PRAKTIK PENGALIHAN UANG SISA BELANJA DENGAN...
Transcript of PRAKTIK PENGALIHAN UANG SISA BELANJA DENGAN...
i
PRAKTIK PENGALIHAN UANG SISA BELANJA
DENGAN PERMEN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN
UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Lia Rahmawati
NIM : 21414006
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
MOTTO
Laa khaula wa la quwwata illa billah
“tiada daya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah”
La Ba’sa
“Hatiku tenang karena mengetahui apa yang
melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan
takdirku tidak akan pernah melewatkan aku”
(Umar bin Khattab)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk
Ibu dan Bapak tercinta, Ibu Surati dan Bapak Wahono yang rela melakuan
segalanya untuk selalu memenuhi kebutuhan penulis dan kakak serta adik penulis,
terimakasih atas lantunan doa yang selalu engkau ucapkan untuk kami, Terimakasih
atas semua pengorbanan yang telah engkau lakukan semoga bapak dan ibu selalu
dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT.
Untuk kakak dan adikku tersayang Ayusi Setyowati, S.Pd dan Rizki Lukitawati
yang tak pernah henti mendengarkan keluh kesah penulis, serta selalu memberikan
dorongan dan semangat kepada penulis untuk menggapai gelar sarjana.
Terimakasih
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr. wb
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Swt tak hentinya kami ucapkan
atas limpahan berkah dan kariniaNya yang tak henti-hentinya diberikan kepada
penulis. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kami Nabi Agung
Muhammad Saw yang kita nantikan dan sangat kita harapkan syafaatnya kelak di
hari akhir. Amiin.
Atas kehendak dan ridho Allah Swt sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi penulis guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan selesai tanpa adanya bentuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si., selaku Ketua Program Studi Hukum
Ekonomi Syari’ah.
4. Bapak Yahya S. Ag., M.HI. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
membantu dan mengarahkan penulis dalam menyalesaikan skripsi ini,
sehingga skripsi ini dapat terselaisaikan dengan baik.
viii
5. Teman - teman kuliah yang selalu ada untukku Arrum Faida, Maulindatul
T. Ruli Susilowati, Cik Nur, Laela yang selalu mengantar dan menjeputku
selama kuliah bersama.
6. Seluruh anggota KKN Desa Lemahireng Kec. Kemusu yang telah menjadi
saudara dan salalu ada untuk penulis. Terutama posko 46 yang tercinta,
mbak Ulfa, Febby dan Ainiya.
7. Teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi Ririn S, Esha F, Angga S.
dan Taupiqurrohman
Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan yang telah
dilakukan kepada penulis dan semoga selalu mendapatkan perlindungan
dari Allah Swt dan keberkahan dalam kehidupan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
maka dari itu penulis menerima adanya kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi
bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dan bagi paca pembara
umumnya.
Wassalamualaikum, wr. wb
Salatiga, 3 Maret 2020
Lia Rahmawati
ix
ABSTRAK
Rahmawati, Lia (2020). Praktik Pengalihan Uang Sisa Belanja Dengan Permen
Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Swalayan Bc Mart 1
Salatiga) Skripsi. Fakultas Syariah Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Yahya,
S. Ag., M.HI.
Kata Kunci: Pengalihan, Sisa Uang Belanja. Hukum Islam, Undang-undang
Perlindugan Konsumen
Manusia merupakan makhluk sosial karena manusia selalu membutuhkan
manusia lainnya dalam melakukan segala kegiatannya setiap hari. Jual beli adalah
salah satu contoh dari kebutuhan manusia. Ada praktik yang menarik untuk diteliti
dalam ranah jual beli yaitu praktik pengalihan sisa uang belanja dengan permen
yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini berfokus pada tiga hal yakni pada praktik
pengalihan sisa uang belanja dengan permen di Swalayan BC Mart 1 Salatiga dan
bagaimana tinjauan hukum Islam dan Undang-undang perlindungan konsumen
terhadapnya.
Untuk mengerti lebih dalam tentang permasalahan tersebut maka penulis
meneliti dengan penelitian jenis lapangan (field research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh langsung dari
informan dan mengamati secara langsung. Metode penelitian yang diguanakan
adalah kualitatuf dan dengan pendekatan yuridis normative. Sedangkan teknik
analisisnya adalah diskriptif dan teknik pengecekan keabsahan data adalah
triangulasi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa praktik pengalihan sisa
uang belanja dengan permen ini dilakukan karena sulitnya mendapatkan uang
recehan yang nominalnya rendah, Praktik tersebut dilakukan oleh kasir Swalayan
BC Mart 1 Salatiga. Sedangkan praktik ini merupakan hal yang tidak diperbolehkan
menurut hukum Islam, praktik jual belinya adalah sah dan yang tidak dibenarkan
adalah tidak adanya akad yang jelas tentang pengembalian yang dialihkan dengan
permen. Serta menurut Undang undang Perlindungan Konsumen, praktik
pengembalian itu melanggar hak konsumen.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING .......................................... Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN KEASLIAN ................................ Error! Bookmark not defined.
MOTTO .................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 4
E. Penegasan istilah .......................................................................................... 5
F. Telaah Pustaka ............................................................................................. 6
G. Metode Penelitian......................................................................................... 8
H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II ................................................................................................................... 15
JUAL BELI DALAM ISLAM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ............ 15
A. Jual Beli Dalam Hukum Islam ................................................................... 15
1. Dasar Hukum Jual Beli ........................................................................... 16
xi
2. Rukun jual beli ....................................................................................... 18
3. Syarat Jual Beli dalam Islam .................................................................. 22
4. Macam-Macam Jual beli ........................................................................ 24
B. Perlindungan Konsumen ............................................................................ 30
1. Hukum Perlindungan Konsumen ........................................................... 31
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ............................................ 32
3. Hak Konsumen ....................................................................................... 33
1. Kewajiban Konsumen ............................................................................ 35
2. Hak pelaku usaha .................................................................................... 36
3. Kewajiban Pelaku Usaha ........................................................................ 37
4. Asas Perlindungan Konsumen ................................................................ 38
BAB III ................................................................................................................. 40
PRAKTIK PENGALIHAN SISA UANG BELANJA DENGAN PERMEN DI
SWALAYAN BC MART 1 SALATIGA ............................................................. 40
A. Gambaran Umum Swalayan BC Mart 1 Salatiga ......................................... 40
1. Letak Geografis Kota Salatiga................................................................ 40
2. Profil Swalayan BC Mart 1 Salatiga ...................................................... 41
3. Produk yang dijual di BC Mart 1 Salatiga ............................................. 42
4. Stuktur Organisasi .................................................................................. 44
5. Tugas dan Wewenang Pegawai Swalayan BC Mart 1 Salatiga ............. 44
B. Pndangan Konsumen, Kasir Dan Menejer Swalayan BC Mart 1 Salatiga
Tentang Praktik Pengalihan Kembalian Uang Sisa Belanja Dengan Permen ... 46
1. Konsumen BC Mart 1 Salatiga ............................................................... 47
2. Kasir Swalayan BC Mart 1 Salatiga ....................................................... 49
3. Manager Swalayan BC Mart 1 Salatiga ..................................................... 50
xii
BAB IV ................................................................................................................. 52
PRAKTIK PENGALIHAN SISA UANG BELANJA DENGAN PERMEN
DITINJAU DARI HOKUM ISLAM DAN UNDANG- UNADANG NO 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ............................ 52
(STUDI KASUS SWALAYAN BC MART 1 SALATIGA) ............................... 52
A. Praktik Pengalihan Uang Sisa Belanja Dengan Permen di Swalayan BC
Mart 1 Salatiga .................................................................................................. 52
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pengalihan Uang Sisa Belanja
Dengan Permen (Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga) .......................... 57
C. Pandangan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Praktik Pengalihan Sisa Uang Belanja Dengan Permen
(Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga) ..................................................... 67
1. Kewajiban Pelaku Usaha ........................................................................ 68
2. Hak Konsumen ....................................................................................... 70
BAB V ................................................................................................................... 73
PENUTUP ............................................................................................................. 73
A. Kesimpulan ................................................................................................... 73
B. Saran ........................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial karena manusia selalu
membutuhkan manusia lainnya dalam melakukan segala kegiatannya setiap
hari. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya campur tangan dari
orang lain karena pada dasarnya setiap manusia memiliki perannya masing-
masing dalam berkehidupan di dunia.
Salah satu peran manusia yang paling dasar serta paling penting
dalam kehidupan adalah saat mereka saling mencukupi dan saling
melengkapi kebutuhannya masing-masing dengan cara melakukan transaksi
jual beli. Selain itu, saat terjadi kegiatan jual beli maka terjadilah transaksi
sosial dalam masyarakat.
Di dalam kehidupan bermasyarakat dari dulu hingga saat ini,
manusia tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli
dapat dikatakan setiap hari selalu dilakukan oleh manusia demi memenuhi
segala kebutuhan sehari-hari. Dalam perkembangan zaman, kegiatan jual
beli ini pada umumnya telah dilakukan sejak dulu dengan berbagai macam
perkembangannya, dimulai dari sistem barter hingga berkembang
menggunakan uang kertas dan bahkan menggunakan uang elektronik (e-
money). Selain perkembangan jual beli dari sudut sistemnya kini tempat
transaksi jual beli juga turut sudah berkembang pesat.
2
Setiap manusia hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan,
sehingga terjadi pertentangan - pertentangan kehendak. Untuk menjaga
keperluan masing-masing perlu adanya aturan-aturan yang mengatur
kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa hak-
hak orang lain. Maka, timbulah hak dan kewajiban di antara sesama
manusia.1
Dalam Islam, jual beli (al-bai wal syira‟) yaitu pertukaran antara
benda dengan uang atau harga, dimana usaha atau perdagangan harus
dilakukan secara sukarela (ridha) diantara para pihak dan dengan cara yang
dibenarkan sesuai dengan aturan syara.2
Kegiatan jual – beli dalam memenuhi kebutuhan berupa sandang dan
pangan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari – hari di super market,
merupakan perjanjian jual-beli yang biasanya dapat terjadi sedikit banyak
tanpa syarat-syarat formal, sebagian besar jual-beli tunai dilakukan semata-
mata dengan lisan, seperti jual-beli barang di toko, makanan dan minuman
di restoran atau tempat umum jual-beli mobil secara tunai.3
Jual beli sekarang ini sering menggunakan kontrak baku yang
diterapkan swalayan dengan langsung mencantumkan harga, sehingga
konsumen sering tidak memiliki kesempatan untuk melakukan proses tawar
menawar, dan sering terjadi jika kembalian sisa belanja yang kurang dari
1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal 31. 2 Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013),
hal. 212. 3 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian.Ctk ke 3. PT Alumni. Bandung. 2006.hlm
243
3
Rp.1000 ada yang dibulatkan, selain itu ada juga yang dikembalikan dengan
barang lain seperti contohnya adalah permen.
Pada dasarnya, dalam hukum Islam hak pembeli adalah menerima
pengembalian dari harga yang telah dibayarkan dan itu harus ditunaikan
oleh penjual kecuali ada persetujuan atau kerelaan kedua belah pihak.
Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan dengan
hati, tanda yang jelas menunjukkan kerelaan adalah ijab dan qabul.
Ada hal yang menarik untuk diteliti yakni dalam praktik jual beli di
BC Mart 1 Salatiga yang melakukan pengembalian sisa uang belanja
konsumen dengan menggunakan permen dan dituangkan dalam sebuah
judul penelitian yaitu PRAKTIK PENGALIHAN UANG SISA BELANJA
DENGAN PERMEN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN
UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN (Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas. Maka
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pengalihan kembalian uang sisa belanja dengan
permen di Swalayan BC Mart 1 Salatiga ?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik pengembalian
uang menggunakan permen di Swalayan BC Mart 1 Salatiga?
4
3. Bagaimana pandangan Undang Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap praktik pengembalian uang
menggunakan permen di Swalayan BC Mart 1 Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan di
capai dalam penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui praktik pengalihan kembalian uang sisa belanja
dengan permen di Swalayan BC Mart 1 Salatiga
2. Untuk mengetahui pandangan pandangan hukum Islam terhadap
praktik pengembalian uang menggunakan permen di Swalayan BC Mart
1 Salatiga
3. Untuk mengetahui pandangan Undang Undang No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen terhadap praktik pengembalian uang
menggunakan permen di swalayan BC Mart 1 Salatiga
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat yang
baik bagi beberapa pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih
pemikiran dalam hukum islam dan hukum positif terkait hukum praktik
pengembalian sisa uang belanja umumnya dan khususnya hukum
pengembalian sisa uang belanja dengan permen.
