POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap...

33
POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN Sansevieria cylindrica RAHADIAN PRATAMA DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap...

Page 1: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN Sansevieria cylindrica

RAHADIAN PRATAMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 2: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

ABSTRAK

RAHADIAN PRATAMA. Potensi Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan DONDIN SAJUTHI.

Salah satu tanaman hias yang memiliki aktivitas antioksidan ialah Sansevieria sp. Tanaman tersebut banyak jenisnya, salah satunya ialah Sansevieria cylindrica yang diduga memiliki aktivitas antioksidan. Sifat antioksidan dari tanaman tersebut belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antioksidan dan toksisitas ekstrak daun S. cylindrica. Daun S.cylindrica diekstrak menggunakan metanol 80%, etanol 80%, aseton 80%, dan air. Larutan hasil ekstraksi kemudian diuapkan secara vakum hingga didapatkan rendemen yang berbentuk serbuk (pelarut metanol, etanol, air) dan gumpalan (pelarut aseton). Kemampuan ekstrak sebagai antioksidan ditentukan melalui penetralan radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Hasil akhir dari uji DPPH tersebut ialah radikal berubah warna dari ungu menjadi kuning dan serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 514 nm. Ekstrak terbaik yang menghasilkan aktivitas antioksidan diuji toksisitasnya menggunakan Artemia salina (BST). Aktivitas antioksidan ekstrak metanol, etanol, aseton, dan air berturut-turut ialah 65.64%, 67.02%, 70.95%, dan 71.93% pada konsentrasi ekstrak 800 ppm. Uji DPPH keempat pelarut tidak menghasilkan perbedaan nyata yang berarti (p>0.05). Hasil uji fitokimia daun S.cylindrica menunjukan adanya senyawa flavonoid dan tanin yang diduga mendukung adanya aktivitas antioksidan. Hasil uji BST ekstrak daun S.cylindrica menunjukkan bahwa LC50 ekstrak terjadi pada konsentrasi 1223.6820 ppm.

Page 3: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

ABSTRACT

RAHADIAN PRATAMA. Antioxidant Potential and Toxicity of Sansevieria cylindrica Leaf Extract. Under the direction of EMAN KUSTAMAN and DONDIN SAJUTHI.

One of the ornamental plants that have antioxidant activity is Sansevieria sp. These plant has many varieties, one of them is Sansevieria cylindrica that alleged to have antioxidant activity. Antioxidant properties of these plants is not known so we need to investigate it. This study aimed to test the antioxidant potency and toxicity of S. cylindrica leaf extract. S.cylindrica leaf was extracted using 80% methanol, ethanol, 80% acetone, and water. Extraction results was evaporated in vacuum to obtain powder rendements (extracted with methanol, ethanol, water) and clod rendement (extracted with acetone). Extract ability as an antioxidant was determined through neutralization of 1.1-diphenyl-2-picrilhidrazil radical (DPPH). The results from the DPPH test was a radical change color from purple to yellow and the absorbance was measured using a UV-Vis spectrophotometer at 514 nm wavelength. Extract that produced the best antioxidant activity was tested for toxicity using the Artemia salina (Brine Shrimp Test, BST). The antioxidant activity of methanol, ethanol, acetone, and water extract respectively is 65.64%, 67.02%, 70.95% and 71.93% at 800 ppm extract concentration. DPPH test of the four solvents did not produced significant differences (p> 0.05). Phytochemical test results showed the presence of flavonoids and tannins that estimated supports antioxidant activity. BST test result of S.cylindrica leaf extracts showed that the LC50 concentration of the extract occurred at 1223.6820 ppm.

Page 4: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN Sansevieria cylindrica

RAHADIAN PRATAMA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 5: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

Judul : Potensi Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica Nama : Rahadian Pratama NIM : G84062728

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Eman Kustaman Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D Ketua Anggota

Diketahui

Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

Page 6: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Judul karya ilmiah yang dipilih penulis ialah Potensi Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2010 sampai Juni 2010 di Laboratorium Biokimia Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), IPB Bogor

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, antara lain kepada pembimbing penulis, Ir. Eman Kustaman atas nasehat-nasehatnya yang berharga dan Prof. Drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D atas masukan dan penyediaan alat dan laboratorium. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Biokimia PSSP antara lain Kak Willy dan Ibu Nena atas bantuan teknis yang diberikan. Terimakasih juga kepada Pak Arya atas penyediaan bahan kimia, Kak Angki dan Vika atas kebersamaan dan kerjasamanya. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan untuk Ibu yang telah membantu persiapan tanaman dan bahan-bahan kimia serta Bapak dan keluarga besar atas doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga Karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2010

Rahadian Pratama

Page 7: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Februari 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Prasojo Waluyo dan Iis Arifiantini.

Pada tahun 2006 penulis lulus SMA Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama berhasil lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tingkat 2 penulis masuk Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, sebagai mayor dan penulis mengambil program studi Teknologi Pangan sebagai minor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2007/2008. Penulis melakukan praktik lapangan di Laboratorium Pangan dan Pakan SEAMEO BIOTROP dari bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan judul Pengujian Kadar Aflatoksin pada Bumbu Pecel di Kecamatan Bogor Tengah dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis.

Page 8: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ii PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 1

Sansevieria ............................................................................................. 1

Stress Oksidatif dan Radikal Bebas ......................................................... 3

Antioksidan ............................................................................................ 4

Senyawa Antioksidan Alami ................................................................... 5

Toksisitas ................................................................................................ 5

Artemia salina Leach .............................................................................. 6

Metode Brine Shrimp Test (BST) ............................................................ 8

BAHAN DAN METODE ............................................................................... 8

Bahan dan Alat ....................................................................................... 8

Metode ................................................................................................... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 9

Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica ....................................................... 9

Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel ......................................................... 10

Aktivitas antioksidan .............................................................................. 10

Toksisitas Ekstrak Sansevieria cylindrica ................................................ 12

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

LAMPIRAN ................................................................................................... 15

Page 9: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Sansevieria cylindrica. ................................................................................ 2

2 Pita hijau gelap dan muda pada daun. .......................................................... 2

3 Mekanisme pembentukan radikal ................................................................ 3

4 Antioksidan menstabilkan radikal bebas ..................................................... 4

5 Tahapan Penetasan Artemia salina Leach ..................................................... 6

6 Morfologi Nauplius ...................................................................................... 6

7 Morfologi Artemia salina Leach .................................................................. 7

8 Struktur DPPH ............................................................................................ 11 9 Daya inhibisi untuk rata-rata tiga ulangan sampel. ....................................... 11

10 Reaksi penetralan DPPH ........................................................................... 12

11 hubungan konsentrasi ekstrak dengan % kematian .................................. 13

DAFTAR TABEL Halaman

1 Analisis fitokimia ekstrak Sansevieria cylindrica pada 4 macam pelarut ....... 10

2 IC50 seluruh ekstrak daun Sansevieria cylindrica ....................................... 11

3 Kematian larva Artemia pada ekstrak air Sansevieria cylindrica…………. 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Alur penelitian ............................................................................................ 16

2 Pembuatan contoh kering daun Sansevieria cylindrica ................................ 17

3 Maserasi daun sampai menjadi ekstrak kering Sansevieria cylindrica .......... 18

4 Hasil uji proksimat ...................................................................................... 19

5 Hasil uji fitokimia ....................................................................................... 19

6 Data pengukuran absorban contoh ............................................................... 21

7 Rata-rata tiga ulangan uji DPPH .................................................................. 23

8 Persamaan regresi setiap sampel uji DPPH .................................................. 23

9 Hasil uji BST .............................................................................................. 24

Page 10: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

PENDAHULUAN

Alam menyediakan kebutuhan hidup

manusia mulai dari makanan sampai udara untuk dihirup manusia agar dapat tetap hidup sehat. Seiring majunya kehidupan manusia dan populasi manusia yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, lingkungan sekitar tempat manusia hidup menjadi tercemar. Lingkungan tercemar oleh aktivitas manusia sendiri mulai dari sampah yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang terganggu ini dapat menimbulkan dampak yang tidak sehat terutama kepada manusia karena ketergantungannya pada alam sekitar.

