Potensi Bubuk Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Flavor Enhancher Studi Komparatif Dari...

26
DRAFT SEMINAR POTENSI BUBUK KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SEBAGAI FLAVOR ENHANCER: STUDI KOMPARATIF DARI BAGIAN TANAMAN KECOMBRANG DALAM PENGEMAS BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN Oleh: Arif Prashadi Santosa NIM A1D005041 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2011

description

Potensi Bubuk Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Flavor Enhancher Studi Komparatif Dari Bagian Tanaman Kecombrang Dalam Pengemas Berbeda

Transcript of Potensi Bubuk Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Sebagai Flavor Enhancher Studi Komparatif Dari...

DRAFT SEMINAR

POTENSI BUBUK KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SEBAGAI FLAVOR ENHANCER: STUDI KOMPARATIF DARI BAGIAN TANAMAN

KECOMBRANG DALAM PENGEMAS BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN

Oleh: Arif Prashadi Santosa

NIM A1D005041

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

2011

1

POTENSI BUBUK KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SEBAGAI FLAVOR ENHANCER: STUDI KOMPARATIF DARI BAGIAN TANAMAN

KECOMBRANG DALAM PENGEMAS BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN 1)

Oleh: Arif Prashadi Santosa 2)

ABSTRAK

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) di beberapa daerah di Indonesia, antara lain dimanfaatkan sebagai pemberi cita rasa pada masakan, seperti urab dan pecel, sedangkan batangnya dipakai sebagai pemberi cita rasa pada masakan daging ayam. Tanaman ini berpotensi sebagai flavor enhancer alami antara lain karena adanya minyak atsiri yang memberikan aroma spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagian tanaman kecombrang yang paling berpotensi sebagai flavor enhancer alami; mengetahui jenis pengemas yang tepat sebagai wadah penyimpan bubuk kecombrang; mengetahui daya tahan bubuk kecombrang selama masa penyimpanan dan mengetahui adanya interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan pengemas dan lama simpan. Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 30 kombinasi dan 2 kali ulangan sehingga diperoleh 60 unit percobaan. Faktor yang dicoba meliputi bagian tanaman kecombrang (B) yaitu bunga (B1), batang dalam (B2), dan rimpang (B3); jenis pengemas (P), yaitu botol gelas putih bening (P1) dan botol gelas yang dilapisi lakban hitam (P2); lama simpan (L), yaitu 0 minggu (L1), 2 minggu (L2), 4 minggu (L3), 6 minggu (L4) dan 8 minggu (L5). Variabel yang diamati meliputi rendemen bubuk kecombrang, densitas kamba, kadar air, daya serap air, koefisien penyerapan air, pH, daya serap minyak, koefisien penyerapan minyak, dan sifat sensoris. Data dianalisis dengan analisis ragam (uji F) dilanjutkan dengan DMRT pada taraf 5%. Untuk uji sensoris, data dianalisis dengan uji Friedman kemudian dianalisis menggunakan uji banding ganda. Penetapan perlakuan terbaik digunakan indeks efektivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan batang dalam kecombrang yang disimpan pada botol bening dan disimpan selama 6 minggu (B2P1L4) memiliki nilai rata-rata rendemen 10,03%; densitas kamba 0,166g/ml; kadar air 5,430%; daya serap air 711,795%; koefisien penyerapan air 0,124; pH 2,900; daya serap minyak 413,965%; koefisien penyerapan minyak 0,195 dan flavor 2,00 (agak enak); tingkat kesukaan 2,10 (agak suka); aroma 2,90 (agak kuat); warna 2,50 (kuning cerah). Kata kunci: kecombrang, sifat fisikokimia, sifat sensoris, flavor enhancer.

I. PENDAHULUAN

Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan

manusia. Pangan yang gizinya tinggi, menarik, dan aman dikonsumsi tetapi tidak

memiliki flavor (cita rasa) dan aroma yang spesifik dan menggugah selera, maka tidak ada

atau hanya sedikit yang mengkonsumsinya. Penggunaan flavor enhancer .

sintetis yang beredar di pasaran seperti MSG (monosodium glutamate) maupun

penguat rasa sintetis yang lain, dapat menimbulkan efek jangka panjang penyebab penyakit

degeneratif seperti kanker, atherosclerosis dan jantung koroner. Meningkatnya kesadaran

masyarakat akan keamanan pangan menyebabkan munculnya tuntutan dari masyarakat

yang menginginkan bahan pangan terutama penguat rasa yang alami.

Menurut Fennema (1996), flavor enhancer merupakan senyawa yang

memunculkan efek unik dan telah digunakan oleh manusia sejak dikenalnya memasak dan

1) Makalah hasil penelitian S1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Herastuti S.R., M.S.dan Dr. Rifda Naufalin, S.P., M.Si.

2) Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman dengan NIM A1D0005041.

2

mempersiapkan makanan, tetapi mekanisme dari perangkat penguatan rasa ini masih

merupakan misteri. Zat ini memberikan kontribusi rasa lezat atau umami untuk makanan

bila digunakan pada tingkat yang melebihi ambang batas deteksi independen, dan hanya

meningkatkan rasa pada tingkat di bawah ambang batas deteksi independen. Efek yang

menonjol dan diinginkan terdapat dalam rasa sayuran, produk susu, daging, telur, ikan dan

makanan laut lainnya. Flavor enhancer yang umum digunakan di industri pangan adalah

flavor enhancer sintetis. Konsumen umumnya takut untuk mengkonsumsi makanan yang

mengandung flavor enhancer sintetis karena dampak jangka panjangnya kurang baik. Hal

ini menyebabkan banyak konsumen yang beralih kepada sesuatu yang bersifat alami. Salah

satu bahan yang potensial digunakan sebagai alternatif flavor enhancer alami adalah

tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) baik dari bagian bunga, batang maupun

rimpangnya.

