Preskas Rehab Medik
-
Upload
diska-paramitha -
Category
Documents
-
view
84 -
download
2
Transcript of Preskas Rehab Medik
BAB I
STROKE HEMORAGIK
A. ANATOMI
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem
vertebral. A.karotis interna stelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik dan
masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan ophtalmika untuk nervus opticus dan retina, akhirnya
bercabang dua, a.serebri anterior dan serebri media. Untuk otak sistem ini memberi
aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
a.subclavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebelli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan
3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris terakhir sebagai
sepasang cabang a.serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian
medial lobus temporalis.
Ketiga pasang arteri cerebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,
dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-
cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-
kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vetebral, yaitu :
1.Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri
media kanan dan kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua
a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior
(yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri
2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui a.optalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah
ekstrakranial).
1
Gambar Aliran Vaskularisasi dari Arcus Aorta
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.(1)
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna
yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis
superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.(1)
Area fungsional korteks serebral meliputi area motorik primer, area sensorik
primer dan area asosiasi atau sekunder yang berdekatan dengan area primer dan
berfungsi untuk integrasi dan interpretasi tingkat tinggi.
2
Area motorik primer pada korteks
1. Area motorik primer terdapat dalam girus presental. Di sini, neuron (piramidal)
mengendalikan kontraksi volunter otot rangka. Aksonnya menjalar dalam traktus
piramidal.
2. Area promotorik korteks terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron
(ekstrapiramidal) mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan berulang,
seperti mengetik.
3. Area Broca terletak di sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya. Area ini
mungkin hanya terdapat pada 1 hemisfer saja (biasanya sebelah kiri) dan
dihubungkan dengan kemampuan wicara.
Area sensorik korteks
1. Area sensorik primer terdapat dalam girus postsentral. Di sini, neuron menerima
informasi sensorik umum yang berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, sentuhan,
dan propriosepsi dari tubuh.
2. Area visual primer terletak dalam lobus oksipital dan menerima informasi dari
retina mata.
3. Area auditori primer terletak pada tepi atas lobus temporal, menerima impuls
saraf yang berkaitan dengan pendengaran.
4. Area olfaktori primer terletak pada permukaan medial lobus temporal, berkaitan
dengan indera penciuman.
3
5. Area pengecap primer (gustatori) terletak dalam lobus parietal dekat bagian
inferior girus postsentral, terlibat dalam persepsi rasa.
Area asosiasi
1. Area asosiasi frontal, yang terletak pada lobus frontal, adalah sisi fungsi
intelektual dan fisik yang lebih tinggi.
2. Area asosiasi somatic (somestetik), yang terletak dalam lobus parietal, berkaitan
dengan interpretasi bentuk dan tekstur suatu objek dan keterkaitan bagian-bagian
tubuh secara posisional.
3. Area asosiasi visual (yang terletak pada lobus oksipital) dan area asosiasi
auditorik (yang terletak dalam lobus temporal) berperan untuk menginterpretasi
pengalaman visual dan auditori.
4. Area wicara Wernicke, yang terletak dalam bagian superior lobus temporal,
berkaitan dengan pengertian bahasa dan formulasi wicara. Bagian ini
berhubungan dengan area wicara Broca.
Lateralisasi otak dan dominasi serebral:
a. Hemisfer dominan (hemisfer kiri) berkaitan dengan bahasa, wicara, analisis,
dan kalkulasi.
b. Hemisfer non-dominan (hemisfer kanan) bertanggung jawab untuk persepsi spasial,
4
dan pemikiran non-verbal atau ide.
Lobus frontal
Berfungsi untuk pusat gerak sadar, motivasi, agresi, dan sensasi bau.
Lobus pariental
Berfungsi untuk pusat ingaan, kecerdasan, nalar dan sikap.
Lobus temporal
Berfungsi untuk pusat pendengaran dan penyimpanan memory.
Lobus occipital
Berfungsi sebagai pusat penglihatan.
Gambaran Area Fungsional Korteks Serebral
B. DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan sebagai suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
5
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredarah darah otak.
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu. (Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal
2131)
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut statistik tahunan dari organisasi kesehatan sedunia (WHO 1996),
penyakit pembuluh darah otak termasuk dalam 10 penyebab kematian utama di 54
dari 57 negara. Stroke hemoragik mencakup 16,6-19% dari semua stroke.
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat.
Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab utama
cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah
kesehatan mendunia dan semakin penting terutama di negara-negara
berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita stroke.
Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahunnya, dimana sekitar 4,4 juta
meninggal dalam 12 bulan. Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding
perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau
disabilitas dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999).
The national stroke Association mengajukan penjelasan bahwa risiko stroke
meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama dari laki-laki.
Faktor resiko tambahan juga menimbulkan korban : perempuan berusia di atas 30
tahun merokok dan mengkonsumsi kontrasepsi oral dengan kandungan estrogen yang
lebih tinggi memiliki resiko stroke 22 kali lebih besar rata-rata, karena kecacatan yang
sering terjadi setelah stroke dapat sangat merugikan, karena perempuan lebih besar
kemungkinannya daripada pria untuk mengalami kecacatan serius setelah stroke.
D. ETIOLOGI
6
Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma . Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau
penyakit vaskuler perifer.(3) Berbagai gangguan patologik misalnya hipertensi
menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga reproducible dan dapat
dimodifikasi.
Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vesikuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan
otak. Sebagian lesi vaskular menyebabkan perdarahan subarachnoid (PSA) adalah
aneurisma sakular (Berry) dan malformaso arteriovena (MAV). Mekanisme lain
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarachnoid.
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena
tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi
sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya
iskemia tersebut ada dua yaitu :
4. Tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasi darah kedalam tengkorak
yang volumenya tetap
5. Vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas
di dalam ruang antara lapisan arachnoid dan pia meter meningen.
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak
dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien
kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario atas
perdarahan subarachnoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak
adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.
