PRESENTASI KASUS
-
Upload
keyla-kehara-putri -
Category
Documents
-
view
58 -
download
7
Transcript of PRESENTASI KASUS
PRESENTASI KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
No RM : 98577
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Alamat : Kandangan, Temanggung
Masuk RS : 3 Mei 2011
2. Anamnesa
Anamnesa pada pasien dilakukan pada tanggal 3 Mei 2011.
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan keluar cairan berwarna hijau kemerahan berbau dari
lubang hidung kiri.
RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)
Sejak 5 bulan yang lalu, pasien mengeluh mengeluarkan cairan dari
hidung sebelah kiri yang berbau busuk. Pada awalnya cairan yang keluar
berwarna bening kental kemudian lama-lama berubah menjadi hijau
kemerahan. Keluhan ini disertai dengan nyeri kepala sebelah kiri, hidung terasa
pegal dan nyeri saat ditekan. Dalam 5 bulan ini, sudah lebih dari sepuluh kali
pasien merasakan keluhan tersebut. Cairan biasanya keluarnya saat pagi atau
malam hari, terlebih saat pasien merasa kelelahan.
1
RPD (Riwayat Penyakit Dahulu)
Sakit serupa : (-)
Alergi obat dan makanan : (-)
Asma : (-)
Hipertensi : (-)
Diabetes : (-)
RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)
Asma : (-)
Hipertensi : (-)
Diabetes : (-)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 3 Mei 2011.
KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu :36,1 0C
Kepala
Mata : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
Bibir : Bibir kering (-), sianosis (-)
2
Telinga : Kedua telinga bentuk normal, hiperemis(-), oedem(-),
nyeri tekan (-), otore (-).
Hidung : Meatus inferior: sekret (+/+); konka inferior: hiperemis
(-/+), edema (-/+); meatus media:polip (-/-), sekret (+/+);
konka media: normal (+/+), edema (-/-), hiperemis (-/-);
meatus superior: sekret (-/-), massa (-/-); deviasi septi (-/-);
nyeri tekan (+/+); deformitas (-/-); krepitasi (-/-); epistaksis
(-/-)
Tenggorokan : Tonsil Hiperemis (+), ukuran T1-T1.
Leher : perbesaran limfonodi leher (-)
Thorax :Inspeksi: Gerakan respirasi simetris
Palpasi : Simetris, ketinggalan gerak (-/-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi:Pulmo:Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-); Cor: S1-S2 reguler, bising (-)
Abdomen :Inspeksi : Flat, sikatrik (-)
Auskultasi : Peristaltik normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-)
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi Cranium Water’s, lateral view. Hasil:
Tampak penebalan mucosa cavum nasi.
Opasitas sinus maxilaris sinistra.
3
Deviasi septi nasi (-)
Kesan:
Tanda-tanda rhinitis
Sinusitis maxilaris sinistra
b) Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Hb : 11,5 g/dl
Hematokrit : 36%
Leukosit : 10,6.103/ul
Eritrosit : 3,89.106/ul
Trombosit : 320.103/ul
MCV : 92,8 fl
MCH : 29,6 pg
MCHC : 31,9 g/dl
LED 1 jam : 30 mm
LED 2 jam : 50 mm
Fungsi hemostasis dan metabolisme
CT : 5’ 00”
BT : 1’ 30”
GDS : 86
Fungsi Ginjal
Ureum : 30,4
Kre atinin : 1,00
4
5. Diagnosis
Rhinosinusitis maxilaris kronik sinistra.
6. Terapi
Dilakukan tindakan operasi Cadhwell-Luc.
Farmakoterapi
Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
Injeksi Kalmetason 1gr/8 jam
Injeksi Kalnex 500 mg/8 jam
Injeksi Ketorolac 30 mg/12 jam
Injeksi Piracetam 1 gr/8 jam
7. Pembahasan
Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinusitis
diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Umumnya disertai atau dipicu
oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus
etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid
lebih jarang lagi. Patofisiologi dasar penyakit sinus ini suatu gangguan mukosa
di dan sekitar ostium di regio meatus medius. Baik fungsi silia terganggu atau
lapisan lendir yang tidak berfungsi normal dan faktor-faktor pertahanan lokal
5
hospes berkurang. Hal-hal yang terjadi di hidung biasanya terjadi pula di sinus-
sinus, sehingga bakteri di hidung dapat masuk melalui ostium dan berkembang
biak di dalam sinus-sinus.
