Pr Ujian Dokter Muda Anestesi
-
Upload
geetha-puvan -
Category
Documents
-
view
53 -
download
7
description
Transcript of Pr Ujian Dokter Muda Anestesi
PR UJIAN DOKTER MUDA ANESTESI
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FK UNUD/ RSUP SANGLAH
Nama Penguji : dr. I Putu Agus Surya Panji, Sp.An.
Nama Dokter Muda : Sangeetha Puvanandran
NIM : 0902005202
OBAT NYERI
a. Golongan Opioid
Mekanisme kerja secara sentral pada reseptor-reseptor opioid, yaitu:
o Reseptor Mu : bekerja secara agonis untuk menimbulkan analgesia, rasa
segar, euphoria, dan depresi.
o Reseptor Kappa : stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi, dan
anestesia.
o Reseptor Sigma : stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia,
halusinasi, midriasis pupil, dan stimulasi respirasi.
Pada sistem supraspinal, kerja opioid pada reseptor substantia grisea, yaitu di
periaquaduktus dan periventricular. Sedangkan pada sistem spinal kerjanya di substantia
gelatinosa korda spinalis.
Figure: Brainstem local circuitry underlying opioid receptor (MOR)–mediated analgesia. The pain inhibitory neuron (I) is indirectly excited by opioids (exogenous or endogenous) that inhibit aninhibitory (GABAergic) interneuron (GABA).
Yang termasuk golongan opioid, antara lain:
Morfin (paling mudah larut dalam air dan kerja analgesinya cukup panjang)
o Kemasan : 1 ampul 1 ml mengandung 10 mg atau 20 mg.
o Dosis :
Nyeri sedang : 0,1 -0,2 mg/kgBB diulang setiap 4 jam.
Nyeri berat : 1-2 mg/kgBB IV diulang sesuai keperluan.
Nyeri pasca bedah : 2-4 mg epidural atau 0,2-0,5 mg intratechal diulang tiap 6-
12 jam.
o Efek Farmakologi:
Sistem saraf pusat
Mempunyai sifat depresi dan stimulasi. Digolongkan sifat depresi, yaitu:
analgesi, sedasi, perubahan emosi, dan hipoventilasi alveolar. Stimulasi
termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual, muntah, hiperaktif refleks
spinal, konvulsi, dan sekresi hormone ADH.
Sistem kardiovaskuler
Dosis besar dapat merangsang vagus dan mengakibatkan bradikardi, tidak
mengakibatkan depresi miokardium. Pada dosis terapiutik, tidak menganggu
sirkulasi pada orang dewasa normal.
Sistem respirasi
Merangsang pelepasan histamine sehingga mengakibatkan konstriksi bronkus.
Sistem saluran cerna
Dapat menyebabkan kejang saluran cerna sehingga mengakibatkan konstipasi,
kolik akibat kejang sfingter oddi.
Sistem urinaria
Mengakibatkan kejang sfingter buli-buli.
o Indikasi :
Digunakan untuk menangani nyeri sedang sampai berat.
o Kontraindikasi:
Pasien asma, bronchitis kronis, gangguan empedu, pasien orang tua dan bayi,
kehamilan.
o Efek samping dan penanganan:
Mual muntah : ondansetron 4 mg IV
Pruritus : diphenhydramine 25-50 mg
Bronkokonstriksi : bronkodilator.
Petidin
Suatu derivat opioid sintetik yang mempunyai efek klinik dan efek samping hampir
sama dengan morfin.
o Kemasan : 1 ampul 2 ml mengandung 50 mg.
o Dosis :
IM : 1-2 mg/kgBB diulang 3-4 jam.
IV : 0,2-0,5 mg/kgBB.
Analgesia spinal: 1-2 mg/kgBB.
o Efek farmakologis:
Efektif sebagai anti menggigil pasca bedah.
Lama kerja lebih pendek dan menyebabkan dilatasi bronkus.
o Indikasi : untuk menangani nyeri sedang sampai berat.
o Kontraindikasi:
Pemberian harus hati-hati pada pasien orang tua atau bayi dan keadaan umum
buruk, acute abdomen condition, insufisiensi respirasi berat.
o Efek samping dan penanganan:
Mual muntah : ondansetron 4 mg IV.
Pruritus, urtikaria : diphenhydramine 25-50 mg.
Fentanyl
Merupakan obat narkotik sintetik yang paling banyak digunakan, dengan potensi
1000 kali lebih kuat dibandingkan dengan petidin dan 50-100 kali lebih kuat dari
morfin.
o Dosis:
Untuk analgesia, 1-2 mcg/kgBB IM
Untuk induksi anestesia, 100-200 mcg/kgBB IV
Untuk suplemen analgesia, 1-2 mcg/kgBB IV
o Mekanisme kerja: menghambat jalur ascending nyeri.
o Efek farmakologi:
Sistem saraf pusat
Bersifat depresan terhadap SSP sehingga menurunkan kesadaran pasien. Pada
dosis lazim, kesadaran pasien menurun dan khasiat analgetiknya sangat kuat.
Pada dosis tinggi akan terjadidepresi pusat nafas dan kesadaran pasien
menurun sampai koma.
Sistem respirasi
Depresi frekuensi nafas pada dosis 1-2 mcg/kgBB, dosis>3 mcg/kgBB
menimbulkan depresi frekuensi dan volume nafas.
Sistem kardiovaskuler
Tidak mengalami perubahan.
