presentasi tifoid
-
Upload
anathasiachristine -
Category
Documents
-
view
59 -
download
0
description
Transcript of presentasi tifoid
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT HUSADA
Disusun Oleh:
Anathasia Christine K
11-2012-047
Pembimbing :
Dr. Roestanti
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2013
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT : RS HUSADA
Nama ``:Anathasia Christine Kurniawaty Tanda Tangan:Nim : 11-2012-047
`Dr Pembimbing: dr. Roestanti
IDENTITAS PASIEN
PASIEN
Nama Lengkap: An. NTN (Tanggal Masuk RS: 5 Juni 2013 pukul 19:45 WIB)
Tanggal Lahir : 5 Juli 2002
Umur : 10 Tahun 11 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pluit Dalam III No.22C RT 0010/ RW 08, Kel Penjaringan,
Jakarta Utara
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD (Kelas 5)
ORANG TUA
Ayah
Nama lengkap : Tn. S
Umur : 43 tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Pluit Dalam III No.22C RT 0010/ RW 08, Kel Penjaringan,
Jakarta Utara
Agama : Islam
2
Pendidikan : D3 (tamat)
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Penghasilan : ± Rp. 4.000.000,- / bulan
Ibu
Nama lengkap : Ny. I
Umur : 38 tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Pluit Dalam III No.22C RT 0010/ RW 08, Kel Penjaringan,
Jakarta Utara
Agama : Islam
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
RIWAYAT PENYAKIT
Alloanamnesis ibu os dan Autoanamnesis, 5 Juni 2013 pukul 19:45 WIB
Keluhan Utama : Demam sejak 8 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Mual dan muntah sejak 4 hari SMRS
Riwayat perjalanan penyakit :
8 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mulai mengalami demam,demam yang
dirasakan naik turun,demam terutama naik pada sore dan malam hari,kemudian demam turun
pada pagi hari,namum ibu pasien tidak pernah mengukur suhu anak nya dengan termometer.
Ibu pasien mengatakan tidak ada kejang. Mual,muntah,mencret,batuk,pilek juga tidak ada.
Buang air kecil dalam batas normal. Nafsu makan pasien mulai menurun.
4 hari SMRS pasien masih demam,demam yang dirasakan naik turun,demam terutama naik
pada sore dan malam hari,kemudian demam turun pada pagi hari. Ibu pasien mengatakan
pasien mual dan muntah sebanyak 3x. Muntah berisi air dan sedikit makanan,sebanyak ¼
gelas aqua. Pasien juga mengeluh kalau kepalanya terasa pusing. Pasien juga belum buang air
besar sejak ia sakit. Pasien mengeluh kalau perut nya terasa sakit dan seluruh badannya terasa
3
sakit. Buang air kecil dalam batas normal. Tidak terdapat bintik merah pada tubuh pasien dan
tidak terdapat mimisan atau gusi berdarah. Nafsu makan pasien juga menurun.
1 hari SMRS pasien masih demam terutama pada sore dan malam hari, Pasien mengeluh
kalau kepalanya terasa pusing ,perut nya terasa sakit, mual dan seluruh badannya terasa sakit.
Ibu pasien mengatakan hari ini pasien muntah 2x berisi air dan sedikit makanan.sebanyak ¼
gelas aqua. Pasien buang air besar 2x,encer,berampas,berwarna kecoklatan,darah (-),lendir
(-). Buang air kecil dalam batas normal. Nafsu makan pasien juga menurun,pasien hanya mau
makan kalau dipaksa oleh ibu nya dan makan hanya sedikit. Beberapa jam SMRS Ibu pasien
merasa khawatir karena keadaan anak nya semakin memburuk sehingga ibu pasien membawa
anak nya ke dokter dan dokter menganjurkan agar pasien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Diare (+) Difteri (-) Operasi (-)
Otitis (-) Morbili (-) Lain-Lain (-)
Radang paru (-) Parotitis (-)
Tuberkulosis (-) Demam berdarah (-)
Kejang (-) Demam tifoid (-)
Ginjal (-) Cacingan (-)
Jantung (-) Alergi (-)
Darah (-) Kecelakaan (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Hipertensi √
Diabetes √
Kejang Demam √
Epilepsi √
SILSILAH KELUARGA ( FAMILY’S TREE )
4
Ayah Ibu
Pasien anak tunggal, dan merupakan anak kandung dari kedua orang tuanya.
DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 43 38 tahun
Perkawinan ke 1 1
Kosanguinitas Tidak Ada Tidak ada
Keadaan
Kesehatan/
Penyakit bila ada
Sehat Sehat
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur di dokter tiap bulan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah sakit
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Masa gestasi : Cukup Bulan (38 minggu)
Keadaan bayi : Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 40 cm
Lingkar kepala : Ibu os tidak ingat
Nilai APGAR : Ibu os tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
5
38 tahun43 tahun
10 Tahun 11 bulan
RIWAYAT PERTUMBUHAN
Umur (Tahun) Berat Badan (gram/Kg)
0 Bulan
10 Tahun 11 Bulan
3,0 kg
35 kg
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor:
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berlari : 13 bulan
Berbicara : 13 bulan
Membaca – menulis : 4 tahun
Pendidikan
TK.A : Dapat mengikuti pelajaran dengan baik
TK.B : Dapat mengikuti pelajaran dengan baik
SD kelas 1-5 : Dapat mengikuti pelajaran dengan baik
Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia tumbuh kembang.
