Potensi Dan Neraca Airtanah

26
MODUL II POTENSI DAN NERACA AIRTANAH SASARAN 1. Mengetahui konsep cekungan airtanah 2. Memahami prinsip-prinsip perhitungan potensi airtanah 3. Mengetahui konsep neraca air dan prinsip-prinsip perhitungan neraca air I. TERMINOLOGI CEKUNGAN Secara umum cekungan dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Cekungan geologi, ialah tempat dimungkinkannya terjadi akumulasi material yang kemudian tersedimentasikan, dibatasi oleh struktur, litologi dan stratigrafi ( Gambar 1. Penampang cekungan geologi b. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi bentuknya cekung, dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan ini biasanya berasosiasi dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan merupakan batas antar DAS (Gambar 2).

description

water

Transcript of Potensi Dan Neraca Airtanah

Page 1: Potensi Dan Neraca Airtanah

MODUL II POTENSI DAN NERACA AIRTANAH

SASARAN 1. Mengetahui konsep cekungan airtanah

2. Memahami prinsip-prinsip perhitungan potensi airtanah

3. Mengetahui konsep neraca air dan prinsip-prinsip perhitungan neraca air

I. TERMINOLOGI CEKUNGAN Secara umum cekungan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Cekungan geologi, ialah tempat dimungkinkannya terjadi akumulasi material

yang kemudian tersedimentasikan, dibatasi oleh struktur, litologi dan stratigrafi (

Gambar 1. Penampang cekungan geologi

b. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi bentuknya cekung,

dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan ini biasanya berasosiasi

dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan

merupakan batas antar DAS (Gambar 2).

Page 2: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 2. Bentuk cekungan topografi

c. Cekungan airtanah, ialah unit hidrogeologi yang mengandung suatu unit

akifer yang besar atau beberapa unit akifer yang berhubungan dan saling

mempengaruhi. Basementnya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian

dasar dari sistem airtanah yang ada, bersifat impermeabel dan tidak dapat

dieksploitasi lagi.

II. PENENTUAN SYARAT BATAS SUATU CEKUNGAN AIRTANAH Untuk mendeliniasi suatu cekungan airtanah maka perlu ditentukan terlebih

dahulu syarat batas (boundary condition) suatu cekungan airtanah. Boonstra dan

Ridder (1990) membagi syarat batas suatu cekungan airtanah menjadi dua,

yaitu:

A. Syarat Batas Fisik (Physical Framework) Syarat batas ini meliputi topografi, kondisi geologi, ketebalan akifer, syarat batas

suatu akifer (aquifer boundary), variasi litologi dalam sistem akifer dan

karakteristik akifer. Berkaitan dengan ini yang perlu diperhatikan adalah syarat

batas suatu akifer/aquifer boundary. Syarat batas suatu akifer dapat dibagi tiga

seperti dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu :

Page 3: Potensi Dan Neraca Airtanah

• Zero Flow Boundaries Zona dimana tidak terjadi lagi aliran airtanah. Kondisi ini terjadi apabila akifer

dibatasi oleh suatu bidang impermeabel baik berupa suatu basement (batuan

kristalin atau metamorf) atau suatu lapisan sedimentasi yang telah mengalami

kompaksi sehingga sistem airtanah pada bagian atas lapisan ini tidak

berhubungan lagi dengan sistem di bawahnya. Kondisi ini disebut internal zero flow boundary. Kondisi lainnya adalah apabila lapisan akifer diisolasi oleh suatu

batuan masif yang segar (contoh batuan intrusi/ekstrusi) atau oleh sesar/patahan

yang disebut sebagai external zero flow boundary.

• Constant Head Boundaries Kondisi batas dimana batas potensial atau hidraulik headnya diketahui meskipun

bukan sebagai fungsi waktu. Kondisi ini terjadi apabila sistem airtanah

berbatasan dengan sungai atau danau (disebut juga internal head controlled boundaries) atau berbatasan dengan airlaut (disebut juga external head controlled boundaries).