Lingkungan yang mulai rusak ini dapat membahayakan kesehatan manusia, salah satu penyebabnya ialah terbentuknya radikal bebas yang berbahaya. Radikal bebas dapat merusak sel dalam tubuh dengan mengambil elektron molekul dalam sel sehingga keseimbangan sel terganggu dan dapat menyebabkan kematian sel. Radikal bebas dapat distabilkan oleh antioksidan sehingga menjadi lebih stabil dan tidak mengoksidasi molekul dalam sel tubuh. Antioksidan ialah molekul yang dengan mudah dapat memberikan elektronnya ke molekul radikal bebas sehingga dapat menstabilkan molekul radikal bebas dan mencegah proses oksidasi yang tidak diinginkan dalam sel. Antioksidan dapat diperoleh secara alami yang banyak terdapat dalam bahan pangan dan juga dapat dibeli, umumnya berupa antioksidan sintetik (Gordon 1990).

Antioksidan tidak hanya terdapat dalam bahan pangan saja, tetapi juga terdapat di dalam tanaman hias. Salah satu tanaman hias tersebut ialah dari marga Sansevieria sp (Aliero et al. 2008). Tanaman ini dikenal masyarakat dengan nama lidah mertua atau tanaman pedang-pedangan karena beberapa varietas tanaman ini tumbuh tinggi seperti pedang. Tanaman ini pun menjadi salah satu tanaman favorit National Aeronautics and Space Administration (NASA), sebuah badan milik pemerintahan Amerika Serikat, karena Sansevieria mampu menyerap sejumlah bahan kimia berbahaya, menjadikan udara lingkungan di sekitar tanaman ini bersih. Informasi tentang sifat antioksidan dan antibakteri dari tanaman Sansevieria cylindrica belum diketahui. Informasi mengenai sifat antioksidan

tanaman ini penting untuk diiketahui bila ingin menjadikan Sansevieria sebagai tanaman sumber antioksidan (Stennis 1989).

Potensi antioksidan ekstrak S.cylindrica dapat diketahui dari uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas ini beragam macamnya, namun yang sederhana dan mudah untuk dilakukan ialah uji menggunakan radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Dalam uji ini, antioksidan akan menurunkan jumlah radikal DPPH yang dapat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan untuk mengetahui tingkat keamanan ekstrak tanaman ini, uji toksisitas menjadi acuannya. Uji toksisitas yang dilakukan ialah uji LC50 terhadap Artemia salina Leach (Brine Shrimp Test, BST). Uji BST merupakan salah satu uji toksisitas yang sederhana dan murah, benih Artemia dapat ditemukan dengan mudah di pedagang ikan hias (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antioksidan dari tanaman Sansevieria cylindrica dan mengetahui toksisitas dari tanaman tersebut. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak S. cylindrica memiliki aktivitas antioksidan melalui penghambatan radikal DPPH. Harapan dari penelitian ini tanaman Sansevieria dapat digunakan sebagai sumber baru tanaman antioksidan.

TINJAUAN PUSTAKA

Sansevieria

Sansevieria merupakan salah satu jenis tanaman hias. Umumnya Sansevieria dikenal dengan nama lidah mertua, Sansevieria memiliki bentuk daun keras, agak berdaging, tegak, dengan ujung meruncing. Sansevieria merupakan keluarga dari ruscaceae yaitu keluarga tanaman berbunga. Sansevieria dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang kurang subur seperti lahan yang kering, sinar matahari yang sedikit, dan banyak polusi. Keunggulan Sansevieria yang telah diteliti Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, yaitu Sansevieria dapat menyerap berbagai macam polutan. Penelitian yang dilakukan NASA telah menemukan bukti-bukti bahwa tanaman ini secara alami mampu memerangi Sick Building Syndrome yaitu salah satu fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara dalam ruangan. Fenomena tersebut gejala awalnya

Page 11: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

2

Gambar 2 Pita hijau gelap dan muda pada daun.

Gambar 1 Sansevieria cylindrica.

adalah sakit tenggorokan berkepanjangan, badan cepat letih, dan iritasi pada mata (Crinnion 2000). Serat dari Sansevieria dapat digunakan sebagai bahan pakaian, sedangkan kegunaan Sansevieria lainnya ialah dapat menyuburkan rambut, mengobati diabetes, wasir, hingga kanker ganas (Joyner & Wilson 1964).

Sansevieria memiliki warna daun yang beragam, mulai dari hijau tua, hijau muda, hijau keabu-abuan, perak, kombinasi warna putih-kuning atau hijau-kuning. Daun Sansevieria juga memiliki motif yang beragam, ada yang mengikuti arah serat daun namun ada juga motif yang tidak beraturan seperti motif zig-zag. Sanseveria berdasarkan pertumbuhan daunnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang tumbuh memanjang ke atas dengan panjang sekitar 50-75 cm dan kelompok yang berdaun pendek melingkar berbentuk roset dengan panjang sekitar 8 cm dan lebar 3-6 cm. Sansevieria umumnya diperbanyak dengan cara stek potongan daun. Teknik perbanyakan stek banyak dilakukan karena bahan induk yang digunakan relatif sedikit dan dapat menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang besar. Tanaman yang dihasilkan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu keseragaman umur, ukuran, tinggi, dan dapat memperoleh tanaman yang sempurna dalam waktu singkat (Hartman & Kester 1983).

Keragaman varietas Sansevieria terjadi karena tanaman ini jika distek dapat menghasilkan keturunan dengan sifat yang berbeda dari induknya. Sansevieria cylindrica contohnya, merupakan salah satu jenis Sansevieria dan memiliki bentuk yang khas menyerupai tombak sehingga disebut juga spear Sansevieria (Gambar 1). Tanaman ini memiliki bentuk daun membulat dan tumbuh tinggi, diameter daun bisa mencapai 3 cm sedangkan tinggi mencapai 3 m (Gambar 2). Daun S.cylindrica halus dan warna daun hijau dengan pita-pita warna hijau gelap dan terang sepanjang daunnya. Kerabat tanaman lidah mertua ini tahan terhadap kondisi kering, tanaman ini hanya perlu diberi air 2 kali perbulan pada saat musim panas, sedangkan pada saat musim dingin frekuensi pemberian air lebih sedikit (Alexandra et al 2003)

Tanaman ini termasuk ke dalam Kingdom Plantae dengan Divisi magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Liliales, Famili Liliaceae, Genus

Sansevieria, dan Species Sansevieria cylindrica (National Plant Data Center 1996).

Tanaman S. cylindrica ini termasuk ke dalam jenis succulent plants, yaitu tanaman yang menyimpan cadangan air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya pada kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah kering dan sebagainya. Tanaman succulent menyimpan cadangan air dalam daun, batang, dan akar. S.cylindrica menyimpan cadangan airnya di daun, sehingga bila daun dipotong maka air akan merembes keluar dari dalam daun. Karena S.cylindrica termasuk ke dalam golongan tanaman succulent membuat tanaman ini memiliki jalur fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM Photosynthesis). Stomata pada daun S. cylindrica menutup pada siang hari sehingga kehilangan air akibat transpirasi dapat diminimalisir, sedangkan saat malam hari stomata terbuka dan CO2 diubah menjadi malat. CO2 dilepas pada siang hari dan terkonsentrasi dekat enzim RuBisCo sehingga efisiensi fotosintesis meningkat (Koolman 2005).

Penelitian tentang S.cylindrica menunjukkan adanya senyawa bioaktif saponin di dalam daunnya, tapi potensi antioksidan tanaman ini belum diketahui. Informasi tentang potensi antioksidasi tanaman ini berguna dalam bidang medis sehingga perlu dilakukan penelitian pada tanaman ini untuk mendapatkan informasi tersebut (Alexandra et al 2003).

Page 12: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

3

Stress Oksidatif dan Radikal Bebas

Stress oksidatif merupakan kondisi yang terjadi pada saat terjadi ketidakseimbangan antara produksi oksigen yang reaktif dan kemampuan sistem biologis untuk mendetoksifikasi senyawa-senyawa antara yang reaktif. Sel menjaga suasana lingkungan didalamnya agar tetap dalam keadaan tereduksi dengan bantuan enzim. Bila keadaan ini terganggu, dapat menimbulkan efek beracun melalui pembentukan peroksida dan radikal bebas yang dapat merusak seluruh komponen sel (Wu & Cederbaum 2003).