Kecombang merupakan tanaman golongan zingiberaceae satu famili dengan

tanaman laos. Laos telah dikenal sejak lama sebagai bumbu masak untuk berbagai

masakan yang dapat memberikan cita rasa khas yang membuat masakan mempunyai

citarasa tersendiri. Pemanfaatan tanaman kecombrang secara umum adalah sebagai pemberi

cita rasa pada masakan, seperti urab dan pecel, sedangkan batangnya dipakai sebagai

pemberi cita rasa pada masakan daging ayam. Komponen kimia dalam kecombrang

menurut Tampubulon et al. (1983), diantaranya alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid,

glikosida, dan minyak atsiri. Bunga kecombrang dilaporkan mengandung minyak atsiri 0,4

persen (v/b), tannin 1 persen, flavonoid dan triterpenoid. Minyak atsiri pada bubuk bunga

kecombrang didominasi oleh senyawa alkohol (29,4%) dan ester (22,6%). Menurut

Naufalin et al.( 2005), bagian tanaman kecombrang mengandung alkaloid, saponin, tannin,

fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Senyawa kimia yang dimiliki oleh

tanaman kecombrang ini dapat dimanfaatkan sebagai flavor enhancer alami antara lain

karena adanya minyak atsiri yang dihasilkan sehingga memberikan aroma spesifik dari

kecombrang.

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau memperlambat

kerusakan produk pangan maupun non pangan yang dapat ditimbulkan dari lingkungan

penyimpanan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas

suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan mengenai produk beserta

manfaatnya (Susanto dan Saneto, 1993).

Berdasarkan uraian di atas tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui bagian

tanaman kecombrang (bunga, batang maupun rimpang) yang paling berpotensi sebagai

flavor enhancer alami; (2) Mengetahui jenis pengemas yang tepat sebagai tempat atau

wadah penyimpan bubuk kecombrang yang paling dapat melindungi dan meningkatkan

3

masa simpan; (3) Mengetahui dan memprediksi daya tahan bubuk kecombrang selama

masa penyimpanan; (4) Mengetahui adanya interaksi antara bagian tanaman kecombrang

dengan wadah dan lama penyimpanan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain memperoleh

informasi tentang pemanfaatan kecombrang yang paling berpotensi sebagai flavor enhancer

alami sehingga diharapkan petani mengetahui potensi yang tersimpan dalam tanaman

kecombrang dan dapat meningkatkan nilai ekonomi tanaman kecombrang.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan di

Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian

dimulai pada bulan Juni sampai November 2009.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kecombrang (Nicolaia speciosa

Horan) yang diperoleh dari Desa Kotayasa Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas,

minyak kelapa sawit merk Bimoli untuk uji daya serap bubuk terhadap minyak, tahu untuk

uji sensoris dan akuades untuk analisis kimia.

Alat yang digunakan adalah cabinet dryer, mesin giling, timbangan analitik (AND),

shaker, lemari pendingin, oven (Memmert, Japan), kompor gas, panci, pH meter, kertas pH

(Merck, Germany), kertas saring kasar, alumunium foil (Klin Pak), nampan stainless

thermometer, botol gelas putih bening, lakban hitam, desikator, spatula, alat-alat gelas

(Pyrex, Germany), tabung vial, pipet mikro, pipet ukur (Gilson).

Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 30

kombinasi dan 2 kali ulangan sehingga diperoleh 60 unit percobaan. Faktor yang dicoba

meliputi bagian tanaman kecombrang (B) yaitu bunga (B1), batang dalam (B2), dan rimpang

(B3); jenis pengemas (P), yaitu botol gelas putih bening (P1) dan botol gelas yang dilapisi

lakban hitam (P2); lama simpan (L), yaitu 0 minggu (L1), 2 minggu (L2), 4 minggu (L3), 6

minggu (L4) dan 8 minggu (L5). Variabel yang diamati meliputi rendemen bubuk

kecombrang, densitas kamba, kadar air, daya serap air, koefisien penyerapan air, pH, daya

serap minyak, koefisien penyerapan minyak dan sifat sensoris.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan uji sidik ragam (uji F)

dan apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Variabel sensori dianalisis dengan

uji Friedman, jika berpengaruh nyata dilanjutkan uji banding ganda taraf 5%. Penentuan

kombinasi perlakuan dengan hasil terbaik menggunakan indeks efektifitas.

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen Bubuk Kecombrang

Rendemen bubuk kecombrang pada hari ke-0, bubuk rimpang memiliki rendemen

sebesar 13,98% sedangkan batang bagian dalam dan bunga berturut-turut 10.53% dan

10.03%. Hal ini menunjukan bahwa bagian bunga memiliki kadar air yang relatif lebih

tinggi dibandingkan bagian rimpang dan batang bagian dalam kecombrang. Menurut

Istianto (2008), nilai rendemen bubuk kering digunakan untuk membandingkan jumlah

relatif senyawa bioaktif yang ada pada kecombrang segar dan bubuk keringnya.

