Pp no 78_2007

32
www.hukumonline.com PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana; dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548). MEMUTUSKAN: Menetapkan: www.hukumonline.com 1

Transcript of Pp no 78_2007

www.hukumonline.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 78 TAHUN 2007

TENTANG

TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana; dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

www.hukumonline.com1

www.hukumonline.com

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah,

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urunan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota.

8. Penghapusan daerah adalah pencabutan status sebagai daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota.

9. Penggabungan daerah adalah penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan.

10. Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.

11. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang selanjutnya disingkat DPOD adalah dewan yang memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah.

12. Kajian daerah adalah kajian provinsi dan kabupaten/kota disusun oleh Tim yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai kelayakan pembentukan daerah secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis yang dilengkapi dengan penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri.

13. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

14. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

www.hukumonline.com2

www.hukumonline.com

BAB II

PEMBENTUKAN DAERAH

Pasal 2

(1) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

(2) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa pembentukan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota.

(3) Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

a. pemekaran dari 1 (satu) provinsi menjadi 2 (dua) provinsi atau lebih;

b. penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda; dan

c. penggabungan beberapa provinsi menjadi 1 (satu) provinsi.

(4) Pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

a. pemekaran dari 1 (satu) kabupaten/kota menjadi 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih;

b. penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda; dan

c. penggabungan beberapa kabupaten/kota menjadi 1 (satu) kabupaten/kota.

Pasal 3

Daerah yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 10 (sepuluh) tahun bagi provinsi dan 7 (tujuh) tahun bagi kabupaten dan kota.

Pasal 4

(1) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

www.hukumonline.com3

www.hukumonline.com

(2) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Pasal 5

(1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi:

a. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;

b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi;

c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan

e. Rekomendasi Menteri.

(2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:

a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan, pembentukan calon kabupaten/kota;

b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;

c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan

e. Rekomendasi Menteri.

(3) Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;

(4) Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 6

(1) Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

www.hukumonline.com4

www.hukumonline.com

(3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dari daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu.

Pasal 7

Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Pasal 8

Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk:

a. pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota;

b. pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan

c. pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan.

Pasal 9

(1) Cakupan wilayah pembentukan provinsi digambarkan dalam peta wilayah calon provinsi.

(2) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan daftar nama kabupaten/kota dan kecamatan yang menjadi cakupan calon provinsi serta garis batas wilayah calon provinsi dan nama wilayah kabupaten/kota di provinsi lain, nama wilayah laut atau wilayah negara tetangga yang berbatasan langsung dengan calon provinsi.

(3) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis dan dikoordinasikan oleh Menteri.

Pasal 10

(1) Cakupan wilayah pembentukan kabupaten/kota digambarkan dalam peta wilayah calon kabupaten/kota.

(2) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan daftar nama kecamatan dan desa/kelurahan atau nama lain yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/kota di provinsi lain, nama wilayah kecamatan di kabupaten/kota di provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah negara tetangga, yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota.

(3) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis dan dikoordinasikan oleh gubernur.

www.hukumonline.com5

www.hukumonline.com

Pasal 11

(1) Dalam hal cakupan wilayah calon provinsi dan kabupaten/kota berupa kepulauan atau gugusan pulau, peta wilayah harus dilengkapi dengan daftar nama pulau.

(2) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) harus merupakan sate kesatuan wilayah administrasi.

Pasal 12

(1) Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan DPRD provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD kabupaten untuk ibukota kabupaten.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota.

(3) Penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

(4) Pembentukan kota yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, maka ibukota kabupaten tersebut harus dipindahkan ke lokasi lain secara bertahap paling lama 5 (lima) tahun sejak dibentuknya kota.

Pasal 13

(1) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi bangunan dan lahan untuk kantor kepala daerah, kantor DPRD, dan kantor perangkat daerah yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(2) Bangunan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam wilayah calon daerah.

(3) Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki pemerintah daerah dengan bukti kepemilikan yang sah.

