Presentasi Bokong - Karlina Isabella
-
Upload
george-tirta-dihatmo -
Category
Documents
-
view
38 -
download
5
description
Transcript of Presentasi Bokong - Karlina Isabella
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kista Ovarium
Kista ovarium adalah sebuah kantong yang berisi cairan atau semi cairan yang timbul
dalam ovarium.
Setiap bulannya, secara normal ovarium yang berfungsi menghasilkan kista kecil
yang disebut dengan folikel de graff, pada pertengahan siklus, suatu folikel dominan muncul
dengan diameter mencapai 2.8mm yang akan melepaskan oosit yang matang. Folikel yang
pecah ini kemudian menjadi korpus luteum, yang jika matang berukuran 1.5-2cm dengan
bangunan kistik di tengahnya. Tanpa terjadinya fertilisasi pada oosit, oosit akan menjadi
fibrotik dan menciut. Jika fertilisasi terjadi maka korpus luteum akan membesar pada
awalnya dan selanjutnya menurun ukurannya saat kehamilan.1
Kista ovarium yang timbul dari proses normal dari ovarium disebut dengan kista
fungsional dan selalu bersifat jinak. Kista ini mungkin merupakan kista folikuler atau kista
luteal dan kadang-kadang disebut dengan kista teka-lutein. Kista ini dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan hCG.1
Kista neoplastik timbul sebagai akibat dari pertumbuhan berlebihan dari sel dalam
ovarium dan dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma ganas dapat timbul dari semua tipe
sel dari ovarium ataupun jaringan dari ovarium. Yang paling sering terjadi adalah yang
berasal dari epitel permukaan (mesotelium), dan kebanyakan dari tumor ini sebagian adalah
lesi kistik.1
Gejala klinis kista ovarium umumnya asimptomatik, pasien mungkin mengeluh nyeri
atau rasa tidak nyaman di abdomen bagian bawah. Nyeri yang hebat dapat terjadi pada torsi
kista atau ruptur kista. Pasien mungkin mengalami rasa tidak nyaman saat berhubungan
1
badan, gangguan BAB dan BAK akibat tekanan dari kista. Mungkin juga dapat terjadi
gangguan siklus menstruasi dan perdarahan pervaginam yang abnormal. Pada anak-anak
dapat menimbulkan pubertas prekox dan menarke yang timbul awal.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala penyakit yang sudah dalam taraf
lanjut yaitu kakesia dan kehilangan berat badan, limfadenopati di leher, sesak nafas dan tanda
dari efusi pleura. Suatu kista yang besar mungkin dapat dipalpasi pada pemeriksaan
abdomen.
Pemeriksaan USG berguna untuk mengetahui asal dari tumor, USG juga dapat
memperlihatkan ukuran dari massa dan konsistensinya.1
Untuk membedakan kista ovarium dari keganasan ovarium memerlukan
pemeriksaan klinis, USG dan pemeriksaan konsentrasi serum Ca125.
Tatalaksana dari suatu kista ovarium tergantung dari ukuran dan gejala klinis
yang ditimbulkannya. Pada ibu hamil yang ditemukan kista maka jika ditemukan
berukuran 10cm atau lebih pada trimester I maka tindakan kita adalah mengobservasi
perkembangan dan komplikasinya, jika ditemukan berukuran 10cm atau lebih pada
trimester II maka dilakukan laparatomi dan pengangkatan. Jika tumor besarnya 5-
10cm, dilakukan observasi, dan mungkin diperlukan laparatomi jika kista membesar
atau menetap, jika kista ditemukan kurang dari 5cm, maka biasanya tumor akan
mengecil dan tidak memerlukan terapi.4
Komplikasi kista yang paling serius pada seorang ibu hamil adalah torsio,
torsio paling sering terjadi pada trimester pertama, dan dapat menyebabkan ruptur
kista ke dalam rongga peritoneum. Ruptur kista juga dapat terjadi saat persalinan atau
pada saat pelahiran secara bedah.3
2
I. Kistoma Ovarii Simpleks2
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan dalam
kista jernih, serous, dan berwarna kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel
kubik. Dapat terjadi putaran tangkai dengan gejala-gejala akut abdomen yang
mendadak. Diduga bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan
epitel kelenjarnya berhubung dengan tekanan cairan dalam kista.
Kistadenoma Ovarii Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer berasal dari
suatu teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-
elemen yang lain. Ada penulis yang berpendapat bahwa tumor berasal dari epitel
germinativum, sedang penuis lain menduga tumor ini mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brenner. 2
Tumor ini mungkin muncul sebagai tumor unilateral kista teratoma benigna
atau sebagai metaplasia musinosum dari mesothelium.
Angka kejadian
Kista ini sering ditemukan pada usia antara 20-50 tahun, jarang pada masa
prapubertas. Tumor merupakan kista yang terbanyak ditemukan bersama-sama
dengan kistadenoma ovarii serosum. Kedua tumor ini merupakan 60% dari seluruh
tumor ovarium, sedang kistadenoma ovarii musinosum merupakan 40% dari seluruh
kelompok neoplasma ovarium. 2
3
Gejala klinis.
Tumor musinosum adalah yang tumor yang paling besar terjadi dalam tubuh
manusia. Semakin besar / masif suatu tumor maka makin besar kemungkinan ia
adalah suatu tumor musinosum. Umumnya tumor ini asimptomatis, biasanya pasien
datang dengan keluhan ditemukan karena massa abdomen atau keluhan abdominal
yang nonspesifik.
Pemeriksaan makroskopis
Tumor ini lazimnya berbentuk multilokuler, oleh karena itu permukaan
berbagala (lobulated), kira-kira 10% dapat mencapai ukuran yang amat besar, lebih-
lebih pada penderita yang datang dari pedesaan. Pada tumor yang besar tidak lagi
dapat lagi ditemukan jaringan ovarium yang normal. Tumor biasanya unilateral, akan
tetapi dapat juga dijumpai yang bilateral ( 8-10 %).(2,3,4,5)
Kista menerima darahnya melalui suatu tangkai, kadang-kadang dapat terjadi
torsi yang mengakibatkan gangguan sirkulasi. Gangguan ini dapat menyebabkan
perdarahan ke dalam kista dan perubahan degeneratif, yang memudahkan timbulnya
perlekatan kista dengan omentum, usus-usus dan peritoneum parietale.
Dinding kista agak tebal dan berwarna putih keabuan terutama apabila terjadi
perdarahan atau perubahan degenatif di dalam kista. Pada pembukaan kista terdapat
cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin, melekat, dan berwarna kuning sampai
coklat tergantung dari percampurannya dengan darah.
4
Pemeriksaan mikroskopik
Tampak dinding kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar
sel, terdapat diantaranya sel-sel yang membundar karena terisi lendir (Goblet cells).
Sel-sel epitel yang terdapat dalam satu lapisan bersifat edematus dan
mempunyai potensi untuk tumbuh seperti struktur kelenjar, kelenjar-kelenjar menjadi
kista-kista baru, yang menyebabkan kista menjadi multilokuler. Jika terjadi suatu
sobekan pada dinding kista (spontan ataupun pada saat operasi) , maka sel-sel epitel
dapat tersebar pada permukaan peritoneum rongga perut, dan sekresinya
menyebabkan pseudomiksoma peritonei.
Akibat pseudomiksoma peritonei, timbul penyakit menahun dengan musin
terus bertambah dan menyebabkan banyak perlengketan. Akhirnya penderita
meninggal karena ileus.
Pada kista kadang-kadang ditemukan daerah padat dan pertumbuhan papiler.
Tempat-tempat tersebut harus diteliti karena kemungkinan adanya tanda-tanda ganas
(kira-kira 5-10% dari kistadenoma musinoum). (2,3,4)
Penanganan
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah
cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya
dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-ooforektomi). 2
Histerektomi total dengan salpingo-oophorektomi bilateral serta dengan hati-
hati memeriksa omentum, hemidiafragma kanan, usus lateral, pelvis dan nodus
periaortik untuk kemungkinan keganasan. 2
5
Pada waktu mengangkat kista, diusahakan in toto tanpa mengadakan pungsi
dahulu untuk mencegah pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi kista. Jika
berhubung dengan besarnya kista, dilakukan pungsi untuk mengecilkan tumor dan
lubang pungsi ditutup dengan rapi sebelum mengeluarkan tumor dari rongga perut. 2
Setelah kista diangkat, harus dillakukan pemeriksaan histologik di tempat-
tempat yang mencurigakan terhadap kemungkinan keganasan. Waktu operasi,
ovarium yang lain perlu diperiksa pula. 2
Kemoterapi disarankan pada tumor yang telah meluas jauh dari pelvis.
Prognosis :
5-10% dari kista ini bersifat ganas.1 Prognosis tergantung dari aktivitas
biologi tumor dan resistensi penderita. Jika tumor unilateral atau bilateral,
berdiferensiasi baik dengan kurang dari 4 mitosis per high power field , maka
prognosis adalah baik. Apabila terdapat lebih dari 4 mitosis di daerah yang paling
malignant, survival rate menurun walaupun penyakit pada stadium pertama.2
III. Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya para penulis berpendapat bahwa kista ini berasal dari epitel
permukaan ovarium (germinal epithelium)
Angka kejadian
6
Kista ini ditemukan dalam frekwensi yang hampir sama dengan kistadenoma
musinosum dan dijumpai pada golongan umur yang sama. Kista ini lebih sering
ditemukan bilateral.2
Gejala klnis
Tidak ada gejala klasik yang menyertai tumor serosa proliferatif. Kebanyakan
ditemukan pada pemeriksaan rutin dari pelvis. Kadang-kadang pasien mengeluh rasa
tidak nyaman di daerah pelvis dan pada pemeriksaan ditemukan massa abdomen
ataupun ascites. Kelainan ekstra abdomen jarang ditemukan pada “ keganasaan
ovarium” kecuali pada stadium terminal.
Pemeriksaan Makroskopis
Pada umumnya kista jenis ini tak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin,
akan tetapi dapat pula berbagala karena kista serosum pun dapat berbentuk
multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. 2
Tumor serosa dapat membesar sehingga memenuhi ruang abdomen, tetapi
lebih kecil dibanding dengan ukuran kistadenoma musinosum.
Ciri khas dari kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga
kista sebesar 50% dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning,
dan kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak jarang, kistanya sendiri
kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma). 2
7
D. Pemeriksaan Mikroskopis
Didapatkan dinding kista yang dilapisi epitel kubik atau torak yang rendah,
dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar dan gelap warnanya. Karena
tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal epithelium), maka bentuk
epitel pada papil dapat beraneka ragam, tetapi sebagian besar terdiri atas epitel bulu
getar seperti epitel tuba 2.
Pada jaringan papiler dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya
yang dinamakan psamoma. Adanya psamoma menunjukkan bahwa kista adalah
kistadenoma ovarii serossum papiliferum, tetapi tidak bahwa tumor itu ganas. (2,4)
Penatalaksanaan
Pengangkatan tumor. Karena berhubungan dengan besarnya kemungkinan
keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan.
Bahkan kadang-kadang perlu diperiksa sediaan yang dibekukan (frozen section) pada
saat operasi, untuk menentukan tindakan selanjutnya pada waktu operasi.
Prognosis
Perubahan ganas. Apabila ditemukan pertumbuhan papiler, proliferasi dan
stratifikasi epitel, serta anaplasia dan mitosis pada sel-sel, kistadenoma serosum
secara mikroskopik digolongkan ke dalam kelompok tumor ganas.2
Kistadenoma serosum umumnya adalah bersifat jinak, 5-10%nya mempunyai
potensi keganasan yang sedang dan 20-25% mempunyai potensi keganasan yang
tinggi.1
8
Progosis kurang baik jika terdapat implantasi pada peritoneum disertai dengan
ascites. Meskipun diagnosis histopatologis pertumbuhan tumor tersebut mungkin
jinak (histopathologically benign), tetapi secara klinis harus dianggap sebagai
neoplasma ovarium ganas (clinically malignant). 2
IV. Kista Endometriosis
Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan
stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium
terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis atau endometriosis interna, dan bila di
luar uterus disebut endometriosis sejati atau endometriosis eksterna
Gejala yang sering dijumpai adalah nyeri haid siklik (dismenorea), yang terjadi 1-3
hari sebelum haid yang keluar keluhan dismenorea pun akan mereda.
Endometriosis pada ovarium akan menyebabkan terjadinya kista endometriosis dan
apabila kista tersebut sudah lebih besar dari 5 cm, sering menimbulkan gejala-gejala
penekanan.
Adapun gejala-gejala lain yang dapat mengarah kepada adanya endometriosis
adalah : infertilitas, nyeri pelvis, nyeri senggama, nyeri perut merata atau nyeri pinggang,
nyeri suprapubik, disuria, hematuria, benjolan pada perut bagian bawah, gangguan miksi dan
defekasi.