B. Variabel Fisikokimia Bubuk Kecombrang

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan bagian tanaman kecombrang (B); jenis

pengemas (P) dan lama simpan (L); interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan

jenis pengemas (BxP); interaksi bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan (BxL);

interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan (PxL); interaksi ketiganya (BxPxL)

terhadap variabel fisikokimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel fisikokimia bubuk Kecombrang

Variabel yang diamati Faktor yang dicoba

B P L B X P B X L P X L B X P X L

Densitas kamba ** tn ** tn * tn tn

Kadar air * tn * tn tn tn tn

Daya serap air ** tn ** tn * ** tn

Koefisien penyerapan air ** tn ** tn ** ** tn

pH ** tn ** tn ** tn tn

Daya serap minyak ** * ** tn ** ** tn

Koefisien penyerapan minyak ** * ** tn ** ** **

Keterangan: B = Bagian tanaman kecombrang; P = Jenis pengemas; L = Lama simpan; BxP = Interaksi perlakuan antara bagian tanaman kecombrang dengan jenis pengemas; BxL = Interaksi perlakuan antara bagian tanaman kecombrang dengan lama waktu penyimpanan; PxL = Interaksi perlakuan antara jenis pengemas dengan lama simpan; BxPxL = Interaksi perlakuan antara bagian tanaman kecombrang dengan jenis pengemas dan lama simpan;

tn = berpengaruh tidak nyata; *) = Berpengaruh nyata (α = 0,05); **) = Berpengaruh sangat nyata (α = 0,01).

1. Densitas Kamba

Gambar 1. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap densitas kamba.

5

Nilai rata-rata densitas kamba bubuk bunga, batang bagian dalam dan rimpang

kecombrang berturut-turut 3,265; 1,6762 dan 714 g/ml (Gambar 1). Tingginya densitas

kamba bubuk bunga kecombrang diduga permukaan bagian bunga trdapat lapisan lilin

sehingga air sulit menguap, sedangkan lubang air pada permukaan bagian rimpang dan

batang bagian dalam kecombrang relatif mudah menguap. Pada batang bagian dalam

kecombrang, merupakan jaringan muda dan air mudah menguap.

Gambar 2. Pengaruh lama simpan terhadap densitas kamba.

Nilai rata-rata densitas kamba pada lama simpan minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 2,610; 2,466; 2,558; 2,536 dan 2,589 g/ml (Gambar 2). Berdasarkan hasil

analisis ragam lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai densitas kamba.

Secara keseluruhan selama penyimpanan, densitas kamba mengalami peningkatan.

Densitas kamba paling rendah terjadi pada lama simpan minggu ke 2, hal ini diduga 2

minggu awal penyimpanan, permukaan butir-butir air bubuk kecombrang menguap, namun

setelah itu butir-butir bubuk kecombrang mengabsorpsi air lingkungan. Nilai densitas

kamba terbesar terjadi pada minggu ke 0, hal ini diduga disebabkan pada minggu ke 0

sebelum di kemas terjadi penyerapan uap air lebih banyak.

Lama simpan meningkat, bubuk kecombrang semakin menyerap air, sehingga nilai

densitas kamba (g/ml) semakin besar.

Gambar 3. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dan lama simpan terhadap densitas kamba.

Nilai rata-rata densitas kamba selama penyimpanan untuk bunga pada minggu ke 0

2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 3,3046; 3,1244; 3,3465; 3,2913 dan 3,2605 gram/ml. Untuk

batang bagian dalam pada minggu ke 0 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 1,7819; 1,6019;

6

1,6460; 1,6442 dan 1,7065 gram/ml. Untuk rimpang pada minggu ke 0 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 2,7424; 2,6709; 2,6814; 2,7036 dan 2,7698 gram/ml (Gambar 3).

Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara bagian tanaman kecombrang dan lama

simpan memberikan pengaruh nyata terhadap densitas kamba. Hal ini diduga karena

selama penyimpanan terjadi absorpsi air yang semakin meningkat, dan pada bagian bunga

(B1) terjadi absorpsi air lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain (B2 dan

B3) dari bubuk kecombrang.

2. Kadar Air

Gambar 4. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap kadar air.

Nilai rata-rata kadar air bunga, batang bagian dalam dan rimpang tanaman

kecombrang berturut-turut 4,9639 %; 4,9546 % dan 4,1591 % (Gambar 4). Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa bagian tanaman kecombrang berpengaruh nyata terhadap

kadar air. Tingginya kadar air bagian bunga diduga karena adanya lapisan lilin sedangkan

batang bagian dalam tersusun dari jaringan muda yang kadar air bubuknya relatif tinggi.

Bagian rimpang tersusun dari jaringan yang lebih tua sehingga kadar air bubuk rimpang

relatif rendah.

Gambar 5. Pengaruh lama simpan terhadap kadar air.

Nilai rata-rata kadar air bubuk kecombrang meningkat dengan lama simpan yang

meningkat pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 4,0054% ; 4,5627% ; 5,0027%

5,4238 % dan 4,4635 % (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama

simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar air. Hal ini diduga karena pengaruh

kadar air yang terkandung di dalam bubuk tanaman kecombrang. Menurut Lamona (2008),

7

permukaan luar bubuk ini bersifat hidrofilik sehingga dapat mengabsorpsi uap air dari

udara sekitarnya dan sewaktu bubuk disimpan, air tersebut terbawa ke dalam kemasan.

Kadar air bubuk kecombrang yang diteliti lebih baik dari kadar air standar SNI jauh

di bawah kadar air standar SNI yaitu sebesar 12 % sehingga bubuk tidak cepat membusuk

karena mikrobia yang menggunakan air sebagai mediumnya (SNI, 1995).

3. Daya Serap Air

Gambar 6. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap daya serap air.

Nilai rata-rata daya serap air pada bunga, batang bagian dalam dan rimpang

berturut-turut 608,380 %; 641,291 % dan 566,050 % (Gambar 6). Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa bagian tanaman kecombrang berpengaruh nyata terhadap daya serap

air. Serupa halnya dengan kadar air pada bahan, daya serap air ditentukan karena sifat

hidrofilik dari bahan yang telah menjadi bubuk dengan luas permukaan meningkat.

Tingginya daya serap air pada batang bagian dalam diduga karena tersusun dari

jaringan muda yang mudah menyerap air bubuk relatif tinggi. Rimpang tersusun dari

jaringan yang lebih tua sehingga daya serap air bubuk relatif rendah.

