POTRET ORDE BARU DALAM KUMPULAN...
Transcript of POTRET ORDE BARU DALAM KUMPULAN...
POTRET ORDE BARU DALAM KUMPULAN CERPEN
BERHALA KARYA DANARTO DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA DI SEKOLAH
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh:
Nurul Hikmah
(1113013000011)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Nurul Hikmah (NIM: 1113013000011). “Potret Orde Baru dalam Kumpulan
Cerpen Berhala Karya Danarta dan Implikasinya terhadap Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.
Hum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potret Orde Baru pada kumpulan
cerpen Berhala karya Danarto. Penelitian yang dilakukan menggunakan tinjauan
sosiologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif. Hasil penelitian menemukan gambaran kondisi politik, sosial, dan
hukum yang terjadi pada masa Orde Baru. Pada cerpen “Panggung” berupa
perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di antara keluarga pejabat. Pada
cerpen “Pundak yang Begini Sempit” berupa tindakan menghakimi para residivis
dengan cara melakukan penembakan dan dimasukkan ke dalam karung serta
dibuang begitu saja, lebih dikenal dengan kasus antara gabungan anak liar (Gali)
dan penembak misterius (Petrus). Pada cerpen “Gemertak dan Serpihan-Serpihan”
berupa tindakan persekongkolan untuk melakukan tindak kejahatan, dan fasilitas
mewah yang bisa didapatkan seorang narapidana di dalam penjara. Ketiga cerpen
tersebut memiliki kesamaan, yaitu melibatkan peran kekuasaan seseorang, konflik
yang memunculkan rasa dendam, serta prilaku saling mengkhianati. Analisis
potret Orde Baru dalam cerpen Berhala karya Danarto memiliki implikasi
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah yaitu dalam
menganalisis isi dan nilai-nilai sosial yang terkandung dalam cerpen.
Kata Kunci: Kumpulan Cerpen Berhala, Potret Orde Baru, Pembelajaran Sastra.
ii
ABSTRACT
Nurul Hikmah (NIM: 1113013000011). “Portrait of Orde Baru in Berhala
Collection Short Story by Danarto and Its Implication towards Indonesian
Language and Literature Learning in School.” Department of Indonesian
Language and Literature Education, Faculty of Science and Teaching, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Novi Diah
Haryanti, M. Hum.
The Study aims to describe portrait of Orde Baru in Berhala Collection Short
Story by Danarto. This research conducted using sociology of literature review.
The method that used in this research is descriptive qualitative. The results of the
study found an image of political conditions, social, and law that happened on
Orde Baru period. On the “Panggung” short story be in the form of corruption
behaviour, collusion, nepotism among the official’s family. On the “Pundak yang
Begini Sempit” short story in the form of judging recidivists by doing shooting
enterred in a sack and thrown away, better known with case between Freeman
gang and mysterious sniper. On the “Gemertak dan Serpihan-Serpihan” short
story in the form of conspiracy for doing criminal act, and lux facility which can
avalaible for criminal in the jail. The three short stories has similarity, that is to
involve the role of power someone, conflict that appear revenge, and behaviour to
betray each other. Analysis portrait of Orde Baru in Berhala short story by
Danarto has implication towards Indonesian language and literature learning at
school in analyzing content and social values that contained in the short story.
Keywords: Berhala Collection Short Story, Portrait of Orde Baru, Literature
Learning.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah yang tiada henti memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Potret Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Berhala Karya Danarto dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”. Salawat dan
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat,
serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyusun skripsi menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu
syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan skripsi ini membutuhkan bimbingan, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis sampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Novi Diah Haryanti, M. Hum., selaku dosen pembimbing dan Sekretaris
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan arahan, motivasi, dan saran saat penyusunan
skripsi ini;
4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta;
5. Teristimewa untuk keluarga tercinta. Kedua orang tua dan kerabat yang
tiada hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, serta
memberikan dukungan baik moril dan material kepada penulis;
iv
6. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kawan-
kawan seperjuangan, adik-adik, dan kakak-kakak yang berproses
bersama;
7. Keluarga besar Mahasiswa Bidikmisi 2013 yang secara bersama-sama
berproses dan saling mendukung untuk menjadi mahasiswa berprestasi;
8. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran
selama penulis menjadi pengurus dan ketua pada masa bakti tahun 2015
dan 2016;
9. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) yang turut
mewarnai perjalanan dan pengalaman penulis;
10. Keluarga Besar Kahfi BBC Motivator School, khususnya kawan-kawan
angkatan 18 yang meski sebentar saya ikut belajar bersama, sangat
berkesan dan menambah pengalaman penulis;
11. Kawan-kawan dan kokolot Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek (DST),
Emperan Pamulang (Empang), dan para penggiat komunitas kesenian di
Tangerang Selatan, yang senantiasa mendukung, berbagi pengalaman,
dan mewarnai perjalanan penulis selama studi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
12. Keluarga Besar Ma’had Tarbiyatul Mubtadiin. Pejabat struktural, rekan-
rekan Asatidz/dzah, serta para santri yang memberikan dukungan, dan
turut mewarnai perjalanan penulis saat menyelesaikan studi;
13. Segenap kawan, sahabat, dan orang terkasih yang memberi warna
kebahagiaan pada perjalanan hidup penulis.
Tangerang, 01 Oktober 2019
Nurul Hikmah
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR UJI REFERENSI
ABSTRAK ............................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 3
C. Batasan Masalah ............................................................................ 4
D. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
G. Metodologi Penelitian ................................................................... 5
BAB II : KAJIAN TEORI .................................................................... 8
A. Cerita Pendek sebagai Karya Fiksi ................................................ 8
1. Definisi Cerita Pendek ............................................................ 8
2. Unsur-Unsur Cerita Pendek .................................................... 10
B. Pendekatan Sosiologi Sastra .......................................................... 18
1. Sosiologi Sastra ...................................................................... 18
2. Sejarah Sosiologi Sastra ......................................................... 19
3. Paradigma dan Langkah Kerja Sosiologi Sastra .................... 20
C. Potret Orde Baru ............................................................................ 22
1. Awal Orde Baru ...................................................................... 22
2. Kepemimpinan Soeharto ........................................................ 23
3. Soeharto dan Orde Baru ......................................................... 24
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra ................................................... 27
E. Penelitian yang Relevan ................................................................ 30
vi
BAB III : BIOGRAFI DAN SINOPSIS CERPEN ............................. 32
A. Danarto: Biografi dan Karyanya ................................................... 32
B. Dunia Alternatif Danarto ............................................................... 35
C. Sinopsis Cerpen ............................................................................. 39
BAB IV : HASIL ANALISIS ............................................................... 42
A. Analisis Unsur Intrinsik ................................................................. 42
1. Tema ....................................................................................... 42
2. Tokoh dan Penokohan ............................................................ 45
3. Latar (Setting) ......................................................................... 60
4. Sudut Pandang (Point of View) .............................................. 71
5. Alur (Plot) .............................................................................. 73
6. Gaya Bahasa ........................................................................... 87
B. Potret Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Panggung, Pundak
yang Begini Sempit, dan Gemertak dan Serpihan-Serpihan ......... 91
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah .................... 103
BAB V : PENUTUP .............................................................................. 106
A. Simpulan ..................................................................................... 106
B. Saran ............................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 108
LAMPIRAN........................................................................................... 112
LEMBAR UJI REFERENSI
TENTANG PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembentukan sebuah karya sastra tidak terlepas dengan pengalaman hidup
pengarang pada masanya. Sepotong kejadian dalam sebuah cerpen (cerita pendek)
menyiratkan peristiwa besar yang melatarbelakanginya. Salah satu kumpulan
cerpen yang menawarkan potongan-potongan peristiwa pada sebuah periode
adalah kumpulan cerpen Berhala karya Danarto. Selama kurun waktu dua belas
tahun, antara tahun 1975-1987, Danarto menghasilkan tiga buku kumpulan
cerpen, yaitu Godlob (1975), Adam Ma’rifat (1982) dan Berhala (1987). Semua
kumpulan cerpen tersebut jelas menyiratkan jalan pemikiran Danarto, bahwa
realitas yang tak nampak, jalin-menjalin menjadi satu, seperti dunia dan akhirat.
Berbeda dengan kumpulan cerpen sebelumnya yaitu Godlob dan Adam
Ma’rifat, cerpen yang terhimpun dalam kumpulan cerpen Berhala lebih nyata
realitasnya meskipun pada bagian akhirnya tetap menawarkan bentuk abstrak atau
sonya ruri. Pada mulanya cerita yang terjalin adalah peristiwa sehari-hari yang
lekat dengan kondisi saat itu, kemudian pada akhirnya dikemas dan diakhiri
dengan bentuk absurd.
Kumpulan cerpen Berhala mendapatkan penghargaan dari Pusat Bahasa
pada tahun 1990. Saat ini, Berhala sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,
Belanda, Prancis dan Jepang. Danarto menuliskan kisah-kisah keseharian yang
banyak terkait dengan setting Orde Baru, seperti tentang korupsi pada cerpen
Panggung, pembunuh misterius (petrus) pada cerpen Pundak yang Begini Sempit,
dan kasus pembakaran pada cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan. Beberapa
settingnya tergambar dengan kondisi di mana Berhala pertama kali terbit tahun
1987.
Berhala berdiri sebagai sebuah judul buku dalam kumpulan cerpen, pada
umumnya judul sebuah kumpulan cerpen didasarkan pada salah satu judul cerpen
yang ada di dalamnya, hal ini berbeda dengan kumpulan cerpen Berhala karena
dalam kumpulan cerpen tersebut tidak memiliki judul Berhala. Berhala sendiri
1
2
mengisyaratkan sebuah kehendak menuhankan sesuatu selain Tuhan. Sifat
manusia yang begitu mencintai kekuasaan, harta benda, keluarga, dan segala
macam kepemilikan di dunia.
Berhala sebagai sebuah cerita yang di dalamnya tidak terlepas dari kondisi
aktual peristiwa-peristiwa pada saat itu, yang saat ini telah dikenang sebagai
peristiwa masa lalu. Peristiwa masa lalu hanya meninggalkan sebagian kecil
informasi sehingga sering kali hanya berupa penggalan-penggalan kisah. Untuk
merajut peninggalan masa lalu yang berupa penggalan-penggalan informasi
diperlukan interpretasi dan juga intuisi. Demikian juga yang dilakukan oleh
seniman. Dengan intuisi yang tajam ia akan mampu secara lebih baik menjelaskan
sebuah peristiwa masa lalu.1 Peristiwa masa lalu yang melekat pada cerita-cerita
dalam cerpen Berhala merupakan peristiwa-peristiwa yang lekat dengan masa
Orde Baru.
Orde Baru menjadi bagian latar belakang yang menjadi motif bergeraknya
sebuah peristiwa dalam cerita. Dengan sudut pandang sebuah rezim yang sarat
dengan kekuatan penguasa, memberikan daya tarik tersendiri dalam
pengembangan sebuah karya. Hal tersebut tergambar dalam cerita yang
ditawarkan Danarto, peristiwa-peristiwa yang lekat pada zamannya, yang saat ini
kita sebut peristiwa masa lampau atau sejarah.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti hendak melakukan penelitian
terkait kumpulan cerpen Berhala karya Danarto. Penelitian ini berdasarkan sudut
pandang sejarah, yang mengacu pada peristiwa-peristiwa yang lekat dengan masa
Orde Baru. Proses identifikasi yang dilakukan peneliti yaitu terhadap motif yang
mendasari terbentuknya sebuah peristiwa dalam cerita. Hal demikian dapat
memudahkan kita untuk mengetahui bahwa setiap karya sastra memiliki bentuk
kekuatan yang mendasari ide cerita yang tidak terlepas dari pergulatan hidup
manusia dalam budaya, politik, dan kesenjangan sosial lainnya.
Penelitian terhadap karya sastra tidak terlepas dari kegiatan pengajaran
sastra dan pendidikan. Pengajaran sastra dapat membantu peningkatan pendidikan
1 M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Prenada Media
Grup, 2014), h. 89.
3
secara utuh di sekolah. Horace mengatakan bahwa sastra itu dulce et utile, artinya
indah dan bermakna. Sastra sebagai sebuah ilmu yang dipelajari dan sejarah
sebagai suatu peristiwa masa lalu yang terjadi, memiliki kombinasi kuat sebagai
pengalaman kemanusiaan dan menjadi bahan renungan yang akan menciptakan
kesejajaran dalam hidup.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tidak terlepas dari teks sastra
yaitu cerpen. Cerpen merupakan salah satu materi yang dibelajarkan. Dalam
Kurikulum 2013 terdapat materi tentang cerpen di kelas XI
SMA/MA/SMK/sederajat pada semester ganjil dengan kompetensi dasar antara
lain: (3.8) Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam
kumpulan cerita pendek yang dibaca, (3.9) Menganalisis unsur-unsur pembangun
cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek. Penulis memilih tiga cerpen
dalam kumpulan cerpen Berhala karya Danarto sebagai sarana peserta didik
belajar memahami makna yang terkandung di dalamnya dan mampu menemukan
sumber pengetahuan lain di dalamnya.
Kegiatan membelajarkan cerpen kepada peserta didik ditujukan agar peserta
didik mampu menganalisis isi dan kebahasaan cerpen, serta mampu
mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai kehidupan di dalam cerpen
Berhala. Melalui kegiatan menganalisis unsur intrinsik dapat memudahkan
peserta didik memahami kondisi sosial, ekonomi, politik, dan hukum yang
berlangsung pada masa Orde Baru. Selain itu, peserta didik juga mampu
merenungi setiap peristiwa yang terjadi dalam ketiga cerpen tersebut sebagai
sebuah pembelajaran hidup.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti membuat
penelitian berjudul Potret Orde Baru Dalam Kumpulan Cerpen Berhala
Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Sekolah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
4
1. Belum ada penelitian mengenai kumpulan cerpen Berhala karya Danarto
yang menjadikan sejarah sebagai objek penelitiannya.
2. Belum ada penelitian terkait kehidupan sosial masyarakat dalam kumpulan
cerpen Berhala karya Danarto yang menjadikan sosiologi sastra sebagai objek
penelitiannya.
3. Kesulitan mengidentifikasi latar belakang sejarah pada sebuah teks sastra.
4. Keterbatasan waktu untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang membangun
cerpen secara keseluruhan oleh peserta didik.
5. Kesulitan menciptakan proses timbal balik antara pendidik dan peserta didik
dalam kegiatan belajar mengajar sastra di sekolah.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas. Peneliti membatasi masalah yang
akan dibahas dengan judul “Potret Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Berhala
Karya Danarto dan Impilikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”,
guna menghindari meluasnya potret sejarah yang ada dalam kumpulan cerpen
tersebut. Tidak semua judul cerpen dalam kumpulan cerpen Berhala akan diteliti,
akan dibatasi menjadi tiga judul cerpen dari tiga belas judul yang ada, yaitu: (1)
Panggung, (2) Pundak yang Begini Sempit, (3) Gemertak dan Serpihan-Serpihan.
D. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potret Orde Baru tergambar dalam kumpulan cerpen Berhala
karya Danarto?
2. Bagaimana implikasi potret Orde Baru tergambar dalam kumpulan cerpen
Berhala karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai
berikut:
5
1. Mendeskripsikan potret Orde Baru tergambar dalam kumpulan cerpen
Berhala karya Danarto.
2. Mendeskripsikan implikasi potret Orde Baru tergambar dalam kumpulan
cerpen Berhala karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoretis untuk pengembangan ilmu sastra,
khususnya pada karya sastra berbentuk cerpen yang fokus pada masalah analisis
sejarah.
Adapun, manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai potret Orde Baru dalam kumpulan cerpen Berhala karya
Danarto.
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang
dirumuskan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi
bagi peneliti agar lebih produktif dalam menulis karya ilmiah baik dalam
dunia sastra maupun dunia pendidikan.
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini bagi pembaca baik pembaca awam maupun ahli
diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai potret sejarah terutama
Orde Baru dalam kumpulan cerpen Berhala karya Danarto, sekaligus
pembaca dapat lebih jeli memilih karya sastra terutama sebagai bahan
pengajaran.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini bagi peneliti lain diharapkan mampu memberikan
inspirasi dan menjadikan sumber penelitian relevan dalam melakukan
penelitian lain yang lebih baik.
G. Metodologi Penelitian
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi
6
adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.2 Metodologi
penelitian diartikan sebagai tata cara yang diatur berdasarkan kaidah ilmiah dalam
suatu penelitian di dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.3
Metodologi penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif
dengan penyajian deskriptif yang dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sebagaimana
penafsiran yang dilakukan oleh subjek terhadap data alamiah.4 Pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.5
Oleh karena menggunakan penyajian deskriptif, maka semua hal yang
berupa kata-kata, kalimat, dan wacana menjadi penting dan saling berpengaruh
satu sama lain. Tujuan dari penelitian kualitatif dalam analisis ini adalah untuk
mendeskripsikan kehidupan sosial dengan fokus masalah pada potret orde baru
dalam kumpulan cerpen Berhala karya Danarto dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di sekolah.
1. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sebuah kumpulan
cerpen karya Danarto berjudul Berhala yang diterbitkan oleh Diva Press di
Yogyakarta dengan tebal 228 halaman. Adapun data tambahan dalam
penelitian ini adalah berupa buku, jurnal, artikel, dan lain-lain yang masih
relevan dengan penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.6 Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak dan catat.
2 Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, Cetakan ke-8 (2013)), h. 145. 3 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010),
h. 3. 4 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h. 46-47. 5 Dr. Juliansyah Noor, S.E., M.M., Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2011), h. 138. 6Ibid.
7
Adapun teknik simak yang digunakan peneliti adalah dengan menyadap
penggunaan bahasa seseorang baik secara lisan maupun dalam bentuk tulis,
karena penelitian ini dihadapkan pada penggunaan bahasa bentuk tertulis,
maka penelitian ini menggunakan teknik catat. Peneliti mencatat berbagai
informasi yang relevan terkait analisis kumpulan cerpen Berhala karya
Danarto.
3. Teknik Analisis Data
Analisis data dapat dikatakan sebagai kegiatan menata, menyusun dan
memberi makna pada kumpulan data yang ada. Jenis analisis data yang
dilakukan adalah metode kualitatif dengan penyajian deskriptif. Sehingga,
analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam kumpulan cerpen Berhala
karya Danarto. Kegiatan yang dilakukan adalah membaca dan mencatat
kembali bentuk-bentuk yang relevan dengan penelitian. Kemudian
mengelompokkan teks-teks dalam kumpulan cerpen tersebut yang
mengandung unsur-unsur intrinsik cerpen berupa tema, tokoh dan
penokohan, plot, alur, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat.
b. Menganalisis hubungan sosial masyarakat dengan fakta sejarah pada
masa rezim Orde Baru pada kumpulan cerpen Berhala karya Danarto.
c. Mengimplikasikan analisis hubungan sosial masyarakat dengan fakta
sejarah pada masa rezim Orde Baru pada kumpulan cerpen Berhala karya
Danarto pada kegiatan pembelajaran materi sastra di sekolah. Langkah
terakhir adalah membuat kesimpulan dan saran dari seluruh hasil
penelitian.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Cerita Pendek sebagai Karya Fiksi
1. Definisi Cerita Pendek
Fiksi dapat diartikan sebuah cerita rekaan. Penyebutan untuk karya fiksi
biasanya ditujukan terhadap karya sastra yang berbentuk prosa naratif atau
biasa disebut teks naratif. Cerita pendek termasuk ke dalam sebuah karya sastra
fiksi sama halnya dengan novel. Cerita pendek disingkat cerpen, dalam bahasa
Inggris disebut short story. Pengertian tentang cerita pendek dikemukakan oleh
beberapa pakar sastra dan sastrawan.
H.B. Jassin dalam buku Tifa Penyair dan Daerahnya, mengemukakan
bahwa cerita pendek ialah cerita yang pendek. Cerita yang panjangnya sepuluh
atau dua puluh halaman bisa disebut cerita pendek, ada juga cerita pendek yang
panjangnya hanya satu halaman. Pengertian serupa dikemukakan oleh
Sumardjo dan Saini dalam buku Apresiasi Kesusastraan, dikemukakan bahwa
cerita pendek (atau disingkat cerpen) adalah cerita yang pendek. Tetapi dengan
hanya melihat fisiknya yang pendek orang belum dapat menetapkan sebuah
cerita yang pendek tersebut adalah cerpen.7
Sumardjo dalam Purba mengemukakan pengertian cerita pendek di
dalam bukunya Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Ia berpengertian bahwa
cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk”.
Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis, dan satu efek untuk
pembacanya. Untuk ukuran Indonesia cerpen terdiri dari 4 sampai dengan 15
halaman folio ketik.8
Dalam buku Cerita Pendek Indonesia, Rosidi dalam Purba memberi
pengertian dan keterangan tentang cerpen. Cerpen atau cerita pendek adalah
cerita yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan
kepadatannya itu, sebuah cerita pendek adalah lengkap, bulat dan singkat.
7 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, cetakan kedua 2012), h.
49-50. 8 Ibid, h. 50.
8
9
Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada suatu kesatuan jiwa:
pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh lebih atau bisa
dibuang.9
Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman dalam Purba menuliskan
pengertian cerita pendek. Ia berpengertian bahwa cerita pendek (short story)
adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang dimaksudkan
memberikan kesan tunggal yang dominan. Cerita pendek memusatkan diri pada
satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika. Meskipun persyaratan itu tidak
terpenuhi, cerita pendek tetap memperlihatkan kepaduan sebagai patokan.
Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh yang
ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir dan
batin terlibat dalam satu situasi.10
Pendapat lain mengenai jumlah kata atau halaman diungkapkan oleh
Burhan Nurgiyantoro. Menurutnya, walaupun sama-sama pendek, panjang
cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story),
bahkan mungkin pendek sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang
panjangnya cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long
short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata.
Cerpen yang panjangnya terdiri dari puluhan ribu kata tersebut, barangkali
dapat disebut juga sebagai Novelet.11
Satu yang terpenting, cerita pendek
haruslah berbentuk „padat‟. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit
ketimbang jumlah kata dalam novel.12
Dari beberapa definisi di atas, cerpen dapat diartikan sebagai karya fiksi
naratif dalam bentuk cerita yang pendek yang memiliki kebulatan ide,
kepadatan cerita yang memusatkan pada penggambaran situasi dan tokoh
dalam satu waktu.
9 Ibid, h. 50-51.
10 Ibid, h. 51.
11 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Edisi
Revisi 2013), h. 12. 12
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 76.
10
2. Unsur-Unsur Cerita Pendek
Sebuah karya prosa pada umumnya terbentuk dari dua unsur pembangun
karya, kedua unsur tersebut adalah unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur-
unsur yang secara langsung dan tak langsung turut serta membangun cerita.
Unsur tersebut dimaksudkan untuk mengkaji cerpen dan karya sastra pada
umumnya.
a. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra
itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangun atau sistem
organisme teks sastra.13
Keberadaan karya sastra tidak begitu saja
terbentuk tanpa keterlibatan penulis dan kehidupan penulis itu sendiri.
Rokhmansyah mengemukakan pandangan Wellek dan Warren
bahwa unsur ekstrinsik karya sastra meliputi unsur biografi, unsur
psikologis; keadaan lingkungan; dan pandangan hidup pengarang.14
Sedangkan, Kosasih mengungkapkan unsur ekstrinsik dalam karya sastra
yaitu: latar belakang pengarang, kondisi sosial budaya, dan tempat karya
tersebut dikarang.15
Kumpulan cerpen Berhala karya Danarto menghadirkan beragam
teori pemikiran, konsep religi, ekonomi, kekuasaan, politik, budaya,
kemanusiaan, dan pandangan sejarah di dalam karya tersebut. Unsur
ekstrinsik digunakan untuk membantu menafsirkan sebuah karya sastra,
menjadi penunjang kehadiran karya sastra dengan melihat biografi dan
latar sosial - budaya pengarang.
b. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik yang ada pada cerpen tidak berbeda dengan unsur
yang ada pada karya fiksi novel. Meskipun secara umum unsur-unsur yang
ada pada novel lebih rinci dan kompleks daripada unsur-unsur cerpen.
Unsur-unsur tersebut seperti, tema, tokoh dan penokohan, latar, sudut
13
Nurgiyantoro, op. cit, h. 30. 14
A. Rokhmansyah, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 33. 15
E. Kosasih, Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 72.
11
pandang, alur, gaya bahasa, dan amanat atau pesan. Unsur intrinsik dapat
dijumpai dalam cerpen ketika membacanya.
1) Tema
Tema secara singkat dapat didefinisikan sebagai “The central
throught in a literary works”. Ia adalah gagasan sentral dalam suatu
karya sastra.16
Stanton dan Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro
mengatakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita.17
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita.
Tema cerita menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan
kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.
Untuk mengetahui tema sebuah cerita, diperlukan apresiasi
menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan.18
Bisa saja tema
“dititipkan” dalam unsur penokohan, alur atau latar. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tema adalah gagasan atau
persoalan yang mendasari suatu cerita yang menjadi patokan
pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra.
Proses dalam menemukan tema prosa rekaan, pembaca
sebetulnya juga dapat menemukan nilai-nilai didaktis yang
berhubungan dengan masalah manusia dan kemanusiaan serta hidup
dan kehidupan.19
Dengan demikian, untuk menentukan tema harus
memahami isi keseluruhan sebuah cerita, sehingga dapat memperoleh
inti dari sebuah cerita dan dapat menentukan tema yang tepat.
2) Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik dalam karya sastra.20
Tokoh merupakan pengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga
16
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 34. 17
Nurgiyantoro, op. cit, h. 114. 18
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 55. 19
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 161. 20
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 110.
12
peristiwa menjadi jalinan suatu cerita.21
Burhan berpendapat bahwa
istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita.22
Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh disebut
penokohan.23
Penokohan artinya karakter dan perwatakan, menunjuk
pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu
dalam sebuah cerita.24
Penyajian para tokoh dalam cerita yang dilakukan oleh
pengarang pada umumnya menggunakan dua metode, yaitu metode
langsung (telling) dan metode tak langsung (showing).25
Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam
beberapa jenis, antara lain: a) Jika dilihat dari peran tokoh dalam
perkembangan plot, maka dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan
tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian atau yang dikenai kejadian.
Sedangkan tokoh tambahan kehadirannya hanya jika ada kaitannya
dengan tokoh utama.;26
b) Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh,
maka dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis tokoh yang merupakan pengejewantahan nilai-nilai
yang ideal. Sedangkan tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab
terjadinya konflik yang berposisi dengan tokoh protagonis. c) Jika
dilihat dari kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh
dalam cerita, maka dapat dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh
berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial
tidak mengalami perubahan akibat adanya peristiwa-peristiwa yang
21
Siswanto, op. cit, h. 142. 22
Nurgiyantoro, op. cit, h. 247. 23
Siswanto, loc.cit. 24
Nurgiyantoro, loc. cit. 25
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 6. 26
Nurgiyantoro, op. cit, h. 258.
13
terjadi. Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan peristiwa dalam cerita.27
3) Latar (Setting)
Menurut Abrams dalam Karmini, latar menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa diceritakan.28
Selanjutnya, menurut
Welleck dan Warren latar adalah segala keterangan mengenai waktu,
ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.29
Namun,
latar tidak hanya mampu memberikan pengetahuan tentang
masyarakat tertentu, tetapi juga mampu melukiskan secara lengkap
berbagai masalah, watak, sikap hidup, ambisi masyarakat tertentu.30
Stepehen Minot menyatakan bahwa latar memuat: latar waktu,
latar alam/geografi, dan latar sosial.31
Faktor dominan dalam latar
antara lain: a) Faktor tempat, yaitu gambaran tentang di mana
peristiwa atau cerita dalam fiksi itu terjadi. Tempat itu bisa terdiri atas
negara, kota, kampung, desa, pantai, hutan, dan lainnya; b) Faktor
waktu, merupakan gambaran kapan, masa, dan saat tertentu terjadinya
peristiwa dalam karya fiksi itu. Faktor waktu ini ada hubungannya
dengan tempat, yaitu gambaran suatu tempat pada masa, zaman,
tahun, atau musim tertentu. Waktu berkaitan pula dengan sejarah; c)
Faktor sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat.32
Namun, biasanya tidak semua bentuk penjelasan latar di atas,
terdapat atau bisa ditampilkan dalam sebuah cerpen, baik itu latar
waktu, latar tempat, atau latar sosial. Bisa jadi dalam sebuah cerita
hanya menonjolkan salah satunya saja, seperti latar tempatnya saja,
27
Ibid, h. 260. 28
Ni Nyoman Karmini, Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama, (Bali: Pustaka Larasan, 2011), h. 67. 29
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak, (Yogyakarta: UGM Press, 2013), h. 249. 30
Wahyu Wibowo, Konglomerasi Sastra, (Jakarta: Paronpers, 1995), h. 57. 31
Priyatni, op. cit, h. 112. 32
Nani Tuloli, Teori Fiksi, (Gorontalo: Nurul Jannah, 2000), h. 53-55.
14
atau latar waktu, dan bahkan latar sosialnya saja yang ditampilkan
pada sebuah cerita.
4) Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang (point of view) adalah posisi pengarang dalam
membawakan cerita.33
Pradopo berpendapat bahwa sudut pandang
digunakan oleh pengarang sebagai pusat pengisahan yang
menerangkan siapa yang bercerita.34
Seorang pengarang dalam
membawakan atau memaparkan ceritanya dapat memilih sudut
pandang tertentu.
Telaah umum mengenai pembedaan sudut pandang diungkapkan
oleh Burhan Nurgiyantoro sama halnya dengan telaah yang dilakukan
kebanyakan orang, yaitu bentuk persona tokoh cerita, persona ketiga
dan persona pertama,35
Kedua bentuk sudut pandang tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona ketiga, menempatkan narator sebagai seseorang yang
berada di luar cerita. Menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Dalam sudut
pandang ini, “dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
“dia” bersifat “mahatahu” (Narator menceritakan apa saja hal
yang menyangkut tokoh “dia” tersebut. Menceritakan segala
sesuatu yang dipikirkan, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan
oleh berbagai tokoh dalam cerita). Dan, “dia” bersifat “terbatas”
atau sebagai “pengamat” (Narator menceritakan segala sesuatu
yang dipikirkan, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan oleh
tokoh dalam cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh
saja).
33
Kosasih, Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra, op. cit, h. 62. 34
Rachmad Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 75. 35
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, op. cit, h. 347.
15
b) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona pertama “aku”, menempatkan narator sebagai seseorang
yang terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri. Sudut pandang persona
pertama dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu “aku”
sebagai “tokoh utama” (Mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang dialaminya, si “aku” menjadi fokus, pusat
kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si “aku”
diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, atau jika
dianggap penting). Dan, “aku” sebagai “tokoh tambahan” (Tokoh
“aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedang
tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan” untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya).
c) Sudut Pandang Campuran
Pengisahan cerita yang digunakan pengarang menggunakan
lebih dari satu teknik bercerita. Pengarang menggunakan sudut
pandang persona ketiga atau sudut pandang persona pertama
secara sekaligus. Artinya, penggunaan dua sudut pandang “aku”
dan “dia” dapat dilakukan secara bergantian dalam cerita.
5) Alur (Plot)
Abrams mengungkapkan alur adalah rangkaian cerita yang
dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku tokoh dalam suatu cerita.36
Stanton mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain. Demikian pendapat Foster mengenai plot adalah
peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya
36
Siswanto, op. cit, h. 159.
16
hubungan urutan waktu.37
Alur dan atau plot akan memiliki pengertian
yang sama sebagai suatu rangkaian atau jalinan cerita, jika mengacu
pada hubungan sebab akibat sebuah peristiwa.
Persoalan alur atau jalan cerita dalam sebuah cerpen tentu akan
lebih sederhana jika dibandingkan dengan alur yang ada pada sebuah
novel. Secara umum jalan cerita terbentuk atas bagian-bagian berikut
ini:
a) Pengenalan situasi cerita (exsposition)
Tahap ini merupakan pembukaan sebuah cerita, pengarang
mulai memperkenalkan para tokoh serta menata adegan dan
hubungan antartokoh.
b) Pengungkapan peristiwa (complication)
Pada tahapan ini disajikan peristiwa awal yang dapat
menyulut atau menimbulkan berbagai masalah, pertentangan,
ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokoh di dalamnya.
c) Menuju pada adanya konflik (rising action)
Tahap konflik yang sudah muncul semakin berkembang
intensitasnya. Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan,
kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang
menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
d) Puncak konflik (turning point)
Tahap ini disebut pula sebagai klimaks. Pada tahap ini
konflik yang dialami tokoh mencapai puncaknya, pada bagian ini
pula ditentukan perubahan kisah beberapa tokohnya, misalnya
berhasil tidaknya menyelesaikan masalah.
e) Penyelesaian (ending)
Tahap ini merupakan bagian akhir cerita, ketika konflik
yang terjadi mulai menemukan solusinya. Bagian ini berisi
penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami oleh tokoh setelah
mengalami peristiwa puncak.
37
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, op. cit, h. 143.
