PRAKATA DEKAN FKIP UMM

16

Transcript of PRAKATA DEKAN FKIP UMM

Page 1: PRAKATA DEKAN FKIP UMM
Page 2: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

PRAKATA DEKAN FKIP UMM

Assalamu’laikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penyelenggaraan Seminar Nasional “ Bahasa, Sastra, dan Kekuatan Kultural Bangsa”

kerjasama Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah

Malang dengan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Veteran Bangun Nusantara

Sukoharjo Jawa Tengah dapat dilaksanakan dengan baik.

Apresiasi positif atas kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperkuat posisi bahasa

dan sastra Indonesia sebagai kekuatan kultural dalam membangun bangsa yang berkeadaban.

Materi-materi yang dibahas sangat relevan dengan dinamika penyelesaian berbagai fenomena

dan isu kekinian. Oleh karena itu, forum seminar nasional ini sangat tepat untuk berbagi

pemikiran atau gagasan dalam pengembangan keilmuan kebahasaan dan kesastraan.

Kegiatan kerjasama semacam ini sangat penting untuk diupayakan keberlanjutannya

dalam bentuk kegiatan yang lain. Dengan demikian, simbiosis mutualisme di antara kedua

belah pihak dapat dikembangkan untuk memajukan program studi masing-masing.

Atas nama pimpinan fakultas kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

atas terselenggaranya kegiatan seminar nasional ini. Mudah-mudahan hasil seminar ini dapat

memberikan kontribusi bagi institusi dan semua pihak. Selamat berseminar.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 15 Oktober 2018

Dekan FKIP,

Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes

Page 3: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya. Sholawat serta salam selalu dihaturkan ke junjungan Rasulullah yang

memberikan pentunjuk kepada kita dan menajamkan pena untuk menorehkan karya prosiding

dari pemikiran para penulis yang berpartisipasi dalam Seminar Nasional “Bahasa, Sastra, dan

Kekuatan Kultural Bangsa”.

Karya ini dihimpun dari dosen dan mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia FKIP UMM dan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas

Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jawa Tengah. Pada penyajian prosiding ini

dikategorikan dalam dua kategori yaitu prasaran utama dan prasaran pendamping yang

mengupas tentang berbagai permasalahan bahasa, sastra, budaya kebipaan, dan tema-tema

yang relevan.

Panitia menyampaikan banyak terima kasih atas sumbangsih dan kerjasama pihak

Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jawa Tengah yang telah berkenan untuk

merealisasikan program kerjsama. Semoga kerjasama yang baik ini dapat dilanjutkan pada

program-program lain yang telah menjadi kesepakatan bersama kedua belak pihak.

Prosiding ini bukanlah hasil final. Oleh karena itu, memerlukan masukan pemikiran

yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaanya. Semoga prosiding ini dapat bermanfaaat dan

menginpirasi bagi semua pihak yang menggeluti bidang bahasa, sastra, budaya, serta kebipaan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 15 Oktober 2018

Ka Prodi PBSI FKIP UMM,

Dr. Sugiarti, M.Si

Page 4: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

DAFTAR ISI

Bahasa, Sastra dan Budaya Indonesia Kekuatan Kultural Bangsa

Memasuki Lingua Milenia

Arif Budi Wurianto ................................................................................................... 1-9

Lingkungan Budaya (Ekobudaya) dalam Sastra Peretas Nilai-Nilai

Luhur Bangsa

Sugiarti ...................................................................................................................... 10-16

Pernikahan Adat Jawa sebagai Salah Satu Kekuatan Budaya Indonesia

Ambarwati, Alda P. A, Indah L. M ........................................................................... 17-22

Celoteh Aneh Anak-Anak Umur 2 Tahun

Ana Indah K. D, Astantiya S, Tri R .......................................................................... 23-27

Romeo dan Juliet di Indonesia dalam Novel Harga Sebuah Percaya

Karya Tere Liye

Anang C P, Dias K, Fajar Dwi I ............................................................................... 28-33

Bahasa Alay pada Chating di Medsos Remaja Millenial

(Bahasa Alay vs Remaja Millenial)

Anisa Lutfiatun, Any Novitasari, Ana Helfiyana ..................................................... 34-41

Istilah-Istilah Bahasa Gaul Anak Muda di Sosmed

Anjaswati S. W, Ratna P.W, Nur S. A ...................................................................... 42-47

Konsistensi Adat Istiadat dan Budaya Minangkabau

sebagai Kekuatan Kultural Bangsa

Arif Setiawan ............................................................................................................ 48-57

Batik sebagai Warisan Budaya Indonesia

Binti Rohmani Taufiqoh, Ita Nurdevi, Husnul Khotimah ........................................ 58-65

Kekuatan Tindak Tutur Ekspresif dalam Talk Show Kick Andy

Clarasita Nuardani, Dewi Kusumaningsih, Yohanes Sugiyanto .............................. 66-76

Menerjemahkan Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

(Studi Literasi di SMP Negeri 25 Malang)

Daroe Iswatiningsih .................................................................................................. 77-83

Tantangan Pengajaran Kultur Kebangsaan melalui Karya Sastra terhadap Siswa

Generasi Digital

Dewi Kusumaningsih, Murtiana Nainggolan, Titik Sudiatmi .................................. 84-90

