PPT OMSK Stevi Edit
-
Upload
puspita-sari -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
description
Transcript of PPT OMSK Stevi Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media supuratifkronisialahinfeksikronis di
telingatengahdenganperforasimembran timpani adansekret yang
keluardaritelingatengahterus-menerusatauhilangtimbul.Sekretmungkinencer,
ataukental, beningatauberupananah.1Penyakit ini biasanya dimulai pada anak
sebagai perforasi membran timpani spontan yang disebabkan oleh infeksi akut
telinga tengah (dikenal sebagai otitis media akut) atau sebagai sebuah sekuel dari
bentuk otitis media yang lebih berat. (otitis media sekretori).9
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang.Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa
negara lain.Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis
antara 2,1-5,2%.2,10
Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna).Padatipebahaya, terdapatresikoterjadinya komplikasi ke dalam tulang
temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.1
Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada
OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena
penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus
OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.2
Oleh karena beratnya komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK ini, maka
penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan makalah.
1
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, faktorresiko,
pathogenesis, manifestasiklinis, diagnosis, penatalaksanaan,
dankomplikasidariotitis media supuratif kronik.
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan pemahaman
tentang media supuratif kronik dan komplikasinya.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk dari
berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang media supuratif kronik dan komplikasinya..
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan5 :
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Fungsi utama dari telinga tengah adalah konduksi dari suara melalui
penyampaian gelombang suara di udara yang dikumpulkan auriula ke cairan di
telinga tengah. Telinga tengah terletak di bagian kaku dari tulang temporal dan
terisi uadara sekunder untuk menghubungkan dengan nasofaring melalui tuba
eustachius5. Telinga tengah terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
3
Gambar 2.1 Anatomi Telinga11
2.1.1 Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9
mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm5.
Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450
dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani menyerupai kerucut, di
mana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani, puncak ini
dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of
light)5.
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu5 :
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
4
Lamina propria terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu5:
1. Bagian dalam sirkuler.
2. Bagian luar radier .
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian5 :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani, yaitu suatu permukaan yang
tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksid atau membran Shrapnell,
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksid
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang n. Aurikulotemporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang
dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan
luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam
cabangdari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi
oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior5.
5
Gambar 2.2 Membran Timpani11
2.1.2 Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal
15mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6
dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding
anterior, dinding posterior5.
A. Atap kavum timpani
Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen
timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari
otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi
oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang
yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali (dehisensi). Pada anak-
anak, penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah tegmen
timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum
timpani ke meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-
vena dari telinga tengah menembus sutura ini dan berakhir pada sinus
petroskuamosa dan sinus petrosal superior dimana hal ini dapat menyebabkan
penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus
venosuskranial.5
B. Lantai kavum timpani
6
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari
bulbusjugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.5
C. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum
menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh
karena di dalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa
saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus. Di
belakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale
(oval window), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani
dengan vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh
ligamentum anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Di atas
fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini di dalam
kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi). Fenestra
koklea atau foramen rotundum (round window), ditutupi oleh suatu membran
yang tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak di belakang bawah. Foramen
rotundum ini berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6
mm.5
Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama
lain pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu
sinus timpanikus. Suatu ruang yang secara klinis sangat penting ialah sinus
posterior atau resesus fasial yang didapat disebelah lateral kanalis fasial dan
prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus
posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus brevis inkus yang melekat ke fosa
inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01mm dan tidak bertambah semenjak lahir.
Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum timpani dengan
kavum mastoid sehingga bila aditus ad antrum tertutup karena suatu sebab maka
resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan kavum
mastoid.5
D. Dinding posterior
7
Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Di
bawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang
merupakansuatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat
ligamen.Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda timpani adalah piramid,
tempatterdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan
masukkedalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus
fasialis.Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior
dan sinussigmoid.5
Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan ke
arah posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara
kearahdinding posterior dapat meluas seperti yang dilaporkan Anson dan
Donaldson(1981), bahwa apabila diukur dari ujung piramid, sinus dapat meluas
sepanjang 9mm kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus timpani
kemudian berlanjut kebagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana
berhubungan dengandua fenestra dan promontorium.5
E. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya
dindingmedial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah
lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi
arteri karotispada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke
anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior
yangmembawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu
ataulebih cabang timpani dari arteri karotis interna.5
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.
