Preskas Rehab Medik

69
BAB I STROKE HEMORAGIK A. ANATOMI Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem vertebral. A.karotis interna stelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan ophtalmika untuk nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua, a.serebri anterior dan serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subclavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris terakhir sebagai sepasang cabang a.serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus temporalis. Ketiga pasang arteri cerebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil menembus 1

Transcript of Preskas Rehab Medik

BAB I

STROKE HEMORAGIK

A. ANATOMI

Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem

vertebral. A.karotis interna stelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik dan

masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus

kavernosus, mempercabangkan ophtalmika untuk nervus opticus dan retina, akhirnya

bercabang dua, a.serebri anterior dan serebri media. Untuk otak sistem ini memberi

aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di

a.subclavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna

vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu

mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebelli inferior. Pada batas medula

oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan

3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris terakhir sebagai

sepasang cabang a.serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian

medial lobus temporalis.

Ketiga pasang arteri cerebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,

dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil

menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-

cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-

kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vetebral, yaitu :

1.Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri

media kanan dan kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua

a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior

(yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri

2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,

masing-masing melalui a.optalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna

3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah

ekstrakranial).

1

Gambar Aliran Vaskularisasi dari Arcus Aorta

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,

sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.(1)

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna

yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis

superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis

dicurahkan menuju ke jantung.(1) 

Area fungsional korteks serebral meliputi area motorik primer, area sensorik

primer dan area asosiasi atau sekunder yang berdekatan dengan area primer dan

berfungsi untuk integrasi dan interpretasi tingkat tinggi.

2

Area motorik primer pada korteks

1. Area motorik primer terdapat dalam girus presental. Di sini, neuron (piramidal)

mengendalikan kontraksi volunter otot rangka. Aksonnya menjalar dalam traktus

piramidal.

2. Area promotorik korteks terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron

(ekstrapiramidal) mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan berulang,

seperti mengetik.

3. Area Broca terletak di sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya. Area ini

mungkin hanya terdapat pada 1 hemisfer saja (biasanya sebelah kiri) dan

dihubungkan dengan kemampuan wicara.

Area sensorik korteks

1. Area sensorik primer terdapat dalam girus postsentral. Di sini, neuron menerima

informasi sensorik umum yang berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, sentuhan,

dan propriosepsi dari tubuh.

2. Area visual primer terletak dalam lobus oksipital dan menerima informasi dari

retina mata.

3. Area auditori primer terletak pada tepi atas lobus temporal, menerima impuls

saraf yang berkaitan dengan pendengaran.

4. Area olfaktori primer terletak pada permukaan medial lobus temporal, berkaitan

dengan indera penciuman.

3

5. Area pengecap primer (gustatori) terletak dalam lobus parietal dekat bagian

inferior girus postsentral, terlibat dalam persepsi rasa.

Area asosiasi

1. Area asosiasi frontal, yang terletak pada lobus frontal, adalah sisi fungsi

intelektual dan fisik yang lebih tinggi.

2. Area asosiasi somatic (somestetik), yang terletak dalam lobus parietal, berkaitan

dengan interpretasi bentuk dan tekstur suatu objek dan keterkaitan bagian-bagian

tubuh secara posisional.

3. Area asosiasi visual (yang terletak pada lobus oksipital) dan area asosiasi

auditorik (yang terletak dalam lobus temporal) berperan untuk menginterpretasi

pengalaman visual dan auditori.

4. Area wicara Wernicke, yang terletak dalam bagian superior lobus temporal,

berkaitan dengan pengertian bahasa dan formulasi wicara. Bagian ini

berhubungan dengan area wicara Broca.

Lateralisasi otak dan dominasi serebral:

a. Hemisfer dominan (hemisfer kiri) berkaitan dengan bahasa, wicara, analisis,

dan kalkulasi.

b. Hemisfer non-dominan (hemisfer kanan) bertanggung jawab untuk persepsi spasial,

4

dan pemikiran non-verbal atau ide.

Lobus frontal

Berfungsi untuk pusat gerak sadar, motivasi, agresi, dan sensasi bau.

Lobus pariental

Berfungsi untuk pusat ingaan, kecerdasan, nalar dan sikap.

Lobus temporal

Berfungsi untuk pusat pendengaran dan penyimpanan memory.

Lobus occipital

Berfungsi sebagai pusat penglihatan.

Gambaran Area Fungsional Korteks Serebral

B. DEFINISI

Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan sebagai suatu

gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala

5

klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredarah darah otak.

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA  (Cerebro

Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan

aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik)

atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan

daerah yang terganggu. (Harsono,1996, hal 67)

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi

penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal

2131)

C. EPIDEMIOLOGI

Menurut statistik tahunan dari organisasi kesehatan sedunia (WHO 1996),

penyakit pembuluh darah otak termasuk dalam 10 penyebab kematian utama di 54

dari 57 negara. Stroke hemoragik mencakup 16,6-19% dari semua stroke.

Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan

penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat.

Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab utama

cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah

kesehatan mendunia dan semakin penting terutama di negara-negara

berkembang.  Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita stroke.

Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahunnya, dimana sekitar 4,4 juta

meninggal dalam 12 bulan. Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding

perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau

disabilitas dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999).

The national stroke Association mengajukan penjelasan bahwa risiko stroke

meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama dari laki-laki.

Faktor resiko tambahan juga menimbulkan korban : perempuan berusia di atas 30

tahun merokok dan mengkonsumsi kontrasepsi oral dengan kandungan estrogen yang

lebih tinggi memiliki resiko stroke 22 kali lebih besar rata-rata, karena kecacatan yang

sering terjadi setelah stroke dapat sangat merugikan, karena perempuan lebih besar

kemungkinannya daripada pria untuk mengalami kecacatan serius setelah stroke.

D. ETIOLOGI

6

Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme, hipertensi

yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma . Stroke biasanya

disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti

hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau

penyakit vaskuler perifer.(3) Berbagai gangguan patologik misalnya hipertensi

menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga reproducible dan dapat

dimodifikasi.

Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke, dapat terjadi apabila lesi vesikuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. Sebagian lesi vaskular menyebabkan perdarahan subarachnoid (PSA) adalah

aneurisma sakular (Berry) dan malformaso arteriovena (MAV). Mekanisme lain

stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin karena zat-zat ini dapat

menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarachnoid.

Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena

tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi

sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya

iskemia tersebut ada dua yaitu :

4. Tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasi darah kedalam tengkorak

yang volumenya tetap

5. Vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas

di dalam ruang antara lapisan arachnoid dan pia meter meningen.

Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak

dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien

kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario atas

perdarahan subarachnoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak

adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.

Perdarahan dapat terjadi dimana saja dari sistem saraf. Secara umum,

perdarahan di dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam kaitannya

dengan jaringan otak dan meningen oleh tipe lesi vaskular yang ada. Tipe perdarahan

yang mendasari stroke hemoragik adalah intraserebrum (parenkimatosa),

intraventrikel, dan PSA. Selain lesi vaskular anatomik, penyebab stroke hemoragik

adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian antikoagulan yang terlalu agresif

terutama pada pasien usia lanjut dan pemakaian amfetamin dan kokain intranasal.

7

E. KLASIFIKASI STROKE

Secara garis besar stroke berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. Stroke Hemoragik

Terjadinya infark hemoragik diketahui adanya reperfusi oleh pembuluh darah

setelah oklusi hilang. Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-

kapiler menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang

hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler dan

makin memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik.

Berbeda dengan infark nonhemoragik secara patologik  pada infark hemoragik

ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah nekrosis yang umumnya menetap

lebih lama yaitu beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah oklusi arteri. Ini

adalah jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian

kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk

perdarahan subarakhnoid).

8

Gambar Perbedaan stroke hemoragik dan stroke iskemik

Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and

Related Health Problems 10th  Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :

1) Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim atau

hematoma intrakranial. Stroke jenis ini terjadi karena disebabkan suatu

aneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan

dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.

Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak dan menekan bangunan-bangunan

di otak. Peningkatan tekanan secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan sel-sel

otak di sekitar genangan darah. Jika jumlah darah yang bocor meningkat

dengan cepat, maka tekanan otak meningkat drastis. Hal ini menyebabkan

hilangnya kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyebab

perdarahan intraserebral yang paling sering adalah hipertensi dan

aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif yang disebabkan oleh

penyakit ini biasanya dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah.

Adapun penyebab perdarahan intraserebral :

Hipertensi (80%)

Aneurisma

Malformasi arteriovenous

Neoplasma

Gangguan koagulasi seperti hemofilia

Antikoagulan

Vaskulitis

Trauma

9

Idiophatic (6)

2) Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga

subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial

akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang

ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarakhnoid terjadi

ketika pembuluh darah di luar otak mengalami ruptur. Hal ini menyebabkan

daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat terisi darah

Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.

Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke

ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal. Penyebab perdarahan

subarachnoid :

Aneurisma (70-75%)

Malformasi arterivenous (5%)

Antikoagulan ( < 5%)

Tumor ( < 5% )

Vaskulitis (<5%)

Tidak di ketahui (15%)

Gambar Perdarahan Subarachnoid dan Intraserebral

10

2. Stroke Non Hemoragik

Stroke karenda penyumbatan dapat dibagi antara lain yaitu:

1. Trombosis serebri

Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses

aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak

cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung. Pembuluh

darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis bagian

atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan

menempel pada permukaan terbuka sehingga permukaan dinding menjadi kasar.

Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan

dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang

mengawali proses koagulasi. (Sylvia, 1995).

Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan makrofag

dan kerusakkan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga melepaskan growth

factors yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos dan juga berperan

pada pembentukkan lesi fibrointimal pada subendotelial. (Stroke Center, 2003)

2. Emboli serebri

Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakkan emboli

serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga masalah yang dihadapi

sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat

berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak

11

dapat mengalami emboli, tempat yang paling sering adalah arteri serebri media bagian

atas. (Sylvia, 1995)

Gambar Stroke trombosis, stroke emboli dan hemoragik serebral

Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu terbagi menjadi :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24 jam, dapat hanya

beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang reversible dan penderita pulih seperti

semula dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi TIA adalah emboli atau

trombosis dan plak pada arteri karotis interna dan arteri vertebralis.

b. Stroke In Evolution (SIE)

Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat

12

c. Reversible Ischemic Neurology Deficit (RIND)

Merupakan stroke komplit yang terjadi perbaikkan dalam waktu beberapa hari

tetapi tidak lebih dari satu minggu.

d. Complete Stroke Ischemic

Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.

Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

Gejala Klinis SH SNH

PIS PSA

Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan

Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada

Muntah pada

awalnya

Sering Sering Tidak, kecuali lesi di

batang otak

Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Selalu

Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Bisa hilang/tidak

Hemiparesis Sering sejak awal Permulaan tidak ada Sering dari awal

Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada

Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering

F. PATOFISIOLOGI

Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan

darah ke otak. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 20% dari stroke yang terjadi

13

merupakan stroke hemoragik. Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di

parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang

lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan

subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Gambar Aneurisma yang pecah

Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah dan

oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan

stroke hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh

darah tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakkan

jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu

kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus

dimana hematoma meluas ke medial dan talamus serta ganglia basal rusak. Hematoma

yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakkan yang kurang selluler namun

mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi

neurologis yang mungkin reversibel.

14

Gambar Ruptur pembuluh darah mengakibatkan perdarahan otak

Pada perdarahan intraserebral (PIC), perdarahan terjadi secara langsung ke

dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa dianggap kebocoran dari arteri

intraserebral kecil rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lainnya termasuk diatesis

pendarahan, antikoagulasi iatrogenik, amiloidosis otak dan penyalahgunaan kokain.

Perdarahan intraserebral memiliki predileksi dalam otak, termasuk thalamus,

putamen, otak kecil dan batang otak. Selain daerah otak terluka oleh pendarahan, ptak

sekitarnya dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek massa hematoma.

Kenaikkan umum dalam tekanan intrakranial dapat terjadi.

Stroke akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar dua pertiga

akan mengalami perburukkan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit

maksimal saat datang ke rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan

duapertiganya jatuh dalam kondisi koma. Nyeri kepala, mual disertai muntah terjadi

pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang

terjadi sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya bergantung ukuran dan lokasi spesifik

dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah

defisit motor kontralateral dan gaze ipsilateral dengan perubahan sensori, visual dan

perilaku. Perubahan pupil terjadi akibat herniasi unkal lobus temporal mengakibatkan

midline shift. Gejala afasia bila hemisfer dominan terkena).