Multibahasa dalam Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono

Dilla Alvita Devi, Wuri Bela Murti, Yemina Christin Calinna Tambang ................ 91-98

Page 5: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

Literasi Ekologis: Tanggung Jawab Moral Ilmu Sastra dalam

Pengelolaan Ekologi Manusia

Eggy Fajar Andalas ................................................................................................... 99-109

Syok Budaya dalam Novel Arah Langkah Karya Fiersa Besari

Erina Maulidia Solani, Yashinta Salsabila Zakiyyah, Nur Azizah Fatahunisa ......... 110-115

Literasi Budaya Lokal untuk Meminimalisir Gegar Budaya Pemelajar BIPA

Faizin ......................................................................................................................... 116-124

Konflik Sosial yang Terjadi pada Novel "That Summer Breeze

(Beri Aku Kesempatan Kedua)"

Febri Adi Rustyanto, Febri Lestari, Sherlyna Dyah Novitasari ................................ 125-129

Perubahan Bunyi Bahasa Jawa: Kajian Linguistik Diakronis

Bahasa Jawa Kawi—Jawa Baru

Fida Pangesti ............................................................................................................. 130-138

Macapatan Gaya Malang, Eksplorasi Kekuatan Kultural

dan Solusi Pembelajaran Sastra

Hari Sunaryo ............................................................................................................. 139-144

Menulis Kreatif Berbasis Lingkungan bagi Siswa SMA

Hidayah Budi Qur’ani dan Purwati Anggraini ......................................................... 145-152

Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja

terhadap Bahasa Indonesia

Joko Suleman, Eva Putri Nurul Islamiyah ................................................................ 153-158

Meningkatkan Kemampuan Membaca Kritis Peserta Didik

dengan Menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK)

Joko Widodo ............................................................................................................. 159-169

Refleksi Toleransi dalam Novel Hujan Karya Tere Liye

Juni Suryadi, Muhammad Malik Abdul Azis, dan Sandy Ardhiputra Utama .......... 170-175

Feminisme Liberal dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu

Linna Astrianti dan Sri Rahayu Nur Jayanti ............................................................. 176-182

Pengaruh Bahasa Jawa pada Gaya Bahasa Presiden Soeharto

Muhammad Iqbal, Henning Isnainia Fazrin dan Sunarti .......................................... 183-187

Kearifan Tokoh Sri dalam Novel Tentang Kamu Karya Tere Liye

Narendra Setyawan, Wahyu Prasetyo dan Wiga Adhi Yudha .................................. 188-192

Kata-Kata Indah dalam Bahasa Puisi yang Merogoh Sukma

Novdianti Sekar Azimah, Selvi Widya Dewi dan Tika Novita Yuliastuti ............... 193-197

Page 6: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

LDR Salah Satu Bukti Feminisme yang Paling Menonjol

dalam Novel Seorang Kekasih Yang Belum Bertemu Karya Boy Candra

Nur Salafyudin, Aditya Wibisono, Arofat Chengoh ................................................. 198-203

Dunia Fantasi dalam Novel Bumi Karya Tere Liye

Sulistyo Nugroho, Ahmad Zufli, dan Hanif Amiruddin ........................................... 204-212

Page 7: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

Prosiding SENASBASA http://researchreport.umm.ac.id/index.php/SENASBASA

(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Edisi 3 Tahun 2018

Halaman 235-243 E-ISSN 2599-0519

235 | H a l a m a n

KEMAMPUAN DALAM MENGANALISIS ASPEK KEBAHASAAN

LAPORAN HASIL OBSERVASI

PADA SISWA KELAS X SMAN 7 MALANG

Arti Prihatini, Sugiarti, Fida Pangesti

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menganalisis aspek

kebahasaan teks laporan hasil observasi. Fokus penelitian ini adalah kemampuan siswa

dalam menganalisis jenis kata, jenis frasa, dan jenis kalimat. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan di kelas X MIPA 2 SMAN 7

Malang. Data penelitian ini adalah hasil analisis jenis kata, jenis frasa, dan jenis kalimat

yang bersumber dari lembar kerja siswa yang telah dikerjakan oleh setiap kelompok.

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Analisis data

dilakukan mulai dari reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan

verifikasi temuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa cukup dapat menganalisis

aspek kebahasaan laporan hasil observasi, yaitu (1) jenis kata (kata benda, kata kerja, kata

sifat, dan kata bilangan), (2) jenis frasa (ekndosentris dan eksosentris), dan (3) jenis

kalimat (simpleks dan kompleks). Siswa menentukan jenis kata, frasa, dan kalimat yang

disediakan lalu mencari contoh lain dari itu. Secara keseluruhan, siswa lebih mampu

menganalisis jenis kata dan jenis frasa dibandingkan dengan analisis kalimat (khususnya

kalimat kompleks) pada teks laporan hasil observasi. Hal itu disebabkan oleh struktur

kalimat kompleks yang lebih rumit dibandingkan struktur kata dan frasa.

