Presentasi Kasus Isk

38
Presentasi Kasus INFEKSI SALURAN KEMIH ec ENTEROBACTER CLOACAE PADA ANAK PEREMPUAN USIA 10 TAHUN Ole! Biltinova Arum Miranti G99141059/ F-8-2015 Gresmita Rindi Winarti G99141060 / F-9-2015 Pe"#i"#in$! %r& Annan$ 'iri M(el)(* S+&A* M&Kes KEPANITERAAN KLINIK BA'IAN, SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS , RSUD DR& MOE-ARDI SURAKARTA .01/

description

Pediatri

Transcript of Presentasi Kasus Isk

Presentasi KasusINFEKSI SALURAN KEMIH ec ENTEROBACTER CLOACAE PADA ANAK PEREMPUAN USIA 10 TAHUN

Oleh:Biltinova Arum Miranti

G99141059/ F-8-2015Gresmita Rindi Winarti

G99141060 / F-9-2015Pembimbing:

dr. Annang Giri Moelyo, Sp.A, M.KesKEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul :

INFEKSI SALURAN KEMIH ec ENTEROBACTER CLOACAE PADA ANAK PEREMPUAN USIA 10 TAHUN

Hari/tanggal : Juni 2015Oleh:Biltinova Arum Miranti

G99141059/ F-8-2015Gresmita Rindi Winarti

G99141060 / F-9-2015Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Annang Giri Moelyo, Sp.A, M.KesBAB I

LAPORAN KASUSI. Identitas PasienNama

: An. NCUmur

: 10 tahunJenis Kelamin

: PerempuanBerat Badan

: 19 kgTinggi Badan

: 135 cm

Agama

: IslamAlamat

: TegalTanggal masuk

: 30 April 2015Tanggal pemeriksaan

: 13 Juni 2015No. RM

: 01286298II. Anamnesis

Anamnesis diperoleh dengan cara autoanmnesis dan alloanamnesis dengan ibu penderitaA. Keluhan Utama DemamB. Riwayat Penyakit SekarangPasien merupakan konsulan dari bagian onkologi anak dengan osteosarkoma dalam perawatan hari ke-13 dengan kelainan hasil laboratorium yang mengarah ke infeksi saluran kemih. Ibu pasien mengeluhkan anaknya demam (+) selama 5 hari, demam dirasakan naik turun, demam dirasakan berkurang setelah diberi obat tapi kemudian naik kembali. Selain demam, Ibu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah (+), mual dan muntah dirasakan terutama setiap kali pasien mengkonsumsi makanan. Pada saat diperiksa pasien tampak rewel. Keluhan nyeri saat BAK (-), BAK terasa panas (-), anyang anyangan (-), sering BAK (-), tidak bisa menahan BAK (-), sehari ganti pampers 3 4x, warna kuning jernih. Keluhan BAB disangkal, BAB warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak, diare (-), lendir (-), darah (-). Keluhan batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), nyeri telan (-), nyeri telinga (-), cairan keluar dari telinga (-).C. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit serupa

: disangkalRiwayat makan sembarangan

: disangkal

Riwayat ganti susu

: disangkalRiwayat alergi obat dan makanan

: disangkalRiwayat osteosarkoma

: (+) sejak September 2014

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan LingkunganRiwayat sakit serupa di keluarga

: disangkalRiwayat sakit serupa di lingkungan sekitar : disangkalSumber air minum

: PDAME. Riwayat Kehamilan Riwayat pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan di fasilitas kesehatan. Tidak didapatkan adanya keluhan selama kehamilan. Selama hamil ibu tidak mengkonsumsi vitamin dan tablet besi.F. Riwayat KelahiranPasien lahir di dukun bersalin lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 9 bulan. Berat badan dan panjang badan lahir tidak diukur.G. Riwayat Post NatalTidak rutin ke posyandu tiap bulan untuk menimbang badan dan tidak mendapat imunisasi.H. Riwayat Imunisasi

