Pres Cas Bedah App Akut Selvia

28
1 BAB I PRESENTASI KASUS I. Identitas Nama : An.VV Umur : 16 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : H. Abdul Rahim Kavling blok A/B RT 004 RW 01 Kecamatan Citangkil Pekerjaan : Pelajar Status perkawinan : Belum menikah Pendidikan : SMA Tanggal masuk : 7 Mei 2014 No. RM : 1384XX II. Anamnesis Autoanamnesa pada tanggal 7 Mei 2014 pukul 16.25 WIB a. Keluhan utama Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 5 hari SMRS. b. Keluhan tambahan Nyeri sebelumnya di rasakan di ulu hati. Nyeri perut dirasakan hilang timbul, dan nyeri tidak menjalar ke pinggang, apabila bergerak atau berjalan terasa nyeri hebat. Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

description

fgg

Transcript of Pres Cas Bedah App Akut Selvia

BAB IPRESENTASI KASUS

I. Identitas Nama: An.VV Umur: 16 tahun Jenis kelamin: Perempuan Alamat: H. Abdul Rahim Kavling blok A/B RT 004 RW 01 Kecamatan Citangkil Pekerjaan: Pelajar Status perkawinan: Belum menikah Pendidikan: SMA Tanggal masuk: 7 Mei 2014 No. RM: 1384XX

II. AnamnesisAutoanamnesa pada tanggal 7 Mei 2014 pukul 16.25 WIBa. Keluhan utamaNyeri perut bagian kanan bawah sejak 5 hari SMRS.

b. Keluhan tambahanNyeri sebelumnya di rasakan di ulu hati. Nyeri perut dirasakan hilang timbul, dan nyeri tidak menjalar ke pinggang, apabila bergerak atau berjalan terasa nyeri hebat.

c. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Cilegon dengan keluhan nyeri perut di bagian kanan bawah sejak 5 hari SMRS. Pasien mengeluhkan awalnya nyeri di rasakan di ulu hati namun semakin lama berpindah ke perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar ke pinggang, apabila bergerak atau berjalan terasa nyeri hebat. Perut terasa mual dan muntah 5 kali. Keluhan lain seperti demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Pasien sudah berobat ke klinik namun ridak ada perubahan. Nafsu makan menurun. BAK lancar tidak ada keluhan namun belum BAB sejak 5 hari.

d. Riwayat penyakit dahuluRiwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi, perawatan, dan operasi sebelumnya disangkal.

e. Riwayat penyakit keluarga Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami keluhan seperti ini.

III. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum: Tampak sakit sedangb. Kesadaran: Compos Mentisc. Tanda tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 88 x/menit Pernafasan: 20 x/menit Suhu: 36,00 C BB: 44 kg

d. Status Generalisata Kepala: Normocephal Mata: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+) Hidung: Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum Telinga: Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-), nyeri tekan tragus (-) Mulut: Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis Leher: Tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan getah bening Thorax

Paru-paru : Inspeksi: Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetrisPalpasi: Fremitus taktil simetris kanan-kiriPerkusi: Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Jantung :Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis tidak terabaPerkusi: Batas pinggang jantung sela iga III linea sternalis sinistra Batas kanan sela iga IV linea sternalis dextra Batas kiri sela iga IV linea midklavikula sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I II reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen :Inspeksi : Perut rata ,tidak ada kelainan warna kulit, tidak tampak pelebaran pembuluh darah, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa.Auskultasi : Bising usus (+) normal pada lapang abdomenPerkusi : Timpani pada lapang abdomen, batas hepar pada ICS VI sampai subcostalis dektra.Palpasi : Supel,nyeri tekan pada Mcburney (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), defans muscular (-) , psoas sign (+) , obturator sign (-) , hepar, lien tidak teraba massa, ballotement ginjal (-) .

EkstremitasSuperior: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)Inferior: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

e. Status LokalisRegio AbdomenInspeksi : Perut rata, tidak ada kelainan warna kulit, tidak tampak pelebaran pembuluh darah, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa.Auskultasi : Bising usus (+) normal pada lapang abdomenPerkusi : Timpani pada lapang abdomen, batas hepar pada ICS VI sampai subcostalis dektraPalpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada Mc burney dan Blumberg sign (+), Rovsing sign(+), defans muscular (-), psoas sign (+), Obturator sign (-), hepar, lien tidak teraba massa, ballotement ginjal (-)

IV. Pemeriksaan penunjangLaboratorium 07-05-2014

Hb13,1 g/dl

Ht37 %

Trombosit279.000 /l

GDS68 mg/dl

Masa pendarahan 2

Masa pembekuan11

Golongan darahO / Rh +

Albumin 4,1 g/dl

SGOT12 /l

SGPT10 /l

Ureum16 mg/Dl

Kreatinin0,4 mg/dl

Natrium143,1 mmol/l

Kalium3,44 mmol/l

Chlorida106,3 mmol/l

Leukosit12.900 /l

Tes KehamilanNegatif

HBsAgNegatif

Anti HCVNegatif

Anti HIVNon reaktif

V. Resume Pasien perempuan berumur 16 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Cilegon pada tanggal 7 Mei 2014 dengan keluhan nyeri perut di bagian kanan bawah sejak 5 hari SMRS. Pasien mengeluhkan awalnya nyeri di rasakan di ulu hati namun semakin lama berpindah ke perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar ke pinggang, apabila bergerak atau berjalan terasa nyeri hebat.Perut terasa mual dan muntah 5 kali. Keluhan lain seperti demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Pasien sudah berobat ke klinik namun ridak ada perubahan. Nafsu makan menurun. BAK lancar tidak ada keluhan namun belum BAB sejak 5 hari. Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal pasien dan penyakit yang sama dari riwayat keluarga disangkal.

Pemeriksaan fisikPemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 Mei 2014 pada pukul 16.25 WIB.Status Present Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos MentisTanda tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 88 x/menit Pernafasan: 20 x/menit Suhu: 36,00 C BB: 44 kg

Status Generalis: dalam batas normalStatus LokalisRegio AbdomenInspeksi : Perut rata, tidak ada kelainan warna kulit, tidak tampak pelebaran pembuluh darah, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa.Auskultasi : Bising usus (+) normal pada lapang abdomenPerkusi : Timpani pada lapang abdomen, batas hepar pada ICS VI sampai subcostalis dektraPalpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada Mc burney dan Blumberg sign (+), Rovsing sign(+), defans muscular (-), psoas sign (+), Obturator sign (-), hepar, lien tidak teraba massa, ballotement ginjal (-)

VI. Diagnosis KerjaAppendisitis akut

Diagnosis banding Crohns disease, Meckels diverticulitis,kolik renal, infeksi saluran kemih, kista ovarium terpuntir, salfingitis, kehamilan ektopikVII. PenatalaksanaanOperatif: Appendektomi

VIII. PrognosisAd vitam : bonam Ad functionam : bonam Ad sanationam : bonamLaporan Operasi ( 8 Mei 2014 )Diagnosis pre-operasi: suspek appendisitis akutDiagnosis post-operasi: appendisitis akutTehnik operasi: Appendektomi

IX. Follow Up7 Mei 2014 (Rabu)S/ Pasien mengeluh nyeri di bagian perut kanan bawah sejak 5 hari SMRS, nyeri sebelumnya dirasakan di ulu hati, nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar sampai ke pinggang.Demam (+). mual (+), muntah (+), BAB (-) sejak 5 hari, mencret (-), BAK tak ada keluhan. Nafsu makan menurunO/ KU: Tampak Sakit SedangKS : Composmentis Tekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 88 x/menitPernafasan: 20 x/menitSuhu: 36,0 C Status lokalis abdomen Inspeksi: perut rata, tidak ada massa dan tidak ada sikatrikPalpasi: Supel, nyeri tekan (+) pada Mc burney dan Blumberg sign (+), Rovsing sign(+), defans muscular (-), psoas sign (+), Obturator sign A/ Appendisitis acute P/IVFD RL 20 tpm Inj.Ranitidin 2x1 ampInj.Cefotaxim 2x1 gr