Gambar 7. Pengaruh lama simpan terhadap daya serap air.

Nilai rata-rata daya serap air pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

312,86%; 658,08%; 584,79%; 722,72% dan 747,75% (Gambar 7). Berdasarkan hasil

analisis ragam ternyata lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai daya serap air.

Hal ini diduga karena semakin lama penyimpanan, bubuk semakin lama terpapar cahaya

matahari secara tidak langsung, sehingga bubuk makin besar menyerap air, ditambah sifat

bubuk yang hidrofilik menambah daya serap air pada bubuk.

8

Gambar 8. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan terhadap daya serap air.

Nilai rata-rata daya serap air untuk bunga pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-

turut 279,88 %; 660,62 %; 635,51; %, 694,54 %, dan 771,36 %. Untuk batang pada

minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 371,75 %; 718,47 %; 588,36 %; 752,88 % dan

775,00 %. Untuk rimpang pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 286,95 %; 595,14

%; 530,52 %; 720,75 % dan 696,89 % (Gambar 8). Berdasarkan hasil analisis ragam

interaksi antara bagian tanaman kecombrang dan lama waktu penyimpanan memberikan

pengaruh nyata terhadap daya serap air. Bubuk bagian tanaman kecombrang yang disimpan

dengan lama simpan meningkat menyebabkan peningkatan daya serap air. Hal ini diduga

karena masing-masing bagian mempunya daya serap yang berbeda-beda dan selama waktu

penyimpanan, bubuk kecombrang terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti cahaya dan

suhu.

Gambar 9. Pengaruh interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan terhadap daya serap air.

Nilai rata-rata daya serap air untuk interaksi antara jenis pengemas dengan lama

simpan untuk botol bening pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 312,86 %; 714,47

%; 597,53 %; 689,37 % dan 758,59 %. Untuk botol dilapisi lakban pada minggu ke 0, 2,

4, 6 dan 8 berturut-turut 312,86 %; 607,71 %; 572,05 %; 756,07 % dan 736,92 %.

Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara jenis pengemas dan lama simpan

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap daya serap air. Jenis pengemas yang berbeda

yang disimpan dengan lama simpan meningkat menyebabkan peningkatan daya serap air.

Hal ini diduga karena pada botol bening bubuk terpapar langsung oleh cahaya matahari,

9

sehingga perubahan suhu yang terjadi pun lebih tinggi dibanding dengan botol yang dilapisi

lakban, ini menyebabkan bubuk lebih kering dan lebih higroskopis. Selain itu dengan

semakin lama penyimpanan maka daya serap airpun meningkat karena bubuk lebih lama

terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti cahaya dan suhu.

4. Koefisien Penyerapan Air

Koefisien penyerapan air merupaan perbandingan antara berat mula-mula bubuk

bagian tanaman kecombrang yang masih kering dengan bubuk bagian tanaman kecombrang

yang telah jenuh menyerap air sehingga nantinya perbandingan ini akan menghasilkan

nilai konstanta. Bila daya serap air tinggi maka berat jenuh air juga tinggi yang sebaliknya

semakin rendah daya serapnya maka berat jenuh air juga semakin rendah.

Koefisien penyerapan air berbanding terbalik dengan daya serap air. Semakin tinggi

daya serap air pada bubuk maka nilai koefisien semakin kecil. Menurut SNI (2011)

koefisien penyerapan air merupakan perbandingan antara berat sebelum jenuh terendam

dengan berat setelah jenuh terendam.

Gambar 10. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap koefisien penyerapan air.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan air untuk bunga, batang bagian dalam dan

rimpang berturut-turut 0,1549 ; 0,1425 dan 0,1620 (gambar 10). Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa bagian tanaman kecombrang berpengaruh nyata terhadap koefisien

penyerapan air. Koefisien penyerapan air pada bagian rimpang diperoleh nilai yang relatif

tinggi, hal ini diduga karena rimpang tersusun dari jaringan yang relatif tua sehingga

mempunyai berat kering yang tinggi dan berat jenuh air yang rendah dibandingkan bagian

tanaman kecombrang yang lain (bunga dan batang bagian dalam).

Gambar 11. Pengaruh lama simpan terhadap koefisien penyerapan air.

10

Nilai rata-rata koefisien penyerapan air pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-

turut 312,86; 658,08; 584,79; 722,72 dan 747,75 (Gambar 11). Berdasarkan hasil analisis

ragam ternyata lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai koefisien penyerapan

air. Semakin lama bubuk kecombrang disimpan, koefisien penyerapan air semakin

menurun. Hal ini disebabkan daya serap air tinggi sehingga berat jenuh air tinggi, karena

bubuk kecombrang lebih lama dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti cahaya matahari

dan suhu.

Gambar 12. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan

terhadap koefisien penyerapan air.

Nilai rata-rata interaksi antara bagian-bagian tanaman kecombrang dan lama

simpan terhadap koefisien penyerapan air untuk bunga pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 0,2632; 0,1324; 0,1374; 0,1259; dan 0,1153. Untuk batang pada minggu ke

0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,212; 0,1227; 0,1455; 0,1180 dan 0,1145. Untuk rimpang

minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,2548; 0,1447; 0,1590; 0,1225 dan 0,1257

(Gambar 12). Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara bagian tanaman

kecombrang dengan lama waktu penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap

daya serap air. Semakin lama bagian tanaman kecombrang disimpan, koefisien penyerapan

air semakin menurun. Hal ini disebabkan daya serap air meningkat sehingga berat jenuh

air juga meningkat, karena bubuk bagian tanaman kecombrang lebih lama dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan seperti cahaya matahari dan suhu.