Sinusitis kronik adalah sinusitis yang terjadi lebih dari 12 minggu. Pada
sinusitis kronik, rongga di sekitar lubang hidung (sinus) menjadi meradang dan
bengkak. Ini mengganggu drainase yang menyebabkan lendir menumpuk.
Kondisi umum seperti ini disebut juga rinosinusitis kronik. Daerah sekitar mata
dan wajah mungkin akan terasa bengkak, sakit wajah atau sakit kepala.
Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan
oleh adanya polip hidung atau septum hidung yang bengkok (menyimpang).
Etiologi
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil,
polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertropi konka,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti sindroma Kartagener, dan diluar negeri
adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosa dengan
foto polos leher posisi lateral.
6
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia
Sinusitis secara umum sebagai akibat dari salah satu infeksi bakteri primer
atau sekunder. Sinus paranasal dilapisi oleh mukosa dan beresiko menjadi
tempat berkembangnya penyakit yang mempengaruhi saluran pernafasan.
Sinus empyema, akumulasi dari nanah di dalam suatu rongga sinus, yang dapat
diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus.
Sinusitis primer sebagai hasil infeksi bakteri atau virus pada saluran
pernafasan bagian atas frekuensi terjadinya lebih sedikit. Sinusitis primer pada
umumnya disebabkan oleh Streptococcus sp. dan mungkin adalah suatu
manifestasi akut atau yang kronis yang berhubungan dengan penyakit saluran
pernapasan bagian atas.
Sinusitis sekunder dapat diakibatkan oleh infeksi akar gigi, retak, atau
sinus cysts. Sinus maksilaris paling sering terjadi karena infeksi sekunder dari
penyakit pada gigi sebagai akibat dekatnya sinus maksilaris dan akar gigi
(terutama pada Caninus, Premolar 1 dan 2, Molar 1, 2, dan 3). Alveolar
periostitis, pattent infundibula, dan gigi yang retak atau pisah adalah penyebab
umum sinus maksilaris empyema. Cacat gigi ini membuat jalan untuk bakteri
atau material makanan ke rongga sinus dan akar gigi. Perluasan sinusitis
maksilaris ke sinus frontal dapat terjadi melalui frontomaxillary yang
membuka.
7
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi menjadi:
Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar).
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus
juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan
memerlukan terapi antibiotik.
8
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
Infeksi bakteri atau virus pada saluran pernafasan bagian atas
↓
Mikroorganisme (radang alveol gigi/karies gigi) masuk kedalam sinus
↓
Abnormalitas pada saluran nasal Obstruksi Sekresi terbentuk dan
tertahan mendorong perkembangan bakteri
↓
berkoloni, merusak permukaan sinus , mucosa sinus inflamasi sekresi mucus ↑
(ada post nasal drip berlebih ada aliran di belakang tenggorokan)
sinus terisi cairan eksudat (purulen/mukopurulen), berbau menusuk (nekrosis)
↓
eksudat mengalir di sela-sela gigi /menembus gusi, sebaliknya partikel makanan
dapat masuk ke sinus
↓
eksudat juga akan melimpah ke dalam rongga hidung, mengalir keluar pada waktu
kepala ditundukkan.
9
↓
Apabila Lubang penghubung sinus dan rongga mulut tertutup → sinus penuh
dengan eksudat bernanah
↓
Dinding sinus yang meradang,tipis,tekanan yang meningkat sinus menggembung
terjadi nyeri kepala
↓
Ke arah nasal → menyempitnya rongga hidung
Ke arah lateral → bengkaknya pipi. (asimetri muka penderita)
↓
Perluasan
Perluasan di daerah kantong air mata lakrimasi (purulen atau mukopurulen)
Gejala dan Tanda
Sinusitis Akut
Sinusitis maksillaris
Demam, malaise
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin.
Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi
atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.
Wajah terasa bengkak dan penuh
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan
perkusi.
Kadang ada batuk iritatif non-produktif
10
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau
busuk
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari
metus media, dan nasofaring.
Sinusitis ethmoidalis
Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis
Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung
menjalar ke arah temporal
Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila mata
digerakkan
Sumbatan pada hidung
Pada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina
papiracea anak seringkali merekah
Mukosa hidung hiperemis dan udem
Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media
Sinusitis frontalis
Hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior
Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi hari,
memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada malam hari.