5
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pedoman, dan
pertimbangan untuk transaksi jual beli khususnya terkait dengan
pengembalian sisa uang belanja dengan permen.
E. Penegasan istilah
Agar terdapat kejelasan mengenai judul penelitian di atas, maka
penulis perlu menjelaskan maknanya sebagai berikut:
1. Pengalihan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah berasal dari
kata “alih” yang berarti ganti, tukar dan ubah. Sedangkan Pngalihan
berarti proses, cara, pengalihan, pemindahan, pengubahan dan
penggantian.
2. Uang sisa belanja adalah kembalian dsri pembayaran yang dilakukan
setelah melakukan belanja dengan menggunakan uang lebih dari yang
harus dibayarkan.
3. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.4
4. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.5
4 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 5 ibid
6
F. Telaah Pustaka
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang dapat penulis pakai sebagai
rujukan berkaitan dengan pokok permasalahan yaitu pengalihan kembalian
uang sisa belanja dengan permen yang penulis kemukakan diantaranya
adalah:
Muhimmatus Salamah. Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Terhadap
Praktik Pengalihan Sisa Uang Pembeli Dalam Transaksi Jual Beli Di Toko
Arafah Cirebon. Berbentuk skripsi, Adapun jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitianya adalah penelitian kualitatif dekskriptif yang bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai objek penelitian yakni praktik
pengalihan sisa uang pembeli di Toko Arafah yang berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Hasil dari penelitiannya
menunjukkan bahwa praktik pengalihan sisa uang pembeli baik itu untuk
dana sosial ataupun diganti dengan wafer yang diterapkan oleh Toko Arafah
diperbolehkan menurut hukum ekonomi syari’ah. Hal tersebut dikarenakan
pihak Toko Arafah mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang pecahan
kecil yang nominalnya di bawah Rp.1000,- yang sudah jelas tidak diedarkan
dan tidak digunakan lagi dalam transaksi pembayaran. Sehingga sesuai
dengan sumber hukum yang ada, hal tersebut berawal dari adanya kesulitan
dan Toko Arafah dimudahkan untuk diperbolehkan mengambil sebuah
keringanan. Keringanan ini yakni pengalihan sisa uang pembeli untuk dana
sosial dan pengalihan sisa uang pembeli yang diganti dengan wafer selama
adanya unsur ‘an taradhin (saling rela) antara kedua belah pihak
7
Wulan Widya Astuti “Pandangan Hukum Islam Terhadap
Pengembalian Sisa Pembelian Dengan Barang (Studi Kasus Pada Kantin
Syariah Uin Raden Intan Lampung)” Penelitiannya berbentuk skripsi,
adapun jenis penelitiannya merupakan penelitian lapangan (field research)
dan diperkaya dengan data kepustakaan. Adapun populasi dalam penelitian
ini yakni pedagang Kantin Syariah UIN Raden Intan Lampung yang
berjumlah 11 orang dan mahasiswa UIN Raden Intan Lampung yang
berjumlah 35 orang. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan
antara lain metode wawancara atau interview dan obsevasi. Sedangkan
analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dengan pendekatan berfikir
induktif. hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa akad pada praktik
pengembalian sisa pembelian dengan barang merupakan akad jual beli yang
hanya diberikan atau kebijakan pedagang tetapi tidak adanya kesepakatan
terlebih dahulu dengan mahasiswa. Sehingga mau tidak mau, ikhlas tidak
ikhlas mahasiswa harus menerima uang kembalian berupa barang. Hasilnya,
tawaran uang kembalian diganti dengan permen seperti sebuah tawaran
paksaan yang mana mahasiswa tidak mempunyai pilihan selain
berkompromi dan menerima permen dengan lapang dada, meski sebenarnya
tidak sedang membutuhkan permen. Tidak jarang mahasiswa sering
mengeluh dengan pengembalian sisa pembelian dengan barang yaitu
permen, karena mahasiswa menganggap uang lebih penting.
Seharusnya tidak semestinya juga pihak pedagang mengabaikan hak
pembeli yaitu mahasiswa yang ingin agar uang kembalian berbentuk uang
8
tunai bukan dalam bentuk barang yaitu permen. Kemudian dalam
pandangan hukum Islam tidak boleh memakan harta orang lain secara batil
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka yaitu adanya
kerelaan khususnya pihak pembeli. Bahwa dalam hukum Islam suatu
trasaksi dapat dikatakan tidak sah jika adanya salah satu pihak yang merasa
dirugikan.6
Dari kedua peneliian di atas terlihat bahwa ada kedekatan dengan judul
yang penulis lakukan, namun penelitian yang penulis lakukan berbeda
derngan penelitian yang sudah diteliti sebelumnya. Letak perbedaanya
adalah penelitian yang penulis teliti lebih menitik beratkan pada pandangan
hukum Islam dan undang undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen tidak hanya berfokus pada hukum Islam saja.
G. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, dan mengji
suatu pegetahuan, dimana dilakuka dengan metode- metode tertentu.
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
6 Wulan Widya Astuti. “Pandangan Hukum Islam Terhadap Pengembalian Sisa Pembelian
Dengan Barang (Studi Kasus Pada Kantin Syariah Uin Raden Intan Lampung)” Skripsi UIN Raden
Inten Lampung (2018)
9
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat antar fenomena yang
diselidiki.7
b. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan
cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.8
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai pengumpul data
di lapangan dengan menggunakan alat penelitian yang aktif dalam
mengumpulkan data-data di lapangan. Selain peneliti, yang dijadikan
alat pengumpulan data adalah dokumen-dokumen yang menunjang
keabsahan hasil penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat
mendukung terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam.
Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lokasi penelitian sangat
menunjang keberhasilan suatu penelitian, alat bantu memahami masalah
yang ada, serta hubungan dengan informasi yang didapat menjadi lebih
jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak.
7 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rakusarasi, 1991),
hlm.19. 8 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press,
2011), hlm. 13-14.
10
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan.
Dalam penelitian ini lokasi penelitian berada di Swalayan BC Mart 1
Salatiga jalan Kartini No. 2 Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo Kota Salatiga.
Kode Pos 50714.
4. Sumber data
Dalam penelitian ini, terdapat 2 (dua) sumber data yang
digunakan peneliti yang terdiri dari:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber yang dapat memberikan
informasi secara langsung dan sumber data tersebut memiliki
hubungan dengan masalah pokok penelitian sebagai bahan
informasi yang dicari. Data tersebut diperoleh dari wawancara
pemilik/pengurus Swalayan, karyawan serta konsumen BC Mart 1
Salatiga.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah digunakan untuk mendukung
data primer.9 Data lain yang bisa mendukung penelitian ini yaitu
buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, jurnal, dan
skripsi yang meneliti hal serupa.
5. Teknik Pengumpulan Data
9 Munawaroh, Panduan Memahami Metode Penelitian, (Malang: Inti Media, 2013). Hlm:
82.
11
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai
berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.10
Peneliti melakukan tanya jawab kepada pemilik/pengurus,
karyawan serta kepada para konsumen Swalayan BC Mart 1
Salatiga.
b. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data dengan mengamati dan
mencatat secara langsung dan sistematis terhadap fenomena yang
diteliti.11 Dalam hal ini peneliti akan medatangi dan mengamati
kegiatan transksi jual beli yang terjadi di swalayan BC Mart 1
Salatiga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel mengenai foto, catatan, buku, surat kabar dan lainnya
sebagai acuan bagi peneliti untuk mempermudah penelitian.12
Dalam hal ini dokumen yang digunakan adalah foto-foto tempat
10 Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 185. 11 ibid 12 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 158.
12
Swalayan BC Mart 1 Salatiga dan dokumen lain yang berkaitan
dengan peneliian ini.
6. Analisis data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti akan menganalisis
semua data dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu
teknik dengan menggambarkan seluruh aspek peneliti yang ada,
sehingga dapat mermberi gambaran antara yang seharusnya dan
kenyataanya terjadi di Swlayan BC Mart 1 Salatiga.
7. Pengecekan keabsahan data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga
untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk
memeriksa keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pengecekan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.13
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini yaitu dengan
membandingkan data hasil observasi dengan hasil wawancara dan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
13 Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset), 2007, hlm. 330.
13
H. Sistematika Penulisan
Agar diperoleh peneltian yang sistematis, mudah dipahami dan
dapat dimengerti oleh pembaca, maka penulisan menyajikan karya ilmiah
ini ke dalam bentuk sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yaitu
sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan. Bab ini merupakan garis-garis besar
pembahasan isi pokok penelitian yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
tinjauan pustaka, metode penelitian yang berisi tentang jenis penelitian dan
pendekatan, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data serta
sistematika penulisan.
Bab II adalah kajian teori yang terdiri dari jual beli menurut hokum
Islam,,dasar hukum jual beli, rukun, syarat jual beli, dan macam-macam jual
beli. Serta teori tentang perlindungan konsumen, hokum perlindungan
konsumen, asas dan tujuan undang-undang perlindungan konsumen, hak
konsumen, kewajiban konsumen, hak pelaku usaha, kewajiban pelaku
uasaha dan asas perlindungan konsumen.
Bab III berisi hasil penelitian tentang gambaran umum obyek
penelitian yaitu letak geografis Kota Salatiga, profil swalayan BC Mart I
Salatiga, produk yang dijual di BC Mart I Salatiga, struktur organisasi BC
Mart I Salatiga, tugas dan wewenang pegawai di BC Mart 1 Salatiga. Serta
praktik pengalihan sisa uang belanja dengan permen.
14
Bab IV adalah pembahasan mengenai analisis yang dilakukan
penulis atas permasalahan dalam skripsi ini dengan menggunakan teori-teori
yang terdapat dalam bab kedua yaitu analsis tentang praktik pengalihan
kembalian uang sisa belanja dengan permen, dan pandangan konsumen
terhadap pengalihan kembalian uang sisa belanja dengan permen
Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran,
Kesimpulan yaitu berisi pemaparan berdasarkan data yang diperoleh dan
analisis yang dilakukan yang merupakan jawaban atas pokok masalah dari
penelitian yang akan dilakukan. Sedangkan saran sebagai bahan pemikiran
dari penyusun semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan.
15
BAB II
JUAL BELI DALAM ISLAM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Jual Beli Dalam Hukum Islam
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu,
sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-
cara tertentu (aqad).
Sedangkan jual beli dalam fiqih diartikan sebagai pertukaran harta
atas dasar saling rela; atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah).14
Secara terminologi dalam fiqih, jual beli disebut dengan al-bay’
yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu (البيح)
yang lain. Lafal al-bay’ dalam terminology fiqih terkadang dipakai untuk
lawannya, yaitu lafal-syira’ yang berarti membeli. Dengan demikian, al-
bay’ mengandung arti menjual sekaligus membeli atau jual beli. Menurut
mazhab Hanafi pengertian jual beli (al-bay’) secara definitif yaitu tukar
menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang
sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut mazhab
Maliki, mazhab Syafi’i, dan Hambali, bahwa jual beli yaitu tukar menukar
harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Sedangkan menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
14 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 128
16
bay’ adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran benda dengan
uang.15
1. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan al-Qur’an, as-
Sunnah, dan ijma’ . Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi‟i menjelaskan
hukum dasar setiap transaksi jual beli adalah mubah (diperbolehkan),
apabila terjadi kesepakatan antara pembeli dan penjual. Transaksi apapun
tetap diperbolehkan, kecuali transaksi yang dilarang oleh Rasulullah Saw.16
a. Al-Qur’an
Adapun dasar hukum dari Al-Qur’an antara lain:
Surat al-Baqarah (2) ayat 275
٥٧٢ ...وأحل ٱلله ٱلب يع وحرم ٱلر ب وا
Artinya: ..padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba... (Qs.Al baqoroh 275).
b. Hadits
Adapun landasan jual beli yang berasal dari hadits Rasulullah SAW
diantaranya adalah:
ال ب ي ع عن ت راض إنما
15Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta:Prenada Media Group,2012), hal.101
16Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi‟i, (Jakarta Selatan: Mizan Publika, 2008), hal. 528
17
Artinya: “Jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka.”17
ب عن رفاعة ب ن رافع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل: أي ال كس رور ( قال: ) عمل الرجل بيده, وكل ب ي ع أط يب . ، وصه ال اكم رواه ال ب زار مب
Artinya: Dari Rifa'ah Ibnu Rafi' bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling
baik?. Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang dengan
tangannya dan setiap jual-beli yang bersih." Riwayat al-
Bazzar. Hadits shahih menurut Hakim.18
c. Ijma’
Para ulama dan seluruh umat islam sepakat tentang dibolehkannya
jual beli, karena hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya.
