Potensi Dan Neraca Airtanah
-
Upload
alzur-zanni -
Category
Documents
-
view
52 -
download
11
description
Transcript of Potensi Dan Neraca Airtanah
MODUL II POTENSI DAN NERACA AIRTANAH
SASARAN 1. Mengetahui konsep cekungan airtanah
2. Memahami prinsip-prinsip perhitungan potensi airtanah
3. Mengetahui konsep neraca air dan prinsip-prinsip perhitungan neraca air
I. TERMINOLOGI CEKUNGAN Secara umum cekungan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cekungan geologi, ialah tempat dimungkinkannya terjadi akumulasi material
yang kemudian tersedimentasikan, dibatasi oleh struktur, litologi dan stratigrafi (
Gambar 1. Penampang cekungan geologi
b. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi bentuknya cekung,
dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan ini biasanya berasosiasi
dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan
merupakan batas antar DAS (Gambar 2).
Gambar 2. Bentuk cekungan topografi
c. Cekungan airtanah, ialah unit hidrogeologi yang mengandung suatu unit
akifer yang besar atau beberapa unit akifer yang berhubungan dan saling
mempengaruhi. Basementnya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian
dasar dari sistem airtanah yang ada, bersifat impermeabel dan tidak dapat
dieksploitasi lagi.
II. PENENTUAN SYARAT BATAS SUATU CEKUNGAN AIRTANAH Untuk mendeliniasi suatu cekungan airtanah maka perlu ditentukan terlebih
dahulu syarat batas (boundary condition) suatu cekungan airtanah. Boonstra dan
Ridder (1990) membagi syarat batas suatu cekungan airtanah menjadi dua,
yaitu:
A. Syarat Batas Fisik (Physical Framework) Syarat batas ini meliputi topografi, kondisi geologi, ketebalan akifer, syarat batas
suatu akifer (aquifer boundary), variasi litologi dalam sistem akifer dan
karakteristik akifer. Berkaitan dengan ini yang perlu diperhatikan adalah syarat
batas suatu akifer/aquifer boundary. Syarat batas suatu akifer dapat dibagi tiga
seperti dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu :
• Zero Flow Boundaries Zona dimana tidak terjadi lagi aliran airtanah. Kondisi ini terjadi apabila akifer
dibatasi oleh suatu bidang impermeabel baik berupa suatu basement (batuan
kristalin atau metamorf) atau suatu lapisan sedimentasi yang telah mengalami
kompaksi sehingga sistem airtanah pada bagian atas lapisan ini tidak
berhubungan lagi dengan sistem di bawahnya. Kondisi ini disebut internal zero flow boundary. Kondisi lainnya adalah apabila lapisan akifer diisolasi oleh suatu
batuan masif yang segar (contoh batuan intrusi/ekstrusi) atau oleh sesar/patahan
yang disebut sebagai external zero flow boundary.
• Constant Head Boundaries Kondisi batas dimana batas potensial atau hidraulik headnya diketahui meskipun
bukan sebagai fungsi waktu. Kondisi ini terjadi apabila sistem airtanah
berbatasan dengan sungai atau danau (disebut juga internal head controlled boundaries) atau berbatasan dengan airlaut (disebut juga external head controlled boundaries).
• Flowing Boundaries Sering juga disebut sebagai recharge boundary, yaitu kondisi batas yang
mengontrol besarnya volume airtanah yang memasuki akifer dalam suatu satuan
waktu. Syarat batas ini sering dikaitkan dengan data aliran air di permukaan
(runoff) dan besaran curah hujan yang ada (rainfall).
B. Penekanan Tata Air (Hydrological Stress) Meliputi penentuan ketinggian muka air, tipe dari daerah resapan (recharge
area), besaran nilai resapan (rate of recharge), tipe daerah keluaran (discharge
area), dan besaran nilai keluaran (rate of discharge).
Gambar 3. Syarat batas akifer dalam suatu cekungan ( Boonstra dan Ridder,
1990 )
III. PERKIRAAN POTENSI AIRTANAH A. Metode Geohidrologi ( Mandel & Shiftan, 1981 ) Penentuan daerah pengamatan untuk metoda ini berdasarkan kecenderungan
arah aliran airtanah dengan pendekatan aliran tersebut memotong kontur muka
airtanah (isofreatik) dengan batasan daerah berupa groundwater balance area
atau jaring aliran airtanah (Gambar 4).