Perdarahan subarachnoid adalah suatu kondisi berupa perdarahan yang terjadi

dalam jarak antara bagian atas otak dan tulang tengkorak. Penyebab paling umum

stroke hemoragik subarachnoid adalah aneurisma. Hal ini ditandai oleh

pembengkakan abnormal dari pembuluh darah di dalam otak diikuti oleh pecahnya

pembuluh darah yang bengkak. Perdarahan intraserebral terjadi karena pendarahn

antara otak dan jaringan. Sebagian besar perdarahan intraserebral disebabkan oleh

perubahan drastis dalam fungsi arteri. Hal ini juga bisa terjadi karena hipertensi

jangka panjang. Namun. Banyak penyebab potensial lainnya yaitu penyakit seperti

kanker dan tumor otak.

G. FAKTOR RESIKO

Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:

A. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :

15

1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.

Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga

menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang dapat mengganggu kelancaran

aliran darah otak sehingga menimbulkan iskemik.

2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena

stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %

daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah

mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko

stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia terutama

pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke

ditemukan.

3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi

penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor

risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan

pembuluh darah.(2,4,5,6)  

4. Ras

B. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :

1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark

cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya

maupun menyempitnya pembuluh darah otak.  Pecahnya pembuluh darah otak

menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit

maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami

kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya

hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya

hipertensi.

2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke

dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung

koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini umumnya

menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas

gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah.

Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes

mellitus, obesitas ataupun hiperkolesterolemia.

16

3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan dinding

pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya mengganggu

kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark otak.

4. Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama

LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis sehingga

harus segera dikoreksi.

5. Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami

paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack atau

TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar

sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3 bulan serangan

pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah

serangan pertama.

6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor

resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit

jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder bagi

terjadinya stroke.

7. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan

ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan

peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.

H. GAMBARAN KLINIS

Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasinya. Hal ini dapat terjadi pada :

1. Sistem karotis

Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)

Gangguan bicara (afasia atau disfasia)

Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)

Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh

2. Sistem vertebrobasiler

Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)

Gangguan nervi kraniales

Gangguan motorik

Gangguan sensorik

17

Koordinasi

Gangguan kesadaran

Perbedaan UMN LMN

Reflek Fisiologis Meningkat Menurun

Reflek Patologis Positif Negatif

Tonus Meningkat Menurun

Klonus Positif Negatif

Trofi otot Normal atau Disuse atrofi Atrofi otot

Contoh Penyakit Stroke, tetraparesis spastik

(Lesi C3,4), paraparesis

spastik (Lesi di torakal),

polyomielitis, tumor otak

Paraparesis flaksid (Lesi

dibawah L2), HNP lumbal

3 ke bawah, GBS

Adapun gejala-gejala stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan

etiologinya, yaitu :

1. Perdarahan intraserebral

Gejala klinis :

Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan

aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan

tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,

bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.

Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai

hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.

Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks

pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi

Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya

papiledema dan perdarahan subhialoid.

2. Perdarahan Subarachnoid

Gejala klinis :

Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,

dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.

Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,

gelisah dan kejang.

18

Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam

beberapa menit sampai beberapa jam.

Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala

karakteristik perdarahan subarakhnoid.

Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi

atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan

pernafasan.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

Klinis anamnesa yang memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah

fokal di otak. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke

hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit

kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke

hemoragik. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun

umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala

tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi

trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejalah atau onset

stroke seperti:

a) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan

hingga pasien bangun (wake up stroke).

b) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.

c) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

d) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,

infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan

hiponatremia.(4)

2. Pemeriksaan fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,

dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.

3. Pemeriksaan Neurologi

19

Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik

dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.

4. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke

Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan, antara lain apakah

pasien mendertia stroke atau bukan. Anamnesi riwayat awal dapat menuntun

dokter untuk menentukan kausa paling mungkin dari stroke yang dialami pasien.

Dari anamnesis akan ditelusuri mengenai gejala wawal, waktu awitan, aktivitas

penderita saat serangan, gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, gangguan

visual, penurunan kesadaran serta faktor resiko stroke seperti adanya riwayat

hipertensi, penggunaan obat-obatan seperti kokain dan amfetamin, adanya riwayat

penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan antikoagulan mengisyaratkan

suatu tanda stroke hemoragik. Setelah anamnesis dilakukan dilanjutkan dengan

pemeriksaan fisik meliputi penilaian tanda vital, pemeriksaan kepala dan leher

misalnya cedera kepala akibat jatuh, pemeriksaan thoraks, abdomen, kulit dan

ekstremitas.

Pemeriksaan neurologis sebagai penilaian yang biasa dilakukan. Dapat juga

dilakukan penilaian cepat dengan tekhnik FAST, yaitu Face dengan meminta pasien

untuk senyum dan perhatikan sisi yang lemah, Arm meminta pasien untuk

mengangkat kedua tangannya dan perhatikan tangan mana yang terjatuh lebih dahulu,

Speech meminta pasien untuk mengucvapkan satu kalimat ringkasi dan perhatikan

adanya perkataan atau pengulangan yang kurang tepat, Time yakni jika ada pasien

menunjukkan gejala di atas, maka sangat bermakna untuk melakukan penatalaksanaan

segera.

Adapun dapat menggunakan sistem skor, yaitu terdiri dari :

Skor Siriraj

Ketereangan :

SS > 1 : Stroke Hemoragik

-1 < SS < 1 : Perlu konfirmasi CT Scan

SS< -1 : Stroke Non Hemoragik

Penilaian derajat kesadaran :

- Sadar penuh (0)

20

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x vomitus) +

(10% x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12

- Somnolen (1)

- Koma (2)

Nyeri kepala :

- Tidak ada (0)

- Ada (1)

Vomitus :

- Tidak ada (0)

- Ada (1)

Ateroma :

- Tidak terdapat penyakit jantung, DM (0)

- Terdapat penyakit jantung, DM (1)

Skor Stroke Djoenaedi

Gejala klinis Onset Nilai

1. TIA sebelum serangan 1

2. permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5

Mendadak (menit- 1 jam) 6,5

Pelan-pelan (beberapa jam) 1

3. waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5

Istirahat/duduk/tidur 1

Bangun tidur 1

4. sakit kepala Sangat hebat 10

Hebat 7,5

Ringan 1

Tidak ada 0

5. muntah Langsung sehabis serangan 10

Mendadak (menit-jam) 7,5

Pelan-pelan (1 hari / >) 1

Tidak ada 0

6. kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10

Menurun mendadak (menit-jam) 10

Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1

21

Menurun sementara lalu sadar lagi 1

Tidak ada gangguan 0

7. tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5

Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5

Waktu serangan tinggi (>140/100) 1

Waktu MRS tinggi (>140/100) 1

8.tanda rangsangan selaput otak Kaku kuduk hebat 10

Kaku kuduk ringan 5

Kaku kuduk tidak ada 0

9. pupil Isokor 5

Anisokor 10

Pinpoint kanan/kiri 10

Medriasis kanan/kiri 10

Kecil dan reaksi lambat 10

Kecil dan reaktif 10

10. fundus okuli Perdarahan subhialoid 10

Perdarahan retina(flame shaped) 7,5

Normal 0

Total SKOR :

>20 : Stroke Hemoragik

<20 : Stroke Non Hemoragik

Algoritma Gadjah Mada

22

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan Kepala

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik

dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari

patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara

virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm. Adapun berupa :

TCD (Transcranial Doppler)

Untuk melihat status sirkulasi intra kranial (kecepatan aliran darah).