Kata Kunci: kemampuan siswa, analisis aspek kebahasaan, teks laporan hasil observasi

PENDAHULUAN Pengetahuan bahasa terbentuk dari serangkaian proses yang melibatkan

pengalaman berkomunikasi dan proses mental dalam otak manusia. Ketika berkomunikasi

dengan orang lain, pengetahuan bahasa itu secara tidak langsung terbentuk sebagai sebuah

pemerolehan berbahasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Alptkein (2013:202) bahwa

berdasarkan sudut pandang penggunaannya, tata bahasa dalam otak manusia merupakan

organisasi kognitif yang didapatkan dari pengalaman menggunakan bahasa. Di sisi lain,

pengetahuan bahasa dapat dilihat sebagai fenomena proses mental yang terjadi dalam otak

manusia, yakni terdapat pengetahuan inti dalam otak manusia yang memiliki kapasitas

membangun aspek kebahasaan seseorang. Hal itu sesuai dengan penelitian-penelitian

terbaru yang berkonsentrasi pada pembuktian bahwa terdapat hubungan yang erat antara

bahasa dan pengetahuan inti manusia (core knowledge) sebagai bentuk representasi

kapasitas pengetahuan inti tersebut (Strickland, 2016:5). Jadi, pengalaman dan proses

mental itu merupakan dua hal yang saling berhubungan dalam proses pematangan

pengetahuan bahasa. Sebagaimana ditegaskan Hyams dan Orfitelli (2018:595), bahwa

manusia secara spesifik mengalami pemerolehan dan perkembangan bahasa yang tidak

hanya dipengaruhi oleh kapasitas bawaan (innate capacities) dalam otak manusia untuk

memeroleh bahasa, tetapi juga dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pengalaman

berbahasanya.

Page 8: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

236 | H a l a m a n

Pengetahuan bahasa dikuasai secara bertahap. Berkaitan dengan hal itu, Hyams

dan Ortofelli (2018:594) menyatakan bahwa pengetahuan bahasa tidak dapat dikuasai

secara instan. Terdapat tahapan-tahapan tersendiri dalam proses perkembangan

pengetahuan bahasa. Oleh karenanya, seorang siswa tidak perlu sepenuhnya menguasai

segala pengetahuan bahasa yang dikuasai oleh orang dewasa, seperti kalimat pasif,

raising, dan control structures. Jadi, aspek kebahasaan dikuasai dari yang sederhana ke

yang lebih kompleks.

Pengetahuan bahasa berkaitan dengan serangkaian sistem yang berkaitan dengan

aspek-aspek kebahasaan dari unit-unit suatu bahasa, mulai dari bunyi, suku kata, kata,

frasa, klausa, hingga kalimat. Pada penelitian ini, unit bahasa difokuskan pada kata, frasa,

dan kalimat. Kata Kata merupakan unit bahasa yang memiliki makna. Terdapat beberapa

jenis kata, yaitu kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (ajektiva), dan kata

bilangan (numeralia). Sneddon (2010:132) menyatakan bahwa kata benda (nomina)

merepresentasikan makhluk hidup, hewan, barang, nama tempat, atau hal abstrak,

misalnya bunga, buku, meja, paman, Jogjakarta, dan pengalaman. Berkaitan dengan hal

itu, Hill, Reichart, dan Korhonen (2014:285) menyatakan bahwa kekonkretan

(concreteness) memiliki fitur kebahasaan yang lebih informatif yang berdampak pada

proses input pemahaman kata (input perceptual) tersebut lebih mudah dilakukan.

Berdasarkan hal itu, Caramelli, Setti, dan Maurizzi (2004:20) menyatakan bahwa kata

yang merujuk pada referen yang konkret (kata konkret) lebih mudah diakses daripada kata

yang merujuk pada hal abstrak (kata abstrak) karena informasi yang dibutuhkan untuk

memahami kata abstrak tersebut tidak hanya aspek kebahasaan tetapi juga koda imaginer.

Kata kerja (verba) merepresentasikan kegiatan atau tindakan, misalnya bermain,

menyanyi, dan terbaca. Gogate dan Maganti (2017:3538) menyatakan bahwa jauh

sebelum manusia dapat berbicara, seorang bayi yang memeroleh bahasa yang dominan

menggunakan kata benda akan secara bersamaan memeroleh kata kerja aksi (aktivitas,

kegiatan). Hal itu mengindikasikan bahwa kata kerta aktivitas atau kegiatan itu lebih

konkret karena dapat dibservasi secara langsung, tetapi kata kerja selain aktivitas itu lebih

abstrak untuk diobservasi, seperti kata kerja berimbuhan ter- dan ke-an. Hal itu sesuai

dengan Gleitman et al (2005 dalam Becker, 2014:68) bahwa pemahaman predikat (kata

kerja) abstrak membutuhkan usaha yang lebih keras dibandingkan pemahaman predikat

(kata kerja) konkret.

Kata sifat (ajektiva) menjelaskan ciri-ciri atau sifat yang melekat pada sesuatu.

Kata sifat pada umumnya menjelaskan karakteristik dari kata benda (Sneddon, 2010:180).

Kata sifat dapat berupa ukuran (besar, kecil), warna (hijau, putih), jarak (jauh, dekat), dan

sifat (ramah, pandai). Kata bilangan (numeralia) merujuk pada angka atau kata yang

merepresentasikan hasil penghitungan, misalnya satu, dua, pertama, kedua, sewindu, 15

kilogram, dan 0,5 cm.

