PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

151
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL JANNAH, S.Farm. 1306502384 ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

Transcript of PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

Page 1: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR

PERIODE 5 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2015

Page 2: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR

PERIODE 5 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2015

Page 3: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

iii

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 4: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

iv

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 5: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

v

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 6: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktik Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) di Industri PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya

Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor, Periode 5 September-31 Oktober 2014.

Pelaksanaan PKPA di Industri menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi

Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran apoteker di

Industri.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan

pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa,

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga

penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan

ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Deddy Rifandi, S.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Manajer Produksi

Farma atas bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA dan

penyusunan laporan ini.

2. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku pembimbing II PKPA yang telah

membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis dalam penyusunan

laporan PKPA dan selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia.

3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia.

4. Bapak Juzardi Joesoef selaku Presiden Direktur PT. Galenium Pharmasia

Laboratories, Bogor atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk

melaksanakan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

5. Seluruh staf Produksi, Mas Nanang, Ibu Yusnizar, Mbak Purwati, Mbak

Anita, dan Mbak Ingram yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA

di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 7: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

vii

6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI atas

ilmu yang telah diberikan selama ini dan seluruh staf tata usaha Fakultas

Farmasi UI.

7. Kakek, nenek dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril

dan materil kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan PKPA di PT. Galenium Pharmasia

Laboratories atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan

kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan PKPA

ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan

laporan PKPA ini. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis

selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Penulis

2014

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 8: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

viii

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 9: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

ix

ABSTRAK

Nama : Fadilatul Jannah, S.Farm

NPM : 1306502384

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium

Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala

Bogor Periode 5 September – 31 oktober 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan

untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan mengenai tugas dan

tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. Selain itu, melalui praktik kerja ini

diharapkan calon apoteker memahami tentang penerapan Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB) di Industri. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pengamatan

Lean Manufacturing dan Overall Equipment Effectiveness terhadap Proses

Produksi Sirup di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. Tujuan penyusunan

tugas khusus ini adalah untuk mengidentifikasi pemborosan dalam proses

produksi, menghitung nilai OEE serta memberikan alternative atau solusi terhadap

masalah produksi sesuai dengan penerapan Lean Manufacturing.

Kata Kunci : Industri, Farmasi, Lean Manufacturing, OEE.

Tugas Umum : xv + 93 halaman; 6 lampiran

Tugas Khusus : vii + 35 halaman; 4 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 16 (2006 - 2014)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2011 - 2014)

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 10: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

x

ABSTRACT

Name : Fadilatul Jannah, S.Farm.

NPM : 1306502384

Department : Profesi Apoteker

Title : Pharmacist Internship Report at PT. Galenium

Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km

51,5 Cimandala Bogor Periods of September 5th

October 31st

2014

Pharmacist internship at PT. Galenium Pharmasia Laboratories aims to know and

understand the role and responsibility of Pharmacist in Pharmacy Industry. In

addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the

application of Good Manufacturing Practice (GMP). The internship given a

special assignment titled Observation of Lean Manufacturing and Overall

Equipment Effectiveness in The Production Process of Syrup X in PT. Galenium

Pharmasia Laboratories. The purposes of this particular assignment are

identification waste of production process, count the OEE value and give the

solution for the production process accomplices with the Lean Manufacturing

Practice in PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

Keywords :Pharmacy Industry;Lean

Manufacturing;OEE

General Assignmen :xvi + 93 pages; 6 appendices

Special Assignment :vii + 35 pages; 4 appendices

Bibliography of General Assignment : 16 (2006 - 2014)

Bibliography of Special Assignment : 6 (2011 - 2014)

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 11: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................. viii

ABSTRAK ............................................................................................................ ix

ABSTRACT .......................................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................ 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

2.1 Industri Farmasi ........................................................................................ 4

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi .............................................. 5

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ....................................... 6

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik .............................................................. 6

2.2.1 Manajemen Mutu ........................................................................... 7

2.2.2 Personalia ....................................................................................... 8

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas .................................................................. 10

2.2.4 Peralatan ......................................................................................... 11

2.2.5 Sanitasi dan Higienie ..................................................................... 12

2.2.6 Produksi .......................................................................................... 12

2.2.7 Pemastian Mutu.............................................................................. 16

2.2.8 Pengawasan Mutu .......................................................................... 17

2.2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok 18

2.2.10 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan

Kembali Produk ............................................................................ 19

2.2.11 Dokumentasi .................................................................................. 20

2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................. 21

2.2.13 Kualifikasi dan Validasi ................................................................. 22

2.3 ISO 9001 ................................................................................................... 22

2.3.1 Definisi dan Sejarah ....................................................................... 22

2.3.2 Manfaat penerapan ISO 9001:2008 ............................................... 24

2.3.3 Klausul ISO 9001:2008.................................................................. 25

2.4 OHSAS 180001 ......................................................................................... 26

2.4.1 Pendahuluan .................................................................................. 26

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 12: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xii

2.4.2 Klausul OHSAS ............................................................................. 27

2.4.3 Manfaat Penerapan OHSAS .......................................................... 28

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. GALENIUM PHARMASIA

LABORATORIES .................................................................................. 29

3.1 Profil ............................................................................................... 29

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ......................................................... 29

3.1.2 Visi dan Misi Perusahaan............................................................. 30

3.1.3 Kebijakan Mutu Perusahaan ........................................................ 30

3.1.4 Logo ............................................................................................. 31

3.2 Fungsi Dasar ..................................................................................... 32

3.3 Lokasi dan Bangunan ...................................................................... 32

3.4 Produk ............................................................................................. 33

3.5 Struktur Organisasi .......................................................................... 33

3.5.1 Departemen Quality Operation ................................................... 33

3.5.2 Departemen Produksi Farma ....................................................... 34

3.5.3 Departemen research and development (R&D) ........................... 39

3.5.4 Departemen supply chain (SC) .................................................... 39

3.6 Sistem Tata Udara ........................................................................... 43

3.7 Water system and distribution .......................................................... 43

3.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) .......................................... 46

3.8.1 Pengolahan Limbah secara Fisika............................................... 46

3.8.2 Pengolahan Limbah secara Kimia .............................................. 47

3.8.3 Pengolahan Limbah secara Biologi ............................................ 48

BAB 4. PEMBAHASAN ...................................................................................... 49

4.1 Manajemen Mutu ..................................................................................... 49

4.2 Personalia .................................................................................................. 52

4.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................................................. 53

4.4 Peralatan ................................................................................................... 55

4.5 Sanitasi dan Higienie ................................................................................ 56

4.5.1 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas.................................................. 57

4.5.2 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan ........................................... 58

4.5.3 Higiene Perorangan ..................................................................... 58

4.6 Produksi .................................................................................................... 60

4.6.1 Penyusunan Jadwal Produksi ...................................................... 60

4.6.2 Pembagian Ruang Produksi ....................................................... 61

4.6.3 Alur Masuk Personil dan Barang ................................................ 62

4.6.4 Kegiatan Produksi ....................................................................... 65

4.6.4.1 Produksi Larutan ............................................................ 66

4.6.4.2 Produksi Tablet .............................................................. 67

4.6.4.3 Produksi Semisolid ......................................................... 68

4.6.5 Kegiatan Pengemasan ................................................................. 69

4.6.6 Dokumentasi ............................................................................... 70

4.7 Pengawasan Mutu..................................................................................... 71

4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok .......... 75

4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk . 77

4.10 Dokumentasi ............................................................................................. 79

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 13: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xiii

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ........................................ 79

4.12 Kualifikasi dan Validasi ........................................................................... 82

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 82

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 82

5.2 Saran ............................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 14: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Logo PT Galenium Pharmasia Laboratories .......................................... 31

Gambar 4.1 Alur Produksi Sediaan Larutan ................................................................. 66

Gambar 4.2 Alur Produksi Sediaan Tablet ................................................................... 68

Gambar 4.3 Alur Produksi Sediaan Semi Solid............................................................ 69

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 15: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Parameter Pemeriksaan Air Limbah .............................................................. 48

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 16: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Galenium Pharmasia Laboratories .................. 86

Lampiran 2 Struktur Organisasi Produksi Farma ......................................................... 87

Lampiran 3 Alur Proses Produksi Tablet, Sirup, Krim, dan Sabun ............................. 88

Lampiran 4 Alur Proses Produksi Salep, Bedak, Emulsi, dan Lotion ......................... 89

Lampiran 5 Daftar Produk Farma PT Galenium Pharmasia Laboratories................... 90

Lampiran 6 Daftar Produk PSC PT Galenium Pharmasia Laboratories ...................... 92

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 17: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

ditetapkan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Seiring dengan perkembangan dan peningkatan pendidikan pada

masyarakat yang semakin pesat berdampak pada peningkatan kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan. Peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat

juga berdampak pada peningkatan kebutuhan produk-produk penunjang

kesehatan, salah satunya adalah obat. Industri Farmasi sebagai produsen obat

dituntut untuk dapat menyediakan obat dalam jenis, jumlah dan kualitas yang

memadai. Oleh karena itu, Industri Farmasi harus mampu menghasilkan obat yang

memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality)

dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan (Menteri Kesehatan RI,

2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah

badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan

kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi merupakan salah satu

komponen yang berperan dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat dengan

melakukan fungsinya sebagai produsen obat untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat terhadap obat. Industri Farmasi dalam pembuatan obat harus

menerapkan acuan standar sebagai pedoman dalam pembuatan obat yang baik

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mengharuskan pembuatan obat

yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan oleh Industri Farmasi dalam

seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi, sehingga obat jadi yang

dihasilkan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 18: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

2

Universitas Indonesia

PT. Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu perusahaan

manufaktur yang menghasilkan produk medis dan non medis. Salah satu upaya

yang dilakukan Industri Farmasi termasuk PT. Galenium Pharmasia Laboratories

untuk meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan

GMP (Good Manufacturing Practices) ke dalam seluruh sistem penunjang mutu.

Di Indonesia, GMP lebih dikenal dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang

Baik), melalui pedoman yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,

seluruh aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat

diterapkan di perusahaan farmasi pertama yang menerima tiga sertifikat sistem

kualitas yaitu CGMP untuk obat, CGMP untuk kosmetik dan ISO 9001:2008 ini

dengan tujuan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan

tujuan pemakaiannya.

Produksi obat yang baik adalah produksi yang telah memenuhi ketentuan-

ketentuan CPOB, dimana tidaklah cukup bila obat jadi hanya sekedar lulus dari

serangkaian pengujian, tetapi sangat penting bahwa mutu harus dibentuk ke dalam

produk tersebut (CPOB, 2012). Pembentukan mutu terhadap produk dipengaruhi

oleh beberapa aspek yang terangkum dalam CPOB 2012 yang salah satunya

adalah personalia atau Sumber Daya Manusia. Personalia merupakan bagian

penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang

memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, Industri Farmasi menjadi salah

satu tempat bagi apoteker untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang

meliputi pengadaan, penyimpanan, pembuatan obat, pengawasan, pengendalian

mutu, dan distribusi obat. Apoteker merupakan salah satu personil kunci yang

diperlukan dalam Industri Farmasi sehingga pembekalan menyeluruh secara teori

dan praktik mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran tentang peran dan

tanggung jawab apoteker dalam intuisi pekerjaan, salah satunya adalah Industri

Farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia bekerjasama dengan PT. Galenium Pharmasia Laboratories

menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 5

September 2014 sampai tanggal 31 Oktober 2014 untuk memberi pengetahuan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 19: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

3

Universitas Indonesia

kepada calon apoteker dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan

kefarmasian di Industri Farmasi.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT.

Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan untuk :

a. Memahami peranan, tugas dan tanggung jawab Apoteker di Industri

Farmasi.

b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis

mengenai pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

c. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT.

Galenium Pharmasia Laboratories.

d. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian

di Industri Farmasi.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 20: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

4 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, Industri Farmasi adalah badan

usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan

pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan

kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan

bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian

mutu sampai diperoleh obat jadi untuk didistribusikan. Sementara itu, obat

adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Bahan obat adalah bahan baik yang

berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat

dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat dikatakan bermutu

bila memenuhi persyaratan aman (safety), berkhasiat (efficacy), dan berkualitas

(quality) (Badan POM, 2012).

Setiap Industri Farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.

Izin usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap

berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha

Industri Farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip yang

diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin Industri Farmasi dengan

status Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) yang telah mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari

instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan

permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini

diberikan paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan

prinsip ini diberikan kepada Industri Farmasi untuk melakukan persiapan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 21: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

5

Universitas Indonesia

dan usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan.

Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun

perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan

proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi Industri

Farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan

bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

Izin usaha Industri Farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya

selama perusahaan Industri Farmasi yang bersangkutan berproduksi dan

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam

surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

245/MENKES/SK/V/1990.

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi

Izin usaha Industri Farmasi diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan Industri

Farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun.

Persyaratan Industri Farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri

Kesehatan No. 1799 / Menkes / XII / 2010, sebagai berikut :

a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT).

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

d. Memiliki secara tetap, paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga

negara Indonesia (WNI), masing-masing sebagai penanggung jawab

pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun

tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di

bidang kefarmasian.

f. Memenuhi persyaratan CPOB dan melakukan farmakovigilans.

Pengecualian dari persyaratan pada poin 1 dan 2, bagi pemohon izin

Industri Farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Industri Farmasi yang membuat obat dan atau bahan obat

yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus sesuai

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 22: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

6

Universitas Indonesia

dengan ketentuan perundang-undangan (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010)

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut apabila industri yang

bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran sebagai berikut:

a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri

Farmasi; dan atau

b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat

Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau

c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi tidak menyampaikan informasi Industri Farmasi secara berturut-

turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak

benar; dan atau

d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan

tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau

e. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang

tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu;

dan atau

f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang

ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara pembuatan obat yang baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah

cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang

dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup

seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat,

pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen

menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 23: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

7

Universitas Indonesia

dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa,

memulihkan, atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian

pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam

produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses

produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil

yang terlibat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh Industri

Farmasi sebagai dasar pengembangan peraturan internal sesuai kebutuhan.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi

persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB

mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2012).

2.2.1 Manajemen Mutu

Di setiap Industri Farmasi perlu adanya manajemen yang bertanggung

jawab agar obat yang dihasilkan sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar

(registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan

tersebut perlu adanya suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan

komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan

para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur

organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian

dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa

pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan

Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB),

pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen

mutu yang saling terkait. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang

mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan

mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas

semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 24: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

8

Universitas Indonesia

dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu

pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman

CPOB, seperti desain dan pengembangan produk.

CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa

obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang

sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan

spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB

yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta

dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahwa bahan yang

belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak

dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko

mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,

pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat

diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan POM, 2012).

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan

awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan

dengan pekerjaannya.

Industri Farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan

berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah

tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko

terhadap mutu obat. Industri Farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas

spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah

dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 25: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

9

Universitas Indonesia

kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.

Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang

tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.

Personil kunci dalam Industri Farmasi terdiri dari kepala bagian produksi,

kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi

personil kunci dalam Industri Farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian

produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu

dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu

terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang

penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya

secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar

organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya

atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.

Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu

hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh

pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang

pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk

melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian

produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki

tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan

mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup:

a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen

b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat

c. Higiene pabrik

d. Validasi proses

e. Pelatihan

f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan

g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak

h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk

i. Penyimpanan catatan

j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB

k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 26: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

10

Universitas Indonesia

yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan POM, 2012)

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan

baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain

ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan

pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan

pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat

menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah,

dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan

tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap

pencemaran tersebut.

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan

dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh

cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarangnya serangga,

burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Sehingga hendaklah tersedia

prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat

dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur

dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas

hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi

mutu obat.

Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang

ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan

bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau

produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan

produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 27: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

11

Universitas Indonesia

pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan

POM, 2012).

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah

kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya

berdampak buruk pada mutu produk.

Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah

sesuai dengan penggunaan dengan produksi atau pengujian obat dan apakah

terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau

produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat

mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.

Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta

disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan

hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.

Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan

hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode

yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah

disimpan.

Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak

melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh

digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus

yang tidak melepaskan serat.

Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi

hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi

rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan POM,

2012).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 28: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

12

Universitas Indonesia

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan

pembersih dan desinfeksi, serta segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui

suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap

berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah

mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan

pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara

ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan.

Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara

luas selama sesi pelatihan.

Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.

Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua

personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan

tingkat higiene perorangan yang tinggi.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan

dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah ada

prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta

menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan, dan bahan

pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan.

Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktik tidak higienis di area

pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu

produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah

divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi

persyaratan (Badan POM, 2012).

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 29: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

13

Universitas Indonesia

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada

CPOB meliputi :

a. Bahan awal

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui

dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung

dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan

visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan

kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan

pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima

hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian

oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status

bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh

kepala bagian pengawasan mutu.

b. Validasi proses

Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan

peralatan atau bahan yang dapat mempengaruhi mutu produk dan atau

reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.

c. Pencegahan pencemaran silang

Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu,

gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang

diproses, juga dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja

operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar

dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya

adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis

yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan

bahan lain yang berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh

pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis

besar, dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang.

d. Sistem penomoran bets dan lot

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets

dan lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets dan lot produk

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 30: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

14

Universitas Indonesia

antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi.

e. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan

pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari

siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang

lengkap.

f. Pengembalian

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan

yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan

dengan benar dan direkonsiliasi.

g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan

Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur

tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan

dilaporkan.

h. Bahan dan produk kering

Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang

terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus

hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana

dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup

atau metode lain yang sesuai.

i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril)

Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap

mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu,

tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk

melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem

tertutup untuk pengolahan dan transfer.

j. Bahan pengemas

Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan

bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian

yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets

bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau

penadaan yang menunjukkan identitasnya.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 31: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

15

Universitas Indonesia

k. Kegiatan pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan

menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah

pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu

produk akhir yang dikemas.

l. Pengawasan selama proses

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis

yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan

yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah

dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala

bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat.

Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan

memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi

penyebab variasi karakteristik produk dalam proses.

m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan

Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan

disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk

tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap

perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil

hendaklah terlebih dahulu disetujui oleh kepala bagian manajemen

mutu (pemastian mutu) dan dicatat.

n. Karantina dan penyerahan produk jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan

untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah

dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets

memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

o. Catatan pengendalian pengiriman obat

Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan

produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan

terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO)

hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 32: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

16

Universitas Indonesia

hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab.

p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan,

dan produk jadi

Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk

mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan

pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan

dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan

kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan

hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji

stabilitas (Badan POM, 2012).

2.2.7 Pemastian Mutu

Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik

secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat

yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena

itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain

dan pengembangan produk. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi

pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa :

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan

persyaratan CPOB

b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan

diterapkan CPOB

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan

d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar

e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses

lain serta dilakukan validasi

f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan

dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan

pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua

faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-

proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 33: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

17

Universitas Indonesia

penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan

dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir

g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan

dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan

peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan

pelulusan produk

h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat

mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani

sedemikian rupa agar mutu tetap terjaga selama masa simpan obat

i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk

memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu

produk

m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui

n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses

dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

2.2.8 Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang

diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan

tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok

sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

Setiap Industri Farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu.

Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai

hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu

dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 34: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

18

Universitas Indonesia

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara

lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan

mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan

kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat

aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang

terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan

lingkungan.

Semua kegiatan pengawasan mutu hendaklah dilaksanakan sesuai dengan

prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki

akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila

diperlukan.

2.2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu Industri Farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara

objektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada

situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi

penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan

dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dapat dilaksanakan

perbagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang

menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.

Audit mutu merupakan suatu inspeksi dan penilaian independen terhadap

seluruh atau sebagian dari sistem mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem

mutu tersebut, dengan kata lain audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi

diri. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau

suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 35: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

19

Universitas Indonesia

Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung

jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang

dapat diandalkan untuk memasok bahan awal dan bahan pengemas yang

memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi terhadap pemasok perlu

dipertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok sebelum

pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau

spesifikasi. Evaluasi pemasok juga perlu dilakukan secara teratur. Jika audit

diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam

pemenuhan standar CPOB (Badan POM, 2012).

2.2.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis.

Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,

bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat

dari peredaran secara cepat dan efektif.

Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi

dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan

laporan, serta dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau

masalah yang berulang terjadi yang memerlukan perhatian dan kemungkinan

penarikan kembali produk dari peredaran. Tindakan penarikan kembali dilakukan

segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan

mengenai reaksi yang merugikan. Prosedur penarikan kembali produk hendaknya

disediakan secara tertulis serta diperiksa secara berkala bila perlu dimutakhirkan

untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali.

Selain itu diperlukan penunjukan personil yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk. Personil

tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran serta

memahami segala operasi penarikan kembali. Produk kembalian adalah obat jadi

yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya

keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai

kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 36: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

20

Universitas Indonesia

keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Efektivitas

penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu (Badan

POM, 2012).

2.2.11 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena

hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk

atau formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan

catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan

dokumen adalah hal yang sangat penting.

Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan

dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal

oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak

bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas.

Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir.

Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk

menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak

sengaja.

Dokumen hendaklah tidak ditulis-tangan, akan tetapi bila dokumen

memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-tangan

dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan yang dilakukan

terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal;

perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. Data dapat

dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis

atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan

sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah dicek.

Dokumen yang diperlukan di Industri Farmasi antara lain spesifikasi yang

terdiri dari spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 37: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

21

Universitas Indonesia

antara dan produk ruahan dan spesifikasi produk jadi, dokumen produksi,

dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan

induk, catatan pengolahan bets serta catatan pengemasan bets (Badan POM,

2012).

2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu

(pemastian mutu).

Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah

sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak yang dibuat

hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima

kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan

oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan POM, 2012).

2.2.13 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi

yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan

proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan

dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan

cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen

yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 38: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

22

Universitas Indonesia

sebagai berikut, kebijakan validasi: struktur organisasi kegiatan validasi;

ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format

dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal

pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.

Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol

validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap

penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap

perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah

didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari:

a. Kualifikasi desain

b. Kualifikasi instalasi

c. Kualifikasi operasional

d. Kualifikasi kinerja

Sedangkan validasi terdiri dari :

a. Validasi proses yang terdiri dari validasi prospektif, konkuren dan

retrospektif

b. Validasi pembersihan

c. Validasi metode analisis

d. Validasi ulang (Badan POM, 2012).

2.3 ISO 9001

2.3.1 Definisi dan sejarah

ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam desain atau

pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan atau sering disebut dengan

istilah Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Namun ada pula yang

mengatakan bahwa ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur

tentang Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System). Berdasarkan

pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa ISO 9001 merupakan salah satu dari

seri ISO 9000 yang mengatur tentang SMM sehingga ISO 9001 sering disebut

dengan SMM ISO 9001.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 39: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

23

Universitas Indonesia

ISO 9001 lahir pertama kali pada tahun 1987 yang dikenal dengan nama

SMM ISO 9001:1987. Ada tiga versi pilihan implementasi pada seri 1987 ini,

yaitu yang menekankan pada aspek quality assurance (QA), aspek QA dan

produksi, serta quality assurance for testing. Konsentrasi utamanya adalah

inspeksi produk di akhir sebuah proses (dikenal dengan final inspection) dan

kepatuhan pada aturan prosedur sistem yang harus dipenuhi secara menyeluruh.

Perkembangan berikutnya, tahun 1994, karena kebutuhan guaranty quality

bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya

proses preventive action untuk menghindari kesalahan pada proses yang

menyebabkan ketidaksesuaian pada produk. Namun demikian, seri 9001:1994 ini

masih menganut prosedur sistem yang kaku dan cenderung document centre

dibanding kebutuhan organisasi yang disesuaikan dengan proses internal

organisasi. Seri 9001:1994 lebih fokus pada proses manufacturing dan sangat sulit

diaplikasikan pada organisasi bisnis kecil, karena banyaknya prosedur yang harus

dipenuhi. Karena keterbatasan inilah, maka Technical Committee melakukan

tinjauan atas standar yang ada, hingga akhirnya lahirlah revisi ISO 9001:2000

yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi 1994.

Pada seri 9001:2000, tidak lagi dikenal 20 klausul wajib, tetapi lebih pada

proses bisnis yang terjadi dalam organisasi sehingga organisasi sekecil

apapun bisa mengimplementasi SMM ISO 9001:2000 dengan berbagai

pengecualian pada proses bisnisnya, maka dikenalah istilah BPM atau Business

Process Mapping, di mana setiap organisasi harus memetakan proses bisnisnya

dan menjadikannya bagian utama dalam quality manual perusahaan. Walau

demikian ISO 9001:2000 masih mewajibkan 6 prosedur yang harus

terdokumentasi, yaitu prosedur control of document, control of record, control of

non-conforming product, internal audit, corrective action, dan preventive action,

yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi bisnis manapun.

Pada perkembangan berikutnya, seri ISO 9001:2008 lahir sebagai bentuk

penyempurnaan atas revisi tahun 2000. Adapun perbedaan antara seri ISO

9001:2000 dengan ISO 9001:2008 secara signifikan lebih menekankan pada

efektivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada seri

ISO 9001:2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action,

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 40: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

24

Universitas Indonesia

maka seri ISO 9001:2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive

action yang dilakukan harus secara efektif berdampak positif pada perubahan

proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada kontrol proses

outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam seri terbaru ISO 9001 ini.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa seri ISO 9001

dalam perkembangannya telah mengalami tiga kali revisi sejak pertama didirikan

pada tahun 1987. Secara umum tidak ada perubahan signifikan dari revisi tahun

2000 ke tahun 2008, tidak ada penambahan maupun pengurangan klausul di

dalamnya (Wahyono, 2013).