Perdarahan dapat terjadi dimana saja dari sistem saraf. Secara umum,
perdarahan di dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam kaitannya
dengan jaringan otak dan meningen oleh tipe lesi vaskular yang ada. Tipe perdarahan
yang mendasari stroke hemoragik adalah intraserebrum (parenkimatosa),
intraventrikel, dan PSA. Selain lesi vaskular anatomik, penyebab stroke hemoragik
adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian antikoagulan yang terlalu agresif
terutama pada pasien usia lanjut dan pemakaian amfetamin dan kokain intranasal.
7
E. KLASIFIKASI STROKE
Secara garis besar stroke berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Stroke Hemoragik
Terjadinya infark hemoragik diketahui adanya reperfusi oleh pembuluh darah
setelah oklusi hilang. Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-
kapiler menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang
hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler dan
makin memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik.
Berbeda dengan infark nonhemoragik secara patologik pada infark hemoragik
ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah nekrosis yang umumnya menetap
lebih lama yaitu beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah oklusi arteri. Ini
adalah jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian
kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subarakhnoid).
8
Gambar Perbedaan stroke hemoragik dan stroke iskemik
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :
1) Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim atau
hematoma intrakranial. Stroke jenis ini terjadi karena disebabkan suatu
aneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan
dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.
Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak dan menekan bangunan-bangunan
di otak. Peningkatan tekanan secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan sel-sel
otak di sekitar genangan darah. Jika jumlah darah yang bocor meningkat
dengan cepat, maka tekanan otak meningkat drastis. Hal ini menyebabkan
hilangnya kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyebab
perdarahan intraserebral yang paling sering adalah hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif yang disebabkan oleh
penyakit ini biasanya dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
Hipertensi (80%)
Aneurisma
Malformasi arteriovenous
Neoplasma
Gangguan koagulasi seperti hemofilia
Antikoagulan
Vaskulitis
Trauma
9
Idiophatic (6)
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial
akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang
ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarakhnoid terjadi
ketika pembuluh darah di luar otak mengalami ruptur. Hal ini menyebabkan
daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat terisi darah
Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke
ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal. Penyebab perdarahan
subarachnoid :
Aneurisma (70-75%)
Malformasi arterivenous (5%)
Antikoagulan ( < 5%)
Tumor ( < 5% )
Vaskulitis (<5%)
Tidak di ketahui (15%)
Gambar Perdarahan Subarachnoid dan Intraserebral
10
2. Stroke Non Hemoragik
Stroke karenda penyumbatan dapat dibagi antara lain yaitu:
1. Trombosis serebri
Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung. Pembuluh
darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis bagian
atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan
menempel pada permukaan terbuka sehingga permukaan dinding menjadi kasar.
Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang
mengawali proses koagulasi. (Sylvia, 1995).
Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan makrofag
dan kerusakkan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga melepaskan growth
factors yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos dan juga berperan
pada pembentukkan lesi fibrointimal pada subendotelial. (Stroke Center, 2003)
2. Emboli serebri
Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakkan emboli
serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat
berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak
11
dapat mengalami emboli, tempat yang paling sering adalah arteri serebri media bagian
atas. (Sylvia, 1995)
Gambar Stroke trombosis, stroke emboli dan hemoragik serebral
Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu terbagi menjadi :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24 jam, dapat hanya
beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang reversible dan penderita pulih seperti
semula dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi TIA adalah emboli atau
trombosis dan plak pada arteri karotis interna dan arteri vertebralis.
b. Stroke In Evolution (SIE)
Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat
12
c. Reversible Ischemic Neurology Deficit (RIND)
Merupakan stroke komplit yang terjadi perbaikkan dalam waktu beberapa hari
tetapi tidak lebih dari satu minggu.
d. Complete Stroke Ischemic
Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik
Gejala Klinis SH SNH
PIS PSA
Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada
awalnya
Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Selalu
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Bisa hilang/tidak
Hemiparesis Sering sejak awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
F. PATOFISIOLOGI
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan
darah ke otak. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 20% dari stroke yang terjadi
13
merupakan stroke hemoragik. Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di
parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang
lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Gambar Aneurisma yang pecah
Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah dan
oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan
stroke hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh
darah tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakkan
jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu
kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus
dimana hematoma meluas ke medial dan talamus serta ganglia basal rusak. Hematoma
yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakkan yang kurang selluler namun
mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi
neurologis yang mungkin reversibel.
14
Gambar Ruptur pembuluh darah mengakibatkan perdarahan otak
Pada perdarahan intraserebral (PIC), perdarahan terjadi secara langsung ke
dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa dianggap kebocoran dari arteri
intraserebral kecil rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lainnya termasuk diatesis
pendarahan, antikoagulasi iatrogenik, amiloidosis otak dan penyalahgunaan kokain.
Perdarahan intraserebral memiliki predileksi dalam otak, termasuk thalamus,
putamen, otak kecil dan batang otak. Selain daerah otak terluka oleh pendarahan, ptak
sekitarnya dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek massa hematoma.
Kenaikkan umum dalam tekanan intrakranial dapat terjadi.
Stroke akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar dua pertiga
akan mengalami perburukkan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit
maksimal saat datang ke rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan
duapertiganya jatuh dalam kondisi koma. Nyeri kepala, mual disertai muntah terjadi
pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang
terjadi sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya bergantung ukuran dan lokasi spesifik
dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah
defisit motor kontralateral dan gaze ipsilateral dengan perubahan sensori, visual dan
perilaku. Perubahan pupil terjadi akibat herniasi unkal lobus temporal mengakibatkan
midline shift. Gejala afasia bila hemisfer dominan terkena).
Perdarahan subarachnoid adalah suatu kondisi berupa perdarahan yang terjadi
dalam jarak antara bagian atas otak dan tulang tengkorak. Penyebab paling umum
stroke hemoragik subarachnoid adalah aneurisma. Hal ini ditandai oleh
pembengkakan abnormal dari pembuluh darah di dalam otak diikuti oleh pecahnya
pembuluh darah yang bengkak. Perdarahan intraserebral terjadi karena pendarahn
antara otak dan jaringan. Sebagian besar perdarahan intraserebral disebabkan oleh
perubahan drastis dalam fungsi arteri. Hal ini juga bisa terjadi karena hipertensi
jangka panjang. Namun. Banyak penyebab potensial lainnya yaitu penyakit seperti
kanker dan tumor otak.
G. FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
A. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
15
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.
Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga
menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang dapat mengganggu kelancaran
aliran darah otak sehingga menimbulkan iskemik.
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena
stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah
mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko
stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia terutama
pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke
ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi
penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor
risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan
pembuluh darah.(2,4,5,6)
4. Ras
B. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark
cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak
menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami
kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya
hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya
hipertensi.
2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke
dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung
koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini umumnya
menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah.
Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes
mellitus, obesitas ataupun hiperkolesterolemia.
16
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya mengganggu
kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark otak.
4. Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama
LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis sehingga
harus segera dikoreksi.
5. Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami
paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack atau
TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar
sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3 bulan serangan
pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama.
6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor
resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder bagi
terjadinya stroke.
7. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan
ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.
H. GAMBARAN KLINIS
Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Hal ini dapat terjadi pada :
1. Sistem karotis
Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)
Gangguan bicara (afasia atau disfasia)
Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)
Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh
2. Sistem vertebrobasiler
Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)
Gangguan nervi kraniales
Gangguan motorik
Gangguan sensorik
17
Koordinasi
Gangguan kesadaran
Perbedaan UMN LMN
Reflek Fisiologis Meningkat Menurun
Reflek Patologis Positif Negatif
Tonus Meningkat Menurun
Klonus Positif Negatif
Trofi otot Normal atau Disuse atrofi Atrofi otot
Contoh Penyakit Stroke, tetraparesis spastik
(Lesi C3,4), paraparesis
spastik (Lesi di torakal),
polyomielitis, tumor otak
Paraparesis flaksid (Lesi
dibawah L2), HNP lumbal
3 ke bawah, GBS
Adapun gejala-gejala stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan
etiologinya, yaitu :
1. Perdarahan intraserebral
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan
tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan Subarachnoid
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
18
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi
atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan
pernafasan.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Klinis anamnesa yang memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi
trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejalah atau onset
stroke seperti:
a) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
b) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.(4)
2. Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
3. Pemeriksaan Neurologi
19
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.
4. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke
Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan, antara lain apakah
pasien mendertia stroke atau bukan. Anamnesi riwayat awal dapat menuntun
dokter untuk menentukan kausa paling mungkin dari stroke yang dialami pasien.
Dari anamnesis akan ditelusuri mengenai gejala wawal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, gangguan
visual, penurunan kesadaran serta faktor resiko stroke seperti adanya riwayat
hipertensi, penggunaan obat-obatan seperti kokain dan amfetamin, adanya riwayat
penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan antikoagulan mengisyaratkan
suatu tanda stroke hemoragik. Setelah anamnesis dilakukan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik meliputi penilaian tanda vital, pemeriksaan kepala dan leher
misalnya cedera kepala akibat jatuh, pemeriksaan thoraks, abdomen, kulit dan
ekstremitas.
Pemeriksaan neurologis sebagai penilaian yang biasa dilakukan. Dapat juga
dilakukan penilaian cepat dengan tekhnik FAST, yaitu Face dengan meminta pasien
untuk senyum dan perhatikan sisi yang lemah, Arm meminta pasien untuk
mengangkat kedua tangannya dan perhatikan tangan mana yang terjatuh lebih dahulu,
Speech meminta pasien untuk mengucvapkan satu kalimat ringkasi dan perhatikan
adanya perkataan atau pengulangan yang kurang tepat, Time yakni jika ada pasien
menunjukkan gejala di atas, maka sangat bermakna untuk melakukan penatalaksanaan
segera.
Adapun dapat menggunakan sistem skor, yaitu terdiri dari :
Skor Siriraj
Ketereangan :
SS > 1 : Stroke Hemoragik
-1 < SS < 1 : Perlu konfirmasi CT Scan
SS< -1 : Stroke Non Hemoragik
Penilaian derajat kesadaran :
- Sadar penuh (0)
20
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x vomitus) +
(10% x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
- Somnolen (1)
- Koma (2)
Nyeri kepala :
- Tidak ada (0)
- Ada (1)
Vomitus :
- Tidak ada (0)
- Ada (1)
Ateroma :
- Tidak terdapat penyakit jantung, DM (0)
- Terdapat penyakit jantung, DM (1)
Skor Stroke Djoenaedi
Gejala klinis Onset Nilai
1. TIA sebelum serangan 1
2. permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5
Mendadak (menit- 1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5
Istirahat/duduk/tidur 1
Bangun tidur 1
4. sakit kepala Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
5. muntah Langsung sehabis serangan 10
Mendadak (menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari / >) 1
Tidak ada 0
6. kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10
Menurun mendadak (menit-jam) 10
Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1
21
Menurun sementara lalu sadar lagi 1
Tidak ada gangguan 0
7. tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu serangan tinggi (>140/100) 1
Waktu MRS tinggi (>140/100) 1
8.tanda rangsangan selaput otak Kaku kuduk hebat 10
Kaku kuduk ringan 5
Kaku kuduk tidak ada 0
9. pupil Isokor 5
Anisokor 10
Pinpoint kanan/kiri 10
Medriasis kanan/kiri 10
Kecil dan reaksi lambat 10
Kecil dan reaktif 10
10. fundus okuli Perdarahan subhialoid 10
Perdarahan retina(flame shaped) 7,5
Normal 0
Total SKOR :
>20 : Stroke Hemoragik
<20 : Stroke Non Hemoragik
Algoritma Gadjah Mada
22
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan Kepala
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari
patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm. Adapun berupa :
TCD (Transcranial Doppler)
Untuk melihat status sirkulasi intra kranial (kecepatan aliran darah).