BAB III

TATA CARA PEMBENTUKAN DAERAH

Pasal 14

Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan;

www.hukumonline.com6

www.hukumonline.com

b. Keputusan DPRD kabupaten/kota berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;

c. Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah;

d. Keputusan masing-masing bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan kepada gubernur dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat; dan

2. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.

e. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi;

f. Setelah adanya keputusan persetujuan, dari DPRD provinsi, gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:

1. Hasil kajian daerah;

2. Peta wilayah calon provinsi;

3. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan

4. Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.

Pasal 15

Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan;

b. Keputusan DPRD kabupaten/kota berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;

c. Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota;

d. Keputusan masing-masing bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan kepada masing-masing gubernur yang bersangkutan dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat; dan

2. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.

e. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi yang bersangkutan;

www.hukumonline.com7

www.hukumonline.com

f. Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, masing-masing gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:

1. Hasil kajian daerah;

2. Peta wilayah calon provinsi;

3. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat-(1) huruf a dan huruf b; dan

4. Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.

Pasal 16

Tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dilaksanakan sebagai berikut:

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan;

b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;

c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah;

d. Bupati/walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:

1. dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;

2. hasil kajian daerah;

3. peta wilayah calon kabupaten/kota; dan

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b.

e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada. DPRD provinsi;

g. DPRD provinsi memutuskan untuk. menyetujui atau menolak usulan pembentukan, kabupaten/kota; dan

h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;

www.hukumonline.com8

www.hukumonline.com

2. Hasil kajian daerah;

3. Peta wilayah calon kabupaten/kota;

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan

5. Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.

Pasal 17

Tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dilaksanakan sebagai berikut:

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan;

b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;

c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah;

d. Masing-masing bupati/walikota menyampaikan usulan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;

2. Hasil kajian daerah;

3. Peta wilayah calon kabupaten/kota; dan

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.

e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada DPRD provinsi;

g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota; dan

h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:

1. dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;

2. hasil kajian daerah;

www.hukumonline.com9

www.hukumonline.com

3. peta wilayah calon kabupaten/kota;

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota; dan

5. Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e.

Pasal 18

(1) Menteri melakukan penelitian terhadap usulan pembentukan provinsi atau kabupaten/kota.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri.

(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD.

Pasal 19

(1) Berdasarkan rekomendasi usulan pembentukan daerah, Menteri meminta tanggapan tertulis para Anggota DPOD pada sidang DPOD.

(2) Dalam hal DPOD memandang perlu dilakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian.

(3) Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPOD bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah.

Pasal 20

(1) Menteri menyampaikan usulan pembentukan suatu daerah kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD.

(2) Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah.

Pasal 21

(1) Setelah Undang-undang pembentukan daerah diundangkan, Pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat kepala daerah.

(2) Peresmian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.

www.hukumonline.com10

www.hukumonline.com

BAB IV

PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 22

(1) Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.

(2) Penghapusan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik dan daya saing daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan daerah lain yang bersandingan berdasarkan hasil kajian.

BAB V

TATA CARA PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 23

(1) Berdasarkan proses evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Menteri menyampaikan hasil evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah kepada DPOD.

(2) DPOD bersidang untuk membahas hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal sidang DPOD menilai daerah tertentu tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, DPOD merekomendasikan agar daerah tersebut dihapus dan digabungkan ke daerah lain.

(4) Menteri meneruskan rekomendasi DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden.

(5) Apabila Presiden menyetujui usulan penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menyiapkan rancangan undang-undang tentang penghapusan dan penggabungan daerah.

BAB VI

PEMBINAAN

www.hukumonline.com11

www.hukumonline.com

Pasal 24

(1) Pemerintah melakukan pembinaan melalui fasilitasi terhadap daerah otonom baru sejak peresmian daerah dari pelantikan pejabat kepala daerah.

(2) Pemberian fasilitasi terhadap daerah otonom baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. penyusunan perangkat daerah;

b. pengisian personil;

c. pengisian keanggotaan DPRD;

d. penyusunan APBD;

e. pemberian hibah dari daerah induk dan pemberian bantuan dari provinsi;

f. pemindahan personil, pengalihan aset, pembiayaan dan dokumen;

g. penyusunan rencana umum tata ruang daerah; dan

h. dukungan bantuan teknis infrastruktur penguatan investasi daerah.

(3) Pemberian fasilitasi terhadap daerah otonom baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak peresmian, untuk provinsi dilaksanakan oleh Menteri bersama gubernur provinsi induk dan untuk kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur bersama bupati kabupaten induk.

(4) Pemberian fasilitasi terhadap daerah otonom baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen secara bertahap dan terpadu.

Pasal 25

(1) Pemerintah dapat melakukan pembinaan melalui fasilitasi terhadap daerah otonom dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah.

(2) Fasilitasi dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah terhadap beberapa daerah otonom bersandingan yang bersedia bergabung membentuk sate daerah otonom baru dalam bentuk dukungan insentif fiskal dan non-fiskal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Penghapusan dan penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan efisien dan efektifitas pelayanan publik.

BAB VII

www.hukumonline.com12

www.hukumonline.com

PENDANAAN

Pasal 26

(1) Dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan provinsi dibebankan pada APBD provinsi induk dan APBD kabupaten/kota yang menjadi cakupan calon provinsi.

(2) Dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota induk dan APBD provinsi.

(3) Dana yang diperlukan dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah dibebankan pada APBN.

Pasal 27

(1) Dana perimbangan bagi daerah otonom baru diperhitungkan setelah undang-undang pembentukannya ditetapkan.

(2) Perhitungan dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah data kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah otonom baru tersedia secara lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Apabila data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, besaran dana perimbangan diperhitungkan secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai dari daerah induk.

Pasal 28

(1) Bagi provinsi baru yang undang-undang pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan dana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali bersumber dari hibah provinsi induk dan dukungan dana dari kabupaten/kota yang menjadi cakupan provinsi baru,

(2) Besaran hibah provinsi induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dalam APBD provinsi induk sesuai kemampuan keuangan provinsi induk.

(3) Besaran hibah provinsi induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam undang-undang pembentukan provinsi baru.

(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh provinsi induk sampai provinsi baru mempunyai APBD sendiri.

(5) APBD provinsi induk tetap dilaksanakan termasuk untuk cakupan wilayah provinsi baru sebelum provinsi baru mempunyai APBD sendiri.

(6) Dukungan dana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari APBD kabupaten/kota yang besarnya ditetapkan secara proporsional berdasarkan besaran APBD kabupaten/kota masing-masing.

(7) Besaran dukungan dana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dalam undang-undang pembentukan provinsi baru.

www.hukumonline.com13

www.hukumonline.com

Pasal 29

(1) Bagi kabupaten/kota baru yang undang-undang pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali bersumber dari hibah kabupaten/kota induk dan bantuan provinsi.

(2) Besaran hibah kabupaten/kota induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dalam APBD kabupaten/kota induk, sesuai kemampuan keuangan kabupaten/kota induk.

(3) Besaran hibah kabupaten/kota induk sebagai dimaksud pada ayat (2), dicantumkan dalam APBD kabupaten/kota induk dan ditetapkan dalam undang-undang pembentukan kabupaten/kota baru.

(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh kabupaten/kota induk sampai terbentuknya APBD kabupaten/kota baru.

(5) APBD kabupaten/kota induk tetap dilaksanakan termasuk untuk cakupan wilayah kabupaten/kota baru sebelum kabupaten/kota baru mempunyai APED sendiri.

(6) Bantuan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari APBD provinsi yang besarnya ditetapkan dalam undang-undang pembentukan kabupaten/kota baru.

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 30

Bagi provinsi yang memiliki status istimewa dan/atau diberikan otonomi khusus, dalam pembentukan daerah selain ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang memberikan status istimewa dan/atau otonomi khusus.

Pasal 31

(1) Pembentukan perangkat provinsi baru dilaksanakan oleh penjabat gubernur dan difasilitasi oleh Menteri bersama gubernur provinsi induk.