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Dasar
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6
BCG I
DPT I II III IV V
Polio (OPV) I II III IV IV V
7
Hepatitis B I II III
Campak I II
Non-PPI / Dianjurkan
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
HiB - - - -
Typhim - - - -
MMR - - - -
Varicela - - - -
Pneumokokus - - - -
Kesan: Riwayat Imunisasi dasar lengkap,booster sudah dilakukan, Imunisasi non-PPI
belum dilakukan
Status imunisasi : Cukup
RIWAYAT MAKANAN
Usia (bulan) ASI/Susu
Formula
Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
Saring
0-4 bl ASI ad libitum
on demand
4-6 bl ASI ad libitum
on demand
6-8 bl ASI ad libitum
on demand.
Susu Formula
SGM 3x200 cc
(7 sendok takar)
Pepaya/Pisang 2x/hari Bubur Promina
1x/hari
(mangkuk kecil)
Nasi Tim
Saring
mangkuk kecil
1x/hari
8-10 bl SGM 2x200 cc
(7 sendok takar)
Pepaya/Pisang/Apel
2x/hari
Bubur Promina
1x/hari
(mangkuk kecil)
Nasi Tim saring
mangkuk kecil
2x/hari
8
10 bl – 12 bl SGM 2x200 cc
(7 sendok takar)
Pepaya/Pisang/Apel
2x/hari
Nasi Tim saring
mangkuk kecil
3x/hari
12 bulan – 2 tahun : -Susu Dancow coklat 1 gelas , 3x/hari
-Menu keluarga : nasi (masing-masing 1 piring kecil) + sayur
(bayam/labu/wortel) + lauk (1 potong ikan/daging/telur/ayam/tahu)
makan dihabiskan , 3x/hari (makanan dicincang atau disaring kasar)
-Buah pepaya/apel/pisang 1x/hari
3 tahun – sekarang : -Susu Dancow coklat 1 gelas , 3x/hari
-Menu keluarga : nasi (masing-masing 1 piring sedang) + sayur
(bayam/labu/wortel) + lauk (1 potong ikan/daging/telur/ayam/tahu)
makan dihabiskan , 3x/hari
-Buah pepaya/apel/pisang/semangka/jeruk 1x/hari
Kesan: Kuantitas : Baik kualitas : Baik
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan Rumah : Milik orangtua pasien
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 3 orang ( ayah, ibu, os), luas bangunan 7 m x 10 m
(70 m2), terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang
tamu berfungsi juga sebagai ruang keluarga.
Ventilasi : Terdapat 1 jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang tamu
sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah dan kamar depan, 2
jendela di dapur. Terdapat lubang udara di atas tiap pintu sebagai
tempat pertukaran udara.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu,kamar dan dapur.
Terdapat lampu dengan sinar putih di setiap kamar tidur,ruang tamu
dan dapur.
Keadaan Lingkungan : Selokan depan rumah lancar, rumah berdempetan dengan rumah
tetangga, sanitasi lingkungan baik.
Kesan: Kondisi rumah, ventilasi, pencahayaan, dan kondisi lingkungan baik.
9
PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 5 Juni 2013 Pukul : 19:45 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Frekuensi nadi : 87 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 38,7°C (Suhu aksila)
Data Antropometri
Berat badan : 35 kg
Panjang badan : 145 cm
- Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dengan berat badan terletak di persentil
50
- Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dengan panjang badan terletak di antara
persentil 50 dan 75
Kesan: status gizi cukup baik
10
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala : bentuk dan ukuran normocephali ,rambut hitam, distribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Mata : bentuk tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata simetris,
palpebra inferior kanan dan kiri tidak cekung, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, kornea kanan dan kiri jernih, pupil kanan dan kiri
bulat simetris (2mm/2mm), refleks cahaya +/+
Telinga : normotia, MAE kanan dan kiri lapang, kedua membran timpani intak,
hiperemis -/-, serumen -/-
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret -/-, napas cuping
hidung -/-
Bibir : mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat, sianosis (-)
Gigi geligi : Tidak ada karies
Mulut : bentuk tidak ada kelainan, mukosa pipi tidak pucat dan tidak kotor
Lidah : bentuk dan ukuran normal, lidah kotor dengan putih ditengah sedang
tepi dan ujungnya kemerahan.
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : tidak tampak hiperemis, uvula di tengah
Leher : bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran
Toraks:
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di sela iga V mid clavicula
sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II normal, Murmur (-), Gallop (-)
11
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak gerakan
peristaltik usus
Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan
epigastrium (+)
Perkusi: timpani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Anus dan rektum : tidak dilakukan
Genitalia eksterna : laki-laki, tidak tampak adanya tanda radang, tidak ada phimosis,
undesensus testiculorum (-), tidak ada hernia.