Tubaini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi.
Pertamamenyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam,
kedua sebagaidrainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid.
Diatas tubaterdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah
tuba, dindinganterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari
saluran karotis.5
F. Dinding lateral
8
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagiantulang
berada diatas dan bawah membran timpani.5
Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu5 :
A. Epitimpanum.
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superiorkavum
timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani.sebagian besar
atik diisi oleh maleus inkus. Dibagian superior epitimpanumdibatasi oleh suatu
penonjolan tipis os posterior. Dinding medial atik dibentukoleh kapsul atik yang
ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis lateral.Pada bagian anterior
terdapat ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum,
yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik.5
Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini
dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkaltulang
pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yangberlanjut kearah
lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulangsebelah atas. Diposterior,
atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrummastoid, yaitu aditus ad antrum.5
B. Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medialdibatasi
oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervusfasialis pars
timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius
pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis
asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi
yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah.5
C. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus
Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus
jugulare.
Kavum timpani terdiri dari5 :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.
9
1. Tulang – Tulang Pendengaran
Gambar 2.3 Tulang-Tulang pendengaran5
a. Maleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral),
prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0
mm. Kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan
leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat
didalam membran timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-
serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran
Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus
anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang
terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
b. Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus
brevisdan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk
sudutlebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir
daricorpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. Inkus terletak pada
epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,prosesus longus jalannya
sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus
membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesuslentikularis.
Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasiterhadap gerakan membran timpani
melalui suatu aksis yang merupakan suatu garisantara ligamentum maleus anterior
dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap
10
dipelihara berkesinambungan olehinkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah
menjadi gerakan seperti piston padastapes melalui sendi inkudostapedius.5
c. Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4 mm - 4,5 mm. Stapes terdiri dari
kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang
melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon
stapedius berinsersi pada suatu penonjolan Tendon stapedius berinsersi pada suatu
penonjolan kecil pada permukaanposterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat
pada bagian leher bawah yanglebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang
melengkung dari pada posterior. Kedua berhubungan dengan foot plate yang
biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi
posterior dan melengkung di anterior dan ujungposterior. panjang foot plate 3 mm
dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada
tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira
3,25 mm.5
2. Otot
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius) Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada
12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor
timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah
liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan
menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus
kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral
kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini
menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih
tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta
melemahkan suara dengan freksuensi rendah.5
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya
didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut.
Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada
11
apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf
kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada
perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior
mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,
memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-
tulang pendengaran.5
3. Saraf Korda timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda
timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani
dan berjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke
bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah
berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar
melalui fisura petrotimpani.5
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3
depan lidah bagian anterior.5
4. Pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan
dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar
arteri karotis interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :
1. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani,
tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.
2. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial
mayor.
3. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu
saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut
saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion
genikulatum.
12
2.1.3 Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani.bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang
menghubungkankavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang
tuba sekitar 36 mmberjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13
dan pada anak dibawah9 bulan adalah 17,5 mm.5
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu5 :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani,
dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan
iniberjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian
keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau
timpani.Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus.
Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup
danberakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba
padabagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan
ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknyamendatar
maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tubadilapisi oleh
mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukusdan memiliki
lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitelselinder berlapis
dengan sel selinder. Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu5 :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udaraluar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangimasuknya
sekret dari nasofaring ke kavum timpani.5
2.1.4 Prosesus Mastoideus
13
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah kekaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateralfosa
kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.Pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid adalah
suatu pintu yang besar iregular berasal dariepitisssmpanum posterior menuju
rongga antrum yang berisi udara, sering disebutsebagai aditus ad antrum. Dinding
medial merupakan penonjolan dari kanalissemisirkularis lateral. Dibawah dan
sedikit ke medial dari promontorium terdapatkanalis bagian tulang dari n. fasialis.