Hal utama yang terjadi saat stress oksidatif ialah terbentuknya reactive oxygen species (ROS), termasuk didalamnya ialah radikal bebas dan peroksida. Beberapa spesies yang kurang reaktif dapat dikonversi melalui reaksi oksidoreduksi dengan logam transisi atau senyawa daur redoks lainnya menjadi spesies radikal yang lebih agresif dan dapat menyebabkan kerusakan sel yang parah. Dampak stress oksidatif dalam jangka panjang ialah terjadi kerusakan pada DNA. Umumnya spesies turunan oksigen ini dihasilkan dengan kadar yang rendah melalui metabolisme aerobik dan kerusakan yang dihasilkannya diperbaiki terus menerus. Namun pada kondisi kerusakan yang parah dapat menyebabkan nekrosis, habisnya ATP, dan menyebabkan kontrol apoptosis sel terganggu (Sun et al. 1998).

Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Mimic-Oka et al 1999). Adanya elektron bebas yang tidak berpasangan mengakibatkan radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Untuk menstabilkan diri, radikal bebas cenderung bereaksi dengan senyawa lain untuk mendapatkan pasangan elektron. Beberapa radikal bebas yang terdapat dalam tubuh antara lain radikal peroksil lipid (LOO·), radikal hidroksil (OH·), radikal oksida nitrit (NO·), dan radikal superoksida (O2·) (Langseth 1995).

Radikal bebas dihasilkan oleh metabolisme tubuh (endogenous) misalnya, sekitar 5 persen dari oksigen pernafasan akan diubah menjadi radikal bebas. Selain itu faktor eksternal (eksogenous) juga dapat menghasilkan radikal bebas, seperti asap rokok, hasil penyinaran ultraviolet, zat kimiawi dalam makanan maupun dari senyawa-senyawa polutan lain. Pembentukan atom atau molekul radikal

bebas terjadi melalui sederetan mekanisme reaksi seperti disajikan pada Gambar 3. Reaksi tahap pertama ialah pembentukan radikal bebas awal (inisiasi). Tahap kedua adalah penambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi). Reaksi ini terjadi secara terus menerus karena menghasilkan radikal bebas lain yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi lebih lanjut. Tahap terakhir adalah terminasi, yaitu penghilangan atau pengubahan radikal bebas menjadi molekul stabil dan tak reaktif. Terminasi terjadi bila ada reaksi antara radikal bebas itu sendiri (Hart 1983).

Beberapa kerusakan yang timbul akibat serangan radikal bebas antara lain kerusakan protein, DNA, peroksidasi lipid, kerusakan membran sel, terutama penyusun membran sel berupa asam lemak tidak jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid serta protein. Akibatnya dapat menimbulkan autoimun dan menyebabkan penyakit degeneratif. Penyakit yang disebabkan radikal bebas umumnya bersifat kronis, dan dibutuhkan waktu bertahun-tahun (terjadi akumulasi dalam tubuh) sampai penyakitnya bisa diketahui. Salah satu penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah penyakit jantung koroner dan kanker (Tuminah 2000).

Gambar 3 Mekanisme pembentukan radikal bebas (http://www. chemgapedia.de /radikalre aktionen/chlormethan.gif).

Radikal bebas yang berbahaya tersebut juga diperlukan tubuh untuk melakukan beberapa aktivitas dalam menjalankan fungsi selular. Diantaranya adalah ketika mitokondria membakar glukosa sebagai bahan bakar, mitokondria mengoksidasi

Page 13: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

4

Gambar 4 Antioksidan (1) mendonorkan elektron (2) pada radikal

bebas (3) (http://www.health-Spy.com/freeradical.gif).

glukosa dan menghasilkan radikal bebas. Sel darah putih juga menggunakan radikal bebas untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus dan sel yang terinfeksi virus (Hanna et al. 2004). Selain itu hati juga membutuhkan radikal bebas untuk fungsi detoksifikasi yang dilakukan. Radikal bebas memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh pada kondisi yang terkontrol, namun molekul radikal bebas sangatlah tidak stabil dan dapat merusak sel bila tidak tekontrol (Hanna et al. 2004).

Antioksidan

Antioksidan merupakan sebuah substansi yang dapat melindungi sel tubuh dari radikal bebas dengan cara memperlambat atau mencegah substansi lain teroksidasi oleh radikal bebas. Oksidasi ialah proses kimia yang melibatkan transfer elektron dari suatu substansi ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat membentuk radikal bebas yang dapat merusak sel. Reaksi oksidasi dan reduksi selalu terjadi serempak. Hal ini sangat jelas karena elektron yang dilepaskan oleh suatu zat harus diambil oleh zat yang lain. Oksidator adalah zat yang memperoleh elektron dan dalam reaksinya zat ini direduksi. Sedangkan reduktor merupakan zat yang kehilangan elektron dan dalam prosesnya zat ini dioksidasi. Jika suatu reagen berperanan sebagai oksidator dan reduktor secara bersamaan, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi. Antioksidan dapat memutus reaksi transfer elektron ini dengan cara mendonorkan salah satu elektronnya (Gambar 4) kepada molekul radikal bebas, sehingga rantai pembentukan radikal bebas terputus (Gordon 1990).

Tubuh memerlukan oksigen untuk reaksi oksidasi, tetapi reaksi oksidasi yang berlebihan dapat membahayakan tubuh. Oleh karena itu hewan dan tumbuhan memiliki sistem yang terdiri dari berbagai macam antioksidan seperti glutation, vitamin C, tokoferol, dan juga enzim. Kadar antioksidan yang rendah dalam tubuh dapat mengakibatkan stress oksidatif dan dapat membunuh sel (Winarno 1997).

Antioksidan bekerja pada radikal bebas melalui tiga macam mekanisme, yaitu (1) antioksidan primer yang mampu mengurangi pembentukan radikal bebas baru dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Contohnya adalah SOD (superoksida dismutase), glutation peroksidase, dan

katalase yang dapat mengubah radikal superoksida menjadi molekul air. (2) antioksidan sekunder berperan mengikat radikal bebas dan mencegah amplifikasi senyawa radikal. Beberapa contohnya adalah vitamin C, vitamin E, betakaroten, dan senyawa fitokimia. (3) antioksidan tersier yang berperan dalam mekanisme biomolekuler. Antioksidan tersier terdiri atas enzim perbaikan DNA dan metionin sulfoksida reduktase (Kartikawati 1999).

Antioksidan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu antikosidan sintetik dan antioksidan alami. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Beberapa Antioksidan alami bisa didapatkan dengan mudah dari makanan yang dikonsumsi. Umumnya pangan yang berwarna cerah seperti tomat, wortel, sayur hijau, buah-buahan, biji-bijian, dan beberapa sumber pangan lain banyak yang mengandung antioksidan. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt 1992).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi menjadi antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan yang dapat diproduksi oleh tubuh sendiri atau secara alami terdapat di dalam tubuh. Beberapa

Page 14: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

5

enzim dalam tubuh yang merupakan antioksidan endogen adalah superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalase, dan heme oksigenase. Contoh antioksidan endogen lain yang bukan enzim adalah glutation dan koenzim-Q. Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh atau dari asupan makanan. Contohnya antara lain vitamin C, vitamin E, dan beberapa senyawa fitokimia pada beberapa jenis tanaman, yaitu flavonoid, senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, saponin, dan tannin (Atmosukarto 2003)

Senyawa Antioksidan Alami

Senyawa antioksidan alami dapat diperoleh dari berbagai tumbuhan. Sayur-sayuran dan buah–buahan yang berwarna umumnya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa mengkonsumsi sayur dan buah segar dapat membantu tubuh melawan radikal bebas dan mencegah timbulnya kanker. Senyawa kimia yang tergolong antioksidan yang berasal dari tumbuhan antara lain dari golongan flavonoid, polifenol, vitamin C, vitamin E, dan karotenoid (Charalampos et al 2008).