Pemeriksaan TCD merupakan suatu perangkat diagnostik yang dapat

digunakan untuk menilai perubahan hemodinamik serebral. Pemeriksaan

ini tidak invasif, dilakukan secara serial, dan memiliki mobilitas tinggi.

Prinsip pemeriksaan TCD sama dengan prinsip ultrasonografi. Probe TCD

diletakkan di tulang tengkorak yang memiliki “acoustic window” untuk

menilai hemodinamik di berbagai sirkulasi serebral. Windows

transtemporal digunakan untuk menilai haemodinamik di arteri serebri

media, arteri serebri anterior, arteri karotis interna cabang terminal dan

arteri serebri posterior. Window transorbital digunakan untuk menilai arah

aliran dan kondisi haemodinamik di arteri oftalmika dan arteri karotis

interna. Window oksipital memberikan informasi tentang kondisi sirkulasi

posterior (arteri vertebralis dan arteri basilaris).

23

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa

diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat

mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang

menyebabkan perdarahan.

EKG (Elektrokardiogram)

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)

untuk memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia

miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.

Lumbal Pungsi : Untuk PSA (Perdarahan Sub Arachnoid) dan Meningitis

Laboratorium : jika curiga tes koagulasi (HT, BT, PTT, Protrombin Time),

Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan Kreatinin.

J. PENATALAKSANAAN

a) Terapi Umum

Dengan 5 B :

Breath : Oksigenasi, pemberian oksigen dari luar

Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan

pengontrolan tekanan darah pasien

Brain : Menurunkan tekanan intra kranial dan menurunkan udema serebri

Bladder : Dengan pemasangan DC

Bowel : Saluran pencernaan dan pembuangan

b) Terapi Khusus

a. Stroke Non Hemoragik

Memperbaiki perfusi jaringan

Sebagai anti koagulansia : Heparin, Warfarin

Melindungi jaringan otak iskemik : Nimodipin, Piracetam

Anti udema otak : Deksametason, Manitol

Anti agregasi platelet : golongan asam asetil salisilat (aspirin).

b. Stroke Hemoragik

Perbaiki faal homeostasis, jika ada gangguan faal homeostasis

Anti udema otak : Deksametason, Manitol

Melindungi jaringan otak : Neuroprotektan : Piracetam

Obat hemostatikum : Kalnex

24

Neurotropik : Neurodex

c. Pengendalian Faktor Resiko

K. PROGNOSIS

Prognosis pada stroke perdarahan pada umumnya lebih baik dari stroke non

perdarahan. Tetapi tergantung juga dari seberapa besar perdarahan yang terjadi. Dan

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Tingkat kesadaran : sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor

meninggal 71%, dan koma meninggal 100%.

2. Usia : pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam.

3. Jenis kelamin :laki-laki lebih banyak 61% yang meninggal daripada

perempuan 41%.

4. Tekanan darah tinggi prognosis jelek.

5. Lain-lain : cepat dan tepatnya pertolongan.

Sedangkan prognosis stroke perdarahan subarakhnoidal bergantung pada :

1. Etiologi : lebih buruk pada aneurisma.

2. Lesi tunggal/multipel : aneurisma multipel lebih buruk.

3. Lokasi aneurisma/lesi : pada a. komunikans anterior dan a. serebri anterior

lebih buruk karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel

(perdarahan ventrikel).

4. Umur : prognosis jelek pada usia lanjut.

5. Kesadaran : bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhirnya.

6. Gejala : bila kejang, memperburuk keadaan atau prognosis.

7. Spasme, hipertensi, dan perdarahan ulang, semuanya merugikan bagi

prognosis.

L. REHABILITASI MEDIK

Rumusan Departement Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses

pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuain diri yang secara maksimal atau usaha

mempersiapkan penderita secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu

kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI,

1983). Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke yaitu :

1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu

25

2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan

aktivitas sosial

3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987)

Rehabilitas medik adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi

dampak keadaan cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang

cacat mencapai integrasi sosial dan mandiri. Rehabilitasi medik merupakan terapi

secara multidisipliner yang melihat seorang pasien seutuhnya.

TAHAP-TAHAP REHABILITASI MEDIK

1. Tahap Akut

Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada

saat penderita jatuh koma/ ada renjatan, tatalaksana yang menonjol adalah upaya

yang bersifat live-saving. Bagaimanapun hal-hal sebagai berikut harus tetap

diperhatikan, upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus, serta tetap

melakukan pemeriksaan fisik untuk dapat mengikuti perkembangan penderita

secara menyeluruh. Hal yang dapat dilakukan adalah bed-positioning atau ubah

baring, bertujuan sebagai pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus.

2. Tahan Subakut

Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah melewati tahap akut,

maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera

dievaluasi.

Latihan aktif dan pasif

26

Pada awalnya rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang

terdiri dari menggerakkan semua sendi pada anggota yang lumpuh,

apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untuk menggerakkan sendi

sampai terjadi range of motion secara penuh. Bila terjadi paralisis maka

diperlukan latihan gerak sendi secara pasif sampai penderita mampu

menggerakkan sendinya.

Aktivasi elevasi

Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi

terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan

meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi

setengah duduk hingga duduk. Latihan duduk secara aktif seringkali

memerlukan alat bantu. Apabila penderita sudah mampu duduk sendiri

maka upaya berikutnya adalah latihan duduk dengan tungkai menjutai di

sisi tempat tidur, sisi mana yang sesuai dengan anggota gerak yang tidak

lumpuh.

Latihan berdiri

Apabila penderita sudah dapat duduk sendiri secara aktif segera dimulai

latihanberdiri, tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam

posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat

hipotensi postural

Latihan berjalan

Segera setelah penderita mampu berdiri maka penderita dilatih untuk

berjalan dengan melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai

sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini

dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluara penderita.

