PRESENTASI KASUS 5
-
Upload
shanti-intansari -
Category
Documents
-
view
36 -
download
9
description
Transcript of PRESENTASI KASUS 5
PRESENTASI KASUS 5
FRACTURE HUMERUS
Disusun oleh :
Asep Tasrin Prasetya Pradana 1102007048
Cahya Dwi Lestari 1102009059
Santi Intansari 1102009260
PEMBIMBING :
Dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B, MH.Kes, FinaCs, ICS
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
RSUD ARJAWINANGUN JULI 2013
0
BAB I
A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. I Umur : 20 th Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Jatibarang Tanggal masuk : 08 Juli 2013
B. ANAMNESISKeluhan UtamaLuka terbuka pada lengan kanan atas
Riwayat Penyakit SekarangPasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Arjawinangun 20 menit SMRS
karena sebelumnya mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien diantar oleh pengguna jalan yang berada di daerah tempat kejadian saat kecelakaan terjadi. Pasien mengalami kecelakaan saat menaiki motor bersama (pengendara), yang juga menjadi korban kecelakaan. Motor yang sedang dikendarai ditabrak oleh mobil sehingga membuat keduanya terjatuh, pasien yang saat itu dibonceng motor terpelanting keras, yang pertama kali terkena tangan kanan pasien.
Lengan kanan bagian atas tidak dapat digerakkan, bengkak, nyeri dan terdapat luka disertai tulang yang menonjol keluar pada lengan kanan atas dan beberapa luka lecet di daerah atas mata kiri dan dibawah mata kiri.
Riwayat Penyakit DahuluTidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK1. STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedangb. Kesadaran : Compos mentisc. Tekanan Darah : 120/70 mmHgd. Frekuensi Napas : 20 x/menite. Frekuensi Nadi : 80 x/menitf. Suhu : 36,70Cg. Kepala
Normosefali, rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.h. Mata
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-i. Hidung
Bentuk normal, secret -/-, hiperemis -/-j. Telinga
Bentuk normal, secret -/-k. Mulut
1
Oral hygiene baik, faring tidak hiperemis.l. Leher
Trakea ditengah tidak deviasi.m. Thoraks
ParuInspeksi : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamisPalpasi : vocal fremitus dan fremitus taktil kanan sama dengan kiri Perkusi : sonor di kedua lapang paruAuskultasi: suara napas vesikuler Kanan = Kiri, rhonki -/-, wheezing -/-JantungInspeksi : iktus kordis tidak tampakPalpasi : iktus kordis teraba pulsasiPerkusi :
Batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dekstraBatas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, murmur (-), gallop (-)n. Abdomen
Inspeksi : CembungPalpasi : Supel, nyeri tekan (-)Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomenAuskultasi : Bising usus (+) Normal 10x/menit
o. Ekstremitas :Akral hangat, edema (-), CRT < 2’’
Status LokalisEkstremitas kanan atas : pergerakan terbatas, nyeri tekan (+), luka disertai penonjolan
akibat fraktur os humeriKepala : VE di atas mata kiri, VL di bawah mata kiri
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG7 JULI 2013
NO PEMERIKSAAN HASIL METODE NILAI NORMAL
SATUAN
1.2.
HematologiDarah RutinWaktu PerdarahanWaktu Pembekuan
1’2’
2-32-6
MenitMenit
9 JULI 2013Pemeriksaan Hasil Metode Nilai Normal SatuanKimia Klinik
GlukosaGlukosa sewaktu
Fungsi GinjalUreum
77
20,0
ACD-PAP
Urease UV Liqui
70-150
10,0-50,0
Mg/dl
Mg/dl
2
Kreatinin 0,83 Jeffe Compt STA 0,6-1,38 Mg/dl
7 JULI 2013Result Unit Normal Limits
WBCLYMMONGRALYM%MON%GRA%
RBCHGBHCTMCVMCHMCHCRDW
PLTMPVPCTPDW
21,61,61,318,77,66,086,4
5,5711,334,862,520,332,514,0
2597,30,18916,2
103/µL103/µL103/µL103/µL%%%
106/µlg/dl%µN^3Dgg/dl%
10^3/µlµN^3%%
4-121-50,1-12-825-502-1050-80
4-6,2011-1735-5580-10026-3431-35,510-16
150-4007-110,200-0,50010-16
HUMERUS (RADIOLOGI) 9 JULI 2013
3
Tampak garis fracture dengan fragmen fracture pada humerus kanan 1/3 medial dengan angulasi segmen distal ke lateral
Kesan : Fragmented fracture pada humerus kanan 1/3 medial dengan emphysema subcutis
THORAX (RADIOLOGI) 09 JULI 2013
COR : Tidak membesar, sinuses dan diafragma normalPULMO : - Hili normal
- Corakan paru bertambah- Tidak tampak perbercakan
KESAN : - Tidak tampak traumatic wet lung lunak- Tidak tampak fraktur costae atau klavikula
E. DIAGNOSIS KERJAOpen fracture 1/3 medial os humerus dextra
F. DIAGNOSIS BANDING Close fraktur os humerus Fraktur 1/3 distal os Humerus dextra
4
G. PENATALAKSANAANNon farmakologi
o Istirahat dan pembatasan aktivitaso Sterilisasi luka dan menghentikan perdarahano Penjahitan luka pada lengan kanan atas pasieno Dilakukan pemasangan bidai pada lengan kanan atas
Farmakologio Infus RL 30 gtt/menito Ceftriaxone 3 x 1o Ketorolac 3 x 1o Ranitidine 3 x1
H. PROGNOSISAd vitam : Bonam Ad Fungsionam : dubia ad bonamAd Sanationam : dubia ad bonam
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Humerus dan Jaringan Sekitarnya
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior.
Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi
pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.3
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi
dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian
distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik.
Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum
anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba
pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu penyempitan
humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah
menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering
terjadi pada bagian ini.3
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung
proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya
menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus
humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea.
Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral
humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di
atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea
humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa
coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika
lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima
olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis
merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat
kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat
6
seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari
tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis
major
Clavicula,
sternum,
cartilago
costalis II-
VI,
terkadang
cartilago
costalis I-VII
Tuberculum
majus dan
sisi lateral
sulcus
intertubercul
aris dari
humerus
Aduksi dan
merotasi medial
lengan pada sendi
bahu; kepala
clavicula
memfleksikan
lengan dan kepala
sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
Nervus
pectoralis
medialis dan
lateralis
M. latissimus
dorsi
Spina T7-L5,
vertebrae
lumbales,
crista sacralis
dan crista
iliaca, costa
IV inferior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Sulcus
intertubercul
aris dari
humerus
Ekstensi, aduksi,
dan merotasi
medial lengan pada
sendi bahu;
menarik lengan ke
arah inferior dan
posterior
Nervus
thoracodorsalis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. deltoideus Extremitas
acromialis
Tuberositas
deltoidea dari
Serat lateral
mengabduksi
Nervus axillaris
7
dari
clavicula,
acromion
dari scapula
(serat
lateral), dan
spina
scapulae
(serat
posterior)
humerus lengan pada sendi
bahu; serat anterior
memfleksikan dan
merotasi medial
lengan pada sendi
bahu, serat
posterior
mengekstensikan
dan merotasi lateral
lengan pada sendi
bahu.
M.
subscapularis
Fossa
subscapularis
dari scapula
Tuberculum
minus dari
humerus
Merotasi medial
lengan pada sendi
bahu
Nervus
subscapularis
M.
supraspinatus
Fossa
supraspinata
dari scapula
Tuberculuum
majus dari
humerus
Membantu M.
deltoideus
mengabduksi pada
sendi bahu
Nervus
subscapularis
M.
infraspinatus
Fossa
infraspinata
dari scapula
Tuberculum
majus dari
humerus
Merotasi lateral
lengan pada sendi
bahu
Nervus
suprascapularis
M. teres
major
Angulus
inferior dari
scapula
Sisi medial
sulcus
intertubercul
aris
Mengekstensikan
lengan pada sendi
bahu dan
membantu aduksi
dan rotasi medial
lengan pada sendi
bahu
Nervus
subscapularis
M. teres
minor
Margo
lateralis
Tuberculum
majus dari
Merotasi lateral dan
ekstensi lengan
Nervus axillaris
8
inferior dari
scapula
humerus pada sendi bahu
M.
coracobrachi
alis
Processus
coracoideus
dari scapula
Pertengahan
sisi medial
dari corpus
humeri
Memfleksikan dan
aduksi lengan pada
sendi bahu
Nervus
musculocutaneus
Gambar 2.1. Tampilan Anterior Humerus5 Gambar 2.2. Tampilan Posterior Humerus5
Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari periosteum
diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera akibat patah tulang
humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan
melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari
secara efektif dan tidak dapat menggenggam.1
2. Fraktur Humerus
2.1 Defenisi
9
Anatomic neck
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.2
2.2 Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2
Trauma dapat bersifat2:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa2:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau
fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang
2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh
kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh
fraktur.7 Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata
64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang paling sering
terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada
usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.7
10
2.4 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Fraktur Proksimal Humerus(9,10)
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan
osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan
tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang
terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis:
malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan
pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu
2. Two-part fracture :
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
11
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture
12
I
MINIMAL DISPLACEMENT
II
ANATOMICAL NECK
III
SURGICALL NECK
IV
GREATER TUBEROSITY
V
LESSER TUBEROSITY
VI
FRACTURE DISLOCATION
ARTICULAR SURFACE
A
P
2-PART 3-PART 4-PART
2) Fraktur Shaft Humerus(9)
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur sepertiga
tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis.
Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat
terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah
penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak,
pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari
sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi
lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular
3) Fraktur Distal Humerus9
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua
kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.(9)
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma
tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan
posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul
benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh
namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia
pertengahan atau wanita usia tua.(9,10)
13
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak,
kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan
neurovaskuler dalam batas normal.(9,10)
1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku,
dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus adalah fraktur yang mengenai
humerus bagian distal di atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi
fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type (pergeseran
anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari humerus. Jenis fleksi adalah jenis
yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam
posisi ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke
arah posterior terhadap humerus.(11)
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh
pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit
fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang
berubah. Didapati tanda fraktur dan pada foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler
dengan fragmen distal yang terdislokasi ke posterior.(11)
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami
pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang abnormal. Nadi perlu
diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya
bukti cedera saraf dan gangguan vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat
terjadi: "acute volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;
paralysis.(11)
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi
jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal
serta metacarpal I. Pada lesi saraf ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan
gerakan abduksi dan adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada
lesi saraf medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari lain.
Sering didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut
14
saraf interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan
fleksi.
a. Pada Dewasa
Fraktur suprakondilus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan yang
terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal terdesak ke belakang
lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung fragmen
proksimal yang bergerigi mengenai jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai
arteri brachialis atau n. medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum
anterior ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan.(11)
Fraktur suprakondilus flexion type
Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada sendi siku
pada distal humeri.(11)
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur siku. Insidensi
puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari fraktur suprakondiler pada anak
adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi. Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada
daerah siku pada saat digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada
bagian anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis. Pada anak,
fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland.(9)
Klasifikasi Gartland(9)
Tipe I : tidak ada pergeseran
Tipe II : ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat disertai
angulasi atau rotasi
Tipe III : pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral
2. Transkondiler Fraktur(9)
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur(9)
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur humerus distal
yang lain.
15
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan articular
4. Kondiler Fraktur(9)
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
Lateral Condyler Physeal Fractures(9)
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh fraktur distal
humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6 tahun.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui celah
kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter- harris tipe IV. Siku
stabil dikarenakan troklea intak.
Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul pada fraktur
salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
Klasifikasi Jacob:
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku
Medial Condyler Physeal Fractures(9)
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
16
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul pada fraktur
salter-harris tipe VI.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari penarikan otot fleksor
2.5 Manifestasi Klinis Fraktur13
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat atau mengalami angulasi
abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan esktremitas yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang
mengalami cidera (krepitasi)
k) Perdarahan bisa ada atau tidak
l) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cidera
m) Kram otot disekitar lokasi cidera
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
17
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila
tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk
sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.12
Pilihan Terapi
Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk fraktur, usia penderita,
level aktivitas, dan pilihan dokter sendiri.
a. Terapi pada fraktur tertutup
Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif .
- Terapi konservatif
1. Proteksi saja
Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragüen yang minimal atau dengan
dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari.
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen distal
dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
4. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini
dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara
perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips estela tidak sakit lagi.
Pada anak-anak dipakai kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit
terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka
18
diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus
traksi skeletal berupa balanced traction.
- Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
a. reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang fiksasi
externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh
dengan batangan logam di luar kulit.
b. reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi
dilakukan pemasangan pen secara operatif.
Terapi operatif dengan membuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga
berupa plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai
reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak
perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah
reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.
Indikasi ORIF:
a) fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
19
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
dilakukan pada fraktur kolum femur.
b. Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- pembidaian
- menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40%
dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di
dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
a. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
b. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu
kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
c. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
20
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Drapping
9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular
vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau
perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire
Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period
untuk fraktur terbuka grade 1-2
Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire
dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak
sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan
kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
Buat x-ray setelah tindakan
2.7 Komplikasi12
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis
m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis, harus dilakukan
operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai eksplorasi
n.Radialis.
21
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor, Pulselesness,
Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis otot-otot
dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungis
baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku
dengan teknik French osteotomy.
2.8 Prognosis
Prognosis dari fraktur humerus untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari
lengan yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh
terhadap pengobatan. Hampir semua penderita akan merasakan kaku dan nyeri di pergelangan
tangan pada satu atau dua bulan setelah gips dilepas atau pembedahan, hal ini dapat berlanjut
sampai dua tahun bahkan lebih terutama pada trauma kecepatan tinggi, pasien di atas 50 tahun,
atau pasien yang memiliki osteoartritis. Namun kekakuan yang terjadi hanya ringan dan tidak
mempengaruhi keseluruhan fungsi lengan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14;
Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicular
Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General
Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia: Elsevier, 2006,
Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults. Accessed: 2nd
February 2012. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures. Philadelphia:Lippincott
Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at www.emedicine.com.
Accessed on 4thMarch 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2009,
Bab 9; Orthopaedi.
13. Yudha Herry Setya. Teori dan Praktek Pembidaian Sehari-hari.
www.dokterbedahherryyudha.com. (diakses 14 Juli 2013)
23