2.3.2 Manfaat penerapan ISO 9001:2008

Adapun manfaat dari penerapan ISO 9001:2008 yaitu :

a. Menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2003, perusahaan

sebaiknya sudah menerapkan SMM, agar membantu perusahaan dalam

meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan

jaminan mutu yang lebih baik

b. Nilai kompetisi perusahaan semakin meningkat dengan sertifikasi ISO

9001:2008

c. Penerapan ISO 9001:2008 akan meningkatkan produktivitas, efisiensi,

efektifitas operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang

cacat (reject) atau barang bermutu rendah dan limbah

d. Membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja

yang terdokumentasi dan mempunyai aturan kerja yang baik sehingga

memudahkan dalam pengendalian

e. Dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang baru

f. Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem

manajemen mutu yang ditetapkan

g. Akan memudahkan top management dalam pencapaian target, karena sudah

dipersiapkannya target yang terukur dan rencana pencapaiannya

h. Meningkatkan semangat dan moral karyawan karena adanya kejelasan

tugas dan wewenang (job deSCription) dan hubungan antar bagian yang

terkait sehingga karyawan dapat bekerja dengan efisien dan efektif.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 41: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

25

Universitas Indonesia

i. Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dalam memenuhi

permintaan pelanggan, baik internal maupun eksternal (QIMS, 2010).

2.3.3 Klausul ISO 9001:2008

ISO 9001:2008 memiliki 8 klausul yang menjadi panduan penerapan

Sistem Manajemen Mutu. Standar ISO 9001:2008 memuat 8 klausul sebagai

berikut:

a. Klausul 1 ( Ruang Lingkup), Klausul 2 (Acuan Standar), Klausul 3 (Istilah

dan Definisi)

Klausul 1 -3 bersifat sebagai pengantar standar ISO 9001:2008.

b. Klausul 4 (Sistem Manajemen Mutu)

Klausul 4 secara umum berisi tentang konsekuensi penerapan ISO

9001:2008 yang diwajibkan memiliki dokumen-dokumen tertulis seperti

Manual Mutu, Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, 6 Prosedur Wajib, Prosedur

Kerja bagian / divisi / departemen, Instruksi Kerja, Rekaman Mutu yang

dipersyaratkan oleh ISO 9001 dan rekaman mutu yang berkaitan dengan

kegiatan operasional di organisasi.

c. Klausul 5 (Tanggung Jawab Manajemen)

Klausul 5 berisi tentang tugas yang harus dilakukan oleh Top Manajemen

seperti penetapan struktur organisasi, job deSCription, penetapan sasaran

mutu, penunjukan perwakilan manajemen, dan pelaksanaan salah satu dari

dua kegiatan yang harus dijalankan secara rutin dalam periode waktu

tertentu seperti Rapat Tinjauan Manajemen.

d. Klausul 6 (Manajemen Sumber Daya)

Klausul 6 secara umum berisi persyaratan yang berkaitan dengan pekerjaan

HRD dan GA yaitu tentang kepegawaian dan Sarana dan Prasarana. Pada

Klausul 6 terdapat penetapan mengenai kompetensi, mengadakan seleksi

dan evaluasi karyawan, mengadakan pelatihan untuk meningkatkan

kompetensi karyawan, serta mengelola sarana dan prasarana pada

organisasi.

e. Klausul 7 (Realisasi Produk)

Klausul 7 berisi beberapa persyaratan ISO mengenai realisasi produk jasa

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 42: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

26

Universitas Indonesia

yang dimulai dari kesepakatan dengan pelanggan sampai produk atau jasa

sampai ke tangan pelanggan. Klausul 7 berisi tentang pengaturan beberapa

divisi pada suatu organisasi seperti Marketing, Purchasing, PPIC,

Produksi/gudang, QA, QC, dan lain-lain.

f. Klausul 8 (Pengukuran, Analisis, dan Peningkatan)

Klausul 8 berisi tentang analisis proses secara keseluruhan. Pada Klausul 8

diharapkan untuk terus melakukan perbaikan denan menganalisis data

seperti survey kepuasan pelanggan, keluhan pelanggan, produk reject,

kesalahan kerja. Perbaikan tersebut juga termasuk dengan pelaksanan

kegiatan audit internal dalam periode waktu tertentu dengan tujuan

memastikan kesesuaian antara penerapan Standar ISO 9001:2008 dan

kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Rahadian, 2014).

2.4 OHSAS 18001

2.4.1 Pendahuluan

Organisasi, perkantoran, serta industri mulai meningkatkan kepedulian

terhadap pencapaian dan pengenalan menyangkut dengan kesehatan dan

keamanan kerja (Occupational Health and Safety). Dalam rangka meningkatkan

kesehatan dan keamanan kerja dibuat suatu petunjuk dengan standar internasional

yaitu OHSAS (Occupational Health And Safety Assesment Series) 18001: 2007.

OHSAS memiliki standar yang diperlukan dalam melaksanakan manajemen dari

kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, teringrasi, berkesinambungan, dan

diakui secara hukum yang berlaku secara internasional.

Sistem OHSAS memungkinkan organisasi untuk mengembangkan

kebijakan K3, menetapkan tujuan dan proses untuk mencapai komitmen

kebijakan, mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya

dan menunjukkan kesesuaian sistem untuk persyaratan Standar OHSAS ini. Edisi

kedua dari Standar OHSAS ini difokuskan pada klarifikasi dari edisi pertama, dan

telah mengambil pertimbangan dari ketentuan standar sistem manajemen lain atau

publikasi untuk meningkatkan kompatibilitas standar tersebut untuk ISO 9001,

ISO 14001, ILO-OSH, dan manfaat dari komunitas pengguna.

Organisasi-organisasi yang membutuhkan bimbingan yang lebih umum

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 43: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

27

Universitas Indonesia

pada berbagai masalah sistem manajemen K3 dapat dilihat pada OHSAS 18002

.OHSAS 18001, terus menerus dengan menerapkan suatu sistem PDCA yang

merupakan sistem penerapan OHSAS pada industri. Sistem PDCA antara lain:

a. Plan menetapkan proses perencanaan yang bersumber dengan ISO 9001,

ISO 14001 dan OHSAS 18001

b. Do menerapkan dan mengoperasikan sistem manajemen K3 dari sumber-

sumber daya yang cukup, komunikasi yang baik, struktur manajemen serta

menyediakan sumber daya manusia yang berkompeten akan K3 kualitas

produk dan lingkungan

c. Check menilai proses sistem manajemen terintegrasi melalui pemantauan

kepuasan pelanggan audit internal, evaluasi status kesesuaian produk,

analisis data dan dokumentasi yang baik tentang kualitas produk, K3, dan

lingkungan.

d. Act mengambil tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan terus

menerus dengan cara melakukan peninjauan ulang, mengidentifikasi area

tertentu, tindakan korektif, dan pencegahan penyebab potensial yg

berhubungan dengan sistem manajemen tentang kualitas produk, K3, dan

lingkungan (OHSAS, 2007).

2.4.2 Klausul OHSAS

Klausal dalam OHSAS antara lain :

a. Perancanaan mencakaup identifikasi bahan berbahaya, faktor resiko, dan

kontrol resiko

b. Penerapan operasional sistem K3 yang terdiri dari pelatihan, konsultasi,

dokumentasi, kontrol dokumen, kontrol operasional, dan kesiapsiagaan

dalam keadaan darurat

c. Aktivitas koreksi dan pengecekan, pengawasan dan pengukuran kinerja,

CAPA (Corrective and Preventive Action), manjemen data, dan audit

d. Tinjauan ulang manajemen.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 44: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

28

Universitas Indonesia

2.4.3 Manfaat penerapan OHSAS

OHSAS secara umun dapat diterapkan karena mempunyai suatu standar

yang secara spesifik berhubungan dengan K3. Penerapan OHSAS dalam suatu

perushaan antara lain :

a. Menegakkan suatu sistem manajemen K3 yang berfungsi untuk meniadakan

atau mengurangi resiko personil kerja dan pihak yang terkait yang dapat

terpapar kegiatan kerja yang berbahaya dan berisiko tinggi

b. Menerapkan, menjaga, dan secara terus menerus meningkatkan suatu sistem

manajemen K3

c. Merupakan suatu standar yang tersertifikasi dan diakui secara hukum

d. Menjelaskan keutamaan pentingnya sistem OHSAS tersebut sehingga

memiliki standar yaitu :

Menciptakan determinasi dan suatu deklarasi bahwa suatu perusahaan

telah menerapkan sistem tersebut

Adanya suatu konfirmasi pada perusahaan sendiri maupun lain akan

suatu sistem K3 yang terstandar

Adanya sertifikasi yang diakui secara internasional

Standar OHSAS pada dasarnya hanya bertujuan pada penerapan sistem K3

sehingga tidak mencakup pada kualitas produksi, perawatan alat, dan kerusakan

alat (OHSAS, 2007).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 45: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

29 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN UMUM

PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

3.1 Profil

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. GPL) merupakan Industri

Farmasi swasta dalam negeri (PMDN) yang didirikan oleh B.S. Joesoef beserta

keluarga pada tahun 1960 yang dahulu bernama PT Nitra. PT. Nitra merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang penjualan obat-obatan. B.S Joesoef dan

putranya, Dr. Eddy Joesoef memiliki keinginan tidak hanya menjual, tetapi juga

memproduksi obat-obatan. Pada tahun 1980, Dr. Eddy Joesoef bersama

keluarganya mendirikan perusahaan farmasi yang diberi nama PT. Yupharin

Pharmaceutical. Selama 10 tahun, PT. Yupharin Pharmaceutical mengalami

perkembangan pesat menjadi perusahaan farmasi yang modern dan kompetitif.

Pada tahun 1990, PT. Yupharin Pharmaceutical melakukan restrukturisasi dalam

hal operasional dan manajemen. Setahun kemudian, Dr. Eddy Joesoef pensiun

dan kedudukannya digantikan oleh puteranya Juzardi Joesoef.

Strategi pengembangan terus dilakukan untuk kemajuan perusahaan. Pada

tahun 1994, PT. Yupharin Pharmaceutical menempati bangunan pabrik seluas ±2

hektar di Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala, Bogor, Jawa Barat.

Bangunan tersebut semula ditempati oleh perusahaan farmasi PT. Bristol

Myers dan kemudian direnovasi sesuai ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat

yang Baik). PT. Galenium Pharmasia Laboratories memiliki sertifikasi, yaitu

a. Pada Tahun 1995, mendapatkan Sertifikat CPOB

b. Pada Tahun 2000, mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2000

c. Pada Tahun 2001, mendapatkan Sertifikat CPKB

d. Pada Tahun 2013, mendapatkan Sertifikat OHSAS

PT. Yupharin Pharmaceutical memiliki lebih dari 44 jenis produk yang

terbagi atas produk farma dan personel skin care (PSC), di mana produk-produk

tersebut kebanyakan berfokus pada pengobatan kulit. Selain karena Dr. Eddy

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 46: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

30

Universitas Indonesia

Joesoef adalah dokter spesialis dalam masalah dermatologi di Indonesia yang

beriklim tropis dan kelembapan udara yang tinggi, di mana banyak terdapat

masalah-masalah penyakit kulit pada penduduknya sehingga diharapkan produk-

produk PT. Yupharin Pharmaceutical dapat membantu masalah penyakit kulit

tersebut. Pada tanggal 1 Januari 2005 PT. Yupharin Pharmaceutical berganti

nama menjadi PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. Galenium Pharmasia

Laboratories, 2011).

3.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

Visi PT. Galenium Pharmasia Laboratories adalah “Menjadi perusahaan

perawatan kesehatan berkelas dunia yang memiliki daya saing tinggi dalam

melayani dan menghasilkan produk bermutu bagi pasar regional Asia”. Untuk

mencapai visi tersebut, PT. Galenium Pharmasia Laboratories menetapkan misi

perusahaan, yaitu “Menunjang pertumbuhan yang berkesinambungan untuk

memberikan hasil usaha yang terbaik kepada para stakeholder dengan

menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat” (PT. Galenium

Pharmasia Laboratories, 2011).

3.1.3 Kebijakan Mutu Perusahaan

Adapun kebijakan mutu PT. GPL adalah sebagai berikut:

a. Menerapkan sistem manajemen terintergrasi meliputi cGMP / CPOB terkini,

ISO 9001 : 2008, program 5S, OHSAS 18001, HACCP, agar :

Menghasilkan produk yang bermutu dan aman

Mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Senantiasa memenuhi peraturan perundang-undangan

b. Menerapkan praktik-praktik Human Resource kelas dunia yang dapat

mendorong mutu dan inovasi untuk memperoleh SDM yang memiliki

keahlian dan kinerja yang baik dan untuk menjaga retensi karyawan.

c. Meningkatkan manajemen produksi untuk mencapai biaya produk dan biaya

persediaan yang lebih rendah dan membanguun kerjasama dengan

perusahaan multi nasional agar memperoleh pengalihan teknologi dan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 47: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

31

Universitas Indonesia

pengetahuan guna pengembangan usaha.

d. Memberdayakan ICT (IT) yang dapat mendukung usaha di setiap divisi

maupun distributor untuk meningkatkan kecepatan dalam proses

administrasi serta kemampuan aksesnya.

e. Meningkatkan kemampuan dalam proses manajemen pelanggan untuk

meningkatkan kesadaran dan kepuasan pelanggan dan membangun

infrastruktur bidang distribusi pendamping untuk meningkatkan persediaan

dan penyebaran setiap produk di setiap wilayah.

f. Memperkuat basis pelanggan untuk dapat menjaga kontribusi penjualan

produk-produk personal skin care dan produk-produk farma, melalui

manajemen penjualan yang lebih efektif dan peningkatan ekspor ke regional

Asia

g. Memberdayakan sistem kontrol internal guna mendapatkan pelaksanaan

proses-proses di tempat kerja yang terbaik dan rendah biaya.

h. Melakukan perbaikan berkesinambungan untuk memastikan peningkatan

efektifitas sistem manajemen terintegrasi.

3.1.4. Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories

Gambar 3.1. Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories

Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories (Gambar 3.1) terdiri dari

dua bagian, yaitu 4 helai daun dan tubuh manusia. Daun dan tubuh manusia ini

mencerminkan bahwa PT. GPL mengambil bahan-bahan baku dari alam untuk

membuat berbagai macam produk yang bermanfaat untuk kesehatan manusia

(PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 48: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

32

Universitas Indonesia

3.2 Fungsi Dasar

Fungsi dasar dari PT. GPL adalah penjualan atau pemasaran, dan

pembuatan produk. Produk yang dihasilkan harus bermutu, tepat waktu, dengan

biaya yang rasional sehingga mampu bersaing. Selain itu, produksi harus dapat

mengamankan tersedianya produk di pasaran (secure supply) sehingga mampu

mendukung bagian pemasaran. Suatu produk dapat bersaing ketika produk

tersebut memiliki:

a. Perbedaan, di mana PT. GPL selalu membuat inovasi produk untuk

dapat menjawab kebutuhan pasar, diantaranya dengan membuat

produk yang inovatif.

b. Manfaat nyata, di mana masyarakat telah lama mengenal dan menggunakan

produk-produk PT. GPL yang terbukti berkhasiat dan dirasakan manfaatnya.

c. Alasan produk tersebut dapat dipercaya oleh konsumen, di mana PT. GPL

telah mendapatkan sertifkat CPOB, CPKB, ISO 9001:2008, yang menjamin

bahwa produk-produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik

sehingga tidak diragukan lagi khasiat dan keamanannya (PT.

Galenium Pharmasia Laboratories, 2011).

3.3 Lokasi dan Bangunan

Pabrik PT. GPL berlokasi di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 51,5,

Cimandala, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menempati lahan seluas 2 hektar.

Sedangkan kantor pusatnya (head office) berada di Jalan Adityawarman No. 67,

Kebayoran Baru, Jakarta. Bangunan pabrik PT. GPL terdiri dari:

a. Gedung GPL 1, merupakan fasilitas produksi farma dan bedak, ruang

quality assurance (QA), technical support (TS), supply chain (SC),

laboratorium quality control (QC), serta gudang bahan baku dan bahan

kemas.

b. Gedung GPL 2, merupakan gudang produk jadi, ruang kerja general

affair (GA) dan business development (BD), serta ruang serbaguna.

c. Fasilitas produksi dan kemas sabun.

d. Fasilitas produksi dan kemas sabun liquid.

e. Fasilitas research and development (R&D).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 49: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

33

Universitas Indonesia

f. Fasilitas engineering.

g. Fasilitas instalasi pengolahan air limbah/ IPAL (PT. Galenium Pharmasia

Laboratories, 2011).

h. Bangunan Departemen HSE

i. Fasilitas sarana penunjang.

3.4 Produk

Sampai awal tahun 2014 ini, PT. GPL telah memproduksi sediaan obat

dan kosmetik dengan total 134 jenis produk, yang terdiri dari 73 jenis produk

farma dan 61 jenis produk kosmetik (PSC). Adapun jenis produk pharma

(Lampiran 5) beberapa diantaranya yaitu Acne Feldin Lotion®

, Bioderm ®

,

Pyravit®

, dan Trichol Kapsul®

, Cartiflex®

, Glimunos®

, Laxadine®

, dan

Mycorine®

. Adapun jenis produk PSC (Lampiran 6), beberapa diantaranya telah

menjadi topbrand, antara lain Caladine Powder®

, Caladine Lotion®

, Caladine

Baby®

, JF Sulfur®

, JF Wetwipes®

, Belsoap®

, dan Oilum®

.

3.5 Struktur Organisasi

Dalam menjalankan tugas hariannya, PT. Galenium Pharmasia

Laboratories dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahi langsung

Corporate Legal Manager, Corporate Compliance Manager, International

Trading Manager, Group Accounting Manager, Management Representative,

Sales and Marketing Manager, General Manager Finance and Administration,

Business Development Manager, dan General Manager Operation and Human

Resource (PT Galenium Pharmasia Laboratories, 2012a). Struktur organisasi

untuk PT. GPL terdapat di dalam Lampiran 1.

3.5.1 Departemen Quality Operation (QO)

Departemen ini membawahi tiga bagian, yaitu quality control (QC),

quality assurance (QA), dan health, safety, and environment (HSE). Quality

operation dipimpin oleh seorang deputy of quality operations yang membawahi

tiga orang manajer, manajer QC, manajer QA, dan asisten manajer HSE. Secara

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 50: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

34

Universitas Indonesia

umum bagian ini bertanggung jawab terhadap pemastian dan pengawasan mutu

produk PT. GPL. Tugas dari divisi quality operation (QO) adalah:

a. Promosi dan Perubahan gaji

b. Menyiapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan pelatihan CPOB

atau CPKB untuk seluruh karyawan

c. Memastikan keluhan pelanggan ditangani dengan baik

d. Menyiapkan dan mengirimkan laporan kepada pemerintah berkaitan dengan

mutu produk

e. Mewakili kepentingan perusahaan sehubungan dengan mutu dengan lembaga

pemerintah dan bertanggung jawab dalam pemenuhan persiapan yang

berkaitan dengan mutu

f. Membuat perencanaan budget

g. Berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang berhubungan dengan

QA

h. Sebagai ketua K3L di departemen QA (PT. Galenium Pharmasia

Laboratories, 2013a).

Bagian quality control (QC) di PT. GPL dipimpin oleh seorang manajer

QC. Adapun tugas dan tanggung jawab dari bagian QC adalah sebagai berikut.

a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan mutu dan spesifikasi.

b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh

pemeriksaan, pengujian, dan analisis.

c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis.

d. Menyusun dan melaksanakan program validasi metode analisis.

e. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur

pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada

kondisi yang tepat.

f. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian atau

departemen lain dari perusahaan (PT Galenium Pharmasia Laboratories,

2012b).

3.5.2 Departemen Produksi Farma

Produksi farma di PT. GPL dipimpin oleh seorang production

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 51: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

35

Universitas Indonesia

pharma manager yang membawahi seorang production pharmacist, process

review and improvement supervisor, semisolid production supervisor, solid and

liquid production supervisor, dan pharma packaging supervisor (PT. Galenium

Pharmasia Laboratories, 2013a). Struktur organisasi bagian produksi farma

terdapat pada Lampiran 2.

Manajer produksi farma di PT. GPL bertanggung jawab atas kegiatan

proses produksi dari penggunaan mesin produksi serta menjamin pelaksanaan

sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan memenuhi ketentuan

CPOB dan CPKB. Adapun rincian tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Mengawasi / mengontrol ketersediaan produk dan pelaksanaan produksi

agar dapat memenuhi permintaan / kebutuhan dan dilakukan sesuai prosedur

yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

1. Secara informal melakukan koordinasi dengan bagian marketing untuk

menjamin ketersediaan produk.

2. Menyusun dan melakukan revisi target mingguan bersama dengan

supply chain.

3. Mengawasi/mengontrol pelaksanaan produksi agar dapat memenuhi

permintaan dari supply chain

4. Mengusahakan tercapainya target supply chain 100% yang sudah dalam

proses BBM (bukti barang masuk)

5. Memberikan informasi kepada supply chain mengenai produk-produk

yang bermasalah atau yang tidak sesuai dengan spesifikasi

6. Mengajukan permintaan dan tambahan bahan baku atau bahan kemas

terhadap produk-produk yang akan dibuat sesuai dengan target dari

supply chain kepada bagian gudang

7. Menjaga rendemen terhadap tiap-tiap produk (98% - 102%)

8. Memeriksa catatan pembuatan dan pengemasan produk agar

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan

9. Mengawasi atau mengontrol pemusnahan bahan kemas yang sudah

tidak layak pakai

10. Menjaga sanitasi ruangan (grey area) yang diperiksa oleh bagian QC

agar selalu memenuhi persyaratan CPOB, pest control untuk mengusir

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 52: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

36

Universitas Indonesia

hama (nyamuk, tikus, kecoa, dsb)

11. Berkoordinasi dengan bagian umum untuk mengajukan perbaikan atau

renovasi ruangan produksi

b. Mengawasi atau mengontrol validasi dan penggunaan mesin produksi agar

dipergunakan dengan benar serta memenuhi ketentuan CPOB dan CPKB

1. Mengajukan permintaan mesin-mesin baru apabila diperlukan

2. Melakukan pertemuan rutin mingguan dengan departemen terkait

3. Secara informasi memberikan persetujuan dan membuat laporan kepada

bagian purchasing apabila mesin yang diminta sudah sesuai dengan

spesifikasi

4. Memberikan persetujuan terhadap WO yang dibuat oleh staff produksi

untuk diserahkan kepada bagian tehnik/bagian umum.

c. Memberikan masukan berkaitan dengan proses produksi untuk

meningkatkan kualitas produk dalam rangka memberikan suatu kepuasan

terhadap pelanggan

1. Melakukan koordinasi dengan departemen terkait dalam pelaksanaan

trial dan validasi produk

2. Melakukan koordinasi dengan departemen terkait sehubungan dengan

persiapan launching produk baru

3. Memberikan masukan mengenai produk atau formula yang tidak baik

atau gagal

4. Mengajukan permintaan perubahan mould (misalnya mengubah design

botol)

5. Melakukan kunjungan dan survey bersama bagian tehnik ke pabrik lain

untuk melihat mesin-mesin produksi yang akan dipergunakan.

d. Mengajukan objective dan rencana atau sasaran mutu serta menyusun

anggaran tahunan untuk mendukung tercapainya objektif perusahaan.

e. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan produksi di perusahaan agar

memenuhi target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

f. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan bawahan untuk mendukung

kegiatan operasional dan pencapaian target yang sudah ditetapkan oleh

perusahaan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 53: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

37

Universitas Indonesia

1. Mengajukan usulan pelatihan untuk bawahan kepada HRD

2. Melakukan evaluasi terhadap kinerja bawahan

3. Mengajukan pernambahan karyawan dan ikut serta dalam proses seleksi

calon karyawan baru. Bertanggung jawab untuk melakukan suatu

efisiensi dan inovasi terhadap proses produksi.

g. Memberikan persetujuan untuk permintaan ATK dan alat-alat produksi

lainnya.

h. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program K3 (Kesehatan dan

Keselamatan Kerja) di area produksi farma.

i. Bertanggung jawab dalam pemantauan CCP (Critical Control Point) dan

melakukan tindakan koreksi yang diperlukan jika terjadi ketidaksesuaian.

j. Bertanggung jawab dalam penerapan PRP (Prequsite Program) sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Aliran proses produksi di PT. GPL adalah sebagai berikut :

a. Departemen produksi menerima rencana produksi bulanan (RPB), target

suplai produk jadi (TSPJ) dan lampiran kesiapan bahan baku (BB) dan

bahan pengemas (BP) dari bagian supply chain (SC).

b. Departemen produksi, QA, QC, R&D, SC, TS, dan engineering

membuat rencana produksi mingguan (RPM) berdasarkan RPB, inter

office memo (IOM), dan TSPJ.

c. Bagian administrasi produksi mendistribusikan RPM yang telah disahkan

ke bagian/ departemen terkait.

d. Supply chain meminta batch record (BR) yang nantinya akan disampaikan

kepada Document Control (DC).

e. Bagian DC menyerahkan Copy BR ke SC untuk disahkan yang kemudian

langsung diserahkan dan disahkan kembali pada bagian produksi.

f. Jika serah terima sesuai, supervisor produksi atau kemas membuat bon

permintaan bahan baku (BPBB) dan bahan pengemas (BPBP). Jika tidak

sesuai, administrasi produksi akan menyerahkan kembali ke bagian DC.

g. Manajer produksi melakukan pengesahan BPBB/ PBP.

h. Administrasi produksi menyerahkan BPBB/ BPBP ke bagian staf SC.

i. Produksi dan gudang melakukan serah terima BPBB/ BPBP.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 54: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

38

Universitas Indonesia

j. Jika telah sesuai, supervisor produksi/ kemas melaksanakan proses

produksi dan penimbangan sesuai dengan BR masing-masing.

k. Supervisor produksi, operator, dan inspektur QA melaksanakan in process

control (IPC).

l. Supervisor atau leader produksi menerima hasil pengujian.

m. Jika tidak lulus pengujian (reject/ rework/ repack) masuk ke

penanganan penyimpangan.

n. Supervisor kemas melaksanakan proses pengemasan sekunder.

o. Inspektur QA mengambil sampel pertinggal (retained sample).

p. Supervisor atau leader kemas menempelkan produk karantina.

q. Supervisor atau leader produksi memeriksa kelengkapan BR sesuai hal

yang menjadi tanggung jawab pekerjaannya.

r. Jika telah sesuai, supervisor menyerahkan BR untuk diperiksa dan

disahkan oleh manajer produksi.

s. Setelah disahkan oleh manajer produksi, supervisor/leader kemas

mengisi form bukti barang masuk (BBM) sesuai jumlah barang yang akan

dikirim.

t. Bagian produksi dan gudang produk jadi (GPJ) melakukan serah terima

produk karantina menggunakan form BBM.

u. Manajer QA mengevaluasi BR, inspeksi akhir, hasil analisis QC untuk

meluluskan atau menolak produk release jual.

v. Jika manajer QA menolak, maka BR akan diserahkan kembali ke

bagian produksi untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur CPOB terkini. Jika

hasil analisis yang tidak disetujui, QA menyerahkan ke pihak QC.

w. Jika manajer QA setuju, akan diberikan stempel (cap DILULUSKAN)

pada lembar form BBM 3 rangkap, lalu diberi tanggal dan paraf untuk

release jual

x. Staf QA melakukan penempelan label DILULUSKAN pada produk

karantina sehingga menjadi produk jadi dan memberikan lembar form

BBM 3 rangkap yang telah distempel (cap DILULUSKAN) ke supervisor

kemas/ leader produksi

y. Supervisor kemas/ leader produksi mendistribusikan form BBM 3

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 55: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

39

Universitas Indonesia

rangkap yang telah distempel (cap DILULUSKAN) lembar putih untuk

bagian gudang, lembar merah untuk bagian keuangan, dan lembar

kuning untuk bagian produksi (PT Galenium Pharmasia Laboratories,

2013b).