Fisioterapi

27

Pada awalnya dilakukan latihan penguat otot anggota yang sehat, yang

terdiri dari progresive resistance exercises terutama untuk otot-otot yang

diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot-ototnya antara lain depresor

bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor

dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh

juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional.

Terapi okupasional

Mengadakan evaluasi perawatan diri, dari hal yang sederhana misalnya

kemampuan bergerak ditempat tidur sampai kepada aktivitas yang

komplek misalnya berjalan, mengendarai mobil.

Petugas Sosial

Mengadakan evaluasi sosial, keadaan rumahnya, pekerjaannya,

pendidikannya, keadaan ekonomi, penyesuaian diri dengan masyarakat

dan sebagainya.

Orthotis-Prostetis

Mengadakan evaluasi pengadaan alat-alat ortotik (alat bantu) dan prostetik

(alat palsu) bersama dokter sesuai dengan keadaan cacatnya.

Terapi Wicara

Melakukan pemeriksaan atau tes-tes pembicaraan dan pendengaran.

Psikolog

Melakukan evaluasi psikologis, misalnya reaksi terhadap keadaan

cacatnya, kapasitas intelek, penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.

3. Tahap Lanjut (Kronis)

Dimana terapi ini biasanya dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga

penderita lebih banyak dilibatkan. PSM (Pekerja Sosial Medik) dan psikolog

harus lebih aktif. Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka kepada penderita

segera diperkenalkan program ADL (Activity of Daily Living), yaitu melakukan

kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan dan

hygiene.

28

PROGRAM REHABILITASI

Perlu dipisahkan dengan baik perbedaan antara program rehabilitasi dan

program mobilisasi. Program mobilisasi merupakan salah satu bagian program

rehabilitasi. Program rehabilitasi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan,

meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar. Tetapi mobilisasi harus

menunggu. Yang secara garis besar dapat mengikuti pola sebagai berikut :

- Pada penderita stroke oleh karena trombosis dan emboli, jika tidak ada

komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan. Dengan

perdarahan subarachnoid, dimulai setelah 2 minggu

- Stroke oleh karena trombosis atau emboli pada penderita dengan infark

miokardum tanpa komplikasi, program dimulai setelah minggu ke 3. Tetapi

jika penderita segera menjadi stabil, tidak didapatkan aritmia, mobilisasi yang

berhati-hati dimulai pada hari ke 10

- Pada progressing stroke lebih amam menunggu tercapai complete stroke baru

program latihan, meskipun pasif diberikan. Jika proses dicurigai berasal dari

sistem a.Carotis, tunggu 18-24 jam, jika dari sistem vertebrobasilar, tunggu

sampai 72 jam sebelum memastikan tidak ada progression lagi.

PROGRAM LATIHAN

1. Program latihan di tempat tidur. Pendertia post stroke, umumnya memberikan

gejala hemiplegia, sedangkan tetraplegi (double hemiplegia) ataupun monoplegia

amat jarang. Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring

(positioning) yaitu penderita diletakkan dalam posisi yang melawan pola

spastisitas yang nantinya timbul

29

2. Latihan duduk. Harus melewati latihan “rolling” terlebih dahulu yaitu terlentang-

tengkurap-terlentang

3. Latihan berdiri dan jalan. Melalui jalur Lying (baring-roling-sitting-standing

(berdiri)). Terkadang dilewati jalur lain yang lebih panjang yaitu Lying-propping

(tengkurap) dengan badan disangga, mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh

keempat ekstremitas/quadripedal-berdiri.

Terapi Rehabilitasi Medik untuk Gangguan Fungsi Luhur pada Stroke

1. Kemampuan berbahasa

Sejak awal speech terapist atau terapi wicara sudah diikut sertakan untuk

melatih otot-otot menelan, yang biasanya mengganggu pada stadium akut apalgi kalau

ada kesulitan bicara. Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan

misalnya dasi, meja, baju, lampu; atau bagian dari tubuh misalnya hidung, dagu,

bahu; mengikuti perintah/aba-aba misalnya menunjuk pintu, meja atau mengulang

ungkapan.

2. Daya ingatan/memori

Dua unsur yang harus diteliti yaitu ingatan jangka panjang dan jangka pendek.

Untuk ingatan jangka pendek, penderita diminta untuk mengulangi angka-angka atau

kata-kata yang diucapkan oleh si pemeriksa, sedangkan untuk ingatan jangka panjang

dengan bertanya pada pasien misalnya tahun lulus SD, SMP, SMA atau Universitas,

hari ulang tahun sendiri, anak, istri/suami atau orang tua.

3. Emosi/kepribadian

Status emosi dapat dilihat dari reaksi penderita terhadap pertanyaan dokter,

tindak-tanduknya terhadap orang disekelilingnya atau terhadap perasaan dan keadaan

dirinya sendiri. Emosi akan lebih nyata. Karena lesi organik yang difus menggangu

otak maka keuletan dalam fungsi mental berkurang atau tidak ada lagi sehingga

pertimbangan untuk melakukan sesuatu dengan baik tidak ada lagi akibatnya kontrol

emosi menurun seperti mudah tersinggung, mudah marah, ketakutan, cemas, tegang,

depresi, sikap bermusuhan atau dikenal sebagai labilitas emosional.

4. Kemampuan kognisi

Kemampuan kognisi ini juga perlu bantuan psikolog, dengan melakukan Mini

Mental State Examination (MMSE) yang meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk

memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua, dilakukan dalam waktu 10-15

menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat atau pekerja sosial tanpa memerlukan

latihan khusus. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang lanjut usia, normal

30

menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognisi mempunyai skor 9-27.

Penderita dengan skor 24 atau kurang, benar-benar menunjukkan gangguan kognisi.

