Ppt a4 Skenario 1

42

description

power point

Transcript of Ppt a4 Skenario 1

Page 1: Ppt a4 Skenario 1
Page 2: Ppt a4 Skenario 1

SKENARIO 1: PILEK PAGI HARIBLOK RESPIRASI

Kelompok A4Ketua : Darayani Amalia (1102013070)Sekretaris : Annisa Karla Arini Sesunan (1102013035)Anggota : Lilik Nur Arum Sari (1102012144)

Maulidya Nur Amalia (1102012156) Chairunnissa Zata Yumni(1102013149) Inna Nurrohmatul Karimah (1102013135) Fega Arabela (1102013111) Aiman Idrus Alatas (1102013015) Larasati Puspita Seruni (1102013153)

Page 3: Ppt a4 Skenario 1

SKENARIO:Seorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksakan ke dokter menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

Page 4: Ppt a4 Skenario 1

HIPOTESA:Alergen masuk ke tubuh, pada tubuh manusia yang mengalami rhinitis alergi, tubuhnya akan merespon dengan mengeluarkan IgE yang akan berikatan dengan alergen sehingga muncul manifestasi besin, gatal mata hidung, ingus encer dan hidung tersumbat. Rhinitis merupakan penyakit genetik. Untuk penanganan diberi antihistamin untuk alergi, kortikosteroid untuk peradangan, serta berwudhu secara istinsyak dan istinsyar untuk membersihkan rongga pernafasan atas.

Page 5: Ppt a4 Skenario 1

SASARAN BELAJAR:1. Memahami dan Menjelaskan

Anatomi Pernafasan Atas Makroskopis Mikroskopis

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan Atas

Fungsi Fisiologi Pernafasan Atas Refleks Batuk dan Bersin

3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

Definisi Etiologi

Klasifikasi Manifestasi Klinis Patofisiologi Diagnosis dan Diagnosis Banding Penatalaksanaan Komplikasi Prognosis

4. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Atas Menurut Pandangan Islam

Page 6: Ppt a4 Skenario 1

1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI PERNAFASAN ATAS

Page 7: Ppt a4 Skenario 1

1.1. MAKROSKOPISSaluran nafas bagian atas yaitu mulai dari nares anterior sampai dengan cartilago cricoidea ( laring )

Page 8: Ppt a4 Skenario 1

a. Hidung

Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara.Ada 2 bagian dari hidung, yaitu :1. Eksternal2. Internal

Page 9: Ppt a4 Skenario 1

Vestibulum nasi terdapat cilia yang fungsinya untuk menyaring udara. Bagian rongga hidung yg berbentuk trowongan ( cavum nasi) , dimulai dari lubang hidung depan ( nares anterior) sampai lubang hidung belakang ( nares posterior) yang mempunyai 3 concha nasalis, yaitu : 1. Concha nasalis superior2. Concha nasalis media3. Concha nasalis inferior

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi : a. Sinus maxillarisb. Sinus ethmoidalisc. Sinus frontalisd. Sinus spenoidalis

Page 10: Ppt a4 Skenario 1

b. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan (kabrtilago) krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas.

Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Belakang hidung (naso-faring) 2. Belakang mulut (oro-faring) 3. Belakang laring (laringofaring)

Page 11: Ppt a4 Skenario 1

c. LaringFungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.

Laring terdiri atas: 1. Epiglotis2. Glotis3. Kartilago tiroid4. Kartilago krikoid5. Kartilago aritenoid6. Pita suara

Page 12: Ppt a4 Skenario 1

1.2. MIKROSKOPISSistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,

bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan

alveolus.

Page 13: Ppt a4 Skenario 1

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat, sel basal, dan sel granul kecil.

Page 14: Ppt a4 Skenario 1

Rongga hidung Vestibulum (epitel respirasi) Fosa nasalis

Konka superior (epitel olfaktorius) Konka media (epitel respirasi) Konka inferior (epitel respirasi)

Page 15: Ppt a4 Skenario 1

Sinus Paranasalis Sinus frontalis Sinus maksilaris Sinus ethmoidalis Sinus sphenoid

Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.