Frasa merupakan gabungan dari beberapa kata yang dapat membentuk satu fungsi

sintaktik dalam kalimat. Berdasarkan fungsinya, frasa terdiri atas dua jenis, yaitu frasa

endosentris dan frasa eksosentris (2017:91). Frasa endosentris merupakan gabungan kata

yang kata-kata penyusunnya memiliki makna sendiri, misalnya apel hijau dan meja kerja.

Sementara itu, frasa eksosentris disusun dari gabungan kata yang salah satunya tidak

memiliki makna sehingga kata tersebut tidak dapat berdiri sendiri, misalya di rumah.

Konjungsi di tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata, tetapi rumah dapat berdiri sendiri

karena memiliki makna sendiri. Jika keduanya digabungkan, frasa eksosentris pun

terbentuk. Berkaitan dengan hal itu, Bauer (2008:35) menjelaskan bahwa frasa endosentris

memiliki head (inti frasa) yang jelas, sedangkan frasa eksosesntris tidak memiliki head

(inti frasa) atau sebenarnya memiliki head tapi hubungannya bersifat eksternal karena

Page 9: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

237 | H a l a m a n

salah satu kata yang menyusunnya tidak dapat berdiri sendiri. Pada contoh tersebut, frasa

endosentris apel hijau memiliki inti frasa apel, sedangkan frasa eksosentris di rumah

terdiri atas konjungsi di yang tidak dapat berdiri sendiri.

Kalimat merupakan unit bahasa yang memiliki informasi utuh yang ditandai

dengan intonasi final pada bahasa lisan dan ditandai dengan tanda baca titik (.), seru (!),

dan tanya (?) pada bahasa tulis. Kalimat terdiri atas dua jenis, yaitu kalimat simpleks dan

kalimat kompleks. Sneddon (2010:345) menyatakan bahwa kalimat simpleks terdiri atas

satu klausa bebas. Satu klausa bebas tersebut terdiri atas satu predikat, misalnya saya (S)

bekerja (P), Ganendra (S) membuat (P) layang-layang (O), dan Dokter (S) memberikan

(P) resep (O) kepada pasien (K). Sementara itu, kalimat kompleks tersusun dari dua klausa

atau lebih yang ditandai dengan adanya dua predikat atau lebih. Kalimat kompleks juga

ditandai dengan konjungsi, yakni kata hubung yang menghubungan klausa bebas dengan

klausa terikat, misalnya karena, jika, meskipun, sedangkan, supaya, untuk, dan

sebagainya. Menurut Sneddon (2010:346), konjungsi tersebut berfungsi menjelaskan

hubungan antara klausa bebas dengan klausa terikat, misalnya konjungsi agar, supaya,

untuk menjelaskan hubungan tujuan. Contoh kalimatnya adalah jika (Konjungsi) hujan

(S) turun (P) deras (K), sungai itu (S) meluap (P). Klausa jika hujan turun merupakan

klausa terikat karena tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat dan didahului konjungsi

jika. Klausa sungai itu meluap merupakan klausa bebas karena memiliki makna utuh dan

dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.

Unit-unit bahasa itu dapat terrepresentasikan dalam bentuk teks. Salah satunya

adalah teks laporan hasil observasi. Teks laporan hasil observasi merupakan salah satu

jenis teks yang dipelajari siswa kelas X. Teks laporan hasil observasi ini merupakan

sekumpulan paragraf yang menjelaskan informasi hasil dari proses observasi terhadap

suatu objek yang disampaikan secara objektif. Aspek kebahasaan yang digunakan dalam

teks laporan hasil observasi mencakup kata, frasa, hingga kalimat yang saling

berhubungan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan guru bahasa Indonesia SMAN 7 Malang,

materi teks laporan hasil observasi merupakan materi pertama siswa kelas X tetapi materi

tersebut tergolong sulit. Teks laporan hasil observasi juga mengandung banyak materi

kebahasaan. Akan tetapi, perlu ditelaah lebih jauh tentang kemampuan siswa dalam

menganalisis aspek kebahasaan teks laporan hasil observasi karena cakupan materinya

yang cukup luas. Selain itu, materi aspek kebahasaan juga dianggap sulit sebagian siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian berjudul Kemampuan dalam

Menganalisis Aspek Kebahasaan Laporan Hasil Observasi pada Siswa Kelas X SMAN 7

Malang penting dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik kompetensi siswa tentang

kata, frasa, dan kalimat. Fokus penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) kemampuan siswa kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam menganalisis jenis kata

dalam teks laporan hasil observasi, 2) kemampuan siswa kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam menganalisis jenis frasa

dalam teks laporan hasil observasi, 3) kemampuan siswa kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam menganalisis jenis kalimat

dalam teks laporan hasil observasi.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang

dilakukan di kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang. Data penelitian ini adalah hasil analisis

jenis kata, jenis frasa, dan jenis kalimat yang bersumber dari lembar kerja siswa yang telah

dikerjakan oleh setiap kelompok. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik

Page 10: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

238 | H a l a m a n

dokumentasi. Analisis data dilakukan mulai dari reduksi data, penyajian data, serta

penarikan kesimpulan dan verifikasi temuan. Analisis data dilakukan dengan menelaah

ketepatan siswa dalam mengklasifikasikan jenis kata, jenis frasa, dan jenis kalimat sesuai

dengan kategorinya masing-masing. Analisis jenis kata terdiri atas kata benda, kata kerja,

kata sifat, dan kata bilangan. Analisis jenis frasa terdiri atas frasa endosentris dan frasa

eksosentris. Analisis jenis kalimat terdiri atas kalimat simpleks dan kalimat kompleks.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data yang ditemukan, anak secara umum cukup dapat menganalisis

jenis kata, frasa, dan kalimat dalam teks laporan hasil observasi. Berkaitan dengan hal itu,

berikut ini disajikan tabel indikator dan tabel hasil analisis kemampuan siswa dalam

menganalisis aspek kebahasaan dalam teks laporan hasil observasi.