Gejala-gejala yang timbul sudah dapat diduga adanya endometriosis. Pada
pemeriksaan dalam kadang didapatkan benjolan-benjolan didalam kavum Douglas, daerah
ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri pada penekanan. Uterus biasanya sulit
digerakkan.
9
Secara pemeriksaan, USG tidak membantu menentukan adanya endometriosis,
kecuali bila ditemukan massa kistik di daerah parametrium, maka pada pemeriksaan USG,
didapatkan gambaran sonolusen dengan echo dasar kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk
endometriosis.
Terapi : Konservatif dan operasi.
V. Kista Dermoid
Kista ini merupakan teratoma kistik yang jinak di mana struktur-struktur
ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi dan
produk glandula sebasea berwarna kuning menyerupai lemak, tampak lebih menonjol
daripada elemen-elemen entoderm dan mesoderm.
Angka kejadian
Tumor ini merupakan 10% dari seluruh neoplasma ovarium yang kistik, dan
paling sering ditemukan pada wanita yang masih muda. 25% dari semua kista
dermoid bilateral.2
Kista dermoid 80% dijumpai pada masa reproduksi1,2. Tumor ini dapat mencapai
ukuran sangat besar, sehingga beratnya mencapai beberapa kilogram.
Makroskopis:
Kista ini tidak mempunyai ciri yang khas. Dinding kista kelihatan putih
keabuan, dan agak tipis. Konsitensi tumor sebagian kistik kenyal, di bagian lain
10
padat. Dapat ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang
rawan, serat otot jaringan ikat (mesodermal), dan mukosa traktus gastrointestinalis,
epitel saluran nafas, dan jaringan tiroid (entodermal). Di dalam rongga kista terdapat
produk kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti lemak, bercampur dengan
rambut.
Pada kista dermoid dapat terjadi torsio tangkai dengan gejala nyeri mendadak
di perut bagian bawah. Ada kemungkinan terjadinya sobekan dinding kista dengan
akibat pengeluaran isi kista dalam rongga peritoneum. Perubahan keganasan dari
kista sangat jarang, hanya 1,5% dari semua kista dermoid, dan biasanya pada wanita
lewat menopause. Yang tersering adalah karsinoma epidermoid yang tumbuh dari
elemen ektodermal. Ada kemungkinan salah satu elemen tumbuh lebih cepat dan
menjadi tumor yang khas. Termasuk disini, struma ovarium, kistadenoma ovarii
musinosum, kistadenoma serosum dan koriokarsinoma (jarang).
Kista dermoid adalah satu teratoma yang kistik. Umumnya teratoma solid
ialah suatu tumor ganas, akan tetapi biarpun jarang, dapat ditemukan teratoma
solidum yang jinak.
Terapi
Terdiri dari pengangkatan, biasanya dengan seluruh ovarium.
11
B. Pertumbuhan Janin Terhambat
Definisi yang paling umum digunakan untuk PJT adalah janin yang
diperkirakan beratnya dibawah persentil ke-10 untuk usia kehamilan dan memiliki
ukuran sirkumferensial abdomen dibawah persentil ke-2,5. Pada aterm, batas berat
lahir untuk PJT adalah 2500 gram. 1 Persentil ke-10 maksudnya adalah ada 90% janin
yang pada masa kehamilan yang sama memiliki berat yang lebih. Itu artinya 10%
yang memiliki berat kurang.3
12
Dari semua janin yang berada atau dibawah persentil ke-10, hanya 40% yang
memiliki resiko tinggi mengalami kematian perinatal. Empat puluh persen lainnya
adalah janin yang memang memiliki proporsi tubuh yang kecil (kecil masa
kehamilan). Karena diagnosis ini dapat dibuat secara pasti hanya pada neonatus,
maka janin yang sehat tapi kecil untuk masa kehamilan akan diperlakukan dengan
protokol resiko tinggi dan memiliki potensi untuk prematuritas iatrogenik.
Sisa 20% adalah janin kecil yang disebabkan faktor intrinsik (kelainan
kromosom) dan faktor lingkungan. Misalnya trisomi 18, infeksi cytomegalo virus,
atau sindrom alkohol fetus. Pada janin-janin ini mereka tidak mendapatkan
keuntungan dari intervensi prenatal dan prognosis mereka ditentukan oleh faktor yang
mendasari.
Tantangan para klinisi adalah untuk mengidentifikasi janin PJT yang memiliki
bahaya in utero karena lingkungan intrauterine yang kurang bersahabat dan untuk
memonitor dan mengintervensi secara tepat. Tantangan ini juga termasuk
mengidentifikasi janin yang kecil tapi sehat dan menghindari tindakan iatrogenik
yang merugikan janin atau ibu mereka. 4
Gambar Pertumbuhan janin terhambat.Distribusi janin kecil.
13
INSIDEN
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada bayi
dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka kejadian untuk
SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT.(5,6)
Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan simetrik dan
pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan mempunyai beberapa
sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol syndrome). Janin yang kecil
secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang sekunder karena pengaruh restriksi gizi
dan pertukaran gas. Dashe dkk mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20%
pertumbuhan asimetris, 80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75
( cukup untuk usia kehamilan). Tabel memperlihatkan daftar statistik yang signifikan pada
kejadian dan hasil perinatal diantara kelompok tersebut.(4)
Kejadian dan hasil perinatal
Kejadian PJT PJT Sesuai usia
14
Asimetris Simetrisgestasi
Anomalies 14% 4% 3%
Morbiditas tidak serius 86% 95% 95%
Induksi persalinan (<36 wk) 12% 8% 5%
Tekanan darah tinggi dalam
kehamilan (<32 wk)7% 2% 1%
Intubasi dalam VK 6% 4% 3%
Neonatal ICU 18% 9% 7%
Respiratory distress syndrome 9% 4% 3%
Perdarahan intraventrikular
(grade III atau IV)
2% <1% <1%
Kematian Neonatal 2% 1% 1%
Usia gestasi saat persalinan36.6 mgg ±
3.5 mgg
37.8 mgg ±
2.9 mgg
37.1 mgg ± 3.3
mgg
15
Kelahiran preterm <32 mgg 14% 6% 11%
FISIOLOGI PERTUMBUHAN JANIN
Proses patofisiologi yang menyebabkan adanya pertumbuhan janin terhambat merupakan
suatu proses yang kompleks. Janin dengan pertumbuhan yang terhambat memiliki risiko
terjadinya hipoksia. Pertumbuhan janin tergantung dari genetik, plasenta dan faktor maternal.
