preeklampsia patobiologi

41
PREEKLAMPSIA Oleh : dr.Ferriyanto Sutiono dr.I Putu Immanuel Ferry White dr.Melkiandri Fanggidae dr.Jesslyn Moynawati S. dr.Andree Hartanto Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

description

asfadsf

Transcript of preeklampsia patobiologi

PREEKLAMPSIA

Oleh :

dr.Ferriyanto Sutiono

dr.I Putu Immanuel Ferry White

dr.Melkiandri Fanggidae

dr.Jesslyn Moynawati S.

dr.Andree Hartanto

Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Manado

2013

Pendahuluan

Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab

utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu

diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

(AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan

hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;

pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia

sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.1,2

Preeklampsia berat sebagai penyulit kehamilan masih sering ditemukan dan

merupakan salah satu dari tiga besar yang menjadi penyebab utama kematian ibu di

dunia, selain perdarahan dan infeksi. Preeklampsia berat menyebabkan 16% kematian

maternal dan 45% kematian perinatal baik secara langsung maupun tidak langsung,

insidensi preeklampsia berat pada umumnya sebesar 5-7% dari seluruh kehamilan,

meskipun terdapat variasi yang sangat besar, yang dipengaruhi oleh paritas,

lingkungan dan predisposisi ras / genetik.3,4

Preeklampsia sendiri dikenal sebagai disease of theories karena banyak teori

yang mencoba menjelaskan etiologi preeklampsia. Beberapa teori tersebut antara lain:

iskemia plasenta, mal adaptasi imun, perbandingan Very Low Density Lipoprotein

(VLDL) dan Toxicity Preventing Activity (TxPA), Genetic Imprenting; terjadinya

preeklampsia dan eklampsia didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan

dengan penetrasi yang tidak sempurna. Saat ini teori yang banyak diterima terjadinya

preeklampsia yaitu adanya endothelial disfunction / kerusakan endotel

mikrovaskular.5

Definisi 6,7

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel

vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula

terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai

hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema

patologis.Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit

dari kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan

hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.

Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan

darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Hal

ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering dan selalu

muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia , yang termasuk didalamnya

nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan proteinuria. Sebagai

tambahan pasien dengan gambaran awal hipertensi kronik memberi gambaran yang

tumpang tindih dengan preeklampsia yang muncul sebagai proteinuria onset baru

setelah minggu ke 20 kehamilan.

Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap negara

dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan gangguan

ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada minggu ke 20

adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan diastolik yang tidak

lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam. Preeklampsia pada pasien

yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika tekanan darah sistolik meningkat

30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15 mmHg

Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg

dalam 24 jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam

secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara

acak.

Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan

preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada wanita

hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan tangan

yang sering kali menetap.

Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Diagnosis

preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu dengan hipertensi

ditambah dengan salah satu gejala berikut :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥ 3+

3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan kreatinin

plasma

4. Gangguan visus dan serebral yang menetap

5. Nyeri epigastrium

6. Edema paru dan sianosis

7. Sindroma HELLP

8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi plasenta

Klasifikasi 8

Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia

(2005) :

1. Hipertensi Gestasional

Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah

umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan

darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia

Ringan

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu disertai

dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

Berat

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu,

disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+

3. Eklampsia

Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah

mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah

kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronik

Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau

sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca

persalinan.

Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila

mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia <20 atau >35 tahun

4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia

6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum

kehamilan

7. Obesitas

Epidemiologi 7

► Mortalitas dan Morbiditas

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan

kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia merupakan

penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,

vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan iskemi

jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas

semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanita

hamil dengan umur > 35 tahun.

ETIOLOGI

Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia.

Ada beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut

diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara umum

dasar dari patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah

arteriole dan peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang

diajukan untuk mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :

A. Peran Immunologi 9,10

Muncul dugaan bahwa terdapat hubungan antara leukosit desidua dan invasi

sitotrofoblas penting untuk invasi dan berkembangnya tropoblast. Maladaptasi

imun diduga sebagai penyebab gagalnya invasi arteri spiralis sehingga

menyebabkan dilepaskannya sitokin, enzim-enzim proteolitik dan radikal bebas.

Akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa dugaan sistem imunitas

humoral dan aktivasi komplemen termasuk dalam proses terjadinya preeklampsia,

namun tidak didapatkan bukti bahwa faktor immunologi sebagai penyebab

terjadinya preeklampsia.

