

Gejala Pneumonia

Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis

< 2 bulan Berat Napas cepat atau retraksi yang

berat

Sangat Berat Tidak mau menetek/minum,

kejang, letargis, demam atau

hipotermia, bradipnea atau

pernapasan ireguler.

2 bulan – 5 tahun Ringan Napas cepat

Berat Retraksi

2

Page 34: preskes anak

Sangat Berat Tidak dapat minum/makan,

kejang, letargis, malnutrisi

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis. Foto posisi

anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan

luasnya lokasi anatomic dalam paru, luasnya kelainandan kemungkinan

adanya komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,

pneumatokel, abses paru, dan efusi pleura.

Leukositosis >15.000/UL seringkali dijumpai. Dominasi neutrofil

pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri

sebagai penyebab. Leukosit > 30.000/UL dengan dominasi netrofil

mengarah ke pneumonia streptococcus dan stafilococcus.

Laju Endap Darah dan C-reaktif protein (CRP) merupakan

indicator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit membantu.

Adanya CRP positif dapat mengarah pada infeksi bakteri (Lakhanpaul,

2004).

Biakan darah merupakan cara spesifik untuk diagnosis tapi hanya

positif pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat

membantu pada penanganan kasus pneumonia dengan dugaan penyebab

stafilokokus dan pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik

terhadap penanganan awal. Kultur darah juga direkomendasikan pada

kasus pneumonia yang berat dan pada bayi usia kurang dari 3 bulan.

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) bermanfaat untuk

diagnosis Streptococcus pneumoniae dan infeksi karena mikoplasma.

Pemeriksaan PCR mahal, tidak tersedia secara luas serta tidak banyak

berpengaruh terhadap penanganan awal pneumonia sehingga

pemeriksaan ini tidak direkomendasikan (Lakhanpaul, 2004).

Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan analisis gas darah

menunjukkan keadaan hipoksemia.

Tata Laksana

Pencegahan :

3

Page 35: preskes anak

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko

terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara

lain:

Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi

DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia

2, 3, dan 4 bulan.

Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada

bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi

pada balita.Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan

anak-anak juga perlu mendapat perhatian.

Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan

dan polusi di luar ruangan.

Mengurangi kepadatan hunian rumah.

b. Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk

mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat

progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi

ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan

pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit

dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral dan penambahan oksigen.

Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau

amoksilin.

Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan

terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol.

Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan

menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak

mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama

10 hari ke depan.

c. Pencegahan Tertier

4

Page 36: preskes anak

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak

munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk

kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya.

Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah

proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.

Upaya yang dilakukan dapat berupa:

Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri

antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila

keadaan anak memburuk.

Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan

terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak

menimbulkan kematian.

Idealnya, tata laksana pneumonia sesuai dengan penyebabnya.

Namun karena berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua

pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Golongan

beta laktam biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang

disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pada kasus

yang berat digunakan golongan sefalosporin sebagai pilihan,

terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus

yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin. Streptokokus dan

pneumokkus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup

oleh ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negative

dapat dicakup oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian

keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus

pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang

community acquired , umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih

sensitive. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin.

Penanganan pneumonia pada neonates serupa dengan penanganan

infeksi neonates pada umumnya. Antibiotika yang diberikan harus

dapat mencakup kuman kokus gram positif terutama Streptococcus

group B dan batang gram negative. Penisilin dan derivatnya

5

Page 37: preskes anak

merupakan pilihan utama untuk gram positif sedangkan untuk

kuman gram positif sedangkan untuk kuman gram negative terutama

E.coli dan Proteus mirabilis digunakan golongan aminoglikosida.

Kombinasi kloksasin dan gentamisin efektif untuk terapi pneumonia

di bawah 3 bulan karena dapat mencakup kuman Staphylococcus

aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir dan umur bayi akan

menentukan dosis dan frekuensi pengobatan khususnya untuk

pemberian aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat digunakan

jika ada kecurigaan

BAB IV

ANALISIS KASUS

6

Page 38: preskes anak

Pasien adalah seorang bayi perempuan An. KS berusia 3,5 bulan yang

didignosis dengan pneumonia, penyakit jantung bawaan ASD II (Atrial Septal

Defect), VSD (Ventricular Septal Defect), PS (Pulmonal Stenosis) relatif, dan gizi

buruk. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang relevan.

