Prescil Ckd Dr Heppy

38
PRESENTASI KASUS KECIL CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) Pembimbing : dr. Andreas, Sp.PD Di susun oleh : Danny Amanati A G4A014037 Sendyka Rinduwastuty G4A014128 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

description

ckd

Transcript of Prescil Ckd Dr Heppy

Page 1: Prescil Ckd Dr Heppy

PRESENTASI KASUS KECIL

CHRONIC KIDNEY DISEASE

(CKD)

Pembimbing : dr. Andreas, Sp.PD

Di susun oleh :

Danny Amanati A G4A014037

Sendyka Rinduwastuty G4A014128

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

PURWOKERTO

2015

Page 2: Prescil Ckd Dr Heppy

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL

“Chronic Kidney Disease (CKD)”

Diajukan untuk memenuhi syarat

mengikuti Kepaniteraan Klinik

di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: 2015

Disusun oleh :

Danny Amanati A G4A014037

Sendyka Rinduwastuty G4A014128

Purwokerto, 2015

Pembimbing,

dr. Andreas, Sp.PD

Page 3: Prescil Ckd Dr Heppy

BAB IPENDAHULUAN

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan

ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan

atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan

irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal. Adanya

kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah,

urin, pencitraan, atau biopsy ginjal. CKD merupakan masalah kesehatan yang

mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis

buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. Di negara-negara

berkembang CKD lebih kompleks lagi masalahnya karena berkaitan dengan sosio-

ekonomi dan penyakit-penyakit yang mendasarinya. Perjalanan penyakit CKD

tidak hanya terjadi gagal ginjal tetapi juga dapat terjadi komplikasi lainnya karena

menurunnya fungsi ginjal dan penyakit kardiovaskularn (Sharon, 2006; Nahas,

2003)

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan keadaan gangguan fungsi

ginjal progresif yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun hipertensi dan

diabetes mellitus merupakan 2 buah penyebab yang paling sering mendasari

terjadinya CKD. Penyebab lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal

progresif adalah reduksi massa ginjal dan obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al.,

2010; McCance dan Sue, 2006).

CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit

dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin

buruk. Tanda dan gejala yang muncul pada CKD sering dideskripsikan sebagai

uremia. Uremia merupakan beberapa gejala yang muncul dikarenakan

terganggunya fungsi ginjal disertai akumulasi toksin pada plasma darah (Eknoyan,

2009; Levey et., al., 2005).

Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan

adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis

lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena

keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan

sebaliknya (Eknoyan, 2009).

Page 4: Prescil Ckd Dr Heppy

BAB II

STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita

Nama : Ny. C

Umur : 46 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat : Bumiayu

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Pedagang

Tanggal masuk RSMS : 12 Desember 2015

Tanggal periksa : 14 Desember 2015

B. Anamnesis

Keluhan utama : lemas

Keluhan tambahan : nafsu makan menurun, badan lemas, dan mudah

lelah.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli penyakit dalam pada tanggal 12 Desember 2015

dengan keluhan lemas. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 minggu sebelum

masuk ke rumah sakit. Lemas dirasakan sepanjang hari, walaupun pasien tidak

beraktivitas berat sehingga pasien enggan untuk beraktivitas dan lebih banyak

tidur. Pasien juga merasakan nafsu makan pasien selama 1 minggu belakangan

menjadi menurun. Muntah diakui disertai dengan makanan tidak terdapat

darah ataupun cairan yang berwarna kehijauan. Pasien mengatakan BAK

lancar dan tidak mengeluh sakit saat BAK. Pasien tidak mengeluh sakit pada

saat BAB dan sebelum BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat Perdarahan : disangkal

Page 5: Prescil Ckd Dr Heppy

3. Riwayat hipertensi : disangkal

4. Riwayat DM : disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat alergi : disangkal

7. Riwayat mondok : disangkal

8. Riwayat Pengobatan : disangkal

Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat sakit kuning : disangkal

3. Riwayat hipertensi : disangkal

4. Riwayat DM : disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat sosial ekonomi

1. Occupational

Pasien bekerja sebagai pedagang daging di pasar. Akhir-akhir ini pasien

berhenti berdagang sejak sakit.

2. Diet

Pasien memiliki pola makan yang baik tiga kali sehari dengan nasi, sayur

serta lauk pauk, kadang disertai dengan buah.

3. Drug

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

4. Personal Habbit

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan meminum alcohol.

5. Home

Pasien tinggal dengan suami dan 2 anak dirumahnya.