Sistem endokrin
Mampu menekan respons sistem hormonal dan metabolic akibat stress
anestesia dan pembedahan, sehingga kadar hormone katabolic dalam darah
relatif stabil.
o Indikasi : untuk menangani nyeri sedang sampai berat.
o Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, toxin-mediated diarrhea, ileus paralitik, depresi respirasi.
o Efek samping dan penanganan:
Mual muntah : ondansetron 4 mg IV
Konstipasi
Berkeringat dan mulut kering.
b. Tramadol
Dosis penggunaan : 50-100 mg PO tiap 4-6 jam, tidak lebih dari 400 mg/hari.
Mekanisme kerja : analgesia sentral, sebagian dapat berikatan dengan reseptor mu
opioid.
Indikasi : untuk menangani nyeri sedang sampai berat.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, ketergantungan opioid, pasien bunuh diri.
Efek samping : mual muntah, pruritus, vertigo, konstipasi.
Penanganan efek samping:
o Mual muntah : ondansetron 4 mg IV
o Pruritus : diphenhydramine 25-50 mg.
c. Ketorolac
Dosis penggunaan :
o IV: 30 mg dosis tunggal atau 30 mg tiap 6 jam, tidak lebih dari 120 mg/hari.
o IM: 60 mg dosis tunggal atau 30 mg tiap 6 jam, tidak lebih dari 120 mg/hari.
o PO: 20 mg untuk dosis pertama, kemudian dilanjutkan dengan pemberian secara
IV atau IM 10 mg tiap 4 atau 6 jam, tidak lebih dari 40 mg/hari.
Mekanisme kerja :
Menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim COX-1
Indikasi :
Ddigunakan untuk menangani nyeri akut sedang sampai berat.
Kontraindikasi :
Ibu hamil dan menyusui, pasien yang sedang menjalani pengobatan NSAID lain atau
aspirin, renal impairment, peptic ulcer, GI bleeding, GI perforasi, pasien dengan
risiko perdarahan, pasien hipersensitivitas.
Efek samping :
Dispepsia, headache, nyeri gastrointestinal, nausea.
Penanganan Efek samping:
Nausea ditangani dengan ondansetron 4mg.
d. Paracetamol (acetaminophen)
Dosis penggunaan :
o IV: untuk berat badan 50 kg keatas diberikan dengan dosis 650 mg IV tiap 4 jam
atau 1000 mg IV tiap 6 jam, tidak lebih dari 4 g/hari. Untuk berat badan <50 kg
diberikan dengan dosis 12,5 mg/kgBB IV tiap 4 jam atau 15 mg/kgBB IV tiap 6
jam, tidak lebih dari 750 mg/dose atau 3,75 mg/hari.
o PO: 500-1000 mg PO tiap 8 jam PRN.
Mekanisme kerja :
Menghambat sintesis prostaglandin di CNS.
Indikasi :
Digunakan untuk menangani nyeri ringan sampai sedang dan nyeri sedang sampai
berat dengan adjuvant opioid.
Kontraindikasi :
Hipersensitivitas, hepatitis atau hepatic/renal dysfunction, alcoholism.
Efek samping :
Hepatotoksik, liver failure, nefrotoksik, urticarial, rash.
Penanganan Efek samping:
Untuk menurunkan efek toksik digunakan acetylsistein, untuk menanggulangi efek
hipersensitivitas diberikan diphenhydramine 25-50 mg.
Algoritma Resusitasi Berdasarkan AHA 2010
Adult BLS
Adult Cardiac Arrest
Perubahan pada AHA 2010
- Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B. : Memulai dengan kompresi dapat meningkatkan
outcome, kompresi dada dapat menyediakan vital blood flow ke jantung dan otak.
Penundaan kompresi dapat menurunkan survival rate
- “Look, listen, dan feel untuk breathing” dihilangkan dari algoritma : Saat memulai RJP,
jalan nafas sudah terbuka dan penolong memberikan 2 nafas bantuan.
- Frekuensi kompresi paling sedikit 100/menit : Jumlah kompresi dada yang diberikan per
menit selama RJP penting untuk menentukan kembalinya sirkulasi secara spontan.
- Kedalaman kompresi sedikitnya 5 cm: Kompresi mengkibatkan adanya aliran darah
primer dengan meningkatkan tekanan intratoraks dan secara langsung memompa jantung.
Kedalaman kompresi 5 cm lebih efektif.
Terapi DC Shock
Defibrilasi merupakan pemberian energi nonsynchronized selama fase siklus kardiak. Pemberian
kejutan (shock) pada defibrilasi mengakibatkan aliran listrik dari elektrode negatif ke elektrode
positif pada defibrilator, melewati jantung. Hal ini mengakibatkan semua sel otot jantung
berkontraksi secara simultan, sehingga aktivitas peacemaker SA node dapat kembali normal.
o Indikasi : Ventrikular takikardi (VT), Ventrikular fibrilasi (VF)
o Kontraindikasi : dysrhythmia akibat peningkatan automatisasi, antara lain pada
toksisitas terhadap digitalis dan catecholamine-induce arrhythmia.
o Gelombang defibrilasi : 120-200J biphasic atau 360J monophasic
o Komplikasi : atrial, ventricular, and junctional premature beats; komplikasi
yang serius dapat terjadi jika energy atau gelombang yang digunakan terlalu tinggi; kulit
terbakar biasanya akibat teknik dan penempatan electrode yang tidak tepat.
Sumber:
1. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi, 2010
Oleh: dr. Gde Mangku, Sp. An. KIC dan dr.Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp. An.
2. Highlights of the 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC, AHA
2010.
3. Pharmacology LANGE edisi ke 11, Katzung.