Flavonoid dalam tanaman berfungsi sebagai pigmen yang memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tanaman, contohnya ialah antosianin. Flavonoid juga memberikan rasa pada hasil tanaman seperti buah, rasa ini bisa bertindak seperti repellent atau attractant terhadap mikroorganisme, hama, dan serangga lainnya. Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia. Senyawa ini tidak terlalu beracun dibanding alkaloid sehingga flavonoid dapat dikonsumsi dalam jumlah yang besar. Contoh flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan ialah quercetin, xanthohumol, isoxanthohumol, dan genistein (isoflavon dalam kacang kedelai) (Murray et al 2003).

Antioksidan golongan flavonoid lainnya ialah proantosianidin, sering disebut juga procyanidin, oligomeric proanthocyanidin (OPC), leukocyanidin, leucoanthocyanidin, dan condensed tannins. Proantosianidin merupakan bagian dari flavanol, seperti katekin. Proantosianidin merupakan antioksidan yang 20 kali lebih kuat dibanding vitamin C dan memiliki potensi 50 kali lebih besar dibanding vitamin E (Kakuda et al. 2003). Proantosianidin memiliki efek yang baik terhadap pembuluh darah, memperlancar distribusi oksigen ke

seluruh sel tubuh. Antioksidan ini dapat menekan produksi protein endothelin-1 yang dapat mempersempit pembuluh darah (Corder et al. 2006)

Antioksidan dari golongan polifenol merupakan senyawa kimia yang dapat larut dengan mudah dalam air dan lemak. Senyawa antioksidan tersebut umumnya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada makanan, kosmetik, dan farmasi. Senyawa polifenol memiliki fungsi sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari ion-ion logam yang mengalami kerusakan (Perron & Brumaghim 2009).

Senyawa Antioksidan lainnya ialah golongan terpenoid, berasal dari unit isoprena yang dimodifikasi dengan bermacam-macam cara. Terpenoid memiliki fungsi sebagai senyawa yang memberi aroma pada tanaman, terpenoid juga diduga memiliki fungsi antibakteri.

Vitamin C, adalah suatu senyawa asam L-askorbat dan memiliki fungsi yang beragam. Selain sebagai antioksidan vitamin C juga memiliki fungsi sebagai proantioksidan, pengikat logam, pereduksi, dan penangkap oksigen. Selain vitamin C, vitamin E juga memiliki fungsi antioksidan. Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki sifat antioksidan yang cukup kuat. Vitamin E berfungsi untuk memproteksi sel-sel membran serta LDL dari proses oksidasi (Tuminah 2000), membantu memperlambat penuaan, dan melindungi tubuh dari kerusakan sel yang dapat menimbulkan penyakit kanker.

Toksisitas

Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari senyawa kimia dan sejauh menyangkut diri manusia secara langsung atau tidak langsung. Namun, toksisitas selalu menunjuk ke arah berbahaya atas mekanisme biologi tertentu. Uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, golongan pertama terdiri atas uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronis, dan uji toksisitas kronis. Uji ini merupakan uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan akibat umum suatu senyawa pada hewan eksperimental, sedangkan golongan yang kedua dari uji toksikologi (terdiri atas uji potensi, uji teratogenik, uji reproduksi, uji mutagenik, uji tumorigenisitas, dan uji perilaku) yang merupakan uji yang dirancang untuk

Page 15: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

6

Gambar 5 Tahapan Penetasan Artemia

salina Leach. (1) kista menggelembung saat perenda man, (2) kista mulai menetas, (3) tahap paying, (4) Nauplius (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Gambar 6 Morfologi Nauplius. (1) mata naupilus, (2) antenulla, (3) antenna, (4) calon thoracopada, (5) saluran pencernaan, (6) mandibula (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

mengevaluasi dengan rinci toksisitas spesifik.

Senyawa kimia yang mampu menimbulkan akibat yang jelas, seperti misalnya kematian organismenya, atau sel hewan itu sepenuhnya sembuh dalam periode waktu tertentu, maka dosis atau kadar senyawa kimia itu dapat dipilih agar dapat menimbulkan akibat tersebut (Loomis 1978). Derajat toksisitas dapat

dibedakan

menjadi toksik (LC50 < 1000 µg/mL) dan

Tidak toksik (LC50 > 1000 µg/mL) (Meyer et

al. 1982).

Artemia salina Leach

Hewan uji yang digunakan dalam metode BST ini adalah Artemia salina Leach. Pada mulanya Artemia salina Leach ini mempunyai nama spesies Cancer Salinus Linnaeus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia atau brine shrimp adalah sejenis udang primitif. Artemia termasuk ked alam Filum Arthropoda, Kelas Crustaceae dengan Subkelas Branciopoda, Ordo Anostraca, Famili Artemidae, Genus Artemia, dan Species Artemia salina Leach (Isnansetyo et al. 1995).

Artemia diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista, berbentuk bulat-bulatan kecil berdiameter antara 200-350 mikron dengan warna kelabu kecoklatan. Satu gram kista Artemia kering rata-rata terdiri atas 200.000-300.000 butir kista. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam apabila diinkubasikan dalam air bersalinitas 5-70 permil. Ada beberapa tahapan proses penetasan Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Pada tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang, pada tahap ini kista menggelembung karena menyerap air, selanjutnya kista mulai menetas dengan memecah cangkangnya, dan tahap yang terakhir adalah tahap payung atau tahap pengeluaran yaitu anak Artemia keluar dan menjadi Artemia, seperti yang digambarkan pada Gambar 5 (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius yang baru menetas berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar

170 mikron, dan berat 0.002 mg. Ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenna dan sepasang antenulla dengan ukuran lebih kecil dan pendek dari antenna, selain itu di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut ocellus. Sepasang mandibula rundimenter terdapat dibelakang antenna, sedangkan labium atau mulut terdapat dibagian ventral, seperti yang terlihat pada Gambar 6. Nauplius berangsur-angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis sebanyak 15 kali pergantian kulit hingga dewasa, setiap pergantian kulit disebut instar (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia dewasa biasanya berukuran 8-10 mm, ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan terlihat jelas dan 11 pasang thorakopoda. Pada Artemia jantan, antenna berubah menjadi alat penjepit (mascular grasper). Sepasang penis terdapat dibagian

Page 16: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

7

Gambar 7 Morfologi Artemia salina Leach. (1) mata nauplius, (2) antenula, (3) antenna, (4) kantong telur, (5) penjepit, (6) mata komplek lateral, (7) thoracopodi, (8) furka (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

belakang tubuh, sedangkan pada Artemia betina, antenna mengalami penyusutan. Sepasang indung telur atau ovari terdapat dikedua sisi saluran pencernaan dibelakang thorakopoda. Morfologi Artemia dapat dilihat pada Gambar 7. Telur yang sudah matang akan disalurkan ke sepasang kantong telur atau uterus (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia banyak ditemukan didanau-danau yang kadar garamnya sangat tinggi sehingga disebut juga dengan brine shrimp. Untuk pertumbuhan biomassa artemia yang baik membutuhkan kadar garam antara 30-50 permil pada kisaran suhu 25-30oC, sedangkan kadar garam yang diperlukan agar Artemia mampu menghasilkan kista bervariasi tergantung strainnya,biasanya diatas 100 permil. Akan tetapi kista yang kering sangat tahan terhadap suhu yang ekstrem dari -273oC hingga 100oC (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia termasuk hewan euroksibion yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang lebar akan kandungan oksigen, pada kandungan oksigen 1 mg/L Artemia masih dapat bertahan. Sebaliknya, pada kandungan oksigen terlarut yang tinggi sampai kejenuhan 150% Artemia masih mampu bertahan hidup, sedangkan kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan Artemia adalah diatas 3 mg/L. Keasaman air (pH) juga mempengaruhi kehidupan Artemia. Umumnya Artemia membutuhkan pH air yang bersifat basa agar artemia dapat tumbuh dengan baik, maka pH air yang digunakan untuk budidaya berkisar antara 7,5-8,5 (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia memiliki sifat ekologi yang sangat menakjubkan, yakni ketahanan terhadap kandungan ammonia yang tinggi. Pada kondisi budidaya kandungan ammonia