Tabel 1. Indikator Kemampuan Siswa dalam Menganalisis Aspek Kebahasaan

Teks Laporan Hasil Observasi (LHO)

Indikator

Umum

Indikator Khusus

Analisis Jenis Kata Analisis Jenis Frasa Analisis Jenis Kalimat

Ketepatan

analisis

Siswa tepat dalam

menentukan jenis kata

sesuai dengan

kategorinya, yaitu kata

benda, kata kerja, kata

sifat, dan kata bilangan.

Siswa tepat dalam

menentukan jenis frasa

sesuai dengan kategorinya,

yaitu frasa endosentris dan

frasa eksosentris.

Siswa tepat dalam

menentukan jenis kalimat

sesuai dengan kategorinya,

yaitu kalimat simpleks dan

kalimat kompleks.

Mencari

contoh lain

Siswa dapat mencari

contoh lain dari jenis kata

yang telah ditentukan.

Siswa dapat mencari contoh

lain dari jenis frasa yang

telah ditentukan.

Siswa dapat mencari contoh

lain dari jenis kalimat yang

telah ditentukan.

Tabel 2. Hasil Analisis Aspek Kebahasaan Teks Laporan Hasil Observasi (LHO)

Nama

Jenis Analisis Aspek Kebahasaan Teks LHO

Analisis Jenis

Kata

Analisis Jenis

Frasa

Analisis Jenis

Kalimat

Bangga T 70 70 70

Helmy K 70 70 70

Imam L 85 70 70

Maria K 80 70 75

M. Berly 85 70 75

Noermanda 70 70 65

Briyandika 80 70 78

Evetin 65 70 78

Ines Prilia 80 70 78

Nafasya 70 70 65

Refa 80 70 65

Sekar 65 70 65

Abas Akbar 80 70 70

Ari Dimas 70 70 70

Imam Taufiq 70 70 70

Nazwa 70 70 60

Sabrina 75 70 60

Veysha Alain 70 70 70

Adriana 70 70 70

Dionisius 82 70 65

Khalid 72 70 65

Alpha 82 70 75

Putu Candra 72 70 75

Rakha Nadhif 72 70 75

Page 11: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

239 | H a l a m a n

Jumlah 1785 1680 1679

Rata-rata 74.375 70 69.95833

Sumber: Data Penelitian SMAN 7 Malang, 2018

Berdasarkan tabel 1, indikator penentuan kemampuan siswa dalam menganalisis aspek

kebahasaan tidak hanya berdasarkan ketepatannya dalam menentukan jenis kata, jenis

frasa, dan jenis kalimat, tetapi juga berdasarkan kemampuan siswa untuk mencari contoh

lain dari aspek kebahasaan yang telah ditentukan sebagai wujud pemahamannya. Pada

tabel 2, tampak bahwa siswa cukup mampu menganalisis aspek kebahasaan teks laporan

hasil observasi. Secara lebih terperinci, kemampuan siswa dalam menganalisis jenis kata,

jenis frasa, dan jenis kalimat dijelaskan sebagai berikut.

Kemampuan Siswa Kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam Menganalisis Jenis

Kata dalam Teks Laporan Hasil Observasi Kemampuan siswa dalam menganalisis jenis kata dalam teks laporan hasil

observasi didasarkan pada dua hal. Pertama, kemampuan siswa dalam menggolongkan

kartu kata sesuai kelas kata. Dalam hal ini, pengajar memberikan 30 kata dari sebuah teks

laporan hasil observasi, kemudian meminta siswa mengidentifikasi jenis kata, yaitu kata

benda, kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan. Kedua, kemampuan siswa dalam

menemukan contoh lain masing-masing jenis kata dari teks laporan hasil observasi utuh

yang disediakan. Dalam hal ini, dari 30 kata yang tersedia, rata-rata siswa mampu

menganalisis 14—23 kata.

Pada analisis kata benda, siswa sudah menunjukkan kemampuan yang baik. Siswa

dapat menemukan kata benda dan menyimpulkan ciri-ciri kata benda yang ada. Akan

tetapi, kata benda itu didominasi oleh kata benda yang secara struktur merupakan kata

dasar dan kata benda konkret. Misalnya, siswa dengan mudah mengenali kata benda dasar

seperti pohon, kelapa, pantai, buah, janur, sabut, dan sebagainya. Sebaliknya, untuk kata

benda turunan (memiliki imbuhan atau afiksasi) dan kata benda abstrak banyak terlewat

atau dianalisis dengan tidak tepat. Misalnya, sebutan, pesisir, bagian, penyakit,

pembuatan, dan sebagainya.