Pemeriksaan TCD merupakan suatu perangkat diagnostik yang dapat
digunakan untuk menilai perubahan hemodinamik serebral. Pemeriksaan
ini tidak invasif, dilakukan secara serial, dan memiliki mobilitas tinggi.
Prinsip pemeriksaan TCD sama dengan prinsip ultrasonografi. Probe TCD
diletakkan di tulang tengkorak yang memiliki “acoustic window” untuk
menilai hemodinamik di berbagai sirkulasi serebral. Windows
transtemporal digunakan untuk menilai haemodinamik di arteri serebri
media, arteri serebri anterior, arteri karotis interna cabang terminal dan
arteri serebri posterior. Window transorbital digunakan untuk menilai arah
aliran dan kondisi haemodinamik di arteri oftalmika dan arteri karotis
interna. Window oksipital memberikan informasi tentang kondisi sirkulasi
posterior (arteri vertebralis dan arteri basilaris).
23
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.
EKG (Elektrokardiogram)
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.
Lumbal Pungsi : Untuk PSA (Perdarahan Sub Arachnoid) dan Meningitis
Laboratorium : jika curiga tes koagulasi (HT, BT, PTT, Protrombin Time),
Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan Kreatinin.
J. PENATALAKSANAAN
a) Terapi Umum
Dengan 5 B :
Breath : Oksigenasi, pemberian oksigen dari luar
Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah pasien
Brain : Menurunkan tekanan intra kranial dan menurunkan udema serebri
Bladder : Dengan pemasangan DC
Bowel : Saluran pencernaan dan pembuangan
b) Terapi Khusus
a. Stroke Non Hemoragik
Memperbaiki perfusi jaringan
Sebagai anti koagulansia : Heparin, Warfarin
Melindungi jaringan otak iskemik : Nimodipin, Piracetam
Anti udema otak : Deksametason, Manitol
Anti agregasi platelet : golongan asam asetil salisilat (aspirin).
b. Stroke Hemoragik
Perbaiki faal homeostasis, jika ada gangguan faal homeostasis
Anti udema otak : Deksametason, Manitol
Melindungi jaringan otak : Neuroprotektan : Piracetam
Obat hemostatikum : Kalnex
24
Neurotropik : Neurodex
c. Pengendalian Faktor Resiko
K. PROGNOSIS
Prognosis pada stroke perdarahan pada umumnya lebih baik dari stroke non
perdarahan. Tetapi tergantung juga dari seberapa besar perdarahan yang terjadi. Dan
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Tingkat kesadaran : sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor
meninggal 71%, dan koma meninggal 100%.
2. Usia : pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam.
3. Jenis kelamin :laki-laki lebih banyak 61% yang meninggal daripada
perempuan 41%.
4. Tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Lain-lain : cepat dan tepatnya pertolongan.
Sedangkan prognosis stroke perdarahan subarakhnoidal bergantung pada :
1. Etiologi : lebih buruk pada aneurisma.
2. Lesi tunggal/multipel : aneurisma multipel lebih buruk.
3. Lokasi aneurisma/lesi : pada a. komunikans anterior dan a. serebri anterior
lebih buruk karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel
(perdarahan ventrikel).
4. Umur : prognosis jelek pada usia lanjut.
5. Kesadaran : bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhirnya.
6. Gejala : bila kejang, memperburuk keadaan atau prognosis.
7. Spasme, hipertensi, dan perdarahan ulang, semuanya merugikan bagi
prognosis.
L. REHABILITASI MEDIK
Rumusan Departement Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses
pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuain diri yang secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu
kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI,
1983). Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke yaitu :
1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu
25
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial
3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987)
Rehabilitas medik adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi
dampak keadaan cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang
cacat mencapai integrasi sosial dan mandiri. Rehabilitasi medik merupakan terapi
secara multidisipliner yang melihat seorang pasien seutuhnya.
TAHAP-TAHAP REHABILITASI MEDIK
1. Tahap Akut
Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada
saat penderita jatuh koma/ ada renjatan, tatalaksana yang menonjol adalah upaya
yang bersifat live-saving. Bagaimanapun hal-hal sebagai berikut harus tetap
diperhatikan, upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus, serta tetap
melakukan pemeriksaan fisik untuk dapat mengikuti perkembangan penderita
secara menyeluruh. Hal yang dapat dilakukan adalah bed-positioning atau ubah
baring, bertujuan sebagai pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus.
2. Tahan Subakut
Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi.
Latihan aktif dan pasif
26
Pada awalnya rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang
terdiri dari menggerakkan semua sendi pada anggota yang lumpuh,
apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untuk menggerakkan sendi
sampai terjadi range of motion secara penuh. Bila terjadi paralisis maka
diperlukan latihan gerak sendi secara pasif sampai penderita mampu
menggerakkan sendinya.
Aktivasi elevasi
Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi
terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan
meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi
setengah duduk hingga duduk. Latihan duduk secara aktif seringkali
memerlukan alat bantu. Apabila penderita sudah mampu duduk sendiri
maka upaya berikutnya adalah latihan duduk dengan tungkai menjutai di
sisi tempat tidur, sisi mana yang sesuai dengan anggota gerak yang tidak
lumpuh.
Latihan berdiri
Apabila penderita sudah dapat duduk sendiri secara aktif segera dimulai
latihanberdiri, tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam
posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat
hipotensi postural
Latihan berjalan
Segera setelah penderita mampu berdiri maka penderita dilatih untuk
berjalan dengan melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai
sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini
dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluara penderita.
Fisioterapi
27
Pada awalnya dilakukan latihan penguat otot anggota yang sehat, yang
terdiri dari progresive resistance exercises terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot-ototnya antara lain depresor
bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor
dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh
juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional.
Terapi okupasional
Mengadakan evaluasi perawatan diri, dari hal yang sederhana misalnya
kemampuan bergerak ditempat tidur sampai kepada aktivitas yang
komplek misalnya berjalan, mengendarai mobil.
