Post Traumatic Stres Disorder

27
BAB I PENDAHULUAN 1,2,3,4,5 Sepanjang sejarah, para klinisi memiliki berbagai macam catatan kasus dimana suatu kejadian yang traumatik bagi seseorang dapat menyebabkan gangguan psikologi yang berat. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 dimana ada beberapa kejadian seperti kecelakaan kereta api, perang dunia, dan pembantai secara massal menyebabkan berbagai gejala yang berkaitan dengan reaksi stress traumatik. Beberapa gejala ini antara lain berupa respon lambat dari seseorang, depresi, fobia, perasaan bersalah, jiwa yang kosong, iritabilitas, gangguan konsentrasi dan memori, gangguan tidur, mimpi yang penuh penderitan,dan berbagai macam gejala pada fisik (somatik). Setelah berbagai macam peristiwa yang traumatik, seperti bencana alam tsunami, gempa bumi, gunung berapi meletus, perang dan lain sebagainya menyebabkan kasus post traumatic stress disease ini semakin banyak jumlahnya. The National Institute of Mental Health (2008) menyatakan bahwa 2,5 juta per tahun orang dirawat di rumah sakit setelah mengalami peristiwa traumatik. Di Indonesia sendiri belum ada penelitian khusus tentang PTSD ini, namun Indonesia merupakan negara yang cukup sering mengalami bencana alam oleh sebab itu diperkirakan banyak kasus PTSD yang terjadi. Maka dari itu kasus PTSD ini sangat penting untuk dibahas karena jumlahnya yang banyak dan gejalanya yang mirip dengan penyakit lainnya. Di Indonesia maupun negara lainnya, PTSD seringkali terluput dari perhatian 1

Transcript of Post Traumatic Stres Disorder

Page 1: Post Traumatic Stres Disorder

BAB I

PENDAHULUAN1,2,3,4,5

Sepanjang sejarah, para klinisi memiliki berbagai macam catatan kasus dimana suatu

kejadian yang traumatik bagi seseorang dapat menyebabkan gangguan psikologi yang berat.

Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 dimana ada beberapa kejadian seperti kecelakaan

kereta api, perang dunia, dan pembantai secara massal menyebabkan berbagai gejala yang

berkaitan dengan reaksi stress traumatik. Beberapa gejala ini antara lain berupa respon lambat

dari seseorang, depresi, fobia, perasaan bersalah, jiwa yang kosong, iritabilitas, gangguan

konsentrasi dan memori, gangguan tidur, mimpi yang penuh penderitan,dan berbagai macam

gejala pada fisik (somatik). Setelah berbagai macam peristiwa yang traumatik, seperti

bencana alam tsunami, gempa bumi, gunung berapi meletus, perang dan lain sebagainya

menyebabkan kasus post traumatic stress disease ini semakin banyak jumlahnya. The

National Institute of Mental Health (2008) menyatakan bahwa 2,5 juta per tahun orang

dirawat di rumah sakit setelah mengalami peristiwa traumatik. Di Indonesia sendiri belum

ada penelitian khusus tentang PTSD ini, namun Indonesia merupakan negara yang cukup

sering mengalami bencana alam oleh sebab itu diperkirakan banyak kasus PTSD yang terjadi.

Maka dari itu kasus PTSD ini sangat penting untuk dibahas karena jumlahnya yang banyak

dan gejalanya yang mirip dengan penyakit lainnya. Di Indonesia maupun negara lainnya,

PTSD seringkali terluput dari perhatian para dokter sendiri, oleh sebab itu saya sebagai

penulis tertantang untuk membahas tentang PTSD ini.

Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menggambarkan PTSD antara lain ‘fright

neurosis’, ‘combat/war neurosis', ‘shell-shock', ‘survivor syndrome', and ‘nuclearism'.

Berbagai macam peristiwa seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau disayangi,

kehilangan salah satu anggota badan, kehilangan kemandirian, kehilangan hewan peliharaan,

ataupun keguguran dapat membuat suatu keadaan krisis dan membuat perasaan seseorang

menjadi hancur. Semua rasa dukacita yang mendalam tersebut dapat menyebabkan

penurunan kondisi psikis dari seseorang ataupun menghambat perkembangan psikis dari

seseorang.