Hubungan antara janin-plasenta-ibu adalah suatu keadaan harmonis yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan janin yang disokong oleh perubahan fisiologis dari ibu. Terbatasnya
pertumbuhan dari janin sama artinya dengan gagalnya pertumbuhan janin yang sempurna.
Penyebabnya dapat bersifat intrinsik atau lingkungan.1
Berdasarkan pembagian waktu kehamilan telah diketahui adanya beberapa tahapan dalam
tumbuh kembang janin. Fase pertumbuhan janin terbagi tiga yaitu
1. Hiperplasia seluler., berlangsung dari konsepsi sampai 16 minggu kehamilan, yaitu
terdapat peningkatan jumlah sel yang cepat.
2. Hiperplasia dan hipertrofi, yaitu terjadi antara 16 minggu-32 minggu,terjadi
peningkatan dalam jumlah dan ukuran sel.
3. Hipertrofi seluler, dari 32 minggu sampai aterm, yaitu terjadi peningkatan ukuran sel
yang cepat
ETIOLOGI 1,2,4,7,8
16
Penyebab yang berasal dari ibu (diadaptasi dari Severi et al, 2000):
Hipertensi kronis
Hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
Penyakit Jantung Sianotik
Hemoglobinopati
Penyakit Autoimun
Malnutrisi Kalori Protein
Penyalahgunaan Zat (merokok, alkohol, narkotika)
Malformasi Uterus
Trombofilia
Penyebab yang berasal dari plasenta:
Abruptio plasenta
Plasenta previa
Plasentasi abnormal (insersio marginal, insersio velamentosa)
Penyebab yang berasal dari janin:
Infeksi (TORCH) 5
Sindrom transfusi fetus
17
Kehamilan Ganda
PJT muncul saat pertukaran gas dan penyaluran nutrisi kepada janin tidak mencukupi
untuk janin tersebut tumbuh in utero. Proses ini dapat muncul karena penyakit ibu yang
menyebabkan kapasitas penyaluran oksigen menurun (misalnya pada penyakit jantung
sianotik, merokok, hemoglobinopati), disfungsi penyaluran oksigen akibat penyakit vaskular
ibu (misalnya hipertensi) atau kerusakan plasenta akibat penyakit ibu (misalnya merokok,
trombofilia, berbagai penyakit autoimun).2, 4
Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan asimetris
dibedakan menjadi:
1. Simetris
a. Pertambahan berat maternal yang jelek
b. Infeksi janin
c. Malformasi kongenital
d. Kelainan kromosom
e. Sindrom Dwarf
2. Kombinasi Simetris dan Asimetris
a. Obat-obat teratogenik: Narkotika, tembakau, alkohol, beberapa preparat
antikonvulsan.
b. Malnutrisi berat
3. Asimetris
a. Penyakit vaskuler
18
b. Penyakit ginjal kronis
c. Hipoksia kronis
d. Anemia maternal
e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat
f. Janin multipel
g. Kehamilan postterm
h. Kehamilan ekstrauteri
MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Pada kasus PJT bayi lahir dengan asphyxia, meconium aspiration, hipoglikemi,
hipotermi, polisitemi yang semua hal ini menyebabkan kelainan neurologi baik pada bayi
cukup bulan atau kurang bulan.(5,6)
Resiko kematian pada kehamilan kurang bulan akibat PJT lebih tinggi daripada
kehamilan cukup bulan. Kematian terutama diakibatkan oleh infeksi virus, kelainan
kromosom, penyakit ibu, insufisiensi plasenta, atau akibat faktor lingkungan dan sosial
ekonomi.(9)
DIAGNOSIS
Antenatal
1. Riwayat ibu.
19
Adanya faktor risiko, termasuk riwayat PJT sebelumnya meningkatkan kemungkinan
terjadinya PJT berulang.4 Hipertensi dalam kehamilan (HDK) meningkatkan
terjadinya PJT hingga 15-20 kali lipat. Faktor risiko lain meliputi penyakit ginjal,
penyakit jantung paru dan kehamilan kembar.10 Pada wanita dengan faktor risiko
disarankan untuk menjalani USG serial untuk melihat perkembangan bayi. Walaupun
demikian diagnosis pasti biasanya tidak dapat ditegakkan sampai bayi lahir.10
2. Tinggi fundus.
Merupakan cara penyaring yang baik untuk mendeteksi adanya PJT. Sensitivitas
mencapai 95% jika diketahui usia kehamilan dengan tepat. Antara usia kehamilan
20–34 minggu,4 tinggi fundus dalam sentimeter secara kasar sesuai dengan usia
kehamilan dalam minggu. Jika pada pengukuran terdapat selisih 4 cm lebih kecil dari
ukuran yang seharusnya, harus dicurigai adanya ketidaksesuaian pertumbuhan.10
3. USG.
DBP. Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan semakin bertambahnya usia
kehamilan,sehingga bukan merupakan penentu yang ideal. Hal ini disebabkan oleh
lambatnya penurunan pertumbuhan tulang tengkorak karena malnutrisi dan adanya
berubah bentuk tengkorak oleh kekuatan luar (oligohidramnion, presentasi bokong).
Lingkar kepala (HC). Tidak dipengaruhi oleh variabilitas eksternal seperti pada DBP.
Lingkar perut (AC). Diukur melewati hati. Merupakan parameter yang paling baik dan
berguna secara klinik untuk menggambarkan status nutrisi janin. Dari semua parameter,
lingkar perut merupakan yang paling sensitif dan spesifik dan NPV terbesar untuk
diagnosis defisiensi pertumbuhan , baik dinyatakan dengan persentil maupun dengan
indeks ponderal. Menggambarkan berkurangnya massa viseral (khususnya hepar) dan
lebih sensitif daripada DBP dalam mendiagnosis PJT.4 Lingkar kepala dianggap paling
akurat dalam mengukur besar bayi. Perkiraan berat janin menggunakan AC hampir selalu
berkisar 10% dari berat sebenarnya.
20
Perbandingan antara HC dan AC penting untuk mendiagnosis PJT asimetris.