Petugas Sosial
Mengadakan evaluasi sosial, keadaan rumahnya, pekerjaannya,
pendidikannya, keadaan ekonomi, penyesuaian diri dengan masyarakat
dan sebagainya.
Orthotis-Prostetis
Mengadakan evaluasi pengadaan alat-alat ortotik (alat bantu) dan prostetik
(alat palsu) bersama dokter sesuai dengan keadaan cacatnya.
Terapi Wicara
Melakukan pemeriksaan atau tes-tes pembicaraan dan pendengaran.
Psikolog
Melakukan evaluasi psikologis, misalnya reaksi terhadap keadaan
cacatnya, kapasitas intelek, penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.
3. Tahap Lanjut (Kronis)
Dimana terapi ini biasanya dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga
penderita lebih banyak dilibatkan. PSM (Pekerja Sosial Medik) dan psikolog
harus lebih aktif. Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka kepada penderita
segera diperkenalkan program ADL (Activity of Daily Living), yaitu melakukan
kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan dan
hygiene.
28
PROGRAM REHABILITASI
Perlu dipisahkan dengan baik perbedaan antara program rehabilitasi dan
program mobilisasi. Program mobilisasi merupakan salah satu bagian program
rehabilitasi. Program rehabilitasi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan,
meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar. Tetapi mobilisasi harus
menunggu. Yang secara garis besar dapat mengikuti pola sebagai berikut :
- Pada penderita stroke oleh karena trombosis dan emboli, jika tidak ada
komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan. Dengan
perdarahan subarachnoid, dimulai setelah 2 minggu
- Stroke oleh karena trombosis atau emboli pada penderita dengan infark
miokardum tanpa komplikasi, program dimulai setelah minggu ke 3. Tetapi
jika penderita segera menjadi stabil, tidak didapatkan aritmia, mobilisasi yang
berhati-hati dimulai pada hari ke 10
- Pada progressing stroke lebih amam menunggu tercapai complete stroke baru
program latihan, meskipun pasif diberikan. Jika proses dicurigai berasal dari
sistem a.Carotis, tunggu 18-24 jam, jika dari sistem vertebrobasilar, tunggu
sampai 72 jam sebelum memastikan tidak ada progression lagi.
PROGRAM LATIHAN
1. Program latihan di tempat tidur. Pendertia post stroke, umumnya memberikan
gejala hemiplegia, sedangkan tetraplegi (double hemiplegia) ataupun monoplegia
amat jarang. Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring
(positioning) yaitu penderita diletakkan dalam posisi yang melawan pola
spastisitas yang nantinya timbul
29
2. Latihan duduk. Harus melewati latihan “rolling” terlebih dahulu yaitu terlentang-
tengkurap-terlentang
3. Latihan berdiri dan jalan. Melalui jalur Lying (baring-roling-sitting-standing
(berdiri)). Terkadang dilewati jalur lain yang lebih panjang yaitu Lying-propping
(tengkurap) dengan badan disangga, mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh
keempat ekstremitas/quadripedal-berdiri.
Terapi Rehabilitasi Medik untuk Gangguan Fungsi Luhur pada Stroke
1. Kemampuan berbahasa
Sejak awal speech terapist atau terapi wicara sudah diikut sertakan untuk
melatih otot-otot menelan, yang biasanya mengganggu pada stadium akut apalgi kalau
ada kesulitan bicara. Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan
misalnya dasi, meja, baju, lampu; atau bagian dari tubuh misalnya hidung, dagu,
bahu; mengikuti perintah/aba-aba misalnya menunjuk pintu, meja atau mengulang
ungkapan.
2. Daya ingatan/memori
Dua unsur yang harus diteliti yaitu ingatan jangka panjang dan jangka pendek.
Untuk ingatan jangka pendek, penderita diminta untuk mengulangi angka-angka atau
kata-kata yang diucapkan oleh si pemeriksa, sedangkan untuk ingatan jangka panjang
dengan bertanya pada pasien misalnya tahun lulus SD, SMP, SMA atau Universitas,
hari ulang tahun sendiri, anak, istri/suami atau orang tua.
3. Emosi/kepribadian
Status emosi dapat dilihat dari reaksi penderita terhadap pertanyaan dokter,
tindak-tanduknya terhadap orang disekelilingnya atau terhadap perasaan dan keadaan
dirinya sendiri. Emosi akan lebih nyata. Karena lesi organik yang difus menggangu
otak maka keuletan dalam fungsi mental berkurang atau tidak ada lagi sehingga
pertimbangan untuk melakukan sesuatu dengan baik tidak ada lagi akibatnya kontrol
emosi menurun seperti mudah tersinggung, mudah marah, ketakutan, cemas, tegang,
depresi, sikap bermusuhan atau dikenal sebagai labilitas emosional.
4. Kemampuan kognisi
Kemampuan kognisi ini juga perlu bantuan psikolog, dengan melakukan Mini
Mental State Examination (MMSE) yang meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk
memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua, dilakukan dalam waktu 10-15
menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat atau pekerja sosial tanpa memerlukan
latihan khusus. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang lanjut usia, normal
30
menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognisi mempunyai skor 9-27.
Penderita dengan skor 24 atau kurang, benar-benar menunjukkan gangguan kognisi.
PRINSIP REHABILITASI
- Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita
untuk pertama kalinya
- Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan karena
dapat mengakibatkan komplikasi
- Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
- Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan
- Perhatian untuk rehabilitas diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat
diperbaiki dengan latihan
- Fungsi lain rehabilitasi adalah pecegahan serangan berulang
- Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek
31
BAB II
LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK
STROKE HEMORAGIK
Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Tanggal : 17 Oktober 2012
No. RM : 12-13-212297
Ruang : Bangsal Cempaka
Masuk RS : 3 Oktober 2012
Konsul RM : 11 Oktober 2012
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DS
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Alamat : Bulu 05/06 Tegalrejo Argomulyo, Salatiga
Pekerjaan : Swasta (Buruh Pabrik Mebel)
Agama : Islam
B. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak bagian kiri
2. Keluhan Tambahan : Anggota gerak bagian kiri terasa kesemutan dan tebal,
nyeri kepala (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun (+)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan terasa lemas
pada anggota gerak bagian kiri yang dirasakan sejak pagi hari sebelum masuk
rumah sakit. Kelemahan yang dialami pada tangan kiri sama dengan yang
dialami oleh kaki kiri. 1 HSMRS, saat pasien bangun tidur tiba-tiba pasien
merasa tangan dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan sehingga pasien
kesulitan ketika akan berjalan, mulut perot dan bicaranya pelo. Pasien juga
mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki kirinya
terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri kepala (+) yang terasa
cekot-cekot, mual (+), muntah(+), nafsu makan menurun (+). Pasien tidak
32
memiliki riwayat DM maupun trauma. Pasien memiliki riwayat Hipertensi
sejak ± 3 tahun terkontrol. Di keluarga, nenek, ibu serta ayah pasien memiliki
riwayat hipertensi juga. Pasien juga mengaku mengkonsumsi obat tensi tetapi
pasien ingin mencoba untuk tidak ketergantungan dengan obat tensi, pasien
stop minum obat selama 3 hari sehingga berefek pada munculnya gejala
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebelumnya pasien belum pernah
mengalami gejala serupa. Dahulu pasien memiliki riwayat merokok tetapi
bukan perokok berat, hanya kadang-kadang saja jika ingin merokok pasien
merokok tetapi sekarang sudah berhenti total.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini.
Pasien mempunyai riwayat darah tinggi, pasien juga mengaku mengkonsumsi
obat tensi tetapi pasien ingin mencoba untuk tidak ketergantungan dengan obat
tensi, pasien stop minum obat selama 3 hari sehingga berefek pada munculnya
gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Riwayat Diabetes mellitus,
penyakit jantung dan trauma disangkal. Dahulu pasien memiliki riwayat
merokok tetapi bukan perokok berat, hanya kadang-kadang saja jika ingin
merokok pasien merokok tetapi sekarang sudah berhenti total.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi dalam keluarga diakui pasien ada yaitu nenek,
ayah dan ibu pasien. Riwayat penyakit kencing manis dalam keluarga
disangkal. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tersebut disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
6. Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien adalah seorang bapak. Tinggal bersama istri dan ketiga
anaknya. Pasein mempunyai 3 orang anak. Aktivitas sehari-hari pasien adalah
bekerja sebagai buruh pabrik yang berpenghasilan tidak tetap.
7. Anamnesis Sistem
o Sistem Serebrospinal : CM,Nyeri kepala (+)
o Sistem Kardiovaskular : tekanan darah tinggi (+)
o Sistem Respirasi : tak ada keluhan
o Sistem Gastrointestinal : tak ada keluhan
o Sistem Muskuloskeletal : tangan dan kaki kiri lemah (+)
33
o Sistem Integumentum : tak ada keluhan
o Sistem Urogenital : tak ada keluhan
C. DATA OBYEKTIF
Status present tanggal 3 Oktober 2012
- Keadaan Umum : Somnolen, E3V5M6
- Tekanan darah : 221/117 mmHg; 210/127 mmHg
- Denyut nadi : 80x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 36,5 °C
Status Pemeriksaan tanggal 17 Oktober 2012
- Keadaan Umum : Compos Mentis, E4V5M6
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Denyut nadi : 72x/menit
- Pernapasan : 24x/menit
- Suhu : 36,5 °C
D. Status Internus (17 Oktober 2012)
Kepala : Mesochepal, simetris, ukuran normochepal, penglihatan kabur dan
pendengaran (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limpa, kaku kuduk (-).
Thorak : Bentuk dinding thorak simetris, ketinggalan gerak (-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba, kuat angkat
- Perkusi : Suara redup
- Auskultasi : Irama S1-S2 reguler, bising (-)
- batas jantung
Kiri atas : SIC II linea parasternalis kiri
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V 3cm dari caudo lateral linea midclavicula
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan
Paru-paru
34
- Inspeksi : Permukaan datar tak tampak retraksi
- Palpasi : Fokal femitus ka=ki
- Perkusi : Sonor disemua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+), Suara tambahan: (-)
Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar, venektasi tidak ada
- Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Atas : tangan kiri lemah (+)
Bawah : kaki kiri lemah (+)
C. Status psikis
Pasien berharap bisa sembuh seperti semula supaya bisa kembali bekerja dan
menafkahi istri dan anaknya.
D. Status Neurologis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis; GCS : E 4V5M6
Orientasi : Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik).
Daya Ingat : Baru (baik), Lama (baik)
Orientasi : Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik).
Daya Ingat : Baru (baik), Lama (baik).