Berdasarkan American Psychological Association, PTSD adalah gangguan cemas

yang dapat terjadi setelah terpapar oleh suatu peristiwa yang sangat buruk atau suatu ujian

1

Page 2: Post Traumatic Stres Disorder

berat dimana nyawa seseorang terancam. Peristiwa traumatik dapat menjadi penyebab PTSD.

DSM IV-TR mendefinisikan peristiwa traumatik sebagai kejadian yang melibatkan ancaman

kematian atau luka yang berat, atau ancaman terhadap keutuhan anggota badan seseorang dan

hal tersebut menyebabkan seseorang menjadi sangat takut serta merasa tidak tertolong lagi.

Tipe dari berbagai macam kejadian trauma antara lain perang militer, kecelakaan lalu lintas,

pelecehan seksual, kekerasan, serangan teroris atau pernah menjadi sandera, bencana alam,

ataupun kehilangan seseorang yang dicintai secara mendadak. Stressor disini bukan hanya

didefinisikan stressor yang berat, tetapi stressor yang benar-benar ekstrim. Contoh dari

stressor yang berat namun tidak ekstrim antara lain kehilangan pekerjaan, perceraian, gagal

dalam akademis, ataupun kematian yang sudah dapat diperkirakan dari seseorang yang

dicintai.

2

Page 3: Post Traumatic Stres Disorder

BAB II

POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

(GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA)

Definisi1,5,7,8

Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) dapat didefinisikan sebagai gangguan cemas

yang terjadi setelah seseorang terpapar oeh suatu peristiwa yang sangat buruk, dimana

peristiwa tersebut melemahkan fisik dan mental serta timbul setelah seseorang melihat,

mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang

mengancam kehidupannya. Keadaan ini ditandai dengan suasana perasaan murung, sedih,

kurangnya semangat dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun kegiatan yang

menimbulkan kesenangan, kadang-kadang disertai dengan waham dan bila sudah berat dapat

menimbulkan gangguan dalam fungsi peran dan kehidupan sosial.

Epidemiologi1,2,4

The National Institute of Mental Health (2008) menyatakan bahwa 2,5 juta per tahun

orang dirawat di rumah sakit setelah mengalami peristiwa traumatik. Pada penelitian yang

dilakukan di United States, Kessler et al menemukan bahwa 60,7 % dari laki-laki dan 51,2 %

dari wanita mengalami sedikitnya 1 peristiwa traumatik yang memenuhi kriteria DSM-IIIR

dalam seumur hidupnya. Tipe dari trauma yang paling sering adalah melihat seseorang

dibunuh atau cedera berat, kecelakaan, dan terperangkap dalam peristiwa kebakaran, banjir,

atau bencana alam. Dengan menggunakan definisi trauma berdasarkan DSM –IV, Stein et al

menemukan 81,3 % dari laki-laki dan 74,2 % dari wanita mengalami PTSD. Kematian yang

mendadak dari seseorang yang dicintai merupakan penyebab yang paling banyak ditemukan.

Prevalensi dari PTSD lebih rendah di beberapa negara seperti Iceland atau Hongkong.

Hal ini disebabkan karena pada kedua negara tersebut, paparan terhadap perang dan bencana

alam lebih kecil sehingga prevalensi dari PTSD juga lebih sedikit. PTSD akan lebih banyak

ditemukan di negara-negara berkembang dan negara yang banyak mengalami bencana alam

daripada populasi dunia secara umum.

3

Page 4: Post Traumatic Stres Disorder

Penelitian di Michigan (USA) pada tahun 1989 (Breslau et al) dengan sampel dewasa

muda mengatakan bahwa sekitar 39,1 % dari responden mengalami setidaknya satu kali

peristiwa traumatik di dalam hidupnya. Peristiwa traumatik yang paling sering ditemukan

adalah kecelakaan mendadak ataupun kecelakaan yang sangat parah (9,4 %), kekerasan fisik

(8,3 %), ataupun melihat seseorang terluka parah ataupun melihat suatu pembunuhan (7,1 %),

dan terakhir adalah kabar mengenai kematian mendadak dari seseorang yang sangat dicintai

(5,7 %). Penelitian di Michigan (USA) pada tahun 1990-1992 (Breslau et al) dengan sampel

para ibu, prevalensi terjadinya peristiwa traumatik adalah sebesar 40 %.