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sejak 2 minggu sebelum masuk

rumah sakit, pasien sesak nafas, batuk grok-grok, pilek, panas sumer-sumer,

muntah (-), diare (-), pasien masih mau makan dan minum. Kemudian oleh

keluarga pasien dibawa ke puskesmas dan diberi obat, tetapi keluhan belum

berkurang. Pasien dibawa kembali ke puskesmas, tetapi keluhan juga belum

berkurang dan akhirnya dirujuk ke RSDM. Saat datang di IGD RSDM, pasien

tampak lemah, sesak (+), demam (+), batuk (+) grok-grok. BAK terakhir ±1 jam

sebelum masuk rumah sakit. BAB 2-3 kali/hari, warna kuning, lendir (-). Pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya pasien tampak lemah, demam, takipneu,

napas cuping hidung, retraksi subcostal dan ronkhi basah kasar (+). Adanya trias

pneumonia pada pasien ini yaitu demam, takipneu, dan retraksi ditambah dengan

keadaan umum pasien yang letargis dan adanya keluhan batuk pilek yang tak

kunjung sembuh selama 2 minggu lamanya mengarahkan diagnosis pasien yaitu

pneumonia.

Pasien An. KS sebenanrnya merupakan pasien yang rutin datang ke poli

kardiologi anak karena memiliki penyakit jantung bawaan berupa ASD II, VSD,

dan PS relatif. Hal tersebut ditegakkan dari anamnesis, hasil pemeriksaa fisik dan

hasil ekokardiografi pada saat anak diopname di HCU neonatus. Ibu pasien

mengatakan bahwa anaknya tidak pernah tampak biru. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan bising sistolik grade IV/6, PM di SIC II-III LPSS. Pasien

dikategorikan dalam Ross I karena tidak ada pembatasan aktivitas fisik, aktivitas

biasa tidak menyebabkan sesak nafas, pasien masih mau minum seperti biasa.

Penyakit jantung bawaan secara garis besar dibagi menjadi penyakit

jantung bawaan non sianotik (antara lain defek septum atrium, defek septum

ventrikel, defek septum atrioventrikularis, PDA, stenosis pulmonal, stenosis aorta,

dan koarktasio aorta) dan penyakit jantung bawaan sianotik (tetralogi Fallot,

7

Page 39: preskes anak

atresia pulmonal dengan/tanpa defek septum ventrikel, atresia tricuspid, trunkus

arteriosus, dan anomaly Ebstein). Penyakit jantung bawaan dapat mengakibatkan

gagal jantung dengan manifestasi klinis berupa sesak nafas, biasanya ditandai

dengan peningkatan frekuensi nafas dan denyut jantung, retraksi pada dinding

dada, nafas cuping hidung, dan batuk. Sistem skor Ross digunakan untuk

mengklasifikasikan gagal jantung secara klinis pada bayi.

Dalam kasus ini ada kaitan antara adanya penyakit jantung bawaan yang

diderita dengan timbulnya pneumonia dan gizi buruk pada pasien. Pasien dengan

penyakit jantung dengan pirau kiri ke kanan seringkali mendapat infeksi saluran

napas, dan bila terkena lebih lama sembuh dibanding pada anak normal.

Perubahan dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan sistem pernapasan

8

Page 40: preskes anak

disertai penurunan kekebalan seluler setempat yang memudahkan pasien terserang

infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran nafas yang berulang ini dapat berlanjut

menjadi pneumonia yang kadang sangat sulit dibedakan dengan gagal jantung.

Infeksi saluran napas sering terjadi pada bayi usia kurang dari satu tahun. Belum

sempurnanya sistem imunitas bayi, refleks batuk yang belum baik, dan adanya

malnutrisi atau gizi yang buruk juga turut memperparah derajat infeksi yang

diderita.

Lingkaran antara infeksi dan malnutrisi jelas berdampak negatif pada

pertumbuhan anak dengan PJB. Pasien PJB yang mengalami infeksi akut

misalnya infeksi saluran pernapasan akan menyebabkan anoreksia, malabsorbsi

dan gangguan metabolisme. Anoreksia dan sesak napas dapat menyebabkan

problem makan pada anak-anak. Pada anak tidak cukupnya konsumsi makanan

akan menyebabkan turunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, menurunnya

imunitas dan kerusakan mukosa.

Kelainan jantung bawaan yang disertai adanya peningkatan aliran darah ke

paru seperti pada kasus ini, seringkali menyebabkan gangguan pertumbuhan fisis.

Pada umumnya kurangnya tinggi atau panjang badan pasien tidak terlalu nyata

apabila dibandingkan dengan kurangnya berat badan. Adanya pirau dari kiri ke

kanan menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat dan menurunnya aliran

darah ke seluruh tubuh. Hal tersebut menyebabkan pasokan nutrisi ke seluruh

tubuh menjadi berkurang dan dapat berakibat adanya keluhan berat badan yang

sulit naik seperti pada pasien ini. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pada

penyakit jantung dengan pirau dari kiri ke kanan, berat badan yang makin

menyimpang dari nilai normal merupakan petunjuk bahwa kompensasi tidak

dapat dicapai sepenuhnya sehingga diperlukan terapi yang lebih intensif.