17
6) Gaya Bahasa
Istilah gaya bahasa mengandung pengertian sebagai cara
pengucapan bahasa oleh pengarang untuk mengungkapkan sesuatu
dalam konteks dan tujuan tertentu yang ditandai oleh ciri-ciri formal
kebahasaan.38
Jacob Sumardjo dan Saini KM mengartikan gaya
bahasa sebagai cara khas yang dipakai pengarang untuk
mengungkapkan dan meninjau persoalan. Aminudin menyatakan
bahwa gaya bahasa dibentuk oleh unsur kebahasaan yang berupa kata
dan kalimat.39
Penggunaan gaya bahasa dapat bertujuan untuk
mencapai efek keindahan dalam sebuah cerita, baik kaitannya dengan
ruang lingkup linguistik maupun dalam ruang lingkup sastra.
Pengertian gaya bahasa sering kali disamakan dengan majas.
Majas (Figure of Speech) adalah bahasa indah untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu hal
tertentu dengan hal lain yang lebih umum sehingga dapat mengubah
nilai rasa atau konotasi tertentu.40
Dan, gaya bahasa itu bersifat
individual, artinya setiap pengarang mempunyai gaya bahasa sendiri-
sendiri. Ciri khas gaya perorangan mempunyai hubungan dengan
perwatakan, kepribadian, dan kematangan pengarang.41
Sehingga,
dapat mencerminkan kepekaan pengarang dalam merasakan dan
memahami ide karangannya.
7) Amanat atau Pesan
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang
hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
karyanya.42
Setiap pengarang tentu dalam menuliskan karyanya
memiliki tujuan yang hendak dicapai atau disampaikan kepada
pembacanya.
38
Karmini, op. cit, h. 74. 39
Priyatni, op. cit, h. 114-115. 40
Henri Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 112. 41
Tuloli, op. cit, h. 58. 42
Kosasih, Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra, op. cit, h. 64.
18
Penyampaian amanat dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Penyampaian secara langsung bersifat menggurui. Berbeda
dengan penyampaian secara tidak langsung, pesan hanya tersirat
melalui cerita.43
Meskipun cerpen cenderung singkat, tetapi tidak jauh
berbeda dengan cerita lainnya, cerpen memiliki amanat yang sering
kali disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam
keseluruhan cerita.
B. Pendekatan Sosiologi Sastra
1. Sosiologi Sastra
Sosiologi memiliki pengertian ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan
(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan
jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional
dan empiris. Sastra memiliki pengertian kumpulan alat untuk mengajar, buku
petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih
spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya
kumpulan hasil karya yang baik.44
Dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra
merupakan pemahaman terhadap suatu karya sastra dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan.
Sapardi Djoko Damono mengungkapkan bahwa secara singkat sosiologi
adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat;
telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu
bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan
bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan
segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain, yang
kesemuanya itu merupakan struktur sosial. Kita mendapatkan gambaran
tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang
mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota
43
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, op. cit, h. 429. 44
Dr. Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan kedua 2019), h. 1-2.
19
masyarakat di tempatnya masing-masing.45
Seperti halnya sosiologi, sastra
berurusan dengan manusia dalam masyarakat: usaha manusia untuk
menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal
isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi yang sama.
Sosiologi sastra memiliki objek kajian utamanya adalah sastra, yang
berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk
memahami gejala sosial yang ada dalam sastra, baik penulis, fakta sastra,
maupun pembaca dalam relasi dialetiknya dengan kondisi masyarakat yang
menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca sebagai
individu kolektif yang menghidupi masyarakat. Dengan relasi dialektis ini,
yang memahami hubungan sastra dengan masyarakat dengan analisis
sosiologis, maka peran, pengaruh dan keadaan masyarakat yang digambarkan
atau memengaruhi keberadaan substansi sosiologis dapat dijelaskan. Oleh
karena itu, analisis sosiologi sastra berkaitan dengan analisis sosial terhadap
karya sastra, baik ideologi sosial pengarang, pandangan dunia pengarang,
pengaruh strukturalisasi masyarakat terhadap karya sastra atau sebaliknya, dan
fungsi sosial sastra.46
2. Sejarah Sosiologi Sastra
Teori-teori sosial sastra sesungguhnya sudah ada sejak zaman
Plato/Aristoteles (abad ke-5/4 BC), filsuf Yunani. Dalam buku yang berjudul
Ion dan Republik dilukiskan mekanisme antar hubungan sastra dan
masyarakatnya. Sastra dalam pembicaraan ini hanya meliputi puisi, sesuai
dengan kondisi zamannya, semua bentuk sastra ditulis dalam bentuk genre
tersebut.47
Meskipun hubungan sastra dengan masyarakat sudah ada sejak zaman
Plato dan Aristoteles, seperti disebutkan di atas, tetapi sosiologi sastra sebagai
ilmu yang berdiri sendiri, menggunakan teori dan metode ilmiah, dianggap
45
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), h. 6. 46
Heru Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi; Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 5-6. 47
Dr. Nyoman Kutha Ratna, op. cit, h. 4.
20
baru mulai abad ke-18. Buku teks pertama mengenai sosiologi sastra adalah
The Sociology of Art and Literature: a Reader, yang dihimpun oleh Milton C.
Albrecht, James H. Barnett, dan Mason Griff, terbit pertama kali di tahun 1970.
Oleh karena itu, kehadiran sosiologi sastra dapat dikatakan sangat terlambat
apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain.
Melalui pertimbangan aspek-aspek kemasyarakatannya, maka sosiologi
sastra juga disebut sosiokritik sastra. Sesuai dengan pendapat masing-masing,
ada banyak pendapat mengenai siapa sesungguhnya yang dianggap sebagai
pelopor sosiologi sastra. Michel Biron menyebutkan George Lukacs. Rene
Wellek dan Austin Warren menyebutkan De Bonald. Elizabeth dan Tom Burns
menyebutkan Madame de Stael. Robert Escarpit dan Harry Levin menyebutkan
Hippolyte Taine. Diana Laurenson dan Alan Swingewood juga menyebutkan
Hippolyte Taine.48
Di Indonesia, sosiologi sastra diperkenalkan pertama kali melalui
ceramah Harsya W. Bachtiar dalam penataran “Filologi untuk Penelitian
Sejarah”, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Sastra dan Filsafat bekerja
sama dengan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1973.
Dalam bentuk buku teks, mulai dengan terbitnya Sosiologi Sastra: Sebuah
Pengantar Ringkas (Sapardi Djoko Damono, 1978) dan disusul dengan Mitos
dan Komunikasi (Umar Junus, 1981), dan Sosiologi Sastra: Persoalan Teori
dan Metode (Umar Junus, 1986).49
3. Paradigma dan Langkah Kerja Sosiologi Sastra
a. Paradigma Sosiologi Sastra
Wellek dan Warren (1956) mengemukakan tiga paradigma pendekatan
dalam sosiologi sastra. Pertama, sosiologi pengarang; inti dari analisis
sosiologi pengarang ini adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari
masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap pengarangnya menjadi kunci utama dalam
memahami relasi sosial karya sastra dengan masyarakat, tempat pengarang
48
Ibid, h. 7-8. 49
Ibid, h. 8.
21
bermasyarakat. Kedua, sosiologi karya sastra; analisis sosiologi yang
kedua ini berangkat dari karya sastra. Artinya, analisis terhadap aspek
sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka untuk memaknai
hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya. Ketiga,
sosiologi pembaca; kajian pada sosiologi pembaca yang memaknai karya
sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan karya sastra. Kajian
terhadap sosiologi pembaca berarti mengkaji aspek nilai sosial yang
mendasari pembaca dalam memaknai karya sastra.50
b. Langkah Kerja Sosiologi Sastra-Objektif
Kajian ini memfokuskan hubungan dialektis antara karya sastra dengan
kenyataan sosial.
1) Analisis Sosial Struktur Karya Sastra
Analisis ini hakikatnya adalah mengkaji struktur pembangun
karya sastra dalam perspektif sosiologis, yaitu menguraikan interaksi
sosial yang terbangun antara tokoh dengan tokoh dalam suatu kondisi
sosial dan waktu tertentu. Fokusnya adalah pada tokoh, latar sosial, dan
alur (rangkaian peristiwa) yang dibahas dalam konteks sosial.
2) Analisis Sosial yang Diacu Karya Sastra
Menganalisis secara sosiologis kondisi sosial yang diacu dalam
karya sastra tersebut. Analisis sosialnya bisa membahas tiga paradigma
sosiologi ini: fakta sosial, definisi, prilaku sosial, dan data-data yang
digunakan adalah sumber pustaka, wawancara, ataupun analisis sendiri
dengan cermat.
3) Relasi Sosial Karya Sastra dengan Kenyataan Sosial
Konsep analisisnya mencakup hubungan relasional kenyataan
sosial karya sastra dengan kenyataan sosial yang diacu yang meliputi:
analisis peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi, fakta-fakta sosial yang
ada, prilaku-prilaku sosial tokoh-tokohnya, definisi sosial tokoh-
50
Heru Kurniawan, op. cit, h. 11.
22
tokohnya yang kemudian direalisasikan dengan kenyataan sosial yang
diacunya.51
C. Potret Orde Baru
1. Awal Orde Baru
Orde Baru sebagai sebuah rezim yang mengatasnamakan diri sebagai
bagian dari koreksi terhadap kesalahan, penyelewengan-penyelewengan yang
telah terjadi pada masa Orde Lama atau Demokrasi Terpimpin. Memperbaiki
tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada
kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Namun tujuan untuk
memperbaiki tatanan pada masa lalu dan kembali pada Pancasila dan UUD
1945 hanya bagian dari retorika semata agar penguasa baru saat itu Soeharto
mendapat dukungan dari rakyat.
Pada awal-awal pemerintahan Orde Baru berjalan secara wajar, tapi
selanjutnya pemerintahan berjalan dengan lebih menonjolkan kediktatorannya
yang tak jauh beda dengan masa Orde Lama. Pemerintahan yang dinakhodai
oleh Soeharto ini dapat dikatakan sebagai satu-satunya masa pemerintahan
yang dalam sejarah Indonesia paling lama memimpin, yaitu memimpin selama
sekitar tiga puluh dua tahun.
Secara sederhana, masa pemerintahan Soeharto (1966-1998) dapat dibagi
atas tiga periode yang masing-masing terdiri dari sekitar satu dekade (batasnya
sebetulnya tidak terlalu tegas). Masa tersebut terbagi atas masa awal, masa
perkembangan/kejayaan, dan akhirnya masa penurunan/kejatuhan. Dalam
periode pertama, pada mulanya diragukan banyak orang untuk memimpin
bangsa ini berusaha menumbuhkan kekuasaannya secara perlahan-lahan.52
Kepercayaan masyarakat itu diawali dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) yang diberikan Presiden Soekarno. Presiden saat itu yang
menyatakan memberikan kuasa kepada Letjen Soeharto selaku Panglima
Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) untuk 51
Ibid, h. 14-18. 52
Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa, (Jakarta: Kompas, 2009), h. 45.
23
memulihkan keamanan. Soeharto menggunakan kuasa ini antara lain untuk
membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia).
Sidang Istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara)
mencabut jabatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, mengukuhkan
kewenangan eksekutif Soeharto dengan Supersemar, dan secara resmi
melarang PKI dan semua ajaran komunisme/marxisme. Setelah dilantik dan
disahkan sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968, perhatian
utama Soeharto adalah pemulihan ekonomi yang sangat merosot pada akhir
kepemimpinan Soekarno.53
2. Kepemimpinan Soeharto
“..., Soeharto berhasil mengatasi keraguan dan kekhawatirannya menjadi
presiden. Saya melihat keterbatasannya. Walau Soeharto unggul dalam
taktik, ia tidak terlalu kuat dalam hal strategi, karena keterbatasan
pendidikannya. Acuan sejarahnya hanya terbatas pada kerajaan Jawa.
Soeharto belajar dari cerita pewayangan, tetapi ini pun terbatas karena ia
tinggal bersama pamannya, ayah Soedwikatmono, yang membatasi ruang
gerak di usia mudanya.
Soeharto secara alamiah memang cerdas. Semua pelajaran yang diterima
di tingkat menengah dan tingkat tinggi berasal dari program militer.
Pengalaman-pengalaman menjabat menjabat di berbagai komando
mempersiapkan dirinya untuk menjadi presiden...”54
Setelah diangkat menjadi Presiden perhatian Soeharto adalah pemulihan
ekonomi yang sangat merosot pada akhir pemulihan ekonomi yang sangat
merosot pada akhir pemerintahan Soekarno. Soeharto berprinsip bahwa
pembangunan ekonomi memerlukan stabilitas keamanan baik secara nasional
maupun regional. Indonesia segera memulihkan hubungan dengan Malaysia,
kembali menjadi anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), mensponsori
pembentukan ASEAN (Association of Southeast Asians Nations) dan kemudian
menjadi motor penggerak organisasi regional tersebut.55
Keamanan dalam negeri harus terjamin agar penanaman modal asing
yang diperlukan tidak terganggu. Tindakan represif dilakukan baik terhadap
53
Ibid, h. 46. 54
Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998, (Jakarta: Kompas, 2014), h. 99. 55
Adam, op. cit., h. 46.
24
pers, mahasiswa maupun kelompok masyarakat yang mencoba melakukan
kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.56
Ia pun mempunyai pembantu
dekat yang terdiri dari berbagai kelompok.
Kriteria anggota kabinetnya adalah orang yang punya keahlian, loyal, dan
dapat bekerja sama dalam satu tim. Menteri yang diangkatnya bisa menjabat
satu periode atau berkali-kali, rakyat tidak pernah tahu kriteria keberhasilan
atau kegagalan seorang menteri, semua tergantung kepada Presiden. Bila
seorang telah dipilihnya, akan dia bela mati-matian meskipun keliru dalam
bertugas. Ia juga sangat memperhatikan kesejahteraan bawahannya.
Sebaliknya, orang yang mencoba menentangnya secara terbuka akan
direjamnya habis-habisan.57
3. Soeharto dan Orde Baru
Beberapa catatan sejarah mengenai kepemimpinan Soeharto pada rezim Orde
Baru adalah sebagai berikut:
a. Tumbuh Suburnya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
1) Korupsi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Korupsi adalah
Ko.rup.si n penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.58
“Mungkin kelemahan utama Soeharto adalah ia tidak bisa
mengerti bagaimana pendapat orang lain tentang suatu hal. Ia
tidak pernah mengambil posisi yang tegas dalam penangan
korupsi. Sejak 1967, ia mengutarakan pendapatnya bahwa 5
persen atau 10 persen komisi bagi pejabat yang menangani proyek
adalah wajar. Ia tidak mempertimbangkan secara cermat
kemungkinan para pejabat itu mempunyai konflik kepentingan,
dan berakibat dianggap bersalah di mata masyarakat dan elit
politik. Sikap ini tidak berubah sepanjang hidupnya.”59
56
Ibid, h. 46-47. 57
Ibid, h. 47-48. 58
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan kedelapan edisi IV 2014), h. 736. 59
Wanandi, op. cit, h. 106.
25
2) Kolusi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Kolusi adalah
Ko.lu.si n kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji;
persekongkolan: hambatan usaha pemerataan berupa -- antara pejabat
dan pengusaha.60
Seperti tampak pada penuturan Wanandi, Soeharto juga menjalin
hubungan di luar militer. Melalui Jenderal Soewarto, yang saat itu
menjabat Wakil Komandan Seskoad, Soeharto berkenalan dengan Prof.
Widjojo Nitisastro dan mereka kelak dijuluki “Mafia Berkeley” yang
terdiri dari Mohammad Sadli, Ali Wardhana, Emil Salim, Saleh Afiff,
dan Johannes Baptista Sumarlin, sebagai penasihat ekonomi. Mereka
menjadi tim ekonomi inti Soeharto selama hampir 30 tahun. Mereka
mendapat dukungan politik Soeharto saat mereka membutuhkannya,
dan umumnya berhasil, terutama dalam masa rehabilitasi ekonomi
antara 1967 dan 1973.61
3) Nepotisme
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Nepotisme
adalah Ne.po.tis.me /népotisme/ n 1prilaku yang memperlihatkan
kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; 2kecenderungan untuk
mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama
dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; 3tindakan memilih
kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan: para
pemimpin banyak melakukan korupsi, menyalahgunakan kekuasaan,
dan cenderung ke arah --.62
Untuk memperingati serangan 1 Maret 1994 di Yogyakarta,
teman-teman seperjuangannya membangun museum. Dalam
pidatonya pada acara peresmian museum itu pada awal 1990-an,
Soeharto mengatakan, “Kewajiban utama kita adalah merawat
keluarga karena kita sudah banyak berbuat bagi negara dan
60
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit, h. 717. 61
Wanandi, op. cit, h. 100-101. 62
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit, h. 959.
26
bangsa.” Berdasarkan falsafah hidupnya, ketika
mempertimbangkan mana yang lebih penting antara kepentingan
keluarga dan nilai-nilai anti korupsi, jelas bahwa ia menempatkan
keluarga sebagai kepentingan paling tinggi63
b. Terjadinya Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)
Bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa Orde
Baru yang disembunyikan Soeharto terbilang tidak sedikit. Misalnya, kasus
pembunuhan ribuan orang jalanan yang ditembak “Petrus” (pembunuh
misterius) yakni penembakan terhadap para preman atau residivis kriminal
yang mayatnya ditaruh di tempat umum antara tahun 1983-1985 yang
jumlahnya mencapai 5.000 jiwa. Mereka yang terbunuh mempunyai ciri
khas umum yaitu memiliki tato di tubuhnya.64
Meskipun korban bisa
dikatakan sebagai ancaman masyarakat pada umumnya, namun mengambil
hak nyawa seorang begitu saja tidaklah dibenarkan.
c. Hilangnya Demokrasi
Sejak awal Soeharto memang mengendalikan seluruh keputusan dan
langkah dalam menentukan keberlangsungan hidup masyarakat dan negara.
Kalangan profesional dikendalikan dengan mengharuskan mereka
berhimpun dalam wadah tunggal (wartawan, dokter, buruh, pengusaha) dan
pengurusnya harus mendapat restu dari Soeharto. Saat berkuasa sedemikian
besar, maka dengan mudah dilakukan pembredelan pers yang mencoba
mengkritik kebijakan dia dan pembantunya. Majalah Tempo, Editor, dan
Detik ditutup tahun 1994. Pelarangan buku yang tidak sesuai kebijakan
pemerintah, terus dilakukan sejak awal Orde Baru.65
Dengan demikian
hilanglah hak warga negara dalam menentukan pendapatnya sendiri.
Bentuk kepemimpinan absolut Soeharto dengan pengendalian
terhadap hampir seluruh lini pembangunan, ekonomi, politik dan
kemasyarakatan bertahan cukup lama. Akhirnya, Soeharto dan Orde Baru
berakhir pada tanggal 21 Mei 1998 bersamaan dengan pernyataan
berhentinya Soeharto sebagai presiden.
63
Wanandi, op. cit, h. 106-107. 64
Adam, op. cit, h. 49. 65
Ibid, h. 50.
27
Soeharto adalah sebuah fenomena. Nyaris tidak ada sosok yang lebih
fenomenal dibanding penguasa Orde Baru jika diukur dari pengaruh serta
otoritarianismenya selama 23 tahun memimpin Indonesia. Soeharto berhasil
mengendalikan dinamika politik yang membuatnya di kagumi sekaligus di
benci, dipuji sekaligus dimaki. Sejarah Indonesia adalah kisah yang penuh
dengan jejaknya, sesak dengan ambisinya yang tidak pernah padam.66
Dengan demikian, potret yang ditampilkan Orde Baru lekat dengan peran
Soeharto dalam berkuasa mengendalikan pemerintahan.
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Pengajaran sastra membutuhkan keterampilan yang memadai dalam hal cara
menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya untuk bisa ditransfer kepada
peserta didik sebagai penikmat. Sebab itu, guru harus membebaskan peserta didik
berpikir secara bebas dalam menanggapi sebuah karya sastra sebagai sesuatu yang
berkaitan erat dengan kehidupannya.67
Artinya, karya sastra sangat penting
keberadaannya sebagai bentuk pengajaran, serta membantu meningkatkan peran
pendidikan secara utuh dalam memaknai realitas kehidupan.
Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila
cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak.68
Keempat manfaat tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1. Membantu Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa meliputi empat komponen, yaitu: menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran sastra, peserta didik
dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya
yang dibaca oleh guru, teman, atau melalui media audiovisual; peserta didik
dapat melatih kemampuan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu drama,
66
Andi Setiadi, Derap Politik Para Jenderal, (Jakarta: Palapa, 2016), h. 198. 67
Prof. Dr. Emzir, M.Pd., dan Dr. Saifur Rohman, M.Hum., M.Si., Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h. 223. 68
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16.
28
apresiasi karya sastra; peserta didik dapat meningkatkan keterampilan
membaca dengan membaca sebuah karya prosa fiksi; peserta didik dapat
melatih keterampilan menulis dengan mencatat hasil diskusi kelompok
tentang pembahasan terhadap suatu karya sastra.
2. Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Pengajaran sastra diharapkan mampu merangsang peserta didik dalam
memahami makna dan fakta-fakta yang ada dalam karya sastra. Karya sastra
yang kehadirannya tidak terlepas dari problematika kehidupan masyarakat
dari zaman ke zaman, serta luasnya cakupan wilayah. Sehingga mampu
mengantarkan peserta didik memahami fakta budaya yang tergambar di
dalamnya. Tugas pengajaran yang utama adalah memperkenalkan peserta
didik mengenai sederet kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia,
tanpa merusak kebanggaan atas kebudayaan mereka sendiri.
3. Mengembangkan Cipta dan Rasa
Kesadaran pendidik terhadap kecakapan peserta didik dalam memahami
karya sastra yang berbeda-beda, serta kadar perkembangan yang berbeda-
beda. Oleh karena itu, penting untuk memandang pengajaran sebagai proses
pengembangan individu secara keseluruhan. Pengajaran sastra yang benar
dapat membantu meningkatkan pengembangan kecakapan-kecakapan, seperti
kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif; sosial, dan religius.
4. Menunjang Pembentukan Watak
Pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih
tajam, serta kemungkinan lebih banyak mengantarkan untuk mengenal
seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia. Selain itu, dapat memberikan
bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian peserta
didik yang antara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajinasian, dan
penciptaan. Sehingga sanggup memuat berbagai medan pengalaman yang
sangat luas.
Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya
mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai
dan mana yang tak bernilai. Secara umum, lebih lanjut dia akan mampu
29
menghadapi masalah-masalah hidupnya dengan pemahaman, wawasan,
toleransi dan rasa simpati yang lebih mendalam. Perlu digarisbawahi bahwa
kedalaman itu merupakan satu kualitas yang dibutuhkan masyarakat
berkembang di mana pun tanpa terkecuali.69
Dengan demikian, peserta didik
dapat dengan mudah menghadapi tantangan hidup di tengah-tengah
masyarakat.
Kegiatan membelajarkan sastra di sekolah tidak terlepas dari peran guru
sebagai pendidik dalam memenuhi capaian perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi. Dalam penelitian ini, Kompetensi Dasar (KD) untuk pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia mengenai informasi dalam cerita pendek yang
harus dicapai oleh peserta didik adalah mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan
dan menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek. Memenuhi
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi syarat mutlak
dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Sehingga, diperlukan
indikator yang harus dicapai peserta didik, yakni menentukan unsur intrinsik
dan ekstrinsik cerpen serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari, mampu
mengidentifikasi cerpen dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun
cerpen, dan menulis cerpen dengan memperhatikan unsur-unsur
pembangunnya. Untuk memenuhi pencapaian tersebut makan diperlukan
strategi, metode, dan model pembelajaran yang sesuai dan efektif.
Sastra menjadi bagian penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia,
selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan
aspek bahasa yang lainnya, yaitu menyimak, menulis, membaca dan
berbicara. Dengan demikian, kegiatan membelajarkan sastra menjadi bagian
penting untuk menambah wawasan serta kemampuan berpikir peserta didik.
E. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan kegiatan penelusuran yang dilakukan peneliti pada berbagai
sumber baik pustaka maupun penelusuran internet. Peneliti menjumpai sangat
sedikitnya penelitian terkait kumpulan cerpen Berhala karya Danarto, dan tidak
69
Ibid, h. 25.
30
menemukan penelitian skripsi terkait potret Orde Baru dalam cerpen Berhala
karya Danarto. Akan tetapi penelitian terkait kumpulan cerpen Berhala karya
Danarto pernah dilakukan.
Penelitian skripsi terkait kumpulan cerpen Berhala karya Danarto dilakukan
oleh Febri Ramadani, mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung tahun 2018 yang berjudul Nilai-Nilai Sosial
dalam Kumpulan Cerpen Berhala Karya Danarto dan Rancangan Pembelajaran
Sastra di SMA. Hasil penelitian tersebut menguraikan nilai-nilai sosial yang
terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut, mencakup semua jenis nilai sosial
berupa nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian. Serta implikasinya terhadap
pembelajaran di sekolah mengenai cara mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan
dalam kumpulan cerpen yang dibaca.
Selain itu, peneliti menemukan penelitian lain terkait karya Danarto,
dilakukan oleh Muhamad Adi Alvian, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 yang berjudul Gagasan Tasawuf dalam
Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah. Hasil penelitian tersebut menguraikan terobosan
untuk mengenal gagasan tasawuf yang secara implisit diceritakan baik melalui
tema, alur, latar, tokoh, dan gaya penceritaan. Gagasan itu berupa gagasan
ketuhanan, gagasan tentang kejiwaan, dan gagasan tentang alam semesta. Setiap
tokoh yang ditampilkan dalam cerita memiliki gagasan sendiri-sendiri dalam
menjalani proses laku sufi berharap bertemu dengan wajah Tuhan.
Penelitian berikutnya terkait potret Orde Baru juga pernah dilakukan oleh
Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 yang berjudul Potret Buruh Indonesia
pada Masa Orde Baru dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji
Thukul dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Sekolah. Hasil penelitian tersebut menguraikan dua puluh dua puisi Wiji Thukul
31
dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput yang menampilkan berbagai potret
buruh Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru. Seperti, potret kehidupan
buruh yang sulit dengan upah yang tak sepadan dengan beban pekerjaan yang
ditanggung. Menampilkan potret buruh yang kerap kali diperlakukan sewenang-
wenang oleh pihak perusahaan seperti lembur paksa hingga 24 jam. Serta
implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, serta mengetahui potret
sejarah buruh di Indonesia pada masa Orde Baru.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, tema penceritaan mengangkat
peristiwa pada masa Orde Baru sudah sering kali diteliti, meskipun bahasannya
masih cukup luas pada peristiwa mana pembahasannya. Penelitian terhadap karya
Danarto yaitu kumpulan cerpen Berhala pun sudah ada yang meneliti dengan
bahasan yang berbeda dengan peneliti. Sehingga, penelitian ini berpusat terhadap
kumpulan cerpen Berhala karya Danarto, peneliti memilih tiga judul cerpen di
dalamnya, yaitu Panggung, Pundak yang Begini Sempit, dan Gemertak dan
Serpihan-Serpihan dengan memotret beberapa peristiwa yang terjadi pada masa
Orde Baru.
32
BAB III
BIOGRAFI DAN SINOPSIS CERPEN
A. Danarto: Biografi dan Karyanya
Danarto merupakan seniman dan budayawan yang dikenal memiliki
pengalaman menulis cerita pendek, melukis, penyair, menyutradarai teater, dan
menjadi penata artistik. Danarto lahir pada tanggal 27 Juni 1940 di Sragen, Jawa
Tengah. Danarto tumbuh bukan dalam lingkungan keluarga yang berbakat dalam
kesenian. Danarto adalah anak ke empat dari lima bersaudara, ayahnya seorang
mandor pabrik gula di Mojo, Sragen, Jawa Tengah, yaitu Jakio Harjodinomo dan
ibunya Siti Aminah adalah seorang pedagang batik di pasar. Danarto menikah
dengan Siti Zainab Luxfiati pada tanggal 1 Januari 1986, dan bercerai setelah lima
belas tahun berumah tangga.70
Danarto memulai pendidikannya di SD (Sekolah Dasar) di Sragen tahun
1954. Setelah lulus Danarto melanjutkan belajar di SMP (Sekolah Menengah
Pertama) tahun 1958 di daerah yang sama. Pada saat sekolah SMP inilah Danarto
mulai menulis. Pada tahun 1958-1962 tulisan Danarto yang pertama dimuat di
majalah Si Kuncung. Ia membantu majalah anak-anak Si Kuncung dengan
menampilkan cerita anak sekolah dasar. Ia menghiasi cerita itu dengan pelbagai
variasi gambar. Setelah lulus, Danarto melanjutkan ke SMA di Solo, tidak lama ia
pindah belajar di ASRI (Akademia Seni Rupa Indonesia) di Yogyakarta pada
tahun 1958-1961.71
Selama belajar di ASRI, pada tahun 1959-1964 Danarto aktif dalam
sanggar bambu pimpinan pelukis Sunarto Pr. Danarto ikut melaksanakan pelbagai
pameran lukisan, seni rupa, teater, musik, dan seni tari. Tahun 1969, Danarto
meninggalkan Yogyakarta dan pindah menuju Jakarta.72
Danarto pernah bekerja
sebagai tukang poster saat Taman Ismail Marzuki didirikan (1968) sampai 1975.
70
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Danarto (1940-... http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Danarto diunduh pada 25 Juli 2019 pukul 15:22. 71
Ibid. 72
Ibid.
32
33
Danarto juga pernah menjadi karyawan Media Komunikasi, Taman Ismail
Marzuki (1968-1974). Sebelum akhirnya menjadi tenaga pengajar di Akademi
Seni Rupa LPKJ sekarang IKJ (Institut Kesenian Jakarta) selama sebelas tahun
(1973-1984) dan menjadi wartawan majalah Zaman selama enam tahun (1979-
1985).73
Tahun 1973, Danarto pernah membuat pameran tunggal lukisan di Taman
Ismail Marzuki, Jakarta. Pelukis dan sastrawan Danarto memamerkan serangkaian
kanvas putih dalam pameran yang bertajuk “Putih di Atas Putih” tersebut
dianggap sebagai pameran radikal dan kontroversial saat itu. Salah satu perupa
tanah air, Dadang Christanto mengungkapkan bahwa para pengunjung
pamerannya dijungkirbalikkan pemahamannya tentang wujud lukisan. Ruang
pameran disuguhi rentengan kanvas kosong polos putih. Ini “kegilaan” yang
melampaui zamannya.74
Danarto juga aktif dalam dunia teater. Ia adalah penata pentas pagelaran
teater Bengkel Teater Rendra, Teater Kecil Arifin C. Noer, pementasan-
pementasan Ikranegara, dan pagelaran tari Sandono W. Kusumo. Bersama
Sandono, Danarto sempat keliling Eropa dengan pagelaran tari “Dongeng Dari
Dirah” dalam rangka Festival Fantastique (1974). Danarto juga pernah pergi ke
Osaka, Jepang untuk mengikuti Expo‟70. Pengalamannya yang lain tahun 1983
Danarto mengikuti International Poetry Reading di Rotterdam, Belanda. Dia juga
menulis naskah drama dan pernah membantu tata artistik film, antara lain Mutiara
dalam Lumpur (1972) dan Suci Sang Primadona (1977).75
Danarto juga pernah
mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat (1976).76
Selain pengalaman yang luas, Danarto menjadi satu di antara lima orang penerima
73
Ibid. 74
Tempo.co, Mengenal Karya-Karya Seniman Paket Lengkap, Danarto, dari https://seleb.tempo.co/read/1078585/mengenal-karya-karya-seniman-paket-lengkap-danarto/full&view=ok diakses pada tanggal 25 Juli 2019 pukul 19.55. 75
Kemdikbud. loc. cit. 76
Ibid.
34
Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) yang ke-7 tahun 2009 di bidang
kesusatraan.77
Danarto tergolong sebagai sastrawan yang produktif, dilihat dari karya-
karya yang dihasilkannya tidak sedikit, ada banyak cerpen yang terlahir dari ide
kreatifnya. Cerpen-cerpennya itu kemudian diterbitkan menjadi kumpulan cerpen,
seperti, Godlob (1974), Adam Ma’rifat (1982), Berhala (1987), Gergasi (1993),
Setangkai Melati di Sayap Jibril (2008), dan Kacapiring. Sedangkan karya lain
berupa novel yang diterbitkan adalah Asmaraloka (1999). Berupa kumpulan esai
berjudul Begitu Ya Begitu tapi Mbok Jangan Begitu (1996), Cahaya Rosul 1-3
(1999-2000). Catatan perjalanan berjudul Orang Jawa Naik Haji (1983). Naskah
teater berjudul Obrok Owok-Owok, Ebrek Ewek-Ewek dan berjudul Bel Geduwel
Beh (1976).
Tahun 1974 kumpulan cerpen Danarto berjudul Godlob terbit, yang
sebelumnya sudah pernah dimuat di majalah Horison pada tahun 1968, cerpen
berjudul Godlob ini berhasil menjadi cerpen terbaik majalah Horison tahun 1968.