Gambar 13. Pengaruh interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan terhadap

koefisien penyerapan air.

11

Nilai rata-rata koefisien penyerapan air untuk interaksi antara jenis pengemas

dengan lama waktu penyimpanan untuk botol bening pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 0,2445; 0,1233; 0,1455; 0,1271dan ; 0,1168. Untuk botol dilapisi lakban

pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,2445; 0,1433; 0,1491; 0,1172 dan 0,1202

(Gambar 13). Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara jenis pengemas dan lama

simpan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap koefisien penyerapan air. Semakin

lama bubuk kecombrang disimpan dalam jenis pengemas yang berbeda, maka koefisien

penyerapan air semakin menurun. Hal ini disebabkan daya serap air meningkat sehingga

berat jenuh air juga meningkat, karena jenis pengemas berpengaruh terhadap daya

higroskopis bubuk kecombrang.

Secara keseluruhan, koefisien penyerapan air untuk masing-masing bagian

tanaman kecombrang, lama simpan dan interaksi antara bagian tanaman kecombrang

dengan lama simpan serta interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan berbanding

terbalik dengan daya serap air. Semakin besar daya serap air maka koefisien penyerapan

air semakin kecil nilainya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan yang terjadi sama dengan

faktor yang mempengaruhi daya serap air bubuk kecombrang.

5. pH

Gambar 14. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap pH.

Nilai rata-rata pH untuk bunga, batang bagian dalam dan rimpang berturut-turut

3,490; 3,515 dan 4,680 (Gambar 14). Bubuk rimpang kecombrang mempunyai pH

tertinggi dibandingkan dengan batang bagian dalam dan bunga kecombrang. Hal ini diduga

karena setiap bagian tanaman kecombrang mengandung asam-asam organik dengan

kandungan berbeda. Kandungan asam organik pada bubuk rimpang relatif lebih rendah

dibandingkan dengan batang bagian dalam dan bunga kecombrang. Berdasarkan hasil

analisis ragam, jenis bagian tanaman kecombrang sangat mempengaruhi nilai pH bubuk.

12

Gambar 15. Pengaruh lama simpan terhadap pH.

Nilai rata-rata pH bubuk bagian tanaman kecombrang yang disimpan pada

minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 4,050; 3,550; 3,917; 4,108 dan 3,850 (Gambar

15). Berdasarkan hasil analisis ragam ternyata lama simpan berpengaruh sangat nyata

terhadap nilai pH. Hal ini diduga karena selama penyimpanan bubuk kecombrang terjadi

penurunan kandungan asam organiknya. Menurut Robinson et al. (2000) dalam Istianto

(2008) aktivitas senyawa antimikroba alami dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, umur

antimikrobia, pH tanaman, komponen penyusun makanan, dan tipe serta tingkat

pertumbuhan mikrobia yang mengkontaminasi makanan. Aktivitas antimikroba alami

meningkat pada pH yang rendah dan menurun pada pH yang tinggi. Selama penyimpanan

bubuk mengalami penurunan kualitas karena menurunnyaa kandungan asam organik yang

menyebabkan penurunan kemampuan antioksidan dan antimikroba yang berefek pada pH

yang meningkat selama penyimpanan.

Gambar 16. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan

terhadap pH .

Nilai rata-rata pH untuk interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama

simpan untuk bunga pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 3,850; 3,275; 3,150;

3,775 dan 3,400. Untuk batang pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 3,600;

3,300; 3,475; 3,325 dan 3,875. Untuk rimpang pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-

turut 4,700; 4,075; 5,125; 5,225 dan 4,275 (Gambar 16). Berdasarkan hasil analisis ragam

ternyata antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan berpengaruh sangat nyata

terhadap nilai pH. Hal ini diduga karena setiap bagian tanaman kecombrang mempunyai

13

pH yang berbeda dan lama simpan juga menunjukan perbedaan yang nyata selama produk

bubuk bagian tanaman kecombrang disimpan.

6. Daya serap minyak

Daya serap minyak pada dasarnya hampir serupa dengan daya serap air dan hanya

berbeda medium yang diserap oleh bubuk tanaman kecombrang. Medium yang berbeda

digunakan untuk menguji adalah minyak. Pada umumnya bahan pangan banyak digunakan

bersamaan dengan air atau minyak, sehingga produk diaplikasikan pada bahan pangan

seharusnya dapat menyerap air dan minyak.

Gambar 17. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata daya serap minyak untuk bunga, batang bagian dalam dan untuk

rimpang berturut-turut 154,15 %; 362,08 %; dan 228,86 % (Gambar 17). Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa bagian tanaman kecombrang berpengaruh nyata terhadap daya

serap minyak. Tingginya daya serap minyak pada bubuk batang bagian dalam kecombrang

berkaitan dengan tingginya senyawa hidrofobik yang terkandung dalam masing-masing

bagian kecombrang.

Gambar 18. Pengaruh jenis pengemas terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata daya serap minyak pada bubuk yang dikemas dengan botol bening

dan botol yang dilapisi lak ban hitam berturut-turut 259,83 % dan 236,89 % (Gambar 18).

Berdasarkan hasil analisis ragam ternyata jenis pengemas berpengaruh nyata terhadap

nilai daya serap minyak. Daya serap minyak pada bubuk kecombrang yang dikemas

dengan botol bening relatif lebih tinggi dibanding dengan botol yang dilapisi lakban

hitam. Hal ini diduga pada bubuk yang dikemas dengan botol bening terpapar cahaya dan

panas matahari langsung menyebabkan degradasi sel-sel meningkat sehingga bubuk

14

semakin rusak dan lebih mudah mengabsorpsi minyak, dibandingkan dengan botol yang

dilapisi lakban hitam.