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi

pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapa diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak

sempurna, yan semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya

sistem imun pada penderita preeklampsia dan eklampsia yaitu :

1. Beberapa wanita dengan PE-E (preeklampsia dan eklampsia) mempunyai

kompleks imun dalam serumnya.

2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada

PE-E diikuti dengan proteinuri.

Sitrat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan

bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi

tidak ada bukti bahwa sistem immunologi bisa menyebabkan PE-E.

Gambar 1. Bagan diatas menjelaskan proses plasentasi normal dan abnormal

seperti pada preeklampsia. Komplikasi pada kehamilan yang lainnya seperti

abortus spontasn, kematian janin dalam rahim dan pertumbuhan janin terhambat

merupakan tanda klinis dari iskemi dan inflamasi dari plasenta

B. Peran Genetik/Familial 11

Faktor keturunan telah diakui dalam pathogenesis preeklampsia pada

beberapa tahun lalu. Dari berbagai penelitian dilaporkan terdapat peningkatan angka

kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan pada ibu yang menderita

preeklampsia.

Bukti pendukung berperannya faktor genetic pada kejadian preeklampsia

adalah peningkatan faktor Human Leukocyte Antigen (HLA) pada wanita. Pernelitian

terakhir menghubungkan antara kejadian preeklampsia dengan trisomi 13. Walaupun

faktor genetik berperan pada preeklampsia tetapi belum dapat diterangkan secara

jelas manifestasinya pada penyakit ini.

Beberapa bukti yang menunjukkan faktor genetik kejadian PE-E antara lain :

1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu

yang menderita PE-E

3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil

dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka

4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

C. Iskemik Plasenta 6,7

Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua dan

miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteri

spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan muskulo-elastik dinding

arteri dan mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada

akhir semester I dan pada masa ini perluasan proses tersebut sampai mengenai

Deciduomymetrial junction . Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap

kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen arteri spiralis sampai asal arteri

tersebut dalam miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian

terjadi lagi penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan

fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding

tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi

secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan darah yang meningkat.

Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana

mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak semua arteri spiralis

mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami

invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap

kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam

miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti

masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi ateriosis akut pada

arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen vaskuler arteri bertambah kecil atau

bahkan mengalami obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel trofoblas gagal

mengadakan invasi arteri spiralis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.

Peran Prostasiklin dan Tromboksan 6,8

Prostasiklin (PGI2) disintesis oleh endotel pembuluh darah dan korteks renalis

mempunyai sifat vasodilator dan penghambat agregasi trombosit. Tromboksan A2

(TXA2) diproduksi terutama oleh trombosit dan mempunyai sifat vasokonstriktor dan

agregator trombosit.

Selama kehamilan normal terjadi kenaikan PGI2 oleh jaringan ibu, plasenta

dan janin. Pada preeklampsia terjadi penurunan produksi PGI2 dan kenaikkan TXA2

sehingga terjadi peningkatan rasio TXA2:PGI2.

Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan

produksi PGI2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti

thrombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi

deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan TXA2 dan serotonin

sehingga akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron 6,7,8

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran penting

dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada sistem ini angiotensin

diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin untuk memproduksi angiotensin I.

Angiotensin I inaktif kemudian dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara

biologis oleh Angiotensin Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler.

Angiotensin II yang beredar dalam darah akan berinteraksi dengan reseptor spesifik

untuk merangsang kontraksi otot polos, menstimulir produksi aldosteron dan

menyebabkan retensi natrium, mempercepat pelepasan norepinefrin dan menghambat

pengambilan kembali norepinefrin oleh nervus terminalis simpatis, serta menambah

reaktivitas otot polos vaskuler terhadap norepinefrin.

Pada kehamilan normal komponen SRAA menigkat sedangkan pada

preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah dibanding pada kehamilan

normal dan terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata pada penekanan peptide dan

katekolamin. Ada pendapat yang menyatakan bahwa respon penekanan terhadap

angiotensin II meningkat secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada

wanita hamil yang akan berkembang menuju preeklampsia .

Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya berhubungan erat pada

sintesis prostanoid. Penghambat sintesis prostaglandin dinyatakan menambah respon

penekanan terhadap angiotensin II dalam kehamilan normal. Dari penelitian

menunjukkan bahwa infuse prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin E1 (PGE1) dan

prostasiklin mengurangi respon penekanan angiotensin II pada trimester II sedangkan

indometasin meningkatkan sensitivitas vaskuler.

Defisiensi Mineral dan Diet 6.8

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara asupan

kalsium dengan kejadian preeklampsia. Apabila wanita hamil kekurangan asupan

kalsium akan menyebabkan peningkatan hormon paratiroid (PTH). Peningkatan

hormon paratiroid ini akan menyebabkan kalsium intraseluler meningkat melalui

peningkatan permeabilitas membrane sel terhadap kalsium, aktivitas adenilsiklase dan

peningkatan cAMP (Cyclic Asdenosine Monophospate), akibatnya kalsium dari

mitokondria lepas ke dalam sitosol. Peningkatan kadar kalsium intraseluler otot polos

pembuluh darah akan menyebabkan mudah terangsang untuk vasokonstriksi yang

akhirnya tekanan darah meningkat.

Mekanisme terjadinya preeklampsia dihubungkan dengan peranan ion kalsium

sitosol. Hipokalsemia yang terjadi pada cairan ekstrasel menyebabkan depolarisasi

dari membrane plasma preganglionik sel-sel saraf pembuluh darah. Pada saat terjadi

aksi potensial, ion kalsium masuk ke dalam sitosol melewati mekanisme aksi

potensial. Jumlah ion kalsium yang masuk ke dalam sitosol mencerminkan besarnya

asetilkoln yang dilepaskannya. Masuknya kalsium ini menyebabkan vasokonstriksi.

Bila hal ini terjadi maka terjadi hipertensi. Selain itu hipokalsemia juga menyebabkan

masuknya kalsium ke dalam sitosol otot lurik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

kontraksi otot lurik dan bila terjadi terus menerus akan timbul kejang atau eklampsia.

Hipotesis tersebut diatas dibuktikan dengan beberapa penelitian mengenai

hubungan tambahan antara asupan kalsium selama kehamilan dengan kejadian

preeklampsia . Hasil meta analisis dari berbagai penelitian randomized control trial

mengenai hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian preeklampsia ,

menunjukkan bahwa dengan suplemen kalsium 1500-2000mg selama kehamilan

dapat mencegah terjadinya preeklampsia (OR 0,38 (95% Cl, 0,22-0,65). Dari meta

analisis disimpulkan bahwa secara statistik suplemen kalsium 1000-1500mg dapat

menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 1,27mmHg (Cl 95%-2,25-

0,29mmHg;p=0,01), sedangkan untuk diastolik 0,24mmHg (Cl 95%-0,92-0,44

mmHg;p=0,49), akan tetapi penurunan tekanan darah tersebut secara klinis tidak

bermakna. Namun sampai saat ini belum jelas patofisiologi hubungan antar kadar

kalsium dengan kejadian preeklampsia .

Metabolisme Kalsium1

Kalsium memegang peranan penting dalam berbagai proses fungsi fisiologis

di dalam tubuh yaitu proses pembekuan darah, bersama dengan natrium dan kalium

mempertahankan potensial membrane sel, transduksi sinyal antara reseptor hormon,

ekstabilitas neuromuskuler, integritas membrane sel; reaksi-reaksi enzimatik, proses

neurotransmisi, membentuk struktur tulang dan sebagai cadangan kalsium tubuh.

Kadar kalsium dalam plasma ditentukan oleh absorbsi kalsium pada saluran

cerna, resorbsi kalsium pada tulang dan pengeluaran kalsium melalui tinja, urin, dan

keringat. Pengaturan keseimbangan kalsium dipengaruhi terutama oleh hormon

paratiroid, kalsitoninm dan vitamin D.

Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi

menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya

vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga

terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat

endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri

spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang

selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan

merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu

sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan

mengganggu metabolisme di dalam sel.

Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam pembuluh darah

uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi yang berkaitan dengan

sindrom preeklampsia . Secara fisiologis invasi ke dalam uterus oleh trofoblas

endovaskuler menyebabkan remodeling dari arteri spiralis uterus yang luas, yang

menyebabkan pelebaran dari diameter pembuluh darah. Pada preeklampsia , terdapat

invasi yang kurang dan arteriol profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan

derajat dari invasi trofoblas yang inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung

berkaitan dengan derajat keparahan dari hipertensi maternal. Kemudian, akan

menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan menyebabkan pelepasan komponen

vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon inflamasi seperti vasokonstriksi,

kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi, dan disfungsi dari trombosit,

yang semuanya akan berkontribusi terhadap disfungsi organ dan gambaran klinis dari

penyakit.