hingga 90 mg/L masih dapat ditoleransi oleh hewan ini. Tetapi sebaiknya kandungan ammonia kurang dari 80 mg/L agar budidaya artemia dapat tumbuh dengan bagus (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia bersifat omnivora atau pemakan segala. Makanannya berupa plankton, detritus,dan partikel-partikel halus yang dapat masuk mulut. Artemia dalam mengambil makanan bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter feeder), sehingga apa saja yang dapat masuk mulut artemia seakan-akan menjadi makanannya. Akibatnya kandungan gizi Artemia sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang tersedia pada perairan tersebut. Artemia mengambil pakan dari media hidupnya terus-menerus sambil berenang (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Reproduksi Artemia dibagi menjadi dua yaitu, Artemia bersifat biseksual dan Artemia yang bersifat partenogenetik. Keduanya mempunyai cara berkembang biak yang berlainan. Artemia biseksual berkembang biak secara seksual, perkembangbiakannya didahului dengan perkawinan antara jantan dan betina, sedangkan Artemia partenogenetik berkembang biak secara partenogenesis yaitu betina menghasilkan telur atau nauplius tanpa adanya pembuahan (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Siklus hidup Artemia cukup unik, baik biseksual maupun partenogenetik perkembangbiakannya dapat secara ovovivipar maupun ovipar tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas, pada salinitas tinggi akan dihasilkan kista yang keluar dari induk betina sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovipar, sedangkan pada salinitas rendah tidak akan menghasilkan kista akan tetapi langsung menetas dan dikeluarkan sudah dalam bentuk nauplius sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovovivipar (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Artemia menjadi dewasa setelah umur 14 hari. Artemia dewasa ini biasa menghasilkan telur sebanyak 50-300 butir setiap 4-5 hari sekali. Lebih-lebih bila kondisi lingkungan memungkinkan untuk melakukan perkawinan ovovivipar. Dengan perkembangbiakan secara ovovivipar ini biasa menghasilkan individu baru dalam waktu yang relatif lebih cepat sehingga jumlah nauplius yang dihasilkan seoleh setiap induk bisa lebih banyak. Umur maksimal Artemia sekitar 6 bulan, tetapi

Page 17: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

8

karena Artemia dapat melakukan perkembangbiakan dengan dua cara, maka memungkinkan organisme ini bertahan hidup sepanjang masa. Dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, induk Artemia mungkin mati, tetapi siste atau telur yang dihasilkan dari perkawinan akan berkembang sebagai generasi penerus (Djarijah 1995).

Metode Brine Shrimp Test (BST)

Artemia salina Leach (Brine Shrimp) secara umum disebut Artemia, merupakan salah satu organisme yang sering digunakan untuk pengujian bioaktif. Pengujian menggunakan Artemia ini biasa dikenal dengan istilah Metode Brine Shrimp Test (BST) (Meyer et al. 1982)

BST merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman. Melalui uji BST, pelaksanaan skrining akan berlangsung relatif cepat, mudah, dengan biaya relatif murah, dan dapat dipercaya (Meyer et al 1982). Metode ini juga dapat digunakan untuk praskrining terhadap senyawa- senyawa yang diduga berkhasiat sebagai anti tumor (Bruno et al. 2005).

Pengujian menggunakan BST diterapkan dengan menentukan nilai Lethal Concentration 50% (LC50) setelah perlakuan 24 jam. Nilai LC50

merupakan angka yang

menunjukkan konsentrasi suatu bahan penyebab kematian sebesar 50 % dari jumlah hewan uji (Meyer et al. 1982)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu daun Sansevieria cylindrica, akuades, etanol 80%, metanol 80%, aseton 80%, H2SO4 pekat, larutan NaOH 40%, HCl 1N, Kloroform, amoniak, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorf, etanol, pereaksi Liebermen Buchard, eter, FeCl3 1%, Serbuk DPPH, asam askorbat, BHT, asam asetat anhidrat, larva udang A. salina L., dan air laut.

Peralatan yang digunakan yaitu, Vacuum evaporator, oven, Spektrofotometer UV/Vis Helios Alpha, penangas air, neraca analitik, kertas saring, Erlenmeyer, dan kuvet, wadah penumbuh larva udang, lampu, sumur

pengujian, lup, pipet tetes, pipet vakum, tabung reaksi.

Metode

Maserasi Daun Sansevieria cylindrica

Daun Sansevieria cylindrica dipotong menjadi bagian-bagian tipis, lalu dijemur dibawah sinar matahari hingga kering, dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven pada suhu 60 oC. Daun yang telah kering diblender sampai menjadi serbuk berukuran 1x1 mm. Sebanyak 100 gram serbuk kering daun dimaserasi dengan 1300 mL pelarut etanol 80%, metanol 80%, aseton 80%, dan akuades sampai larutan menjadi bening. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstrak yang telah disaring lalu diuapkan menggunakan penguap vakum pada suhu 60 oC, maka diperoleh ekstrak kasar. Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica (Harbone 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram hasil ekstrasi ditambahkan 3 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M. Fraksi H2SO4, lalu ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan coklat oleh pereaksi Wagner, dan endapan merah pada pereaksi Dragendorf.

Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambah air 2 mL sampai ekstrak seluruhnya terendam air, lalu dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok. Busa yang timbul selama ± 10 menit menunjukkan adanya saponin.

Uji Flavonoid dan Fenolik. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambah 2 mL metanol 30% lalu dipanaskan. Filtrat ditambah 1 tetes NaOH 10% (b/v) atau H2SO4. Terbetuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan wana merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid.

Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambah 2 mL etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter 1:1. Lapisan eter ditambah pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan bila

Page 18: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

9

didiamkan kemudian timbul warna hijau, maka mengandung steroid.

Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 2 mL air kemudian dididihkan selama beberapa menit. Lalu disaring dan filtratnya ditambah 1 tetes FeCl3 1% (b/v). warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin. Pengujian Antioksidan Metode DPPH

Pengaruh ekstrak S.cylindrica terhadap radikal DPPH diuji menggunakan metode Liyana-Pathirana dan Shahidi (2005). Serbuk DPPH dilarutkan dalam 30 mL metanol, konsentrasi akhir larutan ialah 0.135 mM. Sebanyak 1 mL larutan DPPH dicampur dengan 1 mL larutan ekstrak metanol, etanol, aseton, dan air (0.05-1 mg dalam metanol). Larutan campuran kemudian diaduk sampai tercampur sempurna, lalu didiamkan dalam ruang gelap (suhu ruang) selama 30 menit. Serapan (A) dari campuran diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Standar yang digunakan asam askorbat dan BHT, sedangkan kontrol ialah larutan DPPH tanpa ekstrak atau standar dengan perlakuan sama. Kemampuan ekstrak dalam menghancurkan radikal DPPH dikalkulasi menggunakan persamaan berikut: aktivitas penghancuran radikal DPPH (%) = (௦ ௧ି௦ ௦)

௦ ௧ x 100%

Serapan kontrol = serapan radikal DPPH + metanol Serapan sampel = serapan radikal DPPH + ekstrak sampel/standar Pengujian BST

Penumbuhan Larva Udang

Air laut dimasukkan dalam wadah kecil, dibagi dua menjadi dua ruangan dengan sekat. Telur udang Artemia salina Leach. dimasukkan dalam salah satu ruang kemudian ditutup, sedangkan ruang lain dibiarkan terbuka. Dua hari kemudian larva udang (nauplii) siap untuk digunakan.

Uji BST Ke dalam sumur-sumur pengujian

toksisitas dimasukkan 10 ekor larva udang. Masing-masing sumur diberi ekstrak S.cylindrica dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0, 100, 200, 400, 600 dan 800 ppm dilakukan tiga kali ulangan. Setelah 24 jam, larva udang yang mati

dihitung dan dicatat. Nilai LC50 diperoleh menggunakan analisis regresi linier. Analisis Data

Persen inhibisi DPPH sebagai respon langsung tiap perlakuan diuji dengan analisis varian (ANOVA) untuk melihat adanya perbedaan respon diantara keempat pelarut. Uji ANOVA dilakukan menggunakan SPSS 17 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan atau jaringan tanaman. Menurut Markham (1975), proses awal ekstraksi komponen-komponen bioaktif dari suatu jaringan tanaman adalah dengan menghaluskan jaringan tanaman tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperbesar peluang terlarutnya komponen-komponen bioaktif yang diinginkan. Sebelum diekstraksi, jaringan tanaman dikeringkan untuk mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman yang telah dipotong sehingga proses metabolisme terhenti (Mursito 2002) atau untuk merusak sel-sel tanaman sehingga mempermudah kerja pelarut (Markham 1975).