(2) Pembentukan perangkat kabupaten/kota baru dilaksanakan oleh penjabat bupati/walikota dan difasilitasi oleh gubernur bersama dengan bupati induk.

Pasal 32

Pengisian personil pada perangkat daerah baru diprioritaskan dari pegawai negeri sipil daerah induk yang mempunyai kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.

www.hukumonline.com14

www.hukumonline.com

Pasal 33

(1) Aset provinsi dan kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada provinsi baru dan kabupaten/kota baru, dibuat dalam bentuk daftar aset.

(2) Aset provinsi dan kabupaten induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diserahkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian provinsi baru dan kabupaten/kota baru.

(3) Dalam hal aset daerah kabupaten induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada kota yang baru dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), dapat diserahkan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru.

Pasal 34

(1) Pelaksanaan penyerahan aset provinsi induk kepada provinsi baru difasilitasi oleh Menteri.

(2) Pelaksanaan penyerahan aset daerah induk kepada kabupaten/kota baru difasilitasi oleh gubernur dan bupati/walikota kabupaten/kota induk.

(3) Tata cara pelaksanaan penyerahan aset daerah induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

(1) Penegasan batas wilayah provinsi baru dilakukan bersama-sama oleh provinsi baru provinsi induk dan provinsi yang bersandingan lainnya.

(2) Penegasan batas wilayah kabupaten/kota baru dilakukan bersama-sama oleh kabupaten/kota, kabupaten induk dan kabupaten/kota yang bersandingan lainnya.

(3) Penegasan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselesaikan paling lama 5 (lima) tahun sejak dibentuknya provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan.

(4) Penegasan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara pasti di lapangan, ditetapkan oleh Menteri.

(5) Dalam hal betas waktu penyelesaian paling lama 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terpenuhi penegasan batas wilayah ditetapkan oleh Menteri.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

www.hukumonline.com15

www.hukumonline.com

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 10 Desember 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 10 Desember 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 162

www.hukumonline.com16

www.hukumonline.com

PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 78 TAHUN 2007

TENTANG

TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

I. UMUM

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah.

Proses pembentukan daerah didasari pada 3 (tiga) persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah.

2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud, Dengan demikian dalam usulan pembentukan dilengkapi dengan kajian daerah.

Kajian daerah ini merupakan basil kajian Tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang bersangkutan untuk menilai kelayakan pembentukan daerah otonom baru secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis. Penilaian kuantitatif ini dilengkapi dengan proyeksi faktor-faktor dominan (kependudukan, potensi daerah, kemampuan ekonomi dan kemampuan keuangan) selama 10 (sepuluh) tahun dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Induk serta penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri antara lain potensi sumber daya alam yang belum tergali, kondisi etnik, potensi konflik dan historis.

Pemerintah berkewajiban melakukan penelitian terhadap setiap usulan pembentukan daerah serta melakukan pembinaan, fasilitasi, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru baik provinsi maupun kabupaten/kota. Gubernur provinsi induk bersama Menteri berkewajiban memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan di provinsi yang baru dibentuk, sedangkan bupati kabupaten induk bersama gubernur berkewajiban memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten/kota yang baru dibentuk agar dapat berjalan dengan optimal.

www.hukumonline.com17

www.hukumonline.com

Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi, ditetapkan berdasarkan rapat paripurna yang memuat:

1. Persetujuan kesediaan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

2. Persetujuan nama calon provinsi;

3. Persetujuan lokasi calon ibukota;

4. Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom; dan

www.hukumonline.com18

www.hukumonline.com

5. Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru.