Pembengkakan derah supraorbita
Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi
Sinusitis sphenoidalis
Nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau oksipital
11
Sinusitis Kronis
Postnasal drip
Rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok
Pendengaran terganggu karena oklusi tuba eustachii
Nyeri atau sakit kepala
Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis
Gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdarsarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi : tampak adanya leleran yang keluar dari lubang hidung yang
bersifat mukopurulen dengan bau tidak sedap.
Palpasi : nyeri pipi khas, ada pembengkakan konjungtiva, pembengkakan
gusi.
Rinoskopi anterior: akan tampak mukosa edem, basah, berwarna pucat atu
livid disertai adanya sekret encer yang banyak.
Rinoskopi posterior: polip koana, hipertrofi konka, sekret purulen.
Naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan
dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila
12
dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
etmoid posterior dan sfenoid.
Pemeriksaan penunjang:
Foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral,
umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelaianan akan terlihat perselubungan, opasitas sinus
(berkurangnya pneumatisasi), batas udara-cairan (air fluid level) yang khas
akibat akumulasi pus atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan diindikasikan untuk evaluasi
sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi, evaluasi preoperative,
dan jika ada dugaan keganasan. Namum karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus.
- Transluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Transluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transluminasi
akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh
dengan cairan).
13
- Mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari
meatus medius atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
- Sinuskopi merupakan satu-satunya cara yang memberikan informasi akurat
tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada dalam sinus, dan
letak serta keadaan dari ostium sinus. Pemeriksaan dilakukan dengan pungsi
menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan
alat endoskop bias dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Terapi
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase
dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Tujuan terapi sinusitis adalah:
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mencegah komplikasi
3) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Pada sinusitis akut berikan antibiotik dan dekongestan merupakan terapi
pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik
yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisiln. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin-klavulanat, atau jenis sefalosforin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
14
Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin dan tetes hidung poten seperti
fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat dalam mengurangi edema
sehingga terjadi drainase sinus. Analgetik dapat diberikan untuk mengurangi
rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dengan pemberian aspirin atau
preparat codein.
Pada sinusitis kronis diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif
gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti mukolitik dan steroid oral atau topikal. Sinusitis kronik
biasanya menghasilkan sekret yang kental. Terapi dengan mukolitik biasanya
diberikan pada penderita rinosinusitis. Sekret yang encer akan lebih mudah
dikeluarkan dibanding sekret yang kental.
Terapi sinusitis dapat juga dilakukan irigasi antrum dengan indikasi bila
pengobatan medikamentosa gagal dan ostium sinus sedemikian edematosa
sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maxilaris dilakukan dengan
mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum
maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar mellaui
ostium normal. Terapi lain adalah dengan pemanasan (diatermi) gelombang
pendek. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya
diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz
displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
15
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi
yang berat. Pada anak pemberian antibiotik jangka lama, dekongestan sistemik
atau topikal, serta imunoterapi yang tepat merupakan dasar pengobatan
sinusitis kronik.
Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan
membuat drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi
Caldwell-Luc.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FES) merupakan opersi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Prinsipnya membuka dan membersihkan daerah KOM yang menjadi sumber
penyumbatan infeksi, sehingga mukosa sinus kembali normal. Indikasinya
berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
1. Kelainan pada orbita
Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang
berdekatan dengan mata .
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum
16
Edema palpebra
Preseptal selulitis
Selulitis orbita tanpa abses
Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses
Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses
Trombosis sinus cavernosus
2. Kelainan intrakranial
Abses extradural, subdural, dan intracerebral
Meningitis
Komplikasi sinusitis yang terberat dari infeksi sinus paranasal yang
menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui
lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Encephalitis
Trombosis sinus cavernosus atau sagital
3. Kelainan pada tulang
Osteitis
Osteomielitis
Penyebab tersering adalah infeksi sinus frntalis.
4. Kelainan pada paru
Bronkitis kronik
Bronkhiektasis
5. Otitis media
17
6. Toxic shock syndrome
7. Mukokel
Kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, paling sering
ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut kista retensi mukus dan
biasanya tidak berbahaya.
8. Pyococele
Merupakan mukokel yang terinfeksi.
18
Daftar Pustaka
Becker W, at all. 1994. Clinical Aspects of Desease of the Nose and Throat
Desease. A Pocket Reference, second Edition. New York: Thieme
Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi V. Jakarta: Media
Aesculapius
Soepardi, E, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi VI. Jakarta: FK UI
19