preskas pyopneumothoraks

54
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : Ny. WM Umur : 22 tahun Alamat : Jl. Hidayah RT. 10 RW. 12 Kelapa Dua Wetan - Ciracas Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam No. Rekam Medis : 2013-495672 Ruang Rawat : Ruang Melati RSUD Pasar Rebo Jakarta Tanggal Masuk RS : 27 November 2013 II. ANAMNESIS (Autoanamnesa) Keluhan utama Batuk sejak 3 minggu SMRS, dahak (+) sulit keluar, sesak (+), Nyeri dada sebelah kiri (+) Keluhan Tambahan Demam (+) keringat dingin (+) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan batuk yang diderita sejak 3 minggu SMRS. Batuk disertai dahak kental sulit dikeluarkan. Demam dirasa oleh pasien 1

Transcript of preskas pyopneumothoraks

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. WM

Umur : 22 tahun

Alamat : Jl. Hidayah RT. 10 RW. 12 Kelapa Dua Wetan - Ciracas

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 2013-495672

Ruang Rawat : Ruang Melati RSUD Pasar Rebo Jakarta

Tanggal Masuk RS : 27 November 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesa)

Keluhan utama

Batuk sejak 3 minggu SMRS, dahak (+) sulit keluar, sesak (+), Nyeri dada sebelah kiri

(+)

Keluhan Tambahan

Demam (+) keringat dingin (+)

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan batuk yang diderita sejak 3

minggu SMRS. Batuk disertai dahak kental sulit dikeluarkan. Demam dirasa oleh pasien

berbarengan dengan batuknya. Pasien juga keluar keringat dingin pada malam hari.

Keluhan sesak dirasa oleh pasien, keluhan mual dan muntah di sangkal oleh pasien.

Nafsu makan dan minum pasien berkurang. Berat badan pasien berkurang sejak sakit dari

semula 58 kg menjadi 40 kg. Sebelumnya pasien pernah dirawat pada 3 bulan lalu

dengan keluhan yang sama. Pasien dalam pengobatan TB sejak 1 tahun lalu dan

pengobatannya tidak tuntas. Karena sakit tidak kunjung sembuh, pasien pindah berobat

ke klinik di dekat rumah pasien dan kemudian diberikan OAT kembali dengan komposisi

1

rifampisin yang semula diberikan 1 kali dinaikan pemberiannya jadi 2 kali. Obat dirasa

tidak cocok oleh pasien dan kemudian pasien mengeluhkan seluruh badan menjadi

kekuningan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit Diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan penyakit

ginjal di sangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien pernah menderita TB dan meninggal karena penyakit TB nya

Tante pasien juga menderita TB

Riwayat penyakit asma pada keluarga disangkal

Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal

Riwayat penyakit diabetes mellitus pada keluarga pasien disangkal

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok disangkal

Riwayat meminum minuman keras disangkal

Riwayat sering meminum jamu disangkal

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis (GCS 15)

Tekanan Darah : 100/70

Nadi : 80 x / menit

Pernapasan : 20 x / menit

Suhu : 37C

2

IV. ASPEK KEJIWAAN

1. Tingkah laku : Dalam Batas Normal

2. Proses pikir : Dalam Batas Normal

3. Kecerdasan : Dalam Batas Normal

V. PEMERIKSAAN FISIK

KULIT

- Warna : Sawo Matang - Jaringan parut : - - Pertumbuhan rambut : Tebal - Suhu raba : Afebris - Keringat : Umum dan setempat (-) - Lapisan lemak : Baik - Efloresensi : -- Pigmentasi : -- Pembuluh darah : Tidak terdapat pelebaran- Lembab / kering : Biasa- Turgor : Baik- Ikterus : -- Edema : -

KEPALA

- Bentuk : Normocephal- Posisi : Simetris- Penonjolan : Tidak ada

MATA

- Exopthalmus : - - Lapangan Penglihatan: Baik - Kelopak : Normal - Deviatio conjugae : -- Konjungtiva : Tidak anemis - Gerakan mata : Baik - Sklera : Tidak Ikterik - Enopthalmus : -