PRINSIP REHABILITASI

- Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita

untuk pertama kalinya

- Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan karena

dapat mengakibatkan komplikasi

- Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita

- Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan

- Perhatian untuk rehabilitas diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat

diperbaiki dengan latihan

- Fungsi lain rehabilitasi adalah pecegahan serangan berulang

- Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek

31

BAB II

LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK

STROKE HEMORAGIK

Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis

Tanggal : 17 Oktober 2012

No. RM : 12-13-212297

Ruang : Bangsal Cempaka

Masuk RS : 3 Oktober 2012

Konsul RM : 11 Oktober 2012

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. DS

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Alamat : Bulu 05/06 Tegalrejo Argomulyo, Salatiga

Pekerjaan : Swasta (Buruh Pabrik Mebel)

Agama : Islam

B. DATA SUBYEKTIF

1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak bagian kiri

2. Keluhan Tambahan : Anggota gerak bagian kiri terasa kesemutan dan tebal,

nyeri kepala (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun (+)

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan terasa lemas

pada anggota gerak bagian kiri yang dirasakan sejak pagi hari sebelum masuk

rumah sakit. Kelemahan yang dialami pada tangan kiri sama dengan yang

dialami oleh kaki kiri. 1 HSMRS, saat pasien bangun tidur tiba-tiba pasien

merasa tangan dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan sehingga pasien

kesulitan ketika akan berjalan, mulut perot dan bicaranya pelo. Pasien juga

mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki kirinya

terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri kepala (+) yang terasa

cekot-cekot, mual (+), muntah(+), nafsu makan menurun (+). Pasien tidak

32

memiliki riwayat DM maupun trauma. Pasien memiliki riwayat Hipertensi

sejak ± 3 tahun terkontrol. Di keluarga, nenek, ibu serta ayah pasien memiliki

riwayat hipertensi juga. Pasien juga mengaku mengkonsumsi obat tensi tetapi

pasien ingin mencoba untuk tidak ketergantungan dengan obat tensi, pasien

stop minum obat selama 3 hari sehingga berefek pada munculnya gejala

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebelumnya pasien belum pernah

mengalami gejala serupa. Dahulu pasien memiliki riwayat merokok tetapi

bukan perokok berat, hanya kadang-kadang saja jika ingin merokok pasien

merokok tetapi sekarang sudah berhenti total.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini.

Pasien mempunyai riwayat darah tinggi, pasien juga mengaku mengkonsumsi

obat tensi tetapi pasien ingin mencoba untuk tidak ketergantungan dengan obat

tensi, pasien stop minum obat selama 3 hari sehingga berefek pada munculnya

gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Riwayat Diabetes mellitus,

penyakit jantung dan trauma disangkal. Dahulu pasien memiliki riwayat

merokok tetapi bukan perokok berat, hanya kadang-kadang saja jika ingin

merokok pasien merokok tetapi sekarang sudah berhenti total.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi dalam keluarga diakui pasien ada yaitu nenek,

ayah dan ibu pasien. Riwayat penyakit kencing manis dalam keluarga

disangkal. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tersebut disangkal.

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

6. Riwayat Sosio Ekonomi

Pasien adalah seorang bapak. Tinggal bersama istri dan ketiga

anaknya. Pasein mempunyai 3 orang anak. Aktivitas sehari-hari pasien adalah

bekerja sebagai buruh pabrik yang berpenghasilan tidak tetap.

7. Anamnesis Sistem

o Sistem Serebrospinal : CM,Nyeri kepala (+)

o Sistem Kardiovaskular : tekanan darah tinggi (+)

o Sistem Respirasi : tak ada keluhan

o Sistem Gastrointestinal : tak ada keluhan

o Sistem Muskuloskeletal : tangan dan kaki kiri lemah (+)

33

o Sistem Integumentum : tak ada keluhan

o Sistem Urogenital : tak ada keluhan

C. DATA OBYEKTIF

Status present tanggal 3 Oktober 2012

- Keadaan Umum : Somnolen, E3V5M6

- Tekanan darah : 221/117 mmHg; 210/127 mmHg

- Denyut nadi : 80x/menit

- Pernapasan : 22x/menit

- Suhu : 36,5 °C

Status Pemeriksaan tanggal 17 Oktober 2012

- Keadaan Umum : Compos Mentis, E4V5M6

- Tekanan darah : 130/90 mmHg

- Denyut nadi : 72x/menit

- Pernapasan : 24x/menit

- Suhu : 36,5 °C

D. Status Internus (17 Oktober 2012)

Kepala : Mesochepal, simetris, ukuran normochepal, penglihatan kabur dan

pendengaran (-)

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limpa, kaku kuduk (-).

Thorak : Bentuk dinding thorak simetris, ketinggalan gerak (-)

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba, kuat angkat

- Perkusi : Suara redup

- Auskultasi : Irama S1-S2 reguler, bising (-)

- batas jantung

Kiri atas : SIC II linea parasternalis kiri

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kiri bawah : SIC V 3cm dari caudo lateral linea midclavicula

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan

Paru-paru

34

- Inspeksi : Permukaan datar tak tampak retraksi

- Palpasi : Fokal femitus ka=ki

- Perkusi : Sonor disemua lapang paru

- Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+), Suara tambahan: (-)

Abdomen

- Inspeksi : Permukaan datar, venektasi tidak ada

- Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Timpani

Ekstremitas

Atas : tangan kiri lemah (+)

Bawah : kaki kiri lemah (+)

C. Status psikis

Pasien berharap bisa sembuh seperti semula supaya bisa kembali bekerja dan

menafkahi istri dan anaknya.

D. Status Neurologis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis; GCS : E 4V5M6

Orientasi : Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik).

Daya Ingat : Baru (baik), Lama (baik)

Orientasi : Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik).

Daya Ingat : Baru (baik), Lama (baik).

SARAF-SARAF OTAK

Kanan Kiri

N I (Olfaktorius)

Daya Penghidu + +

N II (Optikus) Kanan Kiri

Daya penglihatan N N

Pengenalan warna + +

Medan penglihatan + +

N III (Okulomotorius)

Ptosis - -

35

Gerakan bola mata ke :

Superior + +

Inferior + +

Medial + +

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil bulat bulat

Reflek cahaya langsung + +

N IV (Troklearis)

Gerak bola mata ke lateral bawah + +

Diplopia - -

N V (Trigeminus)

Menggigit + +

Membuka mulut + +

N VI (Abdusens)

Gerakan mata ke lateral + +

N VII (Facialis)

Kerutan kulit dahi + +

Kedipan mata + +

Mengerutkan dahi + +

Menutup mata + +

Sudut mulut kiri lebih rendah dari kanan

N VIII (Akustikus)

Mendengar suara + +

N IX (Glosofaringeus)

Refleks muntah tidak dilakukan tidak dilakukan

Sengau + +

N X (Vagus)

Denyut nadi 72 x/menit 72 x/menit

Bersuara + +

Menelan + +

N XI (Asesorius)

Memalingkan kepala + +

Mengangkat bahu N N

Sikap bahu N N

36

N XII (Hipoglosus)

Sikap lidah N N

Tremor lidah - -

Menjulurkan lidah N N

EKSTREMITAS

Pemeriksaan Ekstremitas superior (D/S) Ekstremitas inferior (D/S)

Gerakan Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas

Sensibilitas +/N↓ +/N↓

Kekuatan 5/1 5/3

Tonus N/↑ N/↑

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

REFLEKS FISIOLOGIS

Refleks Dextra/Sinistra

Biseps +/+

Triseps +/+

Patella +/+

Achiles +/+

REFLEKS PATOLOGIS

Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra

Babinski + -

Chaddock - -

Openheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Gonda - -

37

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)

Tanggal 6 Oktober 2012 (Pemeriksaan Kimia Klinik)

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

GDP 89 mg/dL <110

GD 2jam PP 85 mg/dL <144

Cholesterol 176 mg/dL < 200

Ureum 18 mg/dL 10-50

Creatinin 0,5 mg/dL 1,0-1,3

Trigliserida 121 mg/dL < 150

HDL cholesterol 53 mg/dL > 45

LDL cholesterol 134 mg/dL < 100

Asam Urat 4,2 mg/dL 3,4-7,0

SGOT 12 u/e <37

SGPT 24 u/e <42

Pemeriksaan Darah Rutin (6 Oktober 2012)

AL : 8,7 x 103/μL (4,5 – 11 x 103/μL)

AE : 6,03 x 103/μL (4,5 – 5,5 x 103/μL)

Hb : 15,3 g/dL (14 – 18 g/dl)

HT : 45,8 % (40 – 54%)

MCV : 76 FL (85 – 100 FL)

MCH : 25,4 Pg (28 – 31 Pg)

MCHC : 33,4 g/dl (30 – 35 g/dl)

AT : 227 x 103/μL (150 – 450 x 103/μL)

LED I jam : 5 mm (3 – 8 mm)

LED II jam : 18 mm (5 – 18 mm)

Pemeriksaan Radiologi CT Scan Kepala Tanpa Kontras (8 oktober 2012)

Tampak lesi hyperdens dengan perikal edema di daerah Thalamus, Capsula Interna

dan Putamen Dextra dengan HU : 77,0 dengan volume 26 cc

Kesan:

-Gambaran SH di daerah Thalamus Capsula Interna dan Putamen Dextra

- Gambaran TIK meningkat

38

Siriraj Score :

(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (10% x 127) – (3 x 1) – 12 = 1,7

( Hasil : SS > 1 = StrokeHemoragik)

Algoritma Stroke Gajah Mada

Penurunan kesadaran (-), Nyeri Kepala (+), Refleks Babinski (-) PIS

F. DIAGNOSA

Diagnosa klinis : Hemiparese Sinistra, Hipertensi grade II, Parese N.IX dan N.VII

Diagnosa topik : Perdarahan pada Putamen Dextra

Diagnosa etiologi : Stroke Hemoragik

G. PENATALAKSANAAN

Infus RL 20 tpm

Infus Manitol 6 x 100 cc

Inj. Piracetam 2 x 3 gr

Inj. Kalnex 6 x 500 mg

Neurodex 2 x 1 tab

39

BAB III

PEMBAHASAN

A. ANAMNESA

Sejak 1 HSMRS, saat pasien bangun tidur tiba-tiba pasien merasa tangan dan kaki

kirinya tidak bisa digerakkan sehingga pasien kesulitan ketika akan berjalan,

mulut perot dan bicaranya pelo

Pasien juga mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki

kirinya terasa tebal. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti

ini.

Selain itu pasien juga mengeluh nyeri kepala (+) yang terasa cekot-cekot, mual

(+), muntah(+), nafsu makan menurun (+).

Pasien tidak memiliki riwayat DM, penyakit jantung, hiperkolesterolemia

maupun trauma. Pasien memiliki riwayat Hipertensi sejak ± 3 tahun terkontrol.

Di keluarga, nenek, ibu serta ayah pasien memiliki riwayat hipertensi juga.

Pasien juga mengaku mengkonsumsi obat tensi tetapi pasien ingin mencoba untuk

tidak ketergantungan dengan obat tensi, pasien stop minum obat selama 3 hari

sehingga berefek pada munculnya gejala seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya.

Dahulu pasien memiliki riwayat merokok tetapi bukan perokok berat, hanya

kadang-kadang saja jika ingin merokok pasien merokok tetapi sekarang sudah

berhenti total.

B. PEMERIKSAAN FISIK

- Vital Sign : TD 130/90 mmHg

Suhu, respirasi, nadi dalam batas normal

- Status internus: setelah dilakukan pemeriksaan, organ-organ lain dalam batas

normal

- Status neurologis :

Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6

Kekuatan otot : 5/1 dan 5/3

Reflek fisiologis : dalam batas normal

Reflek patologis : negatif

40

Pemeriksaan nervus kranialis : kelemahan nervus IX

(glosopfharingeus) dan nervus VII (facialis)

Siriraje Skore, Algoritma Gajah Mada : Storke Hemoragik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Interpretasi:

- Darah rutin dalam batas normal, ureum kreatinin dan OT/PT dalam batas

normal, LDL cholesterol didapatkan meningkat 134 mg/dL (hiperlipidemia)

2. CT Scan

Kesan : Gambaran SH di daerah Thalamus Capsula Interna dan Putamen Dextra

Usul pemeriksaan:

- Foto thorax untuk mengetahui apakah ada pembesaran jantung

- Pemeriksaan EKG untuk mengetahui apakah ada factor resiko atau masalah

dijantung

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat

ditegakkan diagnosis :

Hemiparese Sinistra et causa Stroke Hemoragik

Parese N VII dan IX

Hipertensi grade 2

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada pasien diantaranya adalah adanya

Hipertensi, hiperlipidemia dan kurangnya aktivitas fisik. Sebetulnya penyakit jantung

masih bisa menjadi faktor resiko pada pasien ini hanya mungkin perlu pemeriksaan lebih

lanjut ( EKG dan Foto Thorax) untuk menyingkirkannya. Sedangkan pada faktor resiko

yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor usia.

PENATALAKSANAAN

a. Farmakoterapi

1) Infus RL 20 tts/mnt

Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan sebagai jalur masuk obat

2) Infus manitol 6 x 100 cc

Mekanisme Manitol merupakan 6-karbon alkohol, yang tergolong

sebagai obat diuretikosmotik. Manitol dapat menurunkan tekanan maupun

volume intra okuler maupun serebrospinal dengan meninggikan tekanan

osmotik plasma sehingga air dari kedua macam cairan tersebut akan berdifusi

kembali ke dalam plasma dan ke dalam ruang ekstra sel. Dosis awal manitol

41

20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25- 0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-

6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi

kerjanya 4 jam.