Dalam kenyataan kehidpan seharu-hari tidak semua orang memiliki apa
yang dibutuhkan orang lain. Dengan jual beli, maka manusia saling
tolong menolong ekonomi akan berjalan dengan positif karena apa yang
mereka lakukan akan menguntungkan kedua belah pihak19
Ibnu Qudamah Rohimahu Allah menyatakan bahwa kaum
muslimin telah sepakat tentang diperolehkannya bay’ karena
mengandung hikmah yang medasar, yakni setiap orang pasti memiliki
ketergantungan terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain. padahal orang
lain tidak akan memberikan sesuatu yang ia butuhkan tanpa mendapat
kompensasi. Dengan disyariatkannya bay’ setiap orang dapat meraih
tujuannya dan memenuhi kebutuhannya.20
17 (HR. Abu Dawud No. 2999, Tirmidzi No. 1169, Ibnu Majah No. 2176 dari Abu Sa’id al-
Khudriy Ra.
18Indri, Hadis Ekonomi, hal. 159. 19Ahmad Wardi Muslich, fiqih muamalah, (Jakarta:AMZAH 2013), hal.173 20 Ibnu Qodamah: Al Mugni Jilid VI, hlm. 9
18
d. Qiyas
Bahwasanya semua syari’at Allah SWT yang berlalu mengandung
nilai filosofis (hikmah) dan rahasia-rahasia tertentu yang tidak diragukan
oleh siapapun. Jika memang memperhatikan kita akan menemukan
banyak sekali filosofis di balik pembolehan bay’. Diantaranya adalah
sebagai media/sarana bagi umat manusia untuk memenuhi
kebutuhannya, seperti makanan, sandang dan lain sebagainya. Kita tidak
dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa orang lain. ini semua akan
dapat terealisasi/terwujud dengan cara tukar-mrnukar (barter) harta
dengan kebutuhan hidup lainnya dengan oranglain,dan saling memberi
dan menerima antar sesame manusia agar kebutuhan dapat dipenuhi.21
2. Rukun jual beli
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun jual beli ini. Menurut
Hanafiyah, rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari
pembeli) dan qabul. Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli
hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.
Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit
diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang
menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual
beli, boleh tergambar dalam ijab dan qabul atau cara saling memberikan
barang dan harga barang (ta’athi). Sementara menurut Malikiyah, rukun
21 Abdullah Muhammad At Thayyar dll. Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan empat Madzhab.Yogyakarta: Maktabah Al Hanif. Cet 4, 2017. Hal 5
19
jual beli ada tiga, yaitu 1) ‘aqidain (dua orang yang berakad, yaitu penjual
dan pembeli); 2) ma’qud ‘alaih (barang yang diperjualbelikan dan nilai
tukar pengganti barang); dan 3) shighat (ijab dan qabul). Ulama Syafi’iyah
juga berpendapat sama degan Malikiyah di atas.22
Menurut jumhur ulama, jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya
jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab
dan qabul. Menurut fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang
kecil pun harus ijab qabul, tetapi menurut Imam Nawawi dan ulama
muta’akhirin Syafi’iyah, boleh jual beli barang-barang yang kecil dengan
tidak ijab qabul seperti membeli sebungkus rokok.23
Rukun jual beli menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal
yaitu24:
a. Pihak-pihak; yaitu pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian jual beli
terdiri atas penjuan dan pembeli, dan pihak lain yang terlibat dalam
perjanjian tersebut.
b. Obyek; objek jual beli terdiri dari benda yang berwujud dan benda
yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Syarat objekyang
diperjual belikan adalah sebagai berikut: barang yang dijual belikan
adalah barang yang diperjuabelikan harus ada, barang yang
diperjualbelikan harus dapat diserakan, barang yang dijualbelikan
22Hidayat, Enang. Fiqih Jual Beli. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015). Hal 17
23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Kencana Prenada
Media, 2013), Hal 102
20
harus memiliki nilai/harga tertentu, barang yang diperjualbelikan
harus halal, barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh
pembeli, kekhususan barang yang diperjualbelikan harusdiketahui,
penunjukkan dianggap memenuhi syarat langsug oleh pembeli tidak
memerlukan penjelasan lebih lanjut, dan barang yang dijual harus
ditunjukkan secara pasti pada saat akad, jual beli dapat dilakukan
terhadap: barang yang terukur menurut porsi, jumlah,berat, atau
panjang baik satuan atau keseluruhanbarang yang ditakar atau
ditimbang sesuai jumlah yang ditentukan. Sekaipun kapasitas dari
timbangan tida diketahui , dan satuan komponen dari barang yang
dipisahkan dari komponen lain yang telah terjual.25
c. Kesepakatan. Kesepakatan dapat dilakukan dengan tulisan, lisan dan
isyarat ketiganya memiliki mana hukum yang sama.
Adapun akad dibagi menjadi dua yaitu:
1) Akad dengan kata-kata dinamakan juga dengan ijab qabul, ijab
yaitu kata-kata yang diucapkan terlebih dahulu, dan qabul adalah
kata-kata yng di ucapkan kemudian.
2) Akad dengan perbuatan dinamakan juga dengan mu’athah.
Misalnya seorang yang pembeli memberikan uang kepada
penjual dan mengambil barang tersebut tanpa mengucap kata-
kata. Akan tetapi, di sisi lain ulama mazhab Syafi’i berpendapat
bahwa Bay’ mu’āṭah hukumnya adalah tidak sah. Hal tersebut
25 Ibid 103
21
didasari dengan alasan bahwa jual beli haruslah menggunakan
akad ijāb dan qabul antara penjual dan pembeli. Dengan akad
itulah akan terjadi kerelaan satu sama lain di antara pihak pembeli
dan penjual, sehingga jual beli menjadi sah hukumnnya.
Sedangkan Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli antara
lain yaitu26:
a. Shighat (Ijab qabul)
Ijab adalah peryataan yang disampaikan pertama oleh salah
satu pihak yang disampaikan menunjukan kerelaan, baik dinyatakan
si penjual maupun si pembeli. Sedangkan qabul adalah pernyataan
yang disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang
melakukan akad. Dari pengertian ijab dan qabul yang dikemukakan
oleh jumhur ulama dapat dipahami bahwa penentuan ijab dan qabul
bukan dilihat dari siapa dahulu yang menyatakan, melainkan dari
siapa yang memiliki dan siapa yang akan memiliki.
b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
Penjual yaitu pemilik harta yang menjual barangnya, atau
orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual
haruslah cakap dalam melakukan transaksi jual beli (mukallaf).
Pembeli yaitu orang yang cakap yang dapat mmbelanjakan hartanya
(uangnya). Penjual dan pembeli atau disebut juga „aqid adalah orang
yang melakukan akad.
26Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal. 114
22
c. Ma’qud Alaih (Objek akad)
Objek akad yaitu sesuatu yang dijadikan akad yang terdiri dari
harga dan barang yang diperjualbelikan.
3. Syarat Jual Beli dalam Islam
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama di atas adalah sebagai berikut :27
a. Syarat yang berhubungan dengan dua orang yang berakad (‘aqadain),
yaitu penjual dan pembeli.28
1) Mumayyiz, baligh dan berakal. Maka tidak sah akadnya orang gila,
orang yang mabuk, begitu juga akadnya anak kecil, kecuali terdapat
ijin dari walinya sebagaimana pendapat jumhur ulama. Hanafiyah
hanya mensyaratkan berakal dan mumayyiz, tidak mensyaratkan
baligh.
2) Tidak terlarang membelanjakan harta, baik terlarang itu hak darinya
atau yang lainnya. Jika terlarang ketika melakukan akad, maka
akadnya tidak sah menurut Syafi’iyah. Sedangkan menurut jumhur
ulama, akadnya tetap sah jika terdapat izin dari yang melarangnya,
jika tidak ada izin, maka tidak sah akadnya.
3) Tidak dalam keadaan terpaksa ketika melakukan akad. Karena
adanya kerelaan dari kedua belah pihak merupakan salah satu rukun
jual beli. Jika terdapat paksaan, maka akadnya dipandang tidak sah
27Ibid,. hal. 115-120
28Hidayat, Enang. Fiqih Jual Beli. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015). Hal 18
23
atau batal menurut jumhur ulama. Sedangkan menurut Hanafiyah,
sah akadnya ketika dalam keadaan terpaksa jika diizinkan, tetapi bila
tidak diizinkan, maka tidak sah akadnya.
b. Syarat yang berkaitan dengan objek akad.
Menurut Sayyid Sabiq, objek akad jual harus mempunyai kriteria
sebagai berikut:29
1) Benda tersebut suci dan halal (tidak boleh menjual barang yang
diharamkan, seperti miras, bangkai, bai dan patung).
2) Benda tersebut dapat dimanfaatkan (tidak boleh melakukan jual beli
ular dan anjing kecuali yang sudah terlatih yang digunakan untuk
berburu)
3) Benda tersebut milik yang melakukan akad jual beli (dilarang
menjual barang yang bukan miliknya walaupun itu milik istrinya
sendiri). Dalam ilmu fiqh hal ini disebut ba’i al-fudhuli.
4) Benda tersebut dapat diserahkan. (tidak boleh menjual barang yang
tidak dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang masih ada di air).
5) Benda tersebut diketahui bentuknya atau keberadaannya atau
spesifikasinya dan harganya juga sudah jelas.
6) Benda tersebut sudah diterima oleh pembeli.
29Sabiq, Sayyid. Penerjemah Kamaluddin A. Marzuki. Fikih Sunnah. (Bandung: PT
Alma’arif. 1987). hal 129
24
Syarat-syarat di atas pada prinsipnya sama dengan isi dari Pasal 76
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Menurut pasal tersebul, syarat
objek yang diperjualbelikan adalah30:
1) Barang yang dijualbelikan harus sudah ada.
2) Barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan.
3) Barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki
nilai/harga tertentu.
4) Barang yang dijualbelikan harus halal
4. Macam-Macam Jual beli
Jumhur fuqaha membagi jual beli sebagai berikut:31
a. Ditinjau dari segi sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya jual beli terbagi dua bagian yaitu jual beli
shahih dan jual beli ghair shahih. Pengertian jual beli shahih adalah jual
beli yang tidak terjadi kerusakan, baik pada rukun dan maupun syaratnya.
Pengertian ghair shahih adalah jual beli yang tidak dibenarkan sama
sekali oleh syara’, dari definisi tersebut dapat dipahami jual beli yang
syarat dan rukunnya tidak terpenuhi sama sekali atau rukunnya terpenuhi
tetapi sifat atau syaratnya tidak terpenuhi. Seperti jual beli yang
dilakukan oleh orang yang memiliki akal yang sempurna, tetapi barang
yang dijual masih belum jelas.
30 Kompilasi Hokum Ekonomi Syariah 31 Rozalinda Ek, Fikih onomi Syariah Prinsip dan Implementasinya Pada Sektor Keuangan
Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 71-83
25
Apabila rukun dan syaratnya tidak terpenuhi maka jual beli tersebut
disebut jual beli yang batil. Akan tetapi, apabila rukunnya terpenuhi
tetapi ada sifat yang dilarang maka jual belinya disebut jual beli fasid. Di
samping itu, terdapat jual beli yang digolongkan
Kepada ghair shahih yaitu jual beli yang rukun dan syaratnya
terpenuhi, tetapi jual belinya dilarang karena ada sebab diluar akad.
b. Dilihat dari segi shighatnya
Dilihat dari shighatnya jual beli dapat dibagi menjadi dua yaitu: jual
beli mutlaq dan ghair mutlaq. Pengertian dari jual beli mutlaq adalah jual
beli yang dinyatakan dengan shighat yang bebas dari kaitannya dengan
syarat dan sandaran kepada masa yang akan datang. Sedangkan jual beli
ghair mutlaq adalah jual beli yang shighatnya atau disandarkan kepada
masa yang akan datang.
c. Dilihat dari segi hubungannya dengan objek jual beli
Ada tiga macam jual beli yang dapat dilihat dari segi objeknya yaitu
:
a) Muqayyadhah adalah jual beli barang dengan barang, seperti jual
beli binatang dengan binatang, disebut dengan barter.
b) Sharf adalah tukar menukar emas dengan emas, dan perak dengan
perak, atau menjual salah satu dari keduanya dengan lain (emas
dengan perak atau perak dengan emas). Dalam jual beli sharf (uang)
yang sejenisnya sama disyaratkan hal-hal sebagai berikut yaitu:
26
1) Kedua jenis mata uang yang ditukar tersebut harus sama
nilainya.