Huruf b

Keputusan masing-masing bupati/walikota dari kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi yang memuat:

1. Persetujuan kesediaan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

2. Persetujuan nama calon provinsi;

3. Persetujuan lokasi calon ibukota;

4. Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

5. Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru;

6. Persetujuan kesediaan menyerahkan sebagian aset kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan provinsi baru; dan

7. Persetujuan memindahkan sebagian personil yang dibutuhkan provinsi baru.

Huruf c

Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna yang memuat:

1. Persetujuan pelepasan kabupaten/kota yang menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

2. Persetujuan nama calon provinsi;

3. Persetujuan lokasi calon ibukota;

4. Persetujuan pemberian hibah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

5. Persetujuan pengalokasian pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu sampai dengan disahkannya APBD provinsi baru; dan

6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen, dan hutang piutang provinsi, yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi.

Aset provinsi berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon provinsi wajib diserahkan seluruhnya kepada calon provinsi, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon provinsi. Dokumen adalah bukti kepemilikan aset provinsi induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon provinsi.

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan provinsi induk yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi menjadi tanggung jawab calon provinsi.

Pembentukan provinsi yang daerah induknya lebih dari satu, Keputusan DPRD provinsi dibuat oleh masing-masing DPRD provinsi induk.

www.hukumonline.com19

www.hukumonline.com

Huruf d

Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi, memuat;

1. Persetujuan nama calon provinsi;

2. Persetujuan lokasi calon ibukota;

3. Persetujuan pelepasan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

4. Persetujuan pengalokasian pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu sampai dengan disahkannya APBD provinsi baru; dan

5. Persetujuan pemberian hibah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru;

6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen, dan hutang piutang provinsi, yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi.

Aset provinsi berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon provinsi wajib diserahkan seluruhnya kepada calon provinsi, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon provinsi.

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset provinsi induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon provinsi.

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan provinsi induk yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi menjadi tanggung jawab calon provinsi,

Pembentukan provinsi yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan gubernur dibuat oleh masing-masing gubernur dari provinsi induk.

Huruf e

Rekomendasi Menteri ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap usulan pembentukan provinsi yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri. Tim dimaksud dapat bekerja sama dengan lembaga independen atau perguruan tinggi,

Ayat (2)

Huruf a

Keputusan DPRD kabupaten/kota induk yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat:

1. Persetujuan nama calon kabupaten/kota;

2. Persetujuan lokasi calon ibukota;

3. Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi cakupan wilayah calon kabupaten/kota;

4. Persetujuan pemberian hibah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagal daerah otonom;

www.hukumonline.com20

www.hukumonline.com

5. Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di daerah otonom baru;

6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personiI, dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota, yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota.

Aset kabupaten/kota berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon kabupaten/kota wajib diserahkan seluruhnya kepada calon kabupaten/kota, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon kabupaten/kota.

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon kabupaten/kota,

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan kabupaten/kota induk yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota menjadi tanggung jawab calon kabupaten/kota.

7. Persetujuan penyerahan sarana prasarana perkantoran yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berada dalam cakupan wilayah calon kota, dari kabupaten induk kepada kota yang akan dibentuk. Adapun aset lainnya berupa tanah dan/atau bangunan milik kabupaten induk yang bukan untuk pelayanan publik yang berada dalam cakupan wilayah calon kota dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi atau tukar menukar untuk membangun sarana prasarana di ibukota kabupaten induk yang baru; dan

8. Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota, kabupaten induk menjadi cakupan wilayah kota yang akan dibentuk.

Pembentukan kabupaten/kota yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan DPRD kabupaten/kota dibuat oleh masing-masing DPRD kabupaten/kota induk.

Huruf b

Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat:

1. Persetujuan nama calon kabupaten/kota;

2. Persetujuan lokasi calon ibukota;

3. Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi cakupan wilayah calon kabupaten/kota;

4. Persetujuan pemberian hibah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu. paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

5. Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di daerah otonom baru.

6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota, yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota.

Aset kabupaten/kota berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon kabupaten/kota,wajib diserahkan seluruhnya kepada calon kabupaten/kota, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon kabupaten/kota.

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon kabupaten/kota.

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan kabupaten/kota induk yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota menjadi tanggung jawab calon kabupaten/kota.

www.hukumonline.com21

www.hukumonline.com

7. Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjadi cakupan wilayah kota yang akan dibentuk;

Pembentukan kabupaten/kota yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan bupati/walikota dibuat oleh masing-masing bupati/walikota dari kabupaten/kota induk.

Huruf c

Keputusan DPRD provinsi yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat:

1. Persetujuan pemberian bantuan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagal kabupaten/kota;

2. Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di kabupaten/kota;

3. Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah calon kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten; dan

4. Persetujuan pelepasan aset provinsi berupa sarana perkantoran yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di wilayah kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi, Adapun aset lainnya berupa tanah dan/atau bangunan yang bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi atau tukar menukar.

Huruf d

Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat:

1. Persetujuan pemberian bantuan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai kabupaten/kota;

2. Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di kabupaten/kota;

3. Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah calon kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten; dan

4. Persetujuan memindahkan personil dari provinsi dan berkoordinasi dengan Pemerintah, gubernur dan bupati/walikota terhadap personal di wilayah kerjanya yang akan dipindahkan ke kabupaten/kota yang baru dibentuk.

Huruf e

Rekomendasi Menteri ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap usulan pembentukan kabupaten/kota yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri. Tim dimaksud dapat bekerja sama dengan lembaga independen atau perguruan tinggi.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "aspirasi sebagian besar masyarakat setempat" adalah aspirasi yang disampaikan secara tertulis yang dituangkan ke dalam Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan,

Keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua BPD dan Ketua Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain. Jumlah keputusan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain tersebut harus mencapai lebih 2/3 (dua pertiga) tiara jumlah Badan atau Forum tersebut yang ada di masing-masing wilayah yang akan menjadi. cakupan wilayah calon, provinsi atau kabupaten/kota.

www.hukumonline.com22

www.hukumonline.com

Keputusan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain dan Keputusan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain adalah sebagai lampiran yang merupakan satu kesatuan dari keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi atau kabupaten/kota.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Kemampuan ekonomi merupakan cerminan hasil kegiatan ekonomi dalam bentuk (1) PDRB per kapita; (2) Pertumbuhan ekonomi; dan (3) Kontribusi PDRB terhadap PDRB total.

Potensi daerah merupakan perkiraan penerimaan dari rencana pemanfaatan ketersediaan sumber daya buatan, sumber daya aparatur, serta sumber daya masyarakat yang akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik yang dapat diukur dengan (1) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk; (2) Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk; (3) Rasio pasar per 10.000 penduduk; (4) Rasio sekolah SD per penduduk usia SD; (5) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP; (6) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA; (7) Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk; (8) Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk; (9) Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor; (10) Persentase pelanggan listrik .terhadap jumlah rumah tangga; (11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor; (12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas; (13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas; dan (14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.

Sosial budaya merupakan cerminan aspek sosial budaya yang diukur dengan (1) Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk; (2) Rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk; dan (3) Jumlah balai pertemuan.

Sosial politik merupakan cerminan aspek sosial politik yang diukur dengan (1) Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih; dan (2) Jumlah organisasi kemasyarakatan.

Kependudukan merupakan cerminan aspek penduduk yang diukur dengan (1) Jumlah Penduduk; dan (2) Kepadatan Penduduk.

Luas daerah merupakan cerminan sumber daya lahan/daratan cakupan wilayah yang dapat, diukur dengan (1) luas wilayah keseluruhan; dan (2) luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.

Pertahanan merupakan cerminan ketahanan wilayah yang dapat diukur dengan karakter wilayah dari aspek (1) Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah; dan (2) Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan.

Keamanan merupakan cerminan aspek keamanan dan ketertiban daerah yang dapat diukur dengan Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.

Kemampuan keuangan merupakan cerminan terhadap keuangan yang dapat diukur dengan (1) Jumlah PAD; (2) Rasio PDS terhadap Jumlah Penduduk dan (3) Rasio ADS terhadap PDRB.

Tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan cerminan terhadap tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat yang dapat diukur dengan indeks pembangunan manusia.

Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan merupakan cerminan terhadap kedekatan jarak ke lokasi calon ibukota yang dapat diukur dengan (1) Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten); dan (2) Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten).

Ayat (2)

www.hukumonline.com23

www.hukumonline.com

Penilaian syarat teknis dimaksud adalah penilaian dalam merekomendasikan suatu daerah menjadi daerah otonom dengan memperhatikan faktor-faktor yang dimiliki oleh daerah induk dan calon daerah yang akan dibentuk dan menitikberatkan pada faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Peta wilayah provinsi dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional (peta topografi, peta rupa bumi, citra satelit, atau peta laut yang dibuat oleh instansi yang berwenang) dengan skala antara 1:250.000 sampai dengan 1:500.000.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud lembaga teknis, yakni: Bakosurtanal, Direktorat Topografi TNI-AD untuk pembuatan peta wilayah daratan, dan Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL untuk pembuatan peta wilayah kepulauan.

Pasal 10

Ayat (1)

Peta wilayah kabupaten/kota dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional (peta topografi, peta rupa bumi, citra satelit, atau peta laut yang dibuat oleh instansi yang berwenang) dengan skala antara 1:100.000 sampai dengan 1:250.000 untuk pembentukan kabupaten; dan skala antara 1:25.000 sampai dengan 1:50.000 untuk pembentukan kota.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud lembaga teknis, yakni: Bakosurtanal, Direktorat Topografi TNI-AD untuk pembuatan peta wilayah daratan, dan Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL untuk pembuatan peta wilayah kepulauan.

Pasal 11

Ayat (1)

www.hukumonline.com24

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "merupakan satu kesatuan wilayah" adalah suatu wilayah daerah yang tidak terpisahkan oleh cakupan wilayah daerah lain (enclave).

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Hasil kajian daerah mengenai lokasi calon ibukota merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hasil kajian daerah tentang kelayakan pembentukan daerah.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bangunan dan lahan" adalah bangunan permanen yang layak digunakan sebagai kantor pemerintahan daerah otonom baru, dan lahan dengan luas dan kondisi yang layak untuk halaman dan pertapakan bangunan perkantoran pemerintahan daerah otonom baru.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

www.hukumonline.com25

www.hukumonline.com

Pasal 14

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 15

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

www.hukumonline.com26

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 16

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

www.hukumonline.com27

www.hukumonline.com

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Pasal 17

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

www.hukumonline.com28

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam melakukan penelitian, Tim dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

www.hukumonline.com29

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Daerah yang dihapus dapat digabungkan kepada satu daerah otonom atau digabung kepada beberapa daerah otonom yang bersandingan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah, Pemerintah dapat melakukan pembinaan melalui pemberian insentif fiskal dan/atau insentif non-fiskal kepada dua atau lebih daerah otonom bersandingan yang bersedia bergabung membentuk satu daerah otonom baru.

Insentif fiskal adalah insentif yang diberikan dalam rangka meningkatkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Insentif non-fiskal adalah insentif yang diberikan dalam bentuk dukungan teknis dan fasilitasi peningkatan kemampuan kelembagaan pemerintahan daerah, sumber daya manusia, kepegawaian daerah, pengelolaan keuangan daerah, dan pelayanan publik.

Ayat (3)

Cukup jelas.

www.hukumonline.com30

www.hukumonline.com

Pasal 26

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan provinsi" meliputi biaya untuk kajian daerah, penyusunan rencana induk,penataan daerah, koordinasi penyiapan dan pengurusan persyaratan administrasi, pembuatan peta wilayah, koordinasi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang peresmian dan pelantikan penjabat daerah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan kabupaten/kota" meliputi biaya untuk kajian daerah, penyusunan rencana induk penataan daerah, koordinasi penyiapan dan pengurusan persyaratan administrasi, pembuatan peta wilayah, koordinasi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang;Undang, peresmian dan pelantikan penjabat daerah.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah" meliputi biaya untuk seluruh kegiatan sejak proses evaluasi dan pengkajian sampai dengan terbitnya Undang-Undang Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

www.hukumonline.com31

www.hukumonline.com

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4791

www.hukumonline.com32