Gambar 19. Pengaruh lama simpan terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata daya serap minyak pada lama simpan minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 135,84 %; 275,22 %; 269,19 %; 273,15 % dan 288,43 % (Gambar 19).

Berdasarkan hasil analisis ragam ternyata lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap

nilai daya serap minyak. Semakin lama waktu simpan, semakin tinggi daya serap minyak

dari bubuk kecombrang. Hal ini diduga karena semakin lama bubuk disimpan semakin

meningkat terjadinya degradasi sel, sehingga bubuk semakin mudah rusak dan mudah

menyerap atau mengabsorpsi minyak.

Gambar 20. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan

terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata daya serap minyak pada interaksi antara bagian tanaman

kecombrang dan lama simpan, untuk bunga pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

54,86 %; 197,21 %; 168,17 %; 167,86 % dan 182,64 %. Untuk batang pada minggu ke 0,

2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 228,13 %; 378,75 %; 381,99 %; 405,38 % dan 416,18 %. Untuk

rimpang minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 124,52 %; 249,70 %; 257,43 %; 246,21

% dan 266,48 % (Gambar 20). Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara bagian-

bagian tanaman kecombrang dan lama waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata

terhadap daya serap minyak. Hal ini diduga karena masing-masing bagian mempunyai

daya serap minyak yang berbeda-beda dan selama waktu penyimpanan, bubuk kecombrang

terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti suhu sehingga semakin lama bubuk disimpan

15

semakin meningkat terjadi degradasi sel, yang menyebabkan bubuk semakin mudah rusak

dan mudah menyerap atau mengabsorpsi minyak.

Gambar 21. Pengaruh interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata daya serap minyak pada interaksi antara jenis pengemas dengan lama

simpan, untuk botol bening pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 135,84 %;

338,39 %; 258,62 %; 274,20 % dan 392,13 %. Untuk botol dilapisi lakban pada minggu

ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 135,84 %; 212,05 %; 279,77 %; 10 % dan 284,72 %

(Gambar 21). Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara jenis pengemas dan lama

simpan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap daya serap minyak. Daya serap

minyak pada bubuk kecombrang yang dikemas dengan botol bening relatif lebih tinggi

dibanding dengan botol yang dilapisi lakban hitam. Hal ini diduga pada bubuk yang

dikemas pada botol bening dan disimpan pada waktu yang semakin lama akan

menyebabkan degradasi sel-sel senakin meningkat sehingga bubuk semakin rusak dan lebih

mudah mengabsorpsi minyak, dibandingkan dengan botol yang dilapisi lakban hitam.

7. Koefisien penyerapan minyak

Serupa halnya dengan koefisiensi penyerapan air, koefisien penyerapan minyak

merupaan perbandingan antara berat mula-mula bubuk bagian tanaman kecombrang yang

masih kering dengan bubuk bagian tanaman kecombrang yang telah jenuh menyerap air

sehingga nantinya perbandingan ini akan menghasilkan nilai konstanta. Koefisien

penyerapan minyak berbanding terbalik dengan daya serap minyak. Semakin tinggi daya

serap minyak pada bubuk maka nilai koefisien semakin kecil. Bila daya serap minyak

tinggi maka berat jenuh minyak juga tinggi dan semakin rendah daya serap minyak maka

berat jenuh minyak juga semakin rendah.

16

Gambar 22. Pengaruh bagian tanaman kecombrang terhadap koefisien penyerapan minyak.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan minyak untuk bunga, batang bagian dalam dan

rimpang berturut-turut 0,4189; 0,2236 dan 0,3174 (Gambar 22). Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa bagian tanaman kecombrang berpengaruh nyata terhadap koefisien

penyerapan minyak. Rendahnya koefisien penyerapan minyak pada bagian batang dalam

terkait dengan tingginya daya serap minyak dan berkaitan dengan tingginya senyawa

hidrofobik yang terkandung, dibanding pada bagian bunga dan rimpang.

Gambar 23. Pengaruh jenis pengemas terhadap daya serap minyak.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan minyak pada bubuk yang dikemas dengan

botol bening dan botol yang dilapisi lak ban hitam berturut-turut 0,3112 dan 0,3288

(Gambar 23). Berdasarkan hasil analisis ragam jenis pengemas berpengaruh nyata

terhadap nilai daya serap minyak. Rendahnya koefisien penyerapan minyak pada bubuk

yang dikemas dengan botol bening diduga terkait dengan tingginya daya serap minyak.

Gambar 24. Pengaruh lama simpan terhadap koefisien penyerapan minyak.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan minyak pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 0,4656; 0,2864; 0,2872; 0,2870 dan 0,2736 (Gambar 24). Berdasarkan hasil

analisis ragam ternyata lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai koefisien

17

penyerapan minyak. Semakin lama waktu simpan, semakin rendah koefisien penyerapan

minyak dari bubuk kecombrang. Hal ini diduga terkait dengan semakin lama bubuk

disimpan semakin meningkat terjadinya degradasi sel, sehingga bubuk semakin mudah

rusak dan mudah menyerap atau mengabsorpsi minyak.

Gambar 25. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dengan lama simpan

terhadap koefisien penyerapan minyak.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan minyak pada interaksi antara bagian tanaman

kecombrang dan lama simpan, untuk bunga pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

0,6459; 0,3483; 0,3730; 0,3734 dan 0,3541. Untuk batang pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8

berturut-turut 0,3048; 0,2128; 0,2076; 01988 dan 0,1938. Untuk rimpang minggu ke 0, 2, 4,

6 dan 8 berturut-turut 0,4461; 0,2981; 0,2811; 0,2890 dan 0,2730 (Gambar 25). .