2) Tunai.
3) Harus diserahterimakan di majelis akad. Apabila keduanya
berpisah secara fisik sebelum uang yang ditukar diterima maka
akan menjadi batal.
c) Muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang.
d. Ditinjau dari segi alat pembayaran. Jual beli ini dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu:
1) Jual beli tunai dengan penyerahan barang dan pembayaran
langsung.
2) Jual beli dengan pembayaran tertunda (bai muajjal), yaitu jual beli
yang penyerahan barang secara langsumg (tunai) tetapi pembayaran
dilakukan kemudian dan bisa dicicil.
3) Jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery),
meliputi:
a) Jual beli salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai
di muka atas barang yang dipesan (biasanya produk pertanian).
b) Jual beli istishna’, yaitu jual beli yang pembelinya membayar
tunai atau bertahap atas barang yang dipesan (biasanya produk
manufaktur) dengan spesipikasi yang harus diproduksi dan
diserahkan kemudian.
27
c) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-
sama tertunda
d) Barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli.
e) Kekhususan barang yang dijualbelikan harus diketahui.
f) Penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang
yang dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli.
g) Sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli
tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.
h) Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu
akad.
e. Jual Beli Yang Dilarang dan Batalnya
1) Jual beli yang di larang dalam Islam senantiasa memperlihatkan
aspek-aspek keadilan dari masing-masing pihak baik penual maupun
pembeli sedangkan jual beli yang batal hukumnya adalah jual beli
yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
2) Adapun Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai
berikut:32
a) Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi,
berhala, bangkai, dan khamar.
b) Jual beli sperma (mani hewan, seperti mengawinkan seekor
domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan).
32 Suhendi, hendi.. Fiqh muamalah.( Jakarta:raja grafindo persada, 2014)
28
c) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut
induknya. Jual beli ini dilarang, karena barangnya belum ada
dan tidak tampak.
d) Jual beli muhaqallah balaqah berarti tanah, sawah, dan kebun,
maksud muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang
masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada
prasangka riba di dalamnya.
e) Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang
belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang
masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya.
Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam
artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang
atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.
f) Jual beli dengan muammasah, yaitu jual beli secara sentuh
menyentuh, misalka seseorang menyentuh sehelai kain dengan
tangannya diwaktu malam atau siang hari, kama orang yang
menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang
karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan
menimbulkan kerugian bagi saalah satu pihak.
g) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-
melempar, seperti seseorang berkata,”lemparkan kepadaku apa
yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang
ada padaku”. setelah terjadi lempar-melempar, terjadilah jual
29
beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada
ijab dan kabul.
h) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah
dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan
bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo
sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
i) Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.
Menurut Syafi’i penjualan seperti ini engandung dua arti, yang
pertama seperti seseorang berkata ”kujual buku ini seharga $ 10
dengan tunai atau $ 15 dengan cara utang”. arti kedua ialah
seperti seseorang berkata “aku jual buku ini kepadamu dengan
syarat kamu harus menjual tamu padaku”.
j) Jual beli dengan syarat iwadh mahjul, jual beli seperti ini
hampir sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga,
hanya saja disini dianggap sebagai syarat, seperti seseorang
berkata, “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan
syarat kamu mau menjual mobilmu padaku”. lebih jelasnya, jual
beli ini sama dengan jual beli dua harga arti yang kedua menurut
al-syafi’i.
k) Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada
kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang
masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya
kelihatan bagus tetapi di bawahnya jelek.
30
l) Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual,
seperti seseorang menjual sesuatu dari A menjual seluruh
pohon-pohonan yang ada kebunnya, kecuali pohon pisang. Jual
beli ini sah sebab yang dikecualikannya jelas, namun bila yang
dikecualikannya tidak jelas (majhul), jual beli tersebut batal.
m) Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini
menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan
pembeli. Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang
membeli sesuatu dengan takaran dan telah diterimanya,
kemudian ia menjual kembali maka ia tidak boleh menyerahkan
kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama sehingga ia
harus menakarnya lagi untuk pembeli yang kedua itu.
B. Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat 2
menjelaskan bahwa Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.33 Dalam bertransaksi jual beli sering konsumen berada di
bawa tekanan dari penjual tanpa bisa menolak suatu ketentuan dari penjual,
oleh karena itu di bentuklah Undang-undang Perlindungan konsumen.
33 Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
31
1. Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen menurut AZ. Nasution adalah
‟bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-
kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen‟. Hukum konsumen diartikan
sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan
dengan barang dan atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.34
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai
contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai
tanda pemberitahuan kepada konsumen. Asas – asas dan kaidah-kaidah
hokum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen dalam
berbagai bidang hukum, baik perdata, pidana maupun administrasi
Negara. Perlindungan konsumen terkait erat dengan perlindungan
hukum jadi perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Pasal 1
Undang-Undang Perlindungan Perlidungan Konsumen merupakam
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.
34Az.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,ctk.Pertama, Daya
Widya, Jakarta,1999, hlm. 64-65
32
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Diberlakukannya hukum perlindungan konsumen bertujuan
sesuai yang tertera dalam pasal 3 UU No. 8 Th 1999 tentang Perlindungan
konsumen yakni.35
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
35 Pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia tahun 1999 NO.8 tentang Perlindungan
konsumen.
33
Di dalam tujuan perlindungan konsumen yang dituangkan pada
pasal 3 UUPK ini merupakan isi pembangunan nasional, karena tujuan
perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sarana akhir yang
harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum
perlindungan konsumen. Di dalam setiap Undang-Undang pastilah
memiliki tujuan khusus, begitu pula dengan UUPK yang mengatur
tujuan khusus perlindungan konsumen.36
3. Hak Konsumen
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan
hukum, oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek
hukum. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya
identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak
konsumen. Secara umum, ada empat hak dasar dari konsumen yaitu hak
untuk mendapatkan informasi, hak untuk mendapatkan keamanan, hak
untuk memilih dan hak untuk didengar.37
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak
dan kewajiban. Pengetahuan mengenai hak dan kewajiban sangat
penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan
mandiri. Hal ini bertujuan jika dihadapi adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu dan dapat
36 Ahmad, Miru dan Sutarman, Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta
:Rajawali Pers, 2014), hlm.34. 37 Celina, Tri Siwi Kristina, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika,
2011), hlm.30
34
bertindak untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain,
konsumen tidak hanya bisadiam dan menerima nasib saja.38
Di Indonesia, hak-hak konsumen telah terkandung dalam pasal 4
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:39
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan / atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang
dan / atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya
penyelesaian konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta
tidak deskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian,
apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai denganperjanjian
atau sebagaimana mestinya;
38 Happy, Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta Selatan :Transmedia
Pustaka, 2008), hlm.22.
39 Pasal 4 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
35
i. Hak – hak yang diatur dalam peraturan perundang – undangan
lainnya.
1. Kewajiban Konsumen
Konsumen memiliki hak yang dapat diberikan apabila kewajibannya
sebagai konsumen telah terpenuhi, adapun mengenai kewajiban konsumen
dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni sebagai berikut:
a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa;
c. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Kewajiban konsumen yang diatur di dalam UUPK merupakan hal
yang penting. Adapun pentingnya kewajiban ini dikarenakan sering pelaku
usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk,
namun konsumen tidak membaca peringatan yang disampaikan kepadanya.
Dengan pengaturan ini memberikan konsekuensi kepada konsumen apabila
ia tidak mengikuti peringatan yang diberikan maka ia harus menanggung
sendiri kerugian yang terjadi.40
40 Ahmad, Miru dan Sutarman, Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta :Rajawali
Pers, 2014), hlm.48.
36
2. Hak pelaku usaha
Hak dan kewajiban pelaku usaha menjadi salah satu yang terpenting
juga dikarenakan untuk memberikan kepastian hukum yang sesuai dengan
tujuan perlindungan konsumen. Adanya hak dan kewajiban tersebut juga
bermaksud untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha dan untuk
menciptakan pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan
konsumen.41
Berdasarkan UUPK pasal 6 mengatur mengenai hak pelaku usaha,
yaitu42
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
41 Happy, Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta Selatan :Transmedia
Pustaka, 2008), hlm 34 42 Undang Undang Republik Indonesia Tahun 1999 NO.8 Tentang Perlindungan
Konsumen.
37
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
3. Kewajiban Pelaku Usaha
Selain memiliki hak tentunya pelaku usaha juga memiliki kewajiban
yang harus dilakukan, yakni: 43
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
43 Undang Undang Republik Indonesia tahun 1999 NO.8 tentang Perlindungan
konsumen.
38
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Di dalam undang-undang perlindaungan konsumen pelaku usaha
diwajibkan untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,
sedangkan konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa. Dalam hal ini, itikad baik sangat ditekankan
kepada pelaku usaha karena semua tahapan yang ada dimulai dari
pembuatan barang sampai pada penjualan barang tersebut, pelaku usaha
harus beritikad baik agar barang dan/atau jasa tersebut tidak menimbulkan
kerugian44.
4. Asas Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen diselenggarakan bersama berdasarkan lima
asas yang sesuai dengan pembangunan nasional, yaitu:45
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamantkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
b. Asas keadilan maksudnya agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
44 Celina, Tri Siwi Kristina, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : SinarGrafika,
2011), hlm.44.
45Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada). Hal 192
39
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan maksudnya perlindungan konsumen memberikan
kesimbangan antara konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti
materiil maupun spiritual.
d. Asas keselamatan dan keamanan konsumen, yaitu untuk memberikan
jaminan keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan dan pemakaian, serta pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum maksudnya agar pelaku usaha dan kosumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
40
BAB III
PRAKTIK PENGALIHAN SISA UANG BELANJA DENGAN PERMEN DI
SWALAYAN BC MART 1 SALATIGA
A. Gambaran Umum Swalayan BC Mart 1 Salatiga
1. Letak Geografis Kota Salatiga
Kota Salatiga merupakan kota kecil yang terletak di antara Kota
Semarang dan kota Surakarta, pada dasarnya wilayah Salatiga dikelilingi
wilayah Kabupaten Semarang. Selain itu kota Salatiga terletak tepat di daerah
cekungan, kaki Gunung Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain:
Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong..
Wilayah Kota Salatiga berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Semarang, adapaun batas-batas wilayahnya adalah di sebelah Utara kota
Salatiga berbatasan dengan Kecamatan Pabelan: Desa Pabelan, Desa Pejaten,
Kecamatan Tuntang: Desa Kesongo, Desa Watu Agung. Sedangkan dari
sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan Pabelan: Desa Ujung-ujung,
Desa Sukoharjo, Desa Glawan, Kecamatan Tengaran: Desa Bener, Desa
Tegalwaton, Desa Nyamat. Di sebetah Selatan berdampingan dengan
Kecamatan Getasan: Desa Sumogawe, Desa Sa-mirono, Desa Jetak,
Kecamatan Tengaran: Desa Patemon, Desa Karang Duren. Dan pada sebelah
Barat terdapat Kecamatan Tuntang: Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa
Sraten, Desa Gedangan, Kecamatan Getasan: Desa Polobog.46
46 Https://Salatiga.Go.Id/Keadaan-Geografis, Di Akses Pada Tanggal 10 Januari 2020
41
Kota Salatiga, meskipun kota kecil namun kota tersebut memiliki
berbagai penggerak perekonomiannya dan banyaknya pendapata daerah.
Misalnya terdapat dua perguruan tinggi besar di kota ini yakni IAIN Salatiga
dan UKSW Salatiga, selsin itu masih banyak legi perguruan tinggi swasta
lainnya.
Selain pergutuan tinggi terdapat pula berbabgai kegiatan penggerak
perekonomian Kota Salatiga misalnya dengan adanya pasar, supermarket
Mini market dan masih banyak lagi.
2. Profil Swalayan BC Mart 1 Salatiga
Di masa ini, sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja
kebutuhan pokok di swalayan, supermarket atau mini market, karena di
anggap lebih mudah, tanpa menawar dan tempatnya yang bersih. Meskipun
tidak semua kebutuhan tersedia, namun hampir kebutuhan pokok dapat
dijumpai di berbagai swalayan yang ada.
Dengan berubahnya sistem daya jual beli masyarakat banyak memilih
ke swalayan, maka bermunculan pula swalayan-swalayan baru yang mulai
berdiri di masa kini. Hampir di semua tempat baik di kota maupun di
pedesaan sekalipun kini terdapat swalayan yang mudah ditemui, tak
terkecuali di Kota Salatiga banyak swalayan-swalayan yang sudah berdiri
baik lama maupun yang baru. Hampir sebagian besar kegiatan perekonomian
Kota Salatiga terjadi di pusat Kota Salatiga yakni di sepanjang Jl. Jendral
Sudirman. Di sepanjang jalan tersebut terdapat berbagai macam swalayan
hingga pasar tradisional semua dapat ditemui.
42
Selain di pusat kota kegiatan perekonomian juga dapat di temui di
berbagai tempat salah satunya swalayan yang berdiri di tempat yang strategis
di luar pusat kota yakni Swalayan BC Mart 1 Salatiga yang terletak di wilayah
sekolah.
Swalayan BC Mart 1 Salatiga dibangun pada tahun 2011 dan mulai
beroperasi atau mulai melakukan kegiatan jual beli pada tahun 2012 dengan
kepemilikan oleh SMK Diponegoro Salatiga.
Tujuan utama didirikannya BC Mart Salatiga adalah untuk
laboratorium penjualan bagi para siswa di SMK Diponegoro Salatiga, Namun
dengan berjalannya waktu BC Mart menjadi swalayan untuk
Swalayan BC Mart merupakan salah satu swalayan yang berada di
Kota Salatiga, tepatnya berada di samping SMK Diponegoro dan juga Mts
NU Salatiga di Jalan Kartini No. 2 Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo Kota Salatiga.
Pada awalnya, hanya didirikan satu swalayan BC Mart saja, tetapi
melihat bertambahnya konsumen dan kebutuhan tempat laboratorium
penjualan untuk para siswa SMK Diponegoro Salatiga, akhirnya didirikan
lagi dua swalayan BC Mart Salatiga yang berada di Jalan Nakula Sadewa No.
17B Dukuh Sidomukti Kota Salatiga.
3. Produk yang dijual di BC Mart 1 Salatiga
Produk yang dijual di Swalayan BC Mart 1 Salatiga adalah berbagai
jenis produk mulai dari bahan makanan, kosmetik, peralatan rumah tangga,
dan berbagai jenis makanan ringan dan peralatan bayi.
a. Bahan Pokok
43
Dari berbagai produk yang dijual di Swalayan BC Mart 1 Salatiga
tentunya terdapat produk - produk kebutuhan pokok terutama kebutuhan
pangan seperti beras, mie instan, gandum, telur, minyak goreng, roti.
Selain itu terdapat pula bumbu yang sangat diperlukan untuk perlengkapan
membuat makanan.
Selain bahan pokok pangan, Swalayan BC Mart 1 Salatiga juga menjual
kebutuhan pokok yang lain seperti AMDK (air minum dalam kemasan),
gas elpigi, kebutuhan wanita dan masih banyak lagi.
b. Alat Kosmetik
Dimasa kini kebutuhan kecantikan hampir sejajar dengan kebutuhan
pokok karena hampir seluruh perempuan menggunakannya hingga produk
- produk kecantikan kini tidak hanya sebagai kebutuhan sekunder. Maka
dari itu di Swalayan BC Mart 1 Salatiga juga menjual produk - produk
kecantikan dari berbagai merk yang ada, di Swalayan BC Mart 1 Salatiga
sendiri menjual produk kecantikan mulai dari pelembab wajah, pembersih
wajah, lulur, lipstick, bedak, mascara, lotion, deodorant, minyak wangi,
dan lain sebagainya.
c. Peralatan Sehari-hari
Selain produk produk diatas Swalayan BC Mart 1 Salatiga juga
menjual peralatan sehari-hari seperti peralatan dan perlengkapan mandi
yakni sabun, shampoo, sikat gigi, masker rambut. Ada juga peralatan dan
perlengkapan mencuci baju dan mencuci piring, mulai dari detergen, sabun
colek, sikat dan sabun cuci, serta lain sebagainya.
44
Barang kebutuhan sehari - hari lainnya adalah perlengkapan
kebersihan rumah seperti sapu, alat pel, kemonceng, pembersih kaca dan
masih banyak lagi.
4. Stuktur Organisasi
a. Manager : Bapak Sumarno
b. Admin : M. Yusuf ,S.H.
c. Kasir : 1. Ayu
2. Fitri
d. Pramuniaga : 1. Pak Tri
2. Vivi
3. Puput
4. Mas Ipang
5. Tugas dan Wewenang Pegawai Swalayan BC Mart 1 Salatiga
Agar terbentuknya suatu koordinasi yang baik antar pekerja maka perlu
di berikan tugas dan wewenang masing-masing sehingga tidak terjadi
kekacauan dalam melaksanakan kegiatan jual beli. di Swalayan BC Mart 1
Salatiga juga melakukan hal serupa dengan membaikan tugas masing-masing
karyawan, yakni sebagai berikut:
a. Tugas dan wewenang Menejer
Tugas Dan wewenang Menejer Swalayan BC Mart 1 Salatiga antara
lain:
1) Mengatur dan mengawasi jalannya kegiatan jual beli
45
2) Merekrut dan melatih pegawai serta mengawasi kinerja pegawai agar
dapat bekerja efektif sesuai tugas masing-masing.
3) Bertanggung jawab dalam mencapai target penjualan.
4) Menjamin tidak ada produk yang “out of stock” yakni persediaan
barang yang kurang dari ketentuan atau persediaan barang telah
kosong.
5) Mengontrol investasi peusahaan.
6) Mengontrol faktur, harga jual dan label harga.
b. Tugas Administrasi
Tugas Dan wewenang Menejer Administrasi BC Mart 1 Salatiga
antara lain:
1) Melakukan input atau pemasukan data penjualan yang telah di
lakukan.
2) Membuat laporan laba rugi Swalayan BC Mart 1 Salatiga
3) Membuat laporan rutin mengenai persediaan barang.
c. Tugas Kasir
Tugas Dan wewenang Kasir Swalayan BC Mart 1 Salatiga antara lain:
1) Melakukan transaksi penjualan dan pembayaran.
2) Melakukan pencataan atas semua transaksi.
3) Melakukan proses transaksi pelayanan jual beli.
d. Tugas Pramuniaga
46
Tugas Dan wewenang Pramuniaga Swalayan BC Mart 1 Salatiga
antara lain:
1) Memeriksa barang yang kosong.
2) Merapikan barang.
3) Memeriksa dan mengontrol barang yang rusak.
4) Memajang barang sesuai FIFO (first in first out) yang pertama masuk
yang pertama keluar, maksudnya adalah barang yang datang terlebih
dahulu harus di jual terlebuh dahulu juga, agar terhindar dari barang
yang akan kadaluarda atau expired.
5) Mempelajari dan mengenali barang.
6) Memberikan service terbaik kepada pelanggan.
B. Pandangan Konsumen, Kasir Dan Menejer Swalayan BC Mart 1
Salatiga Tentang Praktik Pengalihan Kembalian Uang Sisa Belanja
Dengan Permen
Praktik ini terjadi ketika para konsumen Swalayan BC Mart 1
Salatiga mengambil barang yang dibutuhkannya dan membayarnya di kasir
selanjutnya jika jumlah uang belanja konsumen masih tersisa maka akan di
kembalikan. Jika uang kembalian masih bernilai besar akan diberi
kembalian uang Rupiah sebagaimana mestinya, namun apabila masih
kurang dan ada kembalian uang yang bernilai kurang dari Rp. 500,- akan
dialihkan dengan permen. Yakni ketika konsumen membeli barang
belanjaan dengan jumlah total Rp. 11.700,- dan membayar dengan uang Rp.
15.000,- maka pihak kasir (jika tidak ada uang receh atau koin) maka akan
47
di kembalikan dengan nominal Rp.3000 dan dengan tambahan beberapa
permen sebagai pengganti atau pengalihan uang Rp 300,- yang tidak
tersedia.
1. Konsumen BC Mart 1 Salatiga
Praktik tersebut diungkapkan oleh beberapa konsumen BC Mart 1
Salatiga yang penulis wawancarai beberapa waktu lalu. Seorang pelajar A
mengatakan bahwa,
“pernah mbak, ya terima aja mba, mau gimana? Hehe, masih
mending mba dikasih permen daripada ndak dikembaliin hehe”47
Konsumen mengatakan pernah menerima kembalian berupa permen
dan menerimanya di karenakan hal tersebut lebih baik dari pada di bulatkan
harganya sehingga mereka tidak mendapat kembalian. Selain pernyataan
dari A, peneliti juga mewawancara seorang ibu Y yang merupakan ibu
rumah tangga beliau mengungkapkan:
“iya mbak sering, saya soalnya belanja disini setiap hari, iya sering
dapet permen mbak. Nggak papa mbak jumlahnya juga nggak banyak”48
Ibu Y mengatakan beliau menerima kembalian berupa permen
karena jumlah uang yang di gantikan dengan permen bukanlah jumlah yang
banyak sehingga beliau tidak merasa di rugikan dengan adanya praktik
tersebut. Seorang konsumen F menyatakan pendapat yang sama dengan ibu
Y, yang merelakan uang mereka dialihkan menjadi permen dengan alasan
yang sama.ibu F mengatakan
47 Adel, konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga. 11 2019 48 Yuliani, konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 11 2019
48
“iya dek sering dapet permen, kalau sama anak saya langsung saya kasih
anak saya dek, tapi kalau ndak kadang ndak saya ambil. Kan juga banyak
swalayan yang kaya gitu dek mungkin susah nyari recehan.”49
Hal serupa juga disampaikan oleh R yang tidak keberatan dengan
adanya praktik tersebut, bahkan ia juga mengatakan jika terkadang permen
tersebut tidak ia ambil.
“iya mbak ini dapet kembalian permen, saya terima sih mbak, kan nggak
banyak juga, kalo banyak ya pasti protes mbak.”50
Berbeda pendapat dengan konsumen di atas, seorang konsumen S
mengungkapkan bahwa ia sering mendapat permen, tetapi ia sebenarnya
tidak rela karena konsumen S sangat sering mendapatkannya. Konsumen S
berpendapat bahwa dialihkannya dengan permen sama saja konsumen
membeli permen tersebut dengan uang sisa belanja mereka, dan konsumen
S juga mengatakan jika baginya uang recehan sangat berguna.
“kadang terima kadang enggak mbak soale kadang permennya itu kayaknya
ndak sesuai duitnya mbak, aku lebih seneng kalau dikembalikan duit mbak
dari pada permen, recehan kan bisa dicelengi”51
Seorang konsumen D juga mengungkapkan bahwa beliau tidak
setuju dengan praktik pengalihan uang kembalian dengan permen tersebut,
beliau berpendapat:
“nggak setuju sih mbak, jelas lebih milih uangnya saya mbak, kalo dikasih
permen itu bukan kembalian mbak, kan kita bayar paken uang, kalo menurut
saya kita di paksa beli permenya mbak.”52
49 Fathonah, Konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga, 11 Desember 2019 50 Rohmah, Konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 11 Desember 2019 51 Sani, Konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 11 Desember 2019 52 Dini, Konsumen, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 11 Desember 2019
49
2. Kasir Swalayan BC Mart 1 Salatiga
Wawancara yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu di
Swalayan BC Mart 1 Salatiga dengan informan berinisial A selaku Kasir di
Swalayan BC Mart 1 Salatiga saat penulis melakukan penelitian sedang
bertugas, mengatakan bahwa:
“iya mbak benar, kami kasir memang melakukan pengembalian
dengan permen, jika uang receh persediaan kami habis mbak, itu memang
kami di suruh seperti itu mbak sama pak kepala toko. Selama saya kerja
disini selama dua (2) tahun tidak banyak yang protes mbak, yang paling
sering protes itu emak - emak mbak biasanya, paling marah - marah sambil
pergi mbak. Kalau masalah hukumnya saya ndak tau mbak peraturannya,
saya cuma ngikutin peraturan kerja disini mbak.53
Dari wawancara dengan kasir di atas jelas mengatakan bahwa benar
Swalayan BC Mart 1 Salatiga melakukan praktik pengalihan uang sisa
belanja dengan permen, namun kembalian dengan permen tersebut tidak
langsung dilakukan sejak awal, melainkan ketika persediaan uang receh dari
Swalayan BC Mart 1 Salatiga telah habis. Kasir Swalayan BC Mart 1
Salatiga juga mengungkapkan bahwa selama ia bekerja tidak ada protes
yang berarti, dengan adanya praktik pengaihan uang sisa belanja dengan
permen tersebut.