Etiologi1,3,8

Penyebab dari penyakit PTSD adalah peristiwa traumatik. Dalam bahasa sehari-hari,

traumatik merupakan bahasa yang dipakai untuk menggambarkan situasi yang tidak

mengenakan, situasi yang membuat orang menjadi kesal, seperti contohnya perceraian,

kehilangan pekerjaan maupun gagal dalam suatu ujian. Namun, definisi peristiwa traumatik

berdasarkan DSM-IV suatu peristiwa traumatik didefinisikan sebagai orang yang mengalami

atau melihat atau berkonfrontasi dengan peristiwa yang mengancam jiwa, ataupun luka yang

sangat serius seperti kehilangan anggota tubuh.

Kriteria stressor dari DSM-IV masih diperdebatkan. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa sangat penting untuk memasukan respons emosi seseorang terhadap stressor

traumatik. Ada penumpukan emosi selama peristiwa traumatik dan hal tersebut menyebabkan

PTSD. Sebagai contoh prajurit tentara pelaku tindak kekerasan pada saat perang Vietnam.

Para prajurit yang melihat ataupun ikut melakukan pembunuhan tahanan dan melihat mayat

yang dimutilasi berulang kali ternyata banyak yang mengalami PTSD. Para prajurit ini tidak

terancam jiwanya, namun oleh sebab penumpukan emosi melihat pembunuhan manusia

secara tidak bermoral juga dapat menyebabkan seseorang mengalami PTSD.

Faktor pekerjaan juga sangat berpengaruh terhadap resiko timbulnya PTSD. Pekerjaan

yang berhubungan dengan kemiliteran lebih mungkin untuk menderita PTSD daripada orang

yang berkerja sebagai pegawai kantoran. Pekerjaan yang lebih beresiko untuk menjadi

penyakit ini antara lain petugas pemadam kebakaran, petugas militer, petugas kesehatan,

polisi, petugas yang bertugas untuk mencari dan membebaskan, orang yang membantu dalam

bencana alam, dan psikoterapis.

4

Page 5: Post Traumatic Stres Disorder

PTSD juga dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit lain. Orang yang mengalami

peristiwa traumatik mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk bunuh diri, 2 kali lebih besar

untuk mengalami depresi, peningkatan resiko untuk menjadi skizofrenia, 26 kali lebih besar

untuk mengalami penyakit fisik, 37 kali lebih besar untuk menjadi gangguan cemas, dan 6,5

kali lebih besar untuk jatuh terhadap alkohol.

Faktor kerentanan yang merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan

penting dalam menentukan apakah gangguan akan berkembang yaitu :

1. Adanya trauma masa anak-anak

2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti sosial

3. System pendukung yang tidak adekuat

4. Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik

5. Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi

6. Persepsi lokus kontrol eksternal

7. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai pada taraf ketergantungan.

Patofisiologi3,5,9

PTSD merupakan penyakit yang kompleks dan terkadang menjadi gangguan kronis

yang bisa ditemukan bersamaan dengan gangguan yang lainnya. Setiap orang mempunyai

kapasitas maksimal untuk mengatasi suatu peristiwa traumatik. Oleh sebab itu, tidak semua

orang yang mengalami suatu peristiwa traumatik menderita penyakit PTSD. Gejala PTSD

mengindikasikan bahwa kapasitas maksimal seseorang (yang dapat berupa respons emosional

dan sistem kognitif) sudah terlampaui.

Ketika seseorang takut, maka sistem tubuh akan merespons dengan fight or flight,

tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan hormon ini bertanggung jawab atas kenaikan

tekanan darah serta peningkatan detak jantung dan meningkatkan glukosa dalam otot. Setelah

bahaya ataupun keadaan traumatik berlalu, maka tubuh akan menyetop respons stres dan

proses ini melibatkan pelepasan hormon yang lain yaitu hormon kortisol.