Alur proses produksi untuk berbagai bentuk sediaan dapat dilihat pada

Lampiran 3 dan 4.

3.5.3 Departemen Research and Development (R&D)

Departemen R&D di PT. GPL berada di bawah Departemen Business and

Development (BD) dan bertanggung jawab kepada manajer BD. Departemen

R&D dipimpin oleh seorang manajer R&D. Adapun tugas dan tanggung jawab

dari departemen ini adalah sebagai berikut:

a. Melakukan trial produksi, baik produk baru, maupun produk eksisting

b. Melakukan validasi proses produksi yang baru

c. Melakukan pembuatan master formula

d. Bertanggung jawab dalam pelaksanaan rework produk (PT. Galenium

Pharmasia Laboratories, 2012b).

3.5.4 Departemen Supply Chain (SC)

Departemen SC di PT. GPL dipimpin oleh seorang manajer SC yang

bertanggung jawab kepada seorang kepala pabrik atau head of factory. Secara

garis besar, tugas dan tanggung jawab dari departemen SC adalah membuat

perencanaan kebutuhan material (bahan baku dan bahan kemas), membuat

perencanaan produksi, melakukan pembuatan rencana produksi (toll

manufacturing) serta melakukan penomoran bets produk (PT Galenium Pharmasia

Laboratories, 2012b).

Departemen SC juga membawahi bagian gudang (warehouse). Gudang di

PT. GPL dibedakan menjadi gudang bahan baku dan bahan pengemas serta

gudang produk jadi. Gudang penyimpanan di PT. GPL dalam kondisi

penerangan yang cukup baik, serta sudah dilakukan penataan dan dilengkapi

sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam

keadaan kering, bersih, dan teratur. Daerah penyimpanan sudah melaksanakan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 56: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

40

Universitas Indonesia

pemisahan bahan dan produk yang efektif dan teratur terhadap berbagai

kelompok bahan yang disimpan termasuk produk yang dikarantina sehingga

memudahkan perputaran persediaan. Bahan disimpan sesuai dengan kriteria :

a . Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya

c. Disusun berdasarkan FIFO (First in First Out)

d. Disusun berdasarkan FEFO (First Expired First Out)

e. Berdasarkan sifat mudah tidaknya barang meledak atau terbakar

f. Berdasarkan sifat tahan atau tidaknya bahan terhadap cahaya.

Aktivitas yang terjadi di gudang secara umum adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan bahan baku dan bahan pengemas

b. Salinan purchase order (PO) dari bagian pembelian diterima oleh

bagian gudang yang berisi informasi daftar bahan baku atau bahan

pengemas yang dipesan kepada supplier

c. Dilakukan pengecekan kesesuaian jenis dan jumlah barang yang dibawa

supplier saat barang datang, apakah sesuai dengan PO dan ada tidaknya

kerusakan barang tersebut

d. Bagian gudang mencatat barang yang diterima ke dalam log book

e. Jika pesanan tidak sesuai, maka bagian gudang menginformasikan ke

pengirim barang dan bagian purchasing perusahaan. Apabila barang dan

dokumen sesuai, maka bagian gudang menempatkan barang di area

karantina, diberi label bertuliskan KARANTINA

f. Area karantina yang tersedia adalah area yang diberi batas berupa cat di

lantai berwarna kuning

g. Dibuat laporan bukti barang masuk (BBM)

h. Diinformasikan ke bagian QC tentang kedatangan barang sehingga

dilakukan pengambilan sampel dan selanjutnya dilakukan pengujian

i. Gudang menerima hasil pengujian DILULUSKAN atau DITOLAK.

Barang bisa dipindahkan sesuai status hasil pengujian

j. Barang yang telah dinyatakan DILULUSKAN maka bagian gudang

mengisi kartu stok dan mencatatnya dalam log book

k. Laporan harian keluar masuk barang dibuat dan diberikan ke bagian SC

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 57: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

41

Universitas Indonesia

untuk didata sebagai keperluan perencanaan selanjutnya

l. Pengeluaran bahan baku dan bahan pengemas

Pengeluaran bahan baku dan bahan pengemas harus sesuai permintaan dari

produksi dan harus selalu didokumentasikan.

Bagian gudang menerima permintaan barang berupa jenis dan jumlahnya

dari bagian produksi, lalu memeriksa ketersediaan barang sesuai dengan

permintaan

Jika barang tersedia, maka supervisor gudang memberikan persetujuan

permintaan barang tersebut

Jika barang tidak tersedia segera diberitahukan ke bagian produksi

Dilakukan pengecekan terhadap barang yang disiapkan dan dilakukan serah

terima antara bagian gudang dan produksi di ruang penimbangan

Bahan baku ditimbang bersama-sama oleh bagian produksi dan bagian

gudang, kemudian bagian gudang mencatat pengeluaran barang dalam kartu

stok.

Stock opname bertujuan untuk memastikan ketersediaan bahan dan

kesesuaiannya dengan laporan, meyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat,

diberi tanda yang benar, dan dalam kondisi yang baik. Setiap bahan awal, produk

antara, produk ruahan, dan obat jadi yang disimpan mempunyai kartu persediaan

obat (kartu stok). Kartu tersebut senantiasa direkonsialiasi dan jika terdapat

penyimpangan dicatat, disertai penjelasannya. Stock opname dilakukan setiap tiga

bulan untuk gudang produk jadi, bahan baku atau bahan pengemas. Terhadap

bahan tersebut dilakukan pengambilan contoh dan uji ulang setiap selang

waktu tertentu oleh QC untuk mengetahui apakah bahan masih bisa digunakan

sebagaimana disebut dalam spesifikasi bahan awal. Pelaksanaan pengambilan

contoh ulang diawali dengan pemasangan label PENGUJIAN ULANG.

Pemeriksaan kualitas bahan baku atau bahan pengemas dilakukan setiap enam

bulan atau setiap satu tahun melalui pengujian ulang.

Pengadaan bahan baku atau bahan kemas ada kemungkinan barang

ditolak. Bahan yang tidak sesuai spesifikasi yang diminta sesuai perjanjian bisa

saja ditolak. Spesifikasi bahan, yaitu pemerian suatu bahan awal, produk antara,

produk ruahan, atau obat jadi mengenai sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 58: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

42

Universitas Indonesia

Spesifikasi tersebut menyatakan standar dan toleransi yang diperbolehkan dan

biasanya dinyatakan secara deskriptif dan numerik. Kegiatan yang terjadi dalam

penanganan bahan baku atau bahan pengemas yang ditolak adalah:

a. Bahan yang dinyatakan ditolak oleh QC ditempatkan di area khusus retur

dengan pembatas berwarna merah ditandai adanya label DITOLAK.

b. Bahan tersebut dicatat ke dalam log book bahan baku atau bahan pengemas.

c. BBM di sampaikan ke bagian purchasing dan SC serta membuat nota retur

sesuai dengan jenis dan jumlah barang yang diolah.

d. Nota retur diserahkan kepada supplier, purchasing, dan SC.

e. Nota retur dan BBM disimpan sebagai dokumentasi perusahaan.

Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang akan dimusnahkan sesuai

prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak dengan memperhatikan

pencegahan, pencemaran lingkungan, dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat

atau produk ke tangan orang yang tidak berwenang. Pemusnahan dilakukan oleh

petugas yang berwenang dan bagian gudang membuat berita acara pemusnahan.

Catatan pemusnahan bahan/ produk yang ditolak memuat antara lain:

a. Nama, nomor bets, dan jumlah bahan / produk yang ditolak.

b. Asal bahan atau produk.

c. Metode pemusnahan.

d. Nama petugas yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

e. Tanggal pemusnahan.

Gudang bahan baku sendiri terdiri atas 5 ruangan:

a. Ruangan suhu kamar: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang

tidak memerlukan kondisi khusus. Ruangan suhu kamar juga digunakan

sebagai tempat karantina.

b. Ruang sampling: digunakan untuk pengambilan sampel bahan. Ruangan

ini dilengkapi dengan sistem air lock dan tekanan udara yang diatur

sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi saat bahan dikeluarkan dari

wadah untuk sampling.

c. Ruangan sejuk: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang tidak

tahan terhadap panas, seperti parfum dan minyak atsiri yang diatur

suhunya agar tidak melebihi 22˚C dan RH kurang dari 75%.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 59: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

43

Universitas Indonesia

d. Gudang api: merupakan ruangan khusus dan terpisah untuk penyimpanan

bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak, bahan yang sangat

beracun, obat berbahaya lain, serta untuk produk bahan yang ditolak.

e. Ruang karantina: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang belum

disetujui penggunaannya dan sedang dilakukan pengujian oleh QC.

3.6 Sistem Tata Udara

Salah satu faktor yang menentukan kualitas obat adalah kondisi

lingkungan tempat di mana produk tersebut dibuat atau diproduksi. Kondisi

lingkungan yang kritis terhadap kualitas produk, antara lain seperti cahaya, suhu,

kelembapan relatif, kontaminasi mikroba, dan kontaminasi partikel. Sebagai

upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan tersebut, maka PT. GPL

mengendalikan kondisi tersebut dengan AHU (Air Handling Unit) atau sering

juga disebut dengan HVAC (Heat, Ventilating, and Air Conditioning).

Sistem tata udara yang digunakan tergantung dari jenis produk yang

dibuat dan tingkat kelas ruang yang digunakan. Untuk ruangan produksi obat

(Kelas E) HVAC dilengkapi dengan HEPA filter dengan efektifitas penyaringan

hingga 99% lebih, sedangkan pada kelas F tidak dilengkapi dengan HEPA. HVAC

harus terdapat pre filter dengan ketebalan minimum 2 inch dan filter dengan

efisiensi medium. Fan pada HVAC harus dapat memodulasi air flow dengan

menggunakan baling-baling inlet yang diatur oleh variable speed control.

Terdapat coil yang dihubungkan untuk mendapatkan udara dan air

yang alirannya berlawanan arah. Pengaturan cooling coil dan heating coil

dilakukan secara otomatis. Heating coil sebagai pengatur panas juga berguna

untuk mengurangi kelembaban udara di ruang produksi yang sering terjadi pada

musim hujan. Untuk pengujian kecepatan aliran udara, arah aliran udara,

pertukaran udara, perbedaan tekanan udara, leak test, jumlah partikel, suhu,

kelembapan, dan cemaran mikroba dilakukan pada kondisi At Rest selama 1 hari,

dan Recovery time-nya kurang dari 15 menit.

3.7 Water System and Distribution

Air merupakan salah satu aspek kritis dalam pelaksanaan CPOB. Hal

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 60: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

44

Universitas Indonesia

tersebut disebabkan karena air merupakan bahan baku dalam jumlah besar,

terutama untuk produk sirup dan berbagai produk semisolid. Bila tercemar atau

terdapat kandungan mineral dalam air, maka dikhawatirkan dapat mengganggu

proses produksi obat ataupun dapat mengganggu kestabilan sediaan, bahkan

beresiko fatal bagi konsumen. Kualitas air yang digunakan untuk produksi,

tergantung dari persyaratan air yang digunakan produk yang dibuat.

Purified water system merupakan sistem pengolahan air yang dapat

menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan organik, partikel, mikroba dan gas)

yang terdapat di dalam air yang akan digunakan untuk produksi. Air yang

digunakan untuk pengolahan air dapat diperoleh dari sumur. Variasi mutu dari

pasokan air mentah (raw water) yang memenuhi syarat ditentukan dari target

mutu air yang akan dihasilkan.

Berikut adalah tahapan proses pengolahan air:

a. Air yang berasal dari sumur disedot, ditampung dalam bak

penampung berkapasitas 65.000 L. Untuk pengolahan air, air dalam sumur

penampungan tersebut ditampung lagi dalam tangki.

b. Air di tangki penampungan dialirkan kedalam tangki multimedia (berisi Zn

silika 25 L: antraksit 100L).

c. Air dialirkan ke dalam tangki karbon (Zn silika 25 L : karbon aktif 100 L).

d. Berikutnya air yang telah melewati dua penyaringan sebelumnya, dialirkan

lagi kedalam tangki softener (berisi Zn silika 25 L dan resin kation 100 L).

Ada tetesan larutan garam (100 L+16 kg garam) yang ikut dimasukkan ke

dalam saluran.

e. Jika air yang dihasilkan masih kotor, maka dibantu dengan tetesan air

Scalant yang berasal dari tangki bak air Scalant. Akan tetapi, jika air tidak

kotor, tidak diperlukan penambahan tetesan air Scalant ini.

f. Air akan mengalir melewati catridge filter dengan membran 5 µm. Disini

40% air dibuang ke penampungan yang selanjutnya digunakan untuk

penggunaan air biasa dan 60% air saja yang dilanjutkan ke tahap

berikutnya, karena keterbatasan kapasitas tahap berikutnya.

g. Air akan mengalami proses pengolahan secara sistem reverse osmosis (RO).

Setelah mengalami proses reverse osmosis, air akan mengalami

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 61: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

45

Universitas Indonesia

degenerasi dengan mixedbed dengan tahapan sebagai berikut:

a. Service: merupakan tahap pertama pencucian untuk menghilangkan

kotoran dan untuk memisahkan kation dan anion agar dapat beregenerasi

dengan baik. Tahap ini memerlukan waktu 15-30 menit.

b. Settling: resin turun ke dasar filter sesuai berat jenisnya ketika air

didiamkan. Kation memiliki BJ lebih besar dibandingkan dengan anion,

maka kation akan lebih cepat berada pada bagian bawah tangki. Tahap ini

memerlukan waktu sekitar 5-10 menit.

c. Regenerasi anion: dilakukan pencucian dengan NaOH agar anion resin

dapat berfungsi kembali. Tahap ini berlangsung sekitar 45-60 menit.

d. Rinsing anion: pencucian dengan air untuk membuang sisa-sisa NaOH.

Akhir proses ini ditandai dengan pH air buangan sekitar 9-10. Tahapan ini

memerlukan waktu 45-60 menit.

e. Regenerasi kation: pencucian kation resin dengan HCl agar kation resin

dapat berfungsi kembali. Proses ini terjadi selama 30-45 menit.

f. Rinsing kation: pembilasan dengan air untuk membuang sisa-sisa HCl,

akhir proses ini ditandai dengan pH air buangan sekitar 3-4. Tahapan ini

berlangsung sekitar 45-60 menit.

g. Rap rinsing: Pencucian secara bersamaan untuk membuang sisa-sisa HCl

dan NaOH. Berlangsung sekitar 30-45 menit.

h. Drain down: air sebagian dibuang agar pencampuran resin berjalan

dengan baik.

i. Mixing: proses pencampuran resin dengan bantuan blower atau kompresor.

j. Final rinse: merupakan tahap yang sama dengan tahap service, tetapi air

yang dihasilkan dibuang sampai dengan konduktivitas yang didapat sesuai

dengan yang dihasilkan.

k. Jika konduktivitas sudah menunjukkan angka 1,3, maka air mengalir ke

dalam tangki berikutnya untuk mengalami proses ultrafiltrasi. Jika alat

tersebut belum menunjukkan angka1,3, maka air akan bersirkulasi kembali.

Untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan timbulnya zat

pirogen, air suling yang akan digunakan untuk pengolahan tidak bo leh

dibiarkan lebih dari 24 jam, kecuali jika dalam sistem looping. Hasil pemantauan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 62: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

46

Universitas Indonesia

dan tindakan penanggulangan yang dilakukan didokumentasikan. Kapasitas air

yang dihasilkan dari PWS di PT. GPL sekitar 10 Liter per menit. PT. GPL juga

memiliki tempat khusus yang dinamakan boiler untuk menghasilkan uap panas.

Diantaranya digunakan untuk ruang dan proses produksi dan juga untuk

pengolahan air. Berikut adalah tahapan boiler dalam menghasilkan uap panas:

a) Mesin menggunakan bahan bakar berupa solar dengan bantuan suhu

1900˚C.

b) Air sumur disedot dan kemudian dialirkan ke dalam tangki water

filtration yang berisi Zn silika 25 L: antraksit 100 L.

c) Kemudian air masuk ke dalam tangki softener yang berisi Zn silika

25L: kation 100L.

d) Air akan masuk ke dalam watertank, sebagai penampung air.

e) Air akan masuk ke dalam mesin boiler. Mesin ini telah memiliki dua

pompa sesuai standar.

f) Di dalam mesin terjadi pemanasan air dengan api sehingga menghasilkan

uap yang sangat panas.

g) Uap panas inilah yang digunakan untuk pemanasan air pada produksi.

3.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

PT. GPL merupakan salah satu Industri Farmasi yang menghasilkan

banyak limbah sehingga memerlukan penanganan khusus. Limbah cair yang

dihasilkan berasal dari seluruh proses produksi meliputi produk farma, kosmetik

(PSC), dan bedak sehingga perlu diolah agar aman bagi lingkungan

sekitar. Proses pengolahan limbah cair dilakukan dengan tiga macam cara,

yaitu pengolahan limbah cair secara fisika, kimiawi, dan biologi. Tahapan

proses pengolahan limbah cair yang dilakukan di PT. GPL adalah sebagai

berikut.

3.8.1 Pengolahan Limbah Secara Fisika

a. Limbah dari bagian produksi disalurkan ke saluran air limbah yang

cukup besar agar menghindari penyumbatan dan mempunyai bak

kontrol serta ventilasi yang baik.

b. Limbah dari bagian produksi ditampung dalam bak penampungan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 63: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

47

Universitas Indonesia

awal berfungsi untuk memisahkan limbah yang kasar. Di bagian ini

terdapat pompa otomatis yang mengatur debit air yang kemudian akan

dialirkan ke bak penampungan berikutnya (oil trap tank).

c. Cairan limbah kemudian dialirkan ke oil trap tank. Di tahap ini

terjadi pemisahan secara fisika dengan memanfaatkan perbedaan berat

jenis fase air dan fase minyak. Fase minyak yang lebih ringan akan berada

di bagian permukaan air sehingga memudahkan proses pengolahan

selanjutnya. Proses pemisahan air dan minyak ini dilakukan dengan

menggunakan bak oil trap tank yang tersusun tiga buah. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

d. Minyak yang mengapung di bagian oil trap tank kemudian diambil

untuk dicampur dengan serbuk gergaji lalu dibakar.

e. Fase air dialirkan dalam bak penampung air (bak ekualisasi). Bak

ekualisasi ini dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah yang beragam

jenis dan sifatnya agar memudahkan pengolahan berikutnya.

f. Kemudian limbah hasil bak tersebut dialirkan ke tangki mixing

dengan kapasitas 3000 L untuk diolah secara kimia.

3.8.2 Pengolahan Limbah Secara Kimia

a. Di dalam tangki mixing limbah diatur keasamannya dengan

penambahan Ca(OH)2 sampai diperoleh pH 9-11. Proses koagulasi akan

lebih mudah terjadi pada kisaran pH tersebut.

b. Pengukuran pH dilakukan menggunakan indikator universal.

c. Dilakukan proses koagulasi dengan adanya penambahan koagulan Poly

Alumunium Chloride (PAC) ke dalam limbah hingga pH limbah 7.

d. Hasil dari proses koagulasi ditambahkan flokulan yaitu flokulan bermerk

Curiflok®

untuk memperbesar ukuran endapan yang terbentuk sehingga

pengendapan dapat berlangsung dengan cepat.

e. Limbah didiamkan hingga mengendap sempurna dan terjadi pemisahan

antara endapan dan cairan.

f. Cairan (air jernih) limbah dialikan ke dalam bak yang berisi karbon aktif

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 64: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

48

Universitas Indonesia

untuk menyaring sisa endapan yang masih terbawa dan mengurangi bau.

g. Endapan dipindahkan ke dalam bak penampungan sedimen drying bed

untuk menghilangkan kadar air. Endapan yang telah kering dicampur

dengan limbah padat lainnya dan dimusnahkan lewat jasa PPLI (Pusat

Pengolahan Limbah Industri). Air yang masih tersisa dari proses pada

drying bed kembali dialirkan ke bak ekualisasi untuk diproses selanjutnya.

3.8.3 Pengolahan Limbah Secara Biologi

a. Hasil sedimentasi dialirkan ke dalam bak aerasi yang berisi bakteri aerob

untuk menguraikan partikel secara biologi.

b. Cairan limbah dialirkan ke dalam bak clarifier untuk pengendapan,

kemudian dialirkan lagi ke bak filter yang memiliki batu-batu zeolite

untuk menyerap limbah berbahaya.

c. Cairan limbah dialirkan ke dalam bak stabilisasi (penampungan akhir).

d. Dilakukan pemeriksaan pH air, yaitu 6-7.

e. Sebagai indikator kualitas air yang baik digunakan ikan mas.

f. Secara rutin setiap bulan juga dilakukan pemeriksaan dengan

mendatangkan pemeriksa eksternal dari Institut Pertanian Bogor (IPB)

agar ada jaminan hasil yang objektif.

Adapun parameter yang digunakan dalam pemeriksaan air limbah

meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand),

TSS, pH, total N, fenol, Kesadahan air limbah (Tabel 3.l).

Tabel 3.1. Parameter pemeriksaan air limbah

No. Total Parameter Limbah Rata-rata (mg/L) Manufacture (mg/L)

1. BOD 100 75

2. COD 300 150

3. TSS 100 75

4. Total N 30 -

5. Fenol 1 -

6. pH 6-9 6-9

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 65: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

49 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Pemerintah telah membuat peraturan-peraturan yang menjadi suatu standar

mutu dalam produksi suatu obat. Dalam rangka menjamin obat yang dikonsumsi

oleh masyarakat terjamin keamanan, kualitas, dan khasiatnya maka salah satu

peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah CPOB. Sebagai Industri Farmasi, PT.

Galenium Pharmasia Laboratories (PT. GPL) berkewajiban memenuhi ketentuan

CPOB tersebut sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan RI HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Hal ini bertujuan untuk memberikan

jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang

telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

PT. GPL telah mendapatkan sertifikat CPOB, CPKB, OHSAS 18001, dan

ISO 9001. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek CPOB yang tertuang di

dalam pedoman CPOB telah dipenuhi oleh PT. GPL. Aspek CPOB ini telah

dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat

mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan distributor yang akan

menyalurkan produk.

Penerapan CPOB dilakukan oleh PT. GPL meliputi aspek-aspek antara lain

manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene,

produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan

terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi,

pembuatan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

4.1 Manajemen Mutu

Sistem mutu (quality system) merupakan kerangka kebijakan mutu yang

didasarkan pada rangkaian regulasi yang memastikan bahwa produk yang dihasilkan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 66: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

50

Universitas Indonesia

bermutu tinggi untuk pelanggan dan menjaga kepatuhan terhadap regulasi.

Manajemen mutu bertujuan untuk menetapkan persyaratan dasar untuk

memastikan bahwa sistem mutu diterapkan dengan tepat dan efektif untuk

meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan aman, sesuai dengan regulasi, dan

tidak berbahaya (berisiko) terhadap konsumen. Manajemen mutu dipersyaratkan

dalam CPOB untuk menjamin pembuatan obat agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi syarat izin edar, dan tidak menimbulkan risiko dalam

penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.

Sistem manajemen mutu di PT. GPL bertujuan agar dapat menunjukan

kemampuan secara konsisten untuk selalu memenuhi kebutuhan pelanggan,

mengendalikan aspek lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan

produk serta menjamin kesesuaian terhadap seluruh persyaratan internal dan

eksternal, efektifitas proses perbaikan berkesinambungan terhadap kualitas produk,

aspek lingkungan, kesehatan, keselamatan kerja dan keamanan produk.

Pedoman sistem manajemen mutu mengacu kepada persyaratan-persyaratan

sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, sistem manajemen kesehatan dan

keselamatan kerja OHSAS 18001:2007, CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik),

CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) dan HACCP (Hazard Analysis and

Critical Control Point).

PT. GPL telah menerapkan sistem manajemen mutu di mana terdapat QO

(Quality Operational) yang membawahi 3 bagian yang saling bekerja sama

dalam pemastian mutu yaitu departemen QA (Quality Assurance), QC (Quality

Control) dan HSE (Health, Safety, and Environment).

Adapun tugas-tugas yang dilakukan oleh QA pada PT. GPL antara lain

pemastian produk pada saat awal, tengah, dan akhir proses; pengendalian perubahan

dan penyimpangan; pengkajian resiko; bertanggung jawab dalam release

produk; membuat pelatihan CPOB dan CPKB; menangani jika terjadi retur dan

keluhan pelanggan; dan melakukan review produk.

Departemen QC bertanggung jawab dalam pengujian bahan baku, bahan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 67: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

51

Universitas Indonesia

pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dilakukan didalam

laboratorium QC. Untuk menunjang fungsinya sebagai QC, PT. GPL memiliki

laboratorium pemeriksaan (untuk bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi)

serta laboratorium mikrobiologi.

Departemen HSE bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem

manajemen K3L diterapkan semestinya dan memenuhi persyaratan di semua lokasi

dan lingkup operasi dalam organisasi, termasuk pengendalian dan perbaikan sistem

manajemen K3L. Selain itu, HSE juga bertanggung jawab dalam mengidentifikasi,

menetapkan dan memelihara prosedur untuk kondisi darurat yang berhubungan

dengan mutu dan keamanan produk, identifikasi dan pengendalian potensi

kecelakaan, kondisi darurat serta cara menanggapinya.

Pelaksanaan manajemen mutu di PT. GPL telah memenuhi unsur dasar

manajemen mutu yaitu suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, yaitu

mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan semua sumber daya serta

tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat

kepercayaan yang tinggi, agar produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan.

Salah satu bagian yang bekerja sama dengan manajemen mutu adalah

departemen pemastian mutu. Departemen pemastian mutu adalah totalitas semua

pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan

dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Departemen pemastian mutu

di PT. GPL berada dibawah departemen Quality Operational (QO). Departemen

Pemastian mutu bertanggung jawab penuh dalam mengawasi dan mengendalikan

produksi meliputi seluruh faktor yang relevan seperti: kondisi pembuatan, validasi

yang perlu dilakukan, pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi

termasuk hasil pengujian dalam pemenuhan persyaratan spesifikasi produk jadi,

penanganan terhadap penyimpangan, inspeksi diri dan audit mutu, pengendalian

terhadap perubahan, evaluasi mutu secara berkala hingga pengesahan pelulusan

produk jadi sebelum didistribusikan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 68: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

52

Universitas Indonesia

Dalam melaksanakan tugasnya, departemen pemastian mutu di PT. GPL

membagi personil berdasarkan jenis pekerjaannya (jobdesk) yaitu GMP Compliance

dan In Process Control and Handling Complaint. Divisi GMP Compliance

bertanggung jawab dalam pengendalian kelengkapan dokumentasi produksi termasuk

catatan pengolahan bets dan pembuatan product quality review dan pemenuhan

dokumen terkait regulatori.

Divisi In Process Control and Handling Complaint bertanggung jawab dalam

pemastian mutu produk berdasarkan kontrol pada saat pembuatan serta hasil

pengujian terhadap produk sebelum memutuskan produk tersebut layak untuk

didistribusikan atau perlu dilakukan perbaikan terhadap mutu produk. Divisi ini juga

bertanggung jawab dalam penanganan keluhan serta bertugas menginvestigasi

apabila terjadi penyimpangan dalam proses produksi maupun setelah produk tersebut

dipasarkan.

4.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Pada

bagian personalia di CPOB diatur hal-hal mengenai personil kunci, organisasi,

kualifikasi dan tanggung jawab, serta pelatihan.

Personil kunci di PT. GPL telah sesuai dengan CPOB, di mana apoteker

sebagai penanggung jawab untuk bagian produksi, pemastian mutu, dan

pengawasan. Untuk meningkatkan kualitas karyawan, PT. GPL selalu mengadakan

pelatihan-pelatihan, baik itu pelatihan CPOB dan CPKB yang setiap tahunnya,

baik yang diadakan oleh QA maupun pelatihan-pelatihan lainnya yang dapat

meningkatkan kualitas karyawan, seperti pelatihan 5S, lean manufacturing, validasi,

dan team building. Dalam melakukan pelatihan selalu dipilih materi pelatihan

yang tepat sesuai kebutuhan. Pemberian materi dilakukan oleh orang yang sudah

kompeten baik dari eksternal maupun internal perusahaan.

Selain itu di PT. GPL diadakan rotasi karyawan antar bagian. Hal ini

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 69: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

53

Universitas Indonesia

dilakukan dengan tujuan agar karyawan tidak merasa jenuh pada suasana kerja.

Selain itu hal ini juga dapat meningkatkan kemampuan karyawan itu sendiri,

karena dapat menguasai pekerjaan di tiap bagian ketika dirotasi.

Struktur organisasi yang diterapkan di PT. GPL telah sesuai dengan CPOB

yaitu adanya pemisahan antara bagian produksi, bagian QC, dan bagian QA.

Adanya pemisahan ini membuat tiap-tiap bagian dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik tanpa adanya conflict of interest dan untuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan wewenang. Personil di PT. GPL mendapat spesifikasi tugas yang

jelas dan rinci yang didokumentasikan sehingga tidak ada tumpang tindih

tanggung jawab. PT GPL sangat memperhatikan kesehatan para karyawan di

mana setiap tahunnya diadakan medical check up terhadap setiap personilnya.

4.3 Bangunan dan Fasilitas

Menurut CPOB, bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus

memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya dan

dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak

dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan,

sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Lokasi pabrik PT. GPL yang berada di Jalan Raya Jakarta-Bogor km 51,5

Cimandala, Kabupaten Bogor telah memenuhi kriteria CPOB, karena lokasi

bangunan pabrik cukup aman dari kemungkinan terjadinya pencemaran dari

lingkungan sekitar, pengaruh cuaca, banjir, serta rembesan air tanah. Dari segi tata

letak ruangan, PT. GPL telah membuat lay out sedemikian rupa untuk mencegah

terjadinya kontaminasi silang. Ruangan-ruangan sudah dibuat sedemikian rupa

sesuai dengan kebutuhannya. Ruang produksi pada PT. GPL memiliki dua kelas

kebersihan yaitu black area (kelas F dan G) dan grey area ( E) di mana pada area

tersebut sudah memenuhi ketentuan CPOB dimana permukaan bagian ruangan,

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 70: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

54

Universitas Indonesia

baik dinding maupun lantai telah dilapisi oleh epoksi sehingga menjadi licin dan

mudah dibersihkan. Lantai epoksi yang digunakan dalam bangunan merupakan

lantai kedap air dan digunakan sebagai pencegahan dari rembesan air tanah. Lantai

tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi

fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran.

Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara

lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet dan perawatan

fasilitas ditunjang dengan adanya suatu sistem audit internal yaitu sistem CAPA

(Corrective Action Preventive Action) yang dilakukan oleh unit produksi bekerja

sama dengan unit teknis. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun

lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan (skirting) untuk

mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Agar tidak

terjadi kontaminasi untuk memasuki suatu area yang berbeda tingkat kebersihanya,

terdapat ruang antara untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap ruangan

produksi dan produk yang diproduksi.

Setiap ruangan di dalam bangunan telah mendapatkan penerangan yang

efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk

suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan

maupun dengan lingkungan sekitarnya. Pemasangan pipa, fitting lampu, titik

ventilasi, dan instalasi lain di daerah produksi didesain agar tidak terbentuk ceruk

yang tidak dapat dibersihkan yang dapat menjadi sumber mikroba. Pipa-pipa di

dalam ruang produksi dipasang tidak menempel di dinding, tetapi digantungkan

dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan pembersihan.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan, setiap bagian bangunan

sudah dilengkapi dengan pintu darurat yang membuka langsung ke lingkungan

luar. Agar tidak terjadi kontaminasi ke ruang produksi pintu darurat selalu ditutup

rapat untuk mencegah masuknya cemaran. Pintu-pintu di dalam gedung yang

difungsikan sebagai perintang terhadap kontaminasi silang selalu dalam keadaan

tertutup apabila sedang tidak digunakan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 71: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

55

Universitas Indonesia

Ruangan produksi di PT. GPL dibangun dengan memperhatikan persyaratan

yang telah ditetapkan, di mana sudah terkendali dengan baik faktor- faktor kritis

yang dapat memengaruhi proses produksi seperti jumlah partikel (dalam

keadaan beroperasi dan tak beroperasi), jumlah mikroba dalam ruangan, perbedaan

tekanan antar ruangan, pergantian udara, temperatur, dan kelembapan relatif (RH).

Perbedaan tekanan, temperatur, dan RH ruangan diatur oleh fasilitas Air Handling

Unit (AHU) dan menerapkan sistem HVAC. Untuk mencegah terakumulasinya

debu, terdapat alat dust collector yang berfungsi untuk menghisap dan

mengendalikan jumlah partikel pada ruangan. Pengaturan udara bertujuan untuk

mencegah terjadinya kontaminasi silang serta menjaga karyawan agar tidak terpapar

zat-zat yang dapat membahayakan. Fasilitas lain yang menunjang proses produksi

adalah sistem pengolahan limbah yang sudah dilakukan dengan baik, selain sistem

pengolahan limbah PT. GPL juga memiliki sistem pengolahan air untuk

menghasilkan purified water yang baik.

Gudang di PT. GPL sudah cukup baik dimana untuk bahan awal, bahan

kemas, produk farma, dan produk kosmetik memiliki gedung terpisah satu sama lain

dan masing-masing gudang telah memiliki supervisor tersendiri. Gudang dilengkapi

dengan penerangan yang cukup, tertata rapi, teratur, dan bersih. Seluruh bangunan

PT. GPL dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan

kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan dan

keselamatan kerja, serta kelestarian lingkungan sekitar. Setiap tempat di PT. GPL

telah ditata dan dirawat dengan baik sesuai dengan konsep 5S dan pedoman CPOB

terkini.

4.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan pada PT. GPL telah dirancang dengan baik. Semua

peralatan di PT. GPL memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk

operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan

pemakaian alat. Peralatan-peralatan tersebut ditempatkan dengan benar sehingga

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 72: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

56

Universitas Indonesia

memudahkan pembersihan, perawatan, dan perbaikan, sesuai dengan konsep 5S

salah satu perwujudan nyatanya adalah adanya denah alat yang lengkap. Peralatan

dipilih dan diletakkan sesuai dengan fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara

teratur, sesuai prosedur pembersihan alat yang tercantum dalam prosedur tetap,

untuk mencegah kontaminasi yang dapat mengubah identitas, kualitas atau

kemurnian suatu produk. Validasi pembersihan dilakukan pada setiap peralatan

yang kritis untuk menyediakan verifikasi bahwa prosedur pembersihan tersebut

reprodusibel.

Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan

mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan

jadwal dan prosedur tetap kalibrasi. Setiap peralatan yang akan digunakan untuk

pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih

berlaku sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan

tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya.

Setiap peralatan diletakan di ruangan yang sesuai agar tidak terlalu sempit dan tidak

terlalu besar sehingga mempermudah personil ketika bekerja. Untuk tiap proses,

peralatan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan alat untuk proses lainnya

dengan tujuan untuk mempermudah proses produksi. Bila terdapat lebih dari satu

alat dalam satu ruang, peralatan dibuat tidak berdekatan untuk memberi keleluasaan

bekerja dan mencegah kontaminasi. Pada tiap kegiatan yang dapat menimbulkan

debu (fines) terdapat dust collector seperti kegiatan penimbangan, produksi tablet,

dan kegiatan produksi lainnya.

4.5 Sanitasi dan Higiene

Ruang lingkup sanitasi dan higiene berdasarkan CPOB meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap

hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran

hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh

serta terpadu. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 73: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

57

Universitas Indonesia

secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi

persyaratan.

Penerapan higiene dan sanitasi yang baik dalam setiap aspek pembuatan obat

sangat memengaruhi mutu produk yang dihasilkan. PT. GPL juga menerapkan

sanitasi dan higiene pada setiap aspek meliputi bangunan, peralatan, personil dan

perlengkapan bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat

mencemari produk. Dengan program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu, sumber pencemaran yang bersifat potensial dapat dihilangkan. Prosedur

pembersihan, sanitasi, dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk

memastikan bahwa efektifitas prosedur memenuhi persyaratan. Dilengkapi dengan

label identitas pada setiap ruangan dan peralatan sehingga dapat meminimalisasi

kontaminasi yang dapat mempengaruhi mutu produk baik secara langsung atau

tidak langsung.

Tidak hanya CPOB yang menjadi dasar kerja lingkup sanitasi dan higiene,

PT. GPL juga menerapkan konsep 5S atau 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat

dan Rajin. Program ini sangat mendukung suasana kerja yang bersih dan nyaman.

4.5.1 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas

Semua yang berkaitan dengan sanitasi bangunan dan fasilitas termasuk

jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang digunakan untuk pembersihan

bangunan dan fasilitas terdapat dalam prosedur tertulis (SOP). Prosedur tertulis

tersebut harus dilaksanakan dengan baik sehingga sanitasi bangunan dan fasilitas

memenuhi standar yang ditetapkan. Sanitasi (pembersihan ruangan) selalu dilakukan

setelah kegiatan produksi agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi

selanjutnya. Desain dan konstruksi tiap ruangan produksi tepat sehingga

memudahkan dalam sanitasi. Masa kadaluarsa pembersihan selama 7 hari. Jika

dalam 7 hari tidak terdapat aktivitas produksi pada ruangan tersebut, maka harus

dilakukan pembersihan kembali.

Sarana toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi standar

sanitasi serta memiliki ventilasi yang baik. Pengelolaan sampah harus diperhatikan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 74: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

58

Universitas Indonesia

agar sampah tidak menumpuk. Sampah dikumpulkan dalam wadah yang sesuai

untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara

teratur dan berkala.

4.5.2 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan

Peralatan yang sudah digunakan selalu dibersihkan baik bagian luar maupun

bagian dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan serta dijaga dan disimpan

dalam kondisi yang bersih setiap kali sebelum dipakai. Setiap mesin- mesin yang

sudah dibersihkan diberi label BERSIH dengan masa berlaku 7 hari.

4.5.3 Higiene Perorangan

Semua personil, khususnya personil bagian produksi diwajibkan menjalani

pemeriksaan kesehatan secara berkala sesuai Program Kesehatan Integrasi yang

sudah ditetapkan yang menjamin bahwa keadaan kesehatan personil tidak

mempengaruhi mutu produk. Catatan hasil pelaksanaan pemeriksaan kesehatan

karyawan tersebut disimpan selama karyawan tersebut bekerja.

Setiap personil yang masuk ke area produksi, baik solid maupun likuid, harus

mengikuti tata cara masuk area produksi dan mengenakan pakaian/alat pelindung

sesuai dengan instruksi kerja, yaitu melewati loker untuk berganti pakaian dan

loker untuk mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan kegiatan yang

dilaksanakan, menggunakan pelindung yang telah disediakan seperti masker,

penutup telinga, tidak mengenakan perhiasan dan komestik secara berlebihan untuk

mencegah pencemaran terhadap produk. Kebersihan dan kerapihan ruangan loker

perlu mendapat perhatian khusus, karena masih kurangnya kesadaran personil

terhadap ruang loker, sehingga kurang menjaga kebersihan dan kerapihan di ruangan

loker.

Di PT. GPL, setiap karyawan sebelum memasuki area kerja wajib mencuci

tangan sesuai dengan IK prosedur pencucian dan mengeringkannya. Kegiatan

mencuci tangan merupakan hal yang sederhana, namun memberikan peran penting

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 75: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

59

Universitas Indonesia

dalam mencegah kontaminasi. Hal ini sudah ditekankan kepada personil, namun

seringkali masih ada beberapa personil yang tidak melakukan kegiatan mencuci

tangan. Perlu ditingkatkan lagi kesadaran setiap personil untuk mencuci tangan,

karena tangan adalah sumber penyebaran kontaminan dan setiap personil semestinya

membiasakan untuk mencuci tangan.

Setelah melakukan pencucian tangan, karyawan menuju ruang loker area un-

gowning sesuai bagiannya masing-masing. Di ruang tersebut setiap karyawan

melepaskan baju rumah dan mengenakan kaos dalam dan celana pendek yang

nantinya baju rumah tersebut disimpan rapi di dalam loker yang telah disediakan.

Kemudian setiap karyawan menuju ruang loker area gowning sesuai bagiannya

masing-masing dan mengambil baju kerja yang berada di lokernya masing-masing

dan memakainya. Pada grey area, memakai baju khusus yang telah disediakan

hingga menutupi kepala dan memakai masker yang telah disediakan. Setelah benar-

benar rapi petugas produksi langsung masuk ke ruangan grey area yang dituju.

Prosedur penggantian pakaian ini dimaksudkan untuk meminimalisir kontaminasi

mikroba terhadap mutu produk dari lingkungan luar industri. Kesadaran tiap

karyawan perlu ditingkatkan karena masih kurangnya kedisiplinan dalam hal

penggantian pakaian ini, seperti masih mengenakan pakaian rumah walaupun sudah

memakai pakaian grey area, hal ini bisa menjadi faktor masuknya mikroba ke grey

area.

Setiap personil yang masuk dalam area produksi, gudang, dan laboratorium

tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat berpengaruh pada mutu produk yang

dihasilkan seperti merokok, makan, dan minum. Pengunjung yang tidak mendapat

pelatihan dan akan masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu

diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai higiene perorangan dan pakaian

pelindung yang disyaratkan oleh perusahaan. Pengunjung diberikan pengarahan oleh

personil yang kompeten mengenai ketentuan yang harus diikuti sebelum memasuki

area produksi dan laboratorium. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi terhadap produk yang berakibat pada kerusakan mutu produk yang

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 76: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

60

Universitas Indonesia

dihasilkan.

PT. GPL telah menetapkan program higiene perorangan yang meliput i

prosedur yang terkait dengan kesehatan, hygiene practices, tata cara berpakaian,

medical check up satu tahun sekali, dan tiap personil yang sakit/ mengalami luka

terbuka tidak bersentuhan langsung dengan produk sampai sembuh. Sanitasi lebih

menitikberatkan pada pembersihan bangunan dan peralatan.

4.6 Produksi

Produksi merupakan seluruh kegiatan yang dimulai dari penerimaan bahan

awal, pengolahan sampai pengemasan untuk menghasilkan obat jadi. PT. GPL

memproduksi produk farma dan kosmetik. Produk farma terdiri dari tablet, kaplet,

kapsul, semi-solid, dan sirup. Produk kosmetik terdiri dari semi-solid, powder,

sabun (padat), sabun cair, dan tisu. Suatu proses produksi hendaklah dilaksanakan

dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB,

agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan

izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya

ditentukan pada hasil akhir analisis obat, tetapi juga ditentukan sejak kedatangan

material hingga keseluruhan proses produksi selesai sehingga terdapat prosedur baku

untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten,

seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur

pengemasan induk sehingga dapat menjamin mutu obat yang diproduksi sesuai

spesifikasi yang telah ditentukan.

4.6.1 Penyusunan Jadwal Produksi

Perencanaan produksi di PT. GPL berdasarkan pull system. Rencana

produksi bulanan (RPB) ditetapkan oleh departemen Supply Chain (SC) per

bulannya. Penetapan produksi perbulan oleh Supply Chain (SC) ini didasari oleh

permintaan dari bagian pemasaran yang mampu melihat potensi pasar tiap produk

di lapangan. Berdasarkan pada jadwal produksi yang telah ditetapkan oleh bagian

SC per bulannya, maka dibuatlah perencanaan mingguan sehingga proses produksi

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 77: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

61

Universitas Indonesia

berjalan sesuai rencana. Setiap minggunya, PT. GPL mengadakan rapat mingguan

untuk mengatur jadwal produksi. Rapat tersebut melibatkan semua departemen yang

terkait dalam produksi obat, yaitu departemen SC, produksi, QA, QC, dan R&D,

yang akan membahas jadwal sehingga terjadi sinkronisasi jadwal pada setiap

bagian yang akan menunjang kelancaran proses produksi. Jadwal yang telah

disepakati tersebut, kemudian disosialisasikan kepada personil di tiap departemen.

Selanjutnya proses produksi akan dilaksanakan berdasarkan jadwal yang

telah ditetapkan tersebut. Jadwal ini dibuat untuk sebagai acuan dalam melakukan

proses produksi. Jadwal ini bersifat fleksibel dengan ketentuan–ketentuan tertentu.

Bagian pembelian membeli semua keperluan bahan awal produksi termasuk di

dalamnya bahan kemas. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan dilakukan

pencatatan. Sebelum digunakan, produk harus dikarantina terlebih dahulu. Bagian

QC akan mengambil sampel dan melakukan serangkaian uji yang bertujuan untuk

memastikan mutu bahan tersebut dan bahan hanya boleh digunakan jika sudah ada

tanda diluluskan.

4.6.2 Pembagian Ruang Produksi

Untuk menunjang berlangsungnya proses produksi di PT. GPL terdapat

ruangan–ruangan yang berbeda kelas dan fungsinya. Pemisahan kelas yang berbeda

terdapat ruang antara yang dipisahkan oleh tekanan udara, kelembapan, temperature,

dan tingkat kebersihan pasokan udara yang berbeda. Ruang-ruang kelas tersebut

dibuat untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kontaminasi silang. Adapun

pembagian ruangan di area produksi adalah sebagai berikut:

a. Black area (Kelas F dan G)

Kegiatan yang dilakukan dikelas black area adalah pengemasan sekunder

(kelas F) dan gudang (Kelas G). Di area ini, petugas gudang menggunakan

pakaian berwarna coklat dan abu- abu serta memakai helm pelindung,

sedangkan untuk area pengemasan menggunakan baju berwarna biru tua dan

memakai topi pelindung berwarna sama.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 78: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

62

Universitas Indonesia

b. Grey area (kelas E umum)

Ruangan yang terdapat di area ini adalah ruangan produksi obat dan kosmetik.

Untuk ruang produksi obat sudah mendapatkan sertifikat CPOB dan ruang

produksi kosmetik sudah mendapatkan sertifikat CPKB. Di ruang

produksi obat, personil menggunakan pakaian berwarna merah muda,

sedangkan di ruang produksi kosmetik, personil menggunakan pakaian

berwarna hijau muda. Di dalam area produksi obat, terdapat ruangan dengan

fungsi antara lain ruang timbang, weighing airlock, ruang staging, mixing

tablet, cetak tablet, coating tablet, cetak tablet 15 punch, cetak tablet 21 punch,

cetak tablet 16 punch, penyimpanan work in process (WIP), IPC, filling

kapsul, mixing powder, filling powder, blistering, stripping, mixing emulsi,

filling dan capping, mixing larutan, tangki filling larutan, mixing semisolid,

ruang cuci alat, penyimpanan alat-alat bersih, cuci botol, penyimpanan

alat-alat cetak tablet, FBD, dan ruang supervisor. Sedangkan di dalam

area produksi kosmetik, terdapat ruangan dengan fungsi antara lain ruang

timbang, penyimpanan walk in process (WIP), kemas primer, IPC, mixing,

filling, cuci alat, penyimpanan alat-alat bersih, dan ruang supervisor.

c. Area produksi bedak dan area produksi sabun.

4.6.3 Alur Masuk Personil dan Barang

Agar proses produksi berlangsung dengan baik, maka harus dilakukan

pemetaan alur barang dan personil di ruang produksi. Hal ini bertujuan agar waktu

yang terpakai akan efektif dan efisien serta mengurangi kontaminasi yang dapat

timbul.

a. Alur personil

Alur personil yang bekerja di dalam grey area telah diatur dengan

peraturan yang mengikat untuk semua. Untuk memasuki area produksi, ada

peraturan yang harus diikuti, antara lain, membuka pakaian dan sepatu yang

digunakan saat berada di black area, menyimpan pakaian dan sepatu

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 79: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

63

Universitas Indonesia

dalam loker yang telah disediakan, memakai baju untuk grey area,

menggunakan sepatu khusus untuk grey area, dan mencuci tangan dengan

sabun dan kemudian di bilas dengan alkohol 70% sebelum masuk ke ruang

produksi. Memasuki area produksi dengan melewati air lock, pintu harus

dibuka satu per satu karena merupakan sistem otomatis. Baju yang digunakan

merupakan baju terusan dengan penutup kepala. Selama proses produksi

berlangsung, operator diwajibkan menggunakan masker bersih. Visitor

menggunakan baju berupa jas laboratorium dengan bahan dan warna

yang sama, menggunakan tutup kepala, dan menggunakan masker selama

berada dalam ruang produksi.

b. Alur barang

Bahan baku dan bahan kemas primer masuk melalui alur barang yang tersedia.

Alur bahan baku dan bahan kemas berbeda, di mana bahan baku akan masuk

melalui dedusting area, kemudian dibawa ke ruang antara (weighing airlock),

untuk kemudian ditimbang, sedangkan bahan kemas melalui pass box. Setelah

dilakukan penimbangan, bahan baku masuk ruang stagging dengan

keadaan tertutup dalam satu wadah untuk satu bets tertentu dan sisa bahan baku

yang tersedia dibungkus kembali dengan rapi, kemudian dikembalikan ke

ruang weighing air lock, untuk kemudian dikembalikan ke gudang

melalui dedusting area. Bahan kemas primer yang tersisa, setelah digunakan,

juga akan dikembalikan melalui jalurnya.

Prosedur penerimaan bahan awal, bahan pengemas, produk jadi dan produk

retur diawali dengan penerimaan informasi kedatangan bahan dari Purchasing baik

berupa Copy PO maupun IOM / Email dan dari produksi berupa BBM dan dari pihak

lain berupa Formulir retur produk jadi dan surat jalan. Untuk bahan awal, kedatangan

bahan diterima dan dilakukan pembersihan dan pengeringan kemasan luar khusus

sesuai dengan Instruksi Kerja yang berlaku. Kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai

Ceklist Pemeriksaan Kedatangan Pengiriman Barang. Jika sesuai dengan dokumen,

bahan / produk disimpan di area karantina, dan menempelkan label karantina pada

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 80: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

64

Universitas Indonesia

bahan Awal, Bahan Pengemas dan Produk Jadi Retur serta mencatatnya di logbook.

Untuk bahan awal dan bahan pengemas, Warehouse Officer membuat BBM

dan menyerahkan ke petugas QC bersamaan dengan logbook dan CPKPB. Bahan

pengemas yang dikembalikan oleh produksi diterima dengan bon pengembalian

bahan pengemas seuai Instruksi Kerja yang berlaku. Untuk bahan awal dan

pengemas milik pelanggan, proses penerimaan dilakukan sesuai kontrak kerja.

Sedangkan untuk produk jadi, penerimaan dilakukan menggunakan formulir BBM

dari Production Departement dan bila Quality Assurance Departement telah

memberikan status “Diluluskan”, maka dilakukan update ke kartu stok. Untuk

produk retur dilakukan sesuai dengan Instruksi Kerja yang berlaku.

Pada prosedur penyimpanan bahan awal, pengemas, produk jadi dan produk

retur, diawali dengan penerimaan laporan status bahan awal dan bahan pengemas

dari Quality Control Departement. Jika lulus, Warehouse Operator / Warehouse

Administration staff meng-update kartu stok dan bahan tersebut ditempatkan di area

released. Jika tidak lulus (rejected) maka disimpan di area rejected sebelum

diserahkan ke supplier. Untuk produk retur disimpan sampai diterima rekomendasi

dari Quality Assurance Departement.

Pada prosedur pengeluaran bahan awal, dan bahan pengemas, Warehouse

Officer harus menerima Bon Permintaan Bahan Awal / Pengemas serta memeriksa

kesesuaian permintaan dengan stok bahan. Pihak Warehouse Operator akan

menyiapkan bahan yang diminta sesuai dokumen dan melakukan serah terima

dengan Requester serta mengisi logbook serah terima bahan. Kemudian Requester

akan memeriksa kembali kesesuaian barang dan dokumen. Setelah itu Warehouse

Operator akan melakukan update pada kartu stok.

Pada pengeluaran produk jadi, Warehouse Officer pertama-tama akan

menerima permintaan pengeluaran produk berupa Surat Pengantar dan Issue Slip dan

kemudian membuat dokumen pengeluaran barang. Setelah itu Warehouse Officer

akan menyiapkan produk sesuai dokumen, meng-update kartu stok dan melakukan

pengiriman produk sesuai Instruksi Kerja yang berlaku.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 81: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

65

Universitas Indonesia

4.6.4 Kegiatan Produksi

Proses produksi dimulai dengan penyusunan rencana produksi bulanan

(RPB) yang ditetapkan oleh departemen Supply Chain (SC) perbulannya. Hal ini

didasakan atas permintaan dari bagian pemasaran (marketing) yang melihat potensi

pasar tiap produk di lapangan. Berdasarkan pada RPB yang telah ditetapkan oleh

SC, maka dibuatlah Rencana Produksi Mingguan (RPM).

PT. GPL mengadakan rapat RPM setiap minggunya yang melibatkan seluruh

departemen yang terkait dalam produksi obat, yaitu departemen SC, produksi, QA,

QC, dan R&D yang mana akan dibahas mengenai jadwal sehingga terjadi

sinkronisasi pada setiap bagian yang akan menunjang performance dan kelancaran

proses produksi. Hasil rapat kemudian disosialisasikan kepada tiap personil di tiap

departemen. Kemudian proses produksi akan dilaksanakan sesuai dengan RPM yang

telah disepakati dan jadwal ini bersifat fleksibel dengan ketentuan-ketentuan

tertentu. Setelah ditetapkan jadwal mingguan, bagian produksi akan membuat

BPBB kepada gudang. Gudang akan menyiapkan bahan-bahan yang telah dipesan

sesuai jadwalnya setiap hari.

Sebelum memulai proses produksi, perlu diperiksa kesiapan dari ruangan dan

peralatan yang akan digunakan. Ruangan dan peralatan yang digunakan di PT. GPL

selalu diberi label status. Sebelum memulai proses produksi, diperiksa dahulu label

tersebut, apakah ruangan dan peralatan telah dibersihkan dan diperiksa juga tanggal

validitas pembersihannya. Jika validitas sudah tidak berlaku maka ruangan dan

peralatan tersebut harus dibersihkan dahulu. Selain kebersihan, kesiapan ruangan

juga diperiksa melalui suhu, kelembapan udara relatif, dan tekanan udara.

Proses produksi diawali dengan penimbangan bahan. PT. GPL sudah

menerapkan prinsip empat mata pada saat penimbangan. Setiap proses penimbangan,

dilakukan dengan pembuktian oleh dua orang petugas secara terpisah dan

memiliki kecakapan dan pelatihan yang memadai. Tempat penimbangan dan

penyerahan dijaga kebersihannya dengan menggunakan wadah yang cocok dan

bersih. Semua proses penimbangan dan penyerahan didokumentasikan secara

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 82: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

66

Universitas Indonesia

tertulis. Bahan-bahan yang telah ditimbang kemudian diletakkan di ruangan hasil

timbang untuk menunggu proses selanjutnya. Semua proses penimbangan,

penyerahan, dan hasil penimbangan didokumentasikan secara tertulis. Bahan asal

yang telah ditimbang kemudian diproses sesuai cara kerja yang tercantum dalam

batch record. Seluruh pengerjaan yang dilakukan dari awal hinga produksi selesai

didokumentasikan di dalam batch record dan diparaf oleh operator kemudian oleh

leader. Batch record kemudian diserahkan kepada supervisor produksi untuk ditanda

tangani dan disetujui oleh manajer produksi.

4.6.4.1 Produksi larutan

Setelah dilakukan penimbangan dengan baik, semua bahan baku yang telah

ditimbang tersebut dibawa oleh operator produksi ke ruangan mixing dengan sebuah

troli yang memuat semua bahan yang diperlukan untuk produksi satu bets. Bahan

yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang berbentuk tong,

yang bertujuan agar bahan baku yang ada tidak tercecer.

Setelah dilakukan mixing, inspektur IPC mengambil sampel dan produk

diberi label KARANTINA dan ditempatkan dalam ruang WIP, menunggu hasil

release dari QC. Jika hasil dari QC menyatakan release, ruahan tersebut dapat

segera dilakukan filling ke dalam wadah yang sesuai. Alur produksi sediaan larutan

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Alur produksi sediaan larutan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 83: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

67

Universitas Indonesia

4.6.4.2 Produksi tablet

Setelah dilakukan penimbangan proses selanjutnya adalah mixing. Mixing

tablet dilakukan di ruang mixing tablet. Setelah proses mixing selesai, dilanjutkan

dengan proses granulasi, kemudian petugas IPC akan mengambil sampel untuk

diperiksa homogenitasnya oleh bagian QC. Proses selanjutnya baru dapat dilakukan

jika sudah ada tanda “DILULUSKAN” oleh QC. Produk yang menunggu proses

selanjutnya, diletakkan di ruang WIP dalam plastik bersisi silica gel dan diberi label

yang jelas mengenai status produk. Jika telah diluluskan, dilakukan sampel cetak

tablet. Tablet dicetak dalam jumlah sedikit untuk selanjutnya dilakukan

pemeriksaan oleh petugas IPC. Bila hasilnya memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan, proses cetak baru dapat dilanjutkan.

Selama berlangsung proses cetak tablet, dilakukan juga IPC terhadap tablet

setiap 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perbedaan pada

hasil cetak tablet. Terakhir petugas IPC akan kembali mengambil sampel untuk

diperiksa. Jika telah diluluskan, produksi tablet dapat dilanjutkan ke proses

selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah penyortiran, untuk kemudian diblister /

stripping dan siap untuk dikemas. Alur produksi sediaan tablet dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 84: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

68

Universitas Indonesia

Sampel

Cetak

IPC

Pengeringan IPC

Penimbangan Pencampuran IPC

Granulasi

Cetak Tablet

IPC Stripping IPC

Pengemasan

Akhir

Gambar 4.2 Alur produksi sediaan tablet

4.6.4.3 Produksi semi solid

Diawali penimbangan bahan baku, kemudian akan dibawa oleh operator

produksi untuk dilakukan mixing. Setelah dilakukan mixing, bagian IPC akan

melakukan sampling terhadap produk ruahan. Produk ruahan yang menunggu hasil

pemeriksaan IPC akan disimpan dalam stainless steel. Setelah plastik awal diikat

dengan tali plastik, akan dimasukan silika gel yang kemudian diikat kembali

dengan tali plastik. Plastik ini diletakkan di dalam tong bersih yang kemudian

ditutup rapat dan diikat kembali dengan tali plastik dan diberi label KARANTINA

dan disimpan dalam ruang WIP untuk menunggu hasil QC. Jika hasil mixing

dinyatakan release oleh QC, dapat dilakukan proses filling/ pengemasan primer. Alur

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 85: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

69

Universitas Indonesia

produksi sediaan semi solid dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Alur produksi sediaan semi solid

4.6.5 Kegiatan Pengemasan

Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan atau

jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk dan dokumen lain

yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Proses pengemasan dilakukan di dua

tempat, yaitu pengemasan primer yang dilakukan di grey area dan pengemasan

sekunder yang dilakukan di black area. Proses pengemasan dilaksanakan dengan

pengawasan yang ketat agar terjamin identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kulitas

produk yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan sesuai dengan prosedur tertulis.

Penandaan di label, dus, atau komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa

dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Sisa produk

atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat, untuk kemudian

dihancurkan. Setelah proses pengemasan selesai, sebelum dimasukan ke area gudang

setiap produk kemasan sekunder ditimbang dan di dokumentasikan.

4.6.6 Dokumentasi

Semua proses produksi didokumentasikan dalam batch record yang meliput i

data-data, label-label, prosedur produksi, dan lain-lain. Dokumen ini digunakan jika

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 86: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

70

Universitas Indonesia

terjadi masalah terhadap lot yang bersangkutan, misalnya produk ditolak, adanya

keluhan konsumen, atau produk kembalian.

4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengendalian mutu secara menyeluruh

dilakukan oleh departemen QO, yang terdiri dari bagian QA, QC, dan HSE.

Pengendalian mutu ini dilakukan terhadap bahan awal, produk setengah jadi

(termasuk IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan. Bagian QA

bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat yang dihasilkan, mulai dari bahan

awal, proses produksi, kondisi lingkungan produksi, pengemasan dan peralatan,

dokumentasi, validasi dan inspeksi diri. Bagian QC bertanggung jawab penuh

pada pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara, dan produk jadi.

Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian

serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan

bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahan yang

belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual

atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan

mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam

keputusan terkait dengan mutu produk.

Untuk menjamin kebenaran dan ketepatan hasil analisis yang diperoleh,

dalam menjalankan tugasnya, bagian pengawasan mutu dilengkapi dengan

laboratorium dan peralatan yang sesuai serta didukung oleh personil yang terlatih

dan mampu serta terampil dibidangnya. Bagian pengawasan mutu selalu melakukan

pemeriksaan selama proses produksi berlangsung. Setiap kali melakukan analisis,

lembar periksa yang berisi hasil dan kesimpulan analisis didokumentasikan oleh

bagian QA.

Sarana laboratorium pemeriksaan dilengkapi dengan peralatan atau

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 87: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

71

Universitas Indonesia

instrumen yang lengkap. Terdapat tiga laboratorium di departemen ini, yaitu

laboratorium kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Dalam

melakukan tugasnya, seluruh personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung

dan alat pengaman seperti masker, kacamata, dan sarung tangan yang disesuaikan

dengan kebutuhannya.

Laboratorium instrument memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian.

Peralatan dikalibrasi menurut jadwal yang telah ditetapkan. Tanggal kalibrasi dan

perawatan yang telah dilakukan serta tanggal kalibrasi dan perawatan

berikutnya tertera pada masing-masing instrumen. Alat-alat yang rusak atau sedang

dalam perbaikan diberi identitas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

melakukan pengujian. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur tetap

untuk pengoperasiannya, yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan

bersangkutan.

Di laboratorium kimia, pereaksi yang telah dibuat diberi label yang sesuai,

seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan, dan

tanda tangan petugas yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian,

identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas, guna

menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding

yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Pengujian mikrobiologi

dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Laboratorium ini dilengkapi dengan

instrument yang dibutuhkan dalam pengujian mikrobiologi seperti autoklaf,

inkubator, oven dan lain-lain.

4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi seluruh sistem operasional

perusahaan dalam semua aspek yang dapat mempengaruhi mutu produk. Dengan

kata lain, inspeksi diri dilakukan untuk menilai kesesuaian antara seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu dalam Industri Farmasi dengan ketentuan CPOB

serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 88: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

72

Universitas Indonesia

sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan.

Program inspeksi diri merupakan langkah peninjauan kembali sarana,

prasarana, dan seluruh tata kerja pabrik yang mungkin dapat berpengaruh pada

jaminan mutu. Dengan adanya inspeksi diri, dapat dilakukan perbaikan terus

menerus terhadap berbagai kelemahan yang mungkin timbul. Inspeksi diri juga

bertujuan untuk mengetahui cacat kritis, berdampak kecil, atau berdampak besar.

Langkah- langkah pencegahan dan perbaikan cacat tersebut dapat segera

ditentukan. Inspeksi diri adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara reguler,

sistematis, dan objektif. Reguler berarti rutin, terdapat jadwal pelaksanaan

inspeksi diri dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian

secara kontinu. Inspeksi juga harus dilakukan secara sistematis, artinya terdapat

langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk

mendapatkan standar inspeksi yang seragam serta penentuan tingkat kekritisan temuan

yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu: tingkat kritis (C) merupakan kekurangan yang

mempengaruhi mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan sampai

kematian, tingkat berdampak besar (M) yaitu kekurangan yang berdampak besar tetapi tidak

berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. Sedangkan tingkat berdampak kecil (m)

merupakan kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak

terhadap kesehatan konsumen. Inspeksi diri juga harus bersifat objektif artinya dilakukan

oleh seseorang yang tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa.

Inspeksi diri di PT. GPL dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun.

Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten, sudah memiliki

pelatihan inspeksi diri dan dinyatakan lulus oleh trainer serta memahami peraturan

atau regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Inspeksi diri mencakup

aspek-aspek antara lain: personalia, sanitasi dan higiene, bangunan, peralatan,

produksi, pengawasan mutu, keluhan pelanggan, penarikan produk jadi dan

dokumentasi. Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan, dan

usulan tindakan perbaikan. Hasil dari inspeksi diri ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam penyusunan kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 89: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

73

Universitas Indonesia

tidak terulang kembali.

PT. GPL melakukan audit internal dan dilakukan secara berkala empat kali

setiap tahun dengan membentuk tim khusus yang independen. Anggota tim dapat

berasal dari lingkungan perusahaan yang dibentuk oleh manager pemastian mutu dan

management representative atau dari luar perusahaan. Tiap anggota tim bebas dalam

melakukan inspeksi dan dalam memberikan penilaian atas hasil inspeksi. Anggota

tim adalah orang-orang yang telah mendapat training awareness terkait sistem yang

diaudit serta sertifikasi dari konsultan CPOB untuk melaksanakan proses audit. Hasil

temuan audit internal dikategorikan dalam 4 kategori yaitu:

Kategori Critical (C) merupakan temuan yang mempengaruhi mutu dan

keamanan produk serta dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan

sampai kematian, contohnya pencemaran silang bahan atau produk, purified

water yang tercemar, salah penandaan dan lain-lain.

Kategori Major (M) merupakan temuan yang memiliki dampak terhadap

mutu dan keamanan produk namun tidak berdampak langsung terhadap

kesehatan konsumen, atau dapat pula merupakan temuan yang berdampak

serius terhadap efektivitas sistem manajemen dan temuan yang muncul

karena tidak terpenuhinya regulasi terkait / klausul tertentu pada sistem

manajemen, contohnya peralatan ukur yang tidak terkalibrasi atau diluar batas

kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak terdokumentasi dengan baik,

ketidaklengkapan pengisian batch record, tidak adanya pengendalian

terhadap proses, tidak ada peralatan yang menunjang K3L (APAR) dan lain-

lain.

Kategori Minor (m) merupakan temuan yang tidak berpengaruh terhadap

mutu dan keamanan produk, lingkungan dan K3 atau sistemnya dan tidak

berdampak terhadap kesehatan konsumen, contohnya pembersihan gudang

tidak sesuai, permukaan dinding retak, catatan ditulis dengan pensil, seragam

kerja tidak dipakai secara benar dan tidak dipantau, serta inkonsistensi dalam

pengisian catatan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 90: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

74

Universitas Indonesia

Kategori observasi merupakan temuan yang hanya bersifat saran untuk

perbaikan.

Berdasarkan hasil audit dan temuan, auditor merangkum hasil audit dan

mengakhiri proses audit dengan menyelenggarakan rapat penutupan yang disertai

dengan pembacaan hasil audit dan penulisan tindakan perbaikan atau pencegahan

(CAPA) sehingga terjadi perbaikan yang berkesinambungan.

Dalam menentukan saran dan tindakan perbaikan harus disertai juga dengan

perkiraan target akan tercapai dan penyelesaiannya yang disetujui oleh bagian

yang diaudit dan tim inspeksi diri.

Bila target penyelesaian lebih dari 6 bulan maka digunakan prosedur PTPP

(Permintaan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan) atau CPAR (Corrective,

Preventive, Action, Request). Laporan audit tersebut diserahkan kepada bagian

pemastian mutu atau quality assurance (QA) untuk dilakukan monitoring CAPA,

sedangkan bagian Management Representative bertugas merangkum hasil audit dan

CAPA yang telah dilakukan serta menyampaikannya pada rapat tinjauan

manajemen.

Audit eksternal dilakukan oleh Badan POM atau dari tim sertifikasi ISO

9001. Untuk mendapat standar inspeksi diri yang minimal dan seragam disusun

daftar periksa selengkap mungkin. Daftar periksa mengandung pertanyaan mengenai

ketentuan CPOB yang meliputi: karyawan, bangunan termasuk fasilitas untuk

karyawan, penyimpanan bahan jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu,

dokumentasi, perawatan gedung, dan peralatan. Inspeksi diri merupakan kegiatan

yang dilakukan untuk menilai kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian

mutu dalam Industri Farmasi dengan ketentuan CPOB, serta untuk mengevaluasi dan

menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi

suatu penyimpangan.

Audit juga dilakukan pada pemasok yang mensuplai bahan awal maupun

kemasan ke PT. GPL untuk memastikan bahwa produk dan jasa yang digunakan

untuk kepentingan produksi di PT. GPL sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 91: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

75

Universitas Indonesia

sehinggan didapatkan produk yang bermutu dan aman. Adapun pertimbangan kriteria

seleksi supplier yang dapat memasok produknya ke PT. GPL antara lain: menjual

bahan material dengan mutu terbaik dan sesuai standar yang telah ditetapkan,

menawarkan harga yang kompetitif, memberikan jangka waktu pembayaran yang

fleksibel, serta dapat memberikan referensi dari perusahaan farmasi dan kosmetik

yang bonafit. Setelah proses seleksi terhadap pemasok dilakukan, PT. GPL juga

melakukan evaluasi terhadap supplier secara berkala meliputi ketepatan waktu

penerimaan barang, kesesuaian kuantitas barang dengan ketentuan yang tercantum

pada surat pesanan, serta kesesuaian kualitas barang dengan standar yang telah

ditetapkan.

4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Penanganan terhadap keluhan pelanggan, dimanajemen dengan baik oleh PT.

GPL untuk menangani keluhan yang diterima secara cepat dan tepat, mencegah

keberulangan keluhan yang sama, dan sebagai behan pertimbangan untuk penarikan

kembali produk secara efektif. Ruang lingkup keluhan pelanggan di PT. GPL

dikategorikan menjadi 3 kategori untuk seluruh keluhan, baik yang berasal dari

dalam maupun luar perusahaan. Kategori keluhan tersebut antara lain : keluhan

teknis kualitas obat (KTKO) yaitu keluhan yang berkaitan dengan kualitas produk

seperti kondisi fisis, kimiawi, mikrobiologi namun tidak mencakup kerusakan karena

kesalahan distribusi, keluhan farmakologis /efek samping obat (ESO) merupakan

keluhan yang berkaitan dengan reaksi produk yang merugikan seperti reaksi alergi,

keluhan efek terapi dan reaksi lain yang membahayakan kesehatan, dan keluhan yang

yang terakhir berkaitan dengan service marketing.

Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan

dengan kegiatan produksi, sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal

dari distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit atau klinik, Pemerintah

(Badan POM), dan media massa. Keluhan dapat disampaikan baik secara lisan

maupun melalui surat. Dalam penanganan keluhan, terdapat beberapa personil

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 92: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

76

Universitas Indonesia

yang berperan didalamnya antara lain: bagian pemasaran yang bertugas untuk

menindaklanjuti pelanggan, dan menangani keluhan yang berkaitan dengan

pelayanan pemasaran serta memberi jawaban kepada pelanggan/konsumen.

Personil Quality Assurance bertanggung jawab dalam mengkategorisasi keluhan

yang beraspek teknis dan efek produk, mengevaluasi penyelidikan, melakukan

tindak lanjut serta memberikan jawaban terhadap keluhan beraspek teknis yang

diterima. Apakah keluhan tersebut bersifat kritis (berdampak pada keamanan pasien)

atau bersifat non kritis (tidak berdampak pada keamanan pasien). Serta bertanggung

jawab dalam menyusun, memeriksa, mensosialisasikan dan meninjau ulang secara

berkala prosedur kerja penanganan keluhan yang dibuat.

Dalam menindaklanjuti keluhan yang beraspek farmakologis/efek samping,

medical advisor turut memberi peran dalam mengevaluasi penyelidikan serta

memberi tidak lanjut terkait efek produk. Quality Control Management bertugas

dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap sampel produk yang

dikeluhkan dan beraspek teknis, contoh pertinggal, serta contoh dari gudang produk /

produk kembalian jika diperlukan.

Pemeriksaan terhadap catatan bets dilakukan oleh bagian produksi, dan

bagian R&D bertugas memberi dukungan dalam melakukan penelitian, penyelidikan

serta evaluasi tiap keluhan produk yang berkaitan dengan kualitas produk untuk

menentukan tindak lanjut yang tepat termasuk pertimbangan untuk penarikan

kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat atau

telah dipastikan mempunyai efek samping yang merugikan konsumen.

Penarikan kembali produk berlaku untuk semua produk jadi yang telah

dipasarkan dan ditetapkan untuk ditarik kembali berdasarkan keputusan BPOM

maupun keputusan internal perusahaan, namun sejauh ini hal tersebut belum pernah

terjadi di PT. GPL. Penarikan kembali produk dilaksanakan oleh personil yang

telah ditunjuk, personil yang berperan antara lain bagian pemasaran, pemastian mutu

dan bagian gudang produk jadi.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 93: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

77

Universitas Indonesia

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian

dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan kerusakan, kadaluarsa, masalah

keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga

menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang

bersangkutan. Produk yang ditarik kembali diidentifikasi dan disimpan di tempat

terpisah untuk menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Produk kembalian

dikarantina sebelum diambil keputusan apakah akan dilakukan tindakan pengolahan

atau pengemasan ulang terhadap produk tersebut. Produk kembalian yang tidak

dapat diolah atau dikemas ulang harus dimusnahkan. Pada tahap akhir penanganan

keluhan dilakukan dokumentasi berupa laporan tahunan keluhan terhadap produk

jadi yang dibuat oleh bagian pemastian mutu, serta dilakukan evaluasi tahunan

terhadap keluhan produk.

4.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil

menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil

risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya

mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula

pembuatan, prosedur, metode dan intruksi, laporan dan catatan harus bebas dari

kekeliruan dan tersedia secara tertulis.

Pengelolaan dokumen di PT. GPL dilakukan oleh departemen document

control (DC). Dokumentasi terhadap sistem manajemen dibuat dalam bentuk

softcopy dan hardcopy yang mencakup :

a. Pernyataan Kebijakan dan Sasaran serta Target Organisasi.

b. Pedoman Organisasi dari Sistem Manajemen.

c. Prosedur Kerja, Instruksi Kerja dan Catatan dari Sistem Manajemen, serta

diintegrasikan dengan kebutuhan PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 94: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

78

Universitas Indonesia

d. Prosedur dan instruksi kerja departemen yang dibutuhkan untuk memastikan

efektifitas dari rencana, aktivitas operasional dan pengendalian dari seluruh

proses, termasuk dokumen yang ditentukan oleh perusahaan sebagai dokumen

yang penting yang terkait dengan aspek penting lingkungan.

e. Catatan yang dipersyaratkan oleh Sistem Manajemen.

Pada prosesnya, dokumen sistem di PT. GPL di bagi menjadi 4 tingkatan,

yaitu:

a. Tingkat 1 : Pedoman Sistem Manajemen, HACCP PLAN, Site Master File

(SMF), Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu suatu dokumen tingkat pertama

yang berisi pernyataan-pernyataan kebijakan perusahaan dalam rangka

memenuhi persyaratan dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 9001:2008,

CPOB, CPKB, OHSAS 18001:2007, HACCP.

b. Tingkat 2 : Prosedur kerja yaitu suatu dokumen tingkat kedua yang berisi

urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan untuk melakukan suatu aktivitas

internal dan atau eksternal.

c. Tingkat 3 : Dokumen pendukung yaitu suatu dokumen tingkat ketiga yang

berisi langkah-langkah lebih detail bagaimana menjalankan suagtu tugas

Contoh: Master formula, instruksi kerja, formulir, spesifikasi dan lain-lain.

d. Tingkat 4 : Catatan yaitu dokumen yang berisi bukti suatu aktifitas telah

dilaksanakan.

Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam sistem manajemen harus

dikendalikan. Prosedur terdokumentasi untuk pengendalian dokumen ditetapkan,

diimplementasikan dan dipelihara untuk mendefinisikan pengendalian yang

diperlukan, antara lain:

a. Untuk menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan

b. Untuk meninjau dan memutakhirkan seperlunya dan menyetujui ulang

dokumen

c. Untuk memastikan bahwa perubahan dan status revisi terakhir dapat

teridentifikasi

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 95: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

79

Universitas Indonesia

d. Untuk memastikan bahwa versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia

ditempat pemakaiannya

e. Untuk memastikan bahwa dokumen tetap dapat dibaca dan mudah

diidentifikasi

f. Untuk memastikan bahwa dokumen dari luar teridentifikasi dan

pendistribusiannya terkendali

g. Untuk mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen

kadaluarsa dan memberikan identifikasi yang memadai padanya jika disimpan

untuk tujuan tertentu.

Catatan harus ditetapkan dan dipelihara untuk memberikan bukti kesesuaian

pada persyaratan dan keefektifan pelaksanaan dari sistem manajemen. Catatan harus

dapat dibaca, mudah diidentifikasi dan diambil. PT. GPL menetapkan,

mengimplementasikan dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk menentukan

pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan,

pengambilan, masa simpan dan pemusnahan catatan.

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui,

dan dikendalikan untuk menghindari produk atau pekerjaan dengan mutu yang

tidak memuaskan. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya

terbagi menjadi dua, yaitu toll in dan toll out. Toll in adalah kerjasama antara PT.

GPL dengan industri farmasi lain, tetapi proses manufacturing dilakukan di PT.

GPL, sedangkan toll out merupakan kerjasama antara PT. GPL dengan Industri

Farmasi lain dimana proses manufacturing dilakukan di Industri Farmasi lain.

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yang dilakukan oleh PT. GPL

mencakup keduanya, yaitu toll in dan toll out.

4.12 Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi dan validasi merupakan salah satu aspek penting CPOB yang

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 96: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

80

Universitas Indonesia

wajib diterapkan dalam setiap industri farmasi sebagai bukti pengendalian

terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap

fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah

divalidasi. Terdapat tiga jenis proses validasi, yaitu validasi prospektif, validasi

konkuren, dan validasi retrospektif.

Selain validasi dilakukan juga kualifikasi, yaitu suatu pembuktian bahwa

perlengkapan/mesin yang digunakan dalam suatu proses akan selalu memberikan

hasil yang memenuhi kriteria yang diinginkan secara konsisten. Kualifikasi terdiri

atas empat tahap, yaitu design qualification (DQ), instalation qualification (IQ),

operational qualification (OQ) dan performance qualification (PQ). Keempat

tahapan kualifikasi dilakukan untuk peralatan dan sistem baru, sedangkan untuk

peralatan dan sistem yang dimodifikasi tidak dilakukan tahap design qualification.

Kegiatan kualifikasi dan validasi di PT. GPL dilaksanakan sesuai standar

CPOB. Proses Kualifikasi mencakup kualifikasi ruangan/bangunan, kualifikasi

peralatan, dan kualifikasi sistem penunjang seperti HVAC, Sistem Pengolahan Air,

IPAL, Boiler, Compressed Air, Reverse Osmosis, dan sistem penunjang lainnya.

Sedangkan proses validasi mencakup validasi metode analisis, validasi proses dan

validasi pembersihan. Validasi metode analisis dan validasi pembersihan dilakukan

sebelum pelaksanaan validasi proses.

Validasi pembersihan dilaksanakan terhadap mesin atau peralatan setelah

digunakan untuk proses produk tertentu atau sampling bahan baku tertentu.

Sementara itu, validasi prospektif dilakukan terhadap seluruh produk-produk baru

yang dilaksanakan setelah diperoleh formula yang optimal oleh departemen R&D.

Kualifikasi dan validasi secara umum merupakan tanggung jawab bagian

Quality Assurance (Pemastian Mutu). Kualifikasi dan validasi dilaksanakan sesuai

RIV yang telah dibuat dan disetujui. RIV merupakan dokumen yang menyajikan

informasi mengenai program kerja validasi secara menyeluruh. Sebelum melakukan

proses kualifikasi/validasi, terlebih dahulu semua peralatan uji yang digunakan harus

sudah terkalibrasi. Protokol kualifikasi dan validasi proses/pembersihan dibuat oleh

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 97: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

81

Universitas Indonesia

bagian QA dan R&D. Sedangkan protokol validasi metode analisis dibuat oleh

bagian QC. Setelah protokol kualifikasi/validasi diperiksa dan disetujui oleh

Manager QA, dilakukan proses sosialisasi atau pelatihan terhadap semua personil

yang terlibat dalam kegiatan kualifikasi/validasi tersebut.

Apabila dalam pelaksanaan kualifikasi/validasi ditemukan hal-hal yang

memerlukan perubahan, maka temuan serta perubahan dicatat sebagai rekomendasi

untuk dibuatkan Change control dan menjadi pertimbangan untuk pembuatan

protokol kualifikasi yang baru menggantikan protokol sebelumnya. Hasil

pelaksanaan kualifikasi/validasi dibuat dalam bentuk laporan kualifikasi/validasi

yang selanjutnya akan dievaluasi dan disetujui oleh manajer QA.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 98: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

82 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

a. Apoteker memegang peranan penting di PT. Galenium Pharmasia

Laboratories, terutama sebagai general manager operation and human

resources, head of factory, manajer produksi, deputi quality operational

(QO), manajer quality assurance (QA), manajer quality control (QC),

manajer research and development (R&D). Fungsi Apoteker adalah sebagai

tenaga professional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang

dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian.

b. Kegiatan di PT. Galenium Pharmasia Laboratories meliputi proses

manufaktur (proses produksi hingga pada proses pengolahan dan

pengemasan), pemastian mutu, pengawasan mutu dan bagian perkantoran

(head office). Masing-masing bagian QA, QC, dan produksi bersifat

independen dan memiliki tanggung jawab sendiri, namun bertanggung

jawab bersama pada penerapan CPOB dalam kegiatan pembuatan sediaan

farmasi untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan.

c. PT. Galenium Pharmasia Laboratories telah menerapkan setiap aspek CPOB

dengan baik dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya,

yang meliputi aspek personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi

dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu,

penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk

kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta

kualifikasi dan validasi.

d. Permasalahan pekerjaan kefarmasian yang terjadi di PT. Galenium Pharmasia

Laboratories adalah adanya produk kembalian karena kerusakan kemasan,

lead time pada proses produksi, hasil uji diluar spesifikasai dan sebagainya.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 99: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

83

Universitas Indonesia

5.2 Saran

a. PT. Galenium Pharmasia Laboratories telah menerapkan sistem yang baik

terutama dalam manajemen proses produksi, pengawasan mutu, dan

pemastian mutu produk, namun sebaiknya terus meningkatkan pengkajian

dan evaluasi terhadap efektivitas sistem yang dikelola oleh PT. Galenium

Pharmasia Laboratories, sehingga kinerja setiap bagian dalam perusahaan

dapat ditingkatkan untuk menjadi lebih baik.

b. Perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi terhadap efektivitas sistem produksi

yang telah berjalan sehingga kinerja seluruh elemen produksi dapat berjalan

dengan baik.

c. Perlu dilakukan inspeksi atau pemeriksaan terhadap output sistem instalasi

pengolahan air limbah (IPAL) secara berkala dan tidak hanya dilakukan

ketika output IPAL tidak memenuhi syarat.

d. Melakukan sosialisasi kembali kepada para operator produksi mengenai

penggunaan APD yang baik dan benar serta sosialisasi pengaruh pergerakan

yang tidak diperlukan terhadap kontaminasi produk selama proses produksi.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 100: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

84 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta :Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Badan POM. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia No. HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang

Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Gaspersz, Vincent. (2012). All-in-one Practical Management Excellence. Jakarta :

PT Niaga Swadaya.

Hamin, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud. (2012). Manajemen Produksi

Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi.

Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

OHSAS 18001: (2007). Occupational Health and Safety Management System –

Requirements.

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2011). Profil Perusahaan.

www.galenium.com/ID/aboutgalenium. [Diakses pada tanggal 1 5 September

2014 pukul 16:26].

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012a). Organization Structure PT

Galenium Pharmasia Laboratories Februari 2012. Bogor : PT Galenium

Pharmasia Laboratories.

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. ( 2012b). Instruksi Kerja Departemen No.

B/PRP/01. Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 101: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

85

Universitas Indonesia

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012c). Uraian Jabatan Pharma

Production Manager. Bogor: PT Galenium Pharmasia Laboratories.

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012d). Instruksi Kerja Produksi No.

B/PRP/02. Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories.

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2013a). Organization Structure of

Department Pharma Production January 2013. Bogor : PT Galenium

Pharmasia Laboratories.

PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2013b). Standard Operating Procedure

Proses Produksi SOP-GPL C3.1. Bogor : PT Galenium Pharmasia

Laboratories.

QIMS. 2010. ISO 9001: (2008) – Sistem Manajemen Mutu (COQ-01). http://qims-

consulting.com/?p=70. [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 08:25]

Rahadian, Dimas. (2014). Klausul-Klausul Dalam Dokumen ISO 9001.

http://rahardiandimas.staff.uns.ac.id. [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014

pukul 09:00].

Wahyono, Budi. (2013). Pengertian dan Sejarah Singkat ISO

9001.http://www.pendidikanekonomi.com/2012/10/pengertian-dan-sejarah-

iso-9001.html. [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 09:15].

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 102: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

86

Universitas Indonesia

Lam

pir

an

1. S

truktu

r org

anis

asi

PT

. G

PL

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 103: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

87

Universitas Indonesia

Lam

pir

an

2.

Str

uktu

r o

irgan

isas

i p

roduk

si

farm

a

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 104: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

88

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Alur proses produksi tablet, sirup, krim, dan sabun di PT. GPL

Tablet

(granulasi Basah)

Sirup Cream Sabun

Penimbangan

Pencampuran

Granulasi

Pengeringan

IPC

Pencetakan

IPC

Pengemasan

Primer

IPC

Pengemasan Akhir

Pengiriman

Penimbangan

Pencampuran

IPC

Pengisian

IPC

Pengemasan

Akhir

IPC

Pengiriman

Penimbangan

Pembuatan basis

minyak dan air

Pencampuran

Rolling IPC

Pengisian

IPC

Pengemasan

Akhir

IPC

Pengiriman

Penimbangan

Rolling Mixing

Rolling

Plodding

Cutting

Stamping

IPC

Pengemasan

Primer

Pengemasan

Akhir

IPC

Pengiriman

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 105: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

89

Universitas Indonesia

Lampiran 4. Alur proses produksi salep, bedak, emulsi, dan lotion di PT. GPL

Salep Bedak Emulsi Lotion

Penimbangan

Pelelehan Basis

Pencampuran

Rolling

IPC

Pencampuran

Akhir

IPC

Pengisian

IPC

Pengemasan Akhir

IPC

Pengiriman

Penimbangan

Pencampuran

Pengayakan

Pencampuran

IPC

Pengisian

Pengemasan

Sekunder

Pengemasan

Akhir

IPC

Pengiriman

Penimbangan

Pencampuran fase

minyak dan air

IPC

Pengisian

IPC

Pengemasan

Akhir

IPC

Pengiriman

Penimbangan

Pencampuran

IPC

Pengisian

IPC

Pengemasan

Sekunder

Pengemasan Akhir

IPC

Pengiriman

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 106: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

90

Universitas Indonesia

Lampiran 5. Daftar produk farma PT. GPL

No.

Nama Produk

Grey

Kosmetik Cream Obat

Cairan

Obat

Dalam

Syrup Tablet Grey

Powder

1

acne feldin

lotion 110 ml

bioderm

cream 5 gr

laxadine

emulsi 110

ml

imunex syrup

60 ml

imunex

tablet

mycorine

powder

25 gr

2

ressal acne

lotion 100

ml

calacort

cream 10 gr

laxadine

emulsi 60

ml

neladryl

expectorant 60

ml

laxacod

tablet

mycorine

powder

10 gr

sachet

3 solare moist

SPF 30 75 gr

calacort cream

5 gr new

laxadine emulsi 30

ml

neladryl dmp

60 ml

laxatab

tablet

4 solare moist

SPF 50 75 gr

haemocaine

ointment 15

gr

pyravit syrup

225 ml

mycostop

tablet 250

5 chiby baby

balm 20 gr laxarec 5 gr

pyravit syrup

110 ml

mycostop

kaplet 500

6

chiby oil

inhalant 12

ml

melavita

cream 0,05%

10 gr

laxadilac

syrup 60 ml

prolung

450 kaplet

7

melavita

cream 0,1%

10 gr

prosic

suspensi 60 ml

trichol

kapsul

8 mycorine

cream 15 gr

cetymin syrup

60 ml

cetymin

tablet

9 mycorine cream 5 gr

glimunos syrup 60 ml

mycotrazol kapsul

10 SCabimite

cream 10 gr

glimunos

syrup 30 ml

glimunos

kaplet

11 SCabimite

cream 30 gr

galpect syrup

60 ml

simvaSChol

tablet

12 sinobiotik

cream 5 gr

galdom

suspensi 60 ml

cartiflex

kaplet

13 skintex ointment 5 gr

selefit plus kaplet

14

soft u

intensive

hydro 40 gr

selefit plus

kaplet cc

15 topisel lotion gamesolone 4 mg

16 topsy cream 5

gr

gamesolone

8 mg

17 topsy cream 3

gr

galtaren

tablet 50

mg

18 galtaren gel

20 gr

galten

kaplet

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 107: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

91

Universitas Indonesia

Lampiran 5. (Lanjutan)

19 dermafoot 30

gr

haemogal

kaplet

20 mesonta

cream 5 gr

(new)

gasorbid tablet

21 galpain cream

20 gr

galpect

tablet

22 jovial

probiotik

galdom

tablet

23 galtopril

kaplet 800

24 galtopril

kaplet 1200

25 amlogal

tablet 10

mg

26 amlogal

tablet 5 mg

27 gasogal

tablet

28 laxassia

kapsul

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 108: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

92

Universitas Indonesia

Lampiran 6. Daftar produk PSC PT. GPL

No. Nama Produk

Powder Soap Liquid Soap Grey

Kosmetik Cream Obat

1 caladine powder

original 220 gr

JF sulfur acne care 90

gr

oilum coll body wash moist 210

ml

caladine

cream 15 gr

cal mosquito repellent 100

ml

2 caladine powder

original 100 gr

JF sulfur

acne care 65

gr

oilum coll body

wash moist 175

ml pouch

cal baby

liquid soap

100 ml

3 caladine powder

original 60 gr

JF sulfur

mild care 90

gr

JF family body

wash blue ocean

200 ml

cal baby

liquid soap

200 ml

4 caladine powder

oiginal 35 gr

JF sulfur

mild care 65

gr

JF family body

wash ocean

spirit 200 ml

cal baby

liquid soap

200 ml pouch

5 caladine powder

active fresh 220 gr

JF sulfur

oily care 90

gr

JF family body

wash blue ocean

200 (pouch)

JF wet wipes

6 caladine powder

active fresh 100 gr

JF sulfur

oily care 65

gr

JF family body

wash ocean

spirit 200 (pouch)

JF facial foam

acne care 70

gr

7 caladine powder active fresh 60 gr

oilum coll moisturizing

soap 85 gr

oilum coll body wash SCrub 210

ml

JF facial foam mild care 70

gr

8 caladine powder

active fresh 35 gr

oilum coll

brightening

SCrub 85 gr

JF men deep

clean 70 gr

9

caladine powder

soft comfort 220

gr

belsoap

original 65

gr

JF men oil

clear 70 gr

10

caladine powder

soft comfort 100

gr

belsoap soft

floral 65 gr

11 caladine powder

soft comfort 60 gr

belsoap white musk

65 gr

12 caladine powder

soft comfort 35 gr

JF sulfur

blemish care

65 gr

13

caladine

baby soap 85

gr

14

JF family

soap orange

spirit 90 gr

15

JF family

soap blue

ocean 990 gr

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 109: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

93

Universitas Indonesia

Lampiran 6. (Lanjutan)

Caladine Lotion

Grey

Powder NPD TH.2013

NPD

TH.2014

1 caladine lotion

95 ml

caladine

baby powder

100 gr

oilum coll body

wash SCrub 175

ml pouch

JF family

green cool 90

gr

2 caladine lotion 60 ml

caladine

baby powder 50 gr

JF gel-acne care 10 gr

JF family BW

green cool (botol)

3

JF gel-blemish

care 10 gr

4

oilum collagen

body lotion

brightening

5

oilum collagen

body lotion

firming

6

oilum collagen body lotion

moisturizing

7

caladine gel 50

ml (anti itch)

8

V-mina FH

cleansing

mousse

9

V-mina FH

cleansing wipes

10

V-mina FH

lightening intimate

11

V-mina FH

deodorant

intimate mist

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 110: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGAMATAN LEAN MANUFACTURING DAN OVERALL

EQUIPMENT EFFECTIVENESS TERHADAP PROSES

PRODUKSI SIRUP X DI PT. GALENIUM PHARMASIA

LABORATORIES

TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2015

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 111: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGAMATAN LEAN MANUFACTURING DAN OVERALL

EQUIPMENT EFFECTIVENESS TERHADAP PROSES

PRODUKSI SIRUP X DI PT. GALENIUM PHARMASIA

LABORATORIES

TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2015

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 112: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................ 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

2.1 Lean Manufacturing ................................................................................... 4

2.1.1 Pendahuluan ..................................................................................... 4

2.1.2 Sejarah Lean ..................................................................................... 4

2.1.3 Prinsip Lean ..................................................................................... 6

2.1.4 Waste ................................................................................................ 7

2.1.5 Elemen Utama Lean Manufacturing ............................................... 10

2.1.6 Tools dalam Lean Manufacturing .................................................... 11

2.1.6.1 Total Productive Maintenance (TPM) ........................... 11

2.1.6.2 Budaya Kerja 5S ........................................................... 13

2.1.7 Lean Manufacturing di Departemen Produksi PT GPL .................. 15

2.2 Overall Equipment Effectiveness (OEE) .................................................... 17

2.2.1 Definisi ............................................................................................. 17

2.2.2 Pengukuran OEE .............................................................................. 18

2.3 Value Stream Mapping ............................................................................... 20

BAB 3. PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DAN OEE TERHADAP

PRODUK PT. GPL................................................................................. 22

3.1 Proses Produksi .................................................................................. 22

3.1.1 Penimbangan ............................................................................ 22

3.1.2 Mixing ...................................................................................... 22

3.1.3 Filling dan Capping .................................................................. 23

3.1.4 Pengemasan Sekunder .............................................................. 24

3.2 Hasil Pengamatan .............................................................................. 24

3.3 Penerapan Lean Manufacturing ......................................................... 25

3.3.1 Menunggu (Waiting Time) ........................................................ 25

3.3.2 Proses yang Tidak Sesuai (Inappropriate Process) ................... 26

3.3.3 Gerakan yang Tidak Perlu (Unnecessary Moving)..................... 26

3.4 Perbaikan Penerapan Lean .................................................................. 27

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 113: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

iv

3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Mesin Filling dan

Capping............................................................................................. 27

3.6 Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X ............................... 28

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 29

4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 29

4.2 Saran .................................................................................................. 29

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 31

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 114: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur TPM ............................................................................................. 13

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 115: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Nilai OEE Perusahaan Kelas Dunia ............................................... 18

Tabel 3.1 Hasil OEE untuk mesin filling dan mesin capping sirup X ...................... 28

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 116: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identifikasi tahapan proses produksi sirup X ...................................... 32

Lampiran 2. Perhitungan OEE Mesin Filling Sirup X ............................................ 33

Lampiran 3. Perhitungan OEE Mesin Capping Sirup X .......................................... 34

Lampiran 4. Value stream mapping proses produksi sirup X .................................. 35

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 117: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat untuk

berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang menjadi ciri

globalisasi dewasa ini adalah tekanan perdagangan yang kompetitif sehingga

menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif mereka agar

dapat memenangkan persaingan yang terjadi. Persaingan yang ketat dalam dunia

industri farmasi di tengah ketidakstabilan perekonomian, perkembangan teknologi,

dan peningkatan regulasi (Good Manufacture Process / Cara Pembuatan Obat yang

Baik) untuk persyaratan produk farmasi semakin memacu perusahaan manufacturing

untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga,

jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, agar dapat terus bertahan di pasar industri

farmasi.

Data Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi menyebutkan pertumbuhan pasar

industri farmasi Indonesia pada tahun 2014 tumbuh sebesar 13%-14%. Berdasarkan

data tersebut, maka industri farmasi berusaha untuk melakukan peningkatan

keunggulan dengan mengurangi waste atau pemborosan. Waste (pemborosan)

merupakan segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah sepanjang

aliran proses pada proses perubahan input menjadi output termasuk penyediaan

bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, waktu

tunggu, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara

menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) agar tetap

menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga bersaing dengan produk lain

yang sejenis.

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil penjualan produk suatu perusahaan.

Salah satunya adalah terdapatnya waste atau pemborosan pada saat proses produksi.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 118: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

2

Universitas Indonesia

Lean manufacturing atau produksi ramping, yang sering dikenal sebagai "Lean",

adalah metode yang sesuai digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi

tingkat pemborosan atau waste sehingga mampu menekan atau bahkan bisa

mengurangi kegiatan atau aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added

activity). Vincent Gasperz (2007) menyatakan rasio antara value added (nilai

tambah) terhadap waste (pemborosan) pada perusahaan-perusahan Jepang rata-rata

mencapai 50%, Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Kanada

dan Amerika sekitar 30%, sedangkan perusahaan terbaik Indonesia masih 10%.

Suatu perusahaan dianggap lean apabila rasio nilai tambah terhadap waste minimum

telah mencapai 30%. Jika suatu perusahaan memiliki rasio antara nilai tambah dan

waste kurang dari 30%, maka perusahaan tersebut disebut sebagai un-lean enterprise

dan merupakan kategori perusahaan tradisional.

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan

Indonesia masih belum mencapai kategori lean sehingga diperlukan adanya

perbaikan proses salah satunya pada proses produksi. Implementasi lean

manufacturing dapat digunakan untuk identifikasi pemborosan atau waste dan

memecahkan masalah dengan melakukan perbaikan secara berkelanjutan pada

proses produksi. PT. Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu

industri farmasi di Indonesia yang sedang berkembang dan telah memulai

menerapkan sistem lean manufacturing agar selalu tercapai keefektifan dan

keefektivitasan kinerja produksinya untuk menghasilkan produk yang berkualitas.

Metode lain yang mendukung perbaikan proses selain penerapan lean

manufacturing adalah menghitung nilai overall equipment effectiveness (OEE) yang

bertujuan untuk mengetahui waste–losses dalam proses produksi. OEE merupakan

pengukuran efektifitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa

besar pencapaian performansi dan reliabilitas peralatan. OEE merupakan indikator

performansi produktivitas yang didasarkan pada level tertentu dari performansi yang

diharapkan, dengan OEE dapat diketahui dan diukur penyebab melemahnya kinerja

peralatan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 119: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

3

Universitas Indonesia

Kedua konsep di atas yakni lean manufacturing dan OEE digabungkan untuk

mengetahui indikator kritis munculnya non value added activity. Pelaksanaan

kegiatan-kegiatan tersebut diperlukan manajemen produksi yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses produksi yang merupakan salah

satu tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu,

mahasiswa praktek kerja profesi apoteker (PKPA) di PT. Galenium Pharmasia

Laboratories diberi kesempatan melakukan simulasi manajerial, untuk memberikan

alternatif solusi dari penerapan lean manufacturing dan penilaian OEE dengan cara

terlibat langsung dalam proses produksi suatu produk.

1.2 Tujuan

a. Identifikasi waste atau pemborosan dalam proses produksi produk sirup X di

PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

b. Menghitung nilai OEE pada proses produksi produk sirup X di PT. Galenium

Pharmasia Laboratories.

c. Memberikan alternatif solusi terhadap masalah produksi produk sirup X

sesuai dengan penerapan Lean Manufacturing di PT. Galenium Pharmasia

Laboratories.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 120: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

4 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lean Manufacturing

2.1.1 Pendahuluan

Lean merupakan suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan

pemborosan atau waste dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk barang

maupun jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan atau customer value

(Gaspersz, 2007). Tujuan lean adalah untuk meningkatkan customer value malalui

peningkatan secara berkelanjutan rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-

to-waste ratio). APICS Dictionary dalam Lean Six Sigma for Manufacture and

Service Industries, Vincent Gaspersz (2007), mendefinisikan lean sebagai suatu

filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimalisasi penggunaan sumber-sumber

daya yang dimaksud tersebut termasuk juga waktu. Fokus lean adalah pada

identifikasi dan eliminasi seluruh aktivitas yang tidak memberi nilai tambah dalam

proses desain, produksi untuk bidang manufaktur atau operasi untuk bidang jasa, dan

supply chain management yang berkaitan secara langsung dengan pelanggan.

Aktivitas yang tidak memberi nilai tambah tersebut disebut sebagai non value added

activities.

Manajemen produksi berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian proses produksi industri untuk menjamin kelancaran, efisiensi, dan

efektivitas produksi. Pada dasarnya teori produksi berfokus pada memproduksi

output semaksimum mungkin dengan tingkat penggunaan input yang tetap atau

memproduksi output pada tingkat tertentu dengan biaya produksi seminim mungkin.

2.1.2 Sejarah Lean

Konsep lean awalnya dikembangkan oleh Taiichi Ohno pada tahun 1950an

dari Toyota yang selanjutnya disebut sebagai Toyota Production System yang

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 121: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

5

Universitas Indonesia

menjadi awal dari pemikiran lean yang dikembangkan berdasarkan prinsip Just in

Time. Just in Time merupakan serangkaian prinsip, alat, dan teknik yang

memungkinkan suatu perusahaan dapat memproduksi dan mengirim produk dalam

jumlah kecil, dengan lead time yang singkat untuk memenuhi keinginan pelanggan

secara spesifik (Linker dalam Ars Agustiningsih, 2011). Salah satu dari pedoman ini

ialah tidak adanya pemborosan-pemborosan dalam lini produksi, misalnya tidak

adanya cacat atau zero defect, tidak ada barang yang menumpuk di gudang atau zero

inventory, dan bentuk waste lainnya.

Toyota menggunakan pendekatan atau sistem yang disebut sebagai Toyota

Production System (TPS) atau Toyota Ways yang merupakan bentuk perbaikan atau

peningkatan yang berkelanjutan (continous improvement) yang bertujuan untuk

mengeliminasi pemborosan yang mendatangkan kerugian, sehingga dapat tercipta

organisasi yang lean.

Keberhasilan Toyota juga didasarkan pada kemampuan strateginya dalam

mengembangkan kepemimpinan, tim dan budaya yang dipergunakan untuk

mencetuskan strategi dan mempertahankan bentuk organisasi yang selalu belajar

atau learning organization. Terdapat 14 prinsip yang dikelompokkan dalam empat

bagian (4P) yang membangun Toyota Ways, yaitu:

a. Philosophy (Long-Term Thinking)

Keputusan manajemen didasarkan pada filosofi jangka panjang walaupun

mengorbankan sesuatu untuk jangka pendek.

b. Process (Eliminate waste)

1. Ciptakan proses yang mengalir untuk identifikasi masalah

2. Gunakan sistem tarik (pull system) untuk menghindari

overproduction.

3. Heijunka, meratakan beban kerja

4. Jidoka, hentikan jika terjadi masalah yang berkaitan dengan kualitas.

5. Lakukan standarisasi pekerjaan untuk peningkatan yang

berkelanjutan.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 122: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

6

Universitas Indonesia

6. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang

tersembunyi.

7. Gunakan hanya teknologi yang handal dan benar-benar teruji.

c. People and Partners (Respects, Challenge, and Grow Them)

1. Kembangkan pemimpin yang menjiwai dan menjalankan filosofi.

2. Hormati, kembangkan dan tantang orang-orang dan tim.

3. Hormati jaringan mitra dan pemasok dengan memberi tantangan dan

membantu melakukan peningkatan.

d. Problem Solving (Continous Improvement and Learning)

1. Pembelajaran organisasi secara terus menerus melalui Kaizen.

2. Lihat sendiri agar lebih memahami situasi dengan benaar (Genchi

Genbutsu).

3. Buatlah keputusan secara perlahan melalui konsensus, dengan hati-

hati mempertimbangkan semua kemungkinan dan implementasikan

dengan cepat.

2.1.3 Prinsip Lean

Vincent Gasperz (2007) dalam lean Six Sigma, menyatakan terdapat lima

prinsip dasar lean yaitu :

a. Value, spesifikasi yang dapat menambah nilai produk dari sudut pandang

customer. Melakukan identifikasi nilai produk berdasarkan perspektif

pelanggan, dimana pelanggan selalu menginginkan produk yang

berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif, dan dengan

penyerahan yang tepat waktu.

b. Value stream, identifikasi seluruh tahapan dalam proses produksi dengan

melakukan pemetaan proses pada value stream untuk setiap produk

ataupun jasa.

c. Flow, mempertahankan proses yang bernilai tersebut tetap berjalan.

d. Pull, hanya memproduksi produk yang dibutuhkan oleh customer.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 123: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

7

Universitas Indonesia

Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk mengalir secara

lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan menggunakan

pull system.

e. Perfection, selalu berusaha untuk memproduksi dengan sempurna secara

berkelanjutan sehingga dapat memenuhi permintaan customer.

Berdasarkan lima prinsip Lean tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

"Lean", merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan

mengeliminasi waste (aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk) melalui

perbaikan yang terus berkelanjutan (Kaizen) dengan memproduksi berdasarkan

permintaan customer untuk memperoleh kesempurnaan.

2.1.4 Waste

Lean manufacturing merupakan konsep yang berasal dari Toyota Production

System (TPS) yang berfungsi untuk mengurangi dan meniadakan tiga pemborosan

yang disebut Muda, Mura dan Muri. Womack (1996) dalam Ars Agustiningsih,

pemborosan atau waste, dalam bahasa Jepang disebut Muda merupakan segala

aktivitas yang tidak menambah nilai sehingga muda hanya menambah atau

meningkatkan cost dalam produksi. “Seven plus one type” pemborosan itu

antara lain:

a. Produksi berlebihan (Over production)

Produksi berlebihan atau memproduksi lebih dari pada kebutuhan pada

proses berikutnya, atau memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada

waktu yang dibutuhkan. Penyebab over production diantaranya adalah

kurangnya komunikasi, logika just in case, proses setup lama, penjadwalan

yang salah, dan lain-lain.

b. Menunggu (waiting time)

Waktu tunggu atau lead time dalam proses harus dihilangkan. Prinsipnya

adalah memaksimalkan penggunaan / efisiensi pekerja. Penyebab

peningkatan waktu tunggu adalah ketidakseimbangan lini produksi,

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 124: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

8

Universitas Indonesia

pemeliharan yang tidak terencana, kurangnya pelatihan, penjadwalan salah,

dan lain-lain.

c. Transportasi

Transportasi berkaitan dengan proses memindahkan material atau orang

dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat

mengakibatkan waktu penanganan material bertambah. Beberapa

penyebabnya adalah tata letak yang jelek, pemahanan yang kurang terhadap

arus produksi, lokasi penyimpanan yang berjauhan dengan lokasi produksi,

dan lain-lain.

d. Proses yang salah

Proses produksi memiliki beberapa tahapan yang penting namun terkadang

ada beberapa proses yang salah sehingga harus dihilangkan karena proses

yang salah menyebabkan pemborosan dalam proses produksi. Beberapa

contoh dari proses yang salah adalah ketidaktepatan penggunaan alat,

pemeliharan alat yang buruk, dokumentasi proses yang jelek, kurangnya

komunikasi, dan lain-lain.

e. Inventori berlebih (excess inventory)

Inventori yang berlebih merupakan bentuk pemborosan berupa produk jadi

dan bahan material yang tidak diperlukan sehingga dapat menimbulkan

kerugian pada perusahaan. Penyebab inventori berlebih antara lain

peramalan proses penjualan yang tidak akurat, kompleksitas produk,

penjadwalan yang salah, pemasok yang tidak bisa diandalkan, dan lain-lain.

f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion)

Pergerakan dari orang atau mesin yang tidak diperlukan atau tidak

menambah nilai produksi maupun barang juga merupakan pemborosan atau

waste. Penyebab pemborosan ini antara lain adalah efektifitas manusia atau

mesin yang buruk, metode kerja yang tidak konsisten, tata letak yang buruk,

pemeliharan dan organisasi tempat kerja yang buruk dan lain-lain.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 125: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

9

Universitas Indonesia

g. Produk cacat

Produk cacat membutuhkan pengerjaan ulang bahkan pembuangan atau

pemusnahan karena tidak dapt diperbaiki juga merupakan pemborosan

sehingga harus dilakukan pencegahan agar tidak menghasilkan produk

cacat. Penyebab pemborosan ini antara lain kontrol proses yang lemah,

prosedur operasi standar yang buruk, dokumentasi yang jelek, kurangnya

pengalaman dan pengetahuan operator, dan lain-lain.

h. Non Utilized Talent

Non utilized talent merupakan satu tambahan jenis waste yang pada

mulanya hanya ada 7 waste. Non utilized talent atau bakat yang tidak

dibutuhkan merupakan pemanfaatan yang tidak sepantasnya terhadap

pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan seseorang. Sumber daya yang

tersedia harus sesuai dengan standar dan tuntutan hasil bagi pelanggan.

Pengelolaan sumber daya manusia mengacu pada istilah "right man on the

right job and place for working" sehingga dapat menghasilkan produktivitas

yang tinggi (Gaspersz V., 2012).

Muda atau waste dapat dipicu oleh Mura atau inconsistency (ketidakteraturan).

Mura dapat didefinisikan sebagai ketidakteraturan dalam proses produksi. Sebagai

contoh jika manajer memberikan rencana produksi bulanan dan telah menentukan

jumlah produksi, departemen produksi melaksanakan produksi dengan cepat hanya di

akhir minggu untuk memenuhi target produksi.

Adanya Muda atau waste dapat menyebabkan adanya Muri atau overbudden

yaitu memberi beban yang melebihi kemampuan yang dapat ditanggung oleh mesin

atau peralatan tersebut. Melalui penerapan konsep lean dalam suatu industri

manufaktur maka didapat beberapa keuntungan, yaitu: menghilangkan pemborosan

atau waste, meningkatkan nilai tambah (value added) pada produk, serta dapat

memberikan nilai kepada pelanggan / costumer value (Gaspersz V., 2012).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 126: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

10

Universitas Indonesia

2.1.5 Elemen Utama Lean Manufacturing

Elemen utama dari lean manufacturing adalah:

a. Produksi just in time (JIT), adalah suatu metode produksi yang

membawa semua bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan dalam

setiap produksi tepat pada saat dibutuhkan. Tujuan dari JIT adalah

mencapai penumpukan persediaan atau inventory yang nol dengan kualitas

100%.

b. Pengawasan kualitas yang ketat, penghematan biaya maksimum dari JIT

akan tercapai jika pembeli menerima barang yang sempurna dari pemasok.

Dengan demikian, pemasok harus menerapkan prosedur pengawasan yang

sangat ketat sebelum barang tersebut diserahkan kepada pabrik.

c. Penyerahan berulang kali dan dapat diandalkan, pengiriman ini

sebaiknya dilakukan set iap hari untuk menghindari penumpukan

persediaan. Bilamana terjadi keterlambatan pengiriman atau tidak

memenuhi pemasokan, maka pemasok dikenakan denda atau pemutusan

kontrak kerja.

d. Lokasi yang lebih dekat, dengan adanya lokasi yang berdekatan

dengan pelanggan utama, maka penyerahan dapat diandalkan sehingga akan

timbul komitmen yang besar dengan pelanggan utama.

e. Telekomunikasi, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin

pesat, maka pemasok dapat membangun sistem penyerahan yang lebih baik.

f. Jadwal produksi yang stabil, di mana pelanggan menyerahkan jadwal

produksinya pada pemasok sehingga pemasok dapat menyerahkan

barang sesuai dengan jadwal produksi pelanggan.

g. Sumber tunggal dan keterlibatan awal pemasok, dimana dengan adanya JIT

ini, baik pemasok maupun pelanggan sudah terlibat dalam penyusunan

kontrak kerja dan syarat-syarat lainnya (Hamin dan Nurnajamuddin, 2012).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 127: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

11

Universitas Indonesia

2.1.6 Tools dalam Lean Manufacturing

Lean manufacturing merupakan kumpulan alat yang digunakan untuk

mengidentifikasi waste atau pemborosan yang dapat meningkatkan efisiensi proses

dan produktivitas. Tools yang digunakan dalam lean manufacturing adalah

sebagai berikut:

2.1.6.1 Total Productive Maintenance (TPM)

TPM merupakan metode yang digunakan untuk Pemeliharaan Produktif Total

(Total Productive Maintenance) terhadap mesin-mesin industri. Peningkatan

pemanfaatan terhadap mesin-mesin industri itu dilakukan melalui pemeliharaan yang

lebih baik guna menjamin keberlangsungan sumber daya produksi (Gaspersz V.,

2012). Pada dasarnya Total Productive Maintenance (TPM) didefinisikan sebagai

upaya berbasis tim lingkup perusahaan untuk membangun kualitas dan produktivitas

ke dalam sistem produksi dan meningkatkan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

atau Overall Plant Effectiveness (OPE) atau Overall Management Effectiveness

(OME). Total Productive Maintenance (TPM) mengacu kepada kata-kata kunci

sebagai berikut:

a. Total

Semua karyawan dan manajemen terlibat (total manpower coverage)

Mencakup siklus hidup total dari system produksi (total lifecycle of

production system)

b. Productive

Menciptakan maksimum produktivitas melalui kecacatan nol,

kecelakaan nol, dan kerusakan nol.

Meminimumkan masalah-masalah dalam sistem produksi

c. Maintenance

Memelihara system produksi berjalan baik, yang mencakup proses

individual, pabrik dan seluruh system manajemen produksi.

Prinsip-prinsip lean TPM adalah meningkatkan Overall Equipment

Effectiveness (OEE) atau Overall Plant Effectiveness (OPE) atau Overall

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 128: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

12

Universitas Indonesia

Management Effectiveness (OME), meningkatkan “planned maintenance systems

(sistem peralatan, sistem produksi, sistem manajemen)” yang ada, operator yang

memonitor kondisi mesin-mesin dalam ruang lingkup peralatan, memberikan

pelatihan untuk meningkatkan keterampilan maintenance dan operasional, serta

melibatkan setiap karyawan dengan menggunakan cross-functional teamwork”.

Tujuan dilakukan lean TPM adalah untuk meningkatkan kualitas dan

produktivitas sistem (peralatan, pabrik, manajemen), menigkatkan kapasitas

(peralatan, pabrik, manajemen), menurunkan biaya produksi dan maintenance cost,

menurunkan kegagalan yang disebabkan oleh sistem (peralatan, pabrik, manajemen),

meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan manajemen, serta meningkatkan ROI

(Return On Investment) (Gaspersz V., 2012).

Desain Lean TPM dapat menggunakan kerangka kerja seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dapat dilihat bahwa sebelum membangun delapan

pilar Lean TPM, kita perlu melakukan praktek 5S (Short, Stabilize, Shine,

Standardize, Sustain) atau dalam bahasa Indonesia telah diterjemahkan menjadi 5R

(Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) (Gaspersz V., 2012).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 129: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

13

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Struktur TPM [Sumber: Gaspersz V., 2012]

2.1.6.2 Budaya kerja 5S

5S merupakan pilar pertama dari sistem lean manufacturing dan juga

merupakan pondasi dasar penerapan TPM sehingga langkah awal dalam penerapan

sistem lean manufacturing adalah penerapan budaya kerja 5S. Budaya Kerja 5S

adalah segala upaya untuk mengendalikan resiko yang berkaitan dengan

kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang efektif dan efisien. 5S merupakan

akronim dari bahasa Jepang 5S, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke, yang

dalam bahasa indonesia memiliki arti Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin.

Perusahaan-perusahaan kelas dunia memulai program peningkatan kinerja terus-

menerus secara mendasar melalui memperbaiki housekeeping menggunakan prinsip

5S untuk menciptakan dan memelihara agar tempat kerja menjadi teratur, bersih,

aman, dan memiliki kinerja tinggi. 5S memungkinkan setiap orang memisahkan

kondisi-kondisi normal dan abnormal, merupakan landasan untuk peningkatan terus-

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 130: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

14

Universitas Indonesia

menerus, zero defects, reduksi biaya dan menciptakan area kerja yang aman dan

nyaman. 5S merupakan program peningkatan terus-menerus sebagai landasan untuk

membangun Lean TPM (Gaspersz V., 2012). Berikut ini penjelasan masing-masing

bagian dari 5S:

a. S1 : Sort, Seiri, Ringkas

Ringkas memiliki tujuan menyingkirkan atau membuang semua item dari

tempat kerja yang tidak dipergunakan lagi dalam melaksanakan tugas-tugas

atau aktivitas-aktivitas. Jika suatu item masih diragukan apakah masih

dipergunakan atau tidak, maka item tersebut perlu disingkirkan dari tempat

kerja, dapat disimpan digudang yang selanjutnya apabila tidak dipergunakan

lagi maka dibuang. Implementasi S1 dapat menggunakan “Red Tag

System”, yaitu suatu metode untuk mengidentifikasi informasi dan barang-

barang dalam area kerja yang tidak diperlukan lagi dalam melaksanakan

pekerjaan sehari-hari. Setiap red-tagged item dicatat tanggalnya dan

dipindahkan ke area penyimpanan atau gudang. Jika item tersebut tidak

digunakan setelah periode waktu tertentu, maka item tersebut dapat dibuang.

b. S2 : Stabilize (Set in order, Simplify, Seiton, Rapi)

Prinsip dari Seiton adalah penyimpanan fungsional dan menghilangkan

waktu untuk mencari barang. Rapi bertujuan dalam pengaturan atau

penyusunan item-item yang diperlukan dalam area kerja, kemudian

mengidentifikasi dan memberikan label dan tanda, sehingga setiap orang

dapat menemukan item-item itu secara mudah dan cepat dan dapat

menghemat waktu dan tempat.

c. S3 : Shine (Seiso, Resik)

Resik bertujuan untuk menjaga atau memelihara agar area kerja tetap bersih

dan rapi (bersinar). Pembersihan dilakukan dengan cara inspeksi. Prinsip

dari Seiso adalah bahwa pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat

kebersihan. Resik melakukan aktifitas bersih-bersih yang dilakukan oleh

individu di area tersebut terhadap semua barang fisik yang ada di

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 131: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

15

Universitas Indonesia

areanya secara teratur. Hasil-hasil yang akan dicapai adalah kemungkina

terjadi breakdowns lebih sedikit, meningkatkan tingkat keselamatan dan

kualitas produk, memelihara dan meningkatkan kenyamanan lingkungan

kerja.

d. S4 : Standardize (Seiketsu, Rawat)

Seiketsu berarti memelihara barang dengan teratur, rapi, bersih, dan dalam

aspek personal serta kaitannya dengan polusi. Prinsip dari Rawat

adalah manajemen visual dan pemantapan 5S. Rawat bertujuan dalam

menstandarisasikan atau menciptakan konsistensi dari implementasi S1

(Ringkas), S2 (Rapi), S3 (Resik). Hal ini berarti mengerjakan sesuatu yang

benar dengan cara yang benar setiap waktu (doing the right things, the right

way, every time).

e. S5 : Sustain (Shitsuke, Rajin)

Rajin dalam 5S bertujuan untuk menjamin keberhasilan dan kontinuitas

program 5S sebagai suatu disiplin dengan mengembangkan komitmen dan

kedisiplinan untuk menerapkan 4S/4R diatas. Rajin berarti melakukan

sesuatu yang benar sebagai kebiasaan. Prinsip dari Rajin adalah

pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang mantap. Memastikan

setiap orang berkesadaran menjalankan seluruh aktifitas 5S secara disiplin

( Hamin, dan Nurnajamuddin, 2012).

2.1.7 Lean Manufacturing Di Departemen Produksi PT. GPL

Lean manufacturing bisa didefinisikan sebagai pendekatan sistematis

untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi pemborosan atau waste melalui

perbaikan berkesinambungan dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen

(pull system) dalam mengejar kesempurnaan. Pull System dikenal juga dengan Just

In Time (JIT) atau produksi tepat waktu.

Visi PT GPL adalah menjadi perusahaan perawatan kesehatan berkelas dunia

yang memiliki daya saing tinggi dalam melayani dan menghasilkan produk bermutu

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 132: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

16

Universitas Indonesia

bagi pasar regional Asia. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan misi perusahaan

yaitu menunjang pertumbuhan yang berkesinambungan untuk memberikan hasil

usaha yang terbaik kepada para stakeholder dengan menerapkan prinsip-prinsip

pengelolaan usaha yang sehat.

PT GPL selalu terbuka terhadap hal-hal, ide-ide, dan konsep-konsep baru,

selama itu semua sejalan dengan visi misi perusahaan. Konsep lean manufacturing

inipun dipercaya menjadi salah satu konsep yang dapat diterapkan dalam

memberikan hasil usaha yang terbaik melalui nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya. Secara manajemen, lean manufacturing menjadi salah satu bagian dari

konstruksi perusahaan, dimana lean manufacturing menjadi bagian atap perusahaan,

setelah tiang-tiang perusahaan seperti K3, 5S, dan OHSAS ditegakkan, sedangkan

ISO dan CPOB berada sebagai pondasinya.

Salah satu contoh implementasi nyata dari konsep lean manufacturing di

bagian produksi PT GPL adalah dilakukannya Lean Process Product dan OEE, yaitu

dilakukan pengamatan dan dokumentasi terhadap setiap aktivitas proses produksi,

waktu yang dibutuhkan serta operator yang terlibat, dalam skala produksi tertentu.

Dari kegiatan ini diperoleh data-data yang jika mampu diterjemahkan dengan

baik, akan memberikan fakta-fakta yang bermanfaat, yang berkaitan dalam hal

antara lain:

a. Pengembangan sistem dan metode yang lebih baik.

b. Standardisasi sistem dan standar tersebut.

c. Penentuan standar waktu.

d. Pelatihan operator.

PT GPL telah menunjukan komitmen dalam memenuhi misinya

menghasilkan produk terbaik melalui perbaikan-perbaikan yang

berkesinambungan. Manajer produksi dan semua jajaran dibawahnya yang terlibat

dalam proses produksi telah berperan sebagai lean thinker, dimana konsep-

konsep lean tercermin dalam setiap keputusannya yang selalu mengacu ke arah

kualitas yang lebih baik (better quality), efektifitas waktu (faster delivery), efisiensi

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 133: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

17

Universitas Indonesia

biaya (cost efficiency). Karena memang lean manufacturing memerlukan kerjasama

tim, dimana setiap anggota harus memiliki paradigma dan motivasi yang benar

dalam melakukan pekerjaannya, sesuai dengan cita-cita PT Galenium Pharmasia

Laboratories.

2.2 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

2.2.1 Definisi

OEE merupakan alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM (Total

Productive Maintenance). Hasil perhitungan OEE biasanya digunakan sebagai

indikator keberhasilan dalam implementasi TPM. OEE digunakan juga sebagai dasar

dalam usaha perbaikan dan peningkatan efektivitas dan produktivitas dari sistem

manufaktur suatu perusahaan. Pengukuran OEE menunjukan seberapa baik

perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki termasuk peralatan, pekerja

dan kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dalam hal distribusi

yang sesuai dengan spesifikasi kualitas menurut konsumen.

Tujuan penerapan OEE adalah untuk menjaga peralatan atau mesin pada

kondisi yang ideal dengan menghapuskan six big losses, yaitu kerusakan peralatan

(equipment failure), persiapan peralatan (setup and adjustment), gangguan kecil dan

tidak ada kegiatan atau menganggur (idle and minor stoppage), kecepatan rendah

(reduced speed), cacat produk dalam proses (process defect), dan hasil rendah

(reduced yield). Secara garis besar, kategori kerugian dapat dibagi menjadi 3 jenis,

yaitu:

a. Downtime losses, contohnya antara lain adalah kerusakan alat, kegagalan alat,

perawatan yang tidak terjadwal, proses warm up, pergantian mesin, dan

kekurangan bahan

b. Speed losses, contohnya yaitu kesalahan jenis bahan, adanya komponen yang

macet, berhentinya aliran produksi, kemahiran operator dan umur alat.

c. Quality losses, contohnya adalah pengaturan toleransi, proses warm up,

kerusakan, produk hasil tolakan dan produk rework.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 134: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

18

Universitas Indonesia

Pemahaman terhadap jenis kerugian peralatan diperlukan agar hasil yang

diperoleh seoptimal mungkin menggambarkan situasi yang sesungguhnya, serta tidak

terdapat hal penting yang terlupakan. Dengan mengetahui dan memahami kerugian

peralatan tersebut, maka data yang diperlukan untuk pengukuran nilai OEE dapat

diperoleh. Contoh data yang diperlukan tersebut diantaranya adalah:

a. Lama mesin beroperasi setiap periode (machine working time)

b. Lama waktu berhenti produksi yang ditetapkan oleh perusahaan meliputi

meeting, istirahat dan makan (scheduled downtime)

c. Waktu jadwal pemeliharaan (scheduled maintenance)

d. Lama waktu persiapan operasi mesin (setup and adjustment).

e. Lama waktu gangguan (trouble) terhadap mesin atau perlatan

f. Lama waktu peralatan menganggur dan gangguan kecil (idle and minor

stoppage)

g. Cycle time peralatan, baik ideal maupun actual

h. Jumlah produksi per periode

i. Jumlah cacat produksi per periode

2.2.2 Pengukuran OEE

Pengukuran OEE dilakukan dengan mengukur tiga rasio utama yaitu

availability ratio, performance ratio, dan quality ratio sehingga untuk mendapatkan

nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih

dahulu. Standar nilai OEE dalam perusahaan kelas dunia tercantum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar nilai OEE perusahaan kelas dunia

Parameter OEE Standar Nilai (%)

Availability 90,00

Performance 95,00

Quality 99,90

OEE 85,00

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 135: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

19

Universitas Indonesia

Dalam perhitungan OEE terdapat beberapa istilah yang digunakan sebagai

berikut:

a. Loading Time, disebut sebagai “waktu dalam produksi”. Loading time

merupakan Machine Working Time (waktu produksi secara normal) dikurangi

dengan waktu Planned Downtime (waktu untuk preventive maintenance atau

aktivitas lainya yang sudah dijadwalkan).

Loading Time = Machine Working Time – Planned Downtime

b. Planned Downtime, merupakan waktu yang dialokasikan untuk melaksanakan

preventive maintenance atau aktivitas lainnya yang sudah dijadwalkan

sebelumnya agar kondisi mesin dan peralatan produksi lainnya dalam kondisi

baik untuk mendukung departemen produksi dalam merealisasikan jadwal

produksi mereka.

c. Downtime loses, disebut juga waktu Failure and Repair merupakan waktu

yang terserap tanpa menghasilkan output karena kerusakan mesin atau

komponen mesin lainnya dan peralatan serta waktu yang dibutuhkan untuk

memperbaikinya. Setup and Adjustment Time atau disingkat Setup Time

merupakan waktu yang dibutuhkan pada saat memulai produksi komponen

baru.

Downtime = Failure repair + Setup and Adjustment (2.1)

d. Total Count, disebut sebagai total hasil produksi pada mesin

e. Ideal Cycle Time and Actual Cycle Time, data sekunder yang sudah

terdokumentasi di Bagian Produksi untuk setiap mesin yang digunakan.

f. Target Counter, disebut sebagai jumlah target yang merupakan target

maksimum yang dapat dicapai dalam kisaran waktu yang tersedia selama

Operation Time.

Target Counter = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒 (2.2)

g. Operation Time,merupakan Loading Time dikurangi dengan Failureand Repair

Time serta Setup and Adjustment Time.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 136: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

20

Universitas Indonesia

Operation Time = Loading Time – Failure and Repair – Setup and Adustment

Time (2.3)

h. Availability ratio,merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan

waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability

merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime

peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan

untuk mengukur availability ratio adalah:

Availability = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒 × 100% (2.4)

i. Performance ratio, merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan

dari peralatan dalam menghasilkan barang. Formula pengukuran rasio ini

adalah:

Performace = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 × 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒

𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑆𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚 × 100% (2.5)

j. Quality ratio, merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan

peralatn dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula

yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:

Quality = 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 × 100% (2.6)

Nilai OEE diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio tersebut. Secara

matematis, formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut:

OEE (%) = Availability (%) × Performance (%) × Quality (%) (2.7)

2.3 Value Stream Mapping

Value stream mapping merupakan metode visual untuk alur produksi sebuah

produk. Value stream mappng berbeda dengan alur kerja karena didalam value

stream mapping juga terdapat material dan informasi dari masing-masing stasiun

kerja atau work station termasuk jumlah operator, waktu kerja serta lead time

sehingga dapat diketahui value added dan non value addeda ctivity pada proses

produksi. Value stream mapping ini dapat dijadikan titik awal bagi perusahaan untuk

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 137: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

21

Universitas Indonesia

mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya. Menggunakan value

stream mapping berarti memulai dengan gambaran besar dalam menyelesaikan

permasalahan dan melakukan peningkatan secara menyeluruh (Batubara dan

Kudsiah, 2014).

Fokus sitem lean dimulai dengan value stream mapping, yaitu dengan

menggambarkan seluruh langkah-langkah proses yang berkaitan dengan perubahan

permintaan pelanggan menjadi produk atau jasa yang dapat memenuhi permintaan

dan mengidentifikasi berapa banyak nilai yang terdapat dalam setiap langkah yang

ditambahkan ke produk. Segala aktivitas yang menciptakan fungsi-fungsi yang

memberikan nilai tambah kepada pelanggan dinamakan dengan valueadded,

sedangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dinamakan dengan non-

valueadded (Batubara dan Kudsiah, 2014).

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 138: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

22 Universitas Indonesia

BAB 3

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DAN OEE

TERHADAP PRODUK SIRUP X PT. GALENIUM PHARMASIA

LABORATORIES

3.1 Proses Produksi

3.1.1 Penimbangan

Ruang penimbangan disanitasi terlebih dahulu sebelum melakukan

penimbangan bahan awal. Penimbangan bahan awal menggunakan sistem urutan

penimbangan yang dimulai dari bahan-bahan yang memiliki bobot paling berat,

dilanjutkan dengan zat aktif kemudian dilanjutkan dengan bahan baku cairan, dan

terakhir adalah bahan yang memiliki bau yang sangat kuat seperti ammonium.

Penimbangan dilakukan oleh 2 orang (four eyes principle) untuk menghindari

kesalahan penimbangan. Penimbangan dilakukan oleh personil dari gudang dan

produksi. Sebelum dilakukan penimbangan dilakukan pengecekan kesesuaian nomor

analisa bahan awal yang datang dari gudang dengan nomor analisa bahan awal yang

tertera pada bon permintaan. Setiap bahan ditimbang didokumentasikan dalam batch

record.

3.1.2 Mixing

Sebelum dilakukan proses pencampuran bahan awal atau mixing dilakukan

sanitasi ruangan dan wadah terlebih dahulu. Proses pencampuran dilakukan dalam

ruang pencampuran sirup area produksi grey pharma. Proses pencampuran dilakukan

pada kondisi suhu berada pada rentang 20-270C dengan RH maksimal 70% dan

tekanan minimal 5 Pa. Setelah dilakukan persiapan dan sanitasi dilakukan proses

pembuatan sirup dengan melarutkan gula dalam air dengan suhu 80-900C dengan

kecepatan 12 rpm selama 10 menit. Tahap berikutnya adalah pelarutan bahan

pengawet. Pengawet dilarutkan dalam alcohol 96% dengan kecepatan 450±5 rpm

selama 5 menit. Setelah proses pelarutan bahan pengawet selesai, mixer dibersihkan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 139: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

23

Universitas Indonesia

dan disemprot dengan alkohol 70%, kemudian digunakan lagi untuk tahapan

selanjutnya yaitu pencampuran bahan-bahan yang larut air dengan kecepatan 950±5

rpm selama 30 menit. Setelah proses pelarutan selesai, mixer dibersihkan lagi dan

digunakan untuk proses pelarutan bahan aktif diphenhidramine HCl dengan purified

water. Pelarutan bahan aktif diphenhidramine HCl dilakukan dengan kecepatan

450±5 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan proses pencampuran akhir. Semua

massa campuran sebelumnya dicampur dengan kecepatan 950±5 rpm selama 10

menit. Setelah tercampur, massa dipindahkan pada tangki mixer 100 L dan

ditambahkan larutan sirup, kemudian dimixing dengan kecepatan 200-300 rpm

selama 5 menit. Setelah semua bahan tercampur, ditambahkan air hingga 60 L.

Sebelum bulk diambil untuk uji IPC (In Process Control) pada Quality

Control, dilakukan mixing kembali dengan kecepatan 200-400 rpm selama 10 menit.

Pada uji IPC (In Process Control) dilakukan pemeriksaan fisika dan kimia terhadap

produk antara. Bulk diambil sebanyak 750 ml (sampel atas, tengah dan bawah) untuk

pemeriksaan pH, berat jenis dan kadar zat aktif dan 15 ml untuk pemeriksaan

mikrobiologi. Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan IPC (In Process Control) oleh

Quality Control menyatakan bahwa sirup X sesuai dengan persyaratan yang telah

ditentukan. Produk antara hasil mixing ini disimpan di ruang work in process sampai

tanda release dikeluarkan oleh Quality Control.

3.1.3 Filling dan Capping

Filling dapat dikerjakan jika bagian Quality Control telah mengeluarkan

tanda release. Sebelum dilakukan proses filling, ruangan dibersihkan terlebih dahulu.

Produk ruahan sirup diukur volumenya terlebih dahulu sebelum dilakukan proses

filling. Produk ruahan sirup dikemas dalam botol coklat 60 ml secara manual dengan

menggunakan pompa. Operator yang melaksanakan filling mampu melakukan filling

dengan kecepatan rata-rata 16 botol/menit. Proses pemeriksaan volume terpindahkan

dilakukan tiap kelipatan 300 botol. Persyaratan volume terpidahkan sirup X adalah

60-62 ml. Setelah proses filling dilakukan proses capping dengan menggunakan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 140: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

24

Universitas Indonesia

mesin capping yang memiliki kecepatan 28 botol/menit. Sebelum proses berlanjut,

dilakukan IPC pada ±10 botol. Jika tutup botol dapat berputar dengan baik maka

proses capping dapat dilanjutkan. Setelah proses filling dan capping selesai, diambil

3 botol sirup x untuk dilakukan uji mikrobiologi oleh bagian Quality Control.

3.1.4 Pengemasan Sekunder

Tahap pengemasan sekunder dapat dilakukan jika bagian Quality Control

telah menyatakan release untuk uji mikroba pada sirup X. Pengemasan sekunder

produk dimulai dengan coding pada botol dan pada kemasan sekunder sirup. Setelah

proses coding selesai maka pengemasan sekunder dapat dilakukan secara manual

oleh personil kemas sekunder.

Pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas F. Produk siap kemas

kemudian dikemas dalam outer box dan dilakukan proses penimbangan bobot tiap

Outer Box dan dibandingkan dengan berat total ideal outer box. Sebanyak 4 produk

siap kemas diperiksa oleh bagian Quality Assurance tentang pemeriksaan bahan

pengemas, pencetakkan nomor batch, pelipatan brosur, pelabelan pengemasan,

kelengkapan produk (aplikator). Selama produk siap kemas diperiksa oleh Quality

Assurance, outer box diproses pada tahap Bukti Barang Masuk (BBM) dimana, outer

box disimpan di gudang, dan ditandai dengan label “KARANTINA”. Setelah Quality

Assurance meluluskan beberapa produk siap kemas tersebut, maka produk siap untuk

tahap Release Jual (RJ) dan mengganti label “KARANTINA” menjadi label

“DILULUSKAN”.

3.2 Hasil Pengamatan

Berdasarkan tabel identifikasi tahapan proses produksi sirup X pada lampiran

5 didapatkan prosentase penyusutan sebesar 2,011%. Penyusutan ini disebabkan

karena pengambilan sampel untuk uji IPC maupun PPC oleh QC serta adanya

production waste. Presentasi keberterimaan hasil produksi akhir adalah sebesar 98%-

102% sehingga hasil produk akhir telah sesuai dengan ketentuan tersebut.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 141: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

25

Universitas Indonesia

3.3 Penerapan Lean Manufacturing

Aktifitas produksi dan maintenance merupakan aktifitas utama di dalam

membentuk produk akhir. Bila salah satu aktifitas mengalami kegagalan maka akan

berpengaruh langsung pada kualitas dan kapasitas produksi. Kegagalan yang muncul

biasanya terindikasi dari waste atau pemborosan di sepanjang aliran sistem produksi.

Terdapat beberapa aktvitas yang mengindikasikan waste dalam proses produksi

sehingga menyebabkan inefisiensi dan menurunnya kapasitas produksi. Waste atau

pemborosan merupakan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah atau non added

value terhadap produk. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan waste diperlukan

konsep quality improvement. Salah satunya dengan implementasi konsep Lean

Manufacturing untuk meningkatkan efisiensi yang akan berdampak pada

peningkatan kapasitas produksi. Lean manufacturing merupakan sistem yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi adanya waste atau pemborosan sehingga

dilakukan pengamatan terhadap penerapan Lean Manufacturing selama proses

produksi Sirup X. Hasil identifikasi waste selam proses produksi Sirup X adalah

sebagai berikut :

3.3.1 Menunggu (Waiting Time)

Pemborosan waktu tunggu ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu

proses produksi yang sangat tinggi, terutama pada proses analisis oleh departemen

Quality Control (QC). Setiap proses produksi sebelum berlanjut ke proses berikutnya

harus menunggu release terlebih dahulu dari pihak QC, sehingga proses selanjutnya

tidak dapat dilakukan apabila QC belum menyatakan release. Pemborosan waktu

tunggu analisis di QC karena menumpuknya produk yang harus dianalisis dalam satu

hari oleh satu analis. Faktor penyebab lainnya adalah adanya analis baru yang masih

belum memahami benar proses analisis, sehingga proses analisis berjalan lambat. Hal

tersebut dapat menambah waktu analisis yang seharusnya dapat diselesaikan dalam

waktu 2-3 jam bertambah menjadi hingga 8 jam.

Pemborosan waktu tunggu atau waiting time juga terjadi pada proses

packaging. Pemborosan ini disebabkan penempelan stiker Galenium pada kemasan

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 142: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

26

Universitas Indonesia

sekunder sirup X. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menempel stiker galenium

pada kemasan menyebabkan penundaan proses packaging selanjutnya.

3.3.2 Proses yang tidak sesuai (Inappropriate Process)

Pemborosan proses yang tidak sesuai ini ada pada proses pencampuran atau

mixing. Proses pembuatan sirup atau pelarutan gula dalam air yang seharusnya

dilakukan dengan menggunakan mixer dengan kecepatan 12 rpm selama 10 menit

dalam prosesnya hanya menggunakan pengadukan secara manual selama 7 menit 21

detik. Lama proses pelarutan didasarkan pada subyektivitas operator. Alasan yang

diperoleh dari hasil interview dengan operator adalah karena pada saat produksi

biasanya terdapat dua operator proses mixing, namun ketika proses hanya terdapat

satu operator sehingga operator beralasan tidak sanggup menseting mixer sendiri.

Pemborosan lainnya pada proses mixing terdapat pada tahapan pelarutan tiap

bahan. Pada prosesnya terdapat 5 tahapan pencampuran yang berbeda. Tahapannya

secara berurutan adalah sebagai berikut, pembuatan sirup, pelarutan bahan pengawet,

pelarutan bahan tambahan larut air, pelarutan bahan aktif, dan pencampuran akhir.

Banyaknya tahapan menimbulkan pemborosan dalam proses pencampuran sehingga

waktu proses juga semakin lama. Waktu yang digunakan untuk mengatur ulang

mixer yang digunakan untuk tahap pencampuran selanjutnya menambah waktu

proses pencampuran sehingga diperlukan adanya pengurangan waktu proses

pencampuran.

3.3.3 Gerakan yang Tidak Perlu (Unnecessary Moving)

Gerakan yang tidak perlu pada proses produksi sirup X ada pada setiap

proses. Pemborosan ini dilakukan oleh operator untuk menghilangkan kejenuhan

mereka dalam mengoperasikan mesin. Aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan

biasanya adalah berjalan ke stasiun kerja lain dan mengobrol dengan operator lain.

Aktivitas ini tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kemungkinan adanya

kontaminasi produk.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 143: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

27

Universitas Indonesia

3.4 Perbaikan Penerapan Lean

Berdasarkan hasil identifikasi pemborosan atau waste selama proses produksi

sirup X maka saran untuk perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pada proses analisis di bagian quality control (QC) agar lead time dapat

berkurang diperlukan adanya standar waktu tiap proses analisis serta

penjadwalan ulang analisis produk sehingga tidak terjadi penumpukan produk

yang belum dianalisis. Analis yang baru sebaiknya diberi pelatihan atau

training terlebih dahulu sehingga proses analisis produk yang menjadi

tanggungjawabnya dapat berjalan dengan baik dengan pemborosan atau waste

sekecil-kecilnya.

b. Waiting time pada proses packaging dapat dikurangi salah satunya dengan

memperbaiki kemasan sehingga tidak terjadi idle untuk proses selanjutnya.

Proses packaging sebaiknya dilakukan dengan menggunkan model kerja

selluler sehingga proses dapat berjalan lebih efisien.

c. Proses yang tidak sesuai pada proses pencampuran dapat diperbaiki dengan

menetapkan standar kerja dan standar jumlah operator sehingga diharapkan

proses pencampuran selalu dikerjakan dengan proses yang konsisten. Selain

itu, operator perlu diberikan sosialisasi dan training mengenai cara pembuatan

obat yang baik sehingga operator dapat ikut bertanggung jawab dalam

menghasilkan produk yang berkualitas.

d. Tahapan proses pencampuran sirup X perlu dilakukan peninjauan kembali

sehingga dapat mengurangi waktu proses dan waste namun tidak mengurangi

kualitas produk.

3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin Filling dan

Capping.

Perhitungan OEE dilakukan dengan menghitung tiga rasio utama yaitu

availability, performance, dan quality ratio. Ketiga rasio tersebut dapat diperoleh

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 144: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

28

Universitas Indonesia

dengan melakukan pengamatan terhadap kinerja mesin atau peralatan. Hasil dari

perhitungan ketiga rasio tersebut dan OEE dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil OEE untuk mesin filling dan mesin capping sirup X

Kategori Prosentasi Mesin (%)

Filling Capping Standar Internasional

Availability 91,67 81,82 90,00

Performance 70,01 78,33 95,00

Quality 100 100 99,90

OEE 64,26 64,09 85,00

Nilai prosentase OEE mesin filling dan capping masih sangat rendah, jauh

dari standar yang ditentukan sehingga perlu dilakukan adanya perbaikan terhadap

mesin dan pelatihan terhadap operator. Selain itu, proses filling dan capping dapat

dipercepat dengan menerapkan cell manufacturing system atau CMS, sehingga kedua

operator dapat bekerja secara efisien. Perhitungan OEE dapat dilihat pada lampiran 2

dan 3.

3.6 Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X

Value stream mapping (VSM) merupakan sebuah diagram sederhana yang

mengggambarkan setiap langkah atau tahapan yang terlibat dalam sebuah aliran

material atau informasi yang diperlukan dari awal sebuah produk dipesan sampai

produk tersebut siap didistribusikan. VSM merupakan alat visual yang sederhana

yang menyatakan secara jelas waste yang tersembunyi dalam sebuah proses dan

kesempatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan waste tersebut. VSM untuk

proses produksi sirup X dapat dilihat di lampiran 4.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 145: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

29 Universitas Indonesia

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Lean manufacturing merupakan sistem yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi waste atau pemborosan pada proses produksi. Berdasarkan hasil

pengamatan waste atau pemborosan yang terjadi pada proses produksi sirup X adalah

sebagai berikut:

1. Secara garis besar penerapan lean manufacturing pada proses produksi sirup

X sudah cukup baik namun perlu dilakukan perbaikan dan eliminasi waste

yang terjadi diantaranya adalah menunggu (waiting time) karena adanya

perbedaan proses produksi yang sangat tinggi terutama pada proses analisis

oleh departemen Quality Control (QC), Proses yang tidak sesuai

(inappropriate process) yang terjadi pada proses pencampuran bahan atau

mixing,dan gerakan yang tidak perlu (unnecessary moving) yang ada pada

setiap proses.

2. Nilai OEE mesin filling dan capping pada produksi sirup X adalah 64,26%

dan 64,09% . Nilai tersebut masih belum memenuhi Standar Internasional

namun nilai tersebut merupakan nilai OEE perusahaan pada umumnya.

4.2 Saran

1. Berdasarkan hasil identifikasi waste atau pemborosan pada produksi sirup X

maka untuk mengeliminasi waste yang disebabkan oleh waiting time atau

menunggu proses analisis di bagian quality control (QC) agar lead time dapat

berkurang diperlukan standar waktu tiap proses analisis serta penjadwalan

ulang analisis produk sehingga tidak terjadi bottle neck dan analis baru

sebaiknya diberikan pelatihan atau training terlebih dahulu sehingga proses

analisis produk yang menjadi tanggungjawabnya dapat berjalan dengan baik

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 146: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

30

Universitas Indonesia

dengan pemborosan atau waste sekecil-kecilnya. Sedangkan waiting time

pada proses packaging dapat diminimalisir dengan menerapkan model kerja

seluler atau Cell Manufacturing System (CMS).

2. Proses yang tidak sesuai pada proses pencampuran sirup X dapat diperbaiki

dengan menetapkan standar kerja dan standar jumlah operator sehingga

diharapkan proses pencampuran selalu dikerjakan dengan proses yang

konsisten. Selain itu, operator perlu diberikan sosialisasi dan training

mengenai cara pembuatan obat yang baik sehingga operator dapat ikut

bertanggung jawab dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

3. Tahapan proses pencampuran sirup X perlu dilakukan peninjauan kembali

karena waktu proses pencampuran terlalu lama dan membutuhkan banyak

tahapan sehingga kurang efisien, maka perlu dilakukan peninjauan kembali

sehingga dapat mengurangi waktu proses dan waste namun tidak

mengurangi kualitas produk. Tahapan proses pencampuran sirup X dapat

dimodifikasi sehingga proses pencampurannya lebih efisien seperti merubah

pelarutan bahan pengawet yang awalnya merupakan tahapan kedua, proses

pelarutannya dapat dilakukan pada proses pencampuran akhir, karena

pengawet dilarutkan dalam alkohol, jika dilakukan pada tahap awal larutan

pengawet akan menguap oleh karena itu untuk mengurangi penguapan

larutan pengawet dan meminimalisir tahapan pelarutan, proses pelarutan

yang lebih efisien dapat dilakukan pada tahap pencampuran akhir.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 147: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

31 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Agustiningsih, Ars. (2011). Tesis : Desain Perbaikan Proses Pelayanan Unit Rawat

Jalan dengan Konsep Lean Hospital di Rumah Sakit Karya Bhakti. Depok :

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Batubara, S., dan Kudsiah, F. (2014). Penerapan Konsep Lean Manufacturing Untuk

Meningkatkan Kapasitas Produksi (Studi Kasus : Lantai Produksi Pt.Tata Bros

Sejahtera). Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Industri Farmasi Lokal Penuhi

90% Kebutuhan Farmasi Indonesia. http://www.depkes.go.id (diakses pada

tanggal 10 Oktober 2014).

Gasperz, Vincent. (2007). Lean Six Sigmma for Manufacturing and Services

Industries. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz V., Vincent. (2012). All-in-one Practical Management Excellence. Jakarta:

PT Niaga Swadaya

Hamin, M. dan Nurjanamuddin, M. (2012). Manajemen Produksi Modern, Operasi

Manufaktur dan Jasa.. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 148: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

32

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Identifikasi tahapan proses produksi sirup X

No Tahapan

Proses

Hasil Teoritis Hasil Nyata Selisih

Prosentase

Penyusutan Ket.

KG/ml Pcs Kg/ml Pcs

1 Timbang 60000 1000 60000 1000 0,00 0,00 -

2 Mixing 60000 1000 60000 1000 0,00 000 -

3 Samplig

QC 60000 1000 59235 987 0,765 1,275

Sampling

QC 765ml

4 Filling 59235 987 59220 987 0,015 0,025 Production

Waste

5 Packaging 59220 987 59040 984 0,180 0,304

Sampling

QC 3 Pcs

untuk Uji

Mikro

6 BBM 59040 984 58800 980 0,240 0,407

Dimbil

QC 4 Pcs

Untuk

Sampel

tertinggal

Penyusutan 20 1,2 2,011

NAMA PRODUK : Sirup X

BATCH SIZE : 60 L

NOMOR BATCH : L062 J 1401

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 149: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

33

Universitas Indonesia

Lampiran 2. Perhitungan OEE Mesin Filling Sirup X

Loading time = Jumlah waktu - persiapan - istirahat

= (148 menit - 37 menit - 15 menit)

= 96 menit

Down time = Pengaturan awal + Pengaturan dalam proses

= (5 + 3 menit)

= 8 menit

Operation time = Loading time - Down time

= 96 - 8 menit

= 88 menit

Total Count = 987 botol

Ideal cycle time = 16 botol/menit

Target Counter = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒

𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒

= 88 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 /16𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

= 1408 botol

Availability = 88 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

96 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 100%

= 91,67%

Performance = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 × 100%

= 987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

1408 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 100%

= 70,1%

Quality = 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 × 100%

= 987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 100%

= 100,0%

OEE = Availability × Performance × Quality

= 91,67 × 70,1 × 100,0

= 64,26%

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 150: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

34

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Perhitungan OEE Mesin Capping Sirup X

Loading time = Jumlah waktu - persiapan - istirahat

= (80 menit - 10 menit - 15 menit)

= 55 menit

Down time = Pengaturan awal + Pengaturan dalam proses

= (5 + 5 menit)

= 10 menit

Operation time = Loading time - Down time

= 55 – 10 menit

= 45 menit

Total Count = 987 botol

Ideal cycle time = 28 botol/menit

Target Counter = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒

𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒

= 45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 /28𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

= 1260 botol

Availability = 45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

55 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 100%

= 81,82%

Performance = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 × 100%

= 987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

1260 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 100%

= 78,33%

Quality = 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 × 100%

= 987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙

987 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 100%

= 100,0%

OEE = Availability × Performance × Quality

= 81,82 × 78,33 × 100,0

= 64,09%

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015

Page 151: PR-Fadilatul Jannah-Laporan Praktik.pdf

35

Universitas Indonesia

Lampiran 4. Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X

Laporan praktik…, Fadilatul Jannah, FF UI, 2015