Ekstraksi sampel kering S. cylindrica dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan sampai pelarut berwarna bening, hasil rendemen dari keempat pelarut bervariasi banyaknya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maserasi berbagai pelarut yang digunakan berbentuk serbuk dan gumpalan. Pelarut metanol, etanol, dan air berupa serbuk dan berwarna coklat, sedangkan pelarut aseton berupa gumpalan dan berwarna hitam. Perbedaan tersebut dikarenakan kepolaran setiap pelarut berbeda-beda sehingga hasil ekstrasinya pun berbeda. Pelarut dengan kepolaran yang tinggi akan semakin kuat mengikat senyawa aktif dalam daun.

Hasil penelitian diperoleh rendemen menggunakan etanol 80% yang paling besar, yaitu 13.93%, diikuti oleh metanol 12.74%, akuades 11.62%, dan terakhir aseton 10.94%. hasil ini sesuai laporan Alexandra et al. (2003), bahwa ekstraksi S.cylindrica menghasilkan rendemen yang baik dengan etanol 80%.

Page 19: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

10

Tabel 1 Analisis fitokimia ekstrak Sansevieria cylindrica pada 4 macam pelarut

Uji Ekstrak

metanol etanol ase

ton air

Alkaloid + + + + Saponin + + + + Senyawa fenolik - - - -

Flavonoid + + + + Triterpenoid/ Steroid -/- -/- -/- -/-

Tanin - - - + Keterangan: (-) tidak terbentuk warna yang diinginkan, (+) terbentuk warna yang diinginkan

Ekstraksi bahan segar menurut Harborne (1987) dapat dilakukan dengan etanol absolut, namun untuk bahan kering dan kayu sebaiknya menggunakan etanol yang dicampur dengan air. Sedangkan Aliero et al. (2008) menggunakan metanol dan aseton pada tanaman Sansevieria hyacintoides, hasilnya ternyata ekstraksi menggunakan aseton menghasilkan rendemen dengan aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan BHT namun masih dibawah vitamin C. Pada penelitian ini digunakan akuades sebagai pelarut karena masyarakat umumnya memanfaatkan air untuk mengekstrak senyawa aktif tanaman dan meminum air seduhannya.

Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel

Bahan-bahan metabolit sekunder seperti alkaloid, polifenol, flavonoid, golongan terpenoid, saponin, dan sebagainya dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, pemupukan, umur tanaman saat dipanen, waktu panen, dan pascapanen. Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui adanya senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut sebelum melakukan uji lebih lanjut.

Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji alkaloid, saponin, flavonoid dan senyawa fenolik, tanin, triterpenoid dan steroid. Hasilnya menunjukkan pada uji alkaloid semua pelarut menunjukkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan keempat pelarut dapat mengekstrak alkaloid dengan baik. Pelarut air menunjukkan hasil positif pada pereaksi Wagner, tetapi pada pereaksi Meyer dan Dragendorf menunjukkan hasil yang negatif.

Uji senyawa fenolik pada semua pelarut menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini kemungkinan akibat senyawa fenolik dalam S.cylindrica sangat sedikit sehingga ekstraksi secara maserasi dengan empat pelarut tidak mampu mengekstrak senyawa tersebut.

Uji flavonoid pada semua pelarut menunjukkan hasil yang positif. Flavonoid dan alkaloid merupakan senyawa polar sehingga cocok diekstraksi menggunakan pelarut-pelarut yang polar tersebut. Sedangkan uji tanin hanya positif pada pelarut air, dan pada pelarut lain hasilnya negatif.

Senyawa triterpenoid dan steroid merupakan senyawa nonpolar. Pengujian fitokimia untuk kedua senyawa tersebut

memberikan hasil yang negatif pada semua pelarut. Hal ini diduga karena keempat pelarut tidak mampu mengesktrak senyawa-senyawa tersebut. Hasil pengujian fitokimia S.cylindrica disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan tingkat kepolarannya keempat pelarut berturut-turut ialah aseton > air > metanol > etanol. Kepolaran etanol dan metanol tidak berbeda jauh, sehingga hasil uji kedua pelarut tersebut cenderung identik.

Menurut Harborne (1987) lingkungan tempat tumbuhnya tanaman dapat mempengaruhi terbentuknya bahan-bahan metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, polifenol, dan sebagainya. Selain faktor lingkungan, usia saat panen, waktu panen, dan pascapanen juga akan mempengaruhi kandungan tanaman tersebut, oleh karena itu diperlukan analisis fitokimia untuk mengetahui adanya senyawa-senyawa metabolit sekunder pada ekstrak contoh.

Keberadaan senyawa saponin pada hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Alexandra et al. (2003) yang menyatakan S. cylindrica mengandung senyawa bioaktif steroidal saponin.

Aktivitas antioksidan

Metode DPPH merupakan metode yang

sederhana, cepat, dan mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti akurat, reliabel dan praktis (Gulcin et al. 2003). Radikal DPPH memiliki absorbansi yang kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu gelap (Gambar 8). Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah

Page 20: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

11

Gambar 9 Daya inhibisi untuk rata-rata tiga ulangan sampel.

0102030405060708090

100

100 200 400 600 800

Inhi

bisi

(%

)

Konsentrasi (ppm)

Vitamin C

BHT

Ekstrak Metanol

Ekstrak Etanol

Ekstrak Aseton

Ekstrak Air

Gambar 8 Struktur DPPH (http://chemistry.uca.edu

/image002.jpg)

menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi (Orden~ez et al. 2006).

Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH pada berbagai konsentrasi memberikan hasil yang positif terbukti dengan adanya aktivitas antioksidan yang menghancurkan radikal DPPH pada semua ekstrak S.cylindrica (Gambar 9). Aktivitas antioksidan pada konsentrasi 800 ppm pada pelarut metanol dan etanol adalah 65.64%, dan 67.02%, sedangkan pada aseton dan air masing-masing adalah 70.95% dan 71.93%. Keempat pelarut menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak (Gambar 9). Tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada Vitamin C dan BHT. Aktivitas antioksidan pelarut metanol pada konsentrasi 100 ppm lebih tinggi (48.37%) jika dibandingkan dengan pelarut lainnya. Namun, pada konsentrasi yang lebih tinggi tidak diikuti dengan kenaikan aktivitas. Aktivitas pelarut etanol mengalami penurunan pada konsentrasi 600 ppm, hal ini diduga pencampuran DPPH dan larutan sampel tidak imbang sehingga ekstrak pada konsentrasi tersebut tidak menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak pada konsentrasi 400 ppm.

Pelarut aseton dan air menunjukkan peningkatan aktivitas antioksidan yang cukup signifikan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Peningkatan aktivitas dari keempat pelarut menunjukkan perbedaan yang nyata (p <0.05). Aktivitas antioksidan S.cylindrica pada pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada S.hyacintoides (Aliero et al. 2008). Menurut peneliti tersebut S.hyacintoides pada konsentrasi 750 ppm memberikan aktivitas anitoksidan diatas 80%. Aktivitas antioksidan yang telah didapatkan digunakan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak dapat menghambat atau menghancurkan radikal DPPH sebesar 50% (Inhibitory Concetration, IC50). Hasilnya ternyata ekstrak S.cylindrica pada pelarut metanol menghambat 50% radikal pada konsentrasi 99.67 ppm, sedangkan pada pelarut etanol, aseton, dan air berturut-turut ialah 169.59 204.41 dan 185.09 ppm (Tabel 2). Semakin kecil nilai IC50 maka semakin baik kemampuan antioksidannya, secara deskriptif metanol merupakan pelarut yang paling baik dengan nilai IC50 terkecil, tetapi secara statistic tidak ada perbedaan yang nyata pada keempat pelarut tersebut (p>0.05). Tabel 2 IC50 seluruh ekstrak daun

Sansevieria cylindrica Ekstrak IC50 (ppm) Metanol 99.66

Etanol 166.59

Aseton 204.41

Air 185.09

Page 21: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

12

Gambar 10 Reaksi penetralan DPPH (http://www.naturalsolution.co.kr/img/p_tech211.gif).

Tabel 3 Kematian larva Artemia pada ekstrak air Sansevieria cylindrica

Ulangan

Konsentrasi ekstrak (ppm)

0 100 200 400 600 800

1 1 0 2 1 6 3 2 1 1 0 2 0 5 3 1 1 2 1 1 3

Kematian (%)

10 6.67

13.33

13.33

23.33

36. 67

Nilai IC50 dari keempat pelarut tersebut tidak dapat dibandingkan dengan vitamin C dan BHT sebagai standar karena kedua standar tersebut sudah menunjukkan kemampuan maksimumnya mulai dari konsentrasi terendah pengujian (Gambar 9). Aktivitas penghancuran radikal DPPH terjadi karena adanya kemampuan untuk mendonorkan hidrogen dari antioksidan (Baumann et al. 1979). Senyawa antioksidan mendonorkan satu protonnya (atom H) ke atom N DPPH yang tidak memiliki pasangan elektronnya. Warna DPPH kemudian berubah dari ungu menjadi kuning (Gambar 10).

Berdasarkan hasil penelitian ini ekstrak S cylindrica memiliki kemampuan mendonorkan hidrogen dan dapat bertindak sebagai inhibitor atau penghancur radikal bebas (antioksidan primer). Toksisitas Ekstrak Sansevieria cylindrica

Hasil pengujian toksisitas ekstrak S.cylindrica terhadap tingkat kematian artemia setelah 24 jam disajikan pada Tabel 3. Kematian artemia meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Pada konsentrasi 100 ppm, kematian hanya sebesar 6.67%, pada 200 ppm sebesar 13.33%, sedangkan pada konsentrasi 400 dan 600 ppm kematian mencapai 13.33%, dan 23.33%. Kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi 800 ppm dengan tingkat kematian mencapai 36.67%. hal ini dapat dipahami, karena pada konsentrasi tersebut kandungan ekstrak paling tinggi. Hal ini sesuai dengan Harborne (1994), yang menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka tingkat toksisitasnya akan semakin tinggi. Pada kontrol terjadi kematian artemia. Hal ini terjadi karena saat dipindahkan ke

dalam sumur pengujian, artemia mengalami penurunan aktivitas, gerakannya menjadi semakin lambat. Lama-kelamaan artemia control semakin lemah dan diam di dasar sumur pengujian. Kematian artemia yang diberi perlakuan ekstrak mengalami disorientasi gerak (gerakan menjadi tidak teratur). Artemia ini tetap aktif bergerak namun hanya berputar-putar di satu titik. Pada Gambar 11 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase kematian artemia. persamaan linear dari grafik tersebut dibuat untuk mengetahui konsentrasi perkiraan yang dapat membunuh 50% populasi artemia (Lethal Concentration, LC50). LC50 didapat dengan memasukkan angka 50 sebagai Y pada persamaan % kematian = 2.2764 + 0.039 [ekstrak], sehingga didapat konsentrasi letalnya sebesar 1223.6820 ppm. Meyer (1982) melaporkan bahwa suatu ekstrak menunjukkan aktivitas toksisitasnya dalam BST apabila ekstrak dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka ekstrak S.cylindrica dalam pelarut air tidak bersifat toksik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LC50 ekstrak air S.cylindrica yang berada di atas 1000 ppm.

Page 22: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

13

Gambar 11 hubungan konsentrasi ekstrak

dengan % kematian

010203040

0 500 1000Ke

mat

ian

(%)

Konsentrasi ekstrak air (ppm)

y = 2.2764 + 0.039xr = 0.9559

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Secara in vitro, ekstrak tanaman Sansevieria cylindrica terbukti memiliki aktivitas antioksidan berdasarkan kemampuannya menghambat radikal DPPH. Kemampuannya diukur melalui nilai IC50. Pelarut ekstrak metanol menunjukkan ativitas antioksidan paling tinggi, sedangkan pelarut aseton paling rendah. Namun nilai IC50 keempat pelarut tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Uji fitokimia menunjukkan S.cylindrica mengandung flavonoid yang diduga berperan sebagai antioksidan.

Uji toksisitas menggunakan larva artemia (BST) pada pelarut ekstrak air menunjukkan bahwa ekstrak S.cylindrica tidak toksik karena nilai LC50 ekstrak sebesar lebih tinggi dari 1000 ppm.

Saran

Perlu dilakukan analisis potensi antioksidan S.cylindrica secara in vivo maupun in vitro dengan metode selain DPPH. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan komponen bioaktif tanaman yang paling berperan sebagai antioksidan secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Aliero AA, Jimoh FO, Afolayan AJ. 2008. Antioxidant and antibacterial properties of Sansevieria hyacinthoides. Int. Jor. P. App. Scs. 2:103-110.

Alexandra SA, et al. 2003. A new bioactive steroidal saponin from Sansevieria cylindrical. Phytother. Res. 17: 179-182.

Atmosukarto K, Mitri R. 2003. Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran. 140: 41-49.

Baumann J, Wurn G, Bruchlausen FV. 1979. Prostaglandin synthetase inhibiting O2 radical scavenging properties of some flavonoids and related phenolic compounds. Naunyn–Schmiedebergs. Arch. Pharmacol. 308: R27.

Bruno SN, et al. 2005. Use of the genus Artemia in ecotoxicity testing. Environmental Pollution 144: 453-462.

Charalampos P, et al. 2008. Natural antioxidant constituents from selected aromatic plants and their antimicrobial activity against selected pathogenic microorganisms. Food Technol. Biotechnol. 46(2) : 151-156.

Corder R, et al. 2006. Oenology: red wine procyanidins and vascular health. Nature 444: 566.

Crinnion WJ. 2000. Health effects of and protection from ubiquitos airborne solvent exposure. Altern Med Rev 5(2): 133-143.

Djarijah AS. 1995. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.

Gulcin I, et al. 2003. Screening of antioxidant and antimicrobial activities of anise (Pimpinella anisum L.) seed extracts. Food Chem. 83: 371-382.

Gordon MH. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. (In) Food Antioxidant. Editor: Hudson BJF. Elsevier Applied Science, New York.

Hanna J, et al. 2004. Protective effect of taurine against free radicals damage in the rat myocardium. Experimental and Toxicologic Pathology 56: 189-194.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah: Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terhemahan dari: Phytochemical Methode.

Hart H. 1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Edisi 11, Achmadi S, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.

Hartman HT, Kester DE. 1983. Plant Propagation Principles and Practices Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall.

Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta:Kanisius.

Page 23: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

14

Joyner JF, Wilson FD. 1964. Diagnostic characters in Sansevieria. Journal of Heredity 55: 39-43.

Kakuda Y, Pohorly JE, Shi J, Yu J. 2003. Polyphenolics in grape seeds biochemistry and functionality. J Med Food 6: 291–299.

Kartikawati D. 1999. Studi efek protektif vitamin C dan vitamin E terhadap respon imun dan enzim antioksidan pada mencit yang dipapar paraquat. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry, 2nd Ed. New York: Thieme.

Langseth L. 1995. Oxidant, antioxidant, and disease prevention. Di dalam ILSI Europe Concise Monograph Series 1-24. Brussel, Belgium.

Lehninger AL. 2005. Principles of Biochemistry, 4th Ed. New York: Worth Publisher.

Liyana-Pathiranan CM, Shahidi F. 2005. Antioxidant activity of commercial soft and hard wheat (Triticum aestivum L) as affected by gastric pH conditions. J Agric Food Chem. 53: 2433-2440.

Loomis TA. 1978. Essentials of Toxicologi, 3 rd. Philadephia: Lea & Febiger.

Meyer BN, et al.. 1982. Brine Shrimp : A Comvenient general Bioassay For active Plant Constituents. Plant Medica.

Mimic-Oka J, Simic DV, Simic TP. 1999. Free radicals in cardiovascular disease. The Scientific Journal Facta Universitatis 6(1): 11-12.