Jika tubuh seseorang tidak menghasilkan hormon kortisol yang cukup untuk

menyetop proses flight atau reaksi stress, maka orang tersebut akan terus menerus merasa

stress yang merupakan efek dari hormon adrenalin. Para pasien dengan PTSD terkadang

mempunyai tingkat hormon katekolamin lebih tinggi dari normal dan hormon kortisol yang

5

Page 6: Post Traumatic Stres Disorder

lebih rendah dari normal. Kombinasi dari keduanya menciptakan kondisi untuk PTSD

muncul.

Setelah hormon stress meningkat dan hormon kortisol yang rendah lebih dari sebulan,

maka seseorang akan merasakan perubahan fisik seperti peningkatan pendengaran. Perubahan

fisik yang bertahap ini seharusnya disadari oleh para klinisi dan menjadi kunci untuk

mengobati PTSD secara dini.

Beberapa penelitian menemukan natrium laktat dapat menginduksi gejala flashback

dalam serangan panik pada tentara perang yang menderita gangguan panik dan PTSD secara

bersamaan maupun PTSD sendiri tanpa gangguan panik. Penelitian tersebut juga mengatakan

kadar hormon kortisol yang rendah dan epinefrin yang tinggi pada pasien PTSD.

Agonist yohimbine pada PTSD. Yohimbine merupakan zat yang dapat meningkatkan

tekanan darah, detak jantung dan juga merupakan zat yang dapat menyebabkan cemas. Pada

pasien yang mengalami flashback, kadar zat ini ditemukan lebih tinggi dari orang normal.

Kelainan dari sistem opioid adalah karena beta endorphin dalam plasma berkurang.

Pasien dengan PTSD kronik menunjukan respon yang baik terhadap analgesik nalokson. Hal

tersebut diduga karena hiperegulasi opioid mirip dengan beta endorphin dalam sumbu

hipotalamus-hipofisis adrenal.

Aksis dari hipotalamus-pituitari-tiroid hanya mempunyai sediki penelitian pada

PTSD. Tentara dengan PTSD mempunyai kadar hormon T3 yang lebih tinggi dari orang

normal. TSH yang berespons secara berlebihan juga ditemukan pada PTSD. Namun korelasi

antara FT3, T3 total dan T4 total dan PTSD ditemukan. Kenaikan hormon tiroid

memnyebabkan gejala hiperarousal pada PTSD.

Klasifikasi PTSD1,6

Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III, PTSD dimasukkan dalam kelompok F43 dimana

PTSD dimasukkan dalam reaksi terhaap stress berat dan gangguan penyesuaian. DSM-IV

mengklasifikasikan PTSD dalam gangguan cemas berdasarkan gejala klinis, respons

psikologi, latar belakang keluarga, dan paparan terhadap obat-obatan dan obat serotonergik

yang dihubungkan dengan gangguan cemas lainnya.

6

Page 7: Post Traumatic Stres Disorder

Kriteria Diagnostik4,6

Dalam DSM-IV, trauma PTSD digambarkan sebagai seseorang yang terpapar oleh

peristiwa traumatik yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Orang yang mengalami, melihat atau terlibat dengan peristiwa yang mengancam

nyawa ataupun luka yang serius, atau mengancam keutuhan badan diri sendiri

ataupun orang lain.

2. Respons seseorang yang meliputi ketakutan, keputusasaan, atau kengerian.

Peristiwa traumatik seperti yang sudah dijelaskan dalam pendahuluan merupakan

peristiwa yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Seseorang harus terpapar oleh peristiwa tersebut

Peristiwa tersebut dapat dialami oleh dirinya sendiri

Peristiwa tersebut dapat merupakan pengalaman orang lain namun orang tersebut

menjadi saksi mata (melihat peristiwa yang dialami oleh orang lain)

Perbandingan antara kriteria diagnostik DSM-IV dan ICD 10 ada pada lampiran tabel

1.

Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik PTSD antara lain :

1. Diagnosis baru ditegakkan jika gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan

setelah kejadian traumatik berat (masa laten berkisar antara beberapa minggu

sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan

diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian

dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah

khas dan tida didapat alternatif katagori gangguan lainnya.

2. Sebagai bukti tambahan lainnya selain tauma, harus didapatkan bayang-bