PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil...

10
PPI Brief Series Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia PPI Brief no. 9 / 2019 Nova Syafni, Anthony L. Tanaku, Eko C. Sinamo, dan Michael C. Siagian Prospek Obat Tradisional di Indonesia dan Integrasinya dalam Sistem Kesehatan Nasional

Transcript of PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil...

Page 1: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief SeriesPerhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

PPI Brief no. 9 / 2019

Nova Syafni, Anthony L. Tanaku, Eko C. Sinamo, dan Michael C. Siagian

Prospek Obat Tradisional di Indonesia dan

Integrasinya dalam Sistem Kesehatan Nasional

Page 2: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pengobatan tradisional seperti jamu sudah menjadi bagian budaya dari suku-suku bangsa di Indonesia. Berbagai upaya terkait pembuatan basis data bahan-bahan tumbuhan yang sudah dikenal sebagai obat serta saintifikasi dan uji kliniknya belum optimal mengingat potensi ekonomi dan kesehatan yang bisa dimanfaatkan dari sumber daya alam Indonesia yang kaya dan beragam.

Bahan-bahan alami juga berpotensi mengobati penyakit-penyakit yang terabaikan (neglected disease) yang biasanya terdapat di negara yang berkembang, seperti malaria, demam berda-rah dengue, filariasis, kusta, dan kaki gajah; gangguan metabolisme berlanjut (degenerative metabolic); juga mengurangi risiko efek samping obat ‘modern’ yang diresepkan dokter.

Melengkapi upaya dan dukungan pemerintah terkait izin usaha industri obat-obatan tradisional (Peraturan Menteri Kesehatan No. 246 tahun 1990) dan undang-undang perlind-ungan konsumen (UU No. 36 tahun 2009), pemerintah perlu mengambil beberapa langkah penting mengintegrasikan obat tradisional dalam sistem kesehatan nasional, di antaranya: pemetaan wilayah untuk pengembangan obat tradisional untuk memastikan ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan, survei daya beli masyarakat dan analisa biaya-manfaat (cost-benefit analysis) dalam penetapan harga, peningkatan jumlah SDM profesional dalam pelayanan obat tradisional, pengenalan obat tradisional kepada tenaga kesehatan, dan inte-grasi obat tradisonal dalam BPJS.

PENDAHULUAN

Pengobatan tradisional sudah menjadi bagian dari budaya suku-suku bangsa di Indonesia. Tercatat ada 1.340 suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (BPS, 2010). Keanekaragaman suku yang menetap di lokasi dengan variasi demografis mendorong munculnya beragam pemberdayaan tumbuhan ke tanaman pertanian dan tanaman obat (Sastrapradja 2012, 11-4) dengan perkembangan pemanfaatan tanaman obat yang terdokumentasi dengan baik ada di Pulau Jawa.

Obat-obat tradisional di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “jamu” yang berasal dari bahasa Jawa kuno “Djampi” yang bermaksud metoda penyembuhan menggunakan ramuan di era Jawa Kuno (Yulagustinus, 2017). Jejak tentang pengobatan tradisional di Indonesia juga dapat dilihat pada Candi Borobudur di Jawa Tengah berupa relief pohon Kalpataru, di bawah pohon itu terlihat orang mengolah bahan untuk obat tradisional.

Pada tahun 2012, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kesehatan, Kementerian

1

Page 3: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

2

Kesehatan Republik Indonesia melakukan penelitian mengenai Eksplorasi Pengetahuan Lokal Etnomedisin dan Obat di Indonesia Berbasis Komunitas dalam wadah Riset Tanaman Obat dan Jamu (RISTOJA) yang berhasil mengumpulkan 19.738 informasi tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional di 26 provinsi di Indonesia selain pulau Jawa dan Bali. Di antara tumbuhan hasil penelitian ini, sudah 13.576 yang berhasil diidentifikasi hingga tingkat spesies, yang terdiri dari 1.740 spesies dari 211 famili tanaman. Hasil ini merupakan salah satu bentuk data base tumbuhan obat terkait kearifan lokal yang dilakukan di luar Jawa dan Bali, mengingat tumbuhan obat di Jawa dan Bali sudah banyak diteliti dan dipublikasikan (Ristoja, 2012). Penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh keanekaragaman tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropis Indonesia; lebih dari 12% dari 250.000 jenis yang terdapat di seluruh dunia (Ersam, 2004). Lebih lanjut, World Conservation Monitoring Centre menyatakan bahwa 2.518 jenis tumbuhan obat yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan (EISAI, 1995). Dari penelitian ini diketahui tumbuhan yang sering digunakan untuk obat tradisional di Indonesia adalah kunyit (Curcuma domestca Val), sirih (Piper betle L.), kelapa (Cocos nucifera L.), jahe (Zingiber officinale Roscoe), dan jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Pengolahan dan penyiapan obat tradisional atau jamu umumnya dilakukan dengan cara-cara yang sederhana. Mereka menggunakan bagian tumbuhan berupa: daun, kulit batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut kemudian diolah dan dikonsumsi dalam keadaan segar. Kemudian, jamu godongan (hasil rebusan), seduhan, olesan dan dalam bentuk pil, tablet atau kapsul adalah bentuk-bentuk jamu yang dapat diproduksi oleh perusahaan jamu.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perlindungan terhadap konsumen, obat tradisional yang dipercaya khasiatnya secara turun-temurun “tanpa ada bukti ilmiah” mendorong pemerintah untuk bisa membawa obat tradisional Indonesia ini bisa diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan formal (Permenkes, 2013). Selain itu, dengan masuknya pengobatan tradisional Indonesia dalam forum APEC, ASEAN, dan WHO SEARO serta beberapa kegiatan inovatif obat tradisional Indonesia di forum Internasional, pemerintah membagi obat tradisional berdasarkan kualitas, efektifitas dan keamanannya, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membedakan simbol pemasaran untuk jamu, OHT, dan fitofarmaka (Gambar 1). Lebih lanjut, jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang digunakan secara turun temurun, pada produk jamu dapat terdiri atas satu atau beberapa jenis tumbuhan obat yang dipercaya khasiatnya berdasarkan pengalaman.

Page 4: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

3

Sedangkan, OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik serta bahan bakunya telah terstandardisasi. Obat yang dikembangkan menjadi OHT biasanya dari tumbuhan yang sudah dikenal dalam pengobatan tradisional. Terakhir, fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya juga telah distandardisasi. Fitofarmaka ini merupakan standar obat tradisional yang memiliki peluang besar dapat diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan formal.

ANALISA

Posisi Obat Tradisional terhadap Perkembangan Ekonomi

Industri obat tradisional tumbuh dengan ditopang oleh kekayaan sumber daya alam Indonesia, khususnya tumbuhan, dan didukung oleh pengetahuan pengobatan obat tradisional yang sangat melimpah. Awal kejayaan industrialisasi obat tradisional Indonesia terdapat pabrik jamu terbesar yang namanya masih dikenal hingga saat ini; yaitu PT. Jamoe Iboe Jaya (1910), PT. Nyonya Meneer (1919), dan PT. Sido Muncul (1940). Saat ini telah terdapat lebih dari 1200 industri jamu dan usaha kecil/menengah. Industri ini ditopang oleh usaha pengumpul tanaman obat yang memasok kebutuhan industri jamu. Untuk perkembangan produk obat tradisional seperti OHT dan fitofarmaka, beberapa industri jamu dan farmasi telah memproduksi sediaan obat tradisional (saat ini disebut juga dengan obat herbal) yang berbasis ekstrak. Perkembangan ini didukung oleh kegiatan penelitian obat tradisional yang dilakukan oleh peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan, baik swasta maupun milik pemerintah. Pasaran obat tradisional di Indonesia saat ini lebih dari 90% persen didominasi oleh jamu. Bagaimanapun, sedikitnya data uji klinik tanaman obat Indonesia yang memenuhi syarat menyebabkan produk fitofarmaka sangat terbatas jenisnya di pasaran.

Gambar 1. Simbol obat tradisional di Indonesia

Page 5: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

4

Berdasarkan data Dewan Pembina Gabungan Jamu Nasional, omset penjualan jamu tahun 2016 mencapai 19 triliun rupiah, jauh lebih tinggi dibanding data 2015 yaitu 12 triliun Rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa jamu sebagai salah satu obat tradisional Indonesia memiliki potensi dalam perkembangan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan kearifan budaya Indonesia. Selain itu potensi obat herbal tradisional ini bukan hanya difokuskan dalam hal pengobatan penyakit, melainkan juga untuk menunjang produksi kosmetik, suplemen, kecantikan, menjaga stamina, dan aromaterapi.

Obat Tradisional untuk Neglected Disease dan Degenerative Metabolic di Indonesia

Neglected disease adalah penyakit-penyakit yang terabaikan yang biasanya terdapat di negara yang berkembang, seperti malaria, demam berdarah dengue, filariasis, kusta, kaki gajah, dan sebagainya. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia memiliki beberapa penyakit tropis yang secara medis pengobatannya masih berbasis meringankan gejala yang disebabkan oleh virus penyakit tersebut, misalnya demam berdarah. Secara tradisional banyak tumbuhan tropis yang digunakan untuk mendukung usaha pengobatan demam berdarah ini.

Mengacu kepada hasil riset tumbuhan obat dan jamu yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, setiap etnik memiliki ramuan tersendiri dalam mengobati neglected disease yang ada di tempat masing-masing. Paling tidak, mereka mempunyai metoda pencegahan untuk penyakit neglected disease tersebut, misalnya antisipasi terhadap penyakit yang difasilitasi oleh gigitan nyamuk. Masyarakat percaya dengan meminum ramuan yang pahit dapat mencegah mereka dari gigitan nyamuk penyebab demam berdarah atau malaria. Salah satu tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati malaria adalah akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Linn.). Secara medis, Wernsdorfer dan tim (2009) melaporkan bahwa senyawa dari tumbuhan pasak bumi dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum, penyebab malaria, yang resisten terhadap chloroquine (salah satu obat Malaria).

Saat ini banyak ramuan obat tradisional yang dikenal oleh masyarakat sebagai alternatif dalam pengobatan penyakit degenerasi dan gangguan metabolisme (degenerative metabolic). Sebagai contoh, konsumsi obat dalam jangka waktu yang lama pada penyakit hipertensi dan diabetes membuat pasien khawatir akan efek samping dari obat yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, sebagian masyarakat Indonesia memilih untuk mengkonsumsi ramuan tradisional sebagai pengobatan alternatif dan suplemen untuk menjaga kesehatannya. Bagaimanapun, pengobatan menggunakan obat tradisional harus dengan catatan bahwa tenaga medis mengetahui jenis dan jumlah obat tradisional yang konsumsi oleh pasien untuk menghindari terjadinya interaksi obat dan atau komplikasi yang berkaitan

Page 6: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

5

dengan kerja obat di dalam tubuh. Contoh kasus negatif penggunaan obat tradisional dan obat modern (kimiawi) adalah penggunaan antara bawang putih dan warfarin yang secara bersamaan yang menyebabkan pendarahan hebat pada pasien. Namun, ada juga obat tradisional yang diresepkan dokter untuk mengurangi risiko efek samping obat modern seperti curcuma (kunyit/Curcuma domestica), dengan tujuan untuk melindungi fungsi hati (hepatoprotector).

Langkah Pemerintah untuk Mendukung Obat Tradisional

Pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dan BPOM telah melakukan beberapa upaya untuk menjaga konsumen dalam mengkonsumsi obat tradisional yang ada di Indonesia. Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan, di antaranya dari Undang-Undang No. 36 tahun 2009; perlindungan konsumen lewat Peraturan Menteri Kesehatan No. 246 tahun 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional; dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 584 tahun 1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T).

Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal obat tradisional senantiasa berbasis pelayanan kesehatan. Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 tahun 2009, pemerintah telah mempunyai program Kebijakan Nasional tentang Obat Tradisional yang tertuang dalam dokumen resmi yang disebut KOTRANAS pada tahun 2007. Dokumen ini (KOTRANAS) diharapkan berfungsi sebagai pedoman, arahan dan standar kualitas dalam mengembangkan dan mempromosikan obat-obatan tradisional yang aman dan teruji secara ilmiah. KOTRANAS menyatakan perlunya kebijakan dalam memastikan (1) ketersediaan dan standar kualitas bahan baku; (2) persyaratan keamanan, kemanjuran, dan terjangkau; (3) aksesibilitas obat-obatan tradisional; (4) peningkatan penelitian; (5) ketersediaan basis data yang komprehensif; dan (6) ketersediaan sumber daya manusia. Pemerintah juga mengeluarkan sebuah acuan standar untuk obat tradisonal Indonesia lewat Farmakope Herbal Indonesia tahun 2008. Untuk memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara empiris, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 003 tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis Pelayanan Kesehatan. Program saintifikasi jamu ini telah dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Page 7: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

6

Melengkapi upaya pemerintah memberikan landasan hukum dan menggalakkan program saintifikasi obat tradisional berbasis tumbuhan, ada beberapa hal yang dirasa perlu diupayakan lebih lanjut:

Pemetaan wilayah untuk pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Standar bahan obat tradisional dari tumbuhan harus memenuhi kriteria bahan baku atau ekstrak yang tercantum dalam Farmakope Indonesia. Sebagai contoh di dalam Farmakope Herbal Indonesia untuk simplisia (bentuk kering) daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) kadar senyawa sinensetin tidak kurang dari 0,10% dan kadar sinensetin untuk bisa digunakan sebagai ekstrak terstandardisasi tidak kurang dari 1,10%. Sedangkan di menurut European Medicine Agency syarat kandungan sinensetin untuk monografi daun kumis kucing tidak kurang dari 0,5%. Untuk mendapatkan tumbuhan dengan kandungan senyawa berkhasiat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari tempat tumbuh. Di antara faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah cahaya matahari, nutrisi tanah, temperatur, kelembaban. Oleh karena itu dibutuhkan pemetaan dan pendistribusian daerah yang dapat dikembangkan menjadi kebun pemasok tumbuhan obat dengan kadar senyawa aktif terstandardsasi untuk menjaga kualitas bahan dasarnya.

Pendekatan penelitian untuk harga obat tradisional yang memiliki bukti saintifik (evidence-based). Di satu sisi, penelitian untuk pengembangan obat tradisional seperti fitofarmaka di satu sisi membutuhkan biaya yang besar. Di sisi lain, produsen perlu mempertimbangkan harga obat tradisional sehingga dapat dijangkau masyarakat luas. Untuk pengembangan obat juga dibutuhkan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), analisis efektifitas biaya, analisis fungsi-biaya, yang mana hasil analisis-analisis ini bisa menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan untuk saintifikasi obat tradisional. Jangkauan masyarakat (daya beli), keberlangsungan penelitian dan pengembangan obat sangat diperlukan agar keamanan, efektivitas, dan kualitas obat fitofarmaka selalu terjamin.

Peningkatan sumber daya manusia untuk pengelolaan dan pelayanan obat tradisional Indonesia. Arah kebijakan pemerintah terhadap pengembangan obat tradisional masih dirasa belum berimbang terkait ketersediaan tenaga profesional dalam pelayanan obat tradisional. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang mampu dan siap melakukan pelayanan serta memberikan informasi yang benar dan tepat kepada masyarakat.

Perumusan panduan untuk penggunaan obat tradisional oleh tenaga kesehatan. Dalam hal peresepan obat tradisional yang masuk dalam pelayanan kesehatan, dibutuhkan daftar obat

REKOMENDASI

Page 8: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

7

tradisional dan informasi bagi tenaga kesehatan yang meresepkan obat tersebut. Pemerintah diharapkan dapat memfasilitasi dengan mengeluarkan petunjuk khusus yang terstandardisasi dari penggunaan obat tradisional yang tersedia di pasaran atau yang dapat diresepkan kepada pasien.

Terakhir, integrasi obat tradisional dalam BPJS. Upaya pemerintah mengembangkan obat tradisional dan fitofarmaka seharusnya diintegrasikan ke sistem pelayanan kesehatan yang sudah ada, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sehingga ada kesinambungan antara produksi obat tradisional dan pemakaian oleh masyarakat (end user) secara massif lewat resep dokter.

Page 9: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

Nova Syafni adalah kandidat doktor program Pharmaceutical Biology di University of Basel, Swiss, dan anggota Komisi Kesehatan PPI Dunia 2018/19.

TENTANG PENULIS

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

8

PPI Brief adalah analisis bulanan PPI Dunia atas Kondisi nasional dan internasional terkini. Kritik dan saran bisa ditujukan langsung ke [email protected]

Dewan Redaktur: Ahmad Rizky M. Umar, Bening Tirta Muhammad, dan Tim Pusat Kajian & Gerakan PPI Dunia 2018/2019

Ang HH, Chan KL, Mak JW, (1995), In Vitro Antimalarial Activity of Quassinoids from Euryco-ma longifolia against Malaysian Chloroquine-Resistant Plasmodium falciparum Isolates, Planta Med., 61, 177— 178.

EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia. Jakarta

Ersam, T., 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia Dalam Merekayasa Model Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia VI

Jenny G.H. Low, Eng Eong Ooi, Subhash G.Vasudevan. (2017). Current Status of Dengue Thera-peutics Research and Development. The Journal of Infectious Diseases, 215 (Suppl 2), S96-102.

REFERENSI

Anthony L. Tanaku adalah mahasiswa S-1 dual degree Akuntansi dan Manajemen di Ningbo University of Technology, Tiongkok, dan anggota Komisi Kesehatan PPI Dunia 2018/19.

Eko C. Sinamo adalah master bidang Kesehatan Masyarakat, University of Western Australia, dan anggota Komisi Kesehatan PPI Dunia 2018/19.

Michael C. Siagian adalah mahasiswa S-1 jurusan Kedokteran di Chongqing Medical University, Tiongkok, dan merupakan ketua Komisi Kesehatan PPI Dunia 2018/19.

Page 10: PPI Brief Series · batang kayu, buah, akar, bunga, dan bagian tertentu pada tumbuhan yang diambil langsung di pekarangan tempat tinggal atau di hutan. Tumbuhan untuk jamu tersebut

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

9

Kuo P-C, Damu AG, Lee K-S and Tian-Shung Wu T-S, (2004), Cytotoxic and antimalarial con-stituents from the roots of Eurycoma longifolia, Bioorganic & Medicinal Chemistry, 12, 537–544.

Laporan Nasional RISTOJA 2012 (Riset Tumbuhan Obat dan Jamu) Ekplorasi Pengetahuan Lokal Etnomedisin dan Tumbuhan Obat di Indonesia Berbasis Komunitas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional

Sastrapradja, Setiajati D. 2012. Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia. Google Books. Diakses 17 Mei 2019. https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=3LF4DAAAQBAJ&oi=f-nd&pg=PA116&dq=sejarah+obat+tradisional+Indonesia&ots=X8r9jzXVwh&sig=V39-LaiyRN3kYhkSTRJwolla2hU#v=onepage&q&f=false

Statistik Suku Bangsa Indonesia. Badan Statistik Nasional, 2010. Diakses 17 Mei 2019 https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa

Wernsdorfer WH, Ismail S, Chan K-L, Congpuong K, Wernsdorfer G, (2009), Activity of Eury-coma longifolia root extract against Plasmodium falciparum in vitro, Wien Klin Wochenschr, 121 [Suppl 3]: 23-26

Yulagustinus, Tridjaja. Nyoman O. 2017. Jamu – A Healthy Drink of Indonesia. Journal of Food Science and Engineering, 7, 221-226