Pihak kasir juga mengatakan bahwa sebenarnya tidak langsung
memberi kembalian dengan permen tetapi pihak Swalayan BC Mart 1
Salatiga juga menyediakan stok kembalian uang receh, hanya saja kadang
53 Ayu, Kasir, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 21 Desember 2019
50
tidak mencukupi sehingga dialihkan dengan permen, berikut jawaban kasir
ketika peneliti menanyakan tentang berapa stok uang recehan yang ada di
kasir.
“Tidak mesti mbak jumlah uang receh stok kembalian kami sekitar
Rp. 70.000,- biasanya, mba tapi itu uang koin keseluruhan ada Rp. 1000,
Rp. 500, Rp.200 dan Rp.100,-”54
Pihak Swalayan BC Mart 1 Salatiga menyediakan kembalian uang
recehan tetapi tidak mencukupi, dan terpaksa mengembalikan uang receh
tersebut dengan permen permen itu.
3. Manager Swalayan BC Mart 1 Salatiga
Wawancara yang penulis lakukan beberapa waktu lalu di Swalayan
BC Mart 1 Salatiga dengan responden Bapak Sumarno selaku Manajer
Swalayan BC Mart 1 Salatiga beliau mengatakan bahwa:
“iya benar, Swalayan BC Mart 1 Salatiga memang melakukan
kembalian uang sisa dengan permen, tetapi hanya dalam nominal kecil,
pihak kami memang memutuskan untuk menyediakan beberapa bungkus
permen untuk stok jika tidak ada kembalian uang recehan terutama uang
Rp. 100,- dan Rp. 200,-. Sebenarnya kami juga menyediakan uang recehan
tersebut tapi pada praktinya kan uang receh itu sekarang sudah sulit di
dapatkan, jadi jika persediaan uang reehan itu telah habis pihak kasir akan
menggunakan permen tersebut sebagai pengganti. Kasir kami pernah
mengatakan jika memang ada beberapa konsumen yang memprotes, jika
memang tidak mau di beri kembalian berupa permen maka konsumen
tersebut harus sabar menunggu pihak kami mencari uang recehan terlebih
dahulu, atau pihak konsumen menyediakan uang sendiri. Tapi sejauh ini
hanya ada beberapa yang protes dan tidak ada yang mau menunggu kasir
kami mencarikan recehan.55
54 Ayu, Kasir, Wawancara. Swalayan BC Mart 1 Salatiga 21 2019 55 Sumarno.Manager Swalayan BC Mart 1 Salatiga, Wawancara.5 november 2019
51
Manajer Swalayan BC Mart 1 Salatiga membenarkan praktik
pengalihan sisa uang belanja dengan permen. Dengan alasan sulitnya
mencari uang recehan dengan nominal rendah dan konsumen yang tidak
sabar untuk menunggu apabila persediaan kembalian uang receh di kasir
telah habis dan harus mencarikannya terlebih dahulu.
Manajer mengatakan pihak Swalayan BC Mart 1 Salatiga tentu
menyediakan uang recehan tetapi pada praktiknya itu tidak dapat memenuhi
seluruhnya, sehingga di ambil langkah untuk mengalihkan uang receh
tersebut dengan permen.
52
BAB IV
PRAKTIK PENGALIHAN SISA UANG BELANJA DENGAN PERMEN
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG- UNADANG NO 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS SWALAYAN BC MART 1 SALATIGA)
A. Praktik Pengalihan Uang Sisa Belanja Dengan Permen di Swalayan BC
Mart 1 Salatiga
BC Mart 1 Salatiga merupakan swalayan yang menggunakan sistem
seperti swalayan pada umumnya, yang mengutamakan kepuasan konsumen.
Prinsip jual beli juga menggunakan sistem pada umumnya dan sejak berdiri BC
Mart 1 Salatiga tidak menerima keluhan apapun dari konsumen.
Namun, sebenarnya ada satu praktik yang menyita perhatian peneliti,
yakni adanya kembalian sisa belanja dengan permen. Praktik tersebut sering
dilakukan ketika tidak ada kembalian uang recehan, terutama uang receh yang
nominalnya rendah yakni uang senilai Rp. 100,- dan Rp. 200.-. Sebenarnya
tidak hanya di BC Mart 1 Salatiga saja praktik ini hampir sering ditemui di
berbagai minimarket maupun supermarket, dengan alasan sulit ditemui uang
dengan nilai rendah tersebut.
Swalayan BC Mart 1 Salatiga melakukan praktik pengalihan uang sisa
belanja dengan permen dengan alasan sulitnya mendapatkan uang recehan
sehingga pihak Swalayan BC Mart 1 Salatiga mencari alternatif yang lebih
mudah yakni dengan permen, harga permen sendiri beragam dan ada beberapa
53
yang tidak sesuai dengan kembalian yang seharusnya. Selain karena sulitnya
mendapatkan uang recehan, praktik tersebut juga dilakukan karena jika
memang harus mencari dan menukarkan uang terlebih dahulu maka pelanggan
harus sabar menunggu pegawai yang mencarikan uang kembalian terlebih
dahulu dan akan memperberat kerja pegawai dan kasir Swalayan BC Mart 1
Salatiga.
Dialihkannya uang kembalian dari uang receh ke permen karena
permen dianggap yang paling mendekati dengan nilai uang recehan tersebut,
meski ada harga yang tidak sesuai dengan permen, namun permen yang paling
dekat nilainya meski tidak selalu tepat sama.
Praktik pengalihan sisa uang belanja terjadi apabila ketersediaan uang
kembalian recehan di swalayan BC Mart 1 Salatiga telah habis, maka pihak
kasir mengalihkan uang recehan tersebut dengan permen yang memiliki nilai
yang hampir sama. Apabila kembalian Rp. 300,- akan dialihkan dengan 3 butir
permen.
Praktik pengalihan sisa uang belanja dengan permen dilakukan apabila
konsumen membeli barang belanja yang mereka butuhkan dan praktik ini
terjadi di meja kasir. Apabila konsumen tersebut membayar dengan uang yang
lebih dan membutuhkan kembalian, contohnya ketika konsumen membeli
barang dengan total harga Rp. 12.700,- dan menyerahkan uang kepada kasir
sebanyak Rp 15.000,- maka jika tidak ada uang recehan kasir akan
mengalihkan uang receh tersebut dengan permen dan konsumen tersebut akan
54
mendapatkan kembalian sebanyak Rp. 2000,- dan dengan tambahan beberapa
permen biasanya 2 buah.
Pada praktiknya pengalihan sisa uang belanja dengan permen ini
menggunakan permen yang berharga sangat murah seperti permen yang tidak
ber mrek, atau permen yang murah lainnya biasanya permen seperti permen
suguz dan permen Pindy Susu permen Lunak. Dalam hal ini dapat di lihat
dalam satu bungkus permen Pindy Susu permen Lunak satu bungkus berharga
Rp. 6.500,- dengan isi 50 buah permen. Apabila degan kembalian yang
seharusnya Rp. 300.- namun dialihkan dengan permen hingga konsumen
mendapat permen sebanyak 2 buah, maka satu buah permen di hargai Rp. 150,-
. Padahal jika di hitung dengan harga awal permen maka satu buah permen
berharga Rp. 130,-. Dengan begitu maka Swalayan BC Mart mendapat
keuntungan Rp. 20,- per buah permen. Jadi pada setiap bungkus pihak
Swalayan mendapatkan keuntungan dari pengalihan sisa uang belanja dengan
permen tersebut sebanyak Rp. 1000.-.
Konsumen Swalayan BC Mart 1 Salatiga mengungkapkan bahwa
beberapa dari mereka mengetahui praktik yang dilakukan oleh Swalayan BC
Mart 1 Salatiga tersebut sebagian dari mereka tidak keberatan dengan praktik
tersebut karena total nilai yang digantikan dengan permen tidak banyak dan
tidak merasa dirugikan.
Sebagian ada yang mengatakan tidak rela atas praktik yang dilakukan
oleh Swalayan BC Mart 1 Salatiga karena meski jumlahnya tidak banyak,
55
namun sering dilakukan dan konsumen merasa dirugikan, namun pendapat
yang mengungkapkan hal ini tidak banyak.
Konsumen yang merelakan uangnya menganggap bahwa praktik
tersebut sudah menjadi wajar di masyarakat sekarang karena sulitnya mencari
uang recehan tersebut.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui alasan yang paling
banyak diungkapkan, alasan tersebut dapat di bagi dua bagian. Alasan kerelaan
konsumen dan alasan konsumen yang kurang setuju dengan adanya praktik
pengalihan sisa uang belanja diganti dengan permen. Alasannya sebagai
berikut:
Alasan yang merelakan sisa uang belanja dialihkan dengan permen
menganggap bahwa dialihkannya sisa uang belanja dengan permen merupakan
suatu hal yang lumrah, karena memang sulit mencari uang recehan, alasan
mendapat uang recahan adalah lumrah karena banyak mini market atau
swalayan yang melakukan praktik serupa seperti yang diungkapkan oleh
konsumen.
Merelakan uangnya dialihkan dengan permen karena jumlah yang
dialihkan sedikit, kurang dari Rp 1000,-. Alasan ini merupakan alasan paling
banyak kenapa para konsumen memilih untuk menerima kembalian dengan
permen tersebut, karena sebagian dari mereka tidak merasa dirugikan dengan
adanya praktik tersebut.
56
Dialihkannya uang sisa belanja dengan permen lebih baik dari pada
dibulatkan harganya, sehingga uang tidak kembali dan tidak mendapatkan
pengganti.
Sedangkan alasan yang tidak rela uang sisa belanja di ganti dengan
permen, karena tidak seharusnya uang di ganti dengan permen, sama saja
seperti membeli karena permen diberi harga Rp 100 per biji. Alasan
selanjutnya adalah meskipun uang receh tetap masih berguna bagi sebagian
konsumen. bagi sebagian konsumen, uang receh bagi mereka masih sangat
berharga, meski sedikit nilainya tetapi masih dapat digunakan untuk hal
lainnya. Sehingga mereka tidak setuju dengan adanya praktik pengalihan
dengan permen.
Dari alasan pertama para yang setuju dengan praktik tersebut yakni
karena hal tersebut merupakan hal yang wajar di kalangan masyarakat, menjadi
wajar sebab sudah sering di jumpai adanya praktik yang sama sehingga
masyarakat sudah menjadi terbiasa dengan praktik pengalihan sisa uang
belanja diganti dengan permen tersebut. Selanjutnya alasan yang paling banyak
diungkapkan oleh konsumen adalah jumlah uang yang diganti dengan permen
tidak banyak sehingga para konsumen tidak merasa dirugikan dengan adanya
praktik ini. Alasan yang ketiga yaitu konsumen lebih menerima permen
daripada pembulatan harga dan konsumen tidak di beri informasi kemana
kembalian tersebut berakhir. Konsumen lebih menerima permen tersebut
disbanding tidak mendapatkan kembalian mereka sama sekali.
57
Dari berbagai alasan di atas dapat disimpulkan bahwa swalayan BC
Mart 1 Salatiga memang melakukan praktik pengembalian sisa uang belanja
dengan permen sebagai pengganti uang receh. Hal ini dilakukan karena
sulitnya mendapatkan uang recehan yang nominalnya rendah, Praktik tersebut
dilakukan oleh kasir Swalayan BC Mart atas perintah dari manager Swalayan
BC Mart 1 Salatiga.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pengalihan Uang Sisa Belanja
Dengan Permen (Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga)
Jual beli adalah salah satu sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dalam hukum Islam jual beli mempunyai rukun dan syarat yang
harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Apabila
syarat dan rukun tidak terpenuhi maka jual beli tersebut menjadi tidak sah atau
fasid. Para ulama fiqh menyatakan bahwa jual beli baru dianggap sah apabila
jual beli itu terhidar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjualbelikan itu
diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga jelas, jual
beli itu tidak mengandung unsur paksaan, unsur tipuan, mudharat, serta adanya
syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.
Nilai-nilai Islami yang dapat dijadikan dasar dalam menjalankan
kegiatan ekonomi adalah saling jujur, yaitu keadaan dimana semua pihak baik
pelaku usaha maupun konsumen mengetahui informasi terhadap barang
tersebut, baik kualitas, jumlah dan takaran barang, dan harga barang. Pada
dasarnya semua kegiatan mu’amalah diperbolehkan dalam hukum Islam
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
58
a. Aqidain (dua orang yang berakad)
Dalam praktik transaksi jual beli di Swalayan BC Mart 1 Salatiga
yang melakukan akad adalah konsumen dan kasir. Terkait dengan dua orang
yang berakad, dalam praktiknya kedua belah pihak sudah sesuai dengan
hokum islam karena hampir semua yang bertansaksi telah dewasa, sangat
jarang dijuampai anak-anak yang belanja tanpa bersama orang tua mereka,
sehingga anak anakpun ada pengawasan dari walinya secara langsung.
