Presentasi Kasus hilwa

23
Presentasi Kasus dan Portofolio BRONKIOLITIS AKUT Oleh : dr. Hilwa Pendamping : dr. Ratna Siagian dr. Budi Arta Sitepu wahana: RSUD Kepahiang KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

description

s[dldsldsld[sl

Transcript of Presentasi Kasus hilwa

Page 1: Presentasi Kasus hilwa

Presentasi Kasus dan Portofolio

BRONKIOLITIS AKUT

Oleh :

dr. Hilwa

Pendamping :

dr. Ratna Siagian

dr. Budi Arta Sitepu

wahana:

RSUD Kepahiang

KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIAPUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM

KESEHATANBADAN PPSDM KESEHATAN

KEMENTRIAN KESEHATAN RI 2014 – 2015

Page 2: Presentasi Kasus hilwa

PORTOFOLIO

KASUS III

Topik : Bronkiolitis Akut

Tanggal kasus : 18 Agustus 2015 Presentator : dr. Hilwa

Tanggal presentasi : 5 September 2015 Pendamping : dr. Ratna Siagian

dr. Budi Arta Sitepu

Tempat presentasi : RSUD Kepahiang

Objek Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Management □ Masalah □ Istimewa

□ Deskripsi : Anak laki-laki berusia 7 bulan datang dengan keluhan utama batuk sejak 3 hari SMRS.□ Tujuan : Mengatasi dan mengobati keluhan pasienBahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ AuditCara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos

Data Pasien: Nama : An. A Alamat : Tebat Karai

Usia : 7 bulan Agama : Islam

1. Diagnosis Gambaran Klinis :

Pasien dibawa oleh ibunya dengan keluhan batuk pilek sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak (+), demam (+). Mual (-) muntah (-)..

BAK dan BAB tidak ada kelainan.

2. Riwayat Pengobatan :

Tidak ada mengkonsumsi obat

3. Riwayat Kesehatan Penyakit :

Tidak jelas

4. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

5. Riwayat Pekerjaan

-

6. Kondisi lingkungan social dan fisik

2

Page 3: Presentasi Kasus hilwa

Pasien berasal dari keluarga kurang mampu.

7. Lain – lain

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan : Cukup bulan

Partus : Spontan

Ditolong oleh : bidan

Berat badan lahir : 2700 gram

Panjang badan lahir : 48 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali, scar + (pada lengan kanan) usia 0 bulan

DPT : 3 kali usia 2,3,4 bulan

Polio : 4 kali usia, 0, 2,3,4 bulan

Hepatitis B : 3 kali usia 0,2,3,4 bulan

Campak : belum

Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap

Riwayat Makan

ASI : lahir – 3 bulan.

Susu formula : 3 bulan – sekarang.

Bubur saring : 4 bulan – sekarang.

Riwayat Perkembangan Fisik

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 6 bulan

Kesan : perkembangan fisik sesuai

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RSUD Kepahiang

3

Page 4: Presentasi Kasus hilwa

Keadaan Umum

Keadaan sakit : sedang

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : BB 6kg ; PB : 65cm

Tekanan darah: -

Pulse rate : 89x/m

Pernafasan : 34x/m

Temperature : 35,60C

Pemeriksaan Organ

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm

Telinga : sekret (-), serumen (-/-), Nyeri tarik aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-)

Hidung : NCH ada, deviasi septum tidak ada, deformitas

tidak ada sekret tidak ada, mukosa edema dan

hiperemis tidak ada

Mulut : coated tongue (-), caries gigi (-)

Faring : hiperemis (-), arcus faring simteris, uvula di

tengah, tonsil T1-T1

Leher : perbesaran KGB tidak ada

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak

ada.

Palpasi : strem fremitus kanan = kiri.

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),

wheezing (+/+).

Jantung

Inspeksi : pulsasi, iktus cordis tidak terlihat

4

Page 5: Presentasi Kasus hilwa

Palpasi : iktus cordis teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal

Auskultasi : HR=98 kali/ menit, irama reguler, Bunyi

Jantung I dan II normal,murmur dan gallop

tidak ada

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Rumusan Masalah

Bronkiolitis Akut

Tatalaksana

Farmakologi

- O2 kanul ½ - 1 LPM

- IVFD RL gtt 10x/m (mikro).

