ppt skabies

21
Journal Reading CIRI-CIRI SKABIES PADA KEADAAN PENGHASILAN TERBATAS: KASUS DI KAMERUN KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB RSUD BANGKINANG 2015 Oleh: FIKRIAH RAHMI NIM. 09101021 Pembimbing: dr. Imawan Hardiman, Sp.KK

description

ppt

Transcript of ppt skabies

Journal Reading

CIRI-CIRI SKABIES PADA KEADAAN PENGHASILAN TERBATAS: KASUS DI

KAMERUN

KEPANITRAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN

FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB RSUD BANGKINANG 2015

Oleh:FIKRIAH RAHMI

NIM. 09101021

Pembimbing:dr. Imawan Hardiman, Sp.KK

Latar Belakang

Skabies ectoparasitosis menular ke manusia melalui kontak kulit langsung atau tidak langsung, disebabkan oleh Sarcoptes scabiei hominis, tungau hanya menginfeksi manusia.

berhubungan dengan kemiskinan, kelebihan penduduk, kebersihan yang buruk, dan pandemi pusat perang

Berkembang di tempat-tempat yang penuh sesak, sanitasi tidak memadai seperti lingkungan sekolah, panti jompo dan penjara.

Diagnosis skabies ditemukan tungau menggunakan dermoscopy dan/atau kerokan kulit/mikroskop.

Bukti dari literatur prevalensi scabies di negara-negara Afrika masih tinggi

hampir 300 juta kasus infeksi kulit dilaporkan di dunia setiap tahunnya.

Dengan demikian, skabies adalah salah satu dari patologi yang banyak ditemui dalam negara berkembang dengan sumber daya terbatas .

Metode

Desain penelitian dan pengaturan penelitian cross-sectional dari Oktober 2011- September 2012 di 3 rumah sakit di Kamerun, masing-masing dari tiga fasilitas kesehatan ini disediakan ahli dermatologi kompeten dan berpengalaman.

Peserta penelitian dan pengumpulan data Peserta pasien yang datang atau dibawa untuk

konsultasi masalah dermatologi. Pasien yang pruritus pada malam hari dan/atau merasa terkontaminasi, dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter kulit, ditemukan ciri khas lesi skabies.

Pengumpulan data pencatatan kuesioner terstruktur berdasarkan latar belakang sosial-demografis (usia, jenis kelamin, profesi, tingkat pendidikan, kondisi yang mendasari), risiko atau faktor penyebaran (jumlah orang yang hidup di ruang atau tidur di tempat tidur yang sama), durasi antara timbulnya gejala dan pertama konsultasi, dan tanda-tanda klinis dan gejala.

Metode Statistik Data diberi kode dan di masukkan

menggunakan Microsoft Excel 2010 Uji Chi-2 tes perbandingan variabel kualitatif Uji Student t (atau setara) variabel

kuantitatif. Odds ratio (OR) dengan interval kepercayaan

(CI) 95% untuk mengetahui pengaruh ektima dan impetigo terhadap menetapnya pruritus setelah pengobatan.

Nilai p <0,05 signifikan secara statistik.

Pertimbangan Etika Persetujuan diberikan oleh dewan etika

Fakultas Kedokteran dan Biomedical Sciences dari Universitas Yaoundé I, Kamerun.

Pasien atau pengasuhnya diberitahu tentang penelitian, dan hanya mereka yang terdaftar menjadi bagian di dalamnya dan menandatangani formulir informed consent.

Hasil

Karakteristik latar belakang (tabel 1) Dari 255 pasien yang didiagnosis dengan

skabies 158 (62%) laki-laki Pasien berusia 0-5 tahun (30,6%) diikuti usia

25-35 tahun (23,1%) 90 pasien (35,3%) sekolah menengah, dan 46

(18%) universitas/perguruan tinggi. 43.1% dari responden mahasiswa, dan 17

(6,7%) pegawai negeri. satu pasien (0,4%) yang mengalami skabies

(khusus skabies Norwegia) cacat mental, dan 4 pasien (1,6%) positif HIV.

Faktor Penyebaran (tabel 2) Tidak terdapat perbedaan antara usia pria dan

wanita. 242 subjek (94,9%) yang tinggal dengan anggota keluarga mereka, dan hampir semua peserta dicurigai terkontaminasi oleh kelompok dekat mereka.

Jumlah orang per kamar/tempat tidur bervariasi dari 1-5 dengan rata-rata 2,1 ± 0,8, dan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita (p = 0.51).

jumlah orang menunjukkan pruritus di kelompok berkisar antara 1 dan 8 dengan rata 2,1 ± 1,8 dan secara signifikan lebih tinggi laki-laki daripada perempuan (Masing-masing 2,5 ± 2,0 vs 1,9 ± 1,5) p = 0,02.