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang

menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal

bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan

oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada

PE-E serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya

peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung

transferin, ion tembaga dan sulfohidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup

kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.

Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk

sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya

sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :

a). Adhesi dan agregasi trombosit.

b). Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

c). Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari

rusaknya trombosit.

d). Produksi prostasiklin terhenti.

e). Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

f). Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Faktor immunologi merupakan faktor pemegang kunci penyebab

preeklampsia yang telah lama dipercaya oleh peneliti. Salah satu komponen yang

penting adalah kurangnya disregulasi dari toleransi maternal terhadap antigen

paternal pada plasenta dan fetus. Maladaptasi dari fetal-maternal ini ditandai dengan

hubungan defektif dari sel natural killer (NK) dan HLA-C dari fetus dan

mengakibatkan perubahan histologis yang menyerupai dengan rejeksi graft akut.

Gangguan sel endoteliel yang khas pada preeklampsia dapat terjadi sebagai akibat

dari aktivasi leukosit yang ekstrim pada sirkulasi maternal.

Kriteria Diagnosis 6,8

Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau lebih gejala

dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu :

1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi

(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.

2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.

3. Oligouria, produksi urine <500cc/24jam yang disertai dengan kenaikan kreatinin

plasma.

4. Gangguan visus dan serebral

5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan

6. Edema paru dan sianosis

7. Gangguan janin intrauteri

8. Adanya Hellp Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count)

Pemeriksaan Laboratorium

CBC dan Apusan darah tepi :

- Anemia Hemolitik Mikroangiopatik

- Trombositopenia <100.000

- Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat

- Sistiosit pada Apusan darah tepi

Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat

Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan penurunan

volume intravaskuler dan penurunan dari GFR

Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT

Asam urat :

- Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada preeklampsia

berat. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu sekitar 0-55%,

namum mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar 77-95%

Gambaran Radiologi6,7

CT-Scan Kepala

Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya perdarahan

intracranial pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala hebat yang tiba-tiba, defisit

neurologis atau kejang dengan status post-ictal yang memanjang.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang sama

baiknya ketika memeriksa restriksi pertumbuhan

Kardiotokografi

Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan

dapat memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat memberikan informasi yang

berkelanjutan, namun alat ini memiliki kemampuan prediktif yang kurang.

Penatalaksanaan 11,12,13

Perawatan Pre-Hospital

Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia, dapat dibagi dalam

beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap pengobatan pendahuluan

2. Tahap transportasi penderita

3. Tahap pengobatan lanjutan

4. Tahap merujuk balik

TAHAP PENGOBATAN PENDAHULUAN

Bagi semua tenaga kesehatan, kemampuan yang perlu dimiliki pada tahap

pengobatan pendahuluan ialah secepatnya dapat mendiagnosis adanya hipertensi

dalam kehamilan, menentukan klasifikasinya, serta menentukan adanya penyulit-

penyulit yang timbul. Tujuan pengobatan pendahuluan ialah agar penderita tidak

jatuh dalam stadium yang lebih berat dan dapat segera mengatasi penyulit-

penyulitnya. Tahap ini lasim disebut tahap resusitasi. Dalam memberikan pengobatan

pendahuluan ini perlu diingat hal-hal yang berhubungan dengan perubahan fisiologi

kehamilan normal dan patofisiologi hipertensi dalam kehamilan.

Tabel 1. Perubahan-perubahan penting pada kehamilan normal dan

Hipertensi

Kehamilan normal

1. Adanya kompresi aorta - caval oleh rahim

2. Peningkatan kebutuhan O2 dan ventilasi

3. Resiko aspirasi bahan lambung

Hipertensi dalam kehamilan

1. Hipovolemia

2. Vasokonstriksi

3. Penurunan aliran darah pada organ-organ penting

Obat-obat yang diberikan

Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai stabilitas

hemodinamik dan metabolik:

1. Pemasangan infus

Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G dimaksudkan agar dapat

memberikan cairan infus dengan lancar dan sebagai sarana pemberian obat-obat

intravena. Cairan infus yang diberikan adalah dekstrose 5% setiap 1000 ml

diselingi cairan ringer laktat 500 ml.