Ekstremitas : akral teraba hangat, tidak ada udema, deformitas tidak ada.
Kulit : sawo matang, petekie (-) sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor kulit
baik.
Pemeriksaan neurologis : gerak normal, refleks fisiologis normal (+), rangsang meningeal (-),
refleks patologis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 5 Juni 2013 (pukul 16:41 WIB)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
LED
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Eritrosit
KIMIA KLINIK
CRP Kuantitatif
41
13,8
40
4,5
252
79
28
35
4,98
0,75
mm/jam
g/dL
vol%
ribu/ul
ribu/ul
fl
pg
%
juta/ul
mg/dl
0-10
12,0 - 15,0
40 - 54
5,0 – 10,0
150 - 440
80 - 100
26 - 34
32 - 36
4,80 - 6,20
>0,5
12
SERO-IMUNOLOGI
S.TYPHI IgM Positive 4 index Negatif
RINGKASAN
8 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mulai mengalami demam,demam yang
dirasakan naik turun,demam terutama naik pada sore dan malam hari,kemudian demam turun
pada pagi hari.
4 hari SMRS pasien masih demam. Pasien mual dan muntah sebanyak 3x. Pasien mengeluh
kepalanya terasa pusing,perut nya sakit dan seluruh badan nya terasa sakit. Pasien belum
buang air besar sejak ia sakit. Nafsu makan pasien menurun.
1 hari SMRS pasien masih demam .Kepalanya masih pusing ,perut nya sakit ,mual dan
seluruh badannya sakit. Pasien muntah 2x dan mencret 2x. Pasien hanya mau makan kalau
dipaksa oleh ibu nya. Beberapa jam SMRS Ibu pasien merasa khawatir karena keadaan anak
nya sehingga ibu pasien membawa anak nya ke dokter.
Pada pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Frekuensi nadi : 87x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 38,7°C (Suhu Aksila)
Lidah : lidah kotor dengan putih ditengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan.
Abdomen : Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Lab :
Hematologi
LED : 41 mm/jam
Leukosit : 4,5 ribu/ul
CRP :0,75 mg/dl
Sero-Imunologi
S. THYPI IgM : Positive 4
DIAGNOSIS KERJA
13
Demam Tifoid
DIAGNOSIS BANDING
-
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanationam : bonam
PENATALAKSAAN
Non medikamentosa
1. Tirah Baring
2. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
3. Diet makanan lunak rendah serat (2400 kalori) dan minum cukup
Medikamentosa :
Terapi cairan :
-Maintanance : RA 1800ml/24jam
-Koreksi suhu : 12% x 1800ml = 216ml/24jam
Total kebutuhan cairan :2016 ml/24 jam, 28 tetes per menit, Infus Makroset
Panadol Tab 500mg (1 tab), 3x/hari (bila suhu > 390C berikan propiretic sup)
Ondansentron iv ½ ampul (4mg)
Ceftriaxone drip 1½ gr / hari
EDUKASI
1. Menjaga kebersihan rumah dan diri sendiri
2. Memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi
3. Makan makanan yang telah dimasak matang
4.Imunisasi demam tifoid
FOLLOW UP
14
6 Juni 2013
S : Demam (+), mual dan muntah 1x berisi air dan sedikit makanan, BAB 2x agak encer dan
berampas,berwarna kecoklatan, pusing (+), sakit perut (+), seluruh badan terasa sakit,makan
kurang
O: Nadi : 85x/menit ; Suhu : 38.90C ; Nafas : 20x/menit Tekanan darah : 100/70mmHg
A : Demam tifoid
P : Teruskan terapi
7 Juni 2013
S: Demam (+), mual dan muntah (-), pusing (+), BAB 1x agak encer dan berampas,berwarna
kecoklatan, sakit perut (-), makan kurang
O: Nadi : 81x/menit ; Suhu : 380C ; Nafas : 19x/menit Tekanan darah : 110/80mmHg
A : Perbaikan demam tifoid
P : Teruskan terapi,ondansentron stop
8 Juni 2013
S : Demam sudah turun, mual dan muntah (-), BAB baik, pusing (+), sakit perut (-),sudah mau
makan
O: Nadi : 78x/menit ; Suhu : 37,20C ; Nafas : 18x/menit Tekanan darah : 100/80mmHg
A: Perbaikan demam tifoid
P: Teruskan terapi
9 Juni 2013
S: Demam (-), mual dan muntah (-), pusing (-), sakit perut (-), BAB baik, makan baik. Ibu pasien
minta pulang
O: Nadi : 80x/menit ; Suhu : 36,80C ; Nafas : 20x/menit Tekanan darah : 110/70mmHg
A: Perbaikan demam tifoid
P: Pasien boleh pulang
TINJAUAN PUSTAKA
15
DEFINISI
Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran
pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat
(endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.1
Demam tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam paratifoid
biasanya lebih ringan dan menunjukan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan
enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid adalah Enteric Fever, Typhus dan
Paratyphus Abdominalis.2,3
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini memiliki mnanifestasi yang hampir
sama dengan Demam Tifus yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia oleh karena itu penyakit
ini diberi akhiran “id” yang berarti mirip.2,3
Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau Tipes karena
kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid merupakan suatu infeksi Fecal-
Oral yang pada nantinya akan menyerang saluran Cerna khususnya usus halus (jejunum dan
ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah (bakteremia) yang akan
menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman melewati organ selama
bakteremia tersebut.2,3
ETIOLOGI
Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk bacil atau batang,
tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella peritrik, memiliki ukuran 2-4 µm x
0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob, mati dalam suhu
56oC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan selama 4 minggu dan hidup subur
dalam media yang mengandung garam empedu. Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel) dan antigen Vi. 3
Berdasarkan serotipenya kuman Salmonella dibedakan menjadi 4: Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi merupakan penyebab infeksi utama pada
manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan mengkontaminasi
16
makanan dan minuman. Faktor- faktor lain yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap
infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, flora normal usus, dan ketahanan usus
lokal.3
EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara sedang
berkembang. Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di
Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini
tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.2
Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per
tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus
demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun dengan kejadian yang meningkat setelah usia 5
tahun.2
Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita demam tifoid dan yang
lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah sembuh dari demam tifoid tapi masih
mengekskresikan S. typhii dalam tinja selama lebih dari setahun.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui secret saluran
nafas, urin, tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di
luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu,
atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Mudah mati pada klorisasi dan pasteurinisasi
(temp 63oC).
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan/minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman (carier), biasanya
keluar bersama- sama dengan tinja (rute fecal-oral).
Dapat juga terjadi transmisi transprasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu
pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal
dari laboratorium penelitian.2
PATOFISIOLOGI
17
Penularan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh
asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian
akan berkembang biak.2
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism,
yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan
bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ- organ
extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4)
produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan
air ke dalam lumen intestinal.2
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos
masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui,
jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan
jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti
aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan
Proton Pump Inhibitor.2
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan ileum. Bila
respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus sel-
sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan
port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum
distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ-
organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang
mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.2
18
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai
gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini
biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.2
Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel
mononuclear di dinding usus.2
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus,
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
respirasi, dan gangguan organ lainnya.2,3
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan
tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien,
folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat
lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti
nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabiil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologis.2,3
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi dari gejala yang
menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ.
Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan
gastrointestinal dan keluhan susunan saraf pusat.2,3
19
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Demam lebih dari 7 hari, biasanya
mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas
tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam yang terjadi biasanya khas tinggi
pada sore hingga malam hari dapat mencapai 39-40oC dan cenderung turun menjelang pagi.
Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga
suhu badan berangsur- angsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan
bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe
deman menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan (penggunaan
antipiretik atau antibiotic lebih awal) atau komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada
khususnya anak balita, demam tinggi dapat menyebabkan kejang.2,3
Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam akibat infeksi pada
umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang memproduksi endotoksin merupakan
pirogen eksogen selain mediator- mediator radang yang disekresi oleh sel- sel mukosa usus
yang mengalami infeksi (IL-1, IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan pirogen endogen.
Kedua pirogen ini akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada membran sel yang mana
akan mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur siklooksigenase memproduksi
Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama dengan AMP siklik yang diaktivasinya
akan mengubah seting termostat yang terdapat di hipothalamus sehingga terjadilah
demam.2,3,4
Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, perut kembung,
lidah kotor, sampai hepato-splenomegali. Gastrointestinal problem biasanya dipengaruhi oleh
peredaran bakteri atau endotoksinnya pada sirkulasi. Dari cavum oris didapatkan lidah kotor
yaitu ditutupi selaput putih dengan tepi yang kemerehan kadangkala waktu lidah dijulurkan
lidah akan tremor kesemua tanda pada lidah ini disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun
jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup berarti diagnostik. Gejala- gejala lain yang
tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena bakteri menempel pada mukosa usus dan
berkembang biak dalam Peyer patch di dalamnya maka tidak jarang akan muncul gejala-
gejala seperti diare atau kadang diselingi konstipasi. Diare merupakan respon terhadap
adanya bakteri dalam lumen usus yang perlu untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada
demam tifoid tidak sampai menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang
mungkin baru dialami setelah mengalami diare beberapa kali. Penderita anak- anak lebih
20
sering mengalami diare daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang-
kadang membuat sering miss diagnosis ketika penderita datang berobat.2,3
Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bekteremia) juga menimbulkan gejala
pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar dan Lien. Hepato- splenomegali
terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel- sel fagosit atau sinusoid. Replikasi dalam hepar
dan lien ini tentunya akan menyebabkan respon inflamasi lokal yang melibatkan mediator
radang seperti InterLeukin (IL-1, IL-6), Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan
permeabilitas kapiler akan meningkat sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada hepar-lien
ini umumnya tidak selalu nyeri tekan dan hanya berlangsung singkat (terutama terjadi waktu
bakteremia sekunder). Penanda ini cukup spesifik dalam membantu diagnostik.
Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood Brain Barier, pada anak
gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat Sindrom Otak Organik yang
berarti kelainan extra cranial mengakibatkan gangguan kesadaran seperti Delirium, gelisah,
somnolen, supor hingga koma. Pada anak- anak tanda- tanda ini sering muncul waktu mereka
tidur dengan manifestasi khas “mengigau atau nglindur” yang terjadi selama periode demam
tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya lebih berat ditemukan pada demam tifoid
pada keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi. Pada keadaan ini biasanya gangguan
kesadaran tidak lagi ditemukan hanya sewaktu tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu-
waktu.
Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi kulit berupa ruam
makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip dengan ptechiae disebut
dengan Roseola/ Rose Spot. Penyebab roseola ini karena emboli basil dalam kapiler kulit
terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga menyerupai bentuk bunga roseola. Ruam ini
muncul pada hari ke 7-10 dan beratahn selama 2-3 hari, tidak pernah dilaporkan ditemukan
pada anak Indonesia.2,3
Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi tifoid. Pada
umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan denyut nadi sampai 10x tiap
menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan suhu tubuh tidak diikuti oleh peningkatan
denyut nadi sehingga dikatakan Bradikardi yang relatif pada demam. Bradikardi relatif ini
juga cenderung jarang terjadi pada anak.2
DIAGNOSIS
21
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien dengan gejala klinis berupa demam, gangguan GI dan mungkin disertai
perubahan atau gangguan kesadaranm dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat
membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi
S.typhi dari darah. pada dua minggu pertama saklit, kemungkinan mengisolasi S.typhi dari
darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan
feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil.2
1. Anamnesis
Dalam anamnesis pasien yang dicurigai Demam Tifoid, yang perlu dievaluasi untuk
mengarahkan kecurigaan terhadap demam tifoid:
- Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke pusat
pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan turun menjelang
pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak kapan mulai demam tinggi
terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak
- Gejala gastrointestinal, Diare (sejak kapan, frekuensi, ampas +/-, konsistensi, volume
tiap diare, warna, darah, lender), konstipasi (sejak kapan mulai tidak BAB), mual atau
muntah, anoreksia, malaise, perut kembung
- Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya sebatas
ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.
- Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah sakit seperti
ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang sangat mungkin menjadikan
penderitanya sebagai carier atau pembawa meskipun tidak menunjukkan gejala
- Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan atau
antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah mengalami perubahan
- Riwayat kehidupan sosial adalah yang tidak boleh dilupakan mengingat salah satu
faktor resiko terjadinya penyakit adalah lingkungan yang padat dan sanitasi
perorangan yang kurang baik.
- Riwayat makanan penderita perlu dicari kebiasaan makan atau minum sembarangan
atau di tempat yang kurang sehat dan mudah dihinggapi lalat dan vektor penyakit
yang lain. Riwayat pemberian ASI juga perlu diketahui karena pentingnya ASI dalam
pembentukan IgA yang berperan dalam imunologi lokal dalam saluran cerna. Anak
yang minum susu formula sejak kecil tentunya memiliki saluran cerna yang kurang
diproteksi dengan baik oleh Imunoglobulin.
22
- Riwayat Imunisasi. Selain imunisasi wajib pemerintah juga telah ditemukan vaksin
untuk penyakit ini. Bila setelah diimunisasi pasien tetap terinfeksi Tifoid sangat
mungkin titer antibodi yang dibentuk oleh vaksinasi sebelumnya tidak cukup kuat
untuk mengantisipasi infeksi berikutnya. Atau terdapat kegagalan dalam vaksinasi
yang dipengaruhi banyak faktor.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penderita sangat tergantung pada keadaan pasien yang bervariasi menurut
sudah sampai dimana perjalanan penyakitnya.
Keadaan Umum anak biasanya tampak lemah atau lebih rewel dari biasanya. Pada keadaan
yang sudah terjadi komplikasi sangat mungkin keadaan menjadi toksik, salah satunya adalah
penurunan kesadaran mulai dari delirium, stupor hingga koma.2
Pada pemeriksaan kepala dan leher observasi tanda- tanda dehidrasi yang mungkin terjadi
akibat diare sebagai suatu tanda klinis yang dapat terjadi pada infeksi demam tifoid. Tanda-
tanda dehidrasi dapat dinilai dari mata cowong dan bibir kering dengan rasa haus yang
meningkat. Pemeriksaan intra oral evaluasi lidah apakah didapatkan Tifoid Tongue dengan
pinggir yang hiperemi sampai tremor.
Pemeriksaan Thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainan, kecuali pada demam tifoid
yang sangat berat dengan komplikasi extraintestinal pada cavum pleura yang menyebabkan
pleuritis, namun sangat jaarang terjadi pada anak- anak.2,3
Pemeriksaan Abdomen adalah yang paling penting dari pemeriksaan fisik pada demam tifoid.
Meteorismus dapat terjadi karena pengaruh kuman Salmonella typhi pada intestinal atau
akibat pengaruh diare yang diselingi konstipasi. Bising usus biasanya meningkat baik pada
saat diare maupun saat konstipasi. Palpasi organ kemungkinan didapatkan hepato-
splenomegali ringan permukaan rata dengan nyeri tekan minimal.
Pada extremitas, thorax, abdomen, atau punggung biasanya didapatkan rose spot atau
Roseola, yaitu ruam makulopapular kemerahan dengan diameter 1-5 mm. Namun sangat
jarang terjadi pada anak- anak di Indonesia.2,5
23
Pemeriksaan Penunjang
1.Darah Lengkap
Pada darah lengkap infeksi bakteri akan menunjukkan leukositosis dengan hitung jenis yang
cenderung ke kiri (Diff. count shift to the Left). Namun untuk tifoid leukosit cenderung
normal atau bahkan sampai leukopenia. Penyebab dari leukopenia ini belum diketahui secara
jelas, tetapi diyakini akibat replikasi kuman di dalam Peyer Patch yang merupakan makrofag
jaringan usus sehingga tidak mampu dideteksi oleh polimorfonuklear leukosit granul seperti
Netrofil stab ataupun segmen. Makrofag jaringan merupakan Limfosit sehingga tidak jarang
terjadi Limfositosis relatif, karena makrofag meningkat sedangkan lekosit PMN normal
sampai menurun, hitung jenis bisa jadi Shift to Right. Namun tidak jarang ditemukan leukosit
yang meningkat (leukositosis) bisa primer ataupun sekunder. Primer dari penyakit demam
tifoid itu sendiri, sedangkan sekunder bisa terjadi akibat infeksi tumpangan. Pada keadaan
Demam Tifoid yang sudah terjadi komplikasi berupa perdarahan usus sangat mungkin
didapatkan anemia dengan tipe Hipokromik Mikrositik.2,3
2.Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi. Pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi dengan antibody
penderita yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
bakteri Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal
adalah untuk menentukan adanya agglutinin/antibodi dalam serum penderita tersangka
demam tifoid yaitu: antigen O (dari tubuh kuman itu sendiri), antigen H (dari flagella
kuman), antigen Vi (simpai kuman) dan antigen Paratyphi A dan B (antigen dari Salmonella
Paratyphi A dan B)
3.Kultur
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1)
telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat
antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2)
volume darah yang kurang (< 5cc darah). Bila volume darah yang dibiakkan terlalu sedikit
hasil biakan kuman bisa negative. Darah yang diambil sebaiknya secara bedsaide langsung
dimasukkan ke media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman. 3) riwayat vaksinasi.
24
Vaksinasi di masa lalu dapat menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi in dapat
menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif, 4) saat pengambilan darah yang
kurang tepat pada waktu antibodi meningkat (minggu pertama).
Oleh karena itu untuk pengambilan spesimen yang akan dikultur sebaiknya diambil waktu
awal minggu kedua setelah sakit karena sensitifitasnya cukup tinggi, dikarenakan kuman
hampir pasti didapatkan diseluruh organ dan jaringan tubuh.
Kultur kuman dapat diambil dari darah, urin, atau feses. Arti diagnostik yang penting didapat
dari gall kultur (kultur di media biakan garam empedu) karena kemampuan hidup bakteri
salmonella sangat tinggi di media ini. Spesimen lain yang mengandung arti diagnostik
penting adalah biopsi sumsum tulang yang memiliki hasil positif hampir 90% kasus. Pada
biakan feses yang perlu dicari adalah Fecal Monocyte sebagai respon dari usus yang
mengalami reaksi dengan skuman salmonella yang bereplikasi di dalamnya. Biakan dari feses
ini khususnya bermanfaat bagi carier tifoid
4.Pemeriksaan Serologi (IgM dan IgG anti Salmonella)
IgM anti salmonella atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan diagnostic in
vitro semikuantitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut.
Pemeriksaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida bakteri
Salmonella typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95% dan > 91%.
Prinsip pemeriksaan dengan metode Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).
Antibodi IgM terhadap Lipopolisakarida bakteri dideteksi melalui kemampuannya untuk
menghambat reaksi antara kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer latex yang
disensitisasi dengan antibodi monoclonal anti 09 (reagen warna biru) dan mikrosfer magnetic
yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen warna coklat). Setelah sedimentasi
partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa dalam cairan
menunjukkan daya inhibisi. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan
konsentrasi IgM Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna. Ada 4 interpretasi hasil :
Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam
tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.
Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
25
baik di alam maupun diantara mikroorganisme
Kelebihan pemeriksaan menggunakan IgM anti Salmonella:
Mendeteksi infeksi akut Salmonella
Muncul pada hari ke 3 demam
Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella
Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit
Hasil dapat diperoleh lebih cepat
5.Pemeriksaan radiologi
Bukan merupakan pemeriksaan wajib untuk menegakkan diagnosa, tapi untuk evaluasi sudah
terjadi komplikasi atau belum:
Foto thorax, apabila saat perawatan didapatkan sesak, sangat mungkin
terjadi infeksi sekunder berupa pneumonia
Foto Polos abdomen (BOF), bila diduga sudah terjadi komplikasi
intestinal seperti perforasi usus. Gambaran yang tampak bisa distribusi
udara yang tidak merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah
hepar, tanda- tanda udara bebas dalam cavum abdomen.
PENATALAKSANAAN
Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan perawatan, diet dan terapi
penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian antibiotika. Pada kasus tifoid yang
berat hasus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, eletrolit, serta nutrisi disamping
observasi kemungkinan penyulit.3
a) Istirahat dan perawatan bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman. Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya tirah baring/ Bed rest total
dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil,
dan buang besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam
perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang
dipakai. Posisi anak juga perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.3
26
b) Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), bertujuan untuk
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal
yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid terutama sekali
pada anak- anak, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun serta proses penyembuhan yang akan menjadi lama.
Pemberian diet penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,yang mana perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring
tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perforasi usus. Hal ini disebabkan karena usus harus diistirahatkan. Pemberian
makanan padat dini terutama tinggi serat seperti sayur dan daging dapat meningkatkan
kerja dan peristaltic usus sedangkan keadaan usus sedang kurang baik karena infeksi
mukosa dan epitel oleh kuman Salmonella typhi. Pemberian makanan tinggi kalori dan
tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi
nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi usus.
Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala yang muncul
pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak- anak penting tapi tidak
mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis cukup tinggi. Oleh karena itu
pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi anak yang sakit dengan intake perOral yang
kurang. Jenis infus yang diberikan tergantung usia: 3 bln-3 tahun D5 ¼ Normal saline,
> 3 tahun D5 ½ Normal saline. Jumlah pemberian infus disesuaikan dengan kebutuhan
kalori pada anak. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan
rumatannya.
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila mungkin
peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan
dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan
turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran
cerna yang masih rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah
mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang
masih dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau
Novalgin.3
c) Antibiotika, pemberian antibiotika, dengan tujuan mengehentikan dan mencegah
penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan Demam
Tifoid adalah.
27
Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid fever
terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100 mg/kg/hari
dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari.
Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian Intra
Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan
tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau didapatkan infeksi sekunder
pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah
mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.
Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan
sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan
Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian secara syrup
dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama 2
minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya
gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan
granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah
dilaporkan resisten.
Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan
dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak- anak golongan obat
ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200
mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya
lebih lama dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan pilihan
ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol dan
Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone
merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per Oral dapat
diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.
d) Terapi penyulit
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok dapat
diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal,
dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
28
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan
tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan
laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.2,3
PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid sangatlah penting, selain utntuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat pencegahan juga berperan dalam mengurangi penderita carier sehingga resiko
penularannya akan berkurang. Yang terpenting adalah hygiene pribadi dengan menjaga
kebersihan dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Macam- macam pencegahan untuk
demam tifoid antara lain:
Preventif dan control penularan, merupakan tindakan pencegahan penularan dan
peledakan Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid. Mencakup kuman Salmonella
typhi, faktor pejamu, serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok
untuk memutuskan transmisi tifoid:
o Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi pada pasien Tifoid Asimtomatik,
carier, dan akut. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi
sasaran maupun pasif menunggu. Sasaran aktif lebih diutamakan pada
populasi tertentu terutama anak- anak yang tinggal di lingkungan padat dengan
sanitasi yang kurang.
o Pencegahan transmisi langsung dari penderita terifeksi Salmonella typhi akut
maupun carier.
o Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi
Vaksinasi. Vaksin tifoid pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960
efektifitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO).
Jenis vaksin ada yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian
Sub Kutan, namun daya kekebalannya terbatas, disamping efek samping lokal pada
tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup
yang dilemahkan disebut : Ty21a (vivotif Berna) pemberiannya secara Oral belum
beredar di Indonesia, parenteral: ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merineux) yang
merupakan vaksin kapsul polisakarida.
Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3x secara bermakna
dengan selang 1 hari (hari 1,3,5) dapat memberi daya perlindungan selama 6 tahun.
29
Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, untuk anak usia > 10 tahun insiden
yang turun dapat sebesar 53% sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden turun sebesar
17%. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3-5 tahun. Vaksin jenis ini diberikan pada
anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin oral ini pada umumnya diperlukan untuk turis
yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek
samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan pemberian peroral. Diberikan pada
usia > 2 tahun dan di booster tiap 3 tahun. Kemasannya di dalam prefilled syringe 0,5
cc dan diberikan secara Intra Muskuler.
Kelompok orang yang menjadi sasaran vaksinasi tergantung pada faktor resiko
yang berkaitan diantaranya: anak usia sekolah terutama yang berada di daerah
endemik, pengunjung yang akan berwisata ke daerah endemic, dan anak- anak yang
kontak erta dengan pengidap tifoid (carier).
Efektivitas vaksin secara serokonversi dapat membuat peningkatan antibodi
sampai 4x setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari- 3
minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.
Perlu diperhatikan tentang efek samping vaksin yang dapat berupa demam, sakit
kepala akibat pemberian vaksin Ty21a, sedangkan pada ViCPS efek samping yang
timbul lebih ringan. Efek samping yang paling sering terjadi bila diberikan secara
Intravena karena dapat terjadi reaksi lokal berat, edema, hipotensi dan nyeri dada.2
KOMPLIKASI
Secara garis besar terdapat 2 macam komplikasi yaitu komplikasi intestinal dan komplikasi
ekstra intestinal.3
1.Komplikasi intestinal
Mencakup perdarahan intestinal dan perforasi usus. Pada perdarahan intestinal diawali
dari Peyer Patch yang mengalami infeksi terutama pada ileum terminal dapat
terbentuk tukak/luka yang berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat
terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi gangguan koagulasi
darah atau gabungan keduanya. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
30
perdarahan minor dan tidak memerlukan tranfusi darah. Perdarahan yang hebat dapat
terjadi hingga penderita dapat mengalami syok hipovilemik. Secara klinis perdarahan
akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg/jam dengan
factor hemostasis yang masih dalam batas normal.
Perforasi Usus terjadi sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum
demam tifoid yang biasa terjadi, penderita demam tifoid dengan perforasi usus akan
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah lalu
menyebar ke seluruh lapang perut dan disertai tanda- tanda ileus. Bising usus
melemah, pekak hapar juga menghilang yang menandakan adanya udara bebas dalam
cavum abdomen. Untuk lebih menguatkan kea rah perforasi usus dapat dilakukan
pemeriksaan foto polos abdomen AP dan lateral dimana akan didapatka gambaran air
fluid level dan bayangan radiolusen pada hepar.
Bila sudah terjadi perforasi maka harus segera diberikan antibiotik spectrum luas
untuk infeksi kuman Salmonella typhi dengan kombinasi Chloramphenicol dan
Ampisilin IV serta untuk mengatasi kuman yang fakultatif anaerob pada flora usus
digunakan Gentamisin atau Metronidazole. Walaupun jarang terjadi pada anak- anak
namun mortalitasnya cukup tinggi bila sampai terjadi perforasi usus.
2.Komplikasi extraintestinal
A. Komplikasi Paru. Dapat terjadi bronkopneumonie. Anak akan mengeluh dada
terasa sakit, batuk, sampai sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki
basah halus di basal paru, atau di bagian paru yang mengalami pneumoni. Untuk
menunjang diagnosis diperlukan pemeriksaan foto rontgen dada.
B. Komplikasi Hepatobilier. Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada
50% penderita. Untuk membedakan apakah hepatitis ini karena tifoid, virus,
malaria perlu diperhatikan kelainan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan bila
perlu pemeriksaan histopatologi hato. Pada demam tifoid kenaikan enzim
transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan
dengan hepatitis karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada penderita dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
C. Komplikasi Kardiovaskular. Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita, sedangkan
kelainan EKG pada 10-15%. Penderita miokarditis biasanya tanpa gejala
31
kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada. Kelainan ini disebabkan oleh
kerusakan miokardium akibat bakteri Salmonella typhi. Miokarditis sering
menjadi penyebab kematian. Umunya dijumpai pada pasien yang sakit berat
maupun keadaan akut.
D. Komplikasi Neuropsikiatrik. Merupakan yang paling sering terjadi pada anak-
anak dengan manifestasi yang sering terjadi adalah delirium dan atau Sindroma
Otak Organik yang lain. Hal ini sering juga disebut sebagai tifoid toxic atau tofoid
ensefalopati. Pengobatannya ditambah dengan Kortikosteroid (dexamethasone)
3x5 mg.
PROGNOSIS
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi antibiotic yang
adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%,
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi
seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps atau kambuh dapat timbuh beberapa kali. Individu yang mengeluarkan Salmonella
typhi lebih dari sama dengan 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi carier yang kronis.
Resiko menjadi carier pada anak- anak rendah dan meningkat sesuai usia. Carier kronik
terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih
tinggi pada carier kronis dibandingkan populasi umum. Walaupun carier urin kronis juga
dapat terjadi, namun hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan
schistosomiasis.1,3
32
Daftar Pustaka
1. Ashkenazi S, Cleary TG. Infeksi Salmonella. Dalam Nelson WE, Behrman RE,
Kliegman R, Arvin A, editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-15. Volume 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.h.965-70
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, editor. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis: Demam tifoid. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008.h.338-46.
3. Kasno, Isbandrio B, Indranila, Riyanto B, Damma RP, Winarni TI. Demam tifoid.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2001.
4. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
33