Jika dilihat dari syarat orang yang berakad maka hal tersebut telah
sesuai dengan hukum islam karena dalam hukum islam telah dijelaskan
bahwa orang yang berakad adalah orang yang diperbolehkan melakukan
akad, yaitu orang yang telah balig, berakal dan mengerti.maka akad yang
dilakukan oleh anak dibawah umur, orang gila atau idiot tidak sah kecuali
seizin walinya. Kecuali akad yang bernilai rendah seperti kembang gula dan
korek api.56 Seperti Firman Allah Qs. An nisa’ ayat 5
سو ول ت ؤ توا ٱل لكم ٱلتى جعل ٱلله لكم قيما وٱر زقوهم فيها وٱك و هم سفهاء أم
وقولوا لهم ق و ل مع روفا
Artinya: “dan janganlah kamu serahkan kepada seorang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu)yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari harta itu)dan
ucapkanlah pada mereka kata kata yang baik.”
56 Abdullah Muhammad At Thayyar dll. Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan
empat Madzhab.Yogyakarta: Maktabah Al Hanif. Cet 4, 2017. Hal 104
59
Hal serupa juga di uangkapkan di dalam fikih dijelaskan bahwa
syarat terjadinya akad berkaitan dengan ‘aqid (orang yang berakad) menurut
Imam Syafi’i yaitu baligh dan berakal. Demikian pula, akad Ijarah tidak sah
apabila pelakunya gila dan masih dibawah umur.57
b. Objek
Objek transaksi yaitu barang dan harga barang, Yang menjadi objek
akad dalam transaksi jual beli adalah benda dan produk yang telah ditata
rapi di rak-rak swalayan., pembeli tinggal mengambil barang yang
dibutuhkan dan membayarnya dimeja kasir. Barang-barang tersebut
sebagian besar telah tercantum harga sehingga konsumen bisa langsung
mengetahui harga barang yang mereka beli tersebut sehingga jelas. barang
atau produk yang dijual di BC Mart 1 Salatiga juga halal dan dapat langsung
diserahkan dan jelas terlihat.
Hal diatas sesuai dengan syarat objek transaksi adalah barang
bukanlah suatu yang dilarang agama, maka tidak boleh menjual barang
haram. Hal ini berdasarkan hadist Nabi Muhammad Saw, Riwayat Ahmad
ئا حرم ثمنه إن الله ت عالى إذا حرم شي
Artinya: “sesungguhnya bila Allah mengharamkan suatu barang maka
mengharamkan juga nilai jual barang tersebut”
57 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 117.
60
Dalam observasi peneliti di Swalayan BC Mart 1 Salatiga produk
yang dijual di sana hampir semua adalah halal dan telah terdaftar BPOM
sehingga objek akad memenuhi syarat.
c. Akad
Dalam jual beli salah satu syarat sahnya adalah adanya lafaz akad
antara kedua belah pihak yang bertransaksi, dalam masa kini tidak semua
transaksi diucapkan langsung dengan lisan. Pada dasarnya penyerahan dan
pembayaran merupakan salah satu akad yang telah terjadi, karena kedua
belah pihak telah sepakat. Dalam transaaksi jual beli yang terjadi di
Swalayan BC Mart 1 Salatiga ijab qobul terjadi antara kasir dan konsumen.
Jenis akad yang digunakan di Swalayan BC Mart sebagian besar
adalah akad dengan perbuatan (shighot fi’liyah) yakni menurut fuqaha
dianggap sebagai tindakan memberi, yakni penjual memberikan barang
kepada pembeli tanpa adanya ucapan dari kedua belah pihak.58
Dalam praktik tersebut sering kali dilakukan dan hal itu adalah sah
karena tanpa berucap namun kedua belah pihak telah melakukan
persetujuan atau biasa di sebut akad al muwatho.
Transaksi jual beli di Swalayan BC Mart 1 Salatiga telah memenuhi
rukun jual beli. Namun dalam praktik pengembalian uang sisa belanja masih
belum ada akad yang jelas sehingga konsumen tidak mengetahui dan hanya
58 Abdullah Muhammad At Thayyar dll. Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan
empat Madzhab.Yogyakarta: Maktabah Al Hanif. Cet 4, 2017
61
bisa menerima kembalian dengan permen tersebut tanpa adanya suatu
kesepakatan terlebih dahulu.
Pada dasarnya syarat akad adalah saling rela dan setuju dengan
kesepakatang yang dibuat kedua belah pihak sehingga tidak ada yang di
rugikan Sebagaimana sabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
نماال ب ي ع عن ت راض
Artinya: “Jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka.”59
Dalam hadist tersebut mengungkapkan jual beli didasarkan pada
suka sama suka, sehingga jika salah satu pihak merasa terpaksa atau
dirugikan dan menjadi tidak rela dengan adanya praktik pengalihan uang
sisa belanja tersebut maka kegiatan jual beli menjadi tidak sah.
Seperti yang terdapat dalam Q.S An Nisa’ Ayat 29:
نكم بال باطل إل أن تكون تجارة والكم ب ي ن ت راض ع يا أي ها الذين آمنوا ل تأ كلوا أم يما ت لوا أن فسكم إن الله كان بكم رح ن كم ول ت ق م
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
59 HR. Abu Dawud No. 2999, Tirmidzi No. 1169, Ibnu Majah No. 2176 dari Abu Sa’id
al-Khudriy Ra.
62
Ayat diatas menjelaskan bahwa sesungguhnya dasar dari jual beli
adalah saling rela diantara kedua belah pihak. Dalam ayat tersebut juga
menjelaskan bahwa kegiatan jual beli merupakan salah satu usaha untuk
mencukupi kebutuhan hidup yang sangat dianjurkan, tetapi dengan cara-
cara yang dibenarkan oleh agama.
Para ulama sepakat landasan untuk terwujudnya suatu akad adalah
timbulnya sikap yang menunjukkan kerelaan atau persetujuan kedua belah
pihak untuk merealisasikan kewajiban di antara mereka. Hal tersebut
menunjukkan bahwa akad harus menggunakan lafal yang menunjukkan
kerelaan dari masing-masing pihak untuk melakukan transaksi jual beli.
Sekarang bagaimana tinjauan hokum Islam terhadap praktik
pengalihan sisa uang belanja di Swalayan BC Mart 1 Salatiga. Dalam
perspektif hukum Islam, sebuah mu’amalah termasuk hal tersebut di atas
harus memenuhi rukun dan syarat agar dapat dinyatakan sah.
Dalam praktik pengalihan sisa uang belanja dengan permen terdapat
beberapa rukun yang tidak terpenuhi yaitu tidak adanya akad dan belum
disepakati objeknya yaitu permen. Yang dimaksukan disini adalah rukun
jual beli telah terpenuhi namun rukun tentang pengalihan uang sisa belanja
dengan permen tersebut belum memenuhi karena tidak adanya akad atau
lafadz yang mengatakan bahwa pihak kasir mengganti uang recehan
tersebut dengan permen. Dan konsumen juga tidak diberi kesempatan untuk
menyepakati objek pengganti uang receh tersebut karena kasir langsung
memberikan tanpa persetujuan.
63
Selain itu, praktik tersebut juga tidak memenuhi syarat kerelaan
padahal kerelaan adalah sesuatu yang prinsip dalam muamalah. Masalah
‘an-taradhin, menurut ulama ini merupakan urusan yang tersembunyi
(batin), kerelaan dapat dinilai secara hukum hanya melalui lafaz ijab dan
kabul. Namun an-Nawawi, al-Mutawally, dan al-Baghawi ulama dari
kalangan Syafi’iyah mutaakhirin berbeda pendapat dengan pendahulunya.
dengan penjabaran tersebut jelaslah transaksi tersebut sah apabila konsumen
merelakan jika konsumen merasa terpaksa maka transaksi tersebut menjadi
tidak sah.
Ditambah pula dengan tidak adanya alternatif yang disediakan oleh
pihak pelaku usaha dalam pengembalian sisa uang belanja. Hal tersebut
mengindikasikan adanya unsur paksaan yang merugikan pihak konsumen.
karena tidak tersedianya uang pecahan kecil yang tidak mencukupi untuk
uang kembalian, serta tidak adanya pemberitauan atau akad terlebih dahulu
yang menyatakan tentang pengembalian yang digantikan dengan permen.
Disini pihak konsumen menjadi pihak yang lemah ketika swalayan
melakukan praktik tersebut. Padahal Pada dasarnya sayarat akad adalah
saling rela dan setuju dengan kesepakatang yang dibuat kedua belah pihak
sehingga tidak ada yang di rugikan Sebagaimana sabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
نماال ب ي ع عن ت راض
Artinya: “Jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka.” (HR. Abu
Dawud No. 2999, Tirmidzi No. 1169, Ibnu Majah No. 2176 dari
Abu Sa’id al-Khudriy Ra.
64
Jika dilihat dari harga permen sebagai pengganti uang kembalian itu
tidak sepadan dengan jumlah kembalian jika berbentuk uang. Dalam hal ini
sekali lagi konsumen dirugikan. Karena seharusnya mereka mendapatkan
kembalian berupa uang namun diganti dengan permen yang nominalnya
tidak sesuai jika diuangkan.
Dalam praktiknya, beberapa konsumen Swalayan BC Mart 1
Salatiga berpendapat bahwa mereka setuju atau merelakan pengalihan sisa
uang belanja dengan permen yang dilakukan oleh Swalayan BC Mart 1
Salatiga. Menurut beberapa konsumen praktik merelakan pengalihan sisa
uang belanja dengan permen merupakan hal yang wajar, karena untuk
mempermudah kinerja kasir dan mempercepat antrian, sehingga antrian
tidak menumpuk dan konsumen bisa lebih cepat untuk melanjutkan
perjalanannya. Alasan lain yaitu karena nominal uang yang dialihkan
tergolong sedikit dan dirasa tidak terlalu merugikan konsumen. Padahal jika
diperhatikan lebih mendalam para konsumen tetap menanggung kerugian
namun banyak yang merelakan karena tidak seberapa.
Konsumen merelakan uang kembalian pembelian tersebut hanya
untuk menghindari kesulitan yang dialami oleh kasir Swalayan, karena pada
saat ini uang receh Rp. 100, Rp. 200 dan Rp. 500 terkadang susah
ditemukan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh pihak manajer
Swalayan BC Mart 1 Salatiga yaitu kurang tersedianya uang koin. Sehingga
terdapat unsur paksaan dari pihak Swalayan dengan langsung mengalihkan
65
uang kembalian konsumen dengan permen tanpa adanya konfirmasi terlebih
dahulu.
Transaksi jual beli yang dilakukan di BC Mart 1 Salatiga adalah sah
akan tetapi adanya kembalian yang dialihkan dengan permen tanpa
mengatakan lafadz akad tentang diberikannya permen tersebut belum jelas
sehingga konsumen hanya dapat menerima karena tidak diberi kesempatan
dan tidak di beri pemberitahuan terlebih dahulu.
Selain hal tersebut diatas terdapat praktik ini juga tidak sesuai
dengan Qaidah Ushuliyah yang ke 15 menjelaskan tentang
رار ل ضرر ول ض
Yang artinya adalah “tidak boleh melakukan sesuatu yang
membahayakan dirisendiri dan orang lain”.
Dalam kaidah tersebut memiliki arti bahwa siapapun dilarang untuk
melakukan suatu perbuatan yang akan membahayakan atau membawa
mudharat kepada diri sendiri dan juga kepada orang lain melalui perbuatan
ataupun perkataan mulai dari yang ringan sampai yang berat.
Dalam hal tersebut termasuk pula praktik pengembalian uang sisa
belanja dengan permen yang dilakukan di Swalayan BC mart 1 Salatiga,
merupakan suatu hal yang dilarang meskipun hanya uang receh yang
dianggap ringan tetapi dapat membawa mudharat bagi konsumen terutama,
karena merasa dirugikan atas praktik tersebut. Dengan demikian setiap
mudharat yang ditimbulkan kepada seorang muslim termasuk perkara yang
66
diharamkan. Dan sebaliknya Allah SWT memerintahkan untuk berbuat
kebaikan dalam segala yang dikerjakan, seperti dalam Firman Allah dalam
Q.S Al Baqoroh ayat 195.