2. Obat-obat anti kejang

a. MgS04

Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang pada

eklampsia diberikan secara intravena.

- Loading dose: 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama 4 menit,

disusul 8 g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri

dan kanan masing-masing 4 g.

- Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila timbul

kejang lagi, dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurang-

kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah pemberian dosis

tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/iv.

Pada pemberian MgSO4 diperlukan pemantauan tanda-tanda keracunan

MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian MgSO4 hanya 1%. Magnesium

sulfat menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus

plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates dari fetus.

b. Diazepam

Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular

activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam

melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada

neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya.

Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam

sebelum kelahiran. Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan : 5-

10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml

larutan dekstrose 5%.

3. Obat-obat anti hipertensi

Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik

110 mmHg.

a. Klonidin

Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan. 1 ampul

mengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml

larutan garam faal atau aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan

selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turn, diberikan

lagi sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai

normal.

b. Nifedipin

Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10 mg sub

lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.

c. Hidralasin

Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi dalam

kehamilan. Ferris dan Burrow mengatakan bahwa penurunan vasospasme akan

meningkatkan perfusi uteroplasenter. Obat ini di Indonesia hanya tersedia dalam

bentuk tablet.

4. Diuretika

Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:

a. edema paru

b. payah jantung kongestif

c. edema anasarka

Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat

menurunkan fungsi uteroplasenter.

5. Kardiotonika

Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.

6. Antipiretika

Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian

kompres dingin.

7. Antibiotika

Diberikan atas indikasi

8. Anti nyeri

Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi

petidin 50-75 mg sekali saja selambat-lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir.

Mengingat dalam kasus rujukan preeklampsia berat-eklampsia, petugas terdepan

yang sering menemukan kasus ini adalah perawat atau bidan maka para petugas

tersebut wajib dan harus mampu memberikan obat-obat pendahuluan yang mutlak

dilakukan sebelum transportasi. Kewenangan dokter puskesmas dalam

memberikan obat-obat pendahuluan dapat didelegasikan kepada perawat maupun

bidan. Bila perawat atau bidan mengetahui dengan benar syarat-syarat, indikasi

dan cara pemberian obat tersebut maka kecil kemungkinan terjadinya pengaruh

sangkal obat-obat tersebut.

Bila penderita preeklampsi-eklampsia kejang-kejang kemudian jatuh kedalam

koma, maka selain diberikan pengobatan pendahuluan, perawatan pendahuluan

juga penting dalam persiapan transportasi. Perlu diingat bahwa penderita koma

tidak bereaksi atau mempertahankan diri terhadap:

- suhu yang ekstrim

- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri

- aspirasi

Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah buntunya jalan

napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh ke dalam koma harus dianggap

bahwa jalan napas atasnya terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu

tindakan pertama adalah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap

terbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif adalah dengan cara head tilt-chin

lift atau head tilt-neck lift yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kanul

orofaringeal. Hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita

koma akan kehilangan refleks muntah sehingga ancaman aspirasi bahan lambung

sangat besar. Ibu hamil selalu dianggap memiliki lambung penuh, oleh sebab itu

semua benda-benda yang berada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik

berupa makanan atau lendir harus diisap secara intermitten. Penderita ditidurkan

dalam posisi yang stabil untuk drainase lendir.

Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan pertama ialah mencegah

penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Penderita diletakkan di

tempat tidur yang lebar; hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita

yang kejang tidak membentur benda di sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang

justru dapat menimbulkan fraktur.Beri sudip lidah dan jangan mencoba melepas

sudip lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Ruangan penderita

harus cukup terang. Bila kejang-kejang reda, segera beri oksigen.

PEMANTAUAN JANIN DALAM RAHIM

Denyut jantung janin dapat dipantau secara sederhana dengan alat monoskop,

jika tersedia, digunakan doppler atau ultrasonografi.

TAHAP TRANSPORTASI PENDERITA

Yang dimaksud dengan tahap transportasi penderita ialah memindahkan

penderita dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih memadai secara efektif, efisien

dan benar. Ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu:

1. Evaluasi penderita setelah pengobatan pendahuluan (pretransfer assessment setelah

pretransfer treatment)

2. Transfer penderita

Pada tahap pretransfer assessment perlu diperhatikan apakah setelah

pemberian obat-obat pendahuluan, stabilitas hemodinamik dan metabolik sudah

tercapai, biasanya memerlukan waktu 4-6 jam setelah pengobatan medikamantosa

lengkap berakhir. Evaluasi klinik yang penting untuk menentukan stabilitas

penderita adalah dari aspek.

a. Sistem kardiosirkulasi

b. Sistem respirasi

c. Sistem susunan saraf pusat

Semua data penderita dicatat dalam dokumen medik dengan model “Dokumen

medik berorientasi masalah” dan harus disertakan bersama penderita pada saat

dirujuk. Waktu yang dipakai untuk menunggu tercapainya stabilitas penderita

hendaknya dimanfaatkan untuk menyiapkan transporrtasi. Sarana yang perlu

diperhatikan sebelum melakukan transfer penderita ialah :

a. Menyiapkan penderita dalam tandu yang benar

b. Pemasangan saluran intravena yang dijamin tidak akan macet selama perjalanan.

c. Menyiapkan semua obat, cairan infus dan bila perlu darah untuk bekal di

perjalanan.

d. Pemasangan kateter kandung kemih dengan foley catheter No. 18F.

e. Pemasangan endotracheal tube atau oropharyngeal airway bila mungkin

B. Penanganan di Rumah Sakit11,12

B.I. Perawatan Aktif

A. Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari

IGD.

2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang:

b) Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek

patella (+) kuat Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-) Produksi urine > 100 cc

alam 4 jam sebelumnya.

Cara Pemberian:

Loading dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4

gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda

impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.

Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4

40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.

Penghentian SM :

Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca

persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.

c). Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4

tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.

Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.

d).Diuretika Antepartum: manitol

Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release). Indikasi:

Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.

e). Anti hipertensi

Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif antepartum

Adrenolitik sentral:

- Dopamet 3X125-500 mg.

- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.

Post partum :

ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10

mg.

f). Kardiotonika

Indikasi: gagal jantung

g). Lain-lain:

Antipiretika, jika suhu>38,5°C

Antibiotika jika ada indikasi

Analgetika

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

B. Pengobatan obstetrik

1). Belum inpartu

a). Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit

tx. Medisinal.

b). Sectio Caesaria

Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.

2). Sudah inpartu

Kala I

Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.

Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap

lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).

Kala II

Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk kehamilan

< 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi

paru janin.

PERAWATAN KONSERVATIF

Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-

tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri

dari:

- SM Therapy: Loading dose: IM saja.

Maintenance dose: sama seperti di atas.

Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

-Terapi lain sama seperti di atas.

-Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

-Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.

-Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-

tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyawan.2002.Perbandingan kadar kalsium darah pada PreEklampsia

berat dan kehamilan normotensi.SMF OBGIN FK Univ. Diponegoro :

Semarang

2. Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan penderita

preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBGIN FK Univ. Hasanuddin :

Makassar

3. Kusuma BJ. Risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan dengan kadar β-

hCG serum

yang tinggi. Maj Obstet Ginekol Indones 2007: 196-200

4. Wiknjosastro H. Plasenta dan liquor amnii dalam Wiknjosastro H ed. Ilmu

kebidanan.

Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

1999: 58-67

5. Roeshadi RH. Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu

pada

penderita preeklampsia dan eklampsia. Maj Obstet Ginekol Indones.

2007: 123-133

6. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia.

UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.

7. 4. Tukur Jamilu, 2009. The use of magnesium sulphate for treatmen severe

preeclampsia and eclampsia. Available at www.annalsafrmed.org

8. Kee-Hak Lim.2009. Preeclampsia.Available on www.emedicine.com

9. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG, Basel :

New York

10. Zina Semenovskaya.2010.Pregnancy, preeclampsia. Available from

www.emedicine.com

11. Virginia D. Winn. 2009. Severe Preeclampsia-Related Changes in Gene

Expression at the Maternal-Fetal Interface Include Sialic Acid-Binding

Immunoglobulin-Like Lectin-6 and Pappalysin-2. Available from

www.theendocrinesociety.com

12. Cunningham, F. Gary. 2001. William Obsetrics 21st edition. McGraw-Hill :

New York

13. James, Scott. 2003. Danforth’s Obsetrics and Gnyecology 9th edition.

Lippincot William and Wilkins : England