3

TELINGA

- Tuli : - - Serumen : -- Lubang : Baik- Perdarahan : -

MULUT

- Bibir : Basah- Tonsil : T1-T1- Langit-langit : Normal- Bau pernapasan : Biasa - Trismus : -- Faring : Tidak hiperemis- Selaput lendir : - - Lidah : Bersih

LEHER

- Tekanan Vena Jugularis : Normal - Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembesaran- Kelenjar Lymfe : Tidak ada pembesaran

DADA

- Bentuk : Hemithorak kiri dan kanan dalam batas normal.- Pembuluh darah : Tidak terlihat pelebaran- Buah dada : Tidak ada kelainan

PARU-PARU

Thoraks Depan

Hemithorak Kanan

- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris- Perkusi : Terdengar sonor- Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, whezing -/-

4

Hemithorak Kiri

- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi- Palpasi : Fremitus vocal menurun- Perkusi : mulai redup pada ICS 6- Auskultasi : Suara nafas vesikuler melemah, rhonki -/-, wheezing -/-

Thoraks Belakang

Hemithoraks kanan

- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris- Perkusi : Terdengar sonor- Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, whezing -/-

Hemithorak Kiri

- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus vocal menurun- Perkusi : mulai redup pada ICS 6- Auskultasi : Suara nafas vesikuler melemah, Rhonki -/-, wheezing -/-

JANTUNG

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak- Palpasi : Ictus cordis teraba- Perkusi : Batas jantung kanan :ICS IV linea mid parasternal dekstra

Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

Batas jantung atas : ICS III Linea mid parasternal dekstra

- Auskultasi : BJ I & II murni reguler

ABDOMEN

- Inspeksi : datar, simetris , supel, sikatrik (-)- Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba adanya masa- Hati : tidak teraba membesar- Limpa : tidak teraba membesar

5

- Ginjal : tidak teraba - Perkusi : Timpani - Auskultasi :bising usus (+), normal

EKSTREMITAS

Lengan Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan 5 5

Tungkai dan Kaki Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan Normal NormalEdema - -Luka - -Varises - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN 27 Nov 03 Des 4 Des 9 Des 29 Des 31 Des NILAI NORMAL

Hematologi :

Hemoglobin 8,7 8,4 - 10,5 9,2 D 13,2 – 17,3 gr/dl

Hematokrit 25% 25% - 32% 29% D 40 – 52

6

Leukosit 8220 4450 - 6560 10.760 D 3600 – 11.000

Trombosit 455.000 320.000 - 439.000 504.000D 150.000 –

440.000

LED - - - - - < 15 mm/jam

Kimia Darah :

GDS 125 - - - - < 200 mg/dl

Ureum 22,1 - - - - 20 – 40 mg/dl

Kreatinin Darah 0,3 - - - - 0,35 – 0,93mg/dl

Asam urat - - - - - 2-7 md/dl

Hitung Jenis :

Basofil - - - - - Kuning

Eosinofil - - - - - Jernih

Batang - - - - - 4,8 – 7,4

Segmen - - - - - 1,015 – 1,025

Limfosit-

- - - -

Monosit-

- - - -

Fungsi Hati :

Protein Total - - - - - 5,5 6 – 8 mg/dl

Albumin - - 2,8 - - 2,8 3,4 – 4,8 mg/dl

Globulin - - - - - 2,7 < 2 gr/dl

Bilirubin Total - - 2,52 2,80 - 0,57 0,1 – 1,0

Bilirubin Direk - - 2,33 1,73 - 0,40 0 – 0,2

Bilirubin Indirek - - 0,19 1,07 - 0,17

SGPT 51 - 29 - - 10 0 – 35

SGOT 47 - 24 - - 10 0 – 35

7

Alkali Fosfatase - - - - - 61 30 – 120

Ureum - - - - - 18,3 20-40

Kreatinin Darah - - - - - 0,5 0,35-0,93

Pemeriksaan Imunologi / Serologi ( tanggal 17 Desember 2013 )

HbsAg : non reaktif

IgM HAV : non reaktif

Anti HCV total : non reaktif.