• Flowing Boundaries Sering juga disebut sebagai recharge boundary, yaitu kondisi batas yang

mengontrol besarnya volume airtanah yang memasuki akifer dalam suatu satuan

waktu. Syarat batas ini sering dikaitkan dengan data aliran air di permukaan

(runoff) dan besaran curah hujan yang ada (rainfall).

B. Penekanan Tata Air (Hydrological Stress) Meliputi penentuan ketinggian muka air, tipe dari daerah resapan (recharge

area), besaran nilai resapan (rate of recharge), tipe daerah keluaran (discharge

area), dan besaran nilai keluaran (rate of discharge).

Page 4: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 3. Syarat batas akifer dalam suatu cekungan ( Boonstra dan Ridder,

1990 )

III. PERKIRAAN POTENSI AIRTANAH A. Metode Geohidrologi ( Mandel & Shiftan, 1981 ) Penentuan daerah pengamatan untuk metoda ini berdasarkan kecenderungan

arah aliran airtanah dengan pendekatan aliran tersebut memotong kontur muka

airtanah (isofreatik) dengan batasan daerah berupa groundwater balance area

atau jaring aliran airtanah (Gambar 4).

Page 5: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 4. Groundwater Balance Area (Mandel, 1981)

Penentuan besar potensi airtanah menggunakan persamaan sebagai berikut:

Qat = T x dh/dl x F

dimana:

Qat : besarnya aliran airtanah (m3/hari)

T : koefisien transmisivitas kelulusan akifer (m2/ hari)

dh/dl : gradien hidrolik

F : lebar daerah aliran (m)

Catatan : nilai Transmisivitas diperoleh dari data perhitungan uji pompa (pumping

test ). Pendekatan yang ideal untuk metoda ini berdasarkan simulasi analisa

numerik dengan memperhatikan geometri akifer secara detil (dari data

pemboran), namun untuk praktikum ini digunakan pendekatan sederhana yaitu

dengan menganalisa Peta Isofreatik .

Page 6: Potensi Dan Neraca Airtanah

B. Metoda Hidrometeorologi (Pendekatan Water Balance, F.J Mock 1973) Untuk penentuan potensi airtanah di suatu daerah pada metoda ini , pendekatan

luas daerah pengamatan adalah luas daerah aliran sungai (DAS). Menurut

Lindsley (1978) seluruh aliran airtanah dalam suatu DAS yang besar akan keluar

di sungai sebagai baseflow bersamasama dengan air limpasan permukaan

(surface runoff). Dalam sub DAS (daerah yang lebih kecil) pergerakan airtanah

dapat mengisi atau diisi oleh air sungai (transitory). Asumsi yang digunakan

adalah kesetimbangan air, sehingga persamaan berikut digunakan, berdasarkan

pendekatan empiris untuk menghitung potensi airtanah:

ΔS = CH – (BF + RO + Eto) Dimana :

ΔS : banyaknya curah hujan yang mengisi cadangan airtanah

CH : curah hujan

BF : aliran dasar sungai / debit minimum (base flow)

Ro : surface run off (limpasan air permukaan)

Eto : evapotranspirasi

a. Curah Hujan (CH) Penentuan curah hujan andalan di suatu daerah dapat dihitung berdasarkan

kepada kejadian hujan dengan probabilitas 80% (R80) dimana :

R80 = (n/5) +1

n = banyaknya data hujan

R80 = rangking curah hujan dengan peluang 80%

Perhitungan urutan kejadian dimulai dari data curah hujan terkecil. Sedangkan

perhitungan curah hujan efektif (CHE) menggunakan persamaan :

Page 7: Potensi Dan Neraca Airtanah

CHE = 70% x R80

Setelah mengetahui nilai curah hujan andalan dan efektif, maka untuk

mendapatkan nilai curah hujan rata-rata dapat dilakukan dengan tiga metoda,

yaitu :

1. Metoda Aritmetik Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana untuk memperoleh curah

hujan rata-rata yaitu dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing

stasiun pengamatan dan membaginya dengan jumlah stasiun pada daerah

pengamatan secara aritmetik (Gambar 5).

Gambar 5. Metoda Aritmatik

Metoda ini menghasilkan perkiraan yang baik di daerah datar, dengan catatan

alat-alat ukurnya ditempatkan tersebar merata dan masing-masing

tangkapannya nilai curah hujan tidak bervariasi terlalu banyak dari nilai rata-

ratanya.

2. Metoda Polygon Thiessen Metoda ini berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur

dengan menyediakan suatu faktor pembobot (weigthing factor) bagi masing-

masing stasiun. Stasiun-stasiunnya diplot pada suatu peta, dan tarik garis yang

menghubungkan stasiun-stasiun tersebut (Gambar 6).

Page 8: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 6. Metoda Polygon Thiessen

Garis-garis bagi tegak lurus dari garis penghubung ini membentuk poligon-

poligon di sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan

batas luar aktif yang diasumsikan untuk stasiun yang bersangkutan. Luas

masing-masing poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas total. Curah

hujan rata-rata untuk seluruh luas dihitung dengan mengalikan hujan pada

masing-masing stasiun dengan persentase luasnya dan menjumlahkannya.

Metoda ini menganggap variasi hujan linear atau mengabaikan pengaruh -

pengaruh orografis.

3. Metoda Isohiet Metoda ini merupakan metoda yang paling akurat dalam merata-ratakan hujan

pada suatu daerah. Lokasi stasiun dan besarnya curah hujan diplot pada peta

yang sesuai dan kontur untuk hujan yang sama (isohiet) kemudian digambar

berdasarkan data tersebut (Gambar 7).

Page 9: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 7. Metoda Isohiet

Hujan rata-rata suatu daerah dihitung dengan mengalikan hujan rata-rata antara

isohiet yang berdekatan (biasanya diambil sebagai rata-rata dari dua nilai isohiet)

dengan luas antara isohiet, menjumlahkan hasilnya dan membaginya dengan

luas total. Dalam membuat suatu peta isohiet, para analis bisa menggunakan

semua pengetahuannya tentang pengaruh - pengaruh orografis dan morfologi

hujan Dalam hal ini peta tersebut akhirnya harus memberikan suatu pola hujan

yang realistis.

4. Metoda Salt Balance Metoda lainnya adalah metoda perhitungan keseimbangan garam. Garam yang

berasal dari hujan merupakan sumber utama klorida pada airtanah. Konsentrasi

klorida pada air hujan di tentukan dengan mengumpulkan sampel pertahun

dengan perkiraan air hujan tersebar ke seluruh area dan menghitung rata-rata

area tadi dengan metoda Thiessen. Persamaan untuk salt balance ini adalah

sebagai berikut:

A(PCp+Ed)=QgCg

A = Luas daerah penambahan

P = Rata-rata curah hujan tahunan

Page 10: Potensi Dan Neraca Airtanah

Cp = Jumlah klorida dalam air hujan rata-rata tahunan

Cg = Jumlah klorida dalam airtanah

Fd = Rata-rata klorida dry fallout

Qg = Debit airtanah

5. Metoda Energy Balance Penambahan rata-rata tahunan aliran akifer melalui mataair ditentukan dengan

menghitung discharge rata-rata tahunan dari mataair. Sampel air harus diambil

dari akifer yang tidak terganggu pada interval yang dangkal di bawah water table.

Maksudnya, secara praktek, sumur pengamatan khusus sangat dianjurkan.

Lysimeter adalah suatu instalasi yang mengumpulkan air di bawah zona

perakaran. Metoda ini digunakan terutama untuk penyelidikan terhadap

konsumsi air oleh tanaman. Metoda ini menghitung energi yang dibutuhkan

dalam proses evapotranspirasi.

b. Base Flow (BF) Penentuan aliran dasar permukaan digunakan rumus:

BF = Qmin rata-rata Luas DAS

Dimana Qmin = debit sungai minimum

c. Surface Runoff (Ro) Penentuan limpasan permukaan digunakan rumus:

Ro= Qnormal rata-rata – Qmin rata-rata Luas DAS

Dimana untuk base flow dan surface runoff Q adalah debit aliran sungai pada

suatu DAS yang diambil rata-ratanya dari beberapa sungai dalam keadaan

Page 11: Potensi Dan Neraca Airtanah

normal sebagai Qnormal rata-rata dan rata-rata debit yang paling kecil dari

beberapa sungai sebagai Qmin rata-rata.

d. Evapotranspirasi (Eto) Ada beberapa metoda dalam penentuan evapotranspirasi ini : metoda Blaney

Cricidle, metoda Tharnth Waite, metoda Pen Mann. Dalam praktikum ini yang

digunakan adalah metoda Pen Mann yang akan dijelaskan selanjutnya.

IV. ANALISA CURAH HUJAN a. Distribusi Curah Hujan Jumlah curah hujan yang jatuh, biasanya diukur dalam mm atau inci.

Beberapa pengertian perhitungan curah hujan :

• Curah hujan harian rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu)

bulan dibagi banyaknya hari dalam 1 (satu) bulan.

• Curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu)

tahun dibagi 12.

• Curah hujan tahunan adalah jumlah curah hujan per bulan dalam tahun

tertentu

Perhitungan Curah Hujan Wilayah

Ada beberapa metode, yaitu : Thiessen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll. Alat

pengukur curah hujan terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe Bendix (Gambar

8) dan tipe Obsevatorium (Gambar 10).

Page 12: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 8. Penakar Hujan Otomatis tipe Bendix.

Gambar 9. Ombogram Penakar Hujan tipe Bendix.

Page 13: Potensi Dan Neraca Airtanah

Gambar 10. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium

Keterangan gambar :

a : corong penampung curah hujan

b : silinder penampung air hujan

c : corong penyalur air ke silinder penampung

d : tiang dari kayu atau beton

b. Metoda Iklim Ada beberapa metoda iklim yang dikembangkan di Indonesia, antara lain :

• Metode Koppen : berdasarkan parameter temperatur.

• Metode Smith Ferguson : berdasarkan parameter curah hujan.

• Metode Oldsman : berdasarkan parameter curah hujan untuk kebutuhan

pertanian.

Page 14: Potensi Dan Neraca Airtanah

Ada kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kuantitas curah hujan (menurut

Mohr) :

• Kriteria Bulan basah (merurut Mohr) adalah jumlah curah hujan bulanan lebih

besar daripada 100 mm.

• Kriteria Bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm.

• Kriteria Bulan transisi adalah jumlah curah hujan bulanan antara 60-100 mm.

Sedangkan kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kebutuhan tanaman akan

air (menurut Oldsman) :

• Kriteria Bulan basah adalah jumlah curah hujan bulanan > 200 mm.

• Kriteria bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan < 200 mm.

c. Siklus Hidrologi Siklus Hidrologi adalah suksesi tahapan-tahapan yang dilalui oleh air dari

atmosfer bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi merupakan penguapan

air dari tanah maupun tubuh air yang ada contoh sungai, laut, danau dan lain-

lain.

Gambar 11. Siklus Hidrometeorologi (Ersin Seyhan, 1990)

Page 15: Potensi Dan Neraca Airtanah

Kondensasi adalah proses pembentukan awan. Presipitasi adalah proses

pengembunan air dari awan yang dikenal sebagai hujan atau salju. Setelah

tahapan kondensasi kembali berlangsung proses evaporasi sebagai suatu siklus.

Beberapa pemahaman dalam siklus Hidrometeorologi :

Presipitasi : Proses mengembunnya uap air menjadi segala bentuk (salju, hujan

batu es, hujan, dan lain-lain) di atmosfer yang kemudian jatuh ke atas vegetasi,

batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluransaluran sungai.

Presipitasi saluran : Presipitasi yang kemudian menjadi saluran sungai.

Intersepsi : Proses penangkapan air oleh vegetasi yang jatuh akibat presipitasi.

Catatan : Setelah diintersepsi oleh vegetasi, yang kemudian bertranspirasi

dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes atau sebagai aliran

batang (melalui batang pohon). Dalam suatu kurun waktu akan secara langsung

jatuh pada tanah (through fall), khususnya pada kasus hujan dengan intensitas

yang sangat tinggi dan lama.

Evaporasi : Proses menguap air dari daratan, lautan, sungai, dan danau ke

udara

Infiltrasi : Proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah pada zona

airtanah tidak jenuh (Unsaturated Zone)

Perkolasi : Proses masuknya air dari zona airtanah tidak jenuh ke zona airtanah

jenuh.

Transpirasi : Proses menguapnya air dari vegetasi.

Detensi Permukaan : Suatu selaput air yang tipis pada permukaan tanah

setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan

berinfilitrasi.

Limpasan Permukaan : Proses selanjutnya dari detensi permukaan, dimana

aliran (surface Run off ) lebih besar.

Cadangan Depresi : Air yang disimpan dalam mangkok depresi pemukaan yang

diperoleh dari Surface Run off .

Evapotranspirasi : Proses gabungan dari Evaporasi dan Transpirasi.

Page 16: Potensi Dan Neraca Airtanah

d. Evapotranspirasi Ada beberapa metode perhitungan evapotranspirasi, antara lain :

1. Cara Blaney Cricldle.

2. Cara modifikasi Blaney Cricldle.

3. Cara Thornthwhite.

4. Cara Pen Mann.

Yang akan dibahas untuk praktikum adalah Perhitungan Cara Pen Mann.

Perhitungan Evapotransportasi cara Pen Mann : Pe=[{[ IgA * (1-a) (0.18 + 0.62 S) ]-[δT4 * (0.56-0.08 e1/2) (0.1 + 0.9 S) ]} * [ (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ))] ]+[[(0.26/(1+π/γ))*(ew-e)*(1+0.4V)]]

Catatan : Perhitungan evapotranspirasi diatas dilakukan untuk 1 (satu) hari dan

pada stasiun tertentu (bukan untuk luas wilayah tertentu yang ada stasiunnya).

Pe = Potensial evapotranspirasi (mm/hari), dihitung rata-rata per hari dalam satu

bulan tertentu.

IgA = Maksimum Radiasi Matahari (cal/cm2), dihitung rata-rata untuk satu bulan

tertentu, nilainya bergantung kepada posisi astronomis dan dianggap konstan

untuk bulan yang sama untuk tahun-tahun yang berbeda.

a = Koefisien Albedo penguapan akibat pantulan permukaan, konstanta

karakteristik

suatu daerah

S = Penyinaran Matahari (%), rata-rata per hari dalam satu bulan tertentu

δ = Konstanta Stefan Boltzmann = 1.1825 * 10-7 cal/cm2/hari/°K

T = Temperatur udara (°K), dihitung rata-rata dalam satu bulan tertentu

E = Tekanan uap air rata-rata dalam satu bulan tertentu (milibar)

Page 17: Potensi Dan Neraca Airtanah

ew = Tekanan uap air jenuh/maksimum rata-rata dalam satu bulan tertentu

(milibar)

V = Kecepatan angin rata-rata selama satu bulan tertentu (mil/hari)

Potensial Evapotranspirasi (Pe) yang dihitung ini adalah potensial

evapotranspirasi rata-rata harian dalam satu bulan tertentu, sehingga untuk

bulanan dikalikan dengan banyaknya hari dalam setiap bulannya. Potensial

Evapotranspirasi mengasumsikan bahwa air selalu tersedia cukup di alam, tetapi

kenyataannya di alam tidak begitu, sehingga perlu dihitung Evapotranspirasi

Minimal, yang memperhitungkan waktu tidak terjadi hujan. Evapotranspirasi

Minimal disebut juga sebagai Evapotranspirasi Terbatas (Limited

Evapotranspirasi).

Persamaannya adalah sebagai berikut :

ΔE = Ep * m * (30-n)/30

Et = Ep – ΔE,

dimana :

ΔE = Perbedaan antara Ep dan Et (mm/bln)

Ep = Potensial Evapotranspirasi (mm/bln)

Et = Limited Evapotranspirasi (mm/bln)

n = Jumlah hari hujan tiap bulan

m = Perkiraan permukaan yang tidak tertutup tanaman

Catatan : perhitungan Et (Limited Evapotranspirasi) ini untuk stasiun tertentu

(bukan untuk luas wilayah tertentu yang ada stasiunnya).

Page 18: Potensi Dan Neraca Airtanah

Nilai faktor m dapat diperkirakan melaui jenis musim dalam tiap bulannya, yaitu :

1. Bulan Kering, didefinisikan memiliki < 5 hari hujan.

• m = 0% untuk hutan belantara • m = 0 –10 % untuk daerah tumbuhan hijau/perkebunan • m = 10-40 % untuk daerah erosi • m = 30 – 50 % untuk daerah persawahan • m = 20% – 60% untuk daerah pertokoan. 2. Bulan Peralihan, didefinisikan menjadi 5 – 8 hari hujan, nilai m sama dengan

musim kering.

3. Bulan Basah, didefinisikan memiliki 8 hari hujan, nilai m berkisar antara 10 –

20 %.

V. ANALISA WATER BALANCE Analisa Water Balance adalah suatu kajian keseimbangan air yang menghitung

kelebihan air (water surplus) berdasarkan Curah Hujan dan Limited

Evapotranspirasi. Analisa Water Balance biasanya dilakukan dalam satu bulan

tertentu. Keseimbangan air menyatakan bahwa jumlah air yang masuk (diimplementasikan sebagai Curah Hujan) sama dengan jumlah air yang keluar (diimplementasikan dalam bentuk Limited Evapotranspirasi, Soil Moisture, dan

Water Surplus). Analisa Analisa Water Balance bertujuan untuk menghitung

potensi air di suatu daerah berdasarkan data-data klimatologi, seperti Curah

Hujan, Temperatur Udara, Lama Penyinaran Matahari, Kelembaban Udara,

Kecepatan Angin, dan lain-lain. Sebelum dilakukan perhitungan Water Balance,

terlebih dahulu dilakukan perhitungan potensial Limited Evapotranspirasi dengan

Metoda Pen Mann sebagai salah satu metoda. Dalam praktikum ini metode yang

digunakan adalah metode F. J. Mock.

Page 19: Potensi Dan Neraca Airtanah

1. Water Balance Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi tidak merata

setiap daerah. Banyaknya air yang masuk (in flow) dengan air yang keluar (out

flow) biasanya dinyatakan dalam kesetimbangan air (Water Balance).

Kesetimbangan ini bisa dihitung dengan persamaan F.J. Mock yang didasarkan

atas perhitungan nilai limited evapotranspirasi dan presipitasi.

2. Soil Moisture (Lengas Tanah) Adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-ubah. Perubahan

ini dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai evapotranspirasi. Harga Soil Moisture

yang paling besar disebut Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture

maksimum diperkirakan atas dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi. Jadi

Soil Moisture maksimum adalah harga tetapan tanah pada suatu daerah tertentu

per meter persegi sampai lapisan impermeabel. Pendugaan nilai Soil Moisture

maksimum dilakukan atas dasar kombinasi tekstur dan vegetasi itu seperti

terlihat pada

3. WaterSurplus (Kelebihan air) Water Surplus biasanya dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Kelebihan air

yang terukur dapat dihitung dari besarnya Curah Hujan dikurangi Limited

Evapotranspirasi. Air hujan yang turun dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

evapotranspirai.

• Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai negatif (-) �

maka terjadi nilai Lengas Tanah berkurang dari harga maksimum.

• Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai positif (+) ��

maka terlebih dahulu mengisi kekurangan harga Soil Moisture hingga

mencapai harga maksimum. Water Surplus terjadi bila kelebihan air

setelah Soil Moisture telah maksimum dan kelebihan air ini yang

merupakan Water Surplus. Kelebihan air ini merupakan gabungan antara

air yang mengalir langsung (Direct Run off) di permukaaan dan air yang

masuk ke dalam tanah (Infiltrasi).

Page 20: Potensi Dan Neraca Airtanah

4. Perhitungan Base Flow, Direct Run Off Dan Run Off Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kandungan air pada suatu daerah

tertentu. Kandungan air ini dinyatakan dalam Baseflow, Direct Run Off, dan Run

Off. Dalam perhitungan awal, biasanya satuan besaran-besaran ini adalah

mm/thn atau mm/bln tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas

sebesar 1 m2 dengan tebal tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar

zona jenuh (lapisan impermeabel) yang tebalnya tergantung pada daerah-daerah

yang berbeda (F. J. Mock, 1973) seperti pada Gambar 12 di bawah ini :

Gambar 12. Ilustrasi Model Hidrodinamika Air (F. J. Mock, 1973)

Keterangan gambar :

DROn = Direct Run Off ke-n (mm/bln atau mm/thn)

In = Infiltrasi bulan ke-n (mm/bln )

Vn = Volume Simpan bln ke – n (mm/bln), berada pada pori-pori batuan

Bn = Base Flow ke – n (mm/bln atau mm/thn)

Ws = Water Surplus Dari gambar terlihat bahwa zona jenuh adalah bagian dari

Base Flow

Luas Daerah Pemelitian = 1 m2

MAT = Muka Airtanah

Page 21: Potensi Dan Neraca Airtanah

P = Perkolasi

Run Offn = DROn + Bn Ws = DROn + In

Penjelasan mengenai istilah-istilah pada gambar 5, diberikan bagian di bawah

ini. Dari gambar di atas, maka bisa dihitung besaran-besaran Base flow, Direct

Run Off, dan Run Off. Untuk menghitung total kandungan air pada suatau

wilayah tertentu, maka harus diketahui luas total daerah tertentu tersebut,

dengan asumsi bahwa Lengas Moisture Maximum tetap untuk tiap luas 1 mm2

pada suatu wilayah tertentu dari permukaan sampai lapisan impermeabel.

Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada modul V.

5. Infiltrasi Infiltrasi yaitu proses masuknya air hujan ke dalam permukaan tanah/batuan

melalui gaya gravitasi dan kapiler (lihat ilustrasi diatas). Jumlah air yang masuk

tersebut bergantung pada jenis atau macam tanah /batuan. Kemampuan untuk

memasukkan air hujan ini dinyatakan dalam Infiltrasi (I). Sedangkan kapasitas

untuk memasukkan air hujan ini dinyatakan sebagai Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi (k). Faktor yang mempengaruhi Kapasitas Infiltrasi antara lain : kondisi

permukaan tanah, struktur tanah, vegetasi, suhu tanah, dll. Kapasitas infiltrasi

dapat didekati dengan mengetahui porositas suatu batuan/tanah. Besarnya nilai

porositas yang telah diukur Morris dan Johnson terlihat pada Tabel 4. Nilai ini

bisa dipakai untuk pendekatan Harga Kapasitas Infiltrasi.

Nilai infiltrasi dapat dihitung dengan rumus :

Infiltrasi (In) = k * Water Surplusn

Page 22: Potensi Dan Neraca Airtanah

Dimana

• k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi, dinyatakan dalam persen (%).

• Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per bulan tertentu dalam luas 1 m2. • Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri, dinyatakan juga dalam mm per bulan tertentu atau per tahun tertentu dalam luas 1 m2. • Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan tertentu n.

6. Volume Simpan Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk menyimpan

sejumlah air dalam bulan tertentu dalam luas wilayah 1 m2 (Gambar 5). Volume

simpan ini berada pada pori-pori atau celah-celah (rongga-rongga/ruangan-

ruangan pada tanah/batuan). Harga volume simpan tidak dipengaruhi oleh

infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run Off dan volume simpan

bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume simpan bulan ini (n) harus

ditentukan lebih dahulu volume simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu.

Volume Simpan (storage volume) dirumuskan :

Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In)

dimana,

• Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan dalam mm per

bulan tertentu.

• Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya), dinyatakan dalam

mm per bulan tertentu.

• K = Koefisien aliran airtanah, harganya diasumsikan <1, tanpa dimensi,

dapat ditentukan

sebagai berikut :

Page 23: Potensi Dan Neraca Airtanah

Kt = qt / q0

qt = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau bulan ke-n (dengan anggapan

harga konstan selama satu hari atau bulan).

q0 = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan sebelumnya (n-1). Run off ini

direfleksikan sebagai debit sungai andalan (Base Flow).

In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.

Cara menghitung Vn-1

Solusi yang dipakai untuk menghitung V n-1 adalah mengasumsikan bahwa

volume simpan Vn-1 bulan Januari sama dengan volume simpan Vn bulan

Desember pada akhir tahun. Rumus Vn bulan Januari (V1) adalah :

V1 = C12 / (1-K12)

dimana:

C12 = 0.5*[ I2 (K12 + K11) + I3 (K11 + K10) + I4 (K10 + K9) + I5 (K9 + K8) + . . . + I1 (K

+1) ]

dimana :

• V1 = Volume Simpan bulan Januari (mm).

• Cn = koefisien bulan ke-n

• Kn = K pangkat n, nilai K (Koefisien aliran airtanah) dianggap konstan

untuk tiap bulannya.

• In = Infiltrasi bulan ke-n (mm).

Dengan rumus diatas bisa ditentukan V1 sehingga untuk bulan-bulan berikutnya

bias ditentukan Vn –nya.

Page 24: Potensi Dan Neraca Airtanah

7. Base Flow Base Flow atau Aliran Dasar adalah jumlah air yang mengalir di dalam

tanah/batuan setelah volume simpan (Vn ) terpenuni. Base flow terjadi setelah

Infiltrasi In memenuhi Volume Simpan Vn. Sebagian Base flow akan

mendistribusikan airnya sebagai aliran airtanah dalam zona jenuh (lihat ilustrasi

diatas). Pada akhirnya Base Flow akan keluar sebagai aliran debit minimum

(debit sungai andalan) pada sungai.

Base Flow didapat dari :

Bn = In – (Vn – Vn-1) pers. (7)

Dimana :

Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau

per tahun.

8. Direct Run Off Direct Run Off adalah total jumlah air yang mengalir di permukaan akibat

kelebihan air hujan (Water Surplus), baik dalam bentuk air sungai maupun aliran

lapisan air permukaan tipis/detensi permukaan yang pada akhirnya mengalir ke

sungai (lihat ilustrasi di atas).

Direct Run Off didapat dari :

DROn = Water Surplusn – Infiltrasin DROn = Direct Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau

per tahun.

Page 25: Potensi Dan Neraca Airtanah

9. Run Off Run Off adalah total air yang mengalir pada suatu daerah baik di permukaan

ataupun di bawah permukaan (akifer bebas) yang akan mengisi sungai (lihat

ilustrasi diatas).

Run Off didapat dari :

ROn = DROn + Bn ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam per bulan atau per tahun.

Untuk mengetahui lebih lanjut banyaknya air yang tersedia di permukaan dapat

dihitung dengan rumus :

Qn = ROn * A

dimana,

• Qn = jumlah air yang tersedia per bulan atau tahun tertentu, biasanya

dalam meter3/bulan

• ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam meter/bulan

• A = luas wilayah penelitian (meter2)

Catatan : Semua perhitungan besaran-besaran seperti : Water Surplus (Ws), Infiltrasi (In),

Volume Simpan (Vn), Base Flow (Bn), Direct Run Off (DROn), dan Run Off (Rn)

adalah berlaku untuk stasiun tertentu (bukan wilayah tertentu yang ada stasiun

klimatologinya). Nilai-nilainya dihitung dalam satuan mm/tahun atau mm/bulan

dalam luas wilayah 1 mm2. Untuk menghitung besaran-besaran di atas agar

dapat berlaku untuk satu wilayah, maka harus dihitung curah hujan rata-rata

setiap stasiun klimatologi pada suatu daerah tertentu, misalnya dengan Metode

Theissen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll.

Page 26: Potensi Dan Neraca Airtanah

Daftar Pustaka 1. Ersin Seyhan, 1990, Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah Mada Univesity Press.

2. Lindsley, 1993, Hidrologi untuk Insinyur, Erlangga – Surabaya.

3. Mock F.J., 1973, Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability Appraisal, Food and Agricultural Organization (FAO) of the United nations,

Bogor.