Kumpulan cerpen Godlob berisi sembilan cerpen. Cerpen berjudul “Nostalgia”
memiliki sifat mistik Jawa terutama kerinduannya mencari persatuan dengan sang
pencipta, “Asmarandana” mengenai kerinduan bertemu dengan Tuhan,
“Kecubung Pengasihan” mengenai perjalanan makhluk menuju persatuan dengan
khalik, “Godlob” mengenai masih terikatnya orang akan segi-segi badaniah yang
dikuasai oleh alam adikodrati, “Armagedon” mengenai nafsu serakah,
“Abracadabra”, “Sandiwara di atas Sandiwara”, “Labirinth”, dan cerpen yang
berjudul dengan lambang jantung terpanah. Th. Sri Rahaju Prihatmi
mengungkapkan pendapatnya pada Sastra budaya UNDIP dengan judul “Warna
Mistik dalam „Goldob‟” menurutnya suasana mistik buku Goldob ketika kita
membaca cerpen tersebut baik lewat ajang penyampaiannya yaitu bahasa maupun
tokohnya yang penuh rahasia.78
77
Kompas.com, Lima Orang Anak Bangsa Peroleh PAB 2009, dari https://ekonomi.kompas.com/read/2009/08/13/17291664/lima.orang.anak.bangsa.peroleh.pab.2009 diakses pada tanggal 25 Juli 2019 pukul 20.07. 78
Th. Sri Rahayu Prihatmi, Warna mistik dalam “Goldob”, (Pusat Dokumentasi Sastra H.B JASSIN: Sastra Budaya UNDIP 1976).
35
Danarto menerima Hadiah Sastra DKJ 1982 dan hadiah dari Yayasan Buku
Utama atas cerpen dan kumpulan cerpen Adam Ma’rifat. Pertama kali diterbitkan
di Jakarta oleh Balai Pustaka, 1982, setebal 72 halaman dengan ukuran 15x21 cm.
Judul kumpulan cerpen ini di ambil dari salah satu judul di dalamnya, yang terdiri
dari enam judul cerpen yang terbit pertama kali di tahun 1982. Enam judul cerpen
yang ada dalam kumpulan cerpen ini adalah “Mereka Toh Tidak Mungkin
Menjaring Malaikat” (Jakarta, 11 Maret 1975), “Adam Ma‟rifat” (Jakarta, 3
September 1975), “Megatruh” (Jakarta, 28 Maret 1978), “Lahirnya Sebuah Kota
Suci” (Jakarta, 17 September 1980), “Bedoyo Robot Membelot” (Jakarta, 7 April
1981), dan cerpen yang berjudul gambar not balok dengan tanda-tanda bunyi
„ngung-ngung‟ dan „cak-cak-cak‟ yang tidak bertitimangsa. Kandungan isi
keenam cerpen itu berhubungan dengan dunia gaib dan sejenis pengalaman mistik
yang diungkap dalam bentuk dongeng tentang malaikat Jibril, Adam Ma‟rifat
sebagai wujud pengetahuan tentang kehidupan hakiki, kota suci di dunia dalam
penafsiran, serta tentang hakikat tarian Bedoyo. Semua cerpen itu syarat dengan
sebutan benda dan gambaran peristiwa berwujud dongeng atau mengandung
makan simbolik.79
Dibalik karya-karyanya yang simbolik serta kiprahnya dalam kesenian dan
kebudayaan di tanah air. Kabar duka meninggalnya seniman dan budayawan
Danarto, segera menyebar di kalangan pembaca sastra dan media tempo lalu.
Danarto meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan, Danarto ditabrak
kendaraan sepeda motor di Jalan H. Juanda Ciputat, Tangerang Selatan, pada hari
Selasa tanggal 10 April 2018 pukul 13.30 WIB. Danarto sempat dirawat di Rumah
Sakit Fatmawati, namun nyawanya tidak dapat tertolong dan meninggal dunia
pada pukul 20.45 WIB.
79
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Adam Ma’rifat (1980), dari http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Adam_Ma%2527rifat diakses pada 28 Juli 2019 pukul 10:05.
36
B. Dunia Alternatif Danarto
Umar Kayam dalam Sebuah Pengantar mengutarakan Danarto dan cerpen-
cerpennya adalah kasus yang istimewa. Mungkin tidak ada penulis cerpen di
negeri ini yang sejak semula sudah dengan sangat sadar menciptakan “dunia
alternatif” dalam cerita-ceritanya.80
Cerita-cerita fiksi Danarto dapat mendobrak
nalar cara berpikir logis, membuat pembacanya mempertimbangkan, bahwa
sesuatu yang tidak logis itu bisa menjadi sensasi alternatif untuk mengisi setiap
bagian yang alpa dalam dunia nyata.
“Batas antara realitas dengan yang tidak realitas itu kan tipis sekali. Dan itu
bisa bersambung setiap saat. Misalnya ketika Anda mengendarai mobil tiba-tiba
kepentok kemacetan yang luar biasa. Kemudian di sebelah kiri Anda ada jalan
kampung, lalu Anda masuk situ,” Ujar Danarto dalam sebuah wawancara yang
dimuat dalam Southeast Asia Digital Library. Kesedapan realisme magis atau
kerap juga disebut sufistik dalam cerita-cerita Danarto, berangkat dari persentuhan
dengan spiritualitas yang banyak membubuhi perjalanan hidupnya. Mulai dari
ayah yang dekat dengan ilmu kebatinan, sufistik yang ia pelajari sejak usia 23
tahun, sampai pengalaman spiritualnya ketika berada di sebuah desa di Garut pada
tahun 1967.81
Menurut Umar Kayam dalam pengantarnya untuk kumpulan cerpen
Berhala, ia menelaah sebenarnya dunia alternatif apa yang sesungguhnya
diciptakan Danarto? Satu eksperimen ekstrem yang nyaris mendekati cerita
science fiction dalam tradisi Ray Bradbury atau bagaimana? Bila kita hanya
sekilas membaca cerpen-cerpen itu memang kita dapat terkecoh mendapat kesan
suasana science fiction. Akan tetapi bila kita membacanya lebih mendalam serta
lebih jauh menyimak serta berusaha mempertimbangkannya lebih teliti kita mulai
menduga bahwa dibalik cerita-cerita itu ada sesuat “strategi” yang membimbing
cerpen-cerpen tersebut. Suatu pandangan dunia, suatu worldview, yang rupanya
telah menjadi pegangan mantap bagi Danarto. Adapun pandang dunia itu adalah
80
Danarto, Berhala, (Yogyakarta: Diva Press, 2017), h. 8. 81
Kumparan, Danarto dan Dunia Sonya Ruri, dari https://m.kumparan.com/@kumparanstyle/danarto-dan-dunia-sonya-ruri diakses pada 28 Juli 2019 pukul 11:10.
37
pandangan dunia yang rupanya banyak mendapat masukan atau pengaruh dari
dunia mistik Tasawuf, dunia kaum sufi.82
Menurut Danarto, cakrawala sufistik
dalam karya-karyanya berkelindan pula dengan ide yang ia timba dari cerita
tradisi. Misalnya Mahabrata, Ramayana, dan cerita-cerita rakyat yang bertahan
melalui tradisi oral. Semua cerita itu, bagi Danarto, juga mengandung ide-ide
sufistik.83
Sapardi mengaskan, gaya penulisan Danarto yang sufistik, di mana sufisme
mengandung ide-ide yang membayangkan kemungkinan persatuan antara pencipta
dengan yang dicipta. Sapardi mengatakan, “Danarto memang demikian dalam
beberapa cerita pendeknya, meskipun tegas. Tetapi banyak juga pengarang
Indonesia yang bersentuhan dengan itu. Hubungan antara manusia dengan Tuhan
itu kan merupakan salah satu tema pokok yang penting sekali dan tidak bisa
ditinggalkan oleh para sastrawan.”84
Sastrawan Agus Noor menafsir lebih jauh mengenai gaya penulisan sufistik
Danarto. Dalam kata pengantarnya untuk kumpulan cerita pendek Setangkai
Melati di Sayap Jibril, ia menyebut Danarto berhasil meletakkan “tradisi”
penulisan cerita pendek yang berakar pada khazanah sufisme. Pengembangan ide-
ide sufistik yang ditempuh Danarto meretas kemungkinan kreatif baru untuk
dijelajahi, baik dari segi tema yang digarap maupun jangkauan logika yang
ditawarkan. Sehingga sastra dalam karya-karya Danarto ditempatkan sebagai
dunia alternatif dari dunia riil. Bukan upaya mengisahkan kenyataan, melainkan
mendorong terbukanya kenyataan (baru). Danarto dalam cerita-cerita pendeknya,
menurut Agus, memperlakukan yang non-riil dengan yang riil bukan sebagai dua
dunia yang tak bersentuhan atau saling bertentangan. “Tetapi justru sebagai suatu
yang saling berkelindan, jalin-menjalin, pengaruh memengaruhi. Yang riil dan
non-riil, dalam cerpen-cerpen Danarto, melebur menerobos ruang dan waktu,
sehingga sebagai dunia alternatif cerpen-cerpen Danarto membawa kita, pembaca,
82
Danarto, op. cit., h. 10. 83
Kumparan, loc. cit. 84
Ibid.
38
ke dunia sonya ruri, yang tidak riil tapi juga tidak sepenuhnya abstrak,” tulis
Agus.85
Dunia sonya ruri itu, menurut Umar Kayam dalam pengantarnya untuk
kumpulan cerpen Berhala, adalah dunia yang mengambang, sunyi, mengerikan, di
mana sosok manusia tidak jelas identitasnya, asal-usulnya, dan status
kehidupannya. Suasana itu terasa betul, misalnya, dalam cerita berjudul “Godlob”
dan “Armagedon” dalam kumpulannya Godlob.86
Sebagai seorang yang
menyelami pandangan dunia sufistik, Danarto setidaknya dalam ceria-cerita yang
ia tulis memegang doktrin Wahdatul Wujud atau Ketunggalan Wujud atau
Ketunggalan Kehadiran, di mana semua pernyataan kehidupan itu menemukan
keesaannya pada Sang Pencipta. Ciptaan, kata Umar, dibatasi oleh waktu dan
ruang, oleh “waktu itu” dan “di sana”, tetapi bukan sepenuhnya “sekarang” dan
“di sini” karena konsep waktu dan ruang itu tidak mungkin terjangkau oleh akal
manusia.87
Dalam wawancara KumparanStyle, Danarto mengiyakan kedekatannya
dengan doktrin sufisme. “Dulu kan saya ingin menyatu dengan Tuhan.” Saat
mengisahkan pengalaman spiritualnya pada 1968 di Garut bahkan, ia mengatakan,
“Pagi-pagi saya melihat semuanya wajah Tuhan.” Pernah pula Danarto
memainkan sebuah monolog berjudul “Keluh Kesah Apel Newton”. Monolog itu
mengisahkan seorang manusia hidup sendirian di Bumi setelah semuanya musnah.
Entah apakah karena kiamat atau perang nuklir, kata Danarto. “Jadi seolah-olah
saya ngomong, bersahabat, dengan Tuhan. Tetapi tidak saya sebut Tuhan,
melainkan „Paduka‟,” urainya. “Paduka, bagaimaa ini, Paduka? Tidak ada setetes
air, secuil makanan, suara musik pun. Ini persahabatan apa?”88
Cerita unik dari Danarto juga muncul terkait metode memutus kebuntuan
ide ketika menulis cerita-ceritanya. Suatu metode yang, seperti gayanya bercerita,
tak lepas dari sentuhan spiritualitas, yaitu dengan mengerjakan salat sunah khusus
untuk meminta ide guna cerita yang sedang ia tulis. Namun, Danarto tidak akan
85
Ibid. 86
Danarto, op. cit., h. 9. 87
Kumparan, loc. cit. 88
Ibid.
39
menggunakan ide yang muncul saat ia mengerjakan salat yang memang tidak ia
kerjakan khusus untuk menggamit ide cerita. “Kalau muncul ide, betapapun
bagusnya, harus ditolak karena itu gangguan (saat salat). Pada satu saat, saya
punya cerpen yang belum berakhir, jadi sedang mencari satu jalan untuk
mengakhiri cerpen itu. Nah, ketika salat itu muncul ide, bagus sekali sebenarnya.
Tapi saya sudah berjanji untuk tidak memakai ide-ide yang muncul ketika salat,”
kata Danarto. Sonya ruri. Demikianlah semesta Danarto berputar.89
Kedudukan Danarto dalam kesusastraan Indonesia, menurut Sapardi, tak
bisa dimasukkan ke dalam kotak periode angkatan tertentu. Pun tak klop jika
diinventarisasi berdasar mazhab tertentu. Bagi Sapardi, Danarto justru mempunyai
mazhab sendiri dengan cara bercerita yang tidak bisa diikuti oleh orang lain.90
C. Sinopsis Cerpen
1. Panggung
Cerpen Panggung menceritakan tentang seorang anak pejabat tinggi
Bappenas berusia sembilan belas tahun, bernama Joko yang membenci
ayahnya sendiri. Ia menganggap bahwa ayahnya adalah seorang yang munafik,
Ia telah bosan menjadi seorang anak pejabat korup. Sehingga, ia merencanakan
pembunuhan atas ayahnya. Dengan kelegaan setelah berhasil membunuh
ayahnya dalam sebuah perjamuan ayahnya dengan para pejabat Bappenas dan
pejabat IGGI, ia pun dipenjara usai menembak ayahnya. Namun, ternyata ia
telah kalah, telah salah menilai atas keberhasilannya membunuh ayahnya.
Ayahnya masih hidup.
Peristiwa penembakan yang ia lakukan pada ayahnya itu hanya rekayasa
yang sudah direncanakan dengan baik oleh ayah dan ibunya. Ayahnya sendiri
adalah sang sutradara yang menata semua hal yang dilihat Joko adalah
kebenaran. Dibantu seluruh keluarga dan para pejabat itu proses pembunuhan
itu nampak benar-benar terjadi, bahkan kejadian di pemakaman ketika ayahnya
dimasukkan ke dalam tanah pun itu semua adalah rekayasa. Joko telah kalah,
89
Ibid. 90
Ibid.
40
dan ketika hendak membunuh ayahnya kembali, ia mendapati ayahnya sedang
berlibur bersama seorang pragawati yang dikenalnya di Orly, Paris. Ia kembali
gagal membunuh ayahnya. Nampak pada kutipan: “Saya undur penuh putus
asa. Dan terngiang-ngiang kembali kata-kata Ibu, saya tak akan pernah mampu
membunuh ayah. “Orang tua ini kelihatannya selalu dilindungi,” desis saya
kepada diri sendiri sambil cepat pergi.
2. Pundak yang Begini Sempit
Cerpen Pundak yang Begini Sempit bercerita tentang seorang polisi yang
juga seorang Petrus bernama Abas yang hidup dengan sederhana bersama
istrinya Tiwuk dan ketiga anaknya, yaitu, Didin, Nining, dan Wawan.
Kegelisahan yang terjadi pada Abas bermula ketika seorang lelaki berkerudung
secara misterius selalu muncul dalam setiap tugas-tugasnya, bahkan ketika ia
sedang berada di rumah, secara misterius lelaki berkerudung itu berdiri di
seberang jalan rumahnya, mematung. Ia menceritakan kegelisahan dan rasa
penasarannya mengenai siapa sebenernya lelaki berkerudung itu, ia ceritakan
setiap pertemuannya dengan lelaki berkerudung itu pada Sujono, sahabatnya.
Kehidupan Abas dan keluarganya hancur setelah ia dipenjara, ia bercerai
dengan istrinya, dan anaknya tidak sekolah. Ia mendapatkan pengkhianatan
dari sahabatnya sendiri, ia dilaporkan pada Komandan atas tuduhan
persekongkolan dengan lelaki berkerudung. Setelah setahun dipenjara, ia bebas
tanpa tuduhan dan alasan yang berdasar. Amarah dan dendamnya tertuju pada
sahabtnya Sujono yang telah tega mengkhianatinya. Namun, saat hendak saling
membunuh dengan Sujono, lelaki berkerudung hadir di antara mereka. Mereka
gagal untuk saling membunuh. “… Mendadak saya terkulai, ikut bersimpuh di
hadapan laki-laki itu dan menggigil. Sesaat seperti kilat saya teringkat drama
yang selalu menguntit saya, jutaan mata yang menempel di tubuh laki-laki saat
ini tak sebiji pun yang berkedip menutup, suatu tanda tak ada nyawa yang
dicabut.”
3. Gemertak dan Serpihan-Serpihan
Cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan bercerita tentang kehidupan
Parman yang terjebak dalam kesulitan usai melakukan perjanjian dengan Barga
41
untuk membakar perkampungan kumuh, tempat ia dan keluarganya tinggal
lebih dari sepuluh tahun. Perjanjian itu dikhianati oleh Barga, Barga tak
memberikan imbalan sesuai dengan perjanjiannya dengan Parman usai berhasil
membakar perkampungan kumuh itu. Parman kembali membangun kehidupan
bersama keluarganya, meski dendam terhadap pengkhianatan Barga, ia hanya
bisa menyerah dan memulai hidupnya kembali dengan menanam kangkung dan
istrinya membuka kios rokok.
Suatu ketika Parman mendapati dirinya harus berurusan kembali dengan
Barga. Barga menjerat Parman dengan cara menculik istrinya, Tarsih. Barga
kembali menawarkan Parman untuk membakar supermarket yang kini berdiri
di tanah yang dulunya adalah perkampungan kumuh yang Parman bakar.
Awalnya, Parman terus menolak, namum karena istrinya, ia menyanggupi
perintah Barga. Usai Parman berhasil membakar supermarket itu, ia mendapat
perlakuan yang istimewa, istri dan kedua anaknya pun mendapatkan kehidupan
yang layak. Ternyata, dibelakang Barga ada seorang Jenderal, Barga sudah
banyak melakukan proyek penghangusan. Parman mulai mengangumi sosok
Barga. Parman mendapatkan perintah kembali untuk melakukan pembakaran
gedung RRI dari sang Jenderal. Pada akhirnya, Parman mulai terbiasa dengan
pekerjaannya, “Sore harinya ketika saya sedang berkemas, disodorkannya
seberkas berisi tiga puluh tujuh proyek pemusnahan berikutnya di pelbagai
kota yang harus saya laksanakan. Batara Kala rasanya melintas di depan saya.”
42
BAB IV
HASIL ANALISIS
A. Analisis Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik merupakan unsur yang penting dalam sebuah karya sastra.
Dinyatakan demikian karena unsur tersebut bersifat faktual yang secara langsung
membangun sebuah cerita. Pada bab ini akan diuraikan penjelasan mengenai
unsur intrinsik dari cerpen “Panggung”, “Pundak yang Begini Sempit”, dan
“Gemertak dan Serpihan-Serpihan” yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Berhala. Unsur intrinsik dalam sebuah cerpen antara lain: tema, tokoh dan
penokohan, latar, sudut pandang, alur, gaya bahasa, dan amanat atau pesan.
Semua unsur yang telah disebutkan akan diuraikan di bawah ini.
1. Tema
Tema merupakan aspek makna yang menjadi gagasan dasar terbentuknya
cerita. Hampir semua cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen Berhala
memiliki bentuk absurd atau tidak masuk akal pada bagian akhir cerita,
meskipun pada awal cerita menyuguhkan sebuah cerita nyata yang masuk akal.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dalam cerita di dalamnya.
Tema yang terdapat dalam cerpen Panggung adalah kebencian seorang
anak terhadap kemunafikan ayahnya. Hal tersebut Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Lama-lama surat-surat kaleng itu dapat membakar saya dan menaruh
kebencian dengan enaknya di salah satu kamar hati saya. Terbakar
sudah! Saya mulai membenci Ayah. Kecurigaan mulai menggelitik
dan mengintip-intip segala gerak-gerik Ayah. Pertengkaran antara
saya dan Ayah lalu sering terjadi.91
Kebenciannya tersebut membuatnya membunuh ayahnya sendiri,
dan proses pembunuhan yang dilakukannya nampak nyata dalam
pemandangan di awal kutipan cerita berikut:
Letusan pistol yang saya tembakan disusul beberapa letusan lagi,
mengakibatkan Ayah sebagai sasaran terhuyung, darah muncrat dari
91
Danarto, Berhala, (Yogyakarta: Diva Press, 2017), h. 40.
42
43
tubuhnya membasahi jas birunya, seperti air muncrat di Jalan Thamrin.
Menebah dadanya sesaat, Ayah menyeringai, tangannya mencari
pegangan. Genggaman tangannya merenggut taplak meja dan segala
masakan yang lezat-lezat itu terseret oleh berat tubuhnya yang gendut,
berhamburan bersama porselen-porselen yang indah-indah itu. Persis
segala sesuatu yang disedot masuk jurang. Tumpah ruah terkeping-keping.
Lalu segala sesuatunya diterima sebagai sesaji.92
Meskipun ternyata kematian tersebut tidak sesuai dengan yang
diharapkannya, kematian tersebut hanya bagian dari sebuah rekayasa yang
sudah diatur oleh ayahnya dengan bantuan ibunya, keluarganya, dan
seluruh kolega ayahnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan langsung
berikut:
“Jadi saya tak membunuh Ayah?” tanya saya.
“Tak pernah. Dan tak akan pernah kamu bisa membunuhnya,” jawab
Ibu.
“Lalu kejadian di restoran dulu?”
“Di restoran itu, juga di kuburan itu, tidak pernah terjadi
pembunuhan atau ada orang mati yang dikuburkan.”
“Apa-apaan ini semua!”
“Jangan berteriak, Sayang,” tukas ibu sambil menyulut cerutu. “Itu
cuma sandiwara yang kami atur sempurna.”93
Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada sebuah kebohongan dan
pengkhianatan yang terjadi dalam keluarga tersebut.
Selanjutnya, cerpen Pundak yang Begini Sempit bertemakan
pengkhianatan. Seseorang yang paling dipercaya dapat melakukan
tindakan yang dianggap sebagai sebuah pengkhianatan. Hal ini Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Culas. Bagaimana mungkin sahabat saya telah menjadi demikian
bejat, racun apa telah merenggutnya dari sisi saya, hanya para
malaikat yang tahu.94
... Sesaat saya memandangnya, suatu tampang pengkhianat yang bakal
mendapatkan kamar kosong, tak bermanfaat sama sekali, karena apa
yang ia ceritakan kepada Komandan adalah nol besar.95
92
Ibid, h. 37. 93
Ibid, h. 47. 94
Ibid, h. 140. 95
Ibid.
44
Kutipan di atas menunjukkan suatu kemarahan yang dialami tokoh
Abas ketika mendapati dirinya di penjara akibat ulah sahabatnya, yaitu
Sujono rekan bersama di keanggota militer atau polisian. Tindakan Sujono
memberikan pengaduan yang salah kepada Komandan menyebabkan Abas
dipenjara atas tuduhan bersekongkol dengan Lelaki Berkerudung,
sementara ia tidak melakukannya. Kejadian tersebut membuat Abas dan
istrinya bercerai, dan menempatkan keluarganya dalam kesulitan hidup.
Selanjutnya, cerpen Pundak yang Begini Sempit memiliki tema
kekuasaan dan pengkhianatan. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Saya sudah merasa masuk perangkap habis-habisan. Dan tak ada
sesuatu atau siapa pun yang dapat menolong saya. Tanpa Barga
berkhianat pun kedudukan saya sudah celaka. Saya sudah menjadi
makanan empuk bagi Barga.96
Kutipan di atas menunjukkan kekesalan dan ketakutan yang dialami
tokoh Parman ketika ia tidak mendapatkan imbalan yang dijanjikan Barga
setelah berhasil membakar perkampungan kumuh. Justru, ia di hadapkan
pada keadaan yang merugikannya, jika Barga memberitahukan kebenaran
pada warga tentang pelaku kebakaran yang sebenarnya. Parman akan
mendapat masalah besar. Sehingga ia tetap menahan diri atas kekuasaan
Barga yang menyebabkannya dalam keadaan menderita tanpa
terpenuhinya sebuah perjanjian.
“Istrimu, anak-anakmu, kebun kangkungmu, gubukmu, kiosmu, akan
selamat jika menuruti semua perintahku.”97
Kutipan di atas memberikan gambaran bagaimana seseorang dapat
berkuasa terhadap orang lain. Usai melakukan kejahatan, berupa
penculikan terhadap Tarsih istri Parman. Barga memiliki kekuatan untuk
memojokkan Parman pada keadaan yang sulit ditolaknya.
“Kamu harus membakar RRI malam ini,” perintahnya, sebelum
pantat saya menyentuh tempat duduk yang ada di depannya.
“Jenderal,” terperangah saya.
96
Ibid, h. 156. 97
Ibid, h. 166.
45
“Tidak ada tetapi,” tukasnya tegas. “Inilah malam paling tepat untuk
melenyapkan gedung itu. Musnahkan sampai ludes.”98
Jabatan merupakan kekuasaan seseorang yang bisa digunakan untuk
memerintah orang lain, nampak pada kutipan di atas. Parman sama sekali
tidak bisa menolak ketika perintah itu datang dari seseorang berpangkat
jenderal.
Melalui penggambaran tema dari ketiga cerpen di atas, nampak
memiliki kemiripan tema. Sebuah pengkhianatan atau kebohongan dapat
dilakukan dan direncanakan oleh siapa pun. Tidak hanya dilakukan oleh
orang lain, tetapi juga sahabat, bahkan keluarga.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang saling terikat. Tokoh
dikatakan sebagai pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan
sehingga peristiwa tersebut menjadi jalinan cerita. Sedangkan penokohan
merupakan penggambaran watak tokoh seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Keberadaan tokoh sangat penting karena menempati posisi
sebagai pembawa pembawa pesan pengarang kepada pembaca.
Cerpen Panggung memiliki tokoh yang terlibat di dalamnya secara
langsung memberikan pengaruh terhadap jalinan cerita. Berikut penjelasan
tokoh dan penokohannya:
a. Joko
Joko merupakan tokoh utama sebagai pencerita dan banyak
diceritakan di dalam cerpen Panggung. Secara fisiologis, Joko digambarkan
sebagai sosok pemuda berusia 19 tahun, dan dilihat secara sosiologis
merupakan putra dari seorang pejabat Bappenas.
Surat-surat kaleng itu tak pernah saya tunjukan kepada Ayah atau Ibu.
Atau saudara-saudara saya. Juga tidak kepada sahabat-sahabat saya
yang jauh lebih pandai daripada saya. Yah, mungkin saya, 19 tahun,
bukan anak yang baik.99
98
Ibid, h. 173. 99
Ibid, h. 40.
46
Secara psikologis, pada kutipan di atas Joko sebagai pemuda yang
sedang berada dalam tahap pengenalan dan pendewasaan dirinya, fase yang
sangat wajar dapat dialami oleh pemuda seusinya. Nampak pula bahwa Joko
menampilkan sisi positif sebagai pemuda yang ingin memenuhi nilai-nilai
ideal pada tindakan keliru yang dilakukan orang tuanya. Hal ini pula
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Lama-lama surat-surat kaleng itu dapat membakar saya dan menaruh
kebencian dengan enaknya di salah satu kamar hati saya. Terbakar
sudah! Saya mulai membenci Ayah. Kecurigaan mulai menggelitik
dan mengintip-intip segala gerak-gerik Ayah. Pertengkaran antara
saya dan Ayah lalu sering terjadi.100
Melalui nilai-nilai ideal yang diinginkan Joko terhadap prilaku
ayahnya menjadi penyebab Joko sebagai seorang anak kehilangan nilai
idealnya sendiri, dimana seharusnya seorang anak menghormati orang
tuanya. Pada kutipan tersebut tokoh Joko memenuhi kriteria sebagai tokoh
berkembang, karena tokoh Joko mengalami perubahan sikap terhadap
ayahnya, akibat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan tuntutan logika
dalam dirinya sendiri.
Berdasarkan analisis penjabaran di atas, Joko berdiri sebagai tokoh
protagonis yang bertentangan dengan ayahnya, yang dianggap sebagai
pejabat yang korup. Tokoh Joko memiliki keberanian dan tekad yang kuat,
karena meskipun sudah mendapatkan saran dari sahabatnya agar tidak
membenci ayahnya. Ia dengan penuh keberanian membunuh ayahnya
sendiri, walaupun ternyata ayahnya tidak benar-benar mati, ia masih berniat
untuk membunuh lagi. Namun, akhirnya ia harus menyerah dan menerima
kenyataan bahwa ia tidak akan pernah berhasil membunuh ayahnya. Joko
merupakan tokoh anak yang tidak dapat menyaingi kekuasaan orang tuanya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat
Bappenas merupakan kedudukan tinggi yang sulit mendapat tekanan karena
perannya yang penting dalam pemulihan ekonomi pada masa Orde Baru.
100
Ibid.
47
b. Ayah
Ayah merupakan sosok yang dibenci oleh Joko, anaknya. Tokoh
antagonis yang menjadi penyebab adanya konflik yang berposisi dengan
tokoh Joko. Tokoh Ayah secara fisiologis digambarkan sebagai sosok lelaki
berbadan besar. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Genggaman tangannya merenggut taplak meja dan segala masakan
yang lezat-lezat itu terseret oleh berat tubuhnya yang gendut,
berhamburan bersama porselen-porselen yang indah-indah itu.101
Secara psikologis, tokoh Ayah ditampilkan sebagai soerang yang licik,
serta memiliki sifat sombong. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Dalam salah satu surat kaleng itu menyebutkan Ayah punya
kebiasaan memamerkan kemewahan sambutan yang sangat terasa
berlebih-lebihan, hingga sering membuat para utusan merasa risi dan
sangat malu. Apa maksudnya itu semua, mereka bertanya-tanya.102
Secara sosiologis sebagai seorang pejabat Bappenas pada saat itu ayah
seringkali melakukan pertemuan dengan para utusan IGGI. Sebagaimana
diketahui bahwa IGGI merupakan lembaga pemberi pinjaman untuk
pemulihan ekonomi negara pada masa Orde Baru. Maka, secara psikologis
dapat dikatakan sifat sombong Ayah disebabkan karena jabatan yang
dimilikinya. Secara psikologis tokoh Ayah juga memiliki kepercayaan
terhadap hal mistis seperti percaya pada dukun, sehingga dengan kekuatan
mistis dapat membantunya untuk menutupi sebuah kejahatan. Nampak pada
kutipan langsung berikut ini:
“Dari mana bisa tahu saya akan melakukan pembunuhan?”
“Dari dukun.”
“Astaga,” saya terempas.
“Ayahmu sudah begitu sempurna sebagai produser, pemain, sekaligus
sutradaranya,” desis Ibu sambil mengepulkan cerutunya.103
Meski memiliki kepandaian dalam menipu anaknya, secara psikologis
nampak bahwa Ayah memiliki sifat penakut, sifat wajar yang ditunjukkan
seseorang yang telah melakukan kesalahan dan takut bahwa kebenaran akan 101
Ibid, h. 37. 102
Ibid, h. 43. 103
Ibid, h. 48.
48
mengalahkannya. Ditinjau dari sisi psikologis tersebut tokoh Ayah termasuk
dalam kriteria tokoh statis, karena mulanya menjadi sosok yang memiliki
keberanian untuk mengelabui anaknya, hingga pada akhirnya takut akan
kekalahannya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Ia terkejut setengah mati. Wajahnya jadi pucat putih cat. Saya cabut
pistol dan saya todongkan. Untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa
yang ada di dalam bukan peluru aktor, saya tembakan ke bola lampu
utama. Bola lampu itu Berantakan dan Ayah makin kelihatan seperti
patung yang mengapung.104
Berdasarkan beberapa kutipan di atas, tokoh Ayah merupakan seorang
pejabat Bappenas, serta sosok suami dan ayah yang memiliki kekuasaan
penuh dalam keluarganya. Kelicikan dan kesombongannya membuatnya
mampu merencanakan sandiwara untuk membohongi Joko anaknya demi
sebuah kepentingan dirinya sendiri. Jika dikaitkan dengan masa Orde Baru,
maka sosok ayah sebagai pejabat Bappenas yang dianggap sosok pejabat
korup, ketika seringkali melakukan pertemuan-pertemuan dengan para
utusan IGGI. Dan, pada saat itu keberadaan lembaga tersebut adalah untuk
membantu perekonomian Indonesia, berperan penting untuk memberikan
pinjaman kepada negara untuk pemulihan ekonomi Indonesia pada masa
Orde Baru, yang rentan mengalami kecurangan di dalamnya.
c. Ibu
Ibu merupakan sosok istri dari tokoh Ayah. Ibu menjadi tokoh
tambahan yang perannya muncul jika ada kaitannya dengan tokoh Joko dan
Ayah. Secara sosiologis tokoh Ibu merupakan istri seorang pejabat,
sehingga memiliki kekuasaan yang memungkinkan dirinya mempunyai
kepemilikan terhadap senjata api. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Jangan beranjak, Sayang. Tetaplah duduk. Dan semuanya harus tetap
tinggal di tempat,” bentak saya sambil menodongkan pistol yang saya
renggut dari dalam tas Ibu secepat kilat.105
104
Ibid, h. 50. 105
Ibid, h. 46.