Analisis kata kerja tidak jauh berbeda dengan analisis kata benda. Siswa dapat

dengan mudah mengidentifikasi kata kerja, namun dominasinya adalah pada kata kerja

aktivitas atau kata kerja turunan berafiks meN- dan ber-. Misalnya, mencegah,

menyembuhkan, mentralkan, menyebar, berbatang, bermanfaat, berasal, dan sejenisnya.

Adapun kata kerja pasif seperti dijadikan, dihasilkan, keracunan, diyakini, dan

sebagainya atau kata kerja kopulatif seperti adalah dan merupakan terlewat dari perhatian

siswa. Artinya, siswa tidak memiliki pemahaman yang baik akan hal itu. Kalimat pasif

merupakan struktur turunan dari kalimat aktif. Objek pada kalimat aktif dipindahkan ke

awal kalimat dan imbuhan aktif (me-) berubah menjadi imbuhan pasif (di-) sehingga

terbentuklah kalimat pasif. Oleh karena itu, proses pemahaman kalimat pasif ini

membutuhkan lebih banyak usaha dibandingkan dengan kalimat aktif. Pada proses

berkomunikasi, siswa pada usia SMA dapat dipastikan mampu menghasilkan kalimat

berkata kerja pasif dan kalimat berkopula, tetapi siswa tidak memahami atau tidak

menyadari sistem bahasa di balik itu sehingga siswa tidak menyertakan kata kerja pasif

dan kopula tersebut dalam analisis kata kerja. Berkaitan dengan hal itu, Hyams dan

Ortofelli (2018:609) menegaskan bahwa anak yang mampu memproduksi bahasa seperti

orang dewasa pun akan menunjukkan kesulitan dalam memahami A-Movement dan

control structures. A-movement merupakan fenomena pemindahan objek ke subjek yang

berpengaruh pada terbentuknya kata kerja pasif sehingga membentuk kalimat pasif.

Page 12: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

240 | H a l a m a n

Analisis kata sifat dan kata bilangan cenderung tidak mengalami permasalahan

yang berarti. Siswa sudah dapat mengidentifikasi kata sifat dan kata bilangan berupa angka

dengan tepat. Namun demikian, perlu penguatan pada kata bilangan tak tentu seperti

beberapa, semua, dan seluruh. Padahal, Chrisomalis (2016:5) menyatakan bahwa kata

bilangan tak tentu itu relatif mudah dibedakan dengan kata bilangan tentu. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pendapat bahwa pada usia SMA kelas X, siswa belum dapat

memahami kata bilangan tak tentu.

Dalam kaitannya dengan kemampuan menemukan contoh lain, siswa mampu

menemukan contoh lain dari masing-masing jenis kata yang ada. Akan tetapi, jumlahnya

sangat terbatas yakni berkisar antara 2—5 contoh saja. Dari contoh-contoh yang

ditemukan itu, ada beberapa yang pengklasifikasiannya tidak tepat. Misalnya, kata guna

yang merupakan kata benda dimasukkan dalam kata kerja, kata kejatuhan yang merupakan

kata kerja dimasukkan dalam kata benda, atau kata pembuatan yang merupakan kata benda

dimasukkan dalam kata kerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa siswa kelas X MIPA 2 SMAN

7 Malang memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menganalisis jenis kata dalam

teks laporan hasil observasi. Namun demikian, kemampuan itu masih perlu ditingkatkan

kembali, terutama dalam kaitannya dengan kata benda dan kata kerja turunan serta kata

bilangan tak takrif.

Kemampuan Siswa Kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam Menganalisis Jenis

Frasa dalam Teks Laporan Hasil Observasi Kemampuan siswa dalam menganalisis jenis frasa dideskripsikan berdasarkan

jenis frasa endosentris dan frasa eksosentris. Secara umum, para siswa mampu

menentukan jenis frasa endosentris secara lebih baik dibandingkan dengan frasa

eksosentris. Selain itu, juga terdapat kesalahan dalam mengklasifikasikan jenis frasa,

tetapi jumlah kesalahan itu tidak banyak.

Untuk menjelaskan kemampuan siswa dalam menganalisis jenis frasa, pengajar

memberikan 20 frasa yang bersumber dari satu teks laporan hasil observasi dan teks

laporan hasil observasi utuh. Dari 20 frasa tersebut, siswa dapat menganalisis 8—14 frasa.

Adapun dari teks laporan hasil observasi secara utuh, siswa mampu menemukan 4—6

frasa.

Secara umum, siswa mampu menentukan jenis frasa, baik frasa endosentris

maupun frasa eksosentris. Melalui kegiatan diskusi, siswa mampu memahami konsep

frasa endosentris. Hal itu dibuktikan dengan hasil analisis siswa. Siswa mampu

menjelaskan bahwa pohon nyiur, banyak manfaat, tunas kelapa, lambang pramuka,

daging buah, air kelapa, pembungkus ketupat, bisa mencegah, dan gigi berlubang

merupakan frasa endosentris. Di samping itu, siswa dapat menemukan bentuk-bentuk

frasa endosentris lainnya seperti sudah menyebar, nama buah, dapat menetralkan,

tumbuhan palem, dan sebagainya.