8 Mei 2014 (Kamis)S/Pasien mengeluhkan sakit perut kanan bawah, kentut (+), belum BAB sejak 6 hari, BAK tidak ada keluhanO/KU: Tampak Sakit SedangKS : Composmentis Tekanan darah: 110/70 mmHgNadi: 88 x/menitPernafasan: 20 x/menitSuhu: 37,2 C A/ Appendisitis acute Pre-op appendektomi P/IVFD RL 20 tpm Inj.Ranitidin 1 ampInj.Cefotaxim 1 gr

9 Mei 2014 (Jumat)S/ Pasien mengeluhkan belum BAB sejak 7 hari, kentut (+), BAK tidak ada keluhan, mual(-), muntah (-), nyeri pada luka operasi (+). Nafsu makan baikO/KU: Tampak Sakit SedangKS : Composmentis Tekanan darah: 100/50 mmHgNadi: 64 x/menitPernafasan: 22 x/menitSuhu: 36,1 C Status lokalis abdomenInspeksi: tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-) Palpasi: nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi A/Post-op Appendektomi ( H+1) P/ IVFD RL 20 tpm Inj.Cefotaxime 2x1 grInj.Ketorolac 3x1 AmpInj.Gentamicin 3x80 mg

10 Mei 2014 (Sabtu) S/ Pasien mengatakan BAB (+) pagi ini, nyeri pada luka operasi (+), pusing (-), mual (-), muntah (-). Nafsu makan baik O/ KU: BaikKS : Composmentis Tekanan darah: 110/80 mmHgNadi: 72 x/menitPernafasan: 22 x/menitSuhu: 36 C Status lokalis abdomenInspeksi: tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-) Palpasi: nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi A/ Post-op Appendektomi ( H+2) P/ IVFD RL 20 tpm Inj.Cefotaxim 1 gr BLPL Inj.Gentamicin 80 mg

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASANAPPENDISITISAnatomi dan Fisiologi Gambar 1. Lokasi Apendiks Gambar 2. Variasi Letak Apendiks Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal. 1,2Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral. 2 Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal, pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem pertahanan mukosa saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini. 2

DefinisiAppendisitis adalah proses radang ( obstruksi ) lumen appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyebarannya terbatas oleh omentum dan usus-usus serta peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Appendiks disebut juga umbai cacing Umumnya massa appendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa appendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih, karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

Patofisiologi Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 2

Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar. 2,3,4

Etiologi Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. 2,3 Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain : 1. Hiperplasia jaringan limfa 2. Masa fekalith 3. Sumbatan oleh cacing ascaris 4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan flora normal kolon. 5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba hystolitica.

Manifestasi Klinis Gejala Nyeri Perut Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.

Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. 2,3

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal. 2,3 Mual dan Muntah Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis. 2,3

Gejala Gastrointestinal Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik. 2,3

Tanda Keadaan Umum Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 2,3

Keadaan Lokal Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.

Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney. 2,3

Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.

Diagnosis Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal. 2,3,4

Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.

Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.5 Komponen Alvarado Score adalah :

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut 4:

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent. 4

Tata Laksana Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.

Medikamentosa Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. 3,4

Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari. 6

Apendektomi Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.

Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.

Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 2,3,4

Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum. 4

Komplikasi Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu.

Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah target dari operasi apendektomi.

Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah. 2

PrognosisDengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010. 2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-64. 3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34. 4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27. 5. Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-Hill. 2006. p. 784-95 6. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook. 7. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p. 1204-18 8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria: Blackwell Science. 2002. p. 28 9. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. h. 115-117

20Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah