Ppt Trauma Abd Qu

33
TRAUMA ABDOMEN Oleh: Annisa nadira 1102010311 Pembimbing: Dr. Abdulah Hasan, Sp. B

description

ppt

Transcript of Ppt Trauma Abd Qu

Oleh: Annisa nadira 1102010311 Pembimbing: Dr. Abdulah Hasan, Sp. B

ANATOMIAbdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Abdomen terbagi dalam 3 regio, yaitu: Regio intratorakal : hepar, kandung empedu, limpa, lambung, dan kolon transversa Regio abdomen : usus besar dan usus halus, sebagian hepar, dan vesica urinaria Regio Retroperitoneal : ginjal, ureter, pankreas, duodenum posterior, kolon asenden dan kolon desenden, aorta abdominal, serta vena cava inferior.

LAPISAN DINDING ABDOMEN1. Stratum superficialis (lapisan dangkal) a. Cutis b.Subcutis (fascia abdominalis superficialis) Lamina superficialis (fascia camperi) Lamina profunda (fascia scarpae) 2. Stratum intermedius (lapisan tengah) Fascia abdominalis Otot-otot dinding perut Aponeurosis otot dinding perut Tulang 3. Stratum profunda (lapisan dalam) Fascia transversalis Panniculus adiposus preperitonealis Peritoneum parietale

DEFINISITrauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma tajam abdomen (Penetrating Abdominal Trauma) adalah adanya luka yang masuk menembus kavitas peritoneum atau menimbulkan kerusakan retroperitoneum. trauma tumpul abdomen (Blunt Abdominal Trauma) adalah suatu trauma pada abdomen karena benda tumpul yang didasarkan hasil autoanamnesa/ alloanamnesa baik adanya jejas maupun tanpa jejas, tetapi didapatkan tanda-tanda klinis berupa rasa ketidaknyamanan sampai rasa nyeri pada abdomen oleh karena perlukaan atau kerusakan organ dalam abdomen tersebut.

TRAUMA TAJAM ABDOMEN ABDOMINAL TRAUMA)

(PENETRATING

Trauma penetrasi abdomen meningkat dikarenakan kekerasan yang kerap terjadi di lingkungan sekitar. Luka tusuk dan luka tembak merupakan trauma penetrasi abdomen. Kerusakan pada hepar, limpa atau pembuluh darah besar akibat luka tusuk, bisa menyebabkan perdarahan masif. Catatan penting pada luka tusuk adalah alat apa yang dipakai, panjang alat, dan permukaan alat, sedangkan pada luka tembak, hal yang penting adalah tipe senjata api yang digunakan, posisi pasien/ korban selama serangan, dan berapa jarak antara pasien dengan senjata api yang diarahkan.

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN (BLUNT ABDOMINAL TRAUMA)Trauma tumpul abdomen lebih sering ditemukan di instalasi gawat darurat dibandingkan trauma penetrasi abdomen dengan angka kematian (mortalitas) 10-30%. Hal tersebut dikarenakan frekuensi terjadinya perlukaan pada kepala, dada, pelvis dan atau ekstremitas sebanyak 70% akibat kecelakaan kendaraan bermotor (motor vehicle collision/ MCV). Trauma tumpul abdomen sering disertai cedera intraabdomen baik dengan hemodinamik stabil maupun tidak stabil.

Trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik tidak stabil atau dengan tanda-tanda peritonitis generalisata, dan jelas adanya tanda hemoperitoneum, dapat langsung dilakukan laparotomi eksplorasi. Trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil tanpa disertai tanda peritonitis, maka harus ditentukan apakah ada cedera intra abdomen atau tidak. Ada beberapa cara untuk mendiagnosa cedera intra abdomen pada trauma tumpul abdomen yaitu melakukan observasi ketat dengan pemeriksaan fisik, laboratorium serial, DPL, USG dan CT Scan.