Foto Thoraks

Tanggal 29 November 2013

8

Tanggal 19 Desember 2013

Tanggal 27 Desember 2013

9

Cor : Normal

Sinus costofrenicus dan diafragma kiri terselubung

Pulmo : Pneumothoraks sinistra berkurang.

Masih tampak perselubungan basal paru kiri dan dilapangan atas tengah lateral kanan.

Kesan : Dibanding foto tanggal 29 Nov 2013 lesi berkurang

CT-Scan Thoraks

Tanggal 3 Desember 2013

10

Ct-scan thoraks tanpa kontras, potongan axial ketebalan irisan 10 mm. Dengan hasil sebagai berikut:

Windows paru :

Tampak kolaps paru kiri dengan pneumothoraks kiri.

Tampak infiltrate di segmen 3,2,1 dan 6 paru kanan.

Windows mediastinum:

Tidak tampak massa pada paru dan mediastinum.

Cor tidak membesar, tidak tampak pericardial effusion.

Tidak tampak pembesaran KGB trachea, corona, dan parahiler.

Tampak efusi pleura kiri.

Kesan : - Pneumothoraks dengan colaps paru kiri

-Sugestif TB paru

Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan batuk yang diderita sejak 3

minggu SMRS. Batuk disertai dahak kental sulit dikeluarkan. Demam dirasa oleh pasien

berbarengan dengan batuknya. Pasien juga keluar keringat dingin pada malam hari.

Keluhan sesak dirasa oleh pasien, keluhan mual dan muntah di sangkal oleh pasien.

Nafsu makan dan minum pasien berkurang. Berat badan pasien berkurang sejak sakit dari

semula 58 kg menjadi 40 kg. Sebelumnya pasien pernah dirawat pada 3 bulan lalu

dengan keluhan yang sama. Pasien dalam pengobatan TB sejak 1 tahun lalu dan

pengobatannya tidak tuntas. Karena sakit tidak kunjung sembuh, pasien pindah berobat

ke klinik di dekat rumah pasien dan kemudian diberikan OAT kembali dengan komposisi

rifampisin yang semula diberikan 1 kali dinaikan pemberiannya jadi 2 kali. Obat dirasa

tidak cocok oleh pasien dan kemudian pasien mengeluhkan seluruh badan menjadi

kekuningan. Riwayat penyakit Diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan

penyakit ginjal di sangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik thoraks, fremitus taktil dan

11

vocal teraba melemah disebelah kiri. Thoraks terpasang WSD. Hepar dan lien tidak terba

membesar.

Diagnosis

o Piopneumothoraks ec. TB Paru

o Ikterik

Terapi

o Infus RA /24 jam

o Pemasangan WSD

o Ranitidine 2x1

o Cefoperazone 2x1

o Biocurlive 3x1

o Ambroksol 3x1

o FE 2x1

o Imboost 3x1

o Urdahex 3x1

o Codein 3x1

o Cefixime 2x1

o INH 1x300

o Etambutol 1x500

o Rifampisin 1x300

o Donperidon 3x1

o Metronidazol 3x500

o Streptomisin 1x500

o Asam Mefenamat 3x1

o Lansoprazol 1x1

o Primperan 3x1

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

12

Pengkajian Masalah

Diagnosis pneumothoraks dan empiema ditegakan berdasarkan gejala klinis, dan

pemeriksaan radiologi thoraks. Dimana pada pasien ini terdapat keluhan sesak nafas yang

cukup lama, pergerakan dada berkurang,dan batuk- batuk. Juga terdapat keluhan

berkeringat dimalam hari.

Pada auskultasi didapatkan fremitus melemah di sebelah kiri. Pada selang WSD yang

terpasang pada paru sebelah kiri pasien keluar cairan berupa nanah.

Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral mempunyai arti penting untuk

diagnosis empiema. Pasien yang difoto dengan posisi berdiri, cairan pleura bebas akan

terakumulasi di bagian terendah hemitoraks dan sudut kostofrenikus. Foto toraks dengan

diafragma normal tetapi tampak gambaran berkantong yang terlokalisir sebaiknya juga

diperiksa ultrasonografi (USG) toraks atau computed tomography scan (CT scan),

terlebih bila terlihat gambaran efusi. Selanjutnya dilakukan torakosentesis, cairan yang

didapat diperiksa warna, purulensi, viskositas, bau dan analisis cairan pleura. Cairan pleura

berupa transudat tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Piopneumotoraks ialah terdapatnya gas atau udaradi dalam pleura

( pneumothoraks ) dan disertai cairan berupa nanah di pleura ( empiema ).

Piopneumothoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari

mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau

esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan

sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah

Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.

Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru, adanya

fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar paru

seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik

dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik

ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan

eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan

peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental.

Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung yang akhirnya akan melokalisasi nanah

tersebut.

14

I. Pneumothoraks

I.I. Definisi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang

menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.

I.II. Klasifikasi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat

diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba

tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari

oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,

penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

15

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi

maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena

jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis

dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan

untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum

era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga jenis, yaitu:

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding

dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura

awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap

oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-

ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah

kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura

tetap negatif.

16

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai

dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan

menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi

pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking

wound).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama

makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada

waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan

selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam

rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<

50% volume paru).

17

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%

volume paru).

I.III. Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps,

apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam

menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-

masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata

paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :

83 512______ = ________ = ± 50 %

103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan

jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat

antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

18

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks.

I.IV. Gejala klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,

dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang

sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

19

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10

3

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis

pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut:

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada

tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita

mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang

kurang.

I.V. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura

tinggi

20

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

I.VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara

lain:

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak

garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk

garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada

di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar

kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals

melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan

jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi

pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai

berikut:

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai

dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah

mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal

ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang

tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah

yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan

ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang

terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan

sampai ke daerah dada depan dan belakang.

21

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah

merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada

kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat

secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan

pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk

membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

22

I.VII. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,

penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,

maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi

tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam

beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan

ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra

pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan

demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif

karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,

kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan

dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan

23

tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di

dalam botol.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan

kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks

sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap

ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.

Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah

klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari

ujung infuse set yang berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan

troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan

insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris

posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke

rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks

yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks

yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik

lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm

di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah

keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap

positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar

10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru

telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif

kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu

dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam

rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.

24

Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi

maksimal.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat

bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang

menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru

tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau

terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua

pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

25

I.VIII. Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap

penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis

dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan,

untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.

I.IX. Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat

untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

26

II. Empyema

II.1. Definisi

Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi).

Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di dalam rongga di

sekitar paru (rongga pleura).

II.II. Etiologi

Empyema dapat disebabkan oleh infeksi dari paru dan infeksi dari luar paru. Infeksi yang berasal

dari dalam paru antara lain disebabkan karena pneumonia, abses paru, fistel bronkopleura,

bronkiektasis, dan tuberculosis paru. Infeksi dari luar paru antara lain disebabkan karena trauma

otak, pembedahan otak, torakosentesis, abses hati karena amuba.

Empyema dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif (Klebsiella, Bacteroides, E. coli), S.

aureus , S. pyogenes , bakteri anaerob , polimikroba.

II.III. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empyema thoraks dapat dibagi dua yaitu empyema akut

dan empiema kronis. Empiema akut terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya

peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas tegas antara empyema akut dan kronis

sukar ditentukan. Empyema disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan American Thoracis Society membagi empyema thoraks menjadi tiga stadium

antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen, stadium organisasi. Stadium eksudat terjadi

saat cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespon proses inflamasi di pleura.