Pasien tidak mendapat imunisasi. I. Pertumbuhan dan Perkembangan AnakPertumbuhan BB dan PB lahir tidak diketahui. Umur sekarang 10 tahun, BB 19 kg, PB 135 cm.Kesan : pertumbuhan tidak sesuai usia. Perkembangan Motorik kasar Duduk tanpa pegangan Berdiri dengan pegangan Motorik halus Memindahkan kubus Mengambil 7 kubus Bahasa Papa/mama/tidak spesifik Kombinasi silabel, Mengoceh Personal sosial Tepuk tangan, Menyatakan keinginan Daag daag dengan tangan Kesan : perkembangan sesuai usia. J. Riwayat Nutrisi Usia 0 6 bulanMinum ASI eksklusif Usia 6 bulan sekarangMinum ASI sampai dengan usia 3 tahun kemudian dilanjutkan dengan susu formula 2x sehari @ 1 gelas belimbing. Sebelum sakit osteosarkoma, pasien mengonsumsi nasi dan lauk pauk seperti telur, ayam, ikan, daging 2-3x sehari. Setelah sakit osteosarkomam pasien makan bubur, nasi tim, telur, ayam, ikan, daging. Makan 3 kali sehari, diselingi biskuit, atau kue kira-kira 2 kali sehari. Sampai sekarang tidak suka makan sayur-sayuran, tahu, dan tempe. Kesan : kualitas dan kuantitas nutrisi kurang.K. Pohon Keluarga

An.NC 10 tahunIII. Pemeriksaan FisikA. Keadaan umum: Tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan kurang.B. Tanda vital

Nadi

: 116x/ menit, reguler, isi,dan tegangan cukup Laju nafas: 36x/ menit, kedalaman cukup, reguler Suhu

: 37,6C (aksila) TD

: 110/70 mmHg

C. Kepala: Mesochepal, UUB cekung (-), rambut hitam, rontok D. Mata

: Mata cekung (-/-), air mata (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+) E. Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)F. Telinga

: sekret (-/-)G. Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-)H. Tenggorok

: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1I. Leher

: Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkatJ. ThoraxBentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiriPulmo :Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar

: SIC V kananBatas paru-lambung

: SIC VI kiri

Redup relatif

: SIC V kanan

Redup absolut

: SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)Cor : Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

Palpasi: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas : SIC II LPSS

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Kanan atas: SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSDAuskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular, bising (-)

K. Abdomen

:

Inspeksi: dinding perut sejajar dengan dinding dadaAuskultasi: bising usus (+) normalPerkusi: timpaniPalpasi: supel, nyeri tekan suprapubis (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat, NKCV (+/-)L. Anorektal: hiperemis (-)M. Ekstremitas:Akral Dingin

--

--

Oedem

--

--

Capillary refill time < 2 detik

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

IV. Perhitungan Status Gizia) Secara KlinisGizi kesan burukb) Secara AntropometriBB: 19 kg, TB: 135 cm, Usia: 10 tahun

BB/U = 19/33 x 100 % = 57,57% ( < p3 (severe underweight)

TB/U = 135/138 x 100 % = 97,83% ( p25 < TB/U < p50 (normoheight)

BB/TB = 19/31 x 100 % = 61,29 % ( 100.000 CFU/ml) dan adanya pus dalam urin. Derajat beratnya gejala dapat bervariasi dari ringan sedang sampai berat. Pada bayi baru lahir gejala yang timbul biasanya berupa gejala nonspesifik yaitu penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, gelisah, muntah dan diare. Gejala yang lebih berat dapat berupa letargis, kejang atau tanda sepsis seperti hipo- atau hipertermi. Pada anak yang lebih besar gejala yang timbul dapat berupa gejala yang mengarah pada saluran kemih seperti disuri, poliuri, urgensi nyeri perut dan flank pain. Sedangkan gejala nonspesifik atau sistemik lebih jarang dan tidak terlalu berat. Apabila infeksi disebabkan adanya obstruksi maka gejala yang timbul adalah hipertensi, ginjal dan kandung kemih dapat teraba dan nyeri, tanda-tanda syok, septikemia dan distensi abdomen.4Pada masa neonates, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, irritable, atau distensi abdomen.

Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, dan distended abdomen. Pada palpasi ginjal, anak merasa kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.

Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frekuansi, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.10Anak yang tidak mendapat antibiotik pada gejala akut umumnya berkembang menjadi kronis. Pada beberapa kasus anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala tetapi beberapa yang lainnya menunjukan demam berulang, malaise dan gejala terlokalisir yang menetap yang tidak terdiagnosis. Anak yang mengalami infeksi dan tidak dieradikasi dengan antibiotik dapat mengalami ISK berulang dengan proporsi yang tinggi umumnya akan mengalami rekurensi daripada relaps.4Pada anak laki-laki rekurensi jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi pertama. Penelitian yang dilakukan Winberg dkk, 23 % anak laki-laki yang mengalami ISK pada tahun pertama kehidupan dapat terjadi rekurensi dalam waktu 12 bulan dan hanya 3% terjadi setelah periode tersebut. Berbeda dengan anak perempuan, rekurensi yang terjadi sebanyak 29% dan dapat dialami pada usia periode follow up.4

G. KOMPLIKASI

1. Pielonefritis akut

Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter.

Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri didaerah perut dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli yaitu berupa disuria, frekuensi, atau urgensi.82. Abses ginjal, abses perirenal, dan abses pararenal

Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini dibedakan dalam 2 macam yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-meduler. Abses korteks ginjal atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman Stafilokokus aureus yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi diluar sistem saluran kemih.

Abses perineral adalah abses yang terdapat didalam rongga perineral yaitu rongga yang terletak diluar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses pareneral adalah abses yang terletak diantara kapsula Gerota dan peritoneum posterior. Abses perineral dapat terjadi karena pecahnya abses renal kedalam rongga perineral; sedangkan abses pararenal dapat terjadi karena: (1) pecahnya abses perineral yang mengalir ke rongga pararenal atau (2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari kavum pleura ke rongga pararenal.83. Sistitis Akut

Sistitis Akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui ureta.

Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis dari pada pria karena ureta wanita lebih pendek dari pada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih.

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri didaerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menyebabkan hematuria.84. Prostatitis.

Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteria. Untuk menentukan penyebab suatu prostatitis, diambil sample (contoh) urine dan getah kelenjar prostat melalui uji 4 tabung sesuai yang dilakukan oleh Meares.85. Epididimitis

Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada didalam buli-buli, prostat, atau uretra yang secara ascending. Menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis seperti pada penyebaran kuman tuberkulosis.8H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh, demam dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan ISK. Informasi mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran air kencing juga penting dalam diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi dan penurunan nafsu makan menunjukkan kemungkinan adanya gagal ginjal kronik, begitu pula dengan adanya gejala pancaran air kencing lemah, teraba massa/benjolan atau nyeri pada abdomen, menunjukkan kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak sekolah gejala ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri, polakisuri dan urgensi.10 AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada anak usia 2 bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas.62. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk memeriksa adanya kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya ISK. Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang berhubungan dengan gejala ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis, teraba massa pada abdomen atau ginjal teraba membesar. dan pemeriksaan neurologis terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia eksterna yaitu inspeksi pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia, epispadia), anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada saluran kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-belly syndrome harus dilakukan. Stigmata kelainan kongenital saluran kemih lain seperti: arteri umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan supernumerary nipples harus diperhatikan.2,3,43. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria > 5/LPB atau dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah pemeriksaan yang penting dalam penegakkan diagnosis ISK. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri >100.000 koloni/ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapi disertai gejala yang jelas dianggap ISK.4,6 Cara pengambilan sampel lain yaitu melalui kateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan menampung urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi. Akurasi cara pengambilan urin tersebut memberikan nilai intepretasi yang berbeda.6b. Pencitraan

ISK kompleks beruhubungan dengan adanya kelainan anatomi dan fungsi saluran kemih. Pencitraan dilakukan dengan tujuan untuk:

-Mendeteksi adanya kelainan struktural dan fungsional seperti obstruksi, RVU atau gangguan pengosongan kandung kemih

-Mendeteksi akibat dini dan lanjut ISK

-Mendeteksi dan memonitor anak yang mempunyai risiko ISK

Terdapat beberapa kontroversi mengenai konsensus pemeriksaan pencitraan dalam evaluasi ISK pada anak. Teknik pencitraan yang umum digunakan adalah sebagai berikut.3,4

Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk menggantikan urografi

intravena sebagai skrining inisial, karena lebih cepat, non-invasif, aman, tidak mahal, sedikit menimbulkan stres pada anak, dapat diulang untuk kepentingan monitoring dan mengurangi paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat terlihat formasi parut ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari pemeriksaan karena pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan orang yang melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak cukup, kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu memberikan informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida occulta, kalsifikasi ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori, obstruksi dan RVU dapat mudah dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang ditemukan dikatakan sebagai kista jinak atau penyakit polikistik apabila pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi.4Urogafi Intravena

Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling sering dilakukan apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan urografi intravena dapat diketahui adanya duplikasi ginjal dan ureter, dimana sangat sulit dideteksi dengan USG. Kelainan lain yang dapat pula dideteksi dengan urografi adalah horseshoe kidney dan ginjal/ureter ektopik. Kekurangan urografi intravena adalah kurang sensitif dibandingkan Renal Scintigraphy dalam mendeteksi Pyelonephritis dan parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari reaksi kontras juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan.4I. PENATALAKSANAAN

Terapi ISK pada anak harus segera diberikan untuk mencegah kemungkinan berkembang menjadi pielonefritis. Apabila gejala yang timbul berat, maka terapi harus segera diberikan sementara menunggu pemeriksaan hasil biakan urin. Apabila gejala ringan dan diagnosis meragukan, maka terapi dapat ditunda sampai hasil biakan urin diketahui, dan pemeriksaan biakan dapat diulang apabila hasil biakan pertama meragukan. Terapi inisial dengan trimethoprim-sulfamethoxazole selama 3-5 hari efektif terhadap strain E. coli. Nitrofurantoin 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis efektif untuk bakteri Klebsiella-Enterobacter. Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari juga efektif sebagai terapi inisial.3,4Pada anak dengan infeksi akut, immunocompromised atau usia kurang 2 bulan dianggap menderita ISK kompleks sehingga untuk tatalaksana yang baik adalah perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotik intravena. Antibiotik yang diberikan dapat seftriakson 50-75 mg/kgBB/hari maksimal 2 gram atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari dikombinasikan dengan gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari. Pemberian antibiotik intravena diberikan sampai keadaan anak secara klinis stabil dan afebris selam 48-72 jam, kemudian antibiotik dapat dilanjutkan dengan antibiotik oral sesuai dengan uji sensitivitas biakan urin. Lamanya pemberian terapi masih kontroversi, untuk ISK kompleks atau anak usia kurang dari 2 tahun diberikan selama 7-14 hari. Antibiotik oral golongan sefalosporin generasi ke-3 seperti sefiksim sama efektifnya dengan seftriakson intravena terhadap beberapa bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas. Pemberian fluoroquinolone oral dapat diberikan sebagai terapi alternatif untuk bakteri yang resisten terutama Pseudomonas pada pasien usia lebih dari 17 tahun. Keamanan dan efikasi pemberian siprofloksasin oral pada anak masih dalam penelitian. Pada beberapa anak ISK dengan demam, pemberian injeksi seftriakson intramuskular loading dose diikuti terapi oral sefalosporin generasi ke-3 dinilai efektif.2,3,4Setelah pemberian terapi inisial 7-14 hari, dilanjutkan dengan pemberian antibiotik profilaksis jangka panjang sampai didapatkan hasil pemeriksaan radiologis ginjal dan saluran kemih. Apabila dari pemeriksaan radiologis didapatkan hasil yang normal maka antibiotik profilaksis dapat diberikan selama 6 bulan, tetapi apabila didapatkan kelainan maka dapat diberikan selama 1-2 tahun atau lebih.4 Antibiotik profilaksis yang sering digunakan antara lain adalah trimethoprim-sulfamethoxazole, trimethoprim atau nitrofurantoin dengan dosis 1/3 dosis terapetik satu kali/hari.4Untuk tatalaksana pada anak dengan abses renal atau perirenal atau dengan obstruksi saluran kemih dapat dilakukan tindakan bedah (misalnya drainase perkutaneus) disamping pemberian antibiotik.