Selain penyakit jantung bawaan dan penumonia, pasien ini juga menderita

gizi buruk. Status gizi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan dari status

antropometri. Status gizi pasien berdasarkan kondisi klinis menunjukkan gizi

kesan kurang, namun bila dicocokkan menggunakan chart WHO, pasien termasuk

dalam kategori gizi buruk. Pasien didiagnosis dengan gizi buruk tipe marasmik

dan mendapatkan tata laksana gizi buruk.

9

Page 41: preskes anak

Gizi buruk pada pasien ini juga dapat berakibat pada menurunnya imunitas

pasien. Pasien menjadi rentan terhadap serangan berbagai penyakit termasuk

dalam kasus ini adalah infeksi pernapasan. Defisiensi zat gizi ini apabila tidak

ditangani dengan tepat dapat memperburuk keadaan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Burdan F., Szumilo J., Dudka J., Korobowicz A. and Klepacz R. 2006. Congenital Ventricular Septal Defects And Prenatal Exposure To Cyclooxygenase Inhibitors. Braz J Med Biol Res. Vol.39, no. 7.

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2.Jakarta : EGC.

10

Page 42: preskes anak

Cheng T.O., Xie M.X., Wang X.F., Wang Y., Lung Q. 2005. Real time 3-dimensional echocardiography in assessing atrial and ventricular septal defects: an echocardiographic surgical correlative study. Am Heart J. Vol. 149(2),pp: 208.

Dardas P., Vlasis N., Ninios, Nikolaos E., Mezilis, Vasilis D. 2010. Percutaneous Closure of Atrial Septal Defects: Immediate and Mid-Term Results. Hellenic J Cardiol. Vol. 51, pp: 104-112.

Djer M.M. dan Madiyono B. 2000. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri, Vol. 2, No.3, pp: 155-162.

Forrester M. and Merz R. 2004. Descriptive epidemiology of selected congenital heart defect, Hawaii, 1986-1999. Paediatric and Perinatal Epidemiology. Vol. 18, pp: 415-424.

Fyler, D. 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Gittens M.M. 2002. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med. Vol. 3(3), pp: 200-214.

Hanslick A., Pospisil U., Muhar U.S., Platzer S.G., Male C. 2006. Predictors of spontaneous closure of isolated secundum atrial septal defect in children: a longitudinal study. Pediatrics. Vol. 118, pp: 1560-1565.

Huang C., LiangLee C., Hsieh S. 2004.Transcatheter Closure of AtrialSeptal Defects with the Amplatzer Septal Occluder ¾ Clinical Results. Acta Cardiol Sin. Vol. 20, pp: 223-228.

Lakhanpaul M., Atkitson M., Stephenson T. 2004. Community Acquired Pneumonia in Children: a Clinical Update. Arch Dis Child Ed Pract. Vol. 89, pp: 29-34.

Mansjoer et al. 2000. Kapita selekta kedokteran Edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.

Markham L. 2012. Atrial Septal Defect. http://emedicine.medscape.com/article/162914-overview#a0102 (Diunduh tanggal 21 Juni 2012).

Mone S., Gillman M., Miller T., Herman E., Lipshultz S. 2004. Effects of environmental exposures on the cardiovascular system: prenatal period through adolescence. Pediatrics. Vol. 113, No. 4.

Morales, D.L. and Fraser, C.D. 2006. Ventricular Septal Defects. Congenital Cardiac Surgery TechBooks Chapters: CH-57, page: 1077-1089.

11

Page 43: preskes anak

Purwaningtyas, N. 2008. Klasifikasi Klinis Penyakit Jantung Anak Kongenital. Dalam: Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05.

Sastroasmoro S., dan Madiyono B. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : IDAI.

Saxena A., Divekar A., Soni N.R. 2005. Natural history of secundum atrial septal defect revisited in the era of transcatheter closure. Indian Heart J. Vol.57, pp: 35-38.

Sectish T.C., Prober T.C. 2003. Pneumonia. Dalam: Behrman R.E., Kleigman R.M., Jenson H.B., penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia: WB Saunders, pp: 1432-1435.

Wahab A. S. 2009. Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta : EGC.

Webb G.D., Smallhorn J.F., Therrien J., Redington A.N.. 2011. Congenital heart disease. In: Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier: chap 65.

12