Gambar 4. Groundwater Balance Area (Mandel, 1981)
Penentuan besar potensi airtanah menggunakan persamaan sebagai berikut:
Qat = T x dh/dl x F
dimana:
Qat : besarnya aliran airtanah (m3/hari)
T : koefisien transmisivitas kelulusan akifer (m2/ hari)
dh/dl : gradien hidrolik
F : lebar daerah aliran (m)
Catatan : nilai Transmisivitas diperoleh dari data perhitungan uji pompa (pumping
test ). Pendekatan yang ideal untuk metoda ini berdasarkan simulasi analisa
numerik dengan memperhatikan geometri akifer secara detil (dari data
pemboran), namun untuk praktikum ini digunakan pendekatan sederhana yaitu
dengan menganalisa Peta Isofreatik .
B. Metoda Hidrometeorologi (Pendekatan Water Balance, F.J Mock 1973) Untuk penentuan potensi airtanah di suatu daerah pada metoda ini , pendekatan
luas daerah pengamatan adalah luas daerah aliran sungai (DAS). Menurut
Lindsley (1978) seluruh aliran airtanah dalam suatu DAS yang besar akan keluar
di sungai sebagai baseflow bersamasama dengan air limpasan permukaan
(surface runoff). Dalam sub DAS (daerah yang lebih kecil) pergerakan airtanah
dapat mengisi atau diisi oleh air sungai (transitory). Asumsi yang digunakan
adalah kesetimbangan air, sehingga persamaan berikut digunakan, berdasarkan
pendekatan empiris untuk menghitung potensi airtanah:
ΔS = CH – (BF + RO + Eto) Dimana :
ΔS : banyaknya curah hujan yang mengisi cadangan airtanah
CH : curah hujan
BF : aliran dasar sungai / debit minimum (base flow)
Ro : surface run off (limpasan air permukaan)
Eto : evapotranspirasi
a. Curah Hujan (CH) Penentuan curah hujan andalan di suatu daerah dapat dihitung berdasarkan
kepada kejadian hujan dengan probabilitas 80% (R80) dimana :
R80 = (n/5) +1
n = banyaknya data hujan
R80 = rangking curah hujan dengan peluang 80%
Perhitungan urutan kejadian dimulai dari data curah hujan terkecil. Sedangkan
perhitungan curah hujan efektif (CHE) menggunakan persamaan :
CHE = 70% x R80
Setelah mengetahui nilai curah hujan andalan dan efektif, maka untuk
mendapatkan nilai curah hujan rata-rata dapat dilakukan dengan tiga metoda,
yaitu :
1. Metoda Aritmetik Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana untuk memperoleh curah
hujan rata-rata yaitu dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing
stasiun pengamatan dan membaginya dengan jumlah stasiun pada daerah
pengamatan secara aritmetik (Gambar 5).
Gambar 5. Metoda Aritmatik
Metoda ini menghasilkan perkiraan yang baik di daerah datar, dengan catatan
alat-alat ukurnya ditempatkan tersebar merata dan masing-masing
tangkapannya nilai curah hujan tidak bervariasi terlalu banyak dari nilai rata-
ratanya.
2. Metoda Polygon Thiessen Metoda ini berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur
dengan menyediakan suatu faktor pembobot (weigthing factor) bagi masing-
masing stasiun. Stasiun-stasiunnya diplot pada suatu peta, dan tarik garis yang
menghubungkan stasiun-stasiun tersebut (Gambar 6).
Gambar 6. Metoda Polygon Thiessen
Garis-garis bagi tegak lurus dari garis penghubung ini membentuk poligon-
poligon di sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan
batas luar aktif yang diasumsikan untuk stasiun yang bersangkutan. Luas
masing-masing poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas total. Curah
hujan rata-rata untuk seluruh luas dihitung dengan mengalikan hujan pada
masing-masing stasiun dengan persentase luasnya dan menjumlahkannya.
Metoda ini menganggap variasi hujan linear atau mengabaikan pengaruh -
pengaruh orografis.
3. Metoda Isohiet Metoda ini merupakan metoda yang paling akurat dalam merata-ratakan hujan
pada suatu daerah. Lokasi stasiun dan besarnya curah hujan diplot pada peta
yang sesuai dan kontur untuk hujan yang sama (isohiet) kemudian digambar
berdasarkan data tersebut (Gambar 7).