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di bangsal Dahlia RSMS pada tanggal 30 November 2015

1. Keadaan umum : tampak lemah

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital sign

Page 6: Prescil Ckd Dr Heppy

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respiration Rate : 20 x/menit

Suhu : 36.20C

4. Berat badan : 50 kg

5. Tinggi badan : 156 cm

6. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata

3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Palpasi : JVP 5+2 cm

c. Pemeriksaan thoraks

Paru

Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak

ketinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri,

kelainan bentuk dada (-)

Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Perkusi seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+

Page 7: Prescil Ckd Dr Heppy

Ronki basah halus -/-

Ronki basah kasar -/-

Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial

LMCS dan kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-) , undulasi (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

e. Pemeriksaan ekstremitas

Pemeriksaan Ekstremitas

superior

Ekstremitas inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema - - - -

Sianosis - - - -

Akral dingin - - - -

Reflek fisiologis + + + +

Reflek patologis - - - -

Page 8: Prescil Ckd Dr Heppy

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 26 November 2015

Hematologi

Darah Lengkap

Hemoglobin : 4.2 g/dl (12 – 16 g/dl)

Leukosit : 5600 /uL (4800 – 10800/ul)

Hematokrit : 15% (37 – 47 %)

Eritrosit : 1,9x106/ul (4,2 –5,4 x 106/ul)

Trombosit : 156.000 /ul (150.000 – 450.000/ul)

MCV : 80 fL (79 – 99 fL)

MCH : 27 pg (27 – 31 pg)

MCHC : 34 % (33 – 37 %)

Hitung Jenis

Basofil : 1,0 % (0.00 – 1.00 %)

Eosinofil : 4.0 % (2.00 – 4.00 %)

Batang : 0,7 % (2.00 – 5.00 %)

Segmen : 72 % (40.0 – 70.0 %)

Limfosit : 19,0 % (25.0 – 40.0 %)

Monosit : 5.0% (2.00 – 8.00 %)

Kimia Klinik

Glukosa Sewaktu : 132 mg/dL (<=200 mg/dL)

Ureum darah : 255.5 mg/dL (14.98 – 38.52 mg/dL)

Kreatinin darah : 21.13 mg/dL (0.60 – 1.00 mg/dl)

E. Resume

1. Anamnesis

a. Lemas

b. nafsu makan menurun, badan lemas, dan mudah lelah.

2. Pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah : 160/100

b. Mata : conjungtiva anemis (+/+)

c. Pemeriksaan paru

Page 9: Prescil Ckd Dr Heppy

SD ves +/+ rbh -/- rbk -/- wh -/-

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-) , undulasi (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

3. Pemeriksaan Penunjang

Ureum darah : 255,5 mg/dL H (14.98 – 38.52 mg/dL)

Kreatinin darah : 21.13 mg/dL H (0.60 – 1.00 mg/dl)

F. Diagnosis

CKD Grade V

GFR : = 5.46 mL/min/1.73 m2

- Hipertensi Stage II

- Anemia berat

G. Usulan Pemeriksaan Penunjang

1. Lab. Darah lengkap

2. Ureum kreatinin

3. USG abdomen

H. Penatalaksanaan

Non farmakologi

1. Bed rest

2. Diet tinggi kalori rendah protein

3. Diet rendah garam

4. Batasi pemasukan cairan

5. Motivasi Hemodialisa

6. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,

prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.

Page 10: Prescil Ckd Dr Heppy

Farmakologi

1. IVFD RL 12 tpm

2. O2 4 lpm

3. Inj. Furosemid 3x2 amp

4. Inj. Ondansentron 3x1 amp

5. Inj. Omeprazole 2x1 amp

6. PO. Prorenal 2x1 tab

7. PO. Amlodipin 1x10 mg tab

8. PO. Diovan 1x 80 mg tab

9. PO. Natrium bikarbonat 3x1 tab

10. PO. Asam folat 2x1 tab

11. Transfusi PRC 2 kolf

Monitoring

1. Keadaan klinis pasien

2. Keseimbangan cairan

3. Efek samping obat

4. Tekanan darah

5. Hb, Ureum dan Kreatinin

I. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Page 11: Prescil Ckd Dr Heppy

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,

dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal, selanjutnya, gagal ginjal

adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom

klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi

ginjal pada penyakit ginjal kronik (Dennis, 2005).

Gagal ginjal kronik / chronic kidney disease (CKD) merupakan

penurunan progresif faal ginjal yang menahun dan perlahan. Biasanya

berlangsung dalam beberapa tahun, yang umumnya tidak reversibel dan cukup

lanjut dari berbagai penyebab. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan,

dan laju filtrasi glomerulus sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak

termasuk kriteria penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007).

Batasan penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007) :

A. Kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

a) Kelainan patologik

b) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan radiologi

B. Laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m² selama >3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.

Page 12: Prescil Ckd Dr Heppy

Derajat Penjelasan LFG

(mL/menit/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

atau ↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit

dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin

buruk (Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005).

Tabel 2.. Klasifikasi Chronic Kidney Disease

Derajat Deskripsi

Klasifikasi Berdasarkan Keparahan

GFR

mL/min/1.73

m2

Keadaan Klinis

1 Kerusakan ginjal dengan

GFR Normal atau

meningkat

≥ 90

Albuminuria,

proteinuria,

hematuria

2 Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR ringan 60-89

Albuminuria,

proteinuria,

hematuria

3 Penurunan GFR sedang30-59

Insufisiensi ginjal

kronik

4 Penurunan GFR berat15-29

Insufisiensi ginjal

kronik, pre-ESRD

5 Gagal ginjal < 15

Atau dialisis

Gagal ginjal,

uremia, ESRD

(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005)

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.

Page 13: Prescil Ckd Dr Heppy

2. Epidemiologi

Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh

dunia. Insidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100

juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%

setiap tahunnya. Terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya di

Malaysia, dan di negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar

40-60 kasis perjuta penduduk per tahun . Di negara berkembang lain, insidensi

ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun (Suwitra,

2007).

Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun

2000 (Murray et al., 2007 & Suwitra, 2007) yaitu:

1. Glomerulonefritis (46,39%)

2. Diabetes Mellitus (18,65%)

3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)

4. Hipertensi (8,46%)

5. Sebab lain (13,65%)

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih (Arora,

2014).

3. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2006) :

A. Gangguan imunologis

a. Glomerulonefritis

b. Poliartritis nodosa

c. Lupus eritematous

B. Gangguan metabolik

a. Diabetes Mellitus

b. Amiloidosis

c. Nefropati Diabetik

C. Gangguan pembuluh darah ginjal

a. Arterisklerosis

Page 14: Prescil Ckd Dr Heppy

b. Nefrosklerosis

D. Infeksi

a. Pielonefritis

b. Tuberkulosis

E. Gangguan tubulus primer

Nefrotoksin (analgesik, logam berat)

F. Obstruksi traktus urinarius

a. Batu ginjal

b. Hipertopi prostat

c. Konstriksi uretra

G. Kelainan kongenital

a. Penyakit polikistik

b. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia

renalis)

4. Faktor Resiko

Faktor risiko potensial GGK dapat dilihat dari faktor klinis dan faktor

sosiodemografi.Faktor klinis berkaitan dengan kondisi kesehatan atau adanya

penyakit yang diderita sebelumnya.Sedangkan faktor sosiodemografi

menekankan kepada kondisi seseorang yang dapat menyebabkan orang tersebut

berisiko terkena GGK.Faktor risiko tersebut dijabarkan pada Tabel 4 (National

Kidney Foundation, 2002).

Tabel 3. Faktor risiko gagal ginjal kronis

Faktor Klinis Faktor Sosiodemografi

Diabetes

Hipertensi

Penyakit autoimun

Infeksi sistemik

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Batu saluran kemih

Obstruksi saluran kemih bawah

Neoplasia

Usia tua

Kaum minoritas

Paparan zat kimiawi di

lingkungan

Tingkat

pendapatan/pendidikan yang

rendah

Page 15: Prescil Ckd Dr Heppy

Riwayat GGK pada keluarga

Pernah menderita GGA

Penurunan massa ginjal

Paparan obat

BBLR

5. Patofisiologi

Berdasarkan hipofisis nefron yang utuh, mengatakan bahwa bila nefron

terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron

yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul jika jumlah nefron

sudah berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat

dipertahankan lagi (Price et al, 2005).

Sisa nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertrofi dalam

usahanya untuk mengimbangi beban ginjal. Terjadinya peningkatan filtrasi

dan reabsorbsi glomerulus tubulus dalam setiap nefron, meskipun GRF untuk

seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal,

namun jika 75% massa nefron telah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban

solut bagi setiap nefron akan semakin tinggi. Ini mengakibatkan

keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat dopertahankan lagi (Price et al,

2005).

Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih

menyebabkan BJ urin tetap pada nilai 1,010 atau 285m Osmot (sama dengan

konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.

Retensi cairan dan natrium ini mengkibatkan ginjal tidak mampu

mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin.Respon ginjal yang tersisa

terhadap masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi.Penderita

sering menahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan risiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.Hipertensi juga dapat terjadi

akibat aktivasi aksis rennin dan angiotensin.Kerjasama keduanya

meningkatkan sekresi aldosteron.Saat muntah dan diare menyebabkan

penipisan air dan natrium yang dapat memepreberat stadium uremik.Dengan

berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik seiring dengan

Page 16: Prescil Ckd Dr Heppy

ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang

berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus

ginjal mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (Price

et al, 2005).

Anemia pada CKD sebagai akibat terjadinya produksi erytropoetin

yang tidak adekuat dan memendekkan usia sel darah merah. Erytropoitin

adalah suatu substansi normal yang diprosuksi oleh ginjal, menstimulus sum-

sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada penderita CKD,

produksi erytropoetin menurun dan anemia berat akan terjadi disertai

keletihan, angina dan sesak nafas (Price et al, 2005).

Pada penderita CKD, juga terjadi gangguan metabolisme kalsium dan

fosfat. Kedua kadar serum tersebut memiliki hubungan yang saling

berlawanan. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat

peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium (Price et

al, 2005).

Pada pendeita DM, konsentrasi gula dalam darah yang meningkat,

menyebabkan kerusakan pada nefron ginjal atau menurunkan fungsinya yang

akhirnya akan merusak sistem kerja nefron untuk memfiltrasi zat – zat sisa.

Keadaan ini bisa mengakibatkan ditemukannya mikroalbuminuria dalam

urine penderita.Inilah yang biasa disebut sebagai nefropati diabetik (Price et

al, 2005).

Penderita CKD juga dapat mengalami osteophorosis sebagai akibat dari

menurunnya fungsi ginjal untuk memproduksi vitamin D, sehingga terjadi

perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan hormone (Price et al,

2005).

Perjalanan penyakit CRF secara umum terjadi dalam beberapa tahapan,

yaitu (McCance dan Sue, 2006):

A. Penurunan Fungsi Ginjal. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR

< 50%. Pada keadaan ini, tanda dan gejala CRF belum muncul, namun

sudah terdapat peningkatan pada ureum dan kreatinin darah.

B. Insufisiensi Ginjal. Insufisiensi ginjal menandakan bahwa ginjal sudah

tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara normal, pada keadaan ini

Page 17: Prescil Ckd Dr Heppy

GFR mengalami penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta

disfungsi ginjal yang ringan sudah muncul. Nefron yang masih berfungsi

akan melakukan kompensasi untuk memaksimalkan fungsi ginjal.

Kelainan konsentrasi urin, nokturia, anemia ringan, dan gangguan fungsi

ginjala saat stres dapat terjadi pada tahapan ini.

C. Gagal Ginjal. Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia,

asidosis, ketidakseimbangan konsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan

elektrolit (hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan

gagal ginjal terjadi saat GFR < 20% dan penyakit mulai memberikan efek

pada sistem organ lain.

D. ESRD. End Stage Renal Disease merupakan tahapan terakhir dari

gangguan fungsi ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang

berat. GFR hampir tidak ada lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi

juga terganggu, dikarenakan perubahan yang besar dari elektrolit, regulasi

cairan, dan gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan kardiovaskuler,

hematologi, neurologi, gastrointestinal, endokrin, metabolik, gangguan

tulang dan mineral juga dapat terjadi.

6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis CKD terdiri dari kelainan hemopoeisis, saluran cerna,

mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan kardiovaskular (Murray et al., 2007).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien

gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal

lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,

kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup

eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut

ataupun kronik (Suwitra, 2007).

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL

atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi

Page 18: Prescil Ckd Dr Heppy

serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity

(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya ((Murray et al., 2007;

Suwitra, 2007).

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di

samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal

kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan

pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak

cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan

perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi

klinik adalah 11-12 g/dL (Suwitra, 2007).

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis

mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah

yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus

halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang

setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian

kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah

beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,

misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala

nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)

mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada

pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada

conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa

pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder

atau tersier.

Page 19: Prescil Ckd Dr Heppy

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum

jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.

Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi.

Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal

urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost (Kumar et al., 2007).

e. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,

aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat

menyebabkan kegagalan faal jantung.

E. Penegakan diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus

Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,

perikarditis, kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, hipertensi, osteodistrofi ginjal,

asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,

kalium, clorida) (Suwitra, 2007).

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom

dan terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi

masih dalam batas normal. Penurunan fungsi ginjal berupa

penurunan ureum dan kreatinin serum. Klirens kreatinin meningkat

melebihi laju filtrasi glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5

Page 20: Prescil Ckd Dr Heppy

ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan proteinuria

200-1000mg/hari.

2) Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan asam urat, hiper/hipokalemia, hiponatremia,

hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia dan asidosis

metabolic

3) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, cast isotenuria

dan leukosuria.

b. Gambaran radiologis

1) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

2) USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi.

c. Biopsi dan Histopatologi ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada

penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana

diagnosis secara invasif sulit ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini

bertujuan untuk mengetahui etiologi, menerapkan terapi, prognosis,

dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi

dilakukan biopsi yaitu pada ukuran ginjal yang sudah mengecil

(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan

obesitas (Suwitra, 2007).

F. Penatalaksanaan

Diagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan

patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat

untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan

dari terapi CRF adalah (K/DOQI, 2002):

1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah

sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi.

Page 21: Prescil Ckd Dr Heppy

Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan

pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat

terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-

30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak

bermanfaat (Suwitra, 2006).

2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid

Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG

pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi

komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor

komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang

tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan

radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra,

2006).

3. Memperlambat Pemburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus ini adalah dengan (Suwitra, 2006):

a. Pembatasan asupan protein

Pembatasan mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan

di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu

dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di

antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang

diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah

asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak

dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi

dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama

diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang

mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga

diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan

penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain dan

mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia,

Page 22: Prescil Ckd Dr Heppy

dengan demikian pembatasan protein akan mengakibatkan

berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan

protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang

akan meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal.

Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan

fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.

Pembatasa fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia

(Suwitra, 2006).

b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus

Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk

memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi

hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu, sasaran

terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, karena

proteinuria merupakan factor risiko terjadinya pemburukan fungsi

ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan ACE inhibitor

melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

pemburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).

4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular

40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan

terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan

gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan

pencegahan terhadap koplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan

(Suwitra, 2006).

5. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi,

yaitu sebagai berikut (Suwitra, 2006):

Page 23: Prescil Ckd Dr Heppy

a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89

ml/menit) : tekanan darah mulai meningkat

b. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia,

hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan

hiperhomosisteinemia

c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis

metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia

d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia

6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG ≤ 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat

berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,

2006).

Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula

darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk

berkembang lebih cepat (K/DOQI, 2002).

G. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium

terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang

mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien

yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian

yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani

transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis

kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi

(14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%) (Rahardjo,

2006).

H. Komplikasi

a. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

Page 24: Prescil Ckd Dr Heppy

b. Perkarditis akibat terjadinya infeksi akibat efusi pleura dan tamponade

jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah.

e. Gagal jantung terjadi karena anemia yang mengakibatkan jantung harus

bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (LVH).

Lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi

memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).

f. Osteodistofi ginjal dan penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat,

kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar

aluminium (Arora, 2014).

Page 25: Prescil Ckd Dr Heppy

DAFTAR PUSTAKA

Arora, Pradeep. 2014. Chronic Kidney Disease. University of Buffalo State

University of New York School of Medicine and Biomedical Sciences.

http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview. Diakses 27 Mei

2014.

Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney

Disease. US Nephrology: 13-7.

Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick

DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and

Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from

Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney

International: 67; 2089-2100.

Lopez-Novoa, Jose M., Carlos MS., Ana B. RP., Francisco J. L. H. 2010.

Common Pathophysiological Mechanism of Chronic Kidney Disease:

Therapeutic Perspectives. Pharmacology and Therapeutics: 128; 61-81.

McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease

in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.

Murray L., Ian W., Tom T., Chee K C. 2007. Chronic Renal Failure in Ofxord

Handbook of Clinical Medicine. Edisi ke-7. New York: Oxford University.

294-97.

Nahas, M.E. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, Davison

AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford

University Press. 2003; hal 1648-98.

National Kidney Foundation. 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for

Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses

perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.

Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W.,

Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu

Page 26: Prescil Ckd Dr Heppy

Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 579-580

Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,

Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.