Berdasarkan hasil analisis ragam ternyata interaksi antara bagian tanaman kecombrang

dengan lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai koefisien penyerapan minyak.

Semakin lama waktu simpan, semakin rendah koefisien penyerapan minyak dari bagian

tanaman kecombrang. Hal ini diduga terkait dengan meningkatnya daya serap minyak dari

bubuk bagian tanaman kecombrang.

Gambar 26. Pengaruh interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan terhadap koefisien pnyerapan minyak.

Nilai rata-rata koefisien penyerapan minyak pada interaksi antara jenis pengemas

dengan lama simpan untuk botol bening pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

0,4656; 0,2355; 0,2936; 0,2876 dan 0,2736. Untuk botol dilapisi lakban pada minggu ke 0,

2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,4656; 0,3373; 0,2808; 0,2865 dan 0,2737 (Gambar 26).

Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi antara jenis pengemas dan lama simpan

18

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap daya serap minyak. Semakin lama waktu

simpan, semakin rendah koefisien penyerapan minyak dari bubuk bagian tanaman

kecombrang yang disimpan dalam jenis pengemas yang berbeda. Hal ini diduga terkait

dengan meningkatnya daya serap minyak dari bubuk bagian tanaman kecombrang tersebut.

Gambar 27. Pengaruh interaksi antara bagian tanaman kecombrang dan jenis pengemas

dengan lama simpan terhadap koefisien penyerapan minyak.

Nilai rata-rata interaksi antara bagian tanaman kecombrang dan jenis pengemas

terhadap densitas pada interaksi B1P1 pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

0,6459; 0,2845; 0,3689; 0,3761 dan 0,3629. Pada interaksi B1P2 pada minggu ke 0, 2, 4, 6

dan 8 berturut-turut 0,6459; 0,4121; 0,3771; 0,3708 dan 0,3453. Pada interaksi B2P1 pada

minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,3048; 0,1839; 0,2124; 0,1948 dan 0,1892. Pada

interaksi B2P2 pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut 0,3048; 0,2417; 0,2029;

0,2028 dan 0,1985. Pada interaksi B3P1 pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8 berturut-turut

0,4461; 0,2381; 0,2997; 0,2919 dan 0,2687. Pada interaksi B3P2 pada minggu ke 0, 2, 4, 6

dan 8 berturut-turut 0,4461; 0,3528; 0,2625; 0,2861; minggu ke 8 sebesar 0,2773 (Gambar

27).

Secara keseluruhan, koefisien penyerapan minyak untuk masing-masing bagian

tanaman kecombrang, lama simpan dan interaksi antara bagian tanaman kecombrang

dengan lama simpan serta interaksi antara jenis pengemas dengan lama simpan berbanding

terbalik dengan daya serap minyak. Seperti yang disebutkan di atas, semakin besar daya

serap minyak maka koefisien penyerapan minyak semakin kecil nilainya. Faktor yang

mempengaruhi perbedaan yang terjadi sama dengan faktor yang mempengaruhi daya serap

minyak bubuk kecombrang.

C. Variabel Sensori

Hasil uji Friedman pengaruh variasi bagian tanaman kecombrang dan jenis

pengemas selama waktu penyimpanan terhadap variabel sensori yang diamati dapat dilihat

pada Tabel 2.

19

Tabel 2. Hasil uji Friedman pengaruh variasi bagian tanaman kecombrang dan jenis pengemas selama penyimpanan terhadap variabel sensori yang diamati.

Variabel TG Warna ** Aroma ** Flavor ** Kesukaan ** Keterangan: TG = pengaruh variasi bagian tanaman kecombrang dan jenis pengemas

selama penyimpanan terhadap variabel sensori yang diamati; **) = Berpengaruh sangat nyata (α = 0,05).

1. Warna

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan variasi bagian tanaman

kecombrang dan jenis pengemas selama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap

warna bubuk tanaman kecombrang. Nilai warna tertinggi dihasilkan oleh kombinasi

perlakuan bubuk bunga kecombrang yang disimpan dalam pengemas botol bening selama 4

minggu (B1P1L3) yaitu sebesar 3 (cerah). Nilai intensitas warna cerah pada bubuk tanaman

kecombrang pada umumnya semakin menurun seiring lamanya waktu penyimpanan. Hal

ini karena adanya kerusakan pigmen warna pada bubuk kecombrang yang rusak selama

penyimpanan. Diduga pigmen pada tanaman kecombrang merupakan jenis antosianin.

Seperti dikutip dari Lauro et al., (2000) dalam www.food-info.net/uk/ , 2010, antosianin

adalah kelompok pigmen yang sangat besar pada tanaman. Warna ini juga rentan terhadap

suhu, oksigen, cahaya UV dan beberapa faktor yang lain. Suhu dapat merusak ion

flavylium, dan dengan demikian menyebabkan hilangnya warna. Cahaya dapat memiliki

efek yang sama. Oksigen dapat merusak antosianin, seperti halnya reagen oksidasi lainnya.

Hilangnya beberapa warna selama penyimpanan dapat dicegah dengan menyimpan pada

suhu rendah, dalam kemasan gelap atau di bawah kemasan bebas oksigen.

2. Aroma Khas Kecombrang

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan variasi bagian tanaman

kecombrang dan jenis pengemas selama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap

aroma khas bubuk kecombrang. Nilai aroma tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan

bubuk batang kecombrang yang disimpan dalam pengemas botol gelap selama 0 minggu

(B2P2L1) yaitu sebesar 3,3 (kuat). Nilai intensitas aroma khas kecombrang pada bubuk

kecombrang umumnnya semakin menurun seiring meningkatnya lama simpan. Hal ini

disebabkan kecombrang mempunyai komponen volatil yang mempengaruhi aroma khas

kecombrang. Pada penelitian ini bubuk kecombrang diletakkan pada botol pengemas dan

diletakkan di tempat terbuka sehingga dimungkinkan terpapar cahaya matahari dan terjadi

degradasi sel-sel sehingga ada kemungkinan komponen volatil pada kecombrang semakin

hilang atau berkurang selama waktu penyimpanan akibat panas.