Prosesus brevis inkus sangat berdekatandengan kedua struktur ini dan jarak rata-
rata diantara organ : N. VII ke kanalissemisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus
brevis inkus 2,36 mm : dan prosesusbrevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25
mm.5
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa
tulangtemporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan
mempunyai sel-seludara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.5
2.2 Definisi
Otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer, atau kental, bening atau
berupa nanah.1
Penyakit ini biasanya dimulai pada anak sebagai perforasi membran timpani
spontan yang disebabkan oleh infeksi akut telinga tengah (dikenal sebagai otitis
media akut) atau sebagai sebuah sekuel dari bentuk otitis media yang lebih berat.
(otitis media sekretori). Infeksi ini seringkali timbul pada usia sebelum 6 tahun
dengan puncakanya pada usia sekitar 2 tahun. Titik dimana otitis media akut
menjadi OMSK masih kontroversial. Umumnya, pasien dengan perforasi
membran timpani yang yang masih terdapat sekret mukoid keluar dari telinga
tengah dari 6 minggu hingga 3 bulan, walau telah mendapat terapi medis, dikenal
sebagai kasus OMSK. 8
2.3 Epidemiologi
14
Survei prevalensi di seluruh dunia, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65-330 juta penderita dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200
juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Ini menjadi masalah
penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang,
diperkirakan 28000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami kecacatan; 94%
terdapat di negara berkembang. 8
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang.Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa
negara lain.Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis
antara 2,1-5,2%.10
2.4 Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna).1
1. OMSK tipe aman (benigna)
Tipe ini disebut tipeaman karena tidak menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. 2Pada OMSK tipe ini, proses peradangan terbatas pada mukosa
telinga tengah saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Tidak terdapat kolesteatoma pada OMSK jenis ini.1
OMSK ini dikenal juga sebagai tipe tubotimpanal., karena biasanya tipe
ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di
kavum timpani.2
2. OMSK tipe bahaya (maligna)1,2
15
Disebut dengan tipe bahaya karena sebagian besar komplikasi yang
berbahaya timbul pada OMSK jenis ini. Selain itu, jenis ini disebut juga dengan
OMSK tipe koantral.OMSK tipe ini disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma
merupakan suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah
besar Perforasi membran timpani letaknya bisa di marginal atau atik, kadang-
kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Komplikasi bisa
terjadi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.
Selain klasifikasi di atss, OMSK juga dapat dibagi berdasarkan aktivitas
sekret yang keluar, yaitu OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah
OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering
(sekret tidak keluar secara aktif).1
2.5 Etiologi
Organisme yang menjadi penyebab pada OMSK sebagian besar merupakan
patogen yang bersifat oppurtunistik, terutama Pseudomonas aeruginosa. Di
sebagian besar negara, penelitian menunjukkan bahwa P. aeruginosa merupakan
organisme predominan dan terkait dengan kira-kira 20%-50% kasus OMSK.
Staphylococcus aureus juga umumnya dapat disolasikan dari sampel yang
dikultur.. OMSK juga terkait dengan H. influenzae (22%) dan S. pneumoniae
paling jarang terdapat dalam hasil kultur (3%).3
2.6 Faktor Risiko
Otitis media akut berulang (OMA) merupakan predisposisi dari OMSK. Pada
anak yang menderita OMA berulang, 35 % dari anak-anak tersebut akan
menderita otitis media kronik, dibandingkan dengan angka 4 % pada anak yang
menderita OMA kurang dari 5 kali.8
Terapi antibiotik yang tidak adekuat, seringnya infeksi saluran napas atas,
penyakit hidung, dan kehidupan ekonomi rendah dengan akses ke sarana
pelayanan kesehatan yang kurang merupakan hal-hal yang terkait dengan
perkembangan OMSK. Paparan pasif terhadap rokok, keikutsertaan dalam
fasilitas pelayanan harian yang padat, dan riwayat keluarga yang menderita otitis
16
media juga merupakan beberapa faktor risiko terjadiya otitis media.Beberapa ras
tertentu juga memiliki predisposisi untuk menderita OMSK, yaitu India Amerika
Barat , Aborigin Australia, bangsa Eskimo Alaska. 8
Risiko untuk terjadinya OMSK meningkat pada pasien dengan anomali
kraniofasial, seperti pasien dengan sindrom Down, sindrom cri du chat, atresia
koana, palatoschizis, dan mikrosefal. Kemungkinan ini berhubungan dengan
terganggunya anatomi dan fungsi tuba eustachius.4
2.7 Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang
temporalmenemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu
saluranyang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring)
dengantelinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama
terjadinyaradang telinga tengah ini (otitis media, OM).2
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaantertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius iniberfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengantekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belumsempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak danposisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu
infeksi saluran nafasatas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah
sehingga lebihsering menimbulkan OM daripada dewasa.Pada anak dengan
infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar darinasofaring melalui tuba
Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkanterjadinya infeksi dari telinga
tengah.Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.2
Mediator peradanganpada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, sepertinetrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan
selmastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitaspembuluh
darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yangdihasilkan mukosa telinga
tengah karena stimulasi bakteri menyebabkanterjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah.Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia,
mukosa berubah bentuk darisatu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi
17
pseudostratifiedrespiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel
tambahantersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia,mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah.2
Penyembuhan OMditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan
kembali kebentuk lapisan epitel sederhana.Terjadinya OMSK disebabkan oleh
keadaan mukosa telinga tengah yangtidak normal atau tidak kembali normal
setelah proses peradangan akuttelinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang
tertutup dan adanya penyakittelinga pada waktu bayi.2
Kolesteatoma
Kolestetoma merupakan epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.