SARAF-SARAF OTAK
Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Daya Penghidu + +
N II (Optikus) Kanan Kiri
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna + +
Medan penglihatan + +
N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
35
Gerakan bola mata ke :
Superior + +
Inferior + +
Medial + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah + +
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Menggigit + +
Membuka mulut + +
N VI (Abdusens)
Gerakan mata ke lateral + +
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi + +
Kedipan mata + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Sudut mulut kiri lebih rendah dari kanan
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + +
N IX (Glosofaringeus)
Refleks muntah tidak dilakukan tidak dilakukan
Sengau + +
N X (Vagus)
Denyut nadi 72 x/menit 72 x/menit
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Mengangkat bahu N N
Sikap bahu N N
36
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah N N
EKSTREMITAS
Pemeriksaan Ekstremitas superior (D/S) Ekstremitas inferior (D/S)
Gerakan Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas
Sensibilitas +/N↓ +/N↓
Kekuatan 5/1 5/3
Tonus N/↑ N/↑
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Dextra/Sinistra
Biseps +/+
Triseps +/+
Patella +/+
Achiles +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski + -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
37
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
Tanggal 6 Oktober 2012 (Pemeriksaan Kimia Klinik)
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
GDP 89 mg/dL <110
GD 2jam PP 85 mg/dL <144
Cholesterol 176 mg/dL < 200
Ureum 18 mg/dL 10-50
Creatinin 0,5 mg/dL 1,0-1,3
Trigliserida 121 mg/dL < 150
HDL cholesterol 53 mg/dL > 45
LDL cholesterol 134 mg/dL < 100
Asam Urat 4,2 mg/dL 3,4-7,0
SGOT 12 u/e <37
SGPT 24 u/e <42
Pemeriksaan Darah Rutin (6 Oktober 2012)
AL : 8,7 x 103/μL (4,5 – 11 x 103/μL)
AE : 6,03 x 103/μL (4,5 – 5,5 x 103/μL)
Hb : 15,3 g/dL (14 – 18 g/dl)
HT : 45,8 % (40 – 54%)
MCV : 76 FL (85 – 100 FL)
MCH : 25,4 Pg (28 – 31 Pg)
MCHC : 33,4 g/dl (30 – 35 g/dl)
AT : 227 x 103/μL (150 – 450 x 103/μL)
LED I jam : 5 mm (3 – 8 mm)
LED II jam : 18 mm (5 – 18 mm)
Pemeriksaan Radiologi CT Scan Kepala Tanpa Kontras (8 oktober 2012)
Tampak lesi hyperdens dengan perikal edema di daerah Thalamus, Capsula Interna
dan Putamen Dextra dengan HU : 77,0 dengan volume 26 cc
Kesan:
-Gambaran SH di daerah Thalamus Capsula Interna dan Putamen Dextra
- Gambaran TIK meningkat
38
Siriraj Score :
(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (10% x 127) – (3 x 1) – 12 = 1,7
( Hasil : SS > 1 = StrokeHemoragik)
Algoritma Stroke Gajah Mada
Penurunan kesadaran (-), Nyeri Kepala (+), Refleks Babinski (-) PIS
F. DIAGNOSA
Diagnosa klinis : Hemiparese Sinistra, Hipertensi grade II, Parese N.IX dan N.VII
Diagnosa topik : Perdarahan pada Putamen Dextra
Diagnosa etiologi : Stroke Hemoragik
G. PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Infus Manitol 6 x 100 cc
Inj. Piracetam 2 x 3 gr
Inj. Kalnex 6 x 500 mg
Neurodex 2 x 1 tab
39
BAB III
PEMBAHASAN
A. ANAMNESA
Sejak 1 HSMRS, saat pasien bangun tidur tiba-tiba pasien merasa tangan dan kaki
kirinya tidak bisa digerakkan sehingga pasien kesulitan ketika akan berjalan,
mulut perot dan bicaranya pelo
Pasien juga mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki
kirinya terasa tebal. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini.
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri kepala (+) yang terasa cekot-cekot, mual
(+), muntah(+), nafsu makan menurun (+).
Pasien tidak memiliki riwayat DM, penyakit jantung, hiperkolesterolemia
maupun trauma. Pasien memiliki riwayat Hipertensi sejak ± 3 tahun terkontrol.
Di keluarga, nenek, ibu serta ayah pasien memiliki riwayat hipertensi juga.
Pasien juga mengaku mengkonsumsi obat tensi tetapi pasien ingin mencoba untuk
tidak ketergantungan dengan obat tensi, pasien stop minum obat selama 3 hari
sehingga berefek pada munculnya gejala seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Dahulu pasien memiliki riwayat merokok tetapi bukan perokok berat, hanya
kadang-kadang saja jika ingin merokok pasien merokok tetapi sekarang sudah
berhenti total.
B. PEMERIKSAAN FISIK
- Vital Sign : TD 130/90 mmHg
Suhu, respirasi, nadi dalam batas normal
- Status internus: setelah dilakukan pemeriksaan, organ-organ lain dalam batas
normal
- Status neurologis :
Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6
Kekuatan otot : 5/1 dan 5/3
Reflek fisiologis : dalam batas normal
Reflek patologis : negatif
40
Pemeriksaan nervus kranialis : kelemahan nervus IX
(glosopfharingeus) dan nervus VII (facialis)
Siriraje Skore, Algoritma Gajah Mada : Storke Hemoragik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Interpretasi:
- Darah rutin dalam batas normal, ureum kreatinin dan OT/PT dalam batas
normal, LDL cholesterol didapatkan meningkat 134 mg/dL (hiperlipidemia)
2. CT Scan
Kesan : Gambaran SH di daerah Thalamus Capsula Interna dan Putamen Dextra
Usul pemeriksaan:
- Foto thorax untuk mengetahui apakah ada pembesaran jantung
- Pemeriksaan EKG untuk mengetahui apakah ada factor resiko atau masalah
dijantung
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat
ditegakkan diagnosis :
Hemiparese Sinistra et causa Stroke Hemoragik
Parese N VII dan IX
Hipertensi grade 2
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada pasien diantaranya adalah adanya
Hipertensi, hiperlipidemia dan kurangnya aktivitas fisik. Sebetulnya penyakit jantung
masih bisa menjadi faktor resiko pada pasien ini hanya mungkin perlu pemeriksaan lebih
lanjut ( EKG dan Foto Thorax) untuk menyingkirkannya. Sedangkan pada faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor usia.
PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
1) Infus RL 20 tts/mnt
Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan sebagai jalur masuk obat
2) Infus manitol 6 x 100 cc
Mekanisme Manitol merupakan 6-karbon alkohol, yang tergolong
sebagai obat diuretikosmotik. Manitol dapat menurunkan tekanan maupun
volume intra okuler maupun serebrospinal dengan meninggikan tekanan
osmotik plasma sehingga air dari kedua macam cairan tersebut akan berdifusi
kembali ke dalam plasma dan ke dalam ruang ekstra sel. Dosis awal manitol
41
20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25- 0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-
6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi
kerjanya 4 jam.