49
Secara sosiologis kekuasan yang dimiliki tokoh Ibu atas kekuasaan
pasangannya membuatnya menjadi tokoh yang secara psikologis memiliki
kemiripan dengan tokoh Ayah, yaitu sombong dan licik. Nampak pada
kutipan langsung berikut:
“Tidak mungkin kamu bisa mengalahkan ayah ibumu walau Cuma
sekotoran kelingking.” Darah tersirap di dada saya. Ini bukan suara
Ibu. Ini suara seorang ratu. Ini semacam suara kaisar putri yang punya
ambisius luar biasa. “Kami perkasa, Anakku. Kami ketat. Kami licik,”
lanjut Ibu.106
Secara sosiologis tokoh Ibu termasuk dalam kriteria tokoh statis
karena sejak awal hingga akhir cerita tokoh Ibu tetap menunjukkan
perannya sebagai seorang istri pejabat yang memiliki peran untuk terus
berjalan beriringan dengan tindakan suaminya. Namun, secara psikologis
tokoh Ibu termasuk dalam kriteria tokoh berkembang, nampak pada kutipan
berikut:
“Saya melihat Ayah di Cililitan!” teriak saya. Semuanya terkejut. Ibu
sampai tercekik.107
Berdasarkan kutipan di atas tokoh Ibu pada mulanya menunjukkan
ketakutan karena kebohongannya terbongkar, meskipun pada akhirnya
tokoh Ibu tetap menunjukkan diri sebagai seseorang yang memiliki
kekuasaan.
Tokoh Ibu merupakan sosok istri dan ibu yang memiliki kekuasaan
dalam mengendalikan anak-anaknya. Ibu menjadi tokoh antagonis bersama
tokoh Ayah yang berposisi dengan tokoh utama. Seorang tokoh yang
pandai dan berani, serta menandakan seorang istri yang penurut karena
mampu menjalankan sandiwara bersama suaminya. Dalam hal ini, tokoh Ibu
juga secara langsung berperan dalam menutupi tindakan korupsi suaminya
sebagai seorang pejabat Bappenas.
106
Ibid, h. 48-49. 107
Ibid, h. 46.
50
d. S II BE (Sekretaris II Bidang Ekonomi)
S II BE menjadi tokoh tambahan yang perannya muncul jika ada
kaitannya dengan tokoh utama. Berdasarkan fungsi yang ditampilkan
menjadi tokoh protagonis yang beriringan dengan tokoh utama untuk
menuangkan nilai-nilai ideal. Secara sosiologis, ia merupakan seorang
memiliki jabatan dalam pemerintahan. Nampak pada kutipan berikut:
“Kamu menyembunyikan sesuatu tentang GIGI,” kata saya tentang
IGGI dengan kebiasaan menyebutnya sebagai GIGI, kepada sahabat
saya Sekretaris II Bidang Ekonomi (untuk kemudian saya sebut S II
BE saja) ...108
Tokoh S II BE secara psikologis menunjukkan sisi idealnya sebagai
seorang sahabat, sehingga mampu memberikan keyakinan pada sahabatnya,
seperti nampak dalam kutipan langsung berikut:
“Apa kamu menjawab dengan jujur?”
“Dengan jujur dilandasi persahabatan kita.”
“Saya tidak percaya.”
“Terserah,” tukasnya sambil tersenyum. “Kamu tahu, kami menjaga
seluruh bantuan di bawah kelopak mata kami. Tak satu pun yang lepas
dari pengamatan kami.”109
Dalam kutipan di atas memperlihatkan keyakinan S II BE bahwa ayah
sahabatnya tidak terlibat dalam suatu kejahatan. Namun, jika dilihat dari
sudut pandang tokoh Ayah dan Ibu yang sudah mengakui kelicikan dan
kebohongan yang diperbuatnya. Secara psikologis membuat dugaan lain
tentang kebenaran sikap tokoh S II BE, apakah ia orang yang jujur atau
sebenarnya tidak. Hal tesebut menunjukkan tokoh S II BE masuk dalam
kriteria tokoh berkembang. Posisi S II BE yang juga memiliki jabatan dalam
pemerintahan, memungkinkan ia bersekongkol dengan tokoh Ayah untuk
menutupi kejahatannnya agar tidak diketahui oleh Joko. Dan menjadi mata
rantai persekongkolan dalam tindakan korupsi.
108
Ibid, h. 39. 109
Ibid, h. 41.
51
e. Peragawati
Peragawati merupakan tokoh tambahan yang diceritakan sebagai
perempuan yang menemani Joko maupun Ayahnya ketika berada di Paris.
Secara fisiologis, sosok Peragawati sebagai seorang perempuan yang cantik,
tinggi, dan putih. Secara psikologis, merupakan tokoh yang tidak mau
kehilangan kesenangan yang dimilikinya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut:
... Bisset, peragawati yang ayu yang selalu menemani saya bila main-
main di Paris, muncul dalam keadaan bugil.110
“Aku tak mau kehilangan salah satu dari kalian yang begitu perkasa
dan memuaskan di tempat tidur,” alun suara kuda putih yang tinggi
besar itu.111
Secara sosiologis, tokoh Peragawati adalah sosok perempuan yang
memiliki citra negatif dalam sudut pandang kehidupan sosial karena
menjadi perempuan simpanan seorang pejabat. Menunjukkan bahwa
memungkinkan para pejabat memiliki perempuan simpanan karena
pengaruh kekuasaan dan harta yang dimilikinya.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kegiatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme nampak pada cerpen Panggung. Tokoh pejabat Bappenas yang
korup, dan melakukan tindakan kolusi atau menyembunyikan tindak korupsi
tersebut dengan bekerjasama bersama keluarga dan orang terdekat, serta
kemungkinan adanya tindakan nepotisme yang terjadi, untuk memperkuat
dan mendukung upaya dalam mendapat keuntungan dalam sebuah jabatan.
Selanjutnya, dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit memiliki tokoh
yang terlibat di dalamnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap
jalinan cerita. Berikut penjelasan tokoh dan penokohannya:
a. Abas
Abas merupakan tokoh utama sebagai pencerita di dalam cerpen
Pundak yang Begini Sempit. Secara sosiologis digambarkan sebagai seorang
110
Ibid, h. 50. 111
Ibid.
52
anggota polisi yang menjadi seorang Petrus (penembak misterius) serta
sebagai seorang suami yang tinggal di rumah petak bersama istri dan anak-
anaknya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Sebulan di tahanan memang bukan hal aneh. Penahanan ini bisa
berlangsung lebih lama lagi. Begitu saya ditahan, begitu istri saya
minta cerai. Alasannya terutama karena saya ini petrus, penembak
misterius. Dia merasa disambar geledek ketika mengetahui suaminya
pekerjaannya membunuhi orang. Biarpun yang dibunuh itu para
penjahat, dia sama sekali tak dapat menerimanya. Sudah melarat
menyandang dosa besar lagi, alangkah nistanya hidup ini, begitu keluh
istri saya ketika menjenguk di sel sekalian minta cerai. Dia membawa
anak-anak pulang ke orang tuanya. Rumah kreditan itu
ditinggalkannya begitu saja.112
Kutipan tersebut menunjukkan semula fungsi yang ditampilkan tokoh
Abas merupakan tokoh Antagonis karena melakukan tindakan yang tidak
mencerminkan nilai-nilai ideal sebagai seorang polisi yang memiliki peran
lain karena menyalahi norma kemanusian, yaitu menghakimi dan
menghilangkan nyawa seseorang. Secara psikologis, tokoh Abas pun
menjadi sosok pembohong. Ia berbohong dan berusaha menyembunyikan
apa yang dilakukannya yaitu sebagai seorang Petrus. Nampak pada kutipan:
... Sama sekali saya tidak menduga bahwa dia begitu yakin pekerjaan
saya ini nista, yang selama ini saya rahasiakan mati-matian, sampai
akhirnya datang Bu Bibing.113
Namun, tokoh Abas seiring cerita mengalami perubahan, pada
mulanya mendapat tanggapan antipati justru menjadi simpati karena
kehidupannya berubah setelah tokoh Abas mendapat pengkhianatan dari
sahabatnya, dan tergolong kriteria tokoh berkembang. Hal ini dibuktikan
dengan kutipan berikut:
Tanpa dinyana-nyana, Bu Bibing muncul di sel saya. Dengan berurai
air mata, lagi-lagi menangis, dia memberitahukan bahwa Epong telah
tewas. Belakangan saya mendengar selentingan bahwa Jon-lah
pembunuhnya. Dia juga membawa berita tentang Tiwuk dan anak-
anaknya. Hidup mereka penuh kesukaran, katanya. Tiwuk bekerja apa
saja dan anak-anak sudah berhenti bersekolah. Nining diambil oleh
112
Ibid, h. 139-140. 113
Ibid, h. 142.
53
Pamannya yang hidup di desa. Sedang Didin dan Wawan mulai
berjualan koran. Tak ada lagi yang tersisa bagi dia, juga bagi saya.
Hancur sudah keluarha saya oleh pengkhianatan yang sebenarnya
terlalu gegabah untuk menghasilkan apa-apa.114
Pada kutipan di atas nampak bahwa keberadaan polisi yang
merupakan oknum penembakan terhadap para gali atau preman pada masa
Orde Baru adalah sebuah tindakan nyata yang terjadi, dimana polisi yang
bertindak sebagai Petrus akan merahasiakan tindakannya tersebut. Sosok
Abas pun digambarkan percaya terhadap takhayul, Hal ini dibuktikan
dengan kutipan berikut:
“Tunggu,” tukas saya. “Saya malu untuk menyergap orang pasaran.
Pandu kualat ketika memadu cinta dengan istrinya karena dikutuk
kijang sedang pasaran yang dibunuhnya.”115
... Betul-betul saya takut cerita wayang itu. Ya, ini memang hanya
takhayul.116
Kutipan di atas, menampilkan sosok Abas secara psikologis adalah
orang yang memiliki etika dan keyakinan dalam menyikapi orang lain dan
keadaan di sekitarnya.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas tokoh Abas merupakan sosok
suami dan orang tua yang bertanggung jawab dan menyayangi istri dan
anaknya. Perbuatannya sebagai seorang Petrus adalah perbuatan yang
menyalahi norma kemanusiaan. Diakibatkan oleh pengkhianatan sahabatnya
sendiri, sehingga membuat ia dan keluarganya berakhir dengan kekacauan,
ia bercerai dengan istrinya dan anaknya mengalami kesulitan. Abas pun
berubah menjadi seorang pendendam. Nampak bahwa aparat penegak
hukum pada masa Orde Baru yang menjadi seorang Petrus bukanlah posisi
yang mudah dilakukan, rentan mengalami berbagai tekanan dan kecaman
dari berbagai pihak, serta merugikan diri sendiri dan keluarganya.
114
Ibid, h. 141. 115
Ibid, h. 144. 116
Ibid, h. 145.
54
b. Lelaki Berkerudung
Lelaki Berkerudung merupakan tokoh tambahan. Secara fisiologis,
tokoh Lelaki Berkerudung digambarkan sebagai seorang lelaki yang
wajahnya ditutupi kerudung, memiliki sayap, memiliki mata di seluruh
tubuhnya yang berbinar, sosok yang kuat dan tak tembus peluru. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
... “Pengamen” itu tegak tegar dengan sayapnya seperti patung, tak
bergerak sedikit pun, dan peluru-peluru itu tak secuil pun
melukainya.117
Tokoh Lelaki Berkerudung digambarkan memiliki kekuatan yang
berbeda dari manusia biasa pada umumnya. Selain itu, memiliki tanda atau
kemampuan menentukan kematian seseorang, sehingga fungsi
penampilannya menjadi tokoh Antagonis, karena menjadi penyebab adanya
konflik di antara tokoh Abas dan tokoh Jon. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Tiba-tiba, entah dari mana yang mengantarkannya laki-laki
berkerudung, bersayap, dan bermata jutaan di tubuhnya itu muncul
dari dalam rumah Jon.118
..., jutaan mata yang menempel di tubuh laki-laki saat ini tak sebiji pun
yang berkedip menutup, suatu tanda tak ada nyawa yang dicabut.119
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Lelaki Berkerudung adalah sosok
misterius yang tidak memiliki penampakan selayaknya manusia biasa. Dan,
termasuk dalam kriteria tokoh statis, karena tidak mengalami perubahan
sebab perkembangan cerita yang terjadi. Menjadi sosok yang kuat dan
menakutkan bagi tokoh lain, sosok yang dapat menentukan kematian
seseorang, nampak seperti malaikat maut. Tokoh yang keberadaannya
dianggap sakti dan diduga menjadi dalang pembunuhan para gali, sosok
yang dicari oleh para aparat penegak hukum (polisi). Dan, dianggap bekerja
sama dengan oknum polisi yang berperan sebagai Petrus, yang dalam cerita
dianggap bekerja sama dengan tokoh Abas. Menunjukkan bahwa kekuasaan
117
Ibid, h. 147. 118
Ibid. 119
Ibid.
55
seseorang dapat disamakan dengan sebuah kesaktian yang tidak masuk akal.
Kekuasaan tinggi seseorang dapat menjadikannya sosok yang kuat dan tak
terkalahkan. Menampilkan pada masa Orde Baru, tidak diketahui dengan
pasti siapa dalang dari keberadaan Petrus yang membunuh pada gali.
c. Surjono
Surjono atau Jon merupakan tokoh tambahan sebagai sahabat dari
tokoh utama. Secara sosiologis, Jon merupakan seorang polisi yang juga
memliki peran sebagai seorang Petrus. Secara psikologis tokoh Jon
merupakan sahabat yang sudah karib dengan keluarga tokoh utama, dan
memiliki perhatian pula pada anak-anak tokoh utama, nampak pula pada
kutipan berikut:
“Jon. Kan sudah saya bilang, jangan ngasih apa-apa pada anak-anak.
„Ntar tuman,” bisik saya setelah kami berdua duduk di ruang tamu.120
“Baik-baik di sekolah, ya,” balas Jon. Saya hanya melambaikan
tangan.121
Tokoh Jon termasuk dalam kriteria tokoh berkembang, sehingga
secara psikologis, tokoh Jon mengalami perubahan yang semula mendapat
simpati karena dianggap sebagai sahabat yang baik, berbalik antipati dan
berubah ditampilkan menjadi tokoh antagonis yang berseberangan dengan
tokoh utama. Tokoh Jon digambarkan sebagai orang yang licik dan
mengambil kesempatan untuk menjatuhkan orang lain demi keuntungan diri
sendiri. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Culas. Bagaimana mungkin sahabat saya telah menjadi demikian
bejat, racun apa yang telah merenggutnya dari sisi saya, hanya para
malaikat yang tahu....122
Sesaat saya memandangnya, suatu tampang pengkhianat yang bakal
mendapatkan kamar kosong, tak bermanfaat sama sekali, karena yang
ia ceritakan kepada Komandan adalah nol besar.123
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Sujono ditampilkan sebagai sosok
sahabat yang memiliki kedekatan dan kepedulian pada keluarga sahabatnya.
120
Ibid, h. 125. 121
Ibid, h. 127. 122
Ibid, h. 140. 123
Ibid.
56
Namun, ia juga ditampilkan sebagai sosok yang mengkhianati sahabatnya,
demi mencari keuntungan pribadi.
d. Tiwuk
Tiwuk merupakan tokoh tambahan. Secara sosiologis, merupakan istri
dari seorang polisi yang juga memiliki peran sebagai seorang gali. Secara
psikologis tokoh Tiwuk ditampilkan sebagai tokoh protagonis dan termasuk
dalam kriteria tokoh statis putih yang dalam kehidupannya mencerminkan
nilai-nilai ideal. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Jadi uang yang kita makan selama ini dari nyawa orang lain ya,
Mas!” tangisnya sambil mengguncang-guncangkan tubuh saya.124
“Aku nggak mau suamiku petrus. Aku nggak mau!” jeritnya yang
diikuti jeritan Nining di balik pintu.125
Secara psikologis, tokoh Tiwuk memiliki keberanian dan ketegasan
sebagai seorang istri terhadap tindakan suaminya yang dianggap salah
dalam bertindak. Meskipun membuat dirinya berada dalam kesulitan dalam
hidup. Hal ini dibuktikan dengab kutipan berikut:
Sebulan di tahanan memang bukan hal aneh. Penahanan ini bisa
berlangsung lebih lama lagi. Begitu saya ditahan, begitu istri saya
minta cerai. Alasannya terutama karena saya ini petrus, penembak
misterius. Dia merasa disambar geledek ketika mengetahui suaminya
pekerjaannya membunuhi orang. Biarpun yang dibunuh itu para
penjahat, dia sama sekali tak dapat menerimanya. Sudah melarat
menyandang dosa besar lagi, alangkah nistanya hidup ini, begitu keluh
istri saya ketika menjenguk di sel sekalian minta cerai. Dia membawa
anak-anak pulang ke orang tuanya. Rumah kreditan itu
ditinggalkannya begitu saja.126
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Tiwuk sebagai seorang istri
digambarkan sebagai sosok yang memiliki keyakinan terhadap cara
bertindak, karena ia menentang perbuatan suaminya sebagai seorang Petrus.
e. Goplak
Goplak merupakan tokoh tambahan. Secara sosiologis, Goplak
merupakan seorang raja gali yang dikenal garang dan kehadirannya
124
Ibid, h. 138. 125
Ibid. 126
Ibid, h. 139-140.
57
meresahkan masyarakat, sosok gali yang juga sulit ditangkap, sosok yang
ditampilkan sebagai tokoh antagonis. Secara psikologis, Goplak dikenal
sebagai seorang pencemburu, Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
...Pencemburu setengah modar, apinya bisa menyebabkan neraka
mbludag, juga terhadap anak buahnya. Pernah ia membantai seorang
anak buahnya yang punya pacar cantik, hanya karena sebelum suatu
rapat dimulai semua anak buahnya bercanda dengan meriah tentang
pacar yang baru didapat itu.127
Meskipun Goplak dikenal sebagai pribadi yang sangar dan kasar
menyoal perkara hasil pungutan, Goplak tergolong kriteria tokoh
berkembang karena Goplak dalam keluarganya merupakan lelaki yang
bertanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Goplak sebenarnya seorang ayah yang manis. Tanggung jawabnya
pada keluarga besar. Ayah dari tujuh anak, suami dari dua istri dan
sejumlah pacar ini sangat memperhatikan keluarga. Pusat
kebahagiaannya adalah pada keluarga. Ia tak mungkin pulang ke
rumah tanpa membawa oleh-oleh untuk anak-anaknya.128
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Goplak menjadi sosok Gali yang
dicari dan diburu keberadaannya oleh aparat penegak hukum. Dibalik
sosoknya yang garang dan ditakuti banyak orang, ia merupakan suami dan
ayah yang baik bagi keluarganya. Nampak bahwa keberadaan para preman
tidaklah selalu diartikan dengan kekejaman, melainkan mereka pun punya
sisi kehidupan yang lain sebagai seorang yang berperan baik dimata
keluarganya. Menampilkan bahwa sosok yang dihakimi oleh seorang Petrus
pada masa Orde Baru adalah tindakan yang tidak hanya menyalahi norma
kemanusiaan tetapi juga dapat memengaruhi kehidupan sebuah keluarga
yang salah satu keluarganya menjadi target penembakan Petrus.
f. Komandan
Komandan merupakan tokoh tambahan. Secara sosiologis merupakan
tokoh dengan jabatan sebagai seorang komandan atau pemimpin. Secara
127
Ibid, h.127. 128
Ibid, h. 129.
58
psikologis, digambarkan memiliki sikap yang bijak dan tenang. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Bas, tenangkan dirimu,” kata Komandan.129
“Bas. Sabar. Lebih baik kamu bercerita yang sebenarnya,” desak
Komandan.130
Secara psikologis, Komandan digambarkan pula sebagai seorang yang
mudah dipengaruhi, sehingga tergolong kriteria tokoh berkembang. Sosok
Komandan ditampilkan sebagai sosok antagonis, karena berseberangan
dengan tokoh utama. Tokoh yang gigih untuk memperoleh apa yang ingin
didapatkannya, Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Komandan yang tertarik cerita bohong itu berkali-kali mengunjungi
saya. Secara halus tapi kejam Komandan memepet terus saya ke pojok
yang jorok, sampai di mana hubungan saya dengan laki-laki aneh itu.
Hubungan itu berbentuk apa, sudah berapa berlangsung berapa lama,
apa saja yang didapat dari hubungan itu, siapa saja yang termasuk
jaringan ini.131
Pada tokoh dan penokohan di atas menampilkan sisi kehidupan
seorang polisi pada masa Orde Baru yang pada taraf kehidupannya belum
sejahtera, seperti ditampilkan tokoh utama yang hanya tinggal dirumah
petak dengan kondisi ekonomi yang juga serba kekurangan yang
menyebabkan anaknya putus sekolah. Sehingga memungkinkan para polisi
menjadi oknum Pentrus (penembak misterius). Kemudian, terjadinya saling
mengkhianati diantara para polisi tersebut demi sebuah keuntungan pribadi
ditampilkan melalui tokoh Jon. Akibat tindakan para Gali (gabungan anak
liar) dan para Petrus (penembak misterius) pada akhirnya merugikan diri
mereka sendiri.
Selanjutnya, cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan memiliki tokoh
yang terlibat di dalamnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap
jalinan cerita. Berikut penjelasan tokoh dan penokohannya:
129
Ibid, h. 139. 130
Ibid. 131
Ibid, h. 141.
59
a. Parman
Parman atau Man merupakan tokoh utama sebagai pencerita di dalam
cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan. Secara sosiologis, Parman adalah
seorang lelaki lulusan SMA yang mengadu nasib di Ibu kota Jakarta,
memiliki istri dan dua orang anak laki-laki. Secara psikologis, tokoh Parman
tergolong kriteria tokoh berkembang. Tokoh yang kerap kali mengalami
perubahan perwatakan sebab akibat peristiwa-peristiwa yang dialaminya
dan pengaruh tokoh lain yang berada disekitar kehidupannya. Tokoh yang
semula memunculkan sikap simpati (protagonis) dan kemudian antipati
(antagonis). Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Barga, entah atas suruhan siapa, menghubungi saya. Sungguh, sampai
sekarang saya masih heran, atas dasar apa ia yakin benar bahwa saya
tega dan mampu membakar perkampungan rumah saya sendiri.132
“Semuanya sudah disepakati, Pak. Begitu pekerjaan selesai, lunas.”133
“Begitu merendahkan jumlah lima ratus ribu tetapi tak mampu bayar
sekarang. Ini kan sinting. Tahu diri dong, Barga!” bentak saya sambil
menyat dari kursi menantang. Barga ternyata keder.134
Secara sosiologis, kondisi kesulitan ekonomi yang dialami tokoh
Parman sebagai lulusan SMA yang mengadu nasib di ibu kota. Menjadikan
tokoh Parman mengalami perubahan secara psikologis, sehingga berani
untuk melakukan tindak kejahatan sekalipun.
Secara psikologis, Parman pada mulanya menolak untuk menuruti
perintah tokoh Barga, karena Barga mengancam keselamatan keluarganya,
akhirnya Parman menurutinya. Sebab akibat dalam keadaan yang menekan
kehidupan keluarganya, semula tokoh Parman kembali pada nilai-nilai
idealnya untuk hidup dengan baik dan tentram, hingga tokoh Parman
kembali menampilkan dirinya sebagai tokoh antagonis. Meskipun nilai
simpati tetap muncul terhadap tokoh Parman, dikarenakan apa yang
dilakukannya adalah sebuah keterpaksaan. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
132
Ibid, h. 153. 133
Ibid, h. 152. 134
Ibid, h. 153.
60
Lalu di depan saya berdiri suatu pertanyaan besar. Ini mendorong saya
untuk melakukan kejahatan besar yang kedua. Saya lalu ingat ucapan
yang saya lontarkan kepada Barga belum lama ini: “saya tidak
peduli.”
Ucapan itu ternyata adalah landasan kerja yang menjadikan ruang
gerak yang sangat luas dan tanpa habis-habisnya. Juga sebebas-
bebasnya.135
Berdasarkan beberapa kutipan di atas, tokoh Parman yang semula
terjebak dalam perjanjian tindak kejahatan. Ketika ia memulai kehidupan
barunya, ia kembali terdesak dan terjebak dengan kejahatan lain. Bahkan
Parman mulai merasa terbiasa dengan tindak kejahatan yang dilakukannya.
Sisi lain yang ditampilkan bahwa pada saat itu, orang di pedesaan mengadu
nasib kehidupannya di Ibu kota Jakarta dan tinggal diperkampungan kumuh.
Keadaan miskin yang dialami seseorang dapat menjadikannya pribadi yang
mudah dipengaruhi, dan mampu melakukan tindakan diluar nila-nilai ideal
masyarakat.
b. Barga
Barga merupakan tokoh tambahan. Secara sosiologis, merupakan
tokoh antagonis yang memiliki pekerjaan sebagai seorang kaki tangan
penguasa untuk melakukan tindak kejahatan, berupa pembakaran tempat-
tempat tertentu, tindakan yang jauh dari nilai-nilai ideal. Tokoh yang
memberikan tugas pada tokoh Parman untuk melakukan pembakaran.
Tokoh yang semula berseberangan dengan Parman, hingga akhirnya
menjalin pertemanan dan kerjasama. Secara psikologis, Barga merupakan
orang yang licik. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Saya merasa sudah masuk perangkap habis-habisan. Dan tak ada
sesuatu atau siapa pun yang dapat menolong saya. Tanpa Barga
berkhianat pun kedudukan saya sudah celaka. Saya sudah Menjadi
makanan empuk bagi Barga.136
Barga semakin mengagumkan di mata saya. Ia, yang sendirian, sejauh
yang saya ketahui ia tak pernah diwakili, dapat mengatur semua
perencanaan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat melakukan
135
Ibid, h. 169. 136
Ibid, h. 156.
61
penggebrakan di tiga kota sekaligus, dan sukses. Jaringan-jaringannya
bekerja secara rapi, tekun, disiplin, dan keras.137
Secara psikologis, tokoh barga tergolong dalam kriteria tokoh statis
hitam, karena secara esensial tidak mengalami perubahan perwatakan dan
dikonotasikan sebagai tokoh jahat.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas, tokoh Barga merupakan sosok
yang mempengaruhi kehidupan tokoh utama, tokoh yang memiliki koneksi
pada pihak-pihak yang ingin melakukan tindakan pembakaran secara licik.
c. Jenderal
Jenderal merupakan tokoh tambahan. Secara sosiologis, tokoh
Jenderal adalah tokoh yang memiliki jabatan sebagai jenderal yang
terpancang bintang lima. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Suatu iring-iringan yang terdiri dari lima mobil memasuki kawasan.
Pintu-pintu mobil membuka secara bersamaan. Seorang jenderal
terpancang lima bintang di pundaknya muncul dari mobil yang di
tengah. Semua prajurit yang cepat muncul dari mobil-mobil yang lain
memberi hormat. Ia meminta terpal penutupnya dibuka. Sejenak ia
pandangi peti-peti itu.138
Secara psikologis, Jenderal sebagai tokoh yang tergolong kriteria
tokoh statis hitam, dan sosok yang ditampilkan sebagai tokoh antagonis,
dikarenakan dalam cerita digambarkan sebagai sosok yang berada dibalik
kejahatan yang terjadi. Sosok berpangkat tinggi yang keberadaannya di
hormati. Segala perintahnya harus dilaksanakan. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
“Kamu harus membakar RRI malam ini,” perintahnya,...
“Jenderal,” terperangah saya.
“Tidak ada tetapi,” tukasnya tegas. “Inilah malam paling tepat untuk
melenyapkan gedung itu. Musnahkan sampai ludes.”139
137
Ibid, h. 172. 138
Ibid, h. 172. 139
Ibid, h. 173.
62
Kutipan di atas menampilkan bahwa seorang Jenderal dengan
kekuasaannya, dapat memerintahkan seseorang untuk melakukan apapun
dengan mudah, termasuk tindak kejahatan sekalipun.
Tokoh dan penokohan yang ditampilkan dalam cerpen di atas
menunjukkan bahwa pada masa Orde Baru banyak pendatang dari pedesaan
pindah ke Ibu kota Jakarta, mereka yang tanpa keahlian dan pendidikan
rendah hidup dengan pekerjaan yang tidak menentu, seperti menjadi
pemulung, tukang semir dan lain sebagaianya, serta tinggal diperkampungan
kumuh. Dengan kondisi ekonomi yang terbatas sangat mungkin keadaan
tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang yang hanya ingin kepentingannya
tercapai, ini ditampilkan oleh tokoh Parman dan Barga. Tokoh lain yang
ditampilkan adalah tokoh Jenderal yang juga memiliki kekuasaan untuk
menekan kehidupan seseorang dengan kekuasaan, jabatan, dan harta yang
dimilikinya.
3. Latar (Setting)
Latar merupakan unsur yang menunjang terbentuknya suatu cerita, latar
memberikan pijakan cerita secara jelas sehingga memberi kesan realistis dan
menciptakan suasana tertentu seolah-olah benar terjadi. Latar meliputi latar
tempat, waktu dan suasana. Latar tempat merupakan lingkungan tempat
peristiwa terjadi, latar waktu merupakan waktu atau kapan terjadinya peristiwa,
dan latar sosial umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-
kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, bahasa dan lainnya.
a. Latar Tempat
Latar tempat dalam cerpen Panggung terdapat di beberapa tempat
sebagai berikut:
1) Restoran
Restoran merupakan tempat terjadinya penembakan yang dilakukan
oleh Joko terhadap ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Menebah dadanya sesaat, Ayah menyeringai, tangannya mencari
pegangan. Genggaman tangannya merenggut taplak meja dan segala
masakan yang lezat-lezat itu terseret oleh berat tubuhnya yang gendut,
berhamburan bersama porselen-porselen yang indah-indah itu. Persis
63
segala sesuatu yang disedot masuk jurang. Tumpah ruah terkeping-
keping. Lalu segala sesuatunya diterima sebagai sesaji.140
Kalimat yang menunjukkan bahwa peristiwa di atas benar terjadi di
sebuah restoran, terlihat dalam kutipan langsung berikut:
...Dan di restoran itulah Ayah saya Habisi.141
“Lalu kejadian di restoran dulu?”142
Restoran menjadi tempat perjamuan dan penyambutan para utusan
IGGI yang pada saat itu bertujuan untuk membantu pemulihan ekonomi
Indonesia. Tempat yang selayaknya di dalmnya terjadi kesempatan baik
bagi negara. Namun, menjadi ironi dibalik kebencian seorang anak kepada
ayahnya yang dikenal sebagai pejabat korup.
2) Pemakaman
Pemakaman merupakan tempat ayah dari tokoh utama disemayamkan.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ketika saya turun dari mobil tahanan diiringi dua petugas yang
mengawal saya, kuburan itu telah penuh para pelayat. Serta merta
semua tertuju pada kami.143
Setelah Joko melakukan penembakan terhadap ayahnya, Joko
langsung dipenjara. Joko memperoleh kesempatan untuk menghadiri
pemakaman ayahnya. Pemakaman yang dikonotasikan sebagai sebuah
tempat yang sarat akan kesedihan dan kehilangan. Namun, ternyata pada
peristiwa yang dibicarakan dalam cerita merupakan rangkaian sandiwara
yang direncakan oleh tokoh Ayah dan keluarganya untuk mengelabui Joko,
anaknya sendiri yang dianggap menghalangi kekuasaan sang ayah.
3) Kantor anggota militer atau polisi
Kantor anggota militer atau polisi merupakan tempat Joko ditahan.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
140
Ibid, h. 37. 141
Ibid, h. 43. 142
Ibid, h. 47. 143
Ibid, h. 38.
64
S II BE dan keluarganya sering mengunjungi ke tempat saya ditahan.
Ia memberi oleh-oleh kesenangan saya.144
Setelah penembakan terhadap ayahnya terjadi dan Joko masuk
penjara, sahabatnya S II BE yang selama ini kerap menjadi tempat bercerita
mengenai pekerjaan ayahnya, memiliki perhatian terhadap Joko. Sebagai
sebuah penjara, tempat Joko ditahan memiliki fasilitas yang nyaman untuk
ditinggali. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Sesampainya di sel baru, saya terbengong lagi. Beberapa pekerja
sedang memasang AC di kamar saya. Sebuah kamar yang luas dan
kelihatan bantalan nyaman.145
Penjara menjadi tempat yang di dalamnya terdapat ketimpangan
sosial, dimana seharusnya penjara merupakan tempat yang memberikan rasa
jera terhadap para pelaku tindak kejahatan, namun menjadi tempat yang
nyaman layaknya tempat terhormat yang dimiliki seorang yang mempunya
harta dan kekuasaan sebuah jabatan.
4) Pulau
Pulau merupakan sebuah tempat Joko dan sahabatnya bertemu dan
memancing bersama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Persahabatan saya dengan S II BE itu dimulai ketika kami punya hobi
yang sama; memancing di pulau-pulau utara Jakarta.146
Memancing adalah hari-hari indah kami. Lalu kami berenam dalam
keadaan telanjang bulat, dua orang anak-anak di antaranya, menyelam
bersama. Alangkah indahnya kerajaan laut.147
Joko sering kali bertemu dengan S II BE untuk membicarakan
kecurigaannya terhadap ayahnya. Selain itu menghabiskan waktu berlibur
bersama keluarga S II BE dan Nining pacarnya. Pulau sebagai tempat yang
layaknya untuk berlibur dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, berkonotasi
menjadi tempat yang aman untuk membicarakan hal-hal yang bersifat
rahasia.
144
Ibid, h. 42. 145
Ibid, h. 44. 146
Ibid, h. 39. 147
Ibid, h. 41.
65
5) Jakarta
Jakarta, tepatnya perempatan Cililitan merupakan lokasi ketika Joko
melihat ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Tiba-tiba di sebuah perempatan ketika lampu merah menahan
kendaraan yang saya tumpangi,148
“Saya melihat Ayah di Cililitan!” teriak saya. Semuanya terkejut. Ibu
sampai tercekik149
Pada kutipan di atas, fokus pengisahan terjadi ketika Joko dalam
perjalanan pindah rumah tahanan. Pada saat itu, Joko terkejut melihat sosok
ayahnya yang masih hidup. Tempat yang menjadi ironi terbongkarnya
sebuah sandiwara, dan kematian palsu seseorang tidak selalu dapat
disembunyikan.
6) Rumah
Rumah merupakan tempat tinggal Joko dan keluarganya. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
...Sesampainya di jalan di mana nongkrong rumah saya, saya lempar
mobil itu di seberang. Saya loncat dan berlari menyeberang jalan.
Sialan, pintu pagar dikunci. Saya memanjat pohon akasia yang
tumbuh dekat pagar tembok tinggi, lalu meloncat ke dalam
halaman.150
Saya menyelinap lewat pintu darurat di dekat kolam, naik tangga, lalu
turun lagi, langsung ke ruang tengah.151
Ibu membimbing saya masuk kamar. Lalu kami berdua saja.152
Rumah yang selayaknya menjadi tempat berlindung bagi sebuah
keluarga. Menjadi tempat yang di dalamnya banyak mengandung sandiwara,
sikap saling mencurigai, dan ambisi untuk saling membunuh. Peristiwa usai
Joko melihat sosok ayahnya di Jalan Cililitan, ia mengatur langkah untuk
kabur dari ruang tahanan barunya. Joko berhasil kabur dan sampai di
rumahnya, peristiwa cara Joko memasuki rumahnya nampak pada kutipan di
atas. Kemudian terjadi pertikaian antara Joko dan ibunya mengenai
148
Ibid, h. 44. 149
Ibid, h. 46. 150
Ibid. 151
Ibid. 152
Ibid, h. 47.
66
kebenaran bahwa ayahnya masih hidup bebas, dan kematian itu bagian dari
sebuah sandiwara.
7) Warung Mpok Jene
Warung Mpok Jene merupakan tempat antara Joko dan Ucok bertemu.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Biasa. Di warung Mpok Jene.”153
Di warung Mpok Jene, Ucok sudah siap dengan bekal yang saya
butuhkan154
Setelah mengetahui kebenaran bahwa ayahnya masih hidup.
Kemudian, Ibunya mengatakan bahwa Ayahnya pergi ke Zurich menghadiri
sidang OPEC. Joko mengambil langkah untuk menyusulnya dengan
menghubungi suruhannya Ucok untuk mempersiapkan keberangkatannya
dan bertemu di warung Mpok Jene. Warung sebagai tempat dengan strata
sosial yang rendah bagi kalangan berduit, menjadi tempat yang berdenotasi
sebagai tempat yang aman untuk melakukan pertemuan secara rahasia dan
menghilangkan rasa curiga bahwa akan terjadi peristiwa penting di
dalamnya .
8) Paris
Paris merupakan tempat Joko menemukan keberadaan Ayahnya. Hal
ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Pagi hari mendarat di Orly, Paris, saya ngebut ke Boulevard
Sebastopol untuk membeli atau merampok pistol. Di vila 45 km di
selatan Paris, Ayah saya pergoki sedang berenang di kolam mungil di
tengah-tengah taman.155
Joko tidak pergi ke Zurich seperti yang dikatakan Ibunya mengenai
keberadaan sang Ayah. Namun, dugaannya benar bahwa Ayahnya justru
berada di Paris dan sedang berlibur dengan nyaman. Meski sebagai tempat
yang indah untuk berlibur, tempat tersebut menjadi tempat yang penuh ironi
karena memunculkan tragedi keserakahan seorang pejabat.
153
Ibid, h. 49. 154
Ibid. 155
Ibid, h. 50.
67
Latar tempat dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit terdapat di
beberapa tempat sebagai berikut:
1) Rumah
Rumah, yang seringkali disebut rumah petak dalam cerita merupakan
tempat Abas dan keluarganya tinggal, terletak di sebuah perumahan. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Sedang saya saat itu berdiri di rumah, di kamar yang sangat
terbatas, kesempatan berpikir untuk yang perlu-perlu saja. Orang itu,
ya, orang itu, sudah muncul kali ini untuk ke sepuluh kalinya,...156
Pohon-pohon akasia yang rimbun tumbuh tak beraturan, yang makin
membuat perumahan ini tampak terasing, mirip gudang yang kusam
dan ditinggalkan.157
Rumah yang digambarkan secara kurang layak tersebut menjadi
tempat dimana seorang aparat polisi tinggal. Menunjukkan sisi bahwa pada
masa Orde Baru aparatur negara seperti polisi yang tidak memiliki
kedekatan dengan pemegang kekuasan, tidak hidup dengan berkecukupan.
2) Kebun
Kebun merupakan tempat yang berada di sekitar rumah tokoh Abas.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ketika saya sedang membersihkan pistol, orang itu tiba-tiba muncul di
kebun entah dari mana.158
...: kebun dengan pohon yang rindang, berpagar, yang memisahkan
dengan jalan raya, juga apotek, toko kaset, dan pasar swalayan.159
Pada kutipan di atas, dijelaskan dengan tepat lokasi kemunculan
Lelaki Berkerudung di rumah Abas, berdenotasi sebagai tempat untuk
mengamati seseorang yang berada di rumahnya adalah dengan berada di
wilayah tersebut.
3) Warung Tegal dan Kuburan Cina
Warung Tegal dan Kuburan Cina merupakan tempat penyergapan
Goplak sang Raja Gali. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
156
Ibid, h. 124. 157
Ibid, h. 134. 158
Ibid, h. 123. 159
Ibid, h. 124.
68
..., Goplak ngendon di sebuah warung tegal, di perempatan jalan, di
sisi pabrik bubuk batu. Di belakang warung itu membentang kuburan
Cina yang luas.160
Warung itu sepertinya belum lama tutup. Ada seberkas sinar lampu di
dalam.161
... Tiba-tiba brak! Pintu belakang warung itu didobrak dari dalam,
sesosok tubuh meloncat keluar dan berlari ke tengah kuburan.162
Warung Tegal dipinggir jalan yang umumnya tutup dan terlihat gelap
pada malam hari berdenotasi menjadi tempat yang aman untuk tempat
persembunyian seseorang. Menjadi tempat persembunyian Goplak seorang
gali, dan jika persembunyiannya diketahui, ia dapat dengan mudah
melarikan diri melalui Kuburan Cina yang membentang, sehingga
memudahkannya untuk lolos dari pengejaran.
4) Kantor polisi atau Ruang Tahanan
Kantor polisi merupakan tempat Abas di tahan setelah dianggap
bersekongkol dengan lelaki misterius. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut:
Tanpa dinyana-nyana, Bu Bibing muncul di sel saya. Dengan berurai
air mata, lagi-lagi menangis, dia memberitahukan bahwa Epong
tewas. 163
Usai dianggap melakukan persekongkolan dengan Lelaki
Berkerudung untuk membunuh para gali, tokoh Abas dipenjara. Selain
tokoh Jon dan Komandan yang mengorek informasi mengenai hubungannya
dengan Lelaki Berkerudung. Kehadiran Bu Bibing di penjara
menyampaikan informasi atas kematian putranya dan juga keadaan anak dan
istri tokoh Abas, setelah ia ditahan. Penjara dalam hal ini tidak selalu
berdenotasi terhadap kepentingan publik, namun dapat berdenotasi dengan
kepentingan individu. Seseorang yang memiliki kekuasaan, dapat
memasukan seseorang kedalam pejara demi sebuah kepentingan pribadi.
5) Rumah seorang gali
160
Ibid, h. 129. 161
Ibid, h. 130. 162
Ibid. 163
Ibid, h. 141.
69
Rumah seorang gali merupakan tempat yang di kunjungi Abas, Jon,
dan Asep untuk menangkap seorang gali. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut:
Tengah malam kami bertiga saya, Jon, Asep mengetuk pintu rumah
sebuah rumah gali. Maaf. Maksud saya seorang di antara penghuninya
adalah gali.164
Kutipan di atas adalah keadaan ketika Abas dan kedua rekan anggota
militer atau polisinya hendak menangkap seorang gali yang dianggap gali
kelas kambing, usai kedapatan membabat habis tanaman padi milik seorang
petani karena gagal memungut upeti. Namun, yang berhasil ditemui
hanyalah orang tua dari gali tersebut. Menunjukkan bahwa seseorang usai
melakukan tindak kejahatan, lebih memilih bersembunyi di tempat yang
tidak mudah diketahui, seperti rumah tempat tinggalnya sendiri.
6) Penginapan
Penginapan merupakan tempat penyergapan seorang gali. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ketika kami turun dari kendaraan di sebuah kampung yang letaknya
menjorok dari jalan raya, saya melihat sepasang muda-mudi. Kedua anak
muda itu sedang mengobrol di teras rumah, boleh jadi penginapan.165
Setelah mendapatkan informasi dari warga mengenai keberadaan
seorang gali. Tokoh Abas, Jon, dan Asep berhasil menemukan gali dan
kekasihnya di sebuah penginapan. Ketiganya berhasil menangkap dan
membunuh gali tersebut. Sebuah penginapan menjadi tempat yang
memungkinkan seseorang bersembunyi dari pengejaran atau sebuah
kejahatan, tempat yang jauh dari lingkungan sekitar tempatnya tinggal.
7) Rumah Jon
Rumah Jon merupakan tempat tinggal Jon bersama keluarganya. Tempat
yang didatangi Abas setelah terbebas dari penjara. Hal ini dibuktikan
dengan kutipan berikut:
Saya memasuki pekarangan rumah Jon tanpa ragu-ragu.166
164
Ibid, h. 142. 165
Ibid, h. 143-144.
70
Tiba-tiba, entah dari mana yang mengantarkannya laki-laki
berkerudung, bersayap, dan bermata jutaan di tubuhnya itu muncul
dari dalam rumah Jon.167
Kutipan di atas merupakan keadaan ketika Abas sampai di rumah Jon
untuk membalaskan dendamnya, setelah ia dipenjara selama satu tahun atas
tuduhan Jon. Di rumah Jon itu pula Lelaki Berkerudung muncul dan
membuat tokoh Abas dan Jon gagal untuk saling membunuh.
Latar tempat dalam cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan terdapat
di beberapa tempat sebagai berikut:
1) Rumah Parman dan Perkampungan Kumuh
Rumah Parman dan Perkampungan Kumuh merupakan tempat tinggal
Parman dan keluarganya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Tengah malam pada hari yang sudah ditentukan, rumah bambu saya,
sebuah rumah petak, seperti seluruh rumah di perkampungan kumuh
ini, saya bor batang bambunya dan saya tuangkan minyak tanah pada
ruas-ruasnya.168
Pada kutipan di atas menunjukkan cara Parman membakar
perkampungan kumuh tempat rumahnya berdiri, usai menyepakati
perjanjiannya dengan Barga. Melalui rumah Parman itulah seluruh rumah di
perkampungan kumuh tersebut terbakar. Tempat tersebut menunjukkan
status sosial kehidupan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Dalam
keadaan miskin seseorang dapat dengan mudah ditindas, seperti rumah-
rumah yang mudah terbakar habis oleh api karena hanya terbuat dari bambu
atau kayu.
2) Gudang
Gudang merupakan tempat bertemunya Parman dengan Barga untuk
membicarakan mengenai imbalan yang dijanjikan Barga usai membakar
perkampungan kumuh. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
166
Ibid, h. 146. 167
Ibid, h. 147. 168
Ibid, h. 154.
71
... Kami memasuki sebuah rumah sungguh mirip gudang di halaman
yang luas lengang. Pak Barga menyerahkan bungkusan kepada saya,
setelah kami duduk sejenak.169
Siang ini terjadi kesibukan yang luar biasa di kawasan gudang ini.170
Kesepakatan Parman dan Barga pada kutipan pertama tidak dipenuhi
oleh Barga. Setelah satu tahun Parman membangun kembali kehidupan
bersama keluarganya. Barga kembali dengan ulahnya menculik Tarsih istri
Parman. Sehingga, Parman diharuskan mendatangi gudang, nampak pada
kutipan kedua. Parman kembali berurusan dengan Barga yang dilakukannya
di kawasan gudang tersebut. Gudang sebagai tempat yang umumnya
menjadi tempat penyimpanan suatu benda, dalam cerita ditampilkan sebagai
tempat bersembunyi yang tepat untuk melakukan tindakan penyimpangan
dan segala transaksi kejahatan yang tidak diketahui oleh masyarakat
sekitarnya.
3) Kebun Kangkung
Kebun Kangkung merupakan tempat Parman dan keluarganya tinggal.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Alangkah senangnya memandangi kebun kangkung yang hijau subur.
Kebun kangkung sepetak di tanah tepi kali, sudah setahun ini
menghidupi keluarga saya.171
Peristiwa pembakaran kampung kumuh yang dilakukan Parman
menyebabkan ia dan keluarganya tak memiliki tempat tinggal. Barga pun
tidak memenuhi janjinya, tidak ada uang dan rumah yang dijanjikan Barga
untuk Parman. Akhirnya, Parman berhasil mendapatkan tanah untuk
membangun kembali rumah dan menanam kangkung. Kebun menjadi
tempat yang penuh harapan dalam cerita, menjadi tempat yang menjanjikan
kehidupan dan kesederhaan bagi pemiliknya atas segala sesuatu yang
tumbuh di dalamnya.
169
Ibid, h. 152. 170
Ibid, h. 171. 171
Ibid, h. 160.
72
4) Kios Rokok
Kios Rokok merupakan tempat Tarsih berjualan, berada tepat di
seberang kebun kangkung. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Sering bersama kedua anak saya, Selamet dan Sentosa, dari kebun
kangkung ini saya diam-diam memandangi istri yang menjaga kios
rokok di seberang.172
Jam 9.15 ketika saya membuka mata persis melihat Istri antara duduk
mencangkung di dalam kios dan sibuk melayani pembeli,...173
Selain memiliki kebun kangkung, Tarsih istri Parman membuka kios
rokok kecil di pinggir jalam hasil dari penjualan rumahnya yang terbakar di
perkampungan kumuh. Tempat yang menjadi sumber penghidupan bagi
seseorang dengan strata sosial rendah.
5) Kantor anggota militer atau polisi
Kantor anggota militer atau polisi merupakan tempat yang didatangi
Parman, ketika istrinya tidak kunjung kembali ke kios rokok. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ketika saya sudah berdiri di depan kantor anggota militer atau polisi,
saya jadi kacau.174
Parman bermaksud untuk melaporkan kepada anggota militer atau
polisi atas menghilangnya Tarsih istrinya. Namun, Parman membatalkan
maksudnya tersebut. Mengingat ia dan keluarganya tinggal di tanah
sengketa milik pemerintah. Dalam peristiwa ini menampilkan sisi lain
dibalik keberadaan kantor polisi yang seharusnya memberikan jaminan
keamanan bagi siapa pun, namun tidak semua orang dapat dengan mudah
mendapat perlindungannya.
6) Supermarket
Supermarket merupakan tempat yang akan dibakar oleh Parman atas
suruhan Barga. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Setelah sehari berkeliling supermarket, meneliti keadaan setiap
sudutnya,175
172
Ibid, h. 161. 173
Ibid, h. 162. 174
Ibid, h. 164.
73
..., saya menyelinap dan bersembunyi, dengan segala peralatan, di
suatu sudut gudang yang penuh barang-barang, sampai supermarket
itu tutup.176
Kutipan di atas menunjukkan langkah yang dilakukan Parman agar
dapat membakar supermarket tersebut. Supermarket sebagai tempat
berbelanja bagi kebanyakan orang dengan status ekonomi yang
berkecukupan, tidak selalu berdiri tanpa masalah dan persaingan.
Menunjukkan bahwa persaingan ekonomi yang tidak sehat pada masa Orde
Baru, hingga memunculkan tindak kejahatan.
b. Latar Waktu
Latar waktu dalam cerpen Panggung dilihat dari tahun penulisannya
yaitu tahun 1981 ditulis di Jakarta. Pengenalan latar waktu dapat pula
diidentifikasi dari istilah atau singkatan yang digunakan dalam penamaan
jabatan atau instansi dalam cerita, seperti penyebutan Bappenas (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional), IGGI (Inter-Governmental Group on
Indonesia), OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) yang
ketiganya merupakan bagian dari pemerintah Orde Baru yang berada pada
kondisi latar waktu tahun 1965-1998.
...Pandangan mereka berhenti di depan saya hampa. Juga para utusan
IGGI dan wakil-wakil Bappenas serta kedutaan asing hadir dengan
pandangan yang bertanya-tanya.177
“Kamu menyembunyikan sesuatu tentang GIGI,” kata saya tentang
IGGI dengan kebiasaan menyebutnya sebagai GIGI, kepada sahabat
saya Sekertaris II Bidang Ekonomi (untuk kemudian saya sebut S II
BE saja).178
“Dapat tugas mempersiapkan sidang OPEC seminggu lagi.”179
Latar waktu dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit dilihat dari
tahun penulisannya yaitu tahun 1986 di tulis di Jakarta. Pengenalan latar
waktu dapat pula diidentifikasi dari istilah atau singkatan yang digunakan
dalam cerpen seperti, Gali (Gabungan anak liar), Petrus (Penembak
175
Ibid, h. 170. 176
Ibid, h. 164. 177
Ibid, h. 38. 178
Ibid, h. 39. 179
Ibid, h. 48.
74
misterius), keduanya merupakan istilah yang didengar pada masa
pemerintah Orde Baru yang berada pada kondisi latar waktu sekitar tahun
1965-1998. Istilah tersebut nampak pada kutipan:
...Gali-gabungan anak liar-telah beroleh makna yang sejati di tangan
Goplak, suatu rumus ke arah lahan kejahatan yang lebih luas.180
“Aku nggak mau suamiku Petrus. Aku nggak mau!” jeritnya yang
diikuti jeritan Nining dibalik pintu.181
Latar waktu dalam cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan dilihat
dari tahun penulisannya yaitu tahun 1987 ditulis di Jakarta. Pengenalan latar
waktu dapat pula diidentifikasi dari istilah atau singkatan yang digunakan
dalam cerpen seperti kata „gali‟, memiliki kesamaan istilah seperti pada
cerpen sebelumnya Pundak yang Begini Sempit. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Pagi harinya, ketika semua laki-laki pada ngabur mencari rezeki, jadi
kuli, cari beling dan puntung rokok, ngobyek, pegawai negeri, dan
barangkali juga jadi gali dan maling.182
Gali atau raja gali menjadi sebutan yang populer pada masa orde baru.
Gali menjadi profesi seseorang untuk dapat menghasilkan uang. Meskipun
gali berkonotasi negatif dalam kehidupan masyarakat. Kehadirannya di
anggap meresahkan masyarakat terutama para pedagang.
Nilai rupiah yang disebutkan dalam cerita berbeda dengan nilai yang
ada saat ini, pada tahun 20-an. Di saat tahun 80-an jauh lebih rendah, dalam
cerpen nilai uang seratus dua ratus rupiah sudah dapat menanggap topeng
monyet. Begitu pula dengan harga jual tanah yang masih rendah. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Tetapi daripada batal, bolehlah saya tanggap asal tidak mahal.
Sekadar seratus dua ratus rupiah, jadilah.183
Perkampungan kumuh yang di sekitarnya rawa seluas 500 m2 sumber
malaria ini semula ditawar Barga 15 ribu rupiah per meternya, atau
seluruhnya sekitar 225 juta rupiah.184
180
Ibid, h. 127. 181
Ibid, h. 138. 182
Ibid, h. 154. 183
Ibid, h. 155. 184
Ibid, h. 153.
75
Penyebutan salah satu acara stasiun televisi “Dunia dalam Berita”
yang kemunculannya dimulai pada tahun 1973 hingga tahun 2008. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Istri dan kedua anakmu sekarang sudah menempati kontrakan di
bilangan Manggarai,” tutur Barga ketika kami sedang menikmati
Dunia Dalam Berita TV.185
c. Latar Sosial
Latar Sosial yang tergambar dalam cerpen Panggung sesuai dengan
waktu penulisan cerpen yaitu tahun 1981, sekitar pada masa Orde Baru, di
mana sebuah keluarga bisa mengalami perpecahan, rasa tidak saling percaya
antara orang tua dan anak karena kekuasaan. Kondisi keluarga pejabat yang
rentan dengan korupsi, kemunafikan dan kebohongan.
Latar Sosial yang tergambar dalam cerpen sesuai dengan waktu
penulisan cerpen yaitu tahun 1986, sekitar pada masa Orde Baru, pada masa
itu seseorang bisa dipenjarakan untuk waktu yang lama tanpa kesalahan
yang jelas melalui sebuah kekuasaan seseorang. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
... Setelah ditahan selama satu tahun tanpa kesalahan nyata, setelah
keluarga hancur, setelah suatu persoalan dapat lahir dari dugaan-
dugaan benak siapa pun yang kebetulan punya kekuasaan, akhirnya
saya sadar bahwa segala jatuh bangun saya, harus saya urus sendiri.186
Pada dialog tokohnya menunjukkan bahwa sebagian orang masih
memiliki kepercayaan terhadap takhayul. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut:
“Tunggu,” tukas saya. “Saya malu untuk menyergap orang pacaran.
Pandu kualat ketika memadu cinta dengan istrinya karena dikutuk
kijang sedang pacaran yang dibunuhnya.”187
... Betul-betul saya takut cerita wayang itu. Ya, ini memang hanya
takhayul.188
185
Ibid, h. 171. 186
Ibid, h. 145-146. 187
Ibid, h. 144. 188
Ibid, h. 145.
76
4. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang merupakan posisi yang dipilih pengarang dalam
menempatkan cerita. Pemilihan sudut pandang ini sengaja dipilih oleh
pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita.
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Panggung yaitu sudut
pandang persona pertama “Aku” yang menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat
cerita. Sudut pandang persona pertama ini terletak pada seorang narator
yang dimanifestasikan pada tokoh Saya atau Joko. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut:
Lama-lama surat kaleng itu dapat membakar saya dan menaruhkan
kebencian dengan enaknya di salah satu kamar hati saya. Terbakar
sudah! Saya mulai membenci Ayah. Kecurigaan mulai menggelitik
dan mengintip-intip segala gerak-gerik Ayah. Pertengkaran antara
saya dan Ayah lalu sering terjadi. Hal-hal kecil, peristiwa sepele
yang tidak ada sangkut pautnya dengan Ayah, sering saya pakai
sebagai bahan untuk menggempurnya.189
Kutipan di atas menunjukkan pelukisan batin oleh pengarang yang
dialami oleh tokoh Joko sebagai pelaku dan pencerita yang menaruh
kebencian pada ayahnya melalui penyebutan kata Saya. Dalam cerpen
Panggung, segala hal yang berkaitan dengan perasaan, pikiran, tingkah
laku, dan kejadian yang dialami Joko digambarkan pada cerita tersebut.
Selanjutnya, sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Pundak
yang Begini Sempit yaitu sudut pandang persona pertama Aku yang menjadi
fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Sudut pandang persona pertama ini
terletak pada seorang narator yang dimanifestasikan pada tokoh Saya atau
Abas. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut:
Saya sangat tahu bahwa sejak keluar dari gerbang penjara menuju
kehidupan bebas, saya sudah mulai dikuntit. Saya harus membuat
gerakan cepat untuk dapat menghindar dari segala macam tipu
muslihat, karena sasaran utama saya sekarang adalah Jon, untuk
membalas dendam. Sungguh inilah saat yang saya nanti-nantikan
untuk dapat membuat perhitungan dengan teman yang telah
berkhianat dan menyebabkan keluarga saya hancur.190
189
Ibid, h. 40. 190
Ibid, h. 146.
77
Kutipan di atas menjelaskan situasi dari sudut pandang Abas
mengenai situasi setelah terbebas dari penjara, serta rasa dendam terhadap
sahabat yang sudah mengkhianatinya. Hal tersebut diungkapkan melalui
penyebutan kata Saya. Segala hal yang berkaitan dengan perasaan, pikiran,
tingkah laku, dan kejadian yang dialami Joko digambarkan pada cerita
tersebut.
Selanjutnya, sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Gemertak
dan Serpihan-Serpihan yaitu sudut pandang persona pertama Aku yang
menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Sudut pandang persona
pertama ini terletak pada seorang narator yang dimanifestasikan pada tokoh
Saya atau Parman. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut:
“Selamat datang, Man,” sapa suatu suara, dari balik dinding.
“Barga! Kalau terjadi apa-apa terhadap Tarsih, saya hancurkan kamu,”
teriak saya.191
Kutipan di atas menjelaskan situasi dari sudut pandang Parman
tentang penculikan Tarsih istrinya yang dilakukan oleh Barga. Dengan
demikian, sudut pandang persona pertama yaitu Aku sebagai tokoh utama
dalam cerita. Segala hal yang berkaitan dengan perasaan, pikiran, tingkah
laku, dan kejadian yang dialami Joko digambarkan pada cerita tersebut.
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Panggung, Pundak yang
Begini Sempit, dan Gemertak dan Serpihan-Serpihan, ketiganya
menggunakan sudut pandang persona pertama Aku sebagai tokoh utama
yang menjadi fokus cerita.
5. Alur (Plot)
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa, alur terjalin dan
mempunyai penekanan pada hubungan kausal. Hubungan kausal merupakan
peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain,
dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya.
191
Ibid, h. 165.
78
Berdasarkan urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan,
cerpen Panggung menggunakan alur gabungan/campuran. Secara garis besar,
alur cerpen ini bergerak maju. Namun, di beberapa bagian ada kilas balik
peristiwa yang di alami tokoh utama, yang turut memengaruhi perkembangan
jalannya cerita.
a) Pengenalan situasi cerita (exsposition)
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian situasi
informasi awal yang berfungsi melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Tahap ini dapat dikatakan alur maju jika dilihat adanya
peristiwa yang terjadi secara berkesinambungan, akan tetapi setelah
beberapa peristiwa tersebut di ceritakan, bisa dikatakan peristiwa yang
dikenalkan di awal ini merupakan kilas balik sebuah peristiwa lain.
Pembukaan cerita dalam cerpen Panggung yaitu sebuah peristiwa
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak terhadap ayahnya. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Letusan pistol yang saya tembakan disusul beberapa letusan lagi,
mengakibatkan Ayah sebagai sasaran terhuyung, darah muncrat dari
tubuhnya membasahi jas birunya, seperti air muncrat di Jalan
Thamrin. Menebah dadanya sesaat, Ayah menyeringai, tangannya
mencari pegangan. Genggaman tangannya merenggut taplak meja dan
segala masakan yang lezat-lezat itu terseret oleh berat tubuhnya yang
gendut, berhamburan bersama porselen-porselen yang indah-indah itu.
Persis segala sesuatu yang disedot masuk jurang. Tumpah ruah
terkeping-keping. Lalu segala sesuatunya diterima sebagai sesaji.192
Pembunuhan yang dilakukan Joko terhadap ayahnya, membuatnya di
penjara dan turut menyaksikan prosesi pemakaman sang ayah yang di
elukan sebagai seorang pejabat. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ketika saya turun dari mobil tahanan diiringi dua petugas yang
mengawal saya , kuburan itu telah penuh para pelayat. Serta merta
semua tertuju pada kami. Ibu dengan kerudung dan kacamata hitam
terisak-isak dan selalu menyeka hidungnya. Kakak-kakak saya, adik-
adik saya, Tante, Oom, Eyang, saudara-saudara jauh dan dekat,
semuanya menangis. Termasuk Nining pacar saya, yang selalu
menempel pada Ibu. Semuanya seperti tidak dapat mengerti.
192
Ibid, h. 37.
79
Pandangan mereka berhenti di depan saya hampa. Juga para utusan
IGGI dan wakil-wakil Bappenas serta kedutaan asing yang hadir
dengan pandangan bertanya-tanya.193
Hal pokok dalam tahap pengenalan situasi, seperti tampak pada
kutipan di atas, yaitu pengenalan sebagian tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa. Tokoh-tokoh tersebut akan terlibat dalam pembicaraan dan
peristiwa-peristiwa pada cerita selanjutnya.
b) Pengungkapan peristiwa (complication)
Tahap ini merupakan tahap menyulut terjadinya konflik, konflik itu
sendiri akan berkembang menjadi konflik-konflik berikutnya. Pada tahap ini
alur yang digunakan adalah alur mundur atau kilas balik apabila dikaitkan
dengan cerita awal, penceritaan yang dilakukan Joko terhadap peristiwa-
peristiwa yang dialaminya. Penyebab Joko membenci ayahnya sebelum
akhirnya melakukan pembunuhan.
Diawali dari persahabatan Joko dengan Sekretaris II Bidang Ekonomi
(yang kemudian disebut S II B E) dan kegemaran mereka memancing
bersama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ada untungnya bersahabat dengan S II B E itu. Dan memang
sebenarnya persahabatan inilah yang telah beberapa saat lamanya saya
inginkan sejak saya banyak menerima surat kaleng. Isi surat kaleng itu
banyak yang mengerikan yang menuding Ayah sebagai orang
Bappenas. Ayah disindir. Dicaci. Dihina habis-habisan.194
Tahap ini banyak berisi peristiwa-peristiwa yang memperlihatkan
kebencian Joko terhadap ayahnya, seperti kutipan berikut:
Lama-lama surat kaleng itu dapat membakar saya dan menaruhkan
kebencian dengan enaknya di salah satu kamar hati saya. Terbakar
sudah! Saya mulai membenci Ayah. Kecurigaan mulai menggelitik
dan mengintip-intip segala gerak-gerik Ayah. Pertengkaran antara
saya dan Ayah lalu sering terjadi. Hal-hal kecil, peristiwa sepele yang
tidak ada sangkut pautnya dengan Ayah, sering saya pakai sebagai
bahan untuk menggempurnya. Tentu saja Ayah tak tinggal diam. Ia
juga membalas serangan dengan gigih. Akhirnya kami saling
membenci.195
193
Ibid, h. 38. 194
Ibid, h. 39-40. 195
Ibid, h. 40.
80
c) Menuju pada adanya konflik (rising action)
Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik, konflik yang sudah
muncul semakin berkembang intensitasnya. Peristiwa yang terjadi semakin
menegangkan, konflik semakin mengarah pada tahap klimaks.
Pada tahap ini alur kembali bergerak maju, Joko setelah dipenjara
akibat membunuh ayahnya, menikmati masa-masa di dalam tahanan tidak
menemui kesulitan, segala sesuatunya dipermudah, ia dihormati dan
dimanja karena berasal dari keluarga kaya. Tahap menuju puncak konflik di
awali Joko yang melakukan perjalanan berpindah rumah tahanan.
Dalam perjalanan ke sel baru, meski bagaimanapun persahabatan saya
dengan para penjaga saya tetap dijaga ketat.196
Tiba-tiba di sebuah perempatan ketika lampu merah menahan
kendaraan yang saya tumpangi, ketika saya menjenguk ke luar lewat
jendela berderuji, saya melihat sesuatu yang membuat saya tersiap
luar biasa. Hingga saya ternganga-nganga untuk sekian saat dengan
mata melotot. Setelah saya merasa yakin apa yang saya lihat,
mendadak saya terempas ke belakang. Suara gedobrak membuat kaget
dua orang penjaga yang duduk di luar dinding. Napas saya ternganga-
nganga untuk sekian saat dengan mata melotot. Setelah saya merasa
yakin apa yang saya lihat, mendadak saya terempas ke belakang.
Suara gedobrak membuat kaget dua orang penjaga yang duduk di luar
dinding. Napas saya tersengal-sengal seperti habis berlari jauh.
Teriakan saya keras melengking seperti segala, membuat dua
pengawal itu terheran-heran. Apa benar yang saya saksikan itu! Saya
yakin, seyakin-yakinnya!197
Setelah melihat sosok ayahnya di jalan (perempatan) Cilitan, Joko
merencanakan melarikan diri dari tempat tahanan, Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Saya menyelinap ke luar pintu samping sambil menutupi wajah
dengan kotak karton kecil, berlagak sebagai salah seorang pekerja
juga. Lalu menghampiri sebuah mobil barang. Sopir kelihatan tiduran
sambil merokok. Satu istirahat yang enak. “Sebentar, Pak,” desak saya
kepadanya yang serta-merta ia bergeser dari setir ke samping. “Ada
kabel yang ketinggalan. Harus di ambil segera,” desak saya lagi
sambil menghidupkan mesin. Saya tatap ia. Ia paham. Lalu turun.198
196
Ibid, h. 44. 197
Ibid, h. 44. 198
Ibid, h. 45.
81
Pedal gas saya genjot dan berlarilah mobil ini seperti kijang, keluar
halaman. “Yuhuuuu,” teriak saya menengadah lega dengan torehan
ketawa. Saya ngebut dengan tujuan ketemu Ibu secepatnya.199
Pada tahap peningkatan konflik ini, konflik yang terjadi semakin
mengarah pada tahap klimaks. Joko sudah melarikan diri dari tempat
tahanan menuju rumahnya untuk mengonfirmasi apa yang dilihatnya itu
benar ayahnya atau bukan.
d) Puncak konflik (turning point)
Tahap ini disebut pula sebagai klimaks. Pada tahap ini konflik yang
dialami tokoh mencapai puncak intensitasnya. Tahap klimaks dalam cerpen
Panggung terdapat pada peristiwa ketika Joko sampai di rumahnya,
kemudian menanyakan kepada ibunya apa yang dia lihat di jalan Cililitan itu
adalah ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Saya menyelinap lewat pintu darurat di dekat kolam, naik tangga, lalu
di dalam turun lagi, langsung ke ruang tengah. Ternyata sedang ada
pertemuan seluruh keluarga. Suasana diliputi kegembiraan. Ketika
saya muncul di belakang kursi Ibu, semuanya terperanjat. Suasana
mendadak kosong, seperti ada setan lewat. Semuanya diam. Mungkin
semuanya tertegun. Ibu menoleh ke belakang ke arah saya. Dia
terkejut bukan main, hingga darah meninggalkan wajahnya.200
Semakin memuncak intensitasnya, dalam kutipan langsung berikut:
“Saya melihat Ayah di Cililitan!” terik saya. Semuanya terkejut. Ibu
sampai tercekik.201
“Ayo, jawab dengan jujur. Yang saya lihat di Cililitan itu Ayah atau
bukan!” teriak saya. Semuanya masih tetap diam.
“Jawab!” teriak saya bersamaan dengan letusan pistol yang saya
arahkan ke bola lampu, hancur berkeping-keping.
“Kalau kalian diam saja, peluru yang kedua segera menembus salah
satu dari kalian,” bentak saya lagi.
“Benar,” tiba-tiba suara Ibu terdengar lirih, “yang kamu lihat benar-
benar ayahmu.”202
Pada tahap ini, Joko mengetahui kenyataan yang sebenarnya bahwa
dia tidak berhasil membunuh ayahnya, kejadian pembunuhan dan
199
Ibid, h. 46. 200
Ibid. 201
Ibid. 202
Ibid, h. 47.
82
pemakaman yang disaksikannya ternyata sebuah sandiwara yang diperankan
oleh ayah, ibu dan keluarganya.
e) Penyelesaian (ending)
Tahap ini merupakan tahap konflik yang terjadi mulai menemukan
solusi kemudian cerita di akhiri. Tahap penyelesaian dalam cerpen
Panggung dimulai dengan kondisi Joko yang sudah mengetahui kenyataan
ayahnya masih hidup. Ibunya memberitahukan bahwa ayahnya pergi ke
Zurich mempersiapkan sidang OPEC. Namun, lain halnya dengan
pemikiran Joko bahwa ayahnya justru pergi ke Paris. Joko akhirnya
menemukan ayahnya di Paris. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Pagi hari mendarat di Orly, Paris, saya ngebut ke Boulevard
Sebastopol untuk membeli atau merampok pistol. Di vila 45 km di
selatan Paris, Ayah saya pergoki sedang berenang di kolam mungil di
tengah-tengah taman. Ia terkejut setengah mati. Wajahnya jadi pucat
putih cat. Saya cabut pistol dan saya todongkan. Untuk meyakinkan
diri saya sendiri bahwa yang ada di dalam bukan peluru aktor, saya
tembakan ke bola lampu taman. Bola lampu itu berantakan dan Ayah
makin kelihatan seperti patung yang mengapung.203
Pada tahap ini diselesaikan dengan keadaan Joko tidak mampu
membunuh ayahnya lagi, karena Joko merasa kalah, bahkan perempuan
yang menemani dirinya ketika di Paris sama dengan perempuan yang
menemani ayahnya. Nampak dalam kutipan langsung berikut:
“Aku tak mau kehilangan salah satu dari kalian yang begitu perkasa
dan memuaskan di tempat tidur,” alun suara kuda putih tinggi besar
itu. Aku terkulai sedih sambil menggeleng-geleng dan bergumam: Tak
mungkin saya membunuh Ayah sekarang. Kalau begini persoalannya
jadi lain.204
Penyelesaian cerpen Panggung dengan kutipan berikut ini:
“Saya undur penuh putus asa. Dan terngiang-ngiang kembali kata-kata
Ibu, saya tak akan pernah mampu membunuh Ayah. “Orang tua itu
kelihatannya selalu dilindungi,” desis saya kepada diri sendiri sambil
pergi cepat.”205
203
Ibid, h. 50. 204
Ibid. 205
Ibid.
83
Selanjutnya, berdasarkan urutan penceritaan peristiwa-peristiwa
yang ditampilkan, cerpen Pundak yang Begini Sempit menggunakan alur
gabungan/campuran. Secara garis besar, alur cerpen ini bergerak maju.
Namun, di beberapa bagian ada kilas balik peristiwa yang dialami tokoh
utama, yang turut memengaruhi perkembangan jalannya cerita.
a) Pengenalan situasi cerita (exsposition)
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian situasi
informasi awal yang berfungsi melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Tahap ini dapat dikatakan alur maju jika dilihat adanya
peristiwa yang terjadi secara berkesinambungan, akan tetapi setelah
beberapa peristiwa tersebut di ceritakan, bisa dikatakan peristiwa yang
dikenalkan di awal ini merupakan kilas balik sebuah peristiwa lain.
Pembukaan cerita dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit yaitu
sebuah peristiwa munculnya seseorang di sekitar rumah Abas, yang
kehadirannya dianggap misterius oleh Abas. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Ketika saya sedang membersihkan pestol, orang itu tiba-tiba muncul
di kebun entah dari mana. Pandangannya lurus menghujam mata saya
setelah menerobos jendela nako. Irama kerja kain pembersih yang
mengusap-usap lop dan gagang pestol menjadi pelan, seperti
mendapat perintah mendadak untuk berhati-hati.206
Kemunculan seorang laki-laki berkerudung yang misterius dalam
aktivitas yang dilakukan Abas, tidak hanya terjadi dalam sekali. Namun,
sering kali terjadi, sehingga Abas menguraikannya dalam cerita. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ia berkerudung, sebuah kerudung yang dapat memberi tahu kita
bahwa ia bukan hidup di sekitar sini, seorang laki-laki yang pernah
saya temui di Pasar Tanah Abang untuk pertama kali.207
Muncul di Dunia Fantasi, Taman Mini, Pasar Seni, Ratu Plaza,
Grogol, Glodog, Tanah Tinggi, Jatinegara, Kalipasir, seluruh tempat
meluapkan bau anyir. Aroma ganja, babi panggang, regukan bir, di
antara kepulan asap mondar-mandirnya pelayan, seperti ia selalu hadir
206
Ibid, h. 123. 207
Ibid, h. 124.
84
menyaksikan kemurtadan saya, alangkah lelahnya jiwa-raga, beban
tugas yang terlalu berat untuk pundak yang begini sempit.208
Hal pokok dalam tahap pengenalan situasi, seperti tampak pada
kutipan di atas, yaitu pengenalan sebagian tokoh maupun permulaan
peristiwa yang dialami Abas. Tokoh tersebut akan terlibat dalam peristiwa-
peristiwa pada cerita selanjutnya.
b) Pengungkapan peristiwa (complication)
Tahap ini merupakan tahap menyulut terjadinya konflik, konflik itu
sendiri akan berkembang menjadi konflik-konflik berikutnya. Pada tahap ini
alur yang digunakan selain alur maju juga alur mundur atau kilas balik
apabila dikaitkan dengan cerita awal, penceritaan yang dilakukan Joko
terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Penyebab Joko merasakan
hal aneh yang terjadi, dan merasa heran akan kehadiran seorang laki-laki
misterius dalam setiap tugasnya.
Diawali dari kedatangan Jon, sahabat Abas ke rumahnya, yang disertai
maksud untuk menceritakan perihal kehadiran lelaki misterius dalam
kehidupan Abas. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Tapi ngomong-omong, siapa tuh yang tadi berdiri kayak patung di
bawah pohon? Pengamen, ya?” sambungnya sambil menyalakan
keretek.
“Itulah Jon, yang ingin saya bicarakan denganmu. Sudah kesepuluh
kalinya atau lebih, laki-laki itu selalu hadir di dalam tugas-tugas saya.
Pengamen? Apa ia mirip pengamen?209
Tahap ini banyak berisi peristiwa-peristiwa yang berusaha diceritakan
Abas kepada sahabatnya, terkait kehadiran lelaki berkerudung dalam setiap
tugasnya, seperti kutipan berikut:
... Tiba-tiba brak! Pintu belakang warung itu didobrak dari dalam,
sesosok tubuh meloncat keluar dan berlari ke tengah kuburan. Kilat
menyambar dan sinarnya menerangi kawasan lalu saya merenggut
pestol sampai ketika sosok itu roboh sebelum picu mematuk. Dan
ketika saya dekati sosok yang roboh itu, di depannya sudah berdiri
laki-laki berkerudung itu.210
208
Ibid. 209
Ibid, h. 125-126. 210
Ibid, h. 130.
85
Abas menceritakan kilas balik ketika ia mendapati bahwa lelaki
berkerudung itu mempunya kekuatan untuk membunuh seseorang hanya
dengan kedipan mata, bahkan lelaki berkerudung itu sangat kuat. Meskipun
setiap cerita yang dilontarkan Abas tidak dipercayai sahabatnya. Nampak
pada kutipan langsung berikut:
“Ia membunuh hanya dengan memejamkan matanya.”
“Jangan ngawur kamu!”
“Ia membunuh hanya dengan memejamkan matanya.”
Jon, Sujono, terbengong-bengong menatap saya penuh tanda tanya.
“Kebohonganmu sudah keterlaluan!” bentaknya.211
“Seluruh „karung‟ ya laki-laki itu tang melahapnya.”
“Ah, yang bener, Bas!”
“Demi Allah!”212
Pada akhirnya Abas merasa kehadiran lelaki berkerudung itu
memunculkan kekaguman serta keheranan karena kemunculan lelaki
berkerudung itu hanya pada tugas-tugasnya ketika menjadi Petrus. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
Tanpa terasa kami mengagumi orang asing yang mencurigakan itu.
Ada sejumlah kemungkinan yang tetap rahasia menjadikan kami tak
mampu mengoreknya. Bisa kami membencinya, mengaduk-aduk
seluruh kawasan siang-malam. Nostop. Tapi untuk dapat
menangkapnya, rasanya “mengarungkan” seribu gali jauh lebih
mudah.213
c) Menuju pada adanya konflik (rising action)
Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik, konflik yang sudah
muncul semakin berkembang intensitasnya. Peristiwa yang terjadi semakin
menegangkan, konflik semakin mengarah pada tahap klimaks.
Pada tahap ini, istri dari Abas yaitu Tiwuk mengetahui bahwa
suaminya adalah seorang Petrus (Penembak misterius). Melalui kehadiran
tetangganya Bu Bibing yang ketakutan anaknya akan di “karungkan” oleh
Abas, karena Epong anaknya seorang gali. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
211
Ibid, h. 134. 212
Ibid, h. 132. 213
Ibid, h. 136.
86
“Si Epong dituduh gali. Suamimu mau „ngarungin‟ dia,” sambung Bu
Bibing dengan memeluk kaki Tiwuk erat-erat.
“Eee, e, Mas! Jadi kamu Petrus, ya!” seru istri saya sambil
menghempaskan pelukan Bu Bibing, lalu mencengkeram dada saya.214
Setelah kejadian di atas, beberapa hari kemudian Abas dipenjara
dengan tuduhan terlibat perkara dengan seorang bos gali yang masih buron.
Ketika dipenjara itu pula istri Abas meminta cerai. Hal ini dibuktikan
dengan kutipan berikut:
Sebulan di tahanan memang bukan hal yang aneh. Penahanan ini bisa
berlangsung lebih lama lagi. Begitu saya ditahan, begitu istri saya
minta cerai. Alasannya terutama karena saya ini Petrus, penembak
misterius. Dia merasa disambar ledek ketika mengetahui suaminya
seorang yang pekerjaannya membunuhi orang. Biarpun yang dibunuh
itu para penjahat, dia sama sekali tak dapat menerimanya.215
Penyebab Abas dipenjara dikarenakan tindakan sahabatnya sendiri,
Jon. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Jon sama sekali tak bisa membedakan antara cerita bohong dan cerita
benar. Saya yang bertanya dengan tulus dan meminta
pertimbangannya tentang laki-laki misterius itu yang selalu hadir
dalam tugas-tugas saya, malah dipakai modal untuk menohok saya
sekadar cari muka di hadapan Komandan. Apa untungnya dari
tuduhan keji yang ditujukan kepada saya itu kecuali omong
kosong?216
Pada tahap peningkatan konflik ini, konflik yang terjadi semakin
mengarah pada tahap klimaks. Abas semakin membenci sahabatnya, Jon.
Abas juga mendapat tekanan dari Komandan mengenai siapa lelaki
misterius dan apa hubungannya dengan Abas. Keluarganya pun hancur, ia
dan istrinya bercerai. Anak dan istrinya mengalami kesulitan hidup selama
Abas di dalam penjara.
d) Puncak konflik (turning point)
Tahap ini disebut pula sebagai klimaks. Pada tahap ini konflik yang
dialami tokoh mencapai puncak intensitasnya. Tahap klimaks dalam cerpen
214
Ibid, h. 137-138. 215
Ibid, h. 139-140. 216
Ibid, h. 140.
87
Pundak yang Begini Sempit terdapat pada peristiwa ketika Abas keluar dari
penjara. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Saya sangat tahu bahwa sejak keluar dari gerbang penjara menuju
kehidupan bebas, saya sudah mulai dikuntit. Saya harus membuat
gerakan cepat untuk dapat menghindar dari segala macam tipu
muslihat, karena sasaran utama saya sekarang adalah Jon, untuk
membalas dendam. Sungguh, inilah saat yang saya nanti-nantikan
untuk dapat membuat perhitungan dengan teman yang telah
berkhianat dan menyebabkan keluarga saya hancur.217
Semakin memuncak intensitasnya ketika Abas pergi ke rumah Jon, dalam
kutipan langsung berikut:
Saya memasuki pekarangan rumah Jon tanpa ragu-ragu.
“Kamu harus permisi dulu memasuki pekarangan orang,” suatu suara
tiba-tiba terdengar di belakang saya. Saya menghentikan langkah dan
menoleh, ternyata Jon sambil menodongkan pestolnya.
“Jon. Yang saya miliki cuma tinggal nyawa.
“Aku tahu, Bas. Kamu datang mau bikin onar di rumahku.
“Tidak. Saya tidak akan membuat kekacauan. Saya hanya ingin
membalas dendam.218
Pada tahap ini, Abas ingin membalas dendam, meskipun upayanya
diketahui lebih dulu oleh Jon.
e) Penyelesaian (ending)
Tahap ini merupakan tahap konflik yang terjadi mulai menemukan
solusi kemudian cerita di akhiri. Tahap penyelesaian dalam cerpen Pundak
yang Begini Sempit dimulai dengan kehadiran lelaki berkerudung, yang
secara tiba-tiba muncul dari dalam rumah Jon, ketika Abas dan Jon
berseteru. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Tiba-tiba, entah dari mana yang mengantarkannya laki-laki
berkerudung, bersayap, dan bermata jutaan di tubuhnya itu muncul
dari dalam rumah Jon. Seketika Jon terbelalak dan terbengong-
bengong, sambil melepaskan beberapa ke arah laki-laki itu.
“Pengamen” itu tegak tegar dengan sayapnya seperti patung, tak
bergerak sedikit pun, dan peluru-peluru itu tak secuil pun
melukainya.219
217
Ibid, h. 146. 218
Ibid. 219
Ibid, h. 147.
88
Pada tahap ini diselesaikan dengan keadaan Abas dan Jon tak berhasil
saling membunuh meskipun pelor sudah dikeluarkan dari pestol yang
mereka tembakan ke arah tubuh mereka. Nampak dalam kutipan langsung
berikut:
Secepat itu pula Jon menembak saya beberapa kali letusan, dan
peluru-peluru itu tak punya kemampuan apa-apa menembus tubuh
saya. Kali ini saya juga heran setengah mati.220
... Berkali-kali Jon saya tembak, tapi ia pun telah jadi tegar, seluruh
peluru itu sia-sia mencoba menembus tubuhnya. Mendadak saya
terkulai, ikut bersimpuh di hadapan laki-laki itu dan menggigil.221
..., jutaan mata yang menempel di tubuh laki-laki saat ini tak sebiji
pun yang berkedip menutup, suatu tanda tak ada nyawa yang
dicabut.222
Cerita tersebut diakhiri dengan laki-laki berkerudung, bersayap, dan
memiliki jutaan mata itu berlari meninggalkan mereka.
Selanjutnya, berdasarkan urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan, cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan menggunakan alur
gabungan/campuran. Secara garis besar, alur cerpen ini bergerak maju.
Namun, di beberapa bagian ada kilas balik peristiwa yang di alami Abas,
yang turut memengaruhi perkembangan jalannya cerita.
a) Pengenalan situasi cerita (exsposition)
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian situasi
informasi awal yang berfungsi melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Tahap ini dapat dikatakan alur maju jika dilihat adanya
peristiwa yang terjadi secara berkesinambungan, akan tetapi setelah
beberapa peristiwa tersebut di ceritakan, bisa dikatakan peristiwa yang
dikenalkan di awal ini merupakan kilas balik sebuah peristiwa lain.
Pembukaan cerita dalam cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan
yaitu sebuah peristiwa kebakaran yang terjadi di sebuah perkampungan
kumuh. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
220
Ibid. 221
Ibid. 222
Ibid.
89
Kobaran api menjilat-jilat angkasa, menjalar sebagai naga,
menyambar rumah demi rumah, ditingkah teriakan dan jerit tangis
para penghuninya. Siang bolong yang panas meniupkan angin
kencang mengembus lautan api yang semakin ganas, melahap
semuanya sambil mengepulkan serpihan-serpihan hitam yang
membubung, bertebaran jauh ke mana-mana.223
Kebakaran yang terjadi di perkampungan kumuh tersebut merupakan
bagian dari persekongkolan antara Abas dengan tokoh Barga. Tokoh Barga
berperan sebagai dalang yang memerintahkan Abas melakukan pembakaran.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Hasil kerja yang bagus, Man,” bisik Pak Barga lagi sambil menyulut
rokoknya. Pandangannya menyapu sekeliling. Lalu lalang orang-
orang, lalu lalang kegaduhan.
“Bapak seharusnya tidak kemari,” tukas saya kosong.
“Saya harus saksikan hasil kerjamu.224
Hal pokok dalam tahap pengenalan situasi, seperti tampak pada
kutipan di atas, yaitu pengenalan sebagian tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa. Yaitu, tokoh Barga dan Parman. Tokoh tersebut akan terlibat
dalam pembicaraan dan peristiwa-peristiwa pada cerita selanjutnya.
b) Pengungkapan peristiwa (complication)
Tahap ini merupakan tahap menyulut terjadinya konflik, konflik itu
sendiri akan berkembang menjadi konflik-konflik berikutnya. Penceritaan
yang dilakukan Joko terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Pada
tahap ini menceritakan kilas balik tokoh Parman memulai aksinya
membakar perkampungan kumuh tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Tengah malam pada hari yang sudah ditentukan, rumah bambu saya,
sebuah rumah petak, seperti seluruh rumah di perkampungan kumuh
ini, saya bor batang bambunya dan saya tuangkan minyak tanah pada
ruas-ruasnya.225
Usai Parman berhasil membakar seluruh perkampungan kumuh
termasuk rumahnya sendiri. Parman tak mendapatkan imbalan, sesuai 223
Ibid, h. 149. 224
Ibid, h. 151. 225
Ibid, h. 154.
90
dengan perjanjian yang mereka sepakati bersama. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Telan bos lamamu, telan bos barumu, bajingan!” teriak saya, “Kamu
harus memegang teguh perjanjian kita.” Lalu saya cabut surat
perjanjian itu dari saku dan dengan keras saya sumpalkan ke
mulutnya.226
Pada tahap ini terjadi penurunan intensitas konflik, Parman yang tidak
mendapat imbalan dari Barga. Memulai kehidupannya kembali dari hasil
penjualan rumahnya yang telah jadi abu, dengan cara memiliki kebun
kangkung dan kios untuk istrinya berjualan rokok.
c) Menuju pada adanya konflik (rising action)
Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik, konflik yang sudah
muncul semakin berkembang intensitasnya. Peristiwa yang terjadi semakin
menegangkan, konflik semakin mengarah pada tahap klimaks. Pada tahap
ini, terjadi kenaikan kembali intensitas konflik. Ketika Tarsih menghilang
dari kios tempatnya berjualan, dan Parman tidak berhasil menemukan
istrinya setelah berkeliling mencarinya. Namun, ketika kembali ke
rumahnya, Parman mendapati sebuah surat. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan berikut:
Parman ditunggu di gudang.
dari sobat lama
Barga227
d) Puncak konflik (turning point)
Tahap ini disebut pula sebagai klimaks. Pada tahap ini konflik yang
dialami tokoh mencapai puncak intensitasnya. Tahap klimaks dalam cerpen
Gemertak dan Serpihan-Serpihan, terjadi ketika Barga kembali dengan
kehadirannya menculik Tarsih istri Parman dengan tujuan agar Parman mau
menuruti perintahnya dengan iming-iming keselamatan dan kehidupan yang
lebih baik.
226
Ibid, h. 153. 227
Ibid, h. 165.
91
“Istrimu, anak-anakmu, kebun kangkungmu, gubukmu, kiosmu, akan
selamat jika kamu menuruti semua perintahku.”228
Keesokan harinya saya dibawa ke ruangan sebelah. Ternyata di situlah
istri saya disekap. Menyaksikan keadaan Tarsih saya tidak mungkin
dapat memaafkan diri saya sendiri. Akhirnya saya putuskan untuk
bersedia membakar supermarket itu.229
Meskipun Parman terus menolak perintah Barga. Pada akhirnya,
Parman mengikuti perintah Barga untuk membakar supermarket tersebut,
pada mulanya supermarket itu merupakan daerah perkampungan kumuh
yang dibakarnya.
Sampai seluruhnya sunyi, dan dua orang satpam, ya, dua orang saja
meronda berkeliling dengan senternya.
Ketika seluruh lantai, tempat penjualan barang dagangan, sudah
dimakan api, saya melewati jalan darurat dan keluar. Mulus.
Melompat pagar dan langsung di cekal oleh dua orang tukang pukul
itu lalu dibawa ke mobil. Sesampainya di gudang saya disekap
kembali.230
Pada tahap ini, Parman kembali melakukan tindak kejahatan berupa
pembakaran sebuah tempat, yang dilakukannya berdasarkan perintah Barga.
e) Penyelesaian (ending)
Tahap ini merupakan tahap konflik yang terjadi mulai menemukan
solusi kemudian cerita di akhiri. Tahap penyelesaian dalam cerpen
Gemertak dan Serpihan-Serpihan dimulai dengan keberhasilan Parman
membakar supermarket. Kali ini ia mendapat imbalan seperti yang
dijanjikan oleh Barga. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Istri dan kedua anakmu sekarang sudah menempati kontrakan di
bilangan Manggarai,” tutur Barga ketika kami sedang menikmati
Dunia Dalam Berita TV. Sepertinya saya tidak mendengar apa yang ia
omongkan. Saya menyedot rokok dan menenggak vodka.231
Pada tahap ini Barga mengetahui alasan ia harus membakar
supermarket, yaitu karena penolakan mereka membayar upeti kepada Barga.
228
Ibid, h. 166. 229
Ibid, h. 169. 230
Ibid, h. 170. 231
Ibid, h. 171.
92
Parman semakin mengetahui rahasia-rahasia Barga. Operasi-operasi untuk
memusnahkan suatu tempat demi mendapatkan penghasilan.
Tahap ini diselesaikan dengan keadaan Parman yang semakin terbiasa
dengan tindakan pembakaran atau pemusnahan yang ditugaskan kepadanya.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Sore harinya ketika saya sedang berkemas, disodorkannya seberkas
berisi tiga puluh tujuh proyek pemusnahan di pelbagai kota yang harus
saya laksanakan.232
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa, yang
bertujuan untuk merepresentasikan dirinya. Secara keseluruhan gaya bahasa
yang ditemukan dalam ketiga cerpen terdiri dari beberapa gaya bahasa, seperti
simile, personifikasi, hiperbola, dan alusi.
a. Simile
Majas simile merupakan gaya bahasa yang melakukan perbandingan secara
eksplisit ataupun langsung. Biasanya dalam majas ini digunakan kata-kata
seperti, bagaikan, sama, laksana, sebagai, dan lain sebagainya. Pengarang
menggunakan majas ini dalam kutipan berikut:
... Genggaman tangannya merenggut taplak meja dan segala masakan
yang lezat-lezat itu terseret oleh berat tubuhnya yang gendut,
berhamburan bersama porselen-porselen yang indah-indah itu. Persis
segala sesuatu yang disedot masuk jurang. Tumpah ruah terkeping-
keping. Lalu segala sesuatunya diterima sebagai sesaji.233
... Bola lampu itu berantakan dan Ayah makin kelihatan seperti
patung yang mengapung.234
Kutipan dalam cerpen Panggung di atas adalah ungkapan Joko untuk
melukiskan keadaan sang ayah usai ditembaknya. Ia membandingkan
peristiwa jatuh Ayahnya dengan menarik taplak meja yang di atasnya
berisikan berbagai jamuan itu sangat cepat jatuh bersamaan sehingga
nampak seperti tersedot masuk jurang. Persamaan yang diungkapkan adalah
besarnya kekuatan yang mampu menyedot berbagai sajian itu sehingga 232
Ibid, h. 174. 233
Ibid, h. 37. 234
Ibid, h. 50.
93
tumpah ruah. Hal tersebut merupakan bentuk penekanan untuk
menggambarkan begitu dramatisnya peristiwa terbunuhnya sang ayah.
Simile disebut sebagai gaya bahasa perbandingan, secara eksplisit tampak
pada kutipan di atas melalui penggunaan kata persis, seperti.
Pada cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan memiliki majas yang
sama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Kobaran api menjilat-jilat angkasa, menjalar sebagai naga,
menyambar rumah demi rumah, di tingkah teriakan dan jerit
tangis para penghuninya. 235
Kutipan di atas menggambarkan peristiwa terjadinya kebakaran ketika
api semakin tinggi dan menyebar membakar semua yang ada di sekitarnya.
Ia membandingkan peristiwa api yang membakar itu seperti berjalan dari
satu tempat ke tempat lain. Secara berantai menjalar dengan menggunakan
kata “sebagai” yang merupakan ciri dari penggunaan majas simile. Kata
tersebut merujuk pada menyamakan api yang merambat seperti naga yang
panjang.
b. Personifikasi
Majas personifikasi adalah gaya bahasa yang mengungkapkan benda
mati tetapi melakukan sesuatu hal seperti makhluk hidup. Hal itu dibuktikan
dengan kutipan berikut:
Pedal gas saya genjot dan berlarilah mobil ini seperti kijang, keluar
halaman.236
Kutipan dalam cerpen Panggung di atas menunjukkan bahwa kata
“berlarilah” merupakan tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tetapi
dalam kutipan tersebut kata “berlarilah” dilakukan oleh benda mati yaitu
mobil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat tersebut menggunakan
majas personifikasi. Kutipan tersebut digunakan oleh pengarang untuk
menggambarkan betapa cepatnya mobil itu bergerak atau dapat bermakna
bahwa sangat tergesa-gesa orang yang mengendarainya.
235
Ibid, h. 149. 236
Ibid, h. 46.
94
Pada cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan memiliki majas yang
sama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Kobaran api menjilat-jilat angkasa.237
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kata “menjilat-jilat” merupakan
tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tetapi dalam kutipan tersebut kata
“menjilat-jilat” diterapkan pada benda mati yaitu angkasa atau langit.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat tersebut menggunakan majas
personifikasi. Kutipan tersebut digunakan oleh pengarang untuk
menggambarkan api yang menyala itu sangat besar dan tinggi hingga
nampak dekat dengan langit.
c. Hiperbola
Majas hiperbola adalah suatu gaya yang bertujuan untuk menjelaskan
suatu hal namun dilakukan dengan cara melebih-lebihkan dari kenyataan
aslinya dengan maksud untuk meningkatkan kesan dan daya pengaruh
sesuatu yang dibicarakan. Hal ini Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
Ia tidak dapat melihat siapa pun jadi terkenal, jadi kaya dan punya
pacar cantik. Pencemburu setengah modar, apinya bisa
menyebabkan neraka mbludag.”238
Kutipan dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit di atas
menunjukkan bahwa sikap tokoh Goplak yang dikenal pencemburu.
Sehingga, rasa cemburu yang berlebihan itu mengakibatkan tanggapan yang
dramatis, bahwa kemarahan seseorang dapat mengakibatkan neraka mblulag
yang bermakna melebihi kapasitas atau berlebihan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kalimat tersebut menggunakan majas hiperbola. Kutipan
tersebut digunakan oleh pengarang untuk menggambarkan jika neraka itu
dalam suatu tempat atau wadah maka daya tampungnya sudah tidak cukup
dan bisa melebar keluar hingga tidak tertampung. Begitulah bentuk rasa
cemburu berlebihan yang ditunjukkan Goplak.
237
Ibid, h. 149. 238
Ibid, h. 127.
95
Pada cerpen Gemertak dan Serpihan-Serpihan memiliki majas yang
sama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
... Kucur peluh dibiarkannya menjadi banjir, orang-orang
kuyup menatap kobaran api dari tempat barang-barang yang bisa
diselamatkan.239
Kutipan di atas menunjukkan kondisi orang-orang yang rumahnya
mengalami kebakaran sangat sibuk menyelamatkan harta bendanya. Kondisi
mereka yang berkeringat itu lebih di dramatisir lagi sehingga dikaitkan
dengan kondisi banjir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat tersebut
menggunakan majas hiperbola. Kutipan tersebut digunakan oleh pengarang
untuk menggambarkan jika banyaknya keringat yang dikeluarkan seseorang
akibat rasa letih dan udara yang panas disamakan dengan kondisi air yang
berlebihan hingga menyebabkan banjir.
B. Potret Orde Baru dalam Cerpen Panggung, Pundak yang Begini Sempit, dan
Gemertak dan Serpihan-Serpihan
Berhala memuat tiga belas cerpen yang ditulis antara tahun 1979-1987, yang
memiliki keistimewaan pada masing-masing ceritanya, di antaranya menyoal
kondisi sosial dan politik, dengan latar penulisan di kota Jakarta. Hal ini menarik
mengingat antara tahun 1965-1998 menjadi memoar perjalanan masa Orde Baru
di Indonesia yang ditunggangi oleh Soeharto. Tidak heran jika beberapa cerita di
dalamnya memotret kondisi sosial dan politik pada masa Orde Baru, termasuk tiga
cerpen di dalamnya, yaitu Panggung (1981), Pundak yang Begini Sempit (1986),
dan Gemertak dan Serpihan-Serpihan (1987).
1. Potret Orde Baru dalam cerpen Panggung
Kondisi politik pada masa Orde Baru melatarbelakangi cerpen
Panggung. Politik dalam masyarakat memiliki berbagai dimensi pengertian,
mulanya merupakan dimensi positif, yaitu upaya yang dilakukan warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Namun,
kegiatan berpolitik kerap kali diwarnai sebatas upaya untuk mendapatkan atau
239
Ibid, h. 150.
96
mempertahankan kekuasaan di masyarakat saja. Munculnya penyalahgunaan
kekuasaan yang rentan dilakukan oleh para pejabat, sehingga tanggung jawab
besar dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara tidak lagi menjadi
pekerjaan yang terhormat.
Potret korupsi mewarnai cerpen Panggung, korupsi sebagai tindakan
penyalahgunaan atau penyelewengan yang bermuara pada kekuasaan dan uang
terjadi dalam sebuah keluarga pejabat. Dalam sebuah keluarga antara satu
dengan yang lain tentu memiliki sifat dan sikap yang berbeda. Hal inilah yang
diperlihatkan Danarto, bahwa hubungan antara orang tua dan anak tidak selalu
berjalan beriringan. Cerita dalam cerpen Panggung bermula pada kebencian
seorang anak terhadap prilaku ayahnya, kebencian itu muncul akibat surat
kaleng yang ia terima mengenai tindakan buruk ayahnya.
... Isi surat kaleng itu banyak yang mengerikan yang menuding Ayah
sebagai orang Bappenas. Ayah disindir. Dicaci. Dihina habis-habisan.
Lama-lama surat kaleng itu dapat membakar saya dan menaruhkan
kebencian dengan enaknya di salah satu kamar hati saya. Terbakar sudah!
Saya mulai membenci Ayah.240
Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana seorang pejabat dianggap
sebagai sosok yang jahat, bahwa kejahatan seseorang dapat terbongkar dengan
berbagai cara, termasuk melalui surat kaleng. Artinya, setiap kejahatan tidak
mudah dapat terbongkar dan dapat diadili, begitu pun sebaliknya, tidak selalu
dapat disembunyikan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Inter-
Governmental Group on Indonesia (IGGI), kedua lembaga ini banyak
dibicarakan dalam cerpen Panggung. Pada awal Orde Baru, yang mewarisi
kebangkrutan ekonomi Orde Lama, telah muncul ide mengenai perlunya kita
memperoleh pinjaman dari luar-negeri untuk mengangkat perekonomian
Indonesia. Bersamaan dengan itu muncul pula gagasan tentang bagaimana kita
harus berhati-hati terhadap pinjaman luar-negeri. Dari gagasan tentang
perlunya pinjaman luar negeri itulah awal dari dibentuknya IGGI. Tidak bisa
diabaikan bahwa tujuan dari pembentukan IGGI adalah untuk mencari
240
Danarto, op. cit, h. 40.