Melalui kegiatan diskusi pula, siswa dapat memahami frasa eksosentris. Akan

tetapi, pemahaman terhadap frasa eksosentris ini tidak sebaik pemahaman terhadap frasa

endosentris. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya beberapa kesalahan analisis yang

dilakukan siswa. Misalnya, para dokter, sang penari, ketika upacara, dan untuk kalian yang

merupakan frasa eksosentris dimasukkan ke dalam frasa endosentris. Di samping itu,

siswa juga menuliskan bentuk bagian tumbuhan, banyak terdapat, tubuh kita, kelapa bisa,

dan masih banyak sebagai contoh dari frasa eksosentris.

Berdasarkan temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sudah memiliki

pemahaman yang baik terhadap frasa dan dapat menganalisis jenis frasa dalam teks

Page 13: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

241 | H a l a m a n

laporan hasil observasi. Meskipun ditemukan kesalahan, kesalahan tersebut tidak banyak.

Meskipun demikian, siswa perlu mendapatkan penguatan dalam menganalisis jenis frasa

eksosentris. Sebagaimana dikemukakan Deen (2018:574) bahwa pemerolehan morfologi

dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah proses dan

tahapan dalam memahami frasa endosentris sebelum kemudian memahami frasa

eksosentris.

Kemampuan Siswa Kelas X MIPA 2 SMAN 7 Malang dalam Menganalisis Jenis

Kalimat dalam Teks Laporan Hasil Observasi Melalui teknik yang sama dengan (2) dan (3), diketahui pula bahwa siswa memiliki

pemahaman berkategori baik dan dapat menganalisis jenis kalimat dalam teks hasil

observasi. Secara umum, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat simpleks dan kalimat

kompleks. Dalam hal ini, kalimat simpleks lebih mudah dipahami daripada kalimat

kompleks. Hal itu dibuktikan dengan jawaban siswa yang 100% tepat dalam menganalisis

kalimat simpleks. Siswa juga dapat menemukan contoh lain dari kalimat simpleks di

antaranya tinggi pohon kepala bisa mencapai tiga meter, buahnya tertutup sabut, buah

kelapa bagus untuk mencegah keracunan, dan pohon kelapa sekarang sudah menyebar luas

di seluruh pantai tropika dunia.

Sebagian besar siswa masih belum memahami konsep kalimat kompleks. Bagi

siswa, kalimat kompleks adalah kalimat yang panjang atau kalimat yang memiliki

konjungsi. Hal itu merupakan fenomena error of overregulation yang dijelaskan Deen

(2018:579) sebagai fenomena kesalahan ketika seseorang memeroleh suatu sistem bahasa,

tetapi belum memahami sistem itu sepenuhnya karena ada kondisi/syarat khusus dari

sistem tersebut. Jadi, orang tersebut menerapkan satu sistem yang sudah dipahami pada

semua kondisi yang sebenarnya tidak sesuai dengan sistem bahasa tersebut. Hal itu

dibuktikan dengan siswa yang memasukkan kalimat bagian-bagian dari tumbuhan ini

adalah buah kelapa, batang, pelepah, dan akar sebagai kalimat kompleks dengan argumen

bahwa kalimat tersebut panjang dan memiliki konjungsi dan. Padahal, kalimat kompleks

tidak didasarkan pada panjang pendek atau adanya konjungsi semata. Sebuah kalimat

dikategorikan sebagai kalimat kompleks apabila kalimat tersebut memiliki minimal dua

klausa. Oleh sebab itu, meskipun kalimat tersebut menggunakan konjungsi dan, kalimat

tersebut merupakan kalimat simpleks karena hanya memiliki satu klausa, yaitu bagian-

bagian dari tumbuhan ini sebagai subjek, adalah sebagai predikat, kemudian buah kelapa,

batang, pelepah, dan akar sebagai pelengkap. Bukti lainnya bahwa siswa belum mampu

menganalisis kalimat kompleks adalah siswa tidak dapat memberikan contoh lain kalimat

kompleks dari teks laporan hasil observasi yang disediakan. Berdasarkan hal itu, Vonk,

Higby, dan Obler (2018:426) terdapat perbedaan performansi pada berbagai tipe kalimat.

Performansi pada kalimat transitif sederhana lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan

performansi kalimat kompleks yang memiliki klausa subordinatif.

Dapat ditambahkan tabel yang menggambarkan tentang kemampuan siswa yang

dilengkapi dengan data kuantitatif

SIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa lebih dapat

menganalisis aspek kebahasaan berupa kata dan frasa dibandingkan kalimat. Hal itu

disebabkan oleh karakteristik kata dan frasa yang lebih sederhana. Sementara itu, kalimat

lebih banyak membutuhkan unit-unit bahasa yang lebih kompleks. Selain itu, terdapat

kesalahan dalam menganalisis aspek kebahasaan kata, frasa, dan kalimat walaupun

Page 14: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

242 | H a l a m a n

jumlahnya tidak banyak. Secara lebih khusus, terdapat tiga hal yang dapat disimpulkan

sesuai dengan fokus pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Siswa dapat menganalisis jenis kata. Pada analisis kata benda, siswa sudah

menunjukkan kemampuan yang baik. Siswa dapat menemukan kata benda dan

menyimpulkan ciri-ciri kata benda yang ada. Akan tetapi, kata benda itu didominasi

oleh kata benda yang secara struktur merupakan kata dasar dan kata benda konkret.