3) Inj Piracetam 1x12 gram selanjutnya 2x3 gram
Neuro protektan dan sebagai pengobatan infark cerebri. Mekanisme
kerja piracetam pada level neuronal yaitu memperbaiki fluiditas membrane sel
serta memperbaiki neurotransmisi. Pada level vascular meningkatkan
deformabilitas eritrosit, maka aliran darah otak meningkat, mengurangi
hiperagregasi platelet, dan memperbaiki mikrosirkulasi. Dosis dan cara
pemberian piracetam dengan pemberian pertama 12 gram perinfus habis
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 3 gram bolus IV per 6 jam atau 12
gram/21 jam dengan drip kontinu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai
dengan akhir minggu ke 4 diberikan 4,8 gram 3x/hari per oral. Minggu ke 5-
12 diberikan 2,4 gram 2x/hari peroral.
Kontraindikasi :
- Penderita dengan insufisiensi ginjal yang berat (bersihan kreatinin <
20mL/min)
- Penderita yang hipersensitif terhadap piracetam atau derivate pirolidon
lainnya, termasuk komponen obat.
- Penderita dengan cerebral haemorrhage.
4) Inj Kalnex 6x500 mg
Kalnex adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan
benang fibrin. Kalnex digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan
yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas. Kalnex
bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap
fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu. Dosis
oral : 1-1.5 gram (atau 15-25 mg/kg) 2 sampai 4 kali sehari. Dosis injeksi
intravena perlahan : 0.5 -1 g (atau 10 mg/kg) 3 kali sehari.
5) Amlodipin 5mg 1x1
Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan
menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga
mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula
sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi
42
penderita hipertensi yang juga penderita angina. Dosis diberikan melalui mulut
(per oral) sebesar 2.5-5 mg, sehari 1 kali. Dosis boleh ditambah menjadi 10
mg melalui mulut (per oral), sehari 1 kali bila diperlukan. Dosis maksimum:
10 mg/hari.
Pada kasus diatas mungkin pemberian manitol harus diperhatikan
karena manitol dapat memperberat kerja ginjal dan juga memper berat kerja
jantung.
6) Neurodex
Berfungsi sebagai neurotropik vitamin. Mengandung vitamin B1, B6
dan B12. Vitamin B juga dapat memperbaiki kerusakan jaringan saraf.
Vitamin B1 sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam alfa-keto dan berperan
dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi
piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam
metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam sintesa
asam nukleat dan berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas
jaringan syaraf.
a. Non Farmakologis
Pasien diberikan edukasi seputar penyakitnya, diantaranya:
- Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol post stroke dan latihan rutin
agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya.
- Menjelaskan tentang faktor resiko stroke dan bagaimana pecegahannya
- Motivasi menjaga asupan makanan rendah garam agar hipertensi terkontrol.
- Menjelaskan pentingnya program rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan
fungsi ekstremitas dan mencapai kesembuhan yang optimal
- Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat
psikologis pada pasien untuk membantu proses penyembuhan.
b. Rehabilitasi Medik
1.Problem
-Kelemahan sistem musculoskeletal pada ekstrimitas atas dan bawah
tubuh bagian kiri.
-Parese N VII dan IX
-Hipertensi Grade 2
-Kesulitan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) / ADL
43
-Status gizi kurang
-Sosial ekonomi menengah ke bawah
2.Fisioterapi
Problem
- Kelemahan sistem musculoskeletal pada ekstrimitas atas dan bawah
tubuh bagian kiri.
Assment
Hemiparesis sinistra
Kekuatan otot 5/1 dan 5/3
Kontaktur / atrofi (-)
Program
- Infra red dan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas dan
bawah tubuh sebelah kiri
- Memelihara ROM sendi lengan dan tungkai
- Mengurangi spastisitas dan mencegah kontraktur.
Sebaiknya ditambahkan juga dengan terapi :
2. Okupasi Terapi
Problem
-Tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri.
-Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya
dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri, dan berjalan.
Program
- Melatih pasien untuk melakukan ADL sendiri.
- Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring
(positioning). Penderita diletakkan dalam posisi yang melawan pola
spastisitas yang nantinya timbul.
- Latihan duduk. Harus melalui latihan “rolling” dulu yaitu terlentang
– tengkurap – terlentang.
- Latihan berdiri dan jalan. Melalui jalur : Lying (baring) –roling –
sitting - standing (berdiri). Terkadang dilalui jalur lain yang lebih
panjang : Lying - propping (tengkurap) dengan badan disangga,
mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh ke empat
ekstrimitas/quadripedal-berdiri.
44
3. Terapi Wicara
Problem
- Pasien berbicara sengau
Program
- Tentukan cara yang paling efektif untuk berkomunikasi
- Lakukan tekhnik-tekhnik untuk menstimulasi komunikasi dan membantu
pasien mengatasi masalah aphasia pasien (Self talk, pararel talk,
ekspansion, modeling)
- Berikan intervensi yang khusus berdasarkan pada tipe masalah wicara
apakah, aphasia comprehention atau eksprestion
- Berikan petunjuk dasar dalam berkomunikasi dengan pasien
4. Social Worker
Problem
- Hipertensi grade 2, Status gizi pasien kurang
Assasment
-Pasien berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah. Pasien
adalah seorang bapak tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik yang berpenghasilan tidak
tetap, dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan uang dari
hasil kerjanya dan terkadang tidak mencukupi.
Program
- Memotivasi penderita untuk kontrol dan latihan rutin.
- Memberimotivasi keluarga ntuk slalu mengingatkan pasien minum
obat hipertensi.
- Mengurangi asupan garam, dan makannan bersantan.
- Memotivasi keluarga pasien untuk selalu memberi dukungan dan
membantu program latihan pasien bila sudah di rumah nanti.
- Memberi pengertian kepada keluarga pasien mengenai masalah
biaya. Mungkin mencari jamkesmas.
Penatalaksanaan non farmakologis pada pasien ini sudah tepat, yaitu
sesuai dengan problem atau masalah yang ditemukan pada pasien.
45
PROGNOSIS
Pada kasus ini:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanatioman : dubia ad malam
Ad kosmetika : dubia ad malam
46
DAFTAR PUSTAKA
Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii
Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA
eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC;
1995. p. 961-79
Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-
1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 1986.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H., Enizar,
2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
47