3) Inj Piracetam 1x12 gram selanjutnya 2x3 gram

Neuro protektan dan sebagai pengobatan infark cerebri. Mekanisme

kerja piracetam pada level neuronal yaitu memperbaiki fluiditas membrane sel

serta memperbaiki neurotransmisi. Pada level vascular meningkatkan

deformabilitas eritrosit, maka aliran darah otak meningkat, mengurangi

hiperagregasi platelet, dan memperbaiki mikrosirkulasi. Dosis dan cara

pemberian piracetam dengan pemberian pertama 12 gram perinfus habis

dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 3 gram bolus IV per 6 jam atau 12

gram/21 jam dengan drip kontinu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai

dengan akhir minggu ke 4 diberikan 4,8 gram 3x/hari per oral. Minggu ke 5-

12 diberikan 2,4 gram 2x/hari peroral.

Kontraindikasi :

- Penderita dengan insufisiensi ginjal yang berat (bersihan kreatinin <

20mL/min)

- Penderita yang hipersensitif terhadap piracetam atau derivate pirolidon

lainnya, termasuk komponen obat.

- Penderita dengan cerebral haemorrhage.

4) Inj Kalnex 6x500 mg

Kalnex adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan

benang fibrin. Kalnex digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan

yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas. Kalnex

bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap

fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu. Dosis

oral : 1-1.5 gram (atau 15-25 mg/kg) 2 sampai 4 kali sehari. Dosis injeksi

intravena perlahan : 0.5 -1 g (atau 10 mg/kg) 3 kali sehari.

5) Amlodipin 5mg 1x1

Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan

menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga

mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula

sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi

42

penderita hipertensi yang juga penderita angina. Dosis diberikan melalui mulut

(per oral) sebesar 2.5-5 mg, sehari 1 kali. Dosis boleh ditambah menjadi 10

mg melalui mulut (per oral), sehari 1 kali bila diperlukan. Dosis maksimum:

10 mg/hari.

Pada kasus diatas mungkin pemberian manitol harus diperhatikan

karena manitol dapat memperberat kerja ginjal dan juga memper berat kerja

jantung.

6) Neurodex

Berfungsi sebagai neurotropik vitamin. Mengandung vitamin B1, B6

dan B12. Vitamin B juga dapat memperbaiki kerusakan jaringan saraf.

Vitamin B1 sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam alfa-keto dan berperan

dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi

piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam

metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam sintesa

asam nukleat dan berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas

jaringan syaraf.

a. Non Farmakologis

Pasien diberikan edukasi seputar penyakitnya, diantaranya:

- Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol post stroke dan latihan rutin

agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya.

- Menjelaskan tentang faktor resiko stroke dan bagaimana pecegahannya

- Motivasi menjaga asupan makanan rendah garam agar hipertensi terkontrol.

- Menjelaskan pentingnya program rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan

fungsi ekstremitas dan mencapai kesembuhan yang optimal

- Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat

psikologis pada pasien untuk membantu proses penyembuhan.

b. Rehabilitasi Medik

1.Problem

-Kelemahan sistem musculoskeletal pada ekstrimitas atas dan bawah

tubuh bagian kiri.

-Parese N VII dan IX

-Hipertensi Grade 2

-Kesulitan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) / ADL

43

-Status gizi kurang

-Sosial ekonomi menengah ke bawah

2.Fisioterapi

Problem

- Kelemahan sistem musculoskeletal pada ekstrimitas atas dan bawah

tubuh bagian kiri.

Assment

Hemiparesis sinistra

Kekuatan otot 5/1 dan 5/3

Kontaktur / atrofi (-)

Program

- Infra red dan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas dan

bawah tubuh sebelah kiri

- Memelihara ROM sendi lengan dan tungkai

- Mengurangi spastisitas dan mencegah kontraktur.

Sebaiknya ditambahkan juga dengan terapi :

2. Okupasi Terapi

Problem

-Tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri.

-Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya

dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri, dan berjalan.

Program

- Melatih pasien untuk melakukan ADL sendiri.

- Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring

(positioning). Penderita diletakkan dalam posisi yang melawan pola

spastisitas yang nantinya timbul.

- Latihan duduk. Harus melalui latihan “rolling” dulu yaitu terlentang

– tengkurap – terlentang.

- Latihan berdiri dan jalan. Melalui jalur : Lying (baring) –roling –

sitting - standing (berdiri). Terkadang dilalui jalur lain yang lebih

panjang : Lying - propping (tengkurap) dengan badan disangga,

mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh ke empat

ekstrimitas/quadripedal-berdiri.

44

3. Terapi Wicara

Problem

- Pasien berbicara sengau

Program

- Tentukan cara yang paling efektif untuk berkomunikasi

- Lakukan tekhnik-tekhnik untuk menstimulasi komunikasi dan membantu

pasien mengatasi masalah aphasia pasien (Self talk, pararel talk,

ekspansion, modeling)

- Berikan intervensi yang khusus berdasarkan pada tipe masalah wicara

apakah, aphasia comprehention atau eksprestion

- Berikan petunjuk dasar dalam berkomunikasi dengan pasien

4. Social Worker

Problem

- Hipertensi grade 2, Status gizi pasien kurang

Assasment

-Pasien berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah. Pasien

adalah seorang bapak tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.

Pasien bekerja sebagai buruh pabrik yang berpenghasilan tidak

tetap, dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan uang dari

hasil kerjanya dan terkadang tidak mencukupi.

Program

- Memotivasi penderita untuk kontrol dan latihan rutin.

- Memberimotivasi keluarga ntuk slalu mengingatkan pasien minum

obat hipertensi.

- Mengurangi asupan garam, dan makannan bersantan.

- Memotivasi keluarga pasien untuk selalu memberi dukungan dan

membantu program latihan pasien bila sudah di rumah nanti.

- Memberi pengertian kepada keluarga pasien mengenai masalah

biaya. Mungkin mencari jamkesmas.

Penatalaksanaan non farmakologis pada pasien ini sudah tepat, yaitu

sesuai dengan problem atau masalah yang ditemukan pada pasien.

45

PROGNOSIS

Pada kasus ini:

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanatioman : dubia ad malam

Ad kosmetika : dubia ad malam

46

DAFTAR PUSTAKA

Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan

Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii

Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA

eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC;

1995. p. 961-79

Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.

Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin

Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical

Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-

1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu

Penyakit Saraf. 1986.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of

Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh

dari:http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H., Enizar,

2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta

47