ب ن و ا ان الل ه ي س لكة واح ني ن وان فقو ا في سبي ل الل ه ول ت ل قو ا باي دي كم الى الت ه س ال م ﴾۵۹۱﴿البقرة :
Artinya: Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri,
dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.
Dalam ayat tersebut jelas bahwa setiap manusia di perintah untuk
berbuat kebikan, dan selalu berusaha berbuat baik. Termasuk pula pelaku
usaha sejatinya tetap mengutamakan iktikad baik mereka berusaha sebisa
mungkin untuk tidak merugikan konsumennya.
Ada satu jual beli dalam fiqh mu’amalahyang disebut dengan Idz’an
dimana posisi yang kuat ekonominya memaksa pihak yang lemah untuk
mematuhi syarat dan ketentuan yang telah ditentukannya. Contoh kasus
tersebut seperti pemasangan listrik, air bersih, dan lainnya. Jika harga yang
ditentukan melebihi harga normal maka jual beli itu tidak halal harganya
atau hasilnya karena merugikan konsumen. Namun jika harga yang
ditetapkan itu normal dan standar, maka halal hasilnya. Dalam transaksi
seperti yang disebut di atas, biasanya terjadi pada perusahaan besar dan juga
perusahaan milik Negara.
67
Negarapun dalam kasus seperti di atas tidak diperkenankan untuk
memaksa, merugikan konsumen dengan menetapkan harga yang tidak
standar, apalagi perusahaan bukan milik Negara tentu tidak diperbolehkan
untuk melakukannya.
C. Pandangan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Praktik Pengalihan Sisa Uang Belanja Dengan
Permen (Studi Kasus Swalayan BC Mart 1 Salatiga)
Jual beli dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
d[janjikan60
Transaksi jual beli dianggap terjadi ketika kedua belah pihak telah
sepakat meskipun barang belum diserahkan ataupun barang belum dibayar
dalam pasal 1320 Kitab Uundang-undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat61:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu atau adanya obyek;
d. Suatu Sebab Yang Halal.
Dalam pasal 1320 kitab undang-undang Hukum Perdata di atas, nomor
1 dan 2 merupakan syarat subyektif, dan apabila syarat subyektif tidak
60 Pasal 1447 kuhp 61 ibid
68
terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Sedangkan
nomor 3 dan 4 merupakan syarat obyektif, apabila syarat obyektif tidak
terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum
Dalam transaksi di Swalayan BC Mart 1 Salatiga, syarat-syarat di atas
sudah terpenuhi karena tentu saja kedua pihak telah terikat dalam bertransaksi
jual beli seperti syarat pertama yakni sepakat mengikat dirinya dalam transaksi
tersebut. Dalam syarat yang kedua yakni adanya kecakapan dalam membuat
suatu perikatan, hampir semua konsumen Swalayan BC Mart 1 Salatiga telah
cakap dalam membuat suatu perikatan, hampir tidak ada anak-anak yang
berbelanja sendiri tentu saja didampingi oleh orang tua mereka. Syarat adanya
obyek, tentu saja dalam perjanjian atau transaksi jual beli di Swalayan BC Mart
1 Salatiga terdapat objek yang dijualbelikan. Serta adanya sebab yang halal,
yang dimaksud sebab yang halal adalah tidak boleh memperjanjikan barang
yang dilarang oleh undang- undang atau yang bertentangan dengan norma
kesopanan dan kesusilaan, misalnya menjual belikan narkoba. Hampir semua
barang yang di perjualbelikan di Swalayan BC Mart 1 Salatiga adalah barang
sehari hari yang tidak bertentangan dengan hal tersebut.
1. Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam melakukan suatu usaha pelaku usaha harus memperhatikan
kewajiban yang wajib ditaati seperti yang tertuang dalam pasal 7
Undang-Undang Perlindungan Konsumen kewajiban pelaku usaha
adalah yang pertama (a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya, yang dimaksudkan adalah pelaku usaha benar - benar memiliki
69
niat yang baik dan perilaku yang baik terhadap transaksi jual beli yang
dilakukannya. Sebenarnya sebagai pelaku usaha pihak Swalayan BC
Mart 1 Salatiga telah menyediakan uang koin sebagai kembalaian akan
tetapi uang tersebut tidak mencukupi, dan pihak BC Mart 1 Salatiga tidak
mencari uang koin lainnya akan tetapi justru mengalihkannya dengan
permen. Padahal jika pelaku usaha benar-benar berusaha mencari uang
tersebut jelas masih banyak dan tersedia karena pihak Bank Indonesia
sampai detik ini masih memproduksi uang tersebut, serrta uang tersebut
juga masih berlaku.
Selanjutnya yang kedua (b) yaitu memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Kemudian kewajiban yang ketiga (c) adalah memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Selama penulis melakukan observasi di Swalayan BC Mart 1 Salatiga
pihak karyawan dan kasir memperlakukan semua pelanggannya dengan
baik dan tidak melakukan hal diskriminatif, namun kejujuran disini
belum diterapkan karena tidak memberitahukan informasi pengalihan
sisa uang belanja tersebut kepada konsumen.
Kewajiban yang keempat (d) adalah pelaku usaha harus menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Yang kelima (e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
70
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
Yang keenam (f) yaitu memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Dalam pasal 7
huruf (d, e, f) diatas semua sudah dipatuhi oleh Swalayan BC Mart 1
Salatiga.
Kewajiban pelaku usaha lainnya adalah (g) memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam hal ini
pihak BC Mart 1 Salatiga tidak menerima barang yang dikembalikan dan
telah tertulis dalam struk pembelian.
2. Hak Konsumen
Mengenai hak-hak yang harus didapatkan oleh konsumen, pihak
Swalayan dalam transaksi langsung dengan konsumen yaitu kasir tidak
dapat memenuhi hak konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen No. 8 tahun 1999 pasal 4 (a) hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; pada pasal
ini praktik pengalihan sisa uang belanja yang digantikan dengan permen
tidak sejalan dengan kenyamanan konsumen dalam mendapatkan barang
yang dibelinya.
Selanjutnya adalah huruf (d) hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/ataujasa yang digunakan; dalam hal ini jelas
71
hak konsumen dihilangkan yakni hak untuk mengeluhkan atau
mengungkapkan kerelaanya mendapat kembalian berupa permen karena
pihak kasir tidak memberitahu namun langsung memberikan kembalian
dengan bentuk permen tersebut.
Dalam pasal yang sama huruf (g) yaitu hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak didiskriminatif belum
sepenuhnya tercapai karena belum memenuhi kejujuran yang harusnya
pelaku usaha lakukan. Selain pasal 4 diatas (a,d,g ) semua hak konsumen
telah dipenuhi oleh Swalayan BC Mart 1 Salatiga tetapi hak keseluruhan
uang harusnya didapat oleh konsumen tidak diberikan.
Selain melanggar undang-undang perlindungan konsumen, praktik
tersebut juga melanggar undang undang Bank Indonesia yaitu “Permen
bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Pasal 2 ayat
(2) Undang-Undang No.23 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi
Undang-Undang No.3 Tahun 2004 yang kemudian diubah kembali
menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
(Selanjutnya disebut UUBI) menyatakan bahwa: ”Uang Rupiah adalah
alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia”.
Selanjutnya Pasal 2 ayat (3) UUBI menyatakan bahwa: ”Setiap perbuatan
yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau
kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di Wilayah
72
Negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang Rupiah, kecuali
apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia”.62
Tujuan utama dibentuknya hukum perlindungan konsumen tidak lain
adalah untuk melindungi hak hak konsumen. seperti yang dijelaskan dalam
pasal 1 Undang undang perlindungan Konsumen yang berbunyi: Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Untuk menghindari perbuatan
semena-mena dari pelaku usaha yang merugikan konsumen baik dalam jumlah
kecil maupun besar.
62 Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 3, No. 1, Mei 2014: 40 – 42 ISSN 1410 – 5675,
Penyuluhan Hukum Mengenai Hak Konsumen Dalam Mendapatkan Pengembalian Pembayaran
Dalam Bentuk Uang Pada Transaksi Jual Beli Oktivana, D., Yuanitasari, D. Dan Singadimedja,
H.N. Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan dan paparan dari bab-bab di atas dapat penulis
simpulkan bahwa:
1. Praktik pengalihan sisa uang belanja di Swalayan BC Mart 1 Salatiga BC
Mart 1 Salatiga memang melakukan praktik pengembalian sisa uang belanja
dengan permen sebagai pengganti uang receh. Hal ini dilakukan karena
sulitnya mendapatkan uang recehan yang nominalnya rendah, Praktik
tersebut dilakukan oleh kasir Swalayan BC Mart atas perintah dari manager
Swalayan BC Mart 1 Salatiga.
2. Dalam pandangan hukum Islam, praktik pengalihan sisa uang belanja
dengan permen tidak diperbolehkan karena tidak adanya akad tentang
pengembalian dengan permen dan tidak adanya penawaran terlebih dahulu
kepada konsumen sehingga merugikan pihak konsumen.
3. Dalam pandangan UU Perlindungan Konsumen Praktik pengalihan sisa
uang belanja juga dilarang karena pelaku usaha juga tidak memiliki iktikad
baik dengan mencari lebih uang receh di berbagai tempat lain, atau tidak
melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan para konsumennya tentang
praktik tersebut. Serta melanggar kewajiban pelaku usaha yang tertuang
dalam Undang undang Perlindungan konsumen.
74
B. Saran
1. Sebaiknya jika melakukan transaksi jual beli terutama bagi pelaku usaha
sebalum melakukan usahanya seharusnya lebih melihat dan mencari tau
bagaimena aturan yang ada di hukum islam dan undang undang yang berlaku
di Indonesia ini.
2. Apabila memang sangat sulit menukarkan atau mencari uang receh pihak
swalayan bisa mencarinya di masjid- masjid terdekat untuk menukarkanuang.
Apabila masih sangat sulit hendaknya harus ada akad bahwa kembalian
konsumen dialihkan dengan permen, jika hal tersebut terlalu rumit dan
membuat antrian panjang maka hendaknya di beri tulisan pada bagian kasir.
Berisi keterangan singkat tengtang kembalian dengan permen tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
AL Qur’an
1. QS. Al Baqoroh ayat 275
2. QS An Nisa’ ayat 4
3. QS An Nisa’ 29
Buku
Ahmad, Miru dan Sutarman, Yodo. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta
: Rajawali Pers
Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Az Nasution. 1999 Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta :
Daya Widya
Celina, Tri Siwi Kristina. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Sinar
Grafika
Djamil, Fathurrahman. 2013. Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta Timur: Sinar
Grafika
Happy, Susanto. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta Selatan :
Transmedia Pustaka,
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama
Hidayat, Enang. 2015. Fiqih Jual Beli. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Indri, Hadis Ekonomi
Mardani. 2012. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta : Prenada Media Group
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika
Moh. Rifa‟i. 1992. Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset
Muhadjir, Noeng. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakusarasi
Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Perjanjian. Bandung : PT Alumni
Muslich, Ahmad Wardi. 2013. Fiqih Muamalah. Jakarta : AMZAH
Rozalinda Ek. 2016. Fikih onomi Syariah Prinsip dan Implementasinya Pada
Sektor Keuangan Syariah. Jakarta : Rajawali Pers
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah. Bandung : PT Alma’arif
Salam al-Indunisi, Ahmad Nahrawi Abdus. 2008. Ensiklopedia Imam Syafi‟i.
Jakarta Selatan : Mizan Publika
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Rajawali Press
Suhendi, Hendi. 2011. Fiqh Muamalah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta : Raja Grafindo Persada
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Lain lain/jurnal/artikel
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, Mahkamah Agiung RI, Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama, 2011.
Astuti, Wulan Widya. 2018. “Pandangan Hukum Islam Terhadap
Pengembalian Sisa Pembelian Dengan Barang (Studi Kasus Pada Kantin Syariah
Uin Raden Intan Lampung)” Skripsi UIN Raden Intan Lampung
Hasana, Huswatun. 2018. Fenomena Praktik Pengembalian Sisa Harga
Digantidengan Barang Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Studikasus Kasir
Swalayan Royal Mart Samata. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Https://Salatiga.Go.Id/Keadaan-Geografis, Di Akses Pada Tanggal 10
Januari 2020
Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 3, No. 1, Mei
2014: 40 – 42 ISSN 1410 – 5675, Penyuluhan Hukum Mengenai Hak Konsumen
Dalam Mendapatkan Pengembalian Pembayaran Dalam Bentuk Uang Pada
Transaksi Jual Beli Oktivana, D., Yuanitasari, D. Dan Singadimedja, H.N. Dosen
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.