BAB IIANALISIS KASUS

Pasien merupakan pasien onkologi anak dengan osteosarkoma yang dirawat sejak tanggal 30 April 2014. Pasien dikonsulkan ke bagian sub nefrologi anak karena adanya kelainan hasil laboratorium harian. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan demam selama selama 5 hari, naik turun, batuk (-), pilek (-), mual (+), muntah (+), diare (-), BAK (+) warna kuning. Sedangkan pada pemeriksaan fisik NKCV (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium darah di rumah sakit diperoleh hasil berupa hemoglobin 4,5 g/dl, hematokrit 12 %, leukosit 2,7 ribu/ul, eritrosit 1,55 jt/ul, trombosit 7 ribu/ul, laboratorium urin kimia klinik pH 8,5, protein 25 /ul, eritrosit 50 /ul, mikroskopis urin eritrosit 26,9 / ul. Pada pemeriksaan kultur urin didapatkan Enterobacter cloacae ssp cloacae >105 CFU/ml urine. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kultur urine dapat disimpulkan bahwa terjadi infeksi pada saluran kemih. Oleh karena itu diagnosis kerja dari kasus ini adalah Infeksi saluran kemih ec Enterobacter cloacae. Secara klinis pasien kurang memenuhi kriteria infeksi saluran kemih, dari hasil anamnesis tidak didapatkan gejala khas seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut atau pinggang, polakisuria, dan urin yang berbau menyengat. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak di dapatkan nyeri tekan suprasimfisis. Pada pemeriksaan urinalisa disebut infeksi saluran kemih apabila ditemukan proteinuria, leukosituria (leukosit > 5/LPB), hematuria (eritrosit > 5/LPB). Diagnosis pasti infeksi saluran kemih adalah dengan ditemukannya bakteriuria yang bermakna pada pemeriksaan kultur urin, di dapatkan pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari. Penatalaksanaan pasien ini adalah di rawat inap di bangsal onkologi anak karena osteosarkoma. Pasien ini memilik berat badan 19 kg, sehingga kebutuhan cairan pasien berdasarkan rumus Darrow adalah 1450 cc/hari~1500cc/hari sehingga tetesan makro = 15 tpm, dipilih cairan D1/4 untuk memenuhi kebutuhan glukosa. Pasien juga diberikan Cefepime yang merupakan antibiotik injeksi golongan sefalosporin generasi ke IV. Cefepime diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB = 500mg/8jam karena berdasarkan hasil kultur urin, antibiotik ini sensitif terhadap bakteri aerob gram negatif seperti enterobacter cloacae. Pada pasien ini diberikan injeksi paracetamol 200mg/8jam IV. Parasetamol digunakan sebagai antipiretik yang bekerja pada efek sentral. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostglandin dengan cara menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhoidonat kelenjar prostglandin terganggu. Injeksi ondansetron 4mg/8jam diberikan untuk mencegah mual muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi dan operasi, mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang disebut serotonin, jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika menjalani kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Serotonin akan bereaksi dengan reseptor 5HT3 yang berada diotak. Ondansetron akan bekerja secara sentral dengan cara menghambat ikatan seortonin dan reseptor 5HT3. Leukogen digunakan untuk menurunkan durasi neutropenia pada pasien dengan tumor padat atau keganasan non mieloid selama menjalani kemoterapi yang bersifat mielosupresif sitotoksik. Pada pasien ini diberikan injeksi leucogen 100mg/24 jam karena leukosit pasien 2,7 ribu/ul, monitoring KUVS / 8 jam dilakukan untuk memantau keadaan pasien. Pada tanggal 20 Juni 2015, di akhir perawatan pasien di bangsal, antibiotik cefepime diganti dengan ciprofloxacin dosis 10mg/kgBB = 2x250mg PO. Ciprofloxacin merupakan antiobiotik sintetik golongan kuinolon yang bekerja dengan menghambat DNA gyrase. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri gram negatif dan gram positif. Pengobatan antibiotik ciprofloxacin biasanya digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh patogen yang peka terhadap ciprofloxacin seperti ISK. DAFTAR PUSTAKA1. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2002; 142-163

2. Raszka WV, Khan O. Pyelonefritis. Pediatrics in Review. 2003; 26: 364-9.

3. Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:WB Saunders, 2004;1785-94.

4. Jones VK, Asscher. Urinary Tract Infection and Vesicoureteral reflux. Dalam: Edelman, Jr CM. Pediatric Kidney Disease. Edisi ke-2. Boston: Little brown Co.1992; 1943-91.

5. Azzarone G, Liewehr S, OConnor K. Cystitis. Pediatrics in Review. 2007;

28(12): 474-76. 6. American Academy of Pediatrics. Practice parameter. The Diagnosis Treatmentand Evaluation of the Initial Urinary Tract Infection in febrile infants and Young Children. Pediatrics 1999; 103: 1-12 7. Candice E, Johnson. New advances in childhood urinary tract infections.

Pediatrics in Review. 1999; 20(10): 335-42.

8. Purnomo, B Basuki, 2007 Dasar dasar urologi : CV Infomedika. Jakarta.

9. Dipiro, Joseph T (editor), 2005 Pharmacotherapy: A Pathophisiology approach, 3rd edition, McGraw Hill, New York.

10.Pardede S, Tambunan T, Alatas H, Trihono P, Hidayati E. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Badan penerbit IDAI: Jakarta.

15