Hingga kehamilan 32 minggu AC lebih kecil dari HC, kemudian AC melampaui HC
dan perbandingan menjadi sama pada kehamilan 36 minggu. Dari penelitian,
dikatakan janin dengan rasio AC/HC lebih besar dari 2 SD di atas rata-rata
merupakan janin dengan PJT.3
4. Doppler
Pemeriksaan doppler menunjukkan gambaran yang luas mengenai aspek maternal,
janin dan plasenta pada PJT. Pada trimester ke-2, saat gangguan pertumbuhan janin
muncul, doppler digunakan sebagi alat diagnosis untuk membedakan PJT yang
didasari kelainan plasenta dari kasus lain seperti aneuploidi, kelainan kongenital dan
janin yang secara konstitusi kecil. Jika PJT telah terbukti, evaluasi dengan doppler
memegang peranan utama dalam penanganan kehamilan.5
Penggunaan doppler harus disertai penilaian janin secara keseluruhan. Hal
ini meliputi anatomi janin, biometri serial, penilaian biofisik (termasuk pengukuran
cairan amnion serial) dan tes invasif pada janin (misalnya kariotipe, infeksi virus, dan
gas darah janin).1
Penilaian profil biofisik meliputi variabel dinamik (tonus, pergerakan,
pernafasan), volume cairan ketuban dan non-stress test (NST) kedalam sistem
skoring.1
Tabel 2. Profil biofisik menurut Manning
Variebel biofisik* Skor normal (skor =2) Skor abnormal (skor = 0)
Gerakan nafas Paling sedikit 1 gerakan nafas
dalam 30 detik
Tidak terdapat gerakan
nafas lebih dari 30 detik
21
Gerakan badan janin Paling tidak 3 gerakan badan
janin yang jelas
2 atau ebih sedikit geraka
Tonus Paling tidak 1 episode ekstensi
aktif yang diikuti fleksi pada
badan atau tungkai janin,
termasuk membuka tutup
tangan
Ekstensi perlahan diikuti
fleksi sebagian atau gerakan
tungkai tanpa fleksi atau
tidak terdapat gerakan janin
Denyut jantung janin < 26 minggu, paling tidak 2
akselerasi pada 10 denyut
selama 10 detik
26-36 minggu, paling tidak 2
akselerasi pada 10 denyut
selama 15 detik
> 36 minggu, paling tidak 2
akselerasi pada 20 denyut
selama 20 detik
Kurang dari 2 episode
akselerasi dan selama waktu
yang telah ditentukan
Volume cairan amnion Paling tidak 1 kantung cairan
amnion dengan ukuran 2x2 cm
Tidak terdapat kantung
cairan amnion berukuran
2x2 cm
* semua parameter dinilai dalam 30 menit
Pada janin dengan PJT, diduga perubahan pada aliran arteri dan vena terjadi sebelum
terjadi penurunan pada parameter biofisik,5 sehingga saat terjadi gangguan pada
22
pemeriksaan doppler, maka telah terjadi gangguan variabel biofisik juga.15
Oligohidramnion dan gambaran denyut jantung abnormal (tidak reaktif, terjadi
deselerasi) merupakan tanda awal yang terlihat. Bila hal ini terjadi, tidak perlu lagi
untuk melihat gerakan nafas janin, gerakan badan, dan tonus janin. Keadaan variabel
biofisik yang tidak normal merupakan indikasi untuk persalinan.5
5. Volume cairan amnion
Oligohidramnion sering berhubungan dengan PJT, khususnya yang asimetris, dan
dapat menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan produksi urin. Terjadi pada
kira-kira 16% PJT.
6.Produksi urin janin.
Oligohidramnion karena adanya PJT diduga disebabkan oleh berkurangnya curah
jantung janin dan akhirnya menurunkan aliran darah ginjal. Jumlah urin meningkat
secara bertahap, pada usia kehamilan 22 minggu 2,2 ml/jam, menjadi 26,3 ml/jam
pada usia kehamilan 40 minggu. Pengeluaran urin dihitung melalui pemeriksaan
USG serial (dengan interval 30 menit) pada kandung kemih.8
7.Derajat plasenta.
Plasenta derajat III berhubungan dengan hampir 60% janin dengan PJT. Derajat
plasenta ditentukan berdasarkan lempeng korion. Derajat I memiliki lempeng korion
yang halus, biasanya terdapat pada kehamilan 30-32 minggu dan dapat bertahan
hingga aterm. Derajat II memiliki densitas berbentuk koma dan derajat III memiliki
indentasi lempeng korion. Derajat I, II dan II memiliki rasio L/S yang matang
sebanyak 68%, 88% dan 100%.8
8. Pengukuran aliran darah.
Pada penelitian Doppler, aliran darah uterus dan janin dapat diukur, dengan demikian
disfungsi sirkulasi utero-plasenta dapat dinilai. Aliran darah normal vena umbilikalis
23
pada trimester ketiga sekitar 122 ml/menit/kg dan aliran darah aorta janin 246
ml/menit/kg. Pada PJT aliran dapat lebih rendah dari normal.8
Gambaran postpartum
Janin PJT dengan gangguan yang baru terjadi akan kehilangan jaringan
lunak, berkurangnya ketebalan lipatan kulit, jaringan payudara, lingkar
paha,1 lemak subkutan,2 Pelebaran sutura tengkorak dengan fontanela yang
besar, pemendekan panjang kepala-tumit dan terlambatnya perkembangan
epifisis menunjukkan kegagalan pertumbuhan yang lebih lama. Pada janin
dengan PJT, otak dan jantung lebih besar dan sebaliknya hati, limpa, adrenal,
plasenta dan timus lebih kecil dibandingkan pada janin prematur.
Sering ditemukan peningkatan volume sel darah merah, polisitemia, dan
peningkatan viskositas darah oleh karena meningkatnya kadar eritropoetin.4
PJT memiliki insiden yang lebih tinggi terjadinya hipoglikemi. Beberapa memiliki
gangguan pada glukoneogenesis, glikogenolisis dan peningkatkan laju metabolik basal,
kemungkinan merupakan konsekuensi ketidakseimbangan antara organ dengan pemakaian
oksigen yang tinggi (otak merupakan organ yang diutamakan dan organ lain dengan
konsumsi oksigen yang lebih rendah (timus, limpa dan hati, yang beratnya berkurang
bermakna).
