Presentasi Kasus farmasi fafa
Embed Size (px)
Transcript of Presentasi Kasus farmasi fafa
Presentasi Kasus
PRE EKLAMPSIA BERAT
Oleh : Mutia Farah Fawziah D.F G0005130
Pembimbing : Drs. Soetarno, Apt, SU
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2010
B BI PE H L
Status PenderitaI. ANAMNESA Tanggal 3 Agustus 2010 A. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Alamat Status Perkawinan Agama Nama Suami Pekerjaan HPMT HPL UK Tanggal Masuk CM Berat Badan Tinggi badan B. Keluhan Utama Tensi tinggi : Ny. S : 20 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : SLTP : Keronkidul RT 2/6 Wuryorejo Wonogiri : Kawin : Islam : Tn. P : Wiraswasta : 14 November 2009 : 21 September 2010 : 37+3 minggu : 3 Agustus 2010 : 01021477 : 55 kg : 154 cm
1
C. Ri ayat Penyakit Sekarang Seorang G1P0A0, 20 tahun, kiriman RSUD Sangiran dengan keterangan G1P0A0 PEB dengan partial HELLP syndrome. Pasien merasa hamil 9 bulan lebih, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, gerak janin masih dirasakan, air ketuban belum dirasakan keluar, lendir darah (-), nyeri kepala depan (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), muntah (-), sesak nafas (-), batuk (-). Dari RSUD Sangiran diberi terapi MgSO4 40% 8 gram dan Nifedipin 10 mg (Tekanan darah 180/110, hasil lab tidak disertakan).
D. Ri ayat Penyakit Dahulu Riwayat DM Riwayat Asma Riwayat Sakit Jantung Riwayat Hipertensi Riwayat Alergi obat/makanan E. Ri ayat Fertilitas Baik F. Ri ayat Obstetri Belum diketahui : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal
G. Ri ayat Ante Natal Care (ANC) Teratur di bidan H. Ri ayat Haid Menarche Lama menstruasi Siklus menstruasi I. : 12 tahun : 7 hari : 28 hari
Ri ayat Perkawinan Menikah 1 kali, 1 tahun dengan suami sekarang
2
J. Riwayat KB Pasien tidak KB.
II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Interna Tanggal 3 Agustus 2010 Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi cukup Tanda vital : Rr : 20 x/ menit S : 36,7 0C T : 160/110 mmHg N : 88 x/ menit Kepala : Mesocephal Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-) THT : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-) (+), Leher : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar Thorax : Glandula Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Abdomen : Inspeksi mammae hipertrofi areola mammae hiperpigmentasi (+) : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor / sonor : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+) Auskultasi : Peristaltik (+) normal Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak membesar.
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)
3
Perkusi Genital
: Timpani
pada
daerah
bawah
processus
xyphoideus, redup pada daerah uterus : Lendir darah (-), air ketuban (-) : Oedem + B. Status Obstetri Inspeksi Kepala Mata Thoraks Abdomen : Cloasma gravidarum (+) : Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-) : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae hiperpigmentasi (+) : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+) : vulva/uretra tenang, lendir darah (-), peradangan (-), tumor (-) Palpasi Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri, memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian, TBJ = 2790 gram, His (-), DJJ (+) 12-11-12/reg Pemeriksaan Leopold : I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi tiga jari di bawah processus xiphoideus, teraba bagian besar dan lunak di fundus, kesan bokong II : Teraba bagian besar janin di sebelah kanan, kesan punggung, bagian kecil di sebelah kiri III : Teraba bagian besar dan keras, kesan kepala IV : Bagian terendah janin masuk panggul < 1/3 bagian Ekstremitas : Oedem (+) akral dingin (-) Genetalia Eksterna + Akral dingin Ekstremitas
4
Auskultasi DJJ (+) 12-11-12/reg Pemeriksaan Dalam (VT) : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, mendatar,effacement 20%, pembukaan (-), kulit ketuban belum dapat dinilai, preskep, kepala turun di Hodge II, penunjuk belum dapat dinilai, AK (-), STLD (-), Bishop score : 5. III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 3 Agustus 2010 Urinalisa Protein : +2
Lab Darah Hb Hct AE AL AT Gol darah GDS Ureum Kreatinin HbsAg : 13,6 g/dl : 38 % : 4,15. 106 / L : 7,8. 103 / L : 162. 103 / L :O : 84 mg/dl : 17 mg/dl : 0,5 mg/dl : (-) SGOT SGPT LDH : 25 ug/dl : 17 ug/dl : 499 ug/dl Na K Cl Albumin : 140 mmol/L : 3,8 mmol/L : 109 mmol/L : 3,4 mg/d
USG Tampak janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, DJJ (+), dengan fetal biometri : BPD : 90 mm FL : 70 mm AC : 326 mm EFBW : 2710 gram
5
Plasenta berinsersi di corpus sampai ke SBR tidak menutupi OUE. Air ketuban kesan cukup. Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor. Kesan : saat ini janin dalam keadaan baik
IV. KESIMPULAN Seorang G1P0A0, 20 tahun, dengan riwayat fertilitas baik, riwayat obstetric belum diketahui, teraba janin tunggal, intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan, kepala masuk panggul < 1/3 bagian, taksiran berat janin 2700 gram, DJJ (+), His (-), Tensi 160/110. Protein urin : +2. portio lunak mendatar, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, kepala turun di Hodge II, AK (-), STLD (-).