TANDA DAN GEJALA KLINISMekanisme Trauma1) Trauma Tumpul (Blunt)

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan status mental Syok

1) Trauma Tajam (Penetrasi)

DistensiBengkak Mual-muntah Perubahan warna kulit Nyeri Gangguan status mental Perdarahan

NyeriDistensi Eviserasi Perubahan warna kulit Ada luka masuk-keluar Mual-muntah

PENILAIAN TRAUMAAnamnesa. Anamnesa mencakup kecepatan kendaraan, jenis tabrakan, berapa besar penyoknya bagian kendaraan ke dalam ruang penumpang, jenis pengaman yang dipergunakan, ada/tidak air bag, posisi pasien dalam kendaraan, dan status penumpang lainnya. pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan (pisau, pistol, senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tembakan, dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya, dan apakah ada nyeri-alih ke bahu. pada luka tusuk dapat diperkirakan organ mana yang terkena dengan mengetahui arah tusukan, bentuk pisau dan cara memegang alat penusuk tersebut.

Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena trauma, kemudian menetapkan derajat cedera berdasarkan hasil analisis riwayat trauma. Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistimatis meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Temuan-temuan positif ataupun negatif didokumentasi dengan baik pada status.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan diagnostik a. Foto thoraks. Untuk melihat adanya trauma pada thorak. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen 3 posisi (telentang, tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitonium.

Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tajam. Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan screening X-Ray. Pada pasien luka tusuk di atas umbilikus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang normal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.

Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

Pemeriksaan urine rutin. Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. IVP (Intravenous Pyelogram). Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL). Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Indikasi untuk melakukan DPL adalah : Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya Trauma pada bagian bawah dari dada Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang) Patah tulang pelvis

Pemeriksaan Diagnostik pada Trauma TumpulBeberapa prosedur yang dapat dilakukan antara lain diagnostik peritoneal lavage, CT scan, maupun Focused Assesment Sonography in Trauma (USG FAST). Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) merupakan prosedur invasif yang bisa dikerjakan dengan cepat, memiliki sensitivitas sebesar 98% untuk perdarahan intraperitoneal. DPL harus dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal. Bila tidak ada darah segar (lebih dari 10 cc) atau cairan geses, dilakukan lavase dengan 1000 cc (10 cc/kgBB) larutan Ringer Laktat. Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal, serat maupun empedu. Tes dinyatakan positif apabila dijumpai eritrosit lebih dari 100.000 /mm3, leukosit > 500/mm3

Ultrasound FAST memberikan cara yang cepat, noninvasif, akurat, dan murah untuk mendeteksi hemoperitoneum dan dapat diulang kapan pun. Faktor yang mempengaruhi penggunaannnya antara lain obesitas, adanya udara subkutan ataupun bekas operasi abdomen sebelumnya. Scanning dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk mendeteksi hemoperitoneum. CT Scan merupakan prosedur diagnostik di mana kita perlu memindahkan pasien ke tempat scanner, memberikan kontras intravena untuk pemeriksaan abdomen atas, bawah serta pelvis. Akibatnya, dibutuhkan banyak waktu dan hanya dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil, di mana kita tidak perlu segera melakukan laparatomi.

Pemeriksaan diagnostik pada trauma tajam Cedera toraks bagian bawah. Untuk pasien asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun foto toraks berulang, torakoskopi atau laparaskopi, serta pemeriksaan CT scan. Dengan pemeriksaan tersebut kita masih bisa menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk torakoabdominal. Untuk luka tembak torakoabdominal, pilihan terbaik adalah laparatomi.

Eksplorasi lokal luka dan pemeriksaan fisik Sebanyak 55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviserasi omentum maupun usus halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparatomi.. Laparatomi merupakan salah satu pilihan relevan untuk semua pasien. Untuk pasien yang relatif asimptomatik..

PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL

1. Pre Hospital Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

Airway. Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

Breathing. Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat-dengarrasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

Circulation. Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) Stop makanan dan minuman Imobilisasi Kirim kerumah sakit. Penanganan awal trauma Penetrasi (trauma tajam) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.

Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. Imobilisasi pasien. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. Kirim ke rumah sakit.

Hospital Trauma penetrasi. Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, perlu memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Skrinning pemeriksaan rontgen. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

2.

IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning. Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada. Uretrografi. Dilakukan adanya rupture uretra. untuk mengetauhi

Sistografi. Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada : Fraktur pelvis trauma non-penetrasi

Penanganan pada trauma benda tumpul a. Pengambilan contoh darah dan urine. Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

Pemeriksaan rontgen. Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. Study kontras urologi dan gastrointestinal. Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.