Page 16: Ppt a4 Skenario 1

Faring Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet)

Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)

Laringofaring (epitel bervariasi)

Page 17: Ppt a4 Skenario 1

Laring Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin.

Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki: Permukaan lingual (epitel gepeng berlapis) Permukaan laringeal (epitel respirasi bertingkat bersilindris

bersilia, di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa)

Page 18: Ppt a4 Skenario 1

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan: Lipatan atas: pita suara palsu (plika vestibularis) terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa,

Lipatan bawah: pita suara sejati terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin), dan muskulus vokalis (otot rangka).

Page 19: Ppt a4 Skenario 1

2. MEMAHAMI DAN MENEJELASKAN FISIOLOGI PERNAFASAN ATAS

Page 20: Ppt a4 Skenario 1

2.1. FUNGSI FISIOLOGI PERNAFASAN ATAS Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal & respirasi internal respirasi eksternal : dimana prosespertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru

ke dalamO2 masuk ke dalam darah danCO2 + H2O masuk ke paru paru darah.kemudian dikeluarkan dari tubuh.

respirasi internal : dimana proses pertukaran O2 &peristiwa◊CO2 ditingkat selbiokimiawi untuk proses kehidupan.

Page 21: Ppt a4 Skenario 1

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

Ventilasi pulmonal : masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta transport O2 & CO2 melalui darah ke sel jaringan.

Mekanik pernafasan : Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan oleh peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi(inhalasi)adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.

Page 22: Ppt a4 Skenario 1

2.2. FISIOLOGI BERSIN DAN BATUKREFLEKS BATUKSuatu rangkaian otomatis digerakkan oleh sirkuit neuron medulla oblongata, sehingga menyebabkan efek-efek sebagai berikut: Mula-mula 2,5 liter udara dihirup. Kemudian epiglottis menutup, dan pita suara menutup dengan erat-erat untuk

menjerat udara di dalam paru-paru. Otot perut berkontraksi dengan kuat, yang mendorong diafragma, begitu juga otot

ekspirasi berkontraksi kuat, sehingga tekanan di dalam paru-paru meningkat menjadi setinggi 100 mm Hg atau lebih.

Pita suara dan epiglottis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi di dalam paru-paru ‘meletus’ ke luar. Kecepatan udara ini bisa 75–100 mil/jam. Udara yang mengalir cepat ini akan membawa serta benda asing apapun yang ada di dalam bronkus dan trakea

Page 23: Ppt a4 Skenario 1

REFLEKS BERSIN

Rangsang yang memulai refleks bersin adalah iritasi pada saluran hidung, impuls aferennya berjalan di dalam saraf maksilaris ke medulla oblongata dimana refleks ini digerakkan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan yang terjadi pada refleks batuk, di sini uvula tertekan sehingga sejumlah besar udara mengalir dengan cepat melalui hidung dan mulut, sehingga membersihkan saluran hidung dari benda asing.

Page 24: Ppt a4 Skenario 1

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN RHINITIS ALERGI

Page 25: Ppt a4 Skenario 1

3.1. DEFINISIRhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh

reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Page 26: Ppt a4 Skenario 1

3.2. ETIOLOGIRhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alegi lain seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.

Rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perennial diantaranya debu tungau (Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus), jamur, binatang peliharaan, dan binatang pengerat. Faktor resiko terpaparnya debu tungau biasanya karpet, sprei, suhu tinggi, dan kelembaban udara. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.

Page 27: Ppt a4 Skenario 1

3.3. KLASIFIKASI Rhinitis Alergi Musiman (seasonal, hay fever, polinosis).   Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial).

Menurut WHO : Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4

minggu. Persisten/menetap: bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi: Ringan: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang-berat: bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

Page 28: Ppt a4 Skenario 1

3.4. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya pada

pagi hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak khas dan yang sering dikeluhkan adalah hidung tersumbat.

Pada anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti: Allergic salute Allergic crease Allergic shiner "Bunny rabbit" sound

Page 29: Ppt a4 Skenario 1

3.5. PATOFISIOLOGIPenderita yang mempunyai alergi, alergen yang terbawa udara nafas akan menyebabkan sensitisasi mukosa respirasi. Akibat sensitisasi ini, apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala alergi.Secara Mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinophil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Serangan dapat terjadi terus-menerus sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang irreversible, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasa mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal, dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi yang secara garis besar terdiri dari :

Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

Respon sekunder Reaksi yang terjdi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ni, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada efek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Page 30: Ppt a4 Skenario 1

Terjadinya rhinitis alergi adalah sebagai akibat dari respon hipersensitivitas tipe 1. Respon ini melibatkan produksi IgE yang berlebihan, dan dikategorikan sebagai reaksi atopic. Pada pasien dengan disposisi atopic (atau yang memiliki ‘bakat’ genetik), reaksi alergi bermula dengan sensitasi terhadap alergen spesifik (pada kasus rhinitis alergi, umumnya alergen yang ada di udara), yang dapat menginduksi terbentuknya antibodi IgE. Reaksi ini terjadi karena cascade reaction sel T, sel B, dan sel plasma.

Apabila penderita telah beberapa kali terpapar antigen spesifik, antigen tersebut akan diikat oleh dua antibodi IgE, yang mana IgE ini sudah berikatan dengan sel mast. Sel mast ini banyak terdapat pada lapisan submucosa dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan, serta terdapat juga di bagian subconjunctiva mata, dan lapisan subkutan dari kulit. Akibatnya, reaksi IgE ini menyebabkan degranulasi sel mast, yang kemudian menstimulasi terjadinya respon infalmasi dengan menyebabkan pelepasan mediator seperti histamine, leukotrien, sitokin, prostaglandine, dan platelet-activating factor. Rekasi ini termasuk reaksi early-phase atau humeral reaction, dan terjadi dalam waktu 10-15 menit setelah terjadinya paparan alergen; pengeluaran histamine menyebabkan gejala seperti bersin-bersin, rinorrhea, gatal-gatal, vasodilatasi, dan sekresi glandular.

Pelepasan sitokin dan leukotrien kemudian menyebabkan influks dari sel inflamatori (umumnya eosinofil) ke tempat terjadinya reaksi alergi (kemotaksis). Respon inflamasi ini termasuk rekasi late-phase atau celullar reaction, yang umumnya terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah sensitasi pertama. Reaksi ini dapat memperpanjang respon alergi hingga selama 48 jam. Respon inilah yang menyebabkan gejala kongesti nasal.

Page 31: Ppt a4 Skenario 1
Page 32: Ppt a4 Skenario 1

3.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING1. Anamnesis

Serangan bersin berulang Ingus encer dan banyak Hidung tersumbat (keluhan utama) Hidung dan mata gatal Air mata keluar

2. Pemeriksaan Fisik Allergic Shinner Allergic crease P. Rhinoskopi: mukosa hidung basah,

pucat dgn konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu dilihat juga septum/polip yang bisa

memperparah gejala hidung tersumbat

3. Pemeriksaan Penunjang RAST/ELISA Skin Prick Test

Page 33: Ppt a4 Skenario 1

3.7. PENATALAKSANAANA. Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1(Antihistamin1), yang bekerja secara inhibitorkompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Contoh: etanolamin, Etilenedamin, Piperazin, Alkilamin, Derivat fenotiazin

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal.Dekongestan Oral : Efedrin , enilpropanolamin , FenilefrinDekongestan Topikal :Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo - efedrin

Page 34: Ppt a4 Skenario 1

Preparat kortikosteroid Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).

Sodium Kromolin (obat semprot hidung) Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida Obat Anti Inflamasi Non-Steroid(OAINS). Paracetamol, Ibuprofen-Nama Dagang

Advil, Motrin, Medipren, Nuprin

B. Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior)

C. Imunoterapi

Page 35: Ppt a4 Skenario 1

3.8. KOMPLIKASI Polip hidung Otitis media Sinus paranasal

Page 36: Ppt a4 Skenario 1

3.9. PROGNOSISBaik, banyak gejala rinitis alergi dapat denganmudah diobati. Pada

beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.

Page 37: Ppt a4 Skenario 1

4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SISTEM PERNAFASAN DARI SUDUT PANDANG ISLAM

Page 38: Ppt a4 Skenario 1

ADAB WUDHU Dari Abdullah bin Zaid ketika beliau memperagakan sifat wudhunya Nabi -

shallallahu ‘alaihi wasallam-:

غرفات ثالث واستنثر واستنشق فمضمض ور الت في يده أدخل ثم ثالثا يديه فغسل ور الت من يده على فأكفأبهما فأقبل رأسه فمسح يده أدخل ثم المرفقين إلى تين مر يديه غسل ثم ثالثا وجهه فغسل يده أدخل ثم

الكعبين إلى رجليه غسل ثم واحدة ة مر وأدبر

“Dia menuangkan air dari gayung ke telapak tangannya lalu mencucinya tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung, dan mengeluarkannya kembali dengan tiga kali cidukan. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu membasuh mukanya tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua tangannya dua kali sampai ke siku. Kemudian memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu mengusap kepalanya dengan tangan; mulai dari bagian depan ke belakang dan menariknya kembali sebanyak satu kali. Lalu dia mencuci kedua kakinya hingga mata kaki.” (HR. Al-Bukhari no. 186 dan Muslim no. 235)

Page 39: Ppt a4 Skenario 1

MANFAAT ISTINSYAK DAN ISTINSYAR Istinsyaq dan Istinsyar Fungsinya untuk mensucikan selaput dan lendir

hidung yang tercemar oleh udara kotor dan juga Penelitian ilmu modern yang dilakukan oleh tim kedokteran Universitas

Aleksandria membuktikan bahwa kebanyakan orang yg berwudhu secara kontinyu, maka hidung mereka bersih dan bebas dari debu, bakteri dan mikroba. Proses ini dapat menjaga manusia akan bahaya pemindahan mikroba dari hidung ke anggota tubuh yg lain.

Page 40: Ppt a4 Skenario 1

ADAB BERSIN RASULULLAH SAW: Adab bersin Rasulullah SAW: Merendahkan suara dan menutup mulut serta wajah saat bersin Tidak memalingkan leher ke kiri atau ke kanan ketika bersin Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang shalat wajib Tasymit (mendoakan seserang yang bersin) Jawaban setelah mendengar orang yang bertasymit

Page 41: Ppt a4 Skenario 1

DAFTAR PUSAKA Godfrey Richard. The nose and the lower airways, Lancet. 1994 Apr 23;343 (8904):991-2. Guyton Arthur C dan Hall John E. Textbook of medical physiology, W B Saunders Co,

Eleventh edition, 2006:478- 80. Holt, P. G., & Sly, P. D. (2012). Viral infections and atopy in asthma pathogenesis: new

rationales for asthma prevention and treatment. Nature Medicine, 18, 726-735. Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Basic & clinical pharmacology (12th

ed.). New York: McGraw-Hill Medical ;. Lalwani, A. K. (2008). Current diagnosis & treatment in otolaryngology head & neck surgery

(2nd ed.). New York: McGraw-Hill Medical. Novina. (2011). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Disfungsi Tuba pada Penderita Rinitis

Alergi Persisten. Semarang: Universitas Diponegoro. Pusponegoro, H. D. (2004). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak (1st ed.). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Soepardi, I. N. (2004). Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Page 42: Ppt a4 Skenario 1