Gambar 7. Metoda Isohiet
Hujan rata-rata suatu daerah dihitung dengan mengalikan hujan rata-rata antara
isohiet yang berdekatan (biasanya diambil sebagai rata-rata dari dua nilai isohiet)
dengan luas antara isohiet, menjumlahkan hasilnya dan membaginya dengan
luas total. Dalam membuat suatu peta isohiet, para analis bisa menggunakan
semua pengetahuannya tentang pengaruh - pengaruh orografis dan morfologi
hujan Dalam hal ini peta tersebut akhirnya harus memberikan suatu pola hujan
yang realistis.
4. Metoda Salt Balance Metoda lainnya adalah metoda perhitungan keseimbangan garam. Garam yang
berasal dari hujan merupakan sumber utama klorida pada airtanah. Konsentrasi
klorida pada air hujan di tentukan dengan mengumpulkan sampel pertahun
dengan perkiraan air hujan tersebar ke seluruh area dan menghitung rata-rata
area tadi dengan metoda Thiessen. Persamaan untuk salt balance ini adalah
sebagai berikut:
A(PCp+Ed)=QgCg
A = Luas daerah penambahan
P = Rata-rata curah hujan tahunan
Cp = Jumlah klorida dalam air hujan rata-rata tahunan
Cg = Jumlah klorida dalam airtanah
Fd = Rata-rata klorida dry fallout
Qg = Debit airtanah
5. Metoda Energy Balance Penambahan rata-rata tahunan aliran akifer melalui mataair ditentukan dengan
menghitung discharge rata-rata tahunan dari mataair. Sampel air harus diambil
dari akifer yang tidak terganggu pada interval yang dangkal di bawah water table.
Maksudnya, secara praktek, sumur pengamatan khusus sangat dianjurkan.
Lysimeter adalah suatu instalasi yang mengumpulkan air di bawah zona
perakaran. Metoda ini digunakan terutama untuk penyelidikan terhadap
konsumsi air oleh tanaman. Metoda ini menghitung energi yang dibutuhkan
dalam proses evapotranspirasi.
b. Base Flow (BF) Penentuan aliran dasar permukaan digunakan rumus:
BF = Qmin rata-rata Luas DAS
Dimana Qmin = debit sungai minimum
c. Surface Runoff (Ro) Penentuan limpasan permukaan digunakan rumus:
Ro= Qnormal rata-rata – Qmin rata-rata Luas DAS
Dimana untuk base flow dan surface runoff Q adalah debit aliran sungai pada
suatu DAS yang diambil rata-ratanya dari beberapa sungai dalam keadaan
normal sebagai Qnormal rata-rata dan rata-rata debit yang paling kecil dari
beberapa sungai sebagai Qmin rata-rata.
d. Evapotranspirasi (Eto) Ada beberapa metoda dalam penentuan evapotranspirasi ini : metoda Blaney
Cricidle, metoda Tharnth Waite, metoda Pen Mann. Dalam praktikum ini yang
digunakan adalah metoda Pen Mann yang akan dijelaskan selanjutnya.
IV. ANALISA CURAH HUJAN a. Distribusi Curah Hujan Jumlah curah hujan yang jatuh, biasanya diukur dalam mm atau inci.
Beberapa pengertian perhitungan curah hujan :
• Curah hujan harian rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu)
bulan dibagi banyaknya hari dalam 1 (satu) bulan.
• Curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu)
tahun dibagi 12.
• Curah hujan tahunan adalah jumlah curah hujan per bulan dalam tahun
tertentu
Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Ada beberapa metode, yaitu : Thiessen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll. Alat
pengukur curah hujan terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe Bendix (Gambar
8) dan tipe Obsevatorium (Gambar 10).
Gambar 8. Penakar Hujan Otomatis tipe Bendix.
Gambar 9. Ombogram Penakar Hujan tipe Bendix.
Gambar 10. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium
Keterangan gambar :
a : corong penampung curah hujan
b : silinder penampung air hujan
c : corong penyalur air ke silinder penampung
d : tiang dari kayu atau beton
b. Metoda Iklim Ada beberapa metoda iklim yang dikembangkan di Indonesia, antara lain :
• Metode Koppen : berdasarkan parameter temperatur.
• Metode Smith Ferguson : berdasarkan parameter curah hujan.
• Metode Oldsman : berdasarkan parameter curah hujan untuk kebutuhan
pertanian.
Ada kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kuantitas curah hujan (menurut
Mohr) :
• Kriteria Bulan basah (merurut Mohr) adalah jumlah curah hujan bulanan lebih
besar daripada 100 mm.
• Kriteria Bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm.
• Kriteria Bulan transisi adalah jumlah curah hujan bulanan antara 60-100 mm.
Sedangkan kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kebutuhan tanaman akan
air (menurut Oldsman) :
• Kriteria Bulan basah adalah jumlah curah hujan bulanan > 200 mm.
• Kriteria bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan < 200 mm.
c. Siklus Hidrologi Siklus Hidrologi adalah suksesi tahapan-tahapan yang dilalui oleh air dari
atmosfer bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi merupakan penguapan
air dari tanah maupun tubuh air yang ada contoh sungai, laut, danau dan lain-
lain.
Gambar 11. Siklus Hidrometeorologi (Ersin Seyhan, 1990)
Kondensasi adalah proses pembentukan awan. Presipitasi adalah proses
pengembunan air dari awan yang dikenal sebagai hujan atau salju. Setelah
tahapan kondensasi kembali berlangsung proses evaporasi sebagai suatu siklus.
Beberapa pemahaman dalam siklus Hidrometeorologi :
Presipitasi : Proses mengembunnya uap air menjadi segala bentuk (salju, hujan
batu es, hujan, dan lain-lain) di atmosfer yang kemudian jatuh ke atas vegetasi,
batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluransaluran sungai.
Presipitasi saluran : Presipitasi yang kemudian menjadi saluran sungai.
Intersepsi : Proses penangkapan air oleh vegetasi yang jatuh akibat presipitasi.
Catatan : Setelah diintersepsi oleh vegetasi, yang kemudian bertranspirasi
dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes atau sebagai aliran
batang (melalui batang pohon). Dalam suatu kurun waktu akan secara langsung
jatuh pada tanah (through fall), khususnya pada kasus hujan dengan intensitas
yang sangat tinggi dan lama.
Evaporasi : Proses menguap air dari daratan, lautan, sungai, dan danau ke
udara
Infiltrasi : Proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah pada zona
airtanah tidak jenuh (Unsaturated Zone)
Perkolasi : Proses masuknya air dari zona airtanah tidak jenuh ke zona airtanah
jenuh.
Transpirasi : Proses menguapnya air dari vegetasi.
Detensi Permukaan : Suatu selaput air yang tipis pada permukaan tanah
setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan
berinfilitrasi.
Limpasan Permukaan : Proses selanjutnya dari detensi permukaan, dimana
aliran (surface Run off ) lebih besar.
Cadangan Depresi : Air yang disimpan dalam mangkok depresi pemukaan yang
diperoleh dari Surface Run off .
Evapotranspirasi : Proses gabungan dari Evaporasi dan Transpirasi.
d. Evapotranspirasi Ada beberapa metode perhitungan evapotranspirasi, antara lain :
1. Cara Blaney Cricldle.
2. Cara modifikasi Blaney Cricldle.
3. Cara Thornthwhite.
4. Cara Pen Mann.
Yang akan dibahas untuk praktikum adalah Perhitungan Cara Pen Mann.
Perhitungan Evapotransportasi cara Pen Mann : Pe=[{[ IgA * (1-a) (0.18 + 0.62 S) ]-[δT4 * (0.56-0.08 e1/2) (0.1 + 0.9 S) ]} * [ (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ))] ]+[[(0.26/(1+π/γ))*(ew-e)*(1+0.4V)]]
Catatan : Perhitungan evapotranspirasi diatas dilakukan untuk 1 (satu) hari dan
pada stasiun tertentu (bukan untuk luas wilayah tertentu yang ada stasiunnya).
Pe = Potensial evapotranspirasi (mm/hari), dihitung rata-rata per hari dalam satu
bulan tertentu.
IgA = Maksimum Radiasi Matahari (cal/cm2), dihitung rata-rata untuk satu bulan
tertentu, nilainya bergantung kepada posisi astronomis dan dianggap konstan
untuk bulan yang sama untuk tahun-tahun yang berbeda.
a = Koefisien Albedo penguapan akibat pantulan permukaan, konstanta
karakteristik
suatu daerah
S = Penyinaran Matahari (%), rata-rata per hari dalam satu bulan tertentu
δ = Konstanta Stefan Boltzmann = 1.1825 * 10-7 cal/cm2/hari/°K
T = Temperatur udara (°K), dihitung rata-rata dalam satu bulan tertentu
E = Tekanan uap air rata-rata dalam satu bulan tertentu (milibar)
ew = Tekanan uap air jenuh/maksimum rata-rata dalam satu bulan tertentu
(milibar)
V = Kecepatan angin rata-rata selama satu bulan tertentu (mil/hari)
Potensial Evapotranspirasi (Pe) yang dihitung ini adalah potensial
evapotranspirasi rata-rata harian dalam satu bulan tertentu, sehingga untuk
bulanan dikalikan dengan banyaknya hari dalam setiap bulannya. Potensial
Evapotranspirasi mengasumsikan bahwa air selalu tersedia cukup di alam, tetapi
kenyataannya di alam tidak begitu, sehingga perlu dihitung Evapotranspirasi
Minimal, yang memperhitungkan waktu tidak terjadi hujan. Evapotranspirasi
Minimal disebut juga sebagai Evapotranspirasi Terbatas (Limited
Evapotranspirasi).
Persamaannya adalah sebagai berikut :
ΔE = Ep * m * (30-n)/30
Et = Ep – ΔE,
dimana :
ΔE = Perbedaan antara Ep dan Et (mm/bln)
Ep = Potensial Evapotranspirasi (mm/bln)
Et = Limited Evapotranspirasi (mm/bln)
n = Jumlah hari hujan tiap bulan
m = Perkiraan permukaan yang tidak tertutup tanaman
Catatan : perhitungan Et (Limited Evapotranspirasi) ini untuk stasiun tertentu
(bukan untuk luas wilayah tertentu yang ada stasiunnya).
Nilai faktor m dapat diperkirakan melaui jenis musim dalam tiap bulannya, yaitu :
1. Bulan Kering, didefinisikan memiliki < 5 hari hujan.
• m = 0% untuk hutan belantara • m = 0 –10 % untuk daerah tumbuhan hijau/perkebunan • m = 10-40 % untuk daerah erosi • m = 30 – 50 % untuk daerah persawahan • m = 20% – 60% untuk daerah pertokoan. 2. Bulan Peralihan, didefinisikan menjadi 5 – 8 hari hujan, nilai m sama dengan
musim kering.
3. Bulan Basah, didefinisikan memiliki 8 hari hujan, nilai m berkisar antara 10 –
20 %.
V. ANALISA WATER BALANCE Analisa Water Balance adalah suatu kajian keseimbangan air yang menghitung
kelebihan air (water surplus) berdasarkan Curah Hujan dan Limited
Evapotranspirasi. Analisa Water Balance biasanya dilakukan dalam satu bulan
tertentu. Keseimbangan air menyatakan bahwa jumlah air yang masuk (diimplementasikan sebagai Curah Hujan) sama dengan jumlah air yang keluar (diimplementasikan dalam bentuk Limited Evapotranspirasi, Soil Moisture, dan
Water Surplus). Analisa Analisa Water Balance bertujuan untuk menghitung
potensi air di suatu daerah berdasarkan data-data klimatologi, seperti Curah
Hujan, Temperatur Udara, Lama Penyinaran Matahari, Kelembaban Udara,
Kecepatan Angin, dan lain-lain. Sebelum dilakukan perhitungan Water Balance,
terlebih dahulu dilakukan perhitungan potensial Limited Evapotranspirasi dengan
Metoda Pen Mann sebagai salah satu metoda. Dalam praktikum ini metode yang
digunakan adalah metode F. J. Mock.
1. Water Balance Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi tidak merata
setiap daerah. Banyaknya air yang masuk (in flow) dengan air yang keluar (out
flow) biasanya dinyatakan dalam kesetimbangan air (Water Balance).
Kesetimbangan ini bisa dihitung dengan persamaan F.J. Mock yang didasarkan
atas perhitungan nilai limited evapotranspirasi dan presipitasi.
2. Soil Moisture (Lengas Tanah) Adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-ubah. Perubahan
ini dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai evapotranspirasi. Harga Soil Moisture
yang paling besar disebut Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture
maksimum diperkirakan atas dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi. Jadi
Soil Moisture maksimum adalah harga tetapan tanah pada suatu daerah tertentu
per meter persegi sampai lapisan impermeabel. Pendugaan nilai Soil Moisture
maksimum dilakukan atas dasar kombinasi tekstur dan vegetasi itu seperti
terlihat pada
3. WaterSurplus (Kelebihan air) Water Surplus biasanya dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Kelebihan air
yang terukur dapat dihitung dari besarnya Curah Hujan dikurangi Limited
Evapotranspirasi. Air hujan yang turun dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
evapotranspirai.
• Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai negatif (-) �
maka terjadi nilai Lengas Tanah berkurang dari harga maksimum.
• Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai positif (+) ��
maka terlebih dahulu mengisi kekurangan harga Soil Moisture hingga
mencapai harga maksimum. Water Surplus terjadi bila kelebihan air
setelah Soil Moisture telah maksimum dan kelebihan air ini yang
merupakan Water Surplus. Kelebihan air ini merupakan gabungan antara
air yang mengalir langsung (Direct Run off) di permukaaan dan air yang
masuk ke dalam tanah (Infiltrasi).
4. Perhitungan Base Flow, Direct Run Off Dan Run Off Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kandungan air pada suatu daerah
tertentu. Kandungan air ini dinyatakan dalam Baseflow, Direct Run Off, dan Run
Off. Dalam perhitungan awal, biasanya satuan besaran-besaran ini adalah
mm/thn atau mm/bln tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas
sebesar 1 m2 dengan tebal tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar
zona jenuh (lapisan impermeabel) yang tebalnya tergantung pada daerah-daerah
yang berbeda (F. J. Mock, 1973) seperti pada Gambar 12 di bawah ini :
Gambar 12. Ilustrasi Model Hidrodinamika Air (F. J. Mock, 1973)
Keterangan gambar :
DROn = Direct Run Off ke-n (mm/bln atau mm/thn)
In = Infiltrasi bulan ke-n (mm/bln )
Vn = Volume Simpan bln ke – n (mm/bln), berada pada pori-pori batuan
Bn = Base Flow ke – n (mm/bln atau mm/thn)
Ws = Water Surplus Dari gambar terlihat bahwa zona jenuh adalah bagian dari
Base Flow
Luas Daerah Pemelitian = 1 m2
MAT = Muka Airtanah
P = Perkolasi
Run Offn = DROn + Bn Ws = DROn + In
Penjelasan mengenai istilah-istilah pada gambar 5, diberikan bagian di bawah
ini. Dari gambar di atas, maka bisa dihitung besaran-besaran Base flow, Direct
Run Off, dan Run Off. Untuk menghitung total kandungan air pada suatau
wilayah tertentu, maka harus diketahui luas total daerah tertentu tersebut,
dengan asumsi bahwa Lengas Moisture Maximum tetap untuk tiap luas 1 mm2
pada suatu wilayah tertentu dari permukaan sampai lapisan impermeabel.
Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada modul V.
5. Infiltrasi Infiltrasi yaitu proses masuknya air hujan ke dalam permukaan tanah/batuan
melalui gaya gravitasi dan kapiler (lihat ilustrasi diatas). Jumlah air yang masuk
tersebut bergantung pada jenis atau macam tanah /batuan. Kemampuan untuk
memasukkan air hujan ini dinyatakan dalam Infiltrasi (I). Sedangkan kapasitas
untuk memasukkan air hujan ini dinyatakan sebagai Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi (k). Faktor yang mempengaruhi Kapasitas Infiltrasi antara lain : kondisi
permukaan tanah, struktur tanah, vegetasi, suhu tanah, dll. Kapasitas infiltrasi
dapat didekati dengan mengetahui porositas suatu batuan/tanah. Besarnya nilai
porositas yang telah diukur Morris dan Johnson terlihat pada Tabel 4. Nilai ini
bisa dipakai untuk pendekatan Harga Kapasitas Infiltrasi.
Nilai infiltrasi dapat dihitung dengan rumus :
Infiltrasi (In) = k * Water Surplusn
Dimana
• k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi, dinyatakan dalam persen (%).
• Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per bulan tertentu dalam luas 1 m2. • Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri, dinyatakan juga dalam mm per bulan tertentu atau per tahun tertentu dalam luas 1 m2. • Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan tertentu n.
6. Volume Simpan Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk menyimpan
sejumlah air dalam bulan tertentu dalam luas wilayah 1 m2 (Gambar 5). Volume
simpan ini berada pada pori-pori atau celah-celah (rongga-rongga/ruangan-
ruangan pada tanah/batuan). Harga volume simpan tidak dipengaruhi oleh
infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run Off dan volume simpan
bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume simpan bulan ini (n) harus
ditentukan lebih dahulu volume simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu.
Volume Simpan (storage volume) dirumuskan :
Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In)
dimana,
• Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan dalam mm per
bulan tertentu.
• Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya), dinyatakan dalam
mm per bulan tertentu.
• K = Koefisien aliran airtanah, harganya diasumsikan <1, tanpa dimensi,
dapat ditentukan
sebagai berikut :
Kt = qt / q0
qt = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau bulan ke-n (dengan anggapan
harga konstan selama satu hari atau bulan).
q0 = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan sebelumnya (n-1). Run off ini
direfleksikan sebagai debit sungai andalan (Base Flow).
In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.
Cara menghitung Vn-1
Solusi yang dipakai untuk menghitung V n-1 adalah mengasumsikan bahwa
volume simpan Vn-1 bulan Januari sama dengan volume simpan Vn bulan
Desember pada akhir tahun. Rumus Vn bulan Januari (V1) adalah :
V1 = C12 / (1-K12)
dimana:
C12 = 0.5*[ I2 (K12 + K11) + I3 (K11 + K10) + I4 (K10 + K9) + I5 (K9 + K8) + . . . + I1 (K
+1) ]
dimana :
• V1 = Volume Simpan bulan Januari (mm).
• Cn = koefisien bulan ke-n
• Kn = K pangkat n, nilai K (Koefisien aliran airtanah) dianggap konstan
untuk tiap bulannya.
• In = Infiltrasi bulan ke-n (mm).
Dengan rumus diatas bisa ditentukan V1 sehingga untuk bulan-bulan berikutnya
bias ditentukan Vn –nya.
7. Base Flow Base Flow atau Aliran Dasar adalah jumlah air yang mengalir di dalam
tanah/batuan setelah volume simpan (Vn ) terpenuni. Base flow terjadi setelah
Infiltrasi In memenuhi Volume Simpan Vn. Sebagian Base flow akan
mendistribusikan airnya sebagai aliran airtanah dalam zona jenuh (lihat ilustrasi
diatas). Pada akhirnya Base Flow akan keluar sebagai aliran debit minimum
(debit sungai andalan) pada sungai.
Base Flow didapat dari :
Bn = In – (Vn – Vn-1) pers. (7)
Dimana :
Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau
per tahun.
8. Direct Run Off Direct Run Off adalah total jumlah air yang mengalir di permukaan akibat
kelebihan air hujan (Water Surplus), baik dalam bentuk air sungai maupun aliran
lapisan air permukaan tipis/detensi permukaan yang pada akhirnya mengalir ke
sungai (lihat ilustrasi di atas).
Direct Run Off didapat dari :
DROn = Water Surplusn – Infiltrasin DROn = Direct Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau
per tahun.
9. Run Off Run Off adalah total air yang mengalir pada suatu daerah baik di permukaan
ataupun di bawah permukaan (akifer bebas) yang akan mengisi sungai (lihat
ilustrasi diatas).
Run Off didapat dari :
ROn = DROn + Bn ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam per bulan atau per tahun.
Untuk mengetahui lebih lanjut banyaknya air yang tersedia di permukaan dapat
dihitung dengan rumus :
Qn = ROn * A
dimana,
• Qn = jumlah air yang tersedia per bulan atau tahun tertentu, biasanya
dalam meter3/bulan
• ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam meter/bulan
• A = luas wilayah penelitian (meter2)
Catatan : Semua perhitungan besaran-besaran seperti : Water Surplus (Ws), Infiltrasi (In),
Volume Simpan (Vn), Base Flow (Bn), Direct Run Off (DROn), dan Run Off (Rn)
adalah berlaku untuk stasiun tertentu (bukan wilayah tertentu yang ada stasiun
klimatologinya). Nilai-nilainya dihitung dalam satuan mm/tahun atau mm/bulan
dalam luas wilayah 1 mm2. Untuk menghitung besaran-besaran di atas agar
dapat berlaku untuk satu wilayah, maka harus dihitung curah hujan rata-rata
setiap stasiun klimatologi pada suatu daerah tertentu, misalnya dengan Metode
Theissen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll.
Daftar Pustaka 1. Ersin Seyhan, 1990, Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah Mada Univesity Press.
2. Lindsley, 1993, Hidrologi untuk Insinyur, Erlangga – Surabaya.
3. Mock F.J., 1973, Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability Appraisal, Food and Agricultural Organization (FAO) of the United nations,
Bogor.