Hal lain adalah hipotermi yang disebabkan berkurangnya lemak subkutan dan
meningkatnya rasio permukaan dan isi. Hipoksemi diduga akibat tingginya kadar serum
glukagon (asfiksia menyebabkan stres dan meningkatkan kadar serum glukagon yang
merangsang ekskresi kalsitonin sehingga terjadi penurunan kalsium dalam serum). 1
24
PENATALAKSANAAN
Jika dicurigai adanya PJT, harus ditentukan apakah ada anomali pada janin atau janin
memiliki kondisi fisiologi yang buruk. Penentuan waktu persalinan sangat penting, sering
kali harus dipertimbangkn antara risiko kematian janin atau terjadinya persalinan prematur.4
Beberapa terapi yang dapat dilakukan sebelum persalinan:
1. Istirahat
Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering direkomendasikan. Secara
teori istirahat akan menurunkan aliran darah ke perifer dan meningkatkan
aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta, yang diduga dapat memperbaiki
pertumbuhan janin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Laurin Dkk,
menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit tidak bermanfaat, tidak
terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat inap dengan
rawat jalan.8
2. Suplementasi Nutrisi Ibu
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki sedikit efek
pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih kecil 1500 kalori
per hari dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir rata-rata hampir 300
gram. Terdapat data yang menunjukkan bahwa suplementasi nutrisi dalam
bentuk asupan kalori oral dan atau suplemen protein memilki sedikit efek
dalam meningkatkan berat badan lahir.
Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga dihubungkan dengan PJT.
Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit perifer, yang
25
merupakan indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun pada ibu dengan
janin dengan PJT.8
Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat meningkatkan
berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi PJT. Asam ini
bekerja secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang merupakan substrat
dari enzim siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan A2 (TxA2) dan
prostasiklin I2 (PGI2) telah diteliti sebagai mediator yang dapat menurunkan
aliran uteroplasenta pada PJT idiopatik. Prostasiklin merupakan vasodilator,
dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat. Keseimbangan antara
dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada uteroplasenta. Konsumsi
minyak ikan diduga menghasilkan penurunan sintesis tromboksan dan
meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan rasio ini akan
menghasilkan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah
utreroplasenta dan meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam
pencegahan dan terapi PJT.
3. Terapi Oksigen
Perfusi uteroplasenta, pasokan asam amino, lemak dan karbohidrat yang adekuat
penting untuk pertumbuhan janin normal. Kondisi medis seperti penyakit
jantung sianotik dan asma yang mengganggu pasokan oksigen dari ibu
berhubungan dengan PJT.
4. Terapi Farmakologi
Aspirin dan Dipiridamol
26
Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase secara
ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari menghambat
aktifitas siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis tromboksan.
Pemberian aspirin dosis rendah berkaitan dengan peningkatan berat lahir rata-
rata sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang bermakna pada berat
plasenta.
Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat menghambat
penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini akan
meningkatkan konsentrasi cAMP yang dapat menyebabkan trombosit lebih
sensitif terhadap efek prostasiklin dan juga merangsang sintesis prostasiklin
yang menghasilkan vasodilatasi.
Beta mimetik
Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah satunya adalah
merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan relaksasi uterus.
Relaksasi ini akan menurunkan resistensi aliran darah uterus dan
meningkatkan perfusi. Efek vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga
meningkatkan perfusi uterus. Secara teori hal ini bermanfaat pada pengobatan
PJT.
PJT pada janin mendekati aterm
Persalinan secepatnya merupakan cara untuk mendapatkan hasil terbaik bagi
janin yang dicurigai PJT pada atau mendekati aterm.4 Persalinan juga harus dilakukan
pada keadaan janin dengan PJT dengan kromosom yang normal dengan usia
kehamilan lebih dari 36 minggu, terdapat oligohidramnion pada usia kehamilan
telah mencapai 34 minggu atau lebih, 4 gambaran deselerasi lambat berulang denyut
27
jantung janin pada usia kehamilan berapapun, kehamilan di atas 36 minggu dengan
dugaan adanya gangguan tali pusat, atau bila tidak terdapat pertumbuhan janin pada
pemeriksaan USG dalam jarak 3 minggu.2 Bila gambaran denyut jantung janin baik,
dapat dilakukan persalinan pervaginam.4 Seringkali janin dengan PJT memiliki
toleransi yang lebih buruk dibandingkan dengan janin yang tumbuh normal, sehingga
persalinan perabdominam dibutuhkan bila terjadi gangguan pada saat persalinan.
PJT pada janin jauh dari aterm
Bila PJT didiagnosis sebelum usia kehamilan mencapai 34 minggu, cairan amnion
dan pengawasan antenatal menunjukkan hasil normal, maka dianjurkan untuk dilakukan
observasi. Pemeriksaan USG dilakukan setiap 2-3 minggu.4,7 Selama terdapat pertumbuhan
janin dan evaluasi terhadap janin normal, kehamilan dapat dilanjutkan hingga paru janin
matang. Amniosentesis untuk menilai kematangan paru janin sering menolong untuk
membuat keputusan.
Oligohidramnion merupakan petunjuk penting adanya PJT, walaupun volume
air ketuban yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya PJT. Pada PJT
jauh dari aterm, tidak ada pengobatan khusus yang dapat memperbaiki kondisi. Tidak
terdapat bukti yang cukup yang menunjukkan bahwa istirahat dapat mempercepat
pertumbuhan janin atau memperbaiki keadaan janin dengan PJT. Walaupun
demikian, para ahli menyarankan istirahat pada posisi miring, dimana curah jantung
dan mungkin juga perfusi plasenta menjadi maksimal.
Waktu dan cara persalinan
Beberapa keadaan dimana janin dengan PJT harus dilahirkan, adalah :2
Janin dengan kromosom normal dengan usia kehamilan lebih dari 36 minggu
lengkap
28
Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih
Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun
Tidak terdapat pertumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3
minggu
Sedangkan pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, persalinan harus dipikirkan
pada keadaan berikut ini :
Tidak terdapatnya pertumbuhan janin dalam jangka waktu 3 minggu dan
memiliki paru yang matang
Anhidramnion pada kehamilan 30 minggu atau lebih
Terdapat AEDF (absent umbilical artery end diastolic flow) dan REDF
(reversed umbilical artery end distolic flow)
Pola denyut jantung janin yang abnormal menetap
Profil biofisik < 6
29
Cara persalinan tergantung dari etiologi yang mendasari, adanya asidosis dan
usia kehamilan. Janin normal yang kecil dapat dilahirkan bila tanpa adanya
komplikasi. Begitu juga pada janin dengan PJT tanpa adanya hipoksemia.2 Janin
dengan anomali yang tidak dapat hidup juga harus dilahirkan pervaginam. Janin
dengan kelainan yang tidak mematikan harus ditangani sesuai dengan jenis
kelainannya. Secara umum, kelainan yang dapat dikoreksi dengan pembedahan harus
ditunda kelahirannya selama mungkin, secara tehnik makin besar dan tua janin makin
mudah dilakukan koreksi bedah.2
30
BAB II
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Sunda/Indonesia
Alamat : Jl. Mangga RT 06/11 Jati Makmur
B. ANEMNESA : Tanggal 22 Februari 2013
1. Keluhan Utama
Nyeri saat berkemih
Keluhan Tambahan
(-)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri saat berkemih yang dirasakan pasien sejak 2
minggu SMRS. Pasien menyangkal adanya mules, keluar cairan, maupun darah.
31
Pasien mengaku rutin memeriksakan kandungannya ke bidan di puskesmas,
sekitar 1 kali perbulan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus, hipertensi,
asthma, penyakit jantung, penyakit paru, tumor, maupun keganasan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Menstruasi
HPHT: 17 Juni 2012
TP: 24 Maret 2013
Haid pertama umur 14 tahun
Sirkulasi haid :
i. Siklus : Teratur, 30 hari
ii. Lamanya : 5 hari/bulan
iii. Banyaknya : 2-3 ganti pembalut/ 150 cc
iv. Sakit saat haid : ( + )
6. Riwayat Pernikahan
32
Ini adalah pernikahan pertama pasien, pada waktu nikah pasien berumur 35
tahun dan telah berlangsung kurang lebih 1 tahun
7. Riwayat Obstetri
(-)
8. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien tidak menggunakan KB
9. Riwayat Operasi
Disangkal pasien
10. Riwayat Kebiasaan Psikososial
Pasien tidak merokok dan minum alkohol
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,8 º C
33
Frekuensi napas : 18 x/menit
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik
Thoraks :
o Cor : S1-S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
o Mammae : Simetris kanan dan kiri, areola berwarna gelap dan retraksi
puting -/-. Nyeri tekan -/-, tidak teraba massa.
Abdomen :
o Inspeksi : buncit
o Palpasi :
o TFU : 30 cm
o Leopold I :bokong
o Leopold II :puka
o Leopold III : kepala
o Leopold IV : konvergen
o Auskultasi : DJJ: 148x/menit
Ekstremitas : pada keempat ekstremitas didapatkan akral hangat dan tidak ada oedema
D. LABORATORIUM
34
Hb : 10.6 gr/dl
Leukosit : 20.5 ribu/µl
Ht : 32.6 %
Trombosit :383 ribu/ µl
LED : 93
PT
PT :12.3
PT control :15.6
APTT :33.1
PTT control :35.6
HbsAg : non reaktif
Protein total :6.98
Albumin :2.78
Globulin :4.20
SGOT :23
SGPT :21
Ureum :15
Kreatinin :0.94
35
GDS :82
Urine lengkap: dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG :
Janin tunggal hidup, presentasi kepala
DJJ (+) puka
36
BPD: 8.0 sesuai 32 minggu
AC: 20.1 sesuai 31 minggu
TBJ: 1488 gram
Tampak massa kistik bilateral pada kedua ovarium
Kesan : G1P0A0 + kista ovarium + pertumbuhan janin terhambat
USG:
TBJ: 1800 gram
Air ketuban: cukup
Plasenta: fundus
Di anterior uterus tampak massa kistik ukuran 17.5x 16.7x 16.4 cm, kemungkinan
Kesan: pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan 36 minggu dengan NOK
F. RESUME
Pasien, perempuan, 36 tahun datang untuk kontrolo kehamilan, mengeluhkan adanya
nyeri berkemih sejak 2 minggu SMRS, pasien mengaku sebelumnya rutin kontrol
kehamilan di bidan setiap bulannya. Pada pemeriksan fisik didapat tekanan darah
37
180/110 mmHg, pada pemeriksaan status obstetri didapatkan Leopold I: bokong,
Leopold II: puka, Leopold III: kepala, Leopold IV: konvergen, DJJ: 148x/menit
Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan adanya kehamilan dengan pertumbuhan
janin terhambat dan juga kista ovarium
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan bermakna
G.DIAGNOSIS
G1P0A0 H 31 minggu dengan pertumbuhan janin terhambat, NOK, denagn
hipertensi dalam kehamilan
H.PENATALAKSANAAN
1) Rawat inap
2) Periksa laboratorium lengkap
3) IVFD RL
R/ laparotomi
Puasa 6 jam preoperatif
1jam preoperatif diberi Anbacim 750 mg (i.v)
I.PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
38
Ad Functionum : Dubia ad bonam
Ad Sanationum : Dubia ad malam
J,LAPORAN OPERASI
Uraian Tindakan Operasi :
1. Prosedur operasi rutin
2. Toilet medan operasi dalam stadium narkose
3. Insisi pfanenstiel diperdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum
parietale
4. Setelah peritoneum parietale dibuka tampak:
Ovarium kanan berubah menjadi massa tumor kistik, ukuran 10x 12 cm, yang
mengadakan perlengketan dengan tuba kanan dan uterus
5. Ditegakkan diagnosis NOK dextra
6. Diputuskan untuk dilakukan saphingooovorokistektomi dextra
7. Kemudian dilanjutkan irisan pada SBR
8. Lahir bayi perempuan, pukul 10.42, BBL 2000 gram, PBL 40 cm, A/S 8/9,
anus (+), ketuban jernih.
9. Plasenta dilahirkan secara perabdominal
10. SBR (+) bloody single dijahit
39
11. Setelah yakin tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
12. Operasi selesai
13. KU pasien sebelum, selama, dan sesudah operasi baik
K.FOLLOW UP
Tanggal 27 Februari 2013, pukul 06.00 WIB
S/ lemas
O/ Status Generalis
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
40
Status puerpuralis
Mamae
ASI :-/-
Nyeri :-/-
Massa :-/-
Retraksi :-/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : lokia rubra (+)
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
IVFD : RL
Terapi injeksi:
41
Anbacim 2x750mg
Kalnex 3x1
Kaltrofen supp 3x1
Alinamin F 3x1
Syntocinon drip 2 amp/kolf/8 jam
Cernevit 2x1
Sanmol infussion
Mobilisasi bertahap: miring kanan dan kiri, serta duduk
Tanggal 28 Februari 2010, pukul 07.00 WIB
S/ Diare
O/ Status Generalis
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 16 x/menit
42
Suhu : 36,3 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
Status puerpuralis
Mamae
ASI :-/-
Nyeri :-/-
Massa :-/-
Retraksi :-/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : Fluksus ±10 cc, flour (-)
43
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
IVFD : RL
Terapi injeksi:
Anbacim 2x750mg
Kalnex 3x1
Kaltrofen supp 3x1
Alinamin F 3x1
Syntocinon drip 2 amp/kolf/8 jam
Cernevit 2x1
Sanmol infussion
Mobilisasi bertahap: duduk dan jalan
Tanggal 1 Maret 2013, pukul 06.00 WIB
S/ (-)
O/ Status Generalis
44
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
Status puerpuralis
Mamae
ASI :+/+
Nyeri :-/-
Massa :-/-
Retraksi :-/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
45
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : Fluksus ±10 cc, flour (-)
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
Terapi oral:
Anbacim 2x 500mg
Asam megfenamat 3x1
Sulfas Ferrosus 2x1
Metronidazole 3x1
Ganti verban
Tanggal 2 Maret 2013, pukul 06.30 WIB
S/ (-)
46
O/ Status Generalis
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
Status puerpuralis
Mamae
ASI :+/+
Nyeri :-/-
Massa :-/-
Retraksi :-/-
Abdomen
47
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : Fluksus ±10 cc, flour (-)
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
IVFD : RL
Terapi oral:
Anbacim 2x 500mg
Asam megfenamat 3x1
Sulfas Ferrosus 2x1
Metronidazole 3x1
Bladder training
48
Tanggal 3 Maret 2013, pukul 06.30 WIB
S/ (-)
O/ Status Generalis
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
Status puerpuralis
Mamae
ASI :-/-
Nyeri :-/-
Massa :-/-
49
Retraksi :-/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : Fluksus ±10 cc, flour (-)
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
IVFD : RL
Terapi oral:
Anbacim 2x 500mg
Asam megfenamat 3x1
Sulfas Ferrosus 2x1
Metronidazole 3x1
50
Tanggal 2 Maret 2013, pukul 06.30 WIB
S/ (-)
O/ Status Generalis
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3 oC
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thoraks : Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), cappilary refill < 2’
Status puerpuralis
Mamae
ASI :-/-
Nyeri :-/-
Massa :-/-
51
Retraksi :-/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Genitalia : Fluksus ±10 cc, flour (-)
A/ P1A0 post salphingooovorokistektomi dextra + SCTPP
P/ Diet : TKTP
IVFD : RL
Terapi oral:
Anbacim 2x 500mg
Asam megfenamat 3x1
Sulfas Ferrosus 2x1
Metronidazole 3x1
52
Aff kateter urine
53
BAB III
DISKUSI
Pada kasus ini hasil diagnosa yaitu G1P0A0 H 31 minggu dengan
pertumbuhan janin terhambat, NOK, dan hipertensi dalam kehamilan
Dari hasil anamnesis yang bermakna hanya keluhan pasien yang mengeluhkan
adanya nyeri berkemih sejak 2 minggu yang lalu, dan kontrol kehamilan biasa,
sebelum ke RS pasien biasanya kontrol kehamilan di bidan setiap bulan.
Pada pemeriksaan fisik yang bermakna adalah tekanan darah pasien 180/110
mmHg. Sedangkan pada pemeriksaan obstetri didapatkan Leopold I: bokong,
Leopold II:puka, Leopold III: kepala, Leopold Iv: konvergen, sedangkan DJJ:
142x/menit.
Sedangkan pada pemeriksaan status generalis tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan penunjang berupa USG didapatkan kesan kehamilan yang
terhambat yang kemungkinan disebabkan adanya massa kistik yang berada di depan
uterus yang diduga berasal dari kista ovarium.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya kelainan.
Pada pasien ini dincanakan untuk dilakukan terminasi dan sekaligus dilakukan
tindakan operatif pada kista ovarium. Dilakukan saphingooovorokistektomi dextra,
kemudin dilahirkan bayi perempuan, pukul 10.42, BBL 2000 gram, PBL 40 cm, A/S
8/9, anus (+), ketuban jernih.
54
Setelah operasi, kondisi ibu dan bayi dalam keadaan baik, diberikan obat-
obatan post operatif seperti Anbacim 2x750mg, Kalnex 3x1, Kaltrofen supp 3x1,
Alinamin F 3x1, Syntocinon drip 2 amp/kolf/8 jam. Terapi injeksi diberikan selama 2
hari, jemudian dilanjutkan dengan terapi oral berupa Anbacim 2x 500mgm Asam
megfenamat 3x1, Sulfas Ferrosus 2x1, Metronidazole 3x1, untuk terapi non medika
mentosa pasien diminta untuk melakukan mobilisasi bertahap, dan juga bladder
training pada hari ke-4, kemudian pada hari ke-5 pasien sudah di aff kateter urine,
dan setelah itu pasien dipulangkan.
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Berek J.S, Benign Diseases of the Female Reproduktive Track, in Novak’s
Gynecology, 12th Edition, Williams and Wilkins 1996, page :
2. Joedosepoeto M.S Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dan Mardjikoen P Tumor
Ganas Alat Genital, dalam Prof. Sarwono P. Ilmu Kandungan, Edisi 2, Bagian
Obstetri & Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal :
346 –361 dan 400 – 403.
3. Cunningham, dalam Obstetri Williams edisi 21, Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta, hal 1035-1057
4. Abdul Bari Dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,Hal M97-
M101.
5. A. Antoine Kazzi, Ovarian cyst, www.emedicine .com.
6. J Salat-Baroux, Ph Merviel, F Kuttenn, management of ovarian cyst.
www.BMJ.com.
7. David Peleg, M.D., Collen M. Kennedy, M.D.,
and Stephen K. Hunter, M.D., Ph.D. Intrauterine Growth Restriction
Identification and Management, American Academy of Family
Physicians. www.afp.com. 1998.
8. Cunningham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom
K.D. Williams Obstetrics. Ed 21st . United States of America: McGrow-Hill Co,
Inc, 2001: 745-57
9. Laurie A. Rich. High-Risk Obstetrics Intrauterine Growth
Restriction. www.DHMC.com.
56
10. Terry Harper, MD. Fetal Growth Restriction. www.emedicine.com.
2005.
11. Konar H. In : D. C Dutta Text Book of Obstetrics Including
Perinatology and Contraception. Edisi ke-4. 1998:496-501
12. Alkalay A. In :St. IUGR. http://www.google.com. Diakses 23 Oktober
2004
13. Hacker, Neville F and J. George Moore, MD. Essentials of Obstetrics
and Gynecology. Ed 2nd. Philadelphia: W.B. Saunders Company,
1992: 310-14
57