Durasi antara timbulnya gejala dan konsultasi pertama bervariasi 4-720 hari, dengan rata-rata 77,1 ± 63.7. Sebelum konsultasi tersebut, 195 pasien (74,9%) sudah mencoba pengobatan sebelumnya tidak berhasil (terutama antibiotik, antijamur, antihistamin atau obat-obatan herbal), baik yang diberikan oleh dokter umum atau ahli selain dermatologi, atau pengobatan sendiri.

Tabel 2 Perbandingan variabel faktor penyebaran antara pria dan wanita

Hasil pemeriksaan fisik (tabel 3) Lesi utama krusta (82,4%), papula (69,8%), dan

papulo-vesikel (68,6%). Lesi terletak di ruang interdigital (80%), di bawah-

lipatan bokong (71,8%), pergelangan tangan (70,2%), dan lipatan antar-bokong (56,5%) Hanya satu pasien (0,4%) krusta/skabies Norwegia.

Dua komplikasi kulit sebelum pengobatan: impetigo (7,1%) dan ektima (5,9%).

4 pasien (26,7%) yang mengalami ektima memiliki riwayat atopi. Setelah dirawat secara baik (mis anti scabies + Desinfeksi pakaian dan selimut + pengobatan seluruh kelompok) dengan regresi lesi lengkap

26 (10,2%) pasien dengan pruritus yang menetap.

Tabel 3 Tipe Dan Lokasi Lesi.

Pengaruh impetigo dan ektima terhadap terjadinya pruritus pasca-scabies, ditemukan pasien dengan ektima sebelum pengobatan

yang baik akan memiliki kemungkinan 2,1 untuk mengembangkan pruritus pasca-skabies dari yang lain dan begitu juga pada impetigo kemingkinan 1,1. penelitian ini secara statistik tidak signifikan

P = 0,19 dan 0,57 tidak signifikan secara statistik ( hanya sebagai deskriptif saja)

Tabel 4 Faktor yang mempengaruhi menetapnya pruritus setelah pengobatan

Pembahasan

Penelitian cross sectional dilakukan di rumah sakit dengan populasi pasien skabies rawat jalan di Yaounde, Kamerun.

Jumlah orang per kamar/tempat tidur serta jumlah orang dalam kelompok mungkin memiliki peran dalam penyebaran penyakit.

lesi krusta yang mendominasi, papula dan papulo-vesikel, dan lokasi lesi di bokong dan pergelangan tangan.

hasil dari penelitian kepadatan penduduk merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya skabies.

Ditemukan 242 (94,9%) dari pasien yang tinggal dengan anggota lain dari keluarga mereka, lebih dari satu orang sama ruang/ tempat tidur, dan lebih dari satu orang di kelompok menunjukkan pruritus.

keterlambatan 4-720 hari dari timbul gejala untuk konsultasi dokter kulit pertama, disebabkan oleh status sosial ekonomi pasien rendah, malu dan/atau tabu dapat menunda konsultasi. Sehingga, mengakibatkan prevalensi skabies terus menerus tunggi.

Bukti dari literatur diagnostik skabies dasar klinisnya dengan sensitivitas sangat baik (96,2%) dan spesifisitas (98,0%). Penyakit ini dapat berkembang ke tahap kronis, dipicu oleh penundaan yang lama antara timbulnya gejala dan pengobatan yang baik, menimbulkan beberapa komplikasi.

Pengaruh impetigo dan ektima terhadap terjadinya pruritus pasca-scabies setelah pengobatan, ditemukan: pasien dengan ektima sebelum pengobatan

yang baik akan memiliki kemungkinan 2,1 untuk mengembangkan pruritus pasca-skabies dari yang lain dan begitu juga pada impetigo kemingkinan 1,1. penelitian ini secara statistik tidak signifikan

Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain dan ukuran sampel lebih besar

Kesimpulan

Sampai saat ini, skabies tetap menjadi patologi dermatologi umum di Yaoundé, Kamerun.

Ada faktor-faktor yang berpengaruh seperti peningkatan jumlah orang per kamar/tempat tidur atau dekat kelompok, dan penundaan yang lama antara timbulnya gejala dan diagnosa yang tepat dan pengendalian.

Masyarakat harus diedukasi dan peka terhadap langkah-langkah pencegahan seperti penerapan kebersihan pribadi yang ketat, menghindari kepadatan penduduk dan overpopulasi di kamar/rumah bila memungkinkan, dan promosi atau penguatan kebersihan tangan.

Pemerintah harus bekerja ke arah pengurangan kemiskinan untuk membatasi kepadatan penduduk.

Terima Kasih