Inflamasi di pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan

pleura. Stadium ini terjadi selama 24 hingga 72 jam . Stadium Fibropurulen terjadi saat cairan

pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di permukaan pleura yang bisa melokulasi pus dan

secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru. Cairan ini berisi leukosit polimorfonuklear,

bakteri dan debris seluler. Stadium ini berakhir setelah 7 sampai 10 hari dan sering

membutuhkan penanganan lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube. Stadium organisasi

27

terjadi saat kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga

abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps dan kelilingi

oleh bungkusan tebal yang tidak elastik yang terbentuk dari proliferasi fibroblast. Stadium ini

dapat terjadi selama 2 sampai 4 minggu setelah gejala awal.

II.IV. Patogenesis

Terjadinya empyema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain melalui perkontinuitatum,

hematogen, dan dari infeksi dari luar dinding thorak. Terjadinya empyema melalui

perkontinuitatum dapat terjadi pada komplikasi penyakit pneumonia dan abses paru, oleh karena

kuman menjalar dan menembus pleura viseralis. Terjadinya empyema dapat juga secara

hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis. Empiema terjadi dapat berasal

dari infeksi dari luar dinding thorak yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada

trauma thorak, abses dinding thorak.

Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang diikuti

dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati

dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-

endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila

nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thorak dan keluar

melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut empyema akut yang lama-

lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).

Empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-kotak

yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi perubahan

pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar,maka akan menembus

dinding dada ke dalam parenkim paru dan menimbulkan fistula. Kantung-kantung nanah yang

terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan

terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh

sampul tebal yang tidak elastis.

28

II.V. Manifestasi klinis

Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut memiliki

gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, anemia. Jika

nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura dan empyema necessitasis. Batas

tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan sudah

lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak mundur.

Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat dapat

mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.

Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten, takikardi, dispneu, sianosis,

batuk-batuk.

II.VI. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak asimetrik,

bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit tertinggal,

perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah

tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.

Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan cairan. jantung

dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi

yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.

29

gambar foto rontgen pada pasien empyema

Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya nanah dipakai

sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur dan tes kepekaan antibiotik.

Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat dikirimkan untuk

pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan

gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan

histiosit, kesan pleuritis supuratif.

Gambaran Patologi anatomi

30

II.VII. Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :

a. Pengosongan rongga pleura

Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan

cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.

Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:

1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan

indikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi, nanah terus terbentuk

setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.

Gambar water sealed drainage

2. Open drainage Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka

diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empyema

31

menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau

mungkin sebab lain seperti drainase yang kurang bersih.

gambar open window thoracostomy

b. Pemberian antibiotik yang sesuai

Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat.

Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan

selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.

Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :

1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg

2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg

3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg

4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena, dengan dosis 1 gram

dalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.

5. Eritromicin oral 2 – 4 kali per hari 250-500 mg.

32

c. Penutupan rongga pleura

Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena penebalan dan

kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :

1. Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura yang

menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik, karena kantung-

kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain, empyema totalis yang

mengalami organisasi pada pleura visceralis.

2. Torakoplasti

Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena adanya fistel

bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini pembedahan

dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan untuk memperluas

ruang gerak paru.

33

d. Pengobatan kausal

Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya

empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, dan

sebagainya.

II.VIII. Penanggulangan Empyema

Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :

a. Fase I (fase eksudat)

Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik

terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai

pengembangan paru yang sempurna.

b. Fase II (fase fibropurulen)

Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka

(reseksi iga open window ). Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan

perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu

keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang

lebih besar dapat dilakukan.

34

c. Fase III (fase organisasi)

Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau

dilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti)

dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empyema.

II.IX. Prognosis

Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah melemah,

atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam pemberian obat. Kematian dapat

disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.

35

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;

1997. p. 598.

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.

Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;

cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga

University Press; 2009. p. 162-179

Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited :

2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007.

p. 56

Fauci, Anthony et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 th Edition. 2009. NewYork :

The McGraw-Hill Company7.Marc Tobler,

Barry HG, et al. Empyema Imaging. 2011. Medscape. Diakses tanggal 7 januari

2014.http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview

Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. Lung abcess predicts the surgical outcome in patients

with pleural empyema. 2010. Journal of Cardiothoracic Surgery. Diakses tanggal 7 januari

2014   http://www.cardiothoracicsurgery.org/content/5/1/88

36