Banyak teori dikemukan oleh para ahli tentang patogenesis koleteatoma, antara
lain teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi.
Sebagaimana ynag kita ketahui, bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified
squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka atau
terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-
sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalm waktu lama
maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.1
Berdasarkan proses terbentuknya, kolesteatoma dapat dibagi menjadi:1
1. Kolesteatoma kongenital
Kolestatoma terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mstoid atau di
cerebellopontin angle.
2. Kolesteatoma akuisital atau didapat, yang terbentuk setelah lahir. Jenis ini
dapat dibagi menjadi dua :
a) Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran
timpani pars flaksid karena adanya tekanan negatif di telinga tengah
akibat gangguan tuba (teori invaginasi).
18
b) Kolesteataoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani
sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi)
atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah
sewaktu operasi, setelah blust injury, setelah pemasangan pipa ventilasi
atau setelah miringotomi.
2.8 Manifestasi Klinis
1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.2,5
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang.2
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
19
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.2
2. Gangguan pendengaran
Pada anak-anak gejala berupa hambatan dalam berbahasa dan
perkembangan kognitif. Berdasarkan WHO pertemuan para ahli dari 15
negara-negara di Afrika, OMSK dianggap penyebab paling banyak dari
persistent hingga moderate kerusakan dari fungsi pendengaran pada anak dan
dewasa.12
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif
berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran
yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.2,5
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada
tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.
20
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif,
keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga
tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.9 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara:2,4,5,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala
yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pasiendengan OMSK
seringdatangdengantelingaberair, keringsecarabergantiandanriwayat otitis
media berulang, perforasikarenatraumatik.Seringnya,
pasienmenyangkaladanyanyeriatau rasa tidaknyamanpadatelinga.Dan
lebihseringdatangdengangejalakehilanganfungsipendengaran.Apabilakeluhan
21
pasien vertigo,
demamdannyerikemungkinanketerlibatanintratemporalataukomplikasiintrakr
anial.Liang telingabagianluarkemungkinanbisaedem.Cairan yang
keluardaritelingabervariasidariberbaubusuk, purulent
danbisasepertikejuataupunjernihdan serosa.Jaringangranulasiseringterlihat di
liangtelingabagian medial atautengah, telingatengah.
Bilaterjdiperforasimakaakanterlihatedemataubisajugapolip, bengkakatau pun
eritema.4
Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak
berbau busuk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga
keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan
tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bla dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau
yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah
22
proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya
pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh
kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.2,5
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media
supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.7
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung,
sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya
adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada
OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani
maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi
tadi.
2.10 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,2,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
1. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
23
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):5
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
24
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-
anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :2,5
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.2,5
25
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,2,5
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
26
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
7. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran.
27
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan OMSK1
28
3. Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan OMSK1
3.10 Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi
untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan
dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan
patoligik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu
komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika
mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang, pemberian obat-obat itu
sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kabur.
Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan
dengan komplikasi ini.9
Penyebaran Penyakit
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini
29
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.
Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu
komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke dalam,
ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis.
Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus
lateralis, meningitis dan abses otak.9
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi
akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan
pada kasus, yang kronis, penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran
lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum,
meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.9
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran
suatu infeksi telinga tengah ke intrakranial.
Penyebaran hematogen9
Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1)
komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi
pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh (2) gejala prodromal tidak
jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal. (3) pada operasi, didapatkan
dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan muko periosteal
meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang9
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila (1) komplikasi terjadi
beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal infeksi
lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis
n.fasialis ringan yang hilang timbul mendahului paresis n.fasialis yang total, atau
gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen, (3) pada operasi dapat
ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur
30
sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan
granulasi.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran cara ini dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi pada awal
penyakit, (2) ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media
yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirinitis
supuratif. (3) pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang
yang bukan oleh karena erosi.9
Diagnosis komplikasi yang mengancam
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga
merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan
pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak
berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk
(drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda
bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya
keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap
selama terapi yang diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.9
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret
berhenti keluar, hal ini menandakan adanya sekret purulen yang
terbendung.Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan
kemungkinan rusaknya dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan
pemeriksaan CT Scan. Terdapatnya erosi tulang merupakan tanda nyata
komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT Scan berfaedah untuk
menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan
efektif.9
31
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronis6
A. Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisi nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam :
1. Fistula labirin
2. Labirintis supuratif
3. Tuli saraf
C. Komplikasi di ekstradural :
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
A. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi di telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada
membrane timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran
terputus, akan menyebabkan tuli konduktif maksimum 60dB. Biasanya derajat tuli
konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringan patologis
yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar suara ke telinga dalam.6
Paresis fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis
pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi
tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi yang melepaskan produk
toksik dan menekan saraf.6
32
B. Komplikasi di telinga dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap
bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja
biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan
telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai
indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang
tidak membaik dalam empat puluh delapan jam dengan pengobatan
medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi, seperti oleh kolesteatom atau infeksi
langsung ke labirin akan menyebabkan vertigo, mual, dan muntah, serta tuli saraf.
Fistula labirin dan labirinitis
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom, dapat
menyebakan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga
terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk sehingga terjadi labirinitis
dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total.6
Adanya fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dengan
memberikan tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga dengan corong
telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang
dimasukan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya
akan menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang
terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane.
Tes fistula positif akan menimbulkan nistagmus atau vertigo, tes fistula negative
bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah
mati.Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT scan yang baik kadang-kadang
dapat memperlihatkan adanya fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis
semisirkularis.6
Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk
mneghilangkan infeksi dan menuutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat
pulih kembali. Tidanakan bedah harus adekuat, untuk mengontrol penyakit
33
primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula
sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau
sekeping tulang / tulang rawan.9
Komplikasi ke ekstradural
Petrositis
Kira-kira sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai sel-
sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran
infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung
ke sel-sel udara tersebut.6
Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien di dapatkan 3
gejala klasik seperti terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI. Sering kali
disertai dengan rasa nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh
terkenanya n.V, ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah
suatu sindrom yang disebut sindrom Gradenigo.6
Tromboflebitis sinus lateralis
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan
menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Fragmen-fragmen kecil
trombus akan pecah, menciptakan saluran emboli yang infeksius. Demam yang
tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi
pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh naik, tetapi setelah penyakit menjadi
berat didapatkan kurva suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan
menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis. Nyeri terbatas pada
daerah pembuluh emisaria mastoid, yang dapat menjadi merah dan nyeri tekan,
yang disebut tanda Griesinger. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau angiografi substraksi digital. Biakan
darah dapat positif, terutama bila diambil saat menggigil. Pengobatan haruslah
dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel-sel mastoid, membuang
tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang nekrotik, atau membuang
34
dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus
juga dilakukan drainase sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum itu, dilakukan
dulu ligasi vena jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke
dalam tubuh lain.6
Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara durameter dan tulang.
Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan
granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid.6
Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto
Rontgen mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan di
lempeng tegmen (tegmen plate) yang menendakan tertembusnya tegmen. Pada
umumnya abses ini baru diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.
Abses subdural
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses
ekstradural biasanya sebagai perluasan trombofelbitis melalui pembuluh vena.
Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala dan penurunan kesadaran sampai
koma pada pasien OMSK. Gejal kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang,
hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.6
Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis.
Pada abses subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar protein biasanya
normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar
pada waktu operasi mastoidektomi, pada abses subdural nanh harus dikeluarkan
secara bedah saraf (neurosurgical), sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.9
Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Komplikasi otitis media ke SSP yang paling sering ialah meningitis. Keadaan
ini dapat terjadi oleh otitis media akut, maupun kronis, serta dapat terlokalisasi,
35
atau umum (general). Walau secara klinis kedua bentuk ini mirip, pada
pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang umum,
sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.6
Gambaran klinis meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu
tubuh, mual, muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta
nyeri kepala hebat. Pada kasus yang berat biasanya kesadaran menurun (delir
sampai koma). Pada pemeriksaan klinis terdapat kaku kuduk waktu difleksikan
dan terdapat tanda kernig positif. Biasanya kadar gula menurun dan kadar protein
meninggi di likuor serebrospinal.6
Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati meningitisnya
dahulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi ditelinganya dengan
operasi mastoidektomi.9
Abses otak
Abses otak otogenik adalah komplikasi intrakranial dari otitis media
supurativa kronik (OMSK), yang merupakan salah satu penyakit
kegawatdaruratan di bidang THT. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan adekuat
sangat diperlukan dalam usaha menekan angka kematian penyakit ini.9
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan
di serebelum, fosa kranial posterior atau di lobus temporal, di fosa kranial media.
Keadaan ini sering berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis,
atau meningitis. Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi
telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses
ekstradural.9
Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal.
Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadoko-kinetis, tremor
intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek. Afasia dapat terjadi pada abses
lobus temporal. Gejala lain yang menunjukan adanya toksisitas, berupa nyeri
kepala, demam, muntah serta keadaan latargik. Selain itu sebagai tanda yang
nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan
36
likuor serebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta kenaikan
tekanan likuor,mungkin terdapat juga edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan
dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi, atau dengan tomografi
komputer.9
Pengobatan abses otak ialah dengan jalan operasi, dengan melakukan
drainase dari lesi. Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif.
Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan
umum lebih baik.9
Hidrosefalus otitis
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal
yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan
terdapat edema papil, keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.9
Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur,
mual, dan muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus
lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor serebrospinal oleh lapisan
araknoid.9
2. 12 Prognosis
Frekuensi komplikasi yang mengancam jiwa pada OMSK telah menurun
secara dramatis dengan ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas menurun tajam
dari 76% pada tahun 1930-an menjadi 36% pada tahun 1980-an.2 Komplikasi ke
intrakranial, merupakan penyebab utama kematian pada OMSK dinegara
berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan
keluhan telinga berair. Meningitis atau radang pada selaput otak adalah
komplikasi intrakranial yang paling sering ditemukan di seluruh dunia. Kematian
tejadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial.2
37
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)
dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul.
2. Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani dan tipe
atikoantral dimana tipe ati koantral merupakan tipe paling ganas karena
terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi.
3. Otitis media supuratif kronik dapat memiliki komplikasi otologik dan
intrakranial
4. Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi atas pengobatan konservatif dan
operasi
5. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
2. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
3. Wiertsema SP, Leach AJ. Theories of otitis media pathogenesis, with a focus
on Indigenous children. The Medical Journal ofAustralia2009;191:s50.
4. Parry D. Chronic suppurative otitis media. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com /article/859501 pada tanggal 6 Januari 2013.
5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
6. AdamsGL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, BukuAjar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
8. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
9. Helmi, Djaafar, Zainul A, Restuti, Ratna D. Komplikasi Otitis Media
Supuratif dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher Edisi 6. 2010. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas IndonesiaI. Hal 78-85.
10. Utami TF et al. Rinitis Alergi Sebagai Faktor Resiko Otitis Media Supuratif
Kronik. FK UGM Yogyakarta .CDK 2010 ; 10 :425.
11. Bhaat RA et al. Ear Anatomy. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com /
pada tanggal 7 Januari 2013.
12. Global burden of disease to chronic supparative otitis media Burden of Illness
and Management Options Child and Adolescent Health and Development
39
Prevention of Blindness and Deafness World Health Organization Geneva,
Switzerland 2004).
40