97
penyelesaian utang Indonesia zaman Orde Lama pada luar-negeri yang
mencapai USD 2,4 miliar (USD 1,5 miliar di antaranya untuk pembebasan
Irian Jaya).241
Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) didirikan pada tahun
1967. Tujuannya, memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan
kepada Indonesia untuk biaya pembangunan. IGGI berpusat di Den Haag
(Belanda). Ketua IGGI dijabat oleh Menteri Kerja Sama Pembangunan
Kerajaan Belanda. Bantuan IGGI kepada Indonesia, antara lain berbentuk:
bantuan proyek, bantuan program, bantuan pangan, bantuan teknik, devisa
kredit (devisa yang diperoleh dari pinjaman), dan grant (sumbangan atau
hadiah). Bantuan IGGI kepada Indonesia ini diberikan setiap tahun. Setiap
tahun diselenggarakan sidang IGGI untuk membahas dan mengevaluasi
pelaksanaan pembangunan Indonesia sebagai dasar pemberian bantuan tahun
berikutnya. Bantuan yang berbentuk pinjaman (devisa kredit) bersyarat lunak
dengan bunga berkisar 0–3% setahun dengan jangka waktu angsuran berkisar
7–10 tahun. Bantuan dari IGGI yang digunakan untuk pembangunan proyek-
proyek produktif dan kesejahteraan sosial. Pada tanggal 25 Maret 1992, IGGI
bubar sebab Indonesia menolak bantuan Belanda yang dianggap terlalu banyak
mengaitkan pinjaman luar negerinya dengan masalah politik di Indonesia.242
Sehingga, keberadaan IGGI berlangsung hanya pada masa Orde Baru.
Awal Orde Baru dan terbentuknya IGGI menjadi magnet bagi
perkembangan ekonomi Indonesia. Dilihat dari peran penting Bappenas dan
IGGI dalam pelaksanaan pemerintahan dan perkembangan perekonomian yang
terjadi pada masa Orde Baru. Jika Bappenas dimulai sejak tahun 1945, IGGI
dimulai sejak 1967, dan cerpen Panggung ditulis tahun 1981, maka tidak heran
jika cerpen Panggung secara jelas menyebutkan kedua lembaga tersebut.
241
Prof. Dr. Sri-Edi Swasono, Keberadaan dan Peran CGI atau AID Coordinator : Tinjauan Berkelanjutan Fiskal dan Upaya Mengurangi Ketergantungan, dari https://www.bappenas.go.id/files/5213/6082/9490/sri-edi__20091015095921__2298__0.doc, diakses tanggal 18 Agustus 2019 pukul 09.30. 242
Doni Setyawan, Bantuan Ekonomi dari IGGI dan CGI , dari http://www.donisetyawan.com/bantuan-ekonomi-dari-iggi-dan-cgi/, diakses tanggal 18 Agustus 2019 pukul 09.50.
98
“Kamu menyembunyikan sesuatu tentang GIGI,” kata saya tentang IGGI
dengan kebiasaan menyebutnya sebagai GIGI, kepada sahabat saya
Sekretaris II Bidang Ekonomi (untuk kemudian saya sebut S II BE saja)
dari salah satu kedubes negara yang tergabung dalam grup yang
membantu Indonesia.243
Kutipan tersebut semakin menegaskan keterikatan tokoh utama dengan
kondisi aktual ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru, keberadaan IGGI dan
negara yang tergabung di dalamnya, untuk membantu ekonomi Indonesia.
Adapun anggota IGGI adalah Negara-negara kreditor, seperti Inggris, Prancis,
Belgia, Italia, Swiss, Jepang, Belanda, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru,
Amerika Serikat, dan Kanada. Badan keuangan dunia baik internasional
maupun regional, seperti Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia
(Asian Development Bank), Dana Moneter Internasional (International
Monetary Fund), dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).244
Ibu melihat arloji kalungnya: “Detik ini pesawat yang membawa ayahmu
ke Zurich sedang tauke-off dari Halim.”245
Pagi hari mendarat di Orly, Paris, saya ngebut ke Boulevard Sebastopol
untuk membeli atau merampok pistol.246
Ada dua negara di antarnya disebutkan dalam kutipan cerpen Panggung
di atas, yaitu Swiss dan Prancis. Zurich adalah pusat perdagangan di Swiss dan
menjadi salah satu kota yang sangat penting di dunia. Paris adalah ibu kota
Prancis yang ramai dengan kemewahan dan pusat perbelanjaan. Kedua negara
tersebut adalah negara yang tergabung dalam IGGI. Pemilihan dan penulisan
nama negara pada cerita adalah kemungkinan hasil potret kondisi IGGI pada
masa Orde Baru.
Pembunuhan terhadap Ayah itu saya persiapkan semasak mungkin.
Artinya dengan waktu yang sangat tepat. Bertepatan dengan datangnya
para utusan IGGI yang akan meninjau berbagai proyek untuk rakyat di
Jawa Barat. Di suatu restoran yang terkenal enak dan mewahnya itu para
utusan dijamu. Dalam salah satu surat kaleng itu menyebutkan Ayah
punya kebiasaan memamerkan kemewahan sambutan yang sangat terasa
243
Danarto, Berhala, (Yogyakarta: Diva Press, 2017), h. 39. 244
Doni Setyawan, op. cit. 245
Danarto, op. cit., h. 48. 246
Ibid, h. 50.
99
berlebih-lebihan, hingga sering membuat para utusan merasa risi dan
malu. Apa maksudnya itu semua, mereka bertanya-tanya. Saya selalu
ingat batu karang dalam laut dengan lidah panjang. Dan di restoran itulah
Ayah saya habisi.247
Kutipan tersebut memotret prilaku ayah dari tokoh utama seseorang
pejabat Bappenas ketika berhadapan dengan utusan IGGI. Dalam kondisi
faktual bahwa kedatangan IGGI tidak terlepas dari memberikan bantuan,
dengan kata lain memberikan pinjaman kepada Indonesia. Menurut Sri Edi
Suwarsono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengenai
IGGI dan hutang-piutang Indonesia sebagai berikut,
Saya mengajak kita semua untuk melihat kasus utang Indonesia sebagai
suatu perjuangan untuk melepaskan diri dari ketergantungan dan
meningkatkan kemandirian. Mari kita merubah posisi debt-trap menjadi
debt-resolution, merubah keterjebakan atau ketercanduan menjadi energi
sosial untuk meraih martabat dan melepas posisi subordinasi sebagai
bangsa yang tangannya menengadah di bawah.
Saya telah lama mencemaskan bahwa debt-trap telah menumbuhkan
cultural-trap, di mana posisi tersubordinasi sebagai bangsa berutang
telah menempatkan kita pada posisi keterdiktean, mem¬bentukkan mind-
set kita ke dalam pola pikir hubungan ekonomi “tuan-hamba”, yang
selalu mencari kepercayaan, mencari muka, dan mencari “suaka kultural”
kepada para kreditor berkat hilangnya percaya diri. Pikiran kita pun
tergadaikan untuk selalu mencari solusi ekonomis- finansial melalui
utang belaka dan melalui petunjuk para kreditor pula, kita “menari atas
kendang mereka”.248
Kutipan tersebut menampilkan potret bahwa langkah untuk terbebas dari
keterpurukan ekonomi dengan jalan meminjam tidak selalu menjadi solusi
terbaik, bahkan dapat menciptakan persoalan baru, seperti pada kutipan ..., di
mana posisi tersubordinasi sebagai bangsa berutang telah menempatkan kita
pada posisi keterdiktean, membentukkan mindset kita ke dalam pola pikir
hubungan ekonomi “tuan-hamba”, yang selalu mencari kepercayaan, mencari
muka, dan mencari “suaka kultural” kepada para kreditor berkat hilangnya
percaya diri.249
Berkaitan dengan kutipan cerpen ... Di suatu restoran yang
terkenal enak dan mewahnya itu para utusan dijamu. Dalam salah satu surat 247
Ibid, h. 43. 248
Prof. Dr. Sri-Edi Swasono, op. cit. 249
Ibid.
100
kaleng itu menyebutkan Ayah punya kebiasaan memamerkan kemewahan
sambutan yang sangat terasa berlebih-lebihan, hingga sering membuat para
utusan merasa risi dan malu. Apa maksudnya itu semua, mereka bertanya-
tanya.250
Akhirnya, muncul mental yang rendah pada diri seseorang untuk
mendapatkan suatu pengakuan agar dapat terselenggaranya tujuan.
Kejahatan yang dibalas oleh tindak kejahatan nampak pada cerpen
Panggung. Hal tersebut terdapat pada keberanian seorang anak dalam
melakukan tindakan untuk membunuh ayahnya, meskipun ayahnya telah
melakukan tindakan yang salah, membunuh seseorang tetaplah sebuah
kesalahan. Artinya, tidak mudah untuk dapat mengadili seseorang yang berbuat
kejahatan, langkah lain yang sering kali ditempuh adalah dengan melakukan
tindakan yang lebih jahat. Sama halnya, bahwa menutupi berita besar harus
dengan berita yang lebih besar lagi, menutupi satu kebohongan dengan
kebohongan lain. Tidak hanya pada masa Orde Baru bahwa kekuasaan atau
jabatan seseorang dapat membuat hidupnya lebih mudah.
Sesampainya di sel baru, saya terbengong lagi. Beberapa pekerja sedang
memasang AC di kamar saya. Sebuah kamar yang luas dan kelihatan
bakal nyaman. Tapi ini juga berarti saya harus betah tinggal lama di sel
ini dan belajar mencintainya. Ha, ternyata ada juga TV berwarna paling
gede, video recorder dengan setumpuk kaset filmnya. Bahkan ada video
game segala. Ini apa-apaan! Saya geleng-geleng. Perabotan yang bagus-
bagus juga sedang diatur. Ini semua pasti ulah Ibu. Wanita yang luar
biasa.251
Uraian di atas menunjukkan bahwa uang dan kekuasaan dapat membuat
hidup seseorang tetap nyaman meskipun telah melakukan tindakan kejahatan,
nampak bahwa harta dan jabatan menjadi kekuasaan tunggal terhadap segala
keputusan hidup. Tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme menjadi rantai yang
sulit dipecah sehingga sering kali menjadi rangkaian temuan tindak kejahatan
di kalangan elite politik.
250
Danarto, Op. Cit., h. 43. 251
Ibid, h. 45.
101
2. Potret Orde Baru dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit
Orde Baru dengan serangkaian kontroversi yang mengiringinya, memang
selalu menjadi daya tarik tersendiri dalam mempelajari sejarah pada era saat
ini. Sederet kasus-kasus dapat bermunculan ketika menyoal Orde Baru,
termasuk dalam cerpen Pundak yang Begini Sempit dengan jelas menyinggung
kasus yang terjadi pada masa Orde Baru. Potret kasus mengenai Penembak
Misterius (Petrus) dan Gabungan Anak Liar (Gali) memang lekat dengan Orde
Baru, kedua istilah itu dikenal pada masa Orde Baru sebagai sebuah kasus yang
terjadi sekitar tahun 1981-1985. Kasus memiliki pengertian bahwa yang terjadi
merupakan sebuah pelanggaran yang bertentangan dengan aturan atau
ketetapan hukum yang berlaku.
Kehadiran serangkaian kasus yang terjadi adalah ketika Orde Baru
berakhir pada 1998, tuntutan untuk mengungkap dugaan terjadinya
pelanggaran berat HAM masa lalu banyak bermunculan. Sejumlah produk
hukum bermunculan untuk merespons tuntutan itu. Misalnya, Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 26 tahun
2000 tentang Pengadilan HAM. Lebih jauh, terdapat sejumlah proses hukum
yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait menyelesaikan persoalan kasus
masa lampau.252
Salah satunya mengenai potret kasus Petrus dan gali, meski
keberadaan gali atau preman dianggap meresahkan, namun tindakan
melenyapkan nyawa seseorang tanpa melalui proses hukum yang berlaku
tetaplah tidak dibenarkan. Potret gali nampak pada kutipan berikut.
Goplak adalah raja gali. Ia menguasai dua blok toko paling laris. Setiap
bulannya ia punya penghasilan dua juta rupiah dari hasil pungutan, upeti,
hasil kompasan, atau apa pun namanya. Ia membawahi paling tidak 50
orang anak buah, dengan didikan tangan besi. Goplak adalah ketua
gerombolan yang garang, sangat gemar main kasar. Gali-gabungan anak
liar-telah beroleh makna yang sejati di tangan Goplak, suatu rumus ke
arah lahan kejahatan yang lebih luas. Goplak adalah pengejawantahan
252
Kompas.com, Kontras Paparkan 10 Kasus Pelanggaran HAM yang Diduga Melibatkan Soeharto, dari https://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/07220041/Kontras.Paparkan.10.Kasus.Pelanggaran.HAM.yang.Diduga.Melibatkan.Soeharto?page=4, diakses tanggal 24 Agustus 2019 pukul 19.20.
102
pengertian gali, sungguh masyarakat melihatnya seperti kobaran api
kebakaran. Ia akrab benar, dan sangat berbahaya.253
Kutipan cerpen tersebut menggambarkan bahwa sosok gali atau preman
yang kehadirannya meresahkan masyarakat, melakukan tindakan untuk
mencari keuntungan dari kelemahan orang lain, sehingga orang lain mengalami
kerugian atas prilakunya tersebut. Sejalan dengan hal itu, bahwa pada masa
Orde Baru keberadaan gali memiliki peran yang lebih luas lagi. Nampak pada
kutipan berikut.
Bathi Mulyono bukan sembarang preman. Dia ketua Yayasan Fajar
Menyingsing, organisasi massa yang menghimpun ribuan residivis dan
pemuda di daerah Jawa Tengah. Organisasinya itu dibekingi oleh
Gubernur Jawa Tengah Supardjo Rustam, Ketua DPRD Jawa Tengah
Widarto dan pengusaha Soetikno Widjojo. Dengan “restu” elite penguasa
daerah, Bathi menjalankan bisnisnya mulai dari jasa broker sampai
dengan lahan parkir di wilayah Jawa Tengah.
Hubungan yang dibangun antara elite dengan para preman pun bergerak
lebih jauh dari sekadar bisnis. Preman pun digunakan sebagai kelompok-
kelompok milisi yang diberdayakan pada saat musim kampanye Pemilu
tiba. Golongan Karya (Golkar) sebagai generator politik Orde Baru
banyak menggunakan jasa para preman untuk menggalang massa dan
mengamankan jalannya kampanye.254
Kutipan tersebut menggambarkan kasus mengenai seorang gali yang
dicari keberadaannya antara tahun 1983-1985, peran gali bukan hanya sebatas
seorang preman yang menjarah keuntungan dari para pedagang. Namun, turut
serta dalam kemelut perpolitikan masa Orde Baru. Berbicara menyoal bentuk
kejahatan tentu ada penyelamatannya, maka berbicara menyoal gali tidak
terlepas dari Petrus, Petrus dan gali berjalan berseberangan. Potret inilah yang
ditampilkan dalam cerita, keberadaan Petrus untuk melenyapkan gali. Potret
tersebut nampak pada kutipan berikut.
... Operasi-operasi kami, saya, Jon dan sejumlah kawan dalam menumpas
gali-gali selama ini seingat saya berjalan dengan mulus dan baik-baik
saja.255
253
Danarto, Op. Cit., h. 127. 254
Bonnie Triyana, Petrus: Kisah Gelap Orba, dari https://historia.id/politik/articles/petrus-kisah-gelap-orba-PyXNv, diakses tanggal 24 Agustus 2019 pukul 19.30. 255
Danarto, op. cit., h. 142.
103
“Aku nggak mau suamiku Petrus. Aku nggak mau!” jeritnya yang diikuti
jeritan Nining di balik pintu.256
... Begitu saya ditahan, begitu istri saya minta cerai. Alasannya terutama
karena saya ini Petrus, penembak misterius. Dia merasa disambar ledek
ketika mengetahui suaminya seorang yang pekerjaannya membunuhi
orang. Biarpun yang dibunuh itu para penjahat, dia sama sekali tak dapat
menerimanya.257
Pekerjaan sebagai seorang Petrus bukanlah sebuah pekerjaan yang
diterima begitu saja oleh orang lain apalagi keluarga, namun menjadi pekerjaan
yang di rahasiakan oleh para anggota militer atau polisi yang bertindak sebagai
Petrus. Potret pekerjaan sebagai Petrus dalam cerpen dirahasiakan karena
oknum anggota militer atau polisi tersebut tidak mendapat perlindungan hukum
sebagai Petrus.
Komandan yang tertarik cerita bohong itu berkali-kali mengunjungi saya.
Secara halus tapi kejam Komandan memepet terus saya ke pojok yang
jorok, sampai di mana hubungan saya dengan laki-laki aneh itu.
Hubungan itu berbentuk apa, sudah berlangsung berapa lama, apa saja
yang saya dapat dari hubungan itu, siapa saja yang masuk jaringan ini.258
Keberadaan Petrus yang masih dirahasiakan dan kemungkinan tidak
semua jajaran organisasi militer atau polisi turut campur di dalamnya, potret di
atas sejalan dengan kondisi aktual berikut.
Berita-berita yang terbit di media massa dihiasi silang pendapat. Kepala
Bakin Yoga Soegama menyatakan tak perlu mempersoalkan para
penjahat yang mati secara misterius (Sinar Harapan, 23 Juli 1983),
sementara itu mantan Wapres H. Adam Malik angkat bicara dan
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap aksi penembakan misterius
(Terbit, 25 Juli 1983). “Jangan mentang-mentang penjahat kerah dekil
langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya
dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi,”
Adam Malik mengingatkan, “setiap usaha yang bertentangan dengan
hukum akan membawa negara ini pada kehancuran,” kecam pemuda
angkatan 1945 itu.
LB Moerdani, panglima yang disebut-sebut sebagai salah satu desainer
operasi Petrus itu mengatakan kalau peristiwa itu dipicu oleh perang
antargenk. Benny berdalih pembunuhan-pembunuhan itu tak melibatkan
256
Ibid, h. 138. 257
Ibid, h. 140. 258
Ibid, h. 141.
104
tangan ABRI. Sementara itu Soeharto dalam otobiografinya, Pikiran,
Ucapan dan Tindakan Saya, punya dalih lain. Dia menuturkan kalau
Petrus ditujukan sebagai usaha mencegah kejahatan seefektif mungkin
dengan harapan menimbulkan efek jera.
Potret gali yang harus berhadapan dengan Petrus mendapatkan nasib mati
dengan tembakan dan peluru bersarang di tubuhnya. Setelah mati mayatnya
bisa dibuang di mana saja dengan cara digeletakkan begitu saja atau
dimasukkan ke dalam karung. Kutipan cerpen berikut.
Yang menarik saya adalah tato pada punggung tangan sang pemuda itu.
Gali-gali memang biasa bertato untuk menunjukkan kejantanannya.259
“Si Epong jangan di ambil, Pak Abas,” tangis Bu Bibing sambil memeluk
kedua kaki saya, membuat anak-anak menyingkir.260
... Dan kami pun secepat kilat memasukkan mayat itu ke dalam karung,
meninggalkannya di situ, sebelum orang-orang pada berdatangan.261
Potret cara mengidentifikasi seseorang itu gali atau bukan dalam kutipan
cerpen di atas memiliki hubungan faktual dengan kondisi pada masa Orde
Baru, yaitu dapat dilihat dari tubuhnya yang memiliki tato dan cara
kematiannya yang ditembak dan dimasukkan ke dalam karung adalah akibat
dibunuh oleh Petrus.
Berita di koran-koran yang terbit pada masa itu pun hampir seluruhnya
menampilkan penemuan mayat-mayat bertato dengan dada atau kepala
berlubang ditembus peluru. Dalam sehari, di berbagai kota, hampir dapat
dipastikan ada mayat-mayat dalam keadaan tangan terikat atau
dimasukkan ke dalam karung yang digeletakkan begitu saja di emperan
toko, bantaran kali, dan di semak-semak.262
Berdasarkan uraian di atas, potret gali dan Petrus muncul dalam satu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Potret gali yang menjadi sasaran Petrus
untuk dihilangkan, bukan hanya bentuk kejahatannya, tetapi juga nyawanya.
3. Potret Orde Baru dalam cerpen Gemertak dan Sepihan-Serpihan
Potret yang ditampilkan dalam cerpen Gemertak dan Sepihan-Serpihan
adalah mengenai kegiatan kerja sama yang dilakukan untuk melenyapkan suatu
259
Ibid, h. 144. 260
Ibid, h. 137. 261
Ibid, h. 145. 262
Bonnie Triyana, op. cit.
105
wilayah atau tempat dengan cara melakukan pembakaran dengan tujuan
mencari keuntungan dari pihak lain. Mendengar kata kebakaran pada masa
Orde Baru maka yang paling lekat adalah peristiwa kerusuhan yang disusul
dengan pembakaran di suatu tempat yang terjadi di kawasan Tanjung Priok
pada 12 September 1984 yang dikenal dengan sebutan “Peristiwa Tanjung
Priok” yang dikenal sebagai tindakan provokasi, subversi hingga pelanggaran
HAM.
Beberapa pekan sebelum 12 September 1984, kawasan Jakarta Utara bak
api dalam sekam. Di wilayah kaum buruh dan nelayan kecil yang dikenal
kumuh serta kerap banjir tersebut, isu-isu politik berbalut keagamaan bertiup
kencang. Hampir tiap minggu, para ulama via masjid-masjid
mengumandangkan kritik keras terhadap pemerintah Orde Baru yang dinilai
tidak berpihak kepada umat Islam. Dua tema yang kerap menjadi “santapan
rohani” para jamaah masjid-masjid di Tanjung Priok adalah soal pemaksaan
Pancasila sebagai satu-satunya asas yang harus dicantumkan termasuk bagi
organisasi-organisasi Islam dan diskriminasi pihak pemerintah terhadap para
siswa serta mahasiswa berjilbab.263
Peristiwa dalam cerpen Gemertak dan
Serpihan-Serpihan ditulis pada tahun 1987, terdapat potret yang terjadi pada
masa Orde Baru terkait kegiatan pembakaran yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya, misalnya Peristiwa Tanjung Priok tersebut. Memotret realitas
bahwa setiap peristiwa yang terjadi ada maksud dan tujuan yang
melatarbelakangi, sering kali ditujukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Potret terselenggaranya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
tergambar dalam cerpen ini. Melalui kekuasaan seseorang dapat membeli
kenyamanan, meskipun telah melakukan tindak kejahatan. Hal ini tergambar
ketika tokoh Parman telah melakukan tindakan pembakaran supermarket atas
suruhan tokoh Barga.
Saya makan banyak dan enak-enak. Apa saja yang saya minta dipenuhi.
Saya juga mendapatkan pakaian-pakaian baru. Kamar tahanan serta-
263
Historia.id, Peristiwa Tanjung Priok: Darah Pun Mengalir di Utara Jakarta, dari https://historia.id/politik/articles/peristiwa-tanjung-priok-darah-pun-mengalir-di-utara-jakarta-D8JmQ, diakses tanggal 29 Agustus 2019 pukul 20.00.
106
merta diubah, menjadi rumah tinggal yang apik, dengan kamar mandi di
dalam, plus televisi dan surat kabar pagi. Agaknya apa yang saya
pikirkan sampai yang sepele-sepele, diketahui Barga dan dipenuhinya.264
Potret ketika di dalam penjara seorang narapidana tidak mendapatkan
kesulitan. Bahkan mendapatkan perlakuan yang istimewa sudah menjadi
rahasia umum.
Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu mengatakan transaksi jual
beli sel mewah di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan
(rutan) terhadap tahanan dan warga binaan bukan cerita baru. Kejadian
seperti di Lapas Sukamiskin, Bandung justru sudah terjadi bertahun-
tahun lalu sejak masa Orde Baru hingga saat ini.265
Potret lain yang tergambar adalah kekuasaan seorang Jenderal,
mendengar kata Jenderal tentu lekat dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde
Baru terdapat gambaran catatan sejarah tentang “tantangan” yang dihadapi
Presiden Soeharto dalam hubungannya dengan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) selama periode 1975-1982 serta perdebatan yang
berkembang tentang peranan ABRI di masyarakat. Sekalipun perdebatan itu
menyangkut keterlibatan ABRI di seluruh segi kehidupan masyarakat.266
Tidak
heran jika cerpen ini memunculkan tokoh Jenderal di dalamnya mengingat
masa Orde Baru lekat dengan rezim militer Indonesia.
Suatu iring-iringan yang terdiri dari lima mobil memasuki kawasan.
Pintu-pintu mobil membuka secara bersamaan. Seorang jenderal
terpancang lima bintang di pundaknya muncul dari mobil-mobil yang
lain memberi hormat dengan senapannya. Bergegas ia memasuki gudang
tempat penyimpanan peti-peti. Para penjaga cepat berdiri tegak memberi
hormat. Ia meminta terpal penutupnya dibuka. Sejenak ia pandangi peti-
peti itu.267
Kutipan cerpen tersebut memberikan gambaran yang mengarah pada
tokoh jenderal yang memiliki pangkat bintang lima. Jenderal bintang lima
264
Danarto, op. cit., h. 171. 265
Berita Satu, Transaksi Jual Beli Sel Mewah Bukan Cerita Baru, dari https://www.beritasatu.com/nasional/502334/transaksi-jual-beli-sel-mewah-bukan-cerita-baru, diakses tanggal 29 Agustus 2019 pukul 20.30. 266
David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA: Rezim Militer Indonesia 1975-1983, (Depok: Katalog Dalam Terbitan, 2010), h. xxvii. 267
Danarto, op. cit., h. 172.
107
bergelar jenderal besar. Jenderal Besar adalah pangkat tertinggi yang dapat
dicapai oleh seorang perwira TNI. Gelar ini diberikan atas jasa luar biasa
jenderal tersebut terhadap bangsa dan negaranya bahkan dunia. Di Indonesia
sendiri hanya sedikit yang mempunyai pangkat jenderal bintang lima, yaitu
Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution,
Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto (Presiden Indonesia ke-2).268
“Ya,” sambungnya sambil menyapukan pandangannya ke peti-peti. “Ada
obyekan dua miliar rupiah, berwujud peralatan piawai untuk sebuah RRI.
Barangnya di dalam peti-peti ini. “Ia meraba-raba peti di sisinya.
“Supaya peralatan ini bisa laku secepatnya, peralatan lama RRI harus
dimusnahkan. Logis, kan. Ini obyekan kutu loncat yang usahanya Cuma
memindahkan saja dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Paham?”
“Paham, Jenderal.”
“Laksanakan!”
Ketika jenderal itu beranjak dari tempat duduknya, seperti saya membau
sesuatu yang terbakar. Gemertak dan serpihan-serpihan seperti
membuntutinya. Pemusnahan, gumam saya seperti meluncur dari mulut
begitu saja,...269
Potret jenderal yang ditampilkan dalam cerpen tersebut semakin
mengarah pada sosok Soeharto. Hal tersebut dapat dilengkapi dengan realitas
berikut:
Inilah pola pikir Soeharto yang berkembang sejak tahun-tahunnya di
Angkatan Darat. Pada tahun 1948-1949 Soeharto memiliki reputasi buruk
karena ketika Sultan Yogyakarta yang mendukung perjuangan melawan
Belanda tahun 1948 menyerahkan beberapa gudang penuh dengan barang
kepada Soeharto, ia tidak pernah memberikan pertanggungjawabannya.
Ketika bertugas di Semarang, Soeharto pernah dipindahkan dari Kodam
Diponegoro karena melakukan perdagangan barter dengan negara lain
secara ilegal. Bukannya mengambil hikmah dari kejadian ini, ia malah
tetap saja melakukan hal yang sama di kemudian hari.270
Dilihat dari peristiwa di atas, bahwa keterlibatan Soeharto dalam
kegiatan perdagangan benar terjadi, seperti tergambar dalam cerpen tersebut.
268
Okezone.com, Ini Dia Tiga Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Salah Satunya Mantan Presiden, dari https://nasional.okezone.com/read/2017/10/04/337/1788772/ini-dia-tiga-jenderal-bintang-lima-di-indonesia-salah-satunya-mantan-presiden, diakses tanggal 29 Agustus 2019 pukul 20.50. 269
Danarto, op. cit., h. 174. 270
Wanandi, op. cit., h.107.
108
Sehingga dengan kekuasaan yang dimilikinya dapat dengan mudah untuk
memerintah orang lain.
Peristiwa yang disampaikan dalam tiga cerpen di atas memang berbeda.
Ada kisah pejabat yang korup, kasus Gabungan Anak Liar (Gali) dan
Penembak Misterius (Petrus), serta kerjasama proyek
pemusnahan/pembakaran. Namun, potret Orde Baru yang digambarkan
ketiganya memiliki kesamaan dalam beberapa hal, di antaranya, melibatkan
peran kekuasaan seseorang dalam mendominasi suatu peristiwa, ada yang
harus kalah karena kekuasaan, bahkan dirugikan. Konflik yang memunculkan
rasa dendam. Pengkhianatan satu sama lain, antara orang yang baru dikenal,
sahabat, bahkan dalam keluarga. Terselenggaranya praktik Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN) di antara elit pejabat atau penguasa. Kerjasama dalam
menghimpun suatu bentuk kejahatan.
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah
Pengajaran sastra menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
membelajarkan Bahasa Indonesia di sekolah. Pengajaran sastra tentu dilakukan
bukan tanpa tujuan. Dalam menentukan tujuan-tujuan pengajaran sastra, kita perlu
memahami konsep sastra itu sendiri agar tidak menimbulkan persepsi yang
memberatkan satu pihak atau membuat tujuan pengajaran sastra hanya mampu
menilai dari karya-karya terbaiknya saja atau dari karya-karya yang buruknya
saja. Akan tetapi, yang terjadi di dalam kelas, siswa diminta mematuhi otoritas
wacana dengan berusaha menemukan, menggali dan mempelajari makna yang
terdapat pada buku berisi materi.271
Oleh karena itu, karya sastra sangat penting
keberadaannya sebagai bentuk pengajaran, serta membantu meningkatkan peran
pendidikan secara utuh dalam memaknai realitas kehidupan.
Materi sastra memiliki integrasi terhadap pengembangan empat
keterampilan berbahasa peserta didik yaitu keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis dapat saling menguatkan dalam kegiatan membelajarkan
sastra, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah. Bila dikaitkan dengan
271
Emzir dan Saefur Rohman, op. cit, h. 224.
109
pembelajaran sastra di sekolah, maka penelitian ini dapat dikaitkan dengan
pengajaran prosa fiksi berupa cerita pendek (cerpen). Penelitian ini dapat
membantu guru untuk mengenalkan sejarah kepada peserta didik melalui
pengalaman mengapresiasi karya sastra. Analisis tersebut mengacu pada materi
pembelajaran di kelas XI SMA/MA dengan standar kompetensi mengidentifikasi
dan mendemonstrasikan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam
kumpulan cerita pendek yang dibaca.
Melalui kegiatan membelajarkan sastra di sekolah, diharapkan dapat
menumbuhkan minat dan pengalaman penghayatan peserta didik dalam kegiatan
membaca khususnya pada karya sastra berupa cerpen. Selanjutnya, peserta didik
diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik cerpen.
Peserta didik juga dapat mengaitkan unsur intrinsik tersebut dengan nilai-nilai
kehidupan. Sehingga, tujuan pengajaran sastra agar peserta didik dapat
memperoleh pengalaman sastra dalam wujud pembinaan apresiasi sastra dapat
tercapai. Sehingga, rasa bangga terhadap sastra sebagai khazanah budaya dan
intelektual akan muncul.
Apabila kumpulan cerpen Berhala, khususnya tiga judul yang telah di
analisis sebelumnya dijadikan objek membelajarkan sastra di sekolah, diharapkan
peserta didik dapat mengetahui sejarah yang pernah terjadi di Indonesia, tepatnya
pada masa Orde Baru. Analisis potret Orde Baru ini diharapkan mampu
menjadikan peserta didik lebih mengenal dan memahami problematika yang
terjadi di sekitarnya. Ketiga cerpen tersebut mengandung pembelajaran berharga
bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Pembelajaran bagi peserta didik dalam menjalankan kehidupan agar lebih
bernilai dan tidak melakukan tindakan yang melanggar norma-norma yang ada.
Ketiga cerpen tersebut memberikan pelajaran bahwa seseorang yang
menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk menindas orang lain bukanlah
prilaku yang dibenarkan, sikap saling mengkhianati dapat menimbulkan kerugian
bagi semua pihak yang terlibat bahkan munculnya rasa dendam satu sama lain,
praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) secara sadar harus dihilangkan
110
agar tercipta kehidupan bernegara yang aman dan damai. Prilaku tidak terpuji
tersebut menjadi contoh yang harus dihindari oleh peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, hasil penelitian dalam bentuk potret
Orde Baru dalam cerpen Panggung, Pundak yang Begini Sempit, Gemertak dan
Serpihan-Serpihan, memiliki implikasi dalam pembelajaran sastra di kelas XI
dengan kompetensi dasar mengidentifikasi dan mendemonstrasikan nilai-nilai
kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca.
Melalui pembelajaran kurikulum berkarakter dengan menggunakan pendekatan
saintifik, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
pengetahuan dan wawasannya, menumbuhkan kesadaran dan kepekaan dalam
kehidupan sosial, mampu mengidentifikasi penyimpangan prilaku dan sosial.
Sehingga, karakter positif dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
111
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kumpulan cerpen Berhala
karya Danarto, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini menemukan potret Orde Baru yang muncul dalam cerpen
Panggung, Pundak yang Begini Sempit, Gemertak dan Serpihan-Serpihan.
Beberapa gambaran di antaranya kondisi politik, sosial, dan hukum yang
terjadi pada masa Orde Baru. Pada cerpen “Panggung” berupa prilaku korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) di antara keluarga pejabat. Pada cerpen “Pundak
yang Begini Sempit” berupa tindakan menghakimi para residivis dengan cara
melakukan penembakan dan dimasukkan ke dalam karung serta dibuang begitu
saja, lebih dikenal dengan kasus antara gabungan anak liar (Gali) dan
penembak misterius (Petrus). Pada cerpen “Gemertak dan Serpihan-Serpihan”
berupa tindakan persekongkolan untuk melakukan tindak kejahatan, dan
fasilitas mewah yang bisa didapatkan seorang narapidana di dalam penjara.
Ketiga cerpen tersebut memiliki kesamaan, yaitu melibatkan peran kekuasaan
seseorang dalam sebuah peristiwa, konflik yang memunculkan rasa dendam,
serta prilaku saling mengkhianati.
2. Implikasi yang dapat diterapkan dari penelitian mengenai Potret Orde Baru
dalam Kumpulan Cerpen Berhala karya Danarto terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra di sekolah yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai
kehidupan cerita pendek. Hal tersebut sesuai dengan kompetensi dasar pada
silabus kurikulum 2013 yaitu menganalisis unsur-unsur pembangun (intrinsik)
dan mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen yang
dibaca di tingkat SMA/MA/sederajat. Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai model untuk mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung
dalam cerpen. Terutama nilai-nilai kehidupan pada masa Orde Baru, berbagai
peristiwa yang terjadi dapat menjadi pembelajaran di kehidupan mendatang,
111
112
agar menjadi pribadi yang lebih baik. Menghindari bentuk-bentuk prilaku
tercela, dan berpikir dengan lebih bijak.
B. Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian terhadap tiga judul cerpen dalam
kumpulan cerpen Berhala karya Danarto, maka peneliti memberikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Melalui potret Orde Baru dalam kumpulan cerpen Berhala karya Danarto,
peserta didik dapat memahami peristiwa sehingga memudahkan peserta didik
dalam memahami makna keseluruhan dalam cerita yang dibaca. Hal tersebut
memberikan berbagai macam pelajaran sehingga peserta didik dapat
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
2. Melalui adanya penelitian ini, baik tenaga pendidik atau peneliti lain dapat
menggunakan kumpulan cerpen Berhala karya Danarto sebagai referensi
kegiatan pembelajaran di sekolah atau sebagai objek penelitian lebih lanjut.
Aspek intrinsik dan nilai-nilai kehidupan yang hadir dapat diteliti dan dipelajari
lebih baik dan mendalam, lebih dari apa yang dilakukan peneliti sehingga dapat
berguna bagi banyak orang dalam lingkup sastra dan pendidikan.
113
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Asvi Warman. Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan
Peristiwa. Jakarta: Kompas. 2009.
Aziez, Furqonul, dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia. 2010.
Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1978.
Danarto, Berhala, Yogyakarta: Diva Press. 2017.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Cetakan kedelapan edisi IV 2014.
Emzir, dan Saefur Rohman. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: Rajawali
Press. 2016).
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba
Humanika. 2010.
Karmini, Ni Nyoman. Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama. Bali: Pustaka
Larasan. 2011.
Kosasih, E. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya.
2012.
_________. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia. 2008.
Kurniawan, Heru. Teori, Metode, dan Aplikasi; Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2012.
Madjid, M. Dien, dan Wahyudhi, Johan. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta:
Prenada Media Grup. 2014.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2005.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Cetakan ke-8 2013.
113
114
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
2011.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Edisi Revisi 2013.
__________________. Sastra Anak. Yogyakarta: UGM Press. 2013.
Pradopo, Rachmad Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1995.
Priyatni, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta:
PT Bumi Aksara. 2010.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cetakan
kedua 2012.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2004.
__________________. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cetakan kedua 2019.
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988.
Rokhmansyah, A. Studidan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2014.
Setiadi, Andi. Derap Politik Para Jenderal. Jakarta: Palapa. 2016.
_________________. Sastra Anak. Yogyakarta: UGM Press. 2013.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012).
Tarigan, Henri Guntur. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. 1985).
Tuloli, Nani. Teori Fiksi. Gorontalo: Nurul Jannah. 2000.
Wanandi, Jusuf. Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-
1998. Jakarta: Kompas. 2014.
115
Wibowo, Wahyu. Konglomerasi Sastra. Jakarta: Paronpers. 1995.
Jurnal Elektronik dan Media Online
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Adam Ma’rifat (1980), dari
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Adam_Ma%2527rifat diakses
dari 28 Juli 2019 pukul 10:05.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Danarto (1940-...), dari
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Danarto diakses dari 25 Juli
2019 pukul 15:22.
Berita Satu, Transaksi Jual Beli Sel Mewah Bukan Cerita Baru, dari
https://www.beritasatu.com/nasional/502334/transaksi-jual-beli-sel-mewah-
bukan-cerita-baru, diakses tanggal 29 Agustus 2019 pukul 20.30.
Bonnie Triyana, Petrus: Kisah Gelap Orba, dari
https://historia.id/politik/articles/petrus-kisah-gelap-orba-PyXNv, diakses tanggal
24 Agustus 2019 pukul 19.30.
David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA: Rezim Militer Indonesia
1975-1983, (Depok: Katalog Dalam Terbitan, 2010), h. xxvii.
Doni Setyawan, Bantuan Ekonomi dari IGGI dan CGI , dari
http://www.donisetyawan.com/bantuan-ekonomi-dari-iggi-dan-cgi/, diakses
tanggal 18 Agustus 2019 pukul 09.50.
Historia.id, Peristiwa Tanjung Priok: Darah Pun Mengalir di Utara Jakarta, dari
https://historia.id/politik/articles/peristiwa-tanjung-priok-darah-pun-mengalir-di-
utara-jakarta-D8JmQ, diakses tanggal 29 Agustus 2019 pukul 20.00.
Kompas.com, Lima Orang Anak Bangsa Peroleh PAB 2009,
https://ekonomi.kompas.com/read/2009/08/13/17291664/lima.orang.anak.bangsa.
peroleh.pab.2009 diakses dari tanggal tanggal 25 Juli 2019 pukul 20.07.
116
Kompas.com, Kontras Paparkan 10 Kasus Pelanggaran HAM yang Diduga
Melibatkan Soeharto, dari
https://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/07220041/Kontras.Paparkan.10.Kas
us.Pelanggaran.HAM.yang.Diduga.Melibatkan.Soeharto?page=4, diakses tanggal
24 Agustus 2019 pukul 19.20.
Kumparan, Danarto dan Dunia Sonya Ruri, dari
https://m.kumparan.com/@kumparanstyle/danarto-dan-dunia-sonya-ruri diakses
dari 28 Juli 2019 pukul 11:10.
Okezone.com, Ini Dia Tiga Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Salah Satunya
Mantan Presiden, dari
https://nasional.okezone.com/read/2017/10/04/337/1788772/ini-dia-tiga-jenderal-
bintang-lima-di-indonesia-salah-satunya-mantan-presiden, diakses tanggal 29
Agustus 2019 pukul 20.50.
Prof. Dr. Sri-Edi Swasono, Keberadaan dan Peran CGI atau AID Coordinator :
Tinjauan Berkelanjutan Fiskal dan Upaya Mengurangi Ketergantungan, dari
https://www.bappenas.go.id/files/5213/6082/9490/sri-
edi__20091015095921__2298__0.doc, di akses tanggal 18 Agustus 2019 pukul
09.30.
Tempo.co, Mengenal Karya-Karya Seniman Paket Lengkap, Danarto, dari
https://seleb.tempo.co/read/1078585/mengenal-karya-karya-seniman-paket-
lengkap-danarto/full&view=ok diakses dari tanggal 25 Juli 2019 pukul 19.55.
Th. Sri Rahayu Prihatmi, Warna mistik dalam “Goldob”, (Pusat Dokumentasi
Sastra H.B JASSIN: Sastra Budaya UNDIP 1976).
Lampiran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : MA MIFTAHUL HUDA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI / Ganjil
Tahun Pelajaran : 2019 / 2020
Materi Pokok : Cerpen
Alokasi Waktu : 2 Minggu x 4 Jam pelajaran @ 45 Menit
A. Kompetensi Inti
KI-1 dan KI-2: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung
jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai
dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat
dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan
kawasan internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Indikator
Kompetensi Dasar Pengetahuan Kompetensi Dasar Keterampilan
3.8. Mengidentifikasi nilai-nilai
kehidupan yang terkandung dalam
kumpulan cerita pendek yang
dibaca
4.8. Mendemonstrasikan salah satu
nilai kehidupan yang dipelajari
dalam cerita pendek
IPK Pengetahuan IPK Keterampilan
3.8.1 Menentukan unsur intrinsik,
ekstrinsik, dan nilai-nilai dalam
cerpen serta menerapkan nilai-
nilai dalam cerpen ke dalam
kehidupan sehari-hari.
4.8.1. Mempresentasikan dan
memperbaiki hasil kerja dalam
diskusi kelas.
Kompetensi Dasar Pengetahuan Kompetensi Dasar Keterampilan
3.9. Menganalisis unsur-unsur
pembangun cerita pendek dalam
buku kumpulan cerita pendek
4.9. Mengkonstruksi sebuah cerita
pendek dengan memerhatikan
unsur-unsur pembangun cerpen
IPK Pengetahuan IPK Keterampilan
3.8.1 Mengidentifikasi cerpen dengan
memerhatikan unsur-unsur
pembangun cerpen
3.8.2 Menyusun kembali cerpen
dengan memerhatikan unsur-
unsur pembangun cerpen
4.9.1. Mempresentasikan,
menanggapi, dan merevisi
hasil kerja dalam diskusi kelas.
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, peserta didik dapat :
1. Menghayati dan mengamalkan materi cerpen sebagai bentuk
penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianutnya
2. Menguasai materi cerpen dengan menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli (gotong royong), kerja sama, toleran, damai),
santun, responsive, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social
dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan factual, konseptual,
procedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusia,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian
materi cerpen yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah kongkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari materi cerpen yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan.
D. Materi Pembelajaran
Fakta
Topik: Cerpen
Isi cerpen
Konsep
Unsur Kebahasaan
Majas
peribahasa
ungkapan
Prinsip
Fungsi Sosial
Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen
Prosedur
Sturktur
Unsur-unsur pembangun cerpen
Merekonstruksi cerpen.
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Learning
Model Pembelajaran : Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan) dan
Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah )
F. Media Pembelajaran
Media/Alat:
Worksheet atau lembar kerja (siswa)
Lembar penilaian
Penggaris, spidol, papan tulis
Laptop & infocus
Audio: kaset dan CD.
Audio-cetak: kaset atau CD audio yang dilengkapi dengan teks.
Proyeksi visual diam: OUT dan film bingkai.
Proyeksi audio visual: film dan bingkai (slide) bersuara.
Audio visual gerak: VCD, DVD, dan W.
Visual gerak: film bisu.
Objek fisik: Benda nyata, model, dan spesimen.
Komputer.
Cetak: buku, modul, brosur, leaflet, dan gambar.
Bahan :
Spidol / kapur berwarna
G. Sumber Belajar
Buku penunjang kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas
XI Kemendikbud, Tahun 2013.
http://erny25.blogspot.co.id/2015/10/materi-bahasa-indonesia-kelas-
xi.html
http://mulianirahmahpbsi.blogspot.co.id/2014/02/materi-cerpen-kelas-xi-
ipa.html
http://www.wartabahasa.com/2015/09/struktur-teks-cerpen-teks-cerita-
pendek.html
https://www.academia.edu/8340569/MATERI_B._IND_kelas_XI_STRU
KTUR_dan_KEBAHASAAN_CERPEN
http://budiangkasa.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-cerpen.html
http://www.informasibelajar.com/2015/11/struktur-teks-cerpen-ciri-ciri-
cerpen.html
http://sekolah-daring.blogspot.com/2015/09/struktur-teks-cerpen-teks-
cerita-pendek.html
https://www.academia.edu/9420289/Contoh_Soal_Bahasa_Indonesia_Kela
s_XI_Kurikulum_2013_CERPEN
https://iguhprasetyo.wordpress.com/2014/12/05/soal-kelas-xi-kurikulum-
2013/
https://iguhprasetyo.wordpress.com/2014/09/29/soal-kelas-xi-kurikulum-
2013-cerpen/
Kumpulan Cerpen Berhala karya Danarto.
H. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
KEGIATAN PEMBELAJARAN Waktu
Sintak Model Pembelajaran 90 menit
KEGIATAN PENDAHULUAN 15 menit
Stimulation (stimullasi/ pemberian rangsangan)
Guru :
Orientasi
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk
memulai pembelajaran
Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan
pembelajaran.
Apersepsi
Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
dengan pengalaman peserta didik dengan materi/tema/kegiatan
sebelumnya, yaitu : Membuat kesimpulan buku nonfiksi
Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya.
Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang
akan dilakukan.
Motivasi
Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang
akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila materi / tema / projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-
sungguh ini dikuasai dengan baik, maka peserta didik diharapkan dapat
menjelaskan tentang materi isi cerpen
Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung
Mengajukan pertanyaan.
Pemberian Acuan
Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan
saat itu.
Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator,
dan KKM pada pertemuan yang berlangsung
Pembagian kelompok belajar
Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran.
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
Problem Statemen (pertanyaan/ identifikasi masalah)
KEGIATAN LITERASI
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin pertanyaan yang berkaitan dengan gambar yang disajikan
dan akan dijawab melalui kegiatan belajar,
Melihat (tanpa atau dengan alat)
Menayangkan gambar/foto/video tentang materi isi cerpen
“Apa yang kalian pikirkan tentang foto/gambar tersebut?”
Mengamati
lembar kerja materi isi cerpen
pemberian contoh-contoh materi isi cerpen untuk dapat
dikembangkan peserta didik, dari media interaktif, dsb
Membaca (dilakukan di rumah sebelum kegiatan pembelajaran
berlangsung),
membaca materi isi cerpen dari buku paket atau buku-buku penunjang
lain, dari internet/materi yang berhubungan dengan lingkungan
Mendengar
pemberian materi isi cerpen oleh guru
Menyimak,
penjelasan pengantar kegiatan secara garis besar/global tentang materi
pelajaran mengenai materi isi cerpen, untuk melatih kesungguhan,
ketelitian, mencari informasi.
Menulis
Peserta didik menulis resume tentang apa yang telah dibaca, diamati dan
didengarkan sebagai pembiasaan dalam membaca dan menulis (Literasi)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)
Mengajukan pertanyaan tentang materi isi cerpen yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) untuk
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup
cerdas dan belajar sepanjang hayat. Misalnya :
Apa yang dimaksud dengan isi cerpen?
Terdiri dari apakah isi cerpen tersebut?
Seperti apakah isi cerpen tersebut?
Bagaimana isi cerpen itu bekerja?
Apa fungsi isi cerpen?
Bagaimanakah materi isi cerpen itu berperan dalam kehidupan
sehari-hari dan karir masa depan peserta didik?
KEGIATAN INTI 60 menit
Data Collection (pengumpulan data)
KEGIATAN LITERASI
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab
pertanyan yang telah diidentifikasi melalui kegiatan:
Mengamati obyek/kejadian,
mengamati dengan seksama materi isi cerpen yang sedang dipelajari
dalam bentuk gambar/video/slide presentasi yang disajikan dan
mencoba menginterprestasikannya
Membaca sumber lain selain buku teks,
mencari dan membaca berbagai referensi dari berbagai sumber guna
menambah pengetahuan dan pemahaman tentang materi isi cerpen
yang sedang dipelajari
Aktivitas
menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami
dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
berkaitan dengan materi isi cerpen yang sedang dipelajari
Wawancara/tanya jawab dengan nara sumber
mengajukan pertanyaan berkaiatan dengan materi isi cerpen yang tekah
disusun dalam daftar pertanyaan kepada guru
COLLABORATION (KERJASAMA)
Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk:
Mendiskusikan
Peserta didik dan guru secara bersama-sama membahas contoh dalam
buku paket mengenai materi isi cerpen
Mengumpulkan informasi
mencatat semua informasi tentang materi isi cerpen yang telah
diperoleh pada buku catatan dengan tulisan yang rapi dan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Mempresentasikan ulang
Peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan
materi isi cerpen sesuai dengan pemahamannya
Data Processing (pengolahan Data)
COLLABORATION (KERJASAMA) dan CRITICAL THINKING
(BERPIKIR KRITIK)
Peserta didik dalam kelompoknya berdiskusi mengolah data hasil pengamatan
dengan cara :
Saling tukar informasi tentang materi isi cerpen dengan ditanggapi
aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh
sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi
kelompok kemudian, dengan menggunakan metode ilmiah yang terdapat
pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar kerja yang
disediakan dengan cermat untuk mengembangkan sikap teliti, jujur,
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Berdiskusi tentang data dari materi isi cerpen yang sudah dikumpulkan
/ terangkum dalam kegiatan sebelumnya.
Mengolah informasi dari materi isi cerpen yang sudah dikumpulkan
dari hasil kegiatan/pertemuan sebelumnya mau pun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi yang sedang
berlangsung dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja.
Peserta didik mengerjakan beberapa soal mengenai materi isi cerpen
KEGIATAN PENUTUP 15 menit
Verification (pembuktian)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK) dan COMMUNICATION
(BERKOMUNIKASI)
Peserta didik mendiskusikan hasil pengamatannya dan memverifikasi untuk
menyimpulkan hasil pengamatannya dengan data-data atau teori pada buku
sumber melalui kegiatan :
Menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan
untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam membuktikan tentang materi : isi cerpen,
antara lain dengan : Peserta didik dan guru secara bersama-sama
membahas jawaban soal-soal yang telah dikerjakan oleh peserta didik.
Menyampaikan hasil diskusi tentang materi isi cerpen berupa
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
lainnya untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan sopan
Mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara klasikal tentang mteri
: isi cerpen
Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan tentanag
materi isi cerpen dan ditanggapi oleh kelompok yang mempresentasikan
Bertanya atas presentasi tentang materi isi cerpen yang dilakukan dan
peserta didik lain diberi kesempatan untuk menjawabnya.
Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam
kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan berupa : Laporan hasil
pengamatan secara tertulis tentang isi cerpen
Menjawab pertanyaan tentang isi cerpen yang terdapat pada buku
pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan.
Bertanya tentang hal yang belum dipahami, atau guru melemparkan
beberapa pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi isi cerpen
yang akan selesai dipelajari
Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi isi cerpen yang terdapat
pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar lerja yang telah
disediakan secara individu untuk mengecek penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran
Generalizatio (menarik kesimpulan)
CREATIVITY (KREATIVITAS)
Peserta didik :
Membuat resume dengan bimbingan guru tentang point-point penting
yang muncul dalam kegiatan pembelajaran isi cerpen yang baru
dilakukan.
Mengagendakan pekerjaan rumah untuk materi pelajaran isi cerpen
yang baru diselesaikan.
Pertemuan Ke – 1 Materi : Cerpen
Mengagendakan materi atau tugas projek /produk /portofolio /unjuk
kerja yang harus mempelajarai pada pertemuan berikutnya di luar jam
sekolah atau dirumah.
Guru :
Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung diperiksa untuk
materi pelajaran isi cerpen.
Peserta didik yang selesai mengerjakan tugas projek /produk /portofolio
/unjuk kerja dengan benar diberi paraf serta diberi nomor urut peringkat,
untuk penilaian tugas projek /produk /portofolio /unjuk kerja pada
materi pelajaran isi cerpen
Memberikan penghargaan untuk materi pelajaran isi cerpen kepada
kelompok yang memiliki kinerja dan kerjasama yang baik
CATATAN :
Selama pembelajaran isi cerpen berlangsung, guru mengamati sikap siswa
dalam menumbuhkembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, kecintaan kepada sesama manusia, bersahaja, disiplin, rasa
percaya diri, berperilaku jujur, tangguh menghadapi masalah, tanggungjawab,
rasa ingin tahu, peduli lingkungan, tanah air, dan bangsa Indonesia, serta
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan
berguna bagi dirinya dan orang lain. (Karakter Kepramukaan, Kebangsaan,
dan Kewirausahaan)
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
KEGIATAN PEMBELAJARAN Waktu
Sintak Model Pembelajaran 90 menit
KEGIATAN PENDAHULUAN 15 menit
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
Stimulation (stimullasi/ pemberian rangsangan)
Guru :
Orientasi
Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk
memulai pembelajaran
Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan
pembelajaran.
Apersepsi
Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
dengan pengalaman peserta didik dengan materi/tema/kegiatan
sebelumnya, yaitu : isi cerpen
Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya.
Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang
akan dilakukan.
Motivasi
Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang
akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila materi / tema / projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-
sungguh ini dikuasai dengan baik, maka peserta didik diharapkan dapat
menjelaskan tentang materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung
Mengajukan pertanyaan.
Pemberian Acuan
Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan
saat itu.
Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator,
dan KKM pada pertemuan yang berlangsung
Pembagian kelompok belajar
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran.
Problem Statemen (pertanyaan/ identifikasi masalah)
KEGIATAN LITERASI
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin pertanyaan yang berkaitan dengan gambar yang disajikan
dan akan dijawab melalui kegiatan belajar,
Melihat (tanpa atau dengan alat)
Menayangkan gambar/foto/video tentang materi Nilai-nilai kehidupan
dalam cerpen
“Apa yang kalian pikirkan tentang foto/gambar tersebut?”
Mengamati
lembar kerja materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
pemberian contoh-contoh materi Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen untuk dapat dikembangkan peserta didik, dari media
interaktif, dsb
Membaca (dilakukan di rumah sebelum kegiatan pembelajaran
berlangsung),
membaca materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen dari buku paket
atau buku-buku penunjang lain, dari internet/materi yang berhubungan
dengan lingkungan
Mendengar
pemberian materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen oleh guru
Menyimak,
penjelasan pengantar kegiatan secara garis besar/global tentang materi
pelajaran mengenai materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen, untuk
melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Menulis
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
Peserta didik menulis resume tentang apa yang telah dibaca, diamati dan
didengarkan sebagai pembiasaan dalam membaca dan menulis (Literasi)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)
Mengajukan pertanyaan tentang materi Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai
dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
untuk mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Misalnya :
Apa yang dimaksud dengan Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen?
Terdiri dari apakah Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen tersebut?
Seperti apakah Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen tersebut?
Bagaimana Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen itu bekerja?
Apa fungsi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen?
Bagaimanakah materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen itu
berperan dalam kehidupan sehari-hari dan karir masa depan
peserta didik?
KEGIATAN INTI 60 menit
Data Collection (pengumpulan data)
KEGIATAN LITERASI
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab
pertanyan yang telah diidentifikasi melalui kegiatan:
Mengamati obyek/kejadian,
mengamati dengan seksama materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
yang sedang dipelajari dalam bentuk gambar/video/slide presentasi
yang disajikan dan mencoba menginterprestasikannya
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
Membaca sumber lain selain buku teks,
mencari dan membaca berbagai referensi dari berbagai sumber guna
menambah pengetahuan dan pemahaman tentang materi Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen yang sedang dipelajari
Aktivitas
menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami
dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru
berkaitan dengan materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen yang
sedang dipelajari
Wawancara/tanya jawab dengan nara sumber
mengajukan pertanyaan berkaiatan dengan materi Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen yang tekah disusun dalam daftar pertanyaan
kepada guru
COLLABORATION (KERJASAMA)
Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk:
Mendiskusikan
Peserta didik dan guru secara bersama-sama membahas contoh dalam
buku paket mengenai materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Mengumpulkan informasi
mencatat semua informasi tentang materi Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen yang telah diperoleh pada buku catatan dengan tulisan yang
rapi dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Mempresentasikan ulang
Peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan
materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen sesuai dengan
pemahamannya
Data Processing (pengolahan Data)
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
COLLABORATION (KERJASAMA) dan CRITICAL THINKING
(BERPIKIR KRITIK)
Peserta didik dalam kelompoknya berdiskusi mengolah data hasil pengamatan
dengan cara :
Saling tukar informasi tentang materi Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya
sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan
sebagai bahan diskusi kelompok kemudian, dengan menggunakan
metode ilmiah yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau
pada lembar kerja yang disediakan dengan cermat untuk
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
Berdiskusi tentang data dari materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
yang sudah dikumpulkan / terangkum dalam kegiatan sebelumnya.
Mengolah informasi dari materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
yang sudah dikumpulkan dari hasil kegiatan/pertemuan sebelumnya mau
pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan
informasi yang sedang berlangsung dengan bantuan pertanyaan-
pertanyaan pada lembar kerja.
Peserta didik mengerjakan beberapa soal mengenai materi Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen
KEGIATAN PENUTUP 15 menit
Verification (pembuktian)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK) dan COMMUNICATION
(BERKOMUNIKASI)
Peserta didik mendiskusikan hasil pengamatannya dan memverifikasi untuk
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
menyimpulkan hasil pengamatannya dengan data-data atau teori pada buku
sumber melalui kegiatan :
Menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan
untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam membuktikan tentang materi : Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen, antara lain dengan : Peserta didik dan guru
secara bersama-sama membahas jawaban soal-soal yang telah
dikerjakan oleh peserta didik.
Menyampaikan hasil diskusi tentang materi Nilai-nilai kehidupan
dalam cerpen berupa kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan,
tertulis, atau media lainnya untuk mengembangkan sikap jujur, teliti,
toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat
dengan sopan
Mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara klasikal tentang mteri
: Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan tentanag
materi Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen dan ditanggapi oleh
kelompok yang mempresentasikan
Bertanya atas presentasi tentang materi Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen yang dilakukan dan peserta didik lain diberi kesempatan untuk
menjawabnya.
Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam
kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan berupa : Laporan hasil
pengamatan secara tertulis tentang Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Menjawab pertanyaan tentang Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen yang
terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
disediakan.
Bertanya tentang hal yang belum dipahami, atau guru melemparkan
beberapa pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen yang akan selesai dipelajari
Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi Nilai-nilai kehidupan
dalam cerpen yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada
lembar lerja yang telah disediakan secara individu untuk mengecek
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
Generalizatio (menarik kesimpulan)
CREATIVITY (KREATIVITAS)
Peserta didik :
Membuat resume dengan bimbingan guru tentang point-point penting
yang muncul dalam kegiatan pembelajaran Nilai-nilai kehidupan dalam
cerpen yang baru dilakukan.
Mengagendakan pekerjaan rumah untuk materi pelajaran Nilai-nilai
kehidupan dalam cerpen yang baru diselesaikan.
Mengagendakan materi atau tugas projek /produk /portofolio /unjuk
kerja yang harus mempelajarai pada pertemuan berikutnya di luar jam
sekolah atau dirumah.
Guru :
Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung diperiksa untuk
materi pelajaran Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen.
Peserta didik yang selesai mengerjakan tugas projek /produk /portofolio
/unjuk kerja dengan benar diberi paraf serta diberi nomor urut peringkat,
untuk penilaian tugas projek /produk /portofolio /unjuk kerja pada
materi pelajaran Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen
Memberikan penghargaan untuk materi pelajaran Nilai-nilai kehidupan
dalam cerpen kepada kelompok yang memiliki kinerja dan kerjasama
Pertemuan Ke – 2 Materi : Cerpen
yang baik
CATATAN :
Selama pembelajaran Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen berlangsung, guru
mengamati sikap siswa dalam menumbuhkembangkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecintaan kepada sesama manusia,
bersahaja, disiplin, rasa percaya diri, berperilaku jujur, tangguh menghadapi
masalah, tanggungjawab, rasa ingin tahu, peduli lingkungan, tanah air, dan
bangsa Indonesia, serta kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. (Karakter
Kepramukaan, Kebangsaan, dan Kewirausahaan)
I. Penilaian
Sikap
Jurnal
LEMBAR PENILAIAN SIKAP - JURNAL
Nama Siswa : ………………..
Kelas : ………………
No. Hari/Tanggal Sikap/Perilaku
Keterangan Positif Negatif
Kesimpulan :
………………………………………………………………………………………
……………………....................................................................................................
Penilaian Sikap – Jurnal
Nama Peserta Didik : …………...........................................……..
Kelas : …………...........................................……..
Aspek yang diamati : …………...........................................……..
No Hari/tanggal Kejadian Keterangan /
Tindak Lanjut
1
….
Nilai jurnal menggunakan skala Sangat Baik (SB)= 100, Baik (B) = 75, Cukup
(C) = 50, dan Kurang (K) = 25
Pengetahuan
- Tertulis Pilihan Ganda (lihat lampiran)
- Tertulis Uraian(lihat lampiran)
- Tes Lisan / Observasi terhadap Diskusi Tanya Jawab dan
Percakapan
Praktek Monolog atau Dialog
Penilaian Aspek Percakapan
No Aspek yang
Dinilai
Skala Jumlah
Skor
Skor
Sikap
Kode
Nilai 25 50 75 100
1 Intonasi
2 Pelafalan
3 Kelancaran
4 Ekspresi
5 Penampilan
6 Gestur
- Penugasan(lihat lampiran)
Tugas Rumah
a) Peserta didik menjawab pertanyaan yang terdapat pada buku
peserta didik
b) Peserta didik memnta tanda tangan orangtua sebagai bukti
bahwa mereka telah mengerjakan tugas rumah dengan baik
c) Peserta didik mengumpulkan jawaban dari tugas rumah yang
telah dikerjakan untuk mendapatkan penilaian
Keterampilan
- Penilaian Unjuk Kerja
Contoh instrumen penilaian unjuk kerja dapat dilihat pada
instrumen penilaian ujian keterampilan berbicara sebagai berikut:
Instrumen Penilaian
No Aspek yang Dinilai
Sangat
Baik
(100)
Baik
(75)
Kurang
Baik
(50)
Tidak
Baik
(25)
1 Kesesuaian respon
dengan pertanyaan
2 Keserasian pemilihan kata
3 Kesesuaian penggunaan
tata bahasa
4 Pelafalan
Kriteria penilaian (skor)
100 = Sangat Baik 50 = Kurang Baik
75 = Baik 25 = Tidak Baik
Cara mencari nilai (N) = Jumalah skor yang diperoleh siswa dibagi
jumlah skor maksimal dikali skor ideal (100)
Instrumen Penilaian Diskusi
No Aspek yang Dinilai 100 75 50 25
1 Penguasaan materi diskusi
2 Kemampuan menjawab pertanyaan
3 Kemampuan mengolah kata
4 Kemampuan menyelesaikan masalah
Keterangan :
100 = Sangat Baik 50 = Kurang Baik
75 = Baik 25 = Tidak Baik
- Penilaian Proyek(lihat lampiran)
Membuat denah sekolah, jadwal kegiatan sekolah, dll
- Penilaian Produk(lihat lampiran)
- Penilaian Portofolio
Kumpulan semua tugas yang sudah dikerjakan peserta didik,
seperti catatan, PR, dll
Instrumen Penilain
No Aspek yang Dinilai 100 75 50 25
1
2
3
4
Tigaraksa, Juli 2019
Mengetahui,
Kepala Madrasah Guru Mata Pelajaran
H. MOHAMAD SAEPUDIN, SH. NURUL HIKMAH
TENTANG PENULIS
Nurul Hikmah Lahir di Tangerang pada
06 Mei 1994. Perempuan keturunan Sunda ini
adalah anak pertama dari Enih Arsadi dan
Eneng Nurhasanah. Alamat tinggal di Kampung
Secang RT/RW 05/06, Desa Cempaka,
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten. Penulis menempuh pendidikan
awal di SDN Pamekarsari II (Garut) tahun
2001-2007, SMP Islam Sirojul Athfal
(Kabupaten Tangerang) tahun 2007-2010, MAN
Kragilan (Kabupaten Serang) tahun 2010-2013.
Kemudian melanjutkan pendidikan SI di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, bidang studi yang dipilih adalah
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sejak sekolah menengah atas, penulis mulai aktif mengikuti kelas menulis
(Rumah Dunia Gol A Gong Angkatan ke-19). Sehingga, selama berkuliah, penulis
turut serta dalam banyak kegiatan budaya dan kesenian di wilayah Tangerang
Selatan, khususnya bersama komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek (DST) dan Emperan
Pamulang (EMPANG). Penulis juga berkesempatan menjadi pengurus dan ketua
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
(PBSI) di tahun 2015 dan 2016. Penulis adalah mahasiswa penerima Beasiswa
Bidikmisi, sehingga tergabung dalam Forum Mahasasiwa Bidikmisi (FORMABI)
2013.