Murray RK, et al. 2003. Harper’s Biochemistry. New York: Worth Publisher

National Plant Data center. 1996. Sansevieria cylindrica. Http://plants.usda .gov [18 Agustus 2010].

Ordon`ez AAL, Gomez V, Vattuone MA, Isla MI. 2006. Antioxidant activities of Sechium edule (Jacq.) Swartz extracts. Food Chem. 97: 452-458.

Perron NR, Brumaghim JL. 2009. A Review of the Antioxidant Mechanisms of Polyphenol Compounds Related to Iron Binding. Cell Biochemistry and

Biophysics 53: 75-100.

Pratt DE. 1992. Natural Antioxidants from Plant Material. Di dalam: Huang MT, CT Ho, dan CY Lee. Phenolic Compunds Inhibitor Tripsin Food and Their Effect on Health II. Hal 54-71. Washington: ACS.

Stennis JC. 1989. Interior Landscape Plants for Indoor Air Pollution Abatement. USA: NASA.

Sun JS, et al..1998. An ultra-weak chemiluminescence study on oxidative stress in rabbits following acute thermal injury. Burns. 24: 225-231.

Tuminah S. 2000. Pencegahan kanker dengan antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran 122: 21-23.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Wolfe K, Wu X, Liu RH. 2003. Antioxidant activity of apple peels. J. Agic. Food Chem. 51: 609-614.

Wu D, Cederbaum AI. 2003. Alcohol, oxidative stress, and free radical damage. Alcohol Research & Health 27 (4): 277-284.

Page 24: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

LAMPIRAN

Page 25: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

16

Lampiran 1 Alur penelitian

Daun S. cylindrica

Daun S. cylindrica kering

Daun S. cylindrica Kering dan halus

Ekstrak etanol 80%

Ekstrak air

Uji antioksidan in vitro metode DPPH

Uji Fitokimia: Flavonoid Terpenoid Steroid Alkaloid Saponin Tanin

Analisis proksimat:

Kadar air Kadar abu Lemak total Protein total

Ekstrak metanol 80%

Ekstrak aseton 80%

Rotavapor

Uji Toksisitas dengan BST

Page 26: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

17

Lampiran 2 Pembuatan contoh kering daun S.cylindrica

Daun S.cylindrica segar Pengukuran panjang daun

Penimbangan bobot daun Pengirisan daun menjadi lebih tipis

Pengeringan daun di rumah kaca Pengeringan lanjutan meggunakan oven

Daun diblender menjadi serbuk Serbuk daun berukuran 1x1 mm

Page 27: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

18

Lampiran 3 Maserasi daun sampai menjadi ekstrak kering S.cylindrica

Pengadukan dengan magnetic stirrer Penyaringan dengan kertas saring

Hasil maserasi Penguapan pelarut dengan vakum

Ekstrak kering S.cylindrica

Page 28: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

19

Lampiran 4 Hasil uji proksimat

Uji Kadar (%) Bahan Kering 87.61

Abu 12.47 Protein Kasar 11.49 Serat Kasar 45.56 Lemak Kasar 0.39 Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 17.71

Lampiran 5 Hasil uji fitokimia

Uji alkaloid ekstrak metanol Uji alkaloid ekstrak etanol

Uji alkaloid ekstrak aseton Uji alkaloid ekstrak air

Uji senyawa fenolik keempat pelarut Uji flavonoid keempat pelarut

Page 29: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

20

Lanjutan lampiran 5

Uji saponin ekstrak metanol dan etanol Uji saponin ekstrak aseton dan air

Uji triterpenoid/steroid keempat pelarut Uji tanin keempat pelarut

Page 30: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

21

Lampiran 6 Data pengukuran absorban contoh

Tabung Konsentrasi sampel (ppm) A %

Inhibisi

Metanol 1

100 0.739 48.1404 200 0.681 52.2105 400 0.607 57.4035 600 0.489 65.6842 800 0.473 66.8070

Metanol 2

100 0.735 48.4211 200 0.657 53.8947 400 0.578 59.4386 600 0.62 56.4912 800 0.528 62.9474

Metanol 3

100 0.733 48.5614 200 0.665 53.3333 400 0.581 59.2281 600 0.502 64.7719 800 0.468 67.1579

Etanol 1

100 0.9 36.8421 200 0.641 55.0175 400 0.592 58.4561 600 0.633 55.5789 800 0.414 70.9474

Etanol 2

100 0.936 34.3158 200 0.662 53.5439 400 0.54 62.1053 600 0.53 62.8070 800 0.503 64.7018

Etanol 3

100 0.84 41.0526 200 0.668 53.1228 400 0.575 59.6491 600 0.506 64.4912 800 0.462 67.5789

Aseton 1

100 0.816 42.7368 200 0.661 53.6140 400 0.565 60.3509 600 0.473 66.8070 800 0.436 69.4035

Aseton 2

100 0.884 37.9649 200 0.658 53.8246 400 0.585 58.9474 600 0.47 67.0175 800 0.409 71.2982

Lanjutan lampiran 6

Page 31: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

22

Tabung Konsentrasi sampel (ppm) A %

Inhibisi

Aseton 3

100 0.84 41.0526 200 0.651 54.3158 400 0.54 62.1053 600 0.497 65.1228 800 0.397 72.1404

Air 1

100 0.762 46.5263 200 0.593 58.3860 400 0.492 65.4737 600 0.426 70.1053 800 0.394 72.3509

Air 2

100 0.776 45.5439 200 0.62 56.4912 400 0.483 66.1053 600 0.387 72.8421 800 0.363 74.5263

Air 3

100 0.745 47.7193 200 0.567 60.2105 400 0.459 67.7895 600 0.389 72.7018 800 0.351 75.3684

Vitamin C

100 0.065 95.44 200 0.055 96.14 400 0.051 96.42 600 0.071 95.02 800 0.041 97.12

BHT

100 0.336 76.42 200 0.042 97.05 400 0.057 96.00 600 0.017 98.81 800 0.06 95.79

Blanko 1.425 Daya inhibisi = (௦ ௧ି௦ ௦)

௦ ௧ x 100%

Daya inhibisi ekstrak metanol 1 100ppm = (ଵ.ସଶହି.ଷଽ)ଵ.ସଶହ

x 100% = 48.1404%

Page 32: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

23

Lampiran 7 Rata-rata tiga ulangan uji DPPH

Ekstrak Konsentrasi sampel % Inhibisi

Metanol

100 48.3743 200 53.1462 400 58.6901 600 62.3158 800 65.6374

Etanol

100 44.6082 200 54.0819 400 59.0409 600 58.9474 800 67.0175

Aseton

100 40.5848 200 53.9181 400 60.4678 600 66.3158 800 70.9474

Air

100 41.8480 200 55.5088 400 62.1754 600 67.4152 800 71.9298

% Inhibisi Rata-rata = % ௦ ଵା% ௦ ଶା% ௦ଷଷ

% Inhibisi Rata-rata Metanol 800 ppm = .଼ ା ଶ.ଽସସ ା.ଵହଽଷ

= 65.6374 % Lampiran 8 Persamaan regresi setiap sampel uji DPPH Metanol: Y = 47.6279+0.0238X r = 0.9821 IC50 = 99.6681 ppm

Etanol: Y = 45.5686+0.0266X r = 0.9269 IC50 = 166.5939 ppm

Aseton: Y = 42.0074+0.0391X r = 0.9457 IC50 = 204.4143 ppm

Air: Y = 43.6141+0.0345X r = 0.9384 IC50 = 185.0985 ppm

Page 33: POTENSI ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN ...€¦ · yang dibuang sembarang tempat, asap kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan sumber pencemaran lainnya. Keseimbangan yang

24

Lampiran 9 Hasil uji BST Konsentrasi

ekstrak (ppm)

100 200 400 600 800

Ulangan 1 0 2 1 6 3 Ulangan 2 1 0 2 0 5 Ulangan 3 1 2 1 1 3

% Kematian 6.67 13.33 13.33 23.33 36.67 Contoh Perhitungan % kematian = ((jumlah ulangan 1, 2, 3)/3)/10 x 100% % kematian E.air 100 ppm = ((0 + 1 + 1)/3)/10 x 100% = 6.6667%