20

3. Flavor

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan variasi bagian tanaman

kecombrang dan jenis pengemas selama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap

flavor bubuk kecombrang. Nilai flavor tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan bubuk

bunga kecombrang yang disimpan dalam pengemas botol bening selama 0 minggu

(B1P1L1) yaitu sebesar 2,6 (agak enak sampai enak). Nilai intensitas flavor kecombrang

pada bubuk kecombrang umumnnya semakin menurun seiring meningkatnya lama simpan.

Flavor mencakup sensasi rasa, aroma/bau dan tekstur, sehingga seperti halnya pada warna

dan aroma khas kecombrang, lama simpan dan cara penyimpanan menyebabkan penurunan

nilai flavor pada bubuk kecombrang. Zahra (2006) menyatakan bahwa sifat kimia dari

bahan pangan merupakan sistem yang dinamis dan terus berubah. Perubahan flavor dalam

makanan disebabkan oleh beberapa faktor baik yang diinginkan maupun yang tidak.

Penyebab penurunan kualitas flavor di antaranya adalah lama simpan, pemrosesan bahan

makanan, irradiasi, oksidasi udara, cahaya dan faktor fisik seperti evaporasi zat volatil yang

terkandung, pengepakan atau pengemasan. Pada penelitian dilakukan pengeringan,

pembubukan, pengemasan dan penyimpanan sehingga memungkinkan flavor bubuk

kecombrang mengalami penurunan.

4. Kesukaan

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan variasi bagian tanaman

kecombrang dan jenis pengemas selama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap

kesukaan bubuk kecombrang. Nilai kesukaan tertinggi dihasilkan oleh kombinasi

perlakuan bubuk bunga kecombrang yang disimpan dalam pengemas botol gelap selama 8

minggu (B1P2L5) yaitu sebesar 2,5 (agak suka sampai suka). Nilai kesukaan dipengaruhi

oleh faktor subyektif masing-masing panelis, sehingga untuk perlakuan baik lama simpan,

jenis pengemas dan bagian tanaman kecombrang masing-masing panelis berbeda. Bubuk

kecombrang yang mempunyai nilai kesukaan teringgi justru bubuk pada penyimpanan yang

paling lama yaitu 8 minggu. Hal ini diduga karena kecombrang baik dalam kondisi segar

dan bubuk 0 minggu mempunyai aroma yang cukup kuat dan menusuk, sehingga, aroma

yang menusuk lebih berkurang dan lebih disukai.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Bubuk bunga dan batang bagian dalam kecombrang berpotensi sebagai flavor enhancer

2. Penyimpanan bubuk bunga kecombrang dalam pengemas botol bening menghasilkan

nilai flavor enhancer tertinggi.

3. Nilai flavor enhancer bubuk kecombrang tinggi pada suhu ruang 0 minggu dan

menurun seiring dengan lama simpan.

21

4. Hasil uji indeks efektivitas menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan bubukbatang

dalam kecombrang yang dikemas pada botol bening dan disimpan selama 6 minggu

(B1P1L2) memberikan nilai efektivitas tertinggi untuk variabel fisikokimia dan sensori.

B. Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi bubuk bagian-bagian tanaman

kecombrang dalam produk pangan dan aplikasinya pada masakan yang siap dikonsumsi

serta efektivitas dan konsentrasi yang cocok untuk produk pangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc. Halaman 734. Istianto, T. Y. 2008. Efektifitas Antimikrobia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan):

Pengaruh Bagian Tanaman Kecombrang Terhadap Bakteri Patogen dan Kapang Salak. Skripsi. USOED.

Lamona, A. 2008. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Bubuk Flavor Cassia

Vera Terhadap Sifat Fisikokimia Bubuk Flavor dan Karakteristik Sirup Berflavor Cassia Vera. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Lauro, G.J. and Francis, F. J. (Eds) Natural Food colours, Science and technology. IFT

Basic Symposium Series 14, Marcel Dekker, 2000 dalam situs http://www.food-info.net/uk/colour/anthocyanin.html.

Naufalin, R., B.S.L. Jenie, F. Kusnandar, M. Sudarwanto, dan H. Rukmini. 2005. Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Bunga Kecombrang terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XVI No. 2 Th. 2005. 119-125

\ Pauliza, O. 2008. Fisika untuk SMK Kelompok Teknologi dan Kesehatan Kelas X.

Grafindo Media Pratama. Bandung. Robinson, R.K., C.A. Batt dan P.D.Patel. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology.

Academic Press. New York. SNI. 1995. Rempah – Rempah Bubuk. SNI 01-3709-1995. ICS 67.220.10. Badan

Standardisasi Nasional. SNI. 2011. Cara Uji Fisika-Bagian 5: Penentuan Rasio Penyerapan Air (RPA) pada

Produk Perikanan. SNI 2372.5:2011. ICS 67.050. Badan Standardisasi Nasional. Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu.

Surabaya. Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kimia

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta.

Zahra, C. F. 2006. Flavor (Citarasa). Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

22

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Bubuk Kecombrang

Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pengemasan dan Penyimpanan Bubuk Kecombrang

23

Lampiran 3. Hasil analisis ragam analisis fisikokimia selama penyimpanan

24

Lampiran 4. Hasil analisis ragam analisis fisikokimia selama penyimpanan (Lanjutan)

25

Lampiran 5. Hasil analisis uji Friedman terhadap variabel sensori yang diamati.