V. DIAGNOSIS PEB pada primigravida hamil aterm belum dalam persalinan
VI. PROGNOSIS jelek
VII. TERAPI Rencana terminasi kehamilan : SCTP emergency Protap PEB :- O2 3L/menit Inf RL 12 tpm Nifedipin 10 mg bila TD > 180/110 mmHg Inj MgSO4 40% 4 g/6jam bila syarat terpenuhi Pasang DC BC EKG NST
VIII. PENULISAN RESEP R/ Ringer Laktat Infuse flabot No.II Cum Infus set No.I
6
Abbocath No.20 No.I Triway No.I IV 3000 No.I imm R/Dower catheter No.16 No.I Cum urine bag No.I Aquabidest flac No.I Spuit cc 10 No.I imm R/ Injeksi Magnesium Sulfat 40% flacon No.II cum disposable syringe cc 10 No.IV imm R/Nifedipin tab mg 10 No.V prn
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKAB. PRE EKLAMPSIA1. Definisi
Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu. (POGI, 2005). Dulu, pre eklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Namun kini edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi kecuali edema anaserka. Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Sarwono, 2008; POGI,2005) Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia. Bentuk serangan kejangnya ada kejang grand mal dan dapat timbul pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda dari kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 -30 detik. Kejang tonik segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan
8
otot-otot seluruh tubuh. Kejang karena eklampsia dapat muncul kembali pada saat postpartum. Sering selama beberapa jam sampai beberapa hari post partum. Diuresis (> 4 L/ hari) diyakini sebagai indikator klinis yang paling akurat dari pulihnya preeklampsia atau eklampsia, tetapi hal ini tidak menjamin tidak berulangnya kejang. Dapat pula terjadi eklampsia postpartum lanjut (kejang eklamptik yang berkembang > 48 jam postpartum, namun < 4 minggu postpartum) pada 25% kasus postpartum dan > 16% dari seluruh kasus eklampsia (Cunningham, 1995; Pangemanan, 2002; Sarwono, 2008). Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak akibat vasospasme, hipoksik otak atau edema otak (Rustam Mochtar, 1998). PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu jika pasien merasa kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri epigastrik (Turn bull, 1995).2. Eti l gi
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak satupun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-toeri yang sekarang banyak dianut adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskulatori genetic, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi. (Sarwono,2008 ). Vasospasme merupakan dasar patofisiologi pre eklampsia dan eklampsia. Konsep ini yang pertama kali diajukan oleh Volhard (1918) (Cunningham, et al., 1995). Sekarang ini tiga hipotesis menempati penyelidikan utama, hipotesis pertama menghubungkan pre eklampsia dengan faktor
9
imunologi (ketidakcocokan berlebihan antara ibu dengan anak), hipotesis kedua menghubungkan sindrom diantara prostalglandin vasodilator PG2 yang dan ketidakseimbangan
menimbulkan
prostasiklin serta rangkaian vasokonstriktor PGF dan tromboksan, hipotesis ketiga menghubungkan pre eklampsia dengan iskhemii uteroplasenta (Neville, dkk., 2001). Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre eklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Sarwono, 2002). Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya preeclampsia antara lain (POGI, 2005): 1. Risiko yang berhubungan dengan partner laki a. Primigravida b. Primipaternity c. Umur yang ekstrim: terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan d. Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeclampsia e. Pemaparan terbatas pada sperma f. Inseminasi donor dan donor oocyte 2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga a. Riwayat pernah preeclampsia b. Hipertensi kronik c. Penyakit ginjal d. Obesitas e. Diabetes gestasional, DM tipe I f. Antiphospolipid antibodies dan hiperhomosisteinemia 3. Riwayat yang berhubungan dengan kehamilan a. mola hidatidosa b. kehamilan multiple
10
c. infeksi saluran kencing pada kehamilan d. hydrops fetalis
3. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriolae pada tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan oedem yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruang interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi garam dan air. Proteinuria dapat disebabkan oleh perubahan fungsi ginjal berupa menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oligouria bahkan anuria, spasme arteriolae menyebabkan perubahan pada glomerulus berupa kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria (Rustam Mochtar, 1998; Sarwono, 2008). Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeclampsia peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah pada preeclampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeclampsia berat kembalinya tekanan darah dapat terjadi 2-4 minggu pasca persalinan. Proteinuria terjadi akibat perubahan fungsi ginjal. Bila proteinuria timbul sebelum hipertensi, umumnya merupakan penyakit ginjal. Bila proteinuria timbul tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai
11