- Inj. Ceftriaxone 150mg/iv/12 jam

- Inj. dexamethasone 1/2 mg/iv/12 jam

- Ambroxol syrup 3x1/2 ct

Non- farmakologi

- Edukasi keluarga pasien tentang keadaan pasien

- Bed rest

- Diet PASI + ML

Tanggal Keterangan

5

Page 6: Presentasi Kasus hilwa

18-08-2015

19-08-2015

S: Keluhan : sesak (+) batuk (+) pilek (+)

O: Keadaan Umum

Sens: cm

RR : 30 x/menit T : 37,2 oc

N : 90 x/menit BB : 6kg

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (+), faring hiperemis (-)

Leher : t.a.k

Thorak : simetris, retraksi (-)

Cor : t.a.k

Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas : t.a.k

A: Bronchiolitis

P:

- O2 kanul ½ - 1 LPM

- IVFD RL gtt 10x/m

- Inj. Ceftriaxone 150mg/iv/12 jam

- Inj. dexamethasone 1/2 mg/iv/12 jam

- Ambroxol syrup 3x1/2 ct

S: Keluhan : sesak (+) berkurang, batuk (+) pilek (-)

O: Keadaan Umum

Sens: cm

RR : 26 x/menit T : 37 oc

N : 100 x/menit BB : 6kg

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-), faring hiperemis (-)

Leher : t.a.k

Thorak : simetris, retraksi (-)

6

Page 7: Presentasi Kasus hilwa

20-08-2015

Cor : t.a.k

Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas : t.a.k

A: bronchiolitis akut

P:

- O2 kanul ½ - 1 LPM

- IVFD RL gtt 10x/m

- Inj. Ceftriaxone 150mg/iv/12 jam

- Ambroxol syrup 3x1/2 ct

S: Keluhan : sesak (-) batuk (+)

O: Keadaan Umum

Sens: cm

RR : 22 x/menit T : 37 oc

N : 101x/menit BB : 6kg

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-), faring hiperemis (-)

Leher : t.a.k

Thorak : simetris, retraksi (-)

Cor : t.a.k

Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas : t.a.k

A: bronchiolitis akut

P:

7

Page 8: Presentasi Kasus hilwa

- Boleh pulang

Terapi pulang :

- Cefadroxil syrup 2x1cth

- Ambroxol syrup 3x1cth

Daftar Pustaka :1. Eber Ernst. Treatment of Acute Viral Bronchiolitis. Open Mikrobiologi J.

2011;15;159-164.2. Hasan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2000. hal 283-7.3. Hidayat, Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Salemba

Medika. 2008.4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Klinis. Edisi 1, Badan

Penerbit IDAI, 2008. Hal.31-32.5. Magdalena SZ. Bronkiolitis. Dalam : Nasiti NR,dkk. Buku ajar respirologi

anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2008. Hal 333-496. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson textbook

pediactrics. Edisi 15; Vol.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.

Hasil Pembelajaran1. Etilogi Bronkiolitis

2. Manifestasi Klinis Bronkiolitis

3. Penanganan dan Terapi

4. Prognosis

5. Edukasi

B. RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjektif :

Pasien dibawa orang tuanya ke IGD dengan keluhan sesak disertai batuk

pilek sejak 3 hari SMRS.

8

Page 9: Presentasi Kasus hilwa

Objektif :

Pasien di diagnosis dengan Bronkiolitis Akut . Dasar diagnsosis pasien ini

adalah :

Pada anamnesis didapatkan :

- Sesak

- Batuk pilek

- Batuk pilek

Pemeriksaan fisik :

- Nafas cuping hidung

- Wheezing

Assessment :

Bronkiolitis akut adalah penyakit saluran nafas bagian atas sampai

bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkus.

Identifikasi Pasien

Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus anak yang

harus dilakukan pada pasien adalah anamnesa,pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini seorang anak berumur 7 bulan

didiagnosis: bronkiolitis akut.

Dasar diagnosis dari bronkiolitis akut pada pasien ini yaitu pada

anamnesis didapatkan keluhan demam, batuk dan pilek. Serta dari

pemeriksaan fisik didapatkan wheezing.

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, kasus ini lebih

mengarah pada bronchiolitis akut.

Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri dari :

- Terapi suportif berupa : mondok di RS dan istirahat tirah baring,

pemberian infus, diet berupa ML.

- Terapi Medikamentosa :

1. Pemberian antibiotik yang bersifat kausatif. Antibiotik yang

9

Page 10: Presentasi Kasus hilwa

diberikan pada pasien ini adalah Ceftriaxone yang merupakan

antibiotic golongan Sefalosporin generasi ke-3 yang

mempunyai manfaat sebagai bakterisidal dan bekerja dengan

menghambat sintesis mukopeptida dan dinding sel bakteri.

Ceftriaxone memiliki aktivitas spectrum yang lebih luas

terhadap organisme gram positif dan gram negatif.

2. Selain terapi kausatif juga diberikan terapi simptomatis berupa

ambroxol untuk mengobati batuk,

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan sesak.

Bronkiolitis pada anak-anak sebagian besar disebabkan oleh Respiratory

Syncitial Virus (RSV) 50% sampai 90%. Penyebab lain adalah parainfluenza

virus, mikroplasma, adenovirus dan beberapa virus lain.

Etiologi Bronkiolitis Akut

RSV(Respiratory Sensitial Virus)

Rhinovirus

Adenovirus influenza

Parainfluenza

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi

saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya

disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris. Anak mulai menderita sesak

nafas, makin lama makin berat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai

serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi

interkostal dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan sianotik.

Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium

memenjang disertai dengan mengi (Wheezing). Ronchi nyaring halus kadang-

kadang terdengar pada akhir ekpirasi atau permulaan ekpirasi. Pada keadaan

10

Page 11: Presentasi Kasus hilwa

yang berat sekali, suara pernafasan tidak terdengar karena kemungkinan

obtruksi hampir total. Foto rontgen menunjukkan paru-paru dalam keadaan

hipererasi dan diameter antero posterior membesar pada foto lateral. Pada

sepertiga pasien ditemukan bercak di sebabkan atelektasis atau radang.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam

batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik

maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

Bila menjumpai pasien atau bayi anak di bawah umur 2 tahun yang

menunjukkan gejala pasien asma, harus hati-hati karena dapat terjadi pada

pasien dengan bronkiolitis akut. Bedanya, pasien asma akan memberikan

respon terhadap bronkodilator, sedangkan pasien brokiolitis akut tidak

DIAGNOSIS

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur

penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis

terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3)

pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk,

pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi

yang dapat menyebabkan wheezing.

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory

Distress Assesment Instrumen (RDAI) yang menilai distres napas

berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih

dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam

kategori ringan.

Tabel . Respiratory Distress Assesment Instrument (RDAI)

SKOR Skor maksimal0 1 2 3 4

11

Page 12: Presentasi Kasus hilwa

WHEEZING

– Ekspirasi

– Inspirasi

– Lokasi

(-)

(-)

(-)

Akhir

Sebagian

≤2 dari 4 lap.paru

½

Semua

≥3 dari 4 lap.paru

¾

 

Semua

 

4

2

2

RETRAKSI

– Supraklavikular

– Interkostal

– Subkostal

(-)

(-)

(-)

Ringan

Ringan

Ringan

Sedang

Sedang

Sedang

Berat

Berat

Berat

3

3

3

TOTAL 17

Tabel 2. Diagnosis banding pada anak dengan mengi

DIAGNOSISTanda

Asma –  Riwayat mengi berulang, beberapa diantaranya

tidak berkaitan dengan serangan batuk dan pilek

– Hiperinflasi dada

– Ekspirasi memanjang

–  Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi

obstruksi udara)

–  Respon baik terhadap bronchodilator

12

Page 13: Presentasi Kasus hilwa

Bronkhiolitis –  episode pertama mengi pada anak umur < 2 tahun

–  Hiperinflasi dada

–  Ekspirasi memanjang

– Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi

obstruksi udara)

– Kurang / tidak respon terhadap bronchodilator

Mengi yang

berkaitan dengan

batuk dan pilek

–  mengi selalu berhubungan dengan disertainya

batuk dan pilek

–   tidak ada riwayat keluarga yang menderita asma

–  ekspirasi memanjang

–  Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi

obstruksi udara)

– Respon baik terhadap bronkhodilator

–  Mengi cenderung lebih ringan dari pada asma

Aspirasi benda asing –   riwayat onset penyumbatan saluran nafas dan

mengi secara tiba-tiba.

–  Mengi bisa unilateral

–  Perangkap udara dengan hiperresonan dan

pergeseran mediastinum

–  Tanda kolaps paru : pengurangan masukan udara

dan perkusi tumpul (dull percussion)

–  tidak respon terhadap bronchodilator

13

Page 14: Presentasi Kasus hilwa

Pneumonia –   batuk dengan nafas cepat

–   retraksi dinding dada bawah

–  demam

–  suara nafas kasar

–  napas cuping hidung

– stridor

Penatalaksanaan Bronkiolitis Akut

Infeksi oleh virus RSV biasanya bersifat self limiting disease, sehingga

pengobatan yang ditujukan biasanya hanya berupa pengobatan suportif.

Prinsip pengobatannya adalah;

1. Oksigenasi

2. Cairan

3. Obat-obatan ;

a. Antivirus

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada

pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan

antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik.

Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai

efektivitas dan keamanannya. The American of Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan

diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada

penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik,

penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi

premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan

ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada

14

Page 15: Presentasi Kasus hilwa

saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer

aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.

b. Antibiotic

Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita

bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali

jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan antibiotik

spektrum luas.

c. Bronkodilator

Peran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial. Secara

umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia

dibawah 6 bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan

sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat

keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan

oksigen akan meningkat.

Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan

bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96% bayi dipusat pelayanan pediatrik

tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88 pusat

pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan

penggunaan bronkodilator pada semua pasien dengan bronkiolitis,

dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan

bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan

Australia, penggunaan bronkodilator lebih jarang.

Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran

respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema

mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori

kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis

terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-adrenergik.

Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-

adrenergik selektif adalah :

-         Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan

15

Page 16: Presentasi Kasus hilwa

mukosa, membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah

pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing

matching.

-          Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik

-       Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

-        Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin

seperti edema

-          Mengurangi sekresi kataral.

Beta – agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 %

pasien bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis

diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak

dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien

menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap

d. Antiinflamasi

16