Siswa dapat dengan mudah mengidentifikasi kata kerja, namun dominasinya adalah

pada kata kerja aktivitas atau kata kerja turunan berafiks meN- dan ber-. Siswa sudah

dapat mengidentifikasi kata sifat dan kata bilangan berupa angka dengan tepat. 2. Siswa dapat menganalisis jenis frasa, baik frasa endosentris maupun frasa eksosentris.

Akan tetapi, pemahaman terhadap frasa eksosentris ini tidak sebaik pemahaman

terhadap frasa endosentris.

3. Siswa memiliki pemahaman berkategori cukup baik dan dapat menganalisis jenis

kalimat dalam teks hasil observasi. Siswa lebih dapat menganalisis kalimat simpleks

daripada kalimat kompleks. Dalam hal ini, kalimat simpleks lebih mudah dipahami

daripada kalimat kompleks.

Berdasarkan uraian tersebut, terdapat beberapa saran untuk beberapa pihak. Bagi

guru, pembelajaran aspek kebahasaan pada teks laporan hasil observasi perlu didasarkan

pada kemampuan awal siswa agar siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam

menganalisis aspek kebahasaan dengan optimal. Selain itu, guru dapat menginovasi

pembelajarannya dalam penyajian materi aspek kebahasaan secara lebih sistematis sesuai

kriteria kesulitannya agar siswa dapat memahami aspek kebahasaan secara lebih bertahap

dan menyeluruh. Bagi dosen, perlu dikembangkan pembelajaran aspek kebahasaan teks

laporan hasil observasi atau jenis teks laiinya secara lebih inovatif dan menarik

berdasarkan kemampuan awal siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Alptekin, C. 2013. English as A Lingua Franca through A Usage-Based Perspective:

Merging The Social and The Cognitive in Language Use. Language, Culture and

Curriculum, 26(2), 197–207.

Bauer, Laurie. 2008. English Exocentric Compound. Dany Amiot (ed). La Composition

Dans Une Perspective Typologique hal. 35-47. Arras: Artois Presses Université.

Becker, M. 2014. Animacy and the Acquisition of Tough Adjectives. Language

Acquisition, 22(1), 68–103. Caramelli, Nicoleta; Setti, Annalisa; dan Maurizzi, Donatella D. 2004. Concrete and

Abstract Concepts in School Age Children. Psychology of Language and

Communication 2004, Vol. 8 (2): 19-34. Chrisomalis, S. 2016. Umpteen Reflections on Indefinite Hyperbolic Numerals. American

Speech, 91(1), 3–33.

Deen, Kamil Ud. 2018. The Acquisition of Morphology. Fernadez, Eva M. dan Cairns,

Helen Smith. (Eds.) The Handbook of Psycholinguistics. New Jersey: Wiley

Blackwell.

Garim, Idawati dkk. 2017. Morphology and Syntax of Tae’ Language. The 1st

International Conference on Education, Science, Art and Technology (the 1st

ICESAT) Universitas Negeri Makassar. 22 – 23 July 2017: 88-97.

Gogate, Lakshmi dan Maganti, Madhavilatha. 2017. The Origins of Verb Learning:

Preverbal and Postverbal Infants’ Learning of Word-Action Relations. Journal of

Speech, Language, and Hearing Research Vol. 60: 3538-3550.

Hill, F., Reichart, R., & Korhonen, A. 2014. Multi-modal Models for Concrete and

Page 15: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

243 | H a l a m a n

Abstract Concept Meaning. Transactions of the Association of Computational

Linguistics, 2(1), 285-296.

Hyams, Nina dan Orfitelli, Robyn. 2018. The Acquisition of Syntax. Fernadez, Eva M.

dan Cairns, Helen Smith. (Eds.) The Handbook of Psycholinguistics. New Jersey:

Wiley Blackwell.

Sneddon, J. N. dkk. 2010. Indonesian: A Reference Grammar 2nd Edition. Sydney: Allen

& Unwin.

Strickland, Brent. 2016. Language Reflects “Core” Cognition: A New Theory About the

Origin of Cross-Linguistic Regularities. Cognitive Science: A Multidisplinary

Journal: 1-32.

Vonk, Jet M. J.; Higby, Eve; dan Obler, Loraine K. 2018. Comprehension in Older Adult

Populations: Healthy Aging, Aphasia, and Dementia. Fernadez, Eva M. dan

Cairns, Helen Smith. (Eds.) The Handbook of Psycholinguistics. New Jersey:

Wiley Blackwell.

Page 16: PRAKATA DEKAN FKIP UMM

Q.3?-:-i

r4

s,

44v)r/)

C- ,v̂}T--5'1

V̂rt-?t.----xs.

aI6nHd)1ilG-IF

Io*

.J(Q'

5i.a

:}l{C

)MfH-(J-a

6Of\x== 3lamo-zaIzIcf)(f)T

E

"jtrloZ

m#*H*

*:BE

f,::1: 11:

' ;: .rr

[{":._.',1.f.'r'}!.l:,'.,,

5r-p--4 I

I

Hr.*.LJ

At*{, ia.

a*

*F*

t1-*-{+af*Fr-*rlr{

. $r*AhLa..,.r;,(&

lh{{