penyulit kehamilan. Bila proteinuria timbul tanpa kenaikan tekanan darah diastolic > 90 mmHg, umumnya ditemukan infeksi saluran kencing atau anemia (Sarwono, 2008).4. Frekuensi
Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi, perbedaan dalam penentuan diagnosa. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM Tipe I, Diabetes gestasional, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, obesitas, riwayat pernah eklampsia, hipertensi kronik, dan penyakit ginjal, merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya pre eklampsia (Sarwono, 2002).5. Klasifikasi
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Pre eklampsia ringan Kriteria diagnostik : Tekanan darah u 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
atau kenaikan sistolik u 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastoliku 15 mmHg. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. Proteinuria kuantitatif u 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada
urin kateter atau mid stream Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnostik kecuali anasarka. b. Pre eklampsia berat Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala: 1. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih
12
2. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam 3. Oliguria, air kencing kurang dari atau sama dengan 400 cc dalam 24 jam. 4. Kenaikan kreatinin serum 5. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen 6. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis 7. Terjadi kelainan serebral dan gangguan penglihatan 8. Terjadi gangguan fungsi hepar 9. Hemolisis mikroangiopatik 10. Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3) 11. Sindroma Hellp. (POGI, 2005; Sarwono, 2008; Rustam Mochtar, 1998)6. Diagnosis
Diagnosis pre eklampsia didasarkan atas adanya hipertensi dan proteinuria.(POGI, 2005) Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala pre eklampsia yang disusul oleh serangan kejang, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. (Budiono, 1999) Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain : hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis. (M. Dikman Angsar, 1995)7. Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya pre eklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya pre eklampsia.(POGI,2005) Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur,
13
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi. Memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik (Sarwono, 2002).
8.
Diagnosis Banding - Hipertensi gestasional - Hipertensi menahun superimposed preeclampsia - Penyakit ginjal - Epilepsi
9. Penanganan Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ -organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat (Sarwono, 2008). Pada pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ek spulsi yaitu pengeluaran trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham, et al., 1995). PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna, dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya. Perawatannya dapat meliputi :a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Indikasi : Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini 1). Ibu : a). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
14
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten - Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan desakan darah yang persisten b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia c). Gangguan fungsi hepar d). Gangguan fungsi ginjal e). Dicurigai terjadi solutio plasenta f). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan 2). Janin : a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal) c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat (IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG d). Timbulnya oligohidramnion 3). Laboratorium : Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome (POGI, 2005). Pengobatan Medisinal (POGI, 2005, Sastrawinata, 2005, Sarwono, 2008): 1). Segera masuk rumah sakit 2). Tirah baring ke kiri secara intermiten 3). Ringer Dextrose 5% jumlah tetesan 16 kali permenit Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc: 0,5 cc/kgBB/jam Refleks patella positif Ada tanda-tanda intoksikasi Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
y y
y
Magnesium sulfat dihentikan apabilay y
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4y y y y
Dosis terapeutik 4-7 mEq/L Hilangnya reflex tendon 10 mEq/L Terhentinya pernapasan 15 mEq/L Terhentinya jantung > 30 mEq/L
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: 100 mg IV sodium thiopental 10 mg IV diazepam 250 mg IV sodium amobarbital Phenytoin
16
y y y
Dosis awal 1000 mg IV 16,7 mg/menit/1 jam 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam Diberikan bila tensi 180/110 atau MAP > 126 Jenis obat: Nifedipine : 10-20 mg oral diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sublingual) karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Desakan darah diturunkan bertahap:o Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik o Desakan
5). Anti hipertensiy
Anti hipertensi lini pertamay
y
y
darah
diturunkan
mencapai