Presentasi ABSES PERITONSIL

25
ABSES PERITONSIL Bachtiar Arif N.H 2009 031 0 153

description

hgted

Transcript of Presentasi ABSES PERITONSIL

ABSES PERITONSIL

ABSES PERITONSILBachtiar Arif N.H2009 031 0 153Laporan KasusIdentitas PasienNama: Bp. PUmur: 45 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiTanggal Masuk: 26 Oktober 2013

Keluhan UtamaSusah untuk menelan, merasa ada benjolan dalam tenggorokkan, dan nyeri saat menelan.

Riwayat Penyakit Sekarangdemam (+), batuk (-), pilek (-), telinga kiri sakit (+), nyeri belakang telinga kiri (+), riwayat jatuh/trauma (-), keluar cairan/discharge dari telinga (-), mual (-), muntah (-), riwayat sakit gigi (-), gigi berlubang (-), bau mulut (+), susah untuk membuka mulut (+), suara sengau (+)

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat dengan penyakit yang sama sebelumnya (-)Riwayat mondok di RS (-)Alergi makanan (-), obat (-), debu (-), dingin (-)

Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit diabetes (-)Hipertensi (-)Penyakit Jantung (-)

Riwayat Sosial dan LingkunganPasien memiliki kebiasaan merokok (-), suka mengkonsumsi makanan panas (+), dan pedas (+)

Pemeriksaan FisikKU: CM, baikVital Sign: TD: 120/80. T: 37 C. HR: 80x/menit. RR: 20x/menit

Status THTTelingaDextraSinistraAuriculanormotianormotiaLiang TelingalapanglapangDischarge(-)(-)Serumen(+)(+)Membran Timpanisdesdeb. HidungDextraSinistraDeformitas(-)(-)Cavum NasilapanglapangDischarge(-)(-)KonkhaeutropieutropiSeptum Nasitengahtengahc. TenggorokanTonsilT3T4UvulaDeviasi ke kananDinding PharyngHiperemisPeritonsilEdema dan hiperemisHasil LaboratoriumParameterHasilUkuranKadar NormalAngka Leukosit15103/ulL: 5-10 / P: 5-10Angka Eritrosit4,56103/ulL: 4,5-5,5 / P: 4-5Hemoglobin14,6g/dlL: 13-16 / P: 12-15Hematokrit42%L: 40-48 / P: 37-43Trombosit145103/ulL:150 / P 400DiagnosisDiagnosis pada kasus tersebut adalah abses peritonsil

TerapiInfus RL 20 tpmInfus aminofluid 1 flabot/hariInfus metronidazole 3x500 mgInfus ceftriaxone 2x1 grInj methylprednisolone 2x125Inj paracetamolInj ranitidine

Follow up 27 Oktober 2013S : Nyeri saat menelan mulai berkurang (+), nyeri tenggorokan (+), makan bubur sedikit susah (+), minum susu (+), demam (-), pusing (-), mual/muntah (-/-), suara sengau (+)O : KU: CM. baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 37oC.

a. TelingaDextraSinistraAuriculanormotianormotiaLiang TelingalapanglapangDischarge(-)(-)Serumen(+)(+)Membran Timpanisdesdeb. HidungDextraSinistraDeformitas(-)(-)Cavum NasilapanglapangDischarge(-)(-)KonkhaeutropieutropiSeptum Nasitengahtengah8A : Abses PeritonsilP : Infus RL 20 tpm, Infus aminofluid 1 flabot/hari, injeksi ceftriaxone 2x1 gr, injeksi methyl prednisolone 2x125, injeksi paracetamol 3x1 gr, injeksi ranitidine 2x1 amp

c. TenggorokanTonsilT3T4UvulaDeviasi ke kananDinding PharyngHiperemisPeritonsilEdema dan hiperemis Follow up 28 Oktober 2013S : Nyeri saat menelan berkurang (+), nyeri tenggorokan sedikit (+), makan bubur (+), demam (-), pusing (-), mual/muntah (-/-), suara sengau (+)O : KU: CM. baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 76x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,6oC.TelingaDextraSinistraAuriculanormotianormotiaLiang TelingalapanglapangDischarge(-)(-)Serumen(+)(+)Membran Timpanisdesdeb. HidungDextraSinistraDeformitas(-)(-)Cavum NasilapanglapangDischarge(-)(-)KonkhaeutropieutropiSeptum NasitengahtengahA : Abses PeritonsilP : Infus RL 20 tpm, Infus aminofluid 1 flabot/hari, injeksi ceftriaxone 2x1 gr, injeksi methyl prednisolone 2x125, injeksi paracetamol 3x1 gr, injeksi ranitidine 2x1 ampc. TenggorokanTonsilT2T3UvulaDi tengahDinding PharyngHiperemisPeritonsilEdema dan hiperemis Follow up 29 Oktober 2013S : Sedikit nyeri saat menelan (+), nyeri tenggorokan sedikit (+), makan bubur (+), demam (-), pusing (-), mual/muntah (-/-), suara sengau (+)O : KU: CM. baik, TD: 110/80 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 37oC.

TelingaDextraSinistraAuriculanormotianormotiaLiang TelingalapanglapangDischarge(-)(-)Serumen(+)(+)Membran Timpanisdesdeb. HidungDextraSinistraDeformitas(-)(-)Cavum NasilapanglapangDischarge(-)(-)KonkhaeutropieutropiSeptum NasitengahtengahA : Abses PeritonsilP : Infus RL 20 tpm, Infus aminofluid 1 flabot/hari, injeksi ceftriaxone 2x1 gr, injeksi methyl prednisolone 2x125, injeksi paracetamol 3x1 gr, injeksi ranitidine 2x1 amp, obat kumur.

c. TenggorokanTonsilT3T3UvulaDi tengahDinding PharyngHiperemisPeritonsilEdema dan hiperemisFollow up 30 Oktober 2013S : Setelah berkumur dengan obat kumur, terasa ada yang pecah di tenggorokan, dan keluar cairan berwarna hijau, nyeri saat menelan berkurang (+), nyeri tenggorokan berkurang (+), makan/minum (+/+), demam (-), pusing (-), mual/muntah (-/-), suara sengau (+)O : KU: CM. baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 37oC..

TelingaDextraSinistraAuriculanormotianormotiaLiang TelingalapanglapangDischarge(-)(-)Serumen(+)(+)Membran Timpanisdesdeb. HidungDextraSinistraDeformitas(-)(-)Cavum NasilapanglapangDischarge(-)(-)KonkhaeutropieutropiSeptum NasitengahtengahA : Abses PeritonsilP : BLPL, Obat Pulang: Levofloxacin 1x500 mg, Metil Prednisolon 2x1, Asam Mefenamat 3x1.c. TenggorokanTonsilT2T2UvulaDi tengahDinding PharyngHiperemisTINJAUAN PUSTAKADefinisiAbses Peritonsil (Quinsy) merupakan salah satu dari abses leher dalam. Pengertian dari abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) yang terbentuk di ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Abses peritonsil merupakan terkumpulnya material purulent yang terbentuk di luar kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil, sebagai akibat dari komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil dengan etiologi yang sama seperti tonsillitis.

AnatomiTonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens dan a.lingual dorsalis.

Apabila terjadi infeksi akut di tonsil maka infeksi akan menyebar ke ruang perintonsiler sehingga menyebabkan selulitis peritonsiler atau bisa juga terjadi obstruksi di kelenjar weber. Kelenjar weber adalah kelenjar saliva yang terletak di pole tonsil, pole superior tonsil dan duktusnya menuju fossa tonsilaris. Apabila terdapat penyakit di tonsil maka akan menyebabkan obstruksi di duktus tersebut dan menyebabkan stasis yaitu adanya kolonisasi bakteri sehingga terjadi infeksi bakteri yang berlanjut menjadi selulitis. Jika selulitis ini tidak diterapi dengan baik maka akan berlanjut menjadi abses peritonsiler. EpidemologiAbses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun system immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.EtiologiAbses peritonsiler terjadi akibat dari komplikasi infeksi pada tonsil, seperti tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsillitis.Organisme aerob tersering adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptococcus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp.

PatogeneisPatofisiologi abses peritonsiler belum diketahui sepenuhnya, namun teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).

Manifestasi KlinikSelain gejala dan tanda tonsillitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri telan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut bau (foetor ex ore), banyak ludah mulut (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibular dengan nyeri tekan.DiagnosisAnamnesisPada anamnesis akan didapatkan gejala seperti nyeri telan, sulit membuka mulut, muntah, mulut bau, suara sengau.Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik akan didapatkan tonsil bengkak dan hiperemis, uvula terdorong ke arah kontra lateral, palatum mole bengkak, dinding faring hiperemis.Pemeriksaan TambahanKomplikasiKomplikasi yang paling mungkin terjadi adalahAbses pecah spontan, dan terjadi perdarahan aspirasi paru, atau piema.Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaringBila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

PenatalaksanaanPada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leherBila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Kemudian pasien dianjurkan untuk oprasi tonsilektomi

PrognosisAbses perintonsiler hamper selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.

Pembahasan dan kesimpulanPada anamnesis diapatkan bahwa pasien pada 3 hari yang lalu pasien hanya merasakan nyeri pada tenggorokan dan badan terasa demam (+), batuk (-), pilek (-), telinga kiri sakit (+), nyeri belakang telinga kiri (+), riwayat jatuh/trauma(-), keluar cairan/discharge dari telinga (-), mual (-), muntah (-), riwayat sakit gigi (-), gigi berlubang(-), bau mulut (+), susah untuk membuka mulut (+), suara sengau (+).

Pemeriksaan fisik KU : CM, baik. Vital Sign TD: 120/80. T: 37 C. HR: 80x/menit. RR: 20x/menit. Status THT yaitu :

Hasil Pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit, yang berarti sedang ada infeksi pada tubuh pasien, maka pasien didiagnosis dengan abses peritonsilTenggorokanTonsilT3T4UvulaDeviasi ke kananDinding PharyngHiperemisPeritonsilEdema dan hiperemisPada kasus diatas pasien mendapatkan terapi ceftriaxone 2x1 gr. Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang mempunyai spectrum luas, efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negative. Serta metronidazole merupakan antibakteri dan antiprotozoal. Methylprednisolon 2x125 mg merupakan kortikosteroid yang memiliki antiinflamasi. Paracetamol merupakan antipiretik, sedangkan ranitidine merupakan penghambat reseptor H2 yaitu mengurangi sekresi asam lambung.Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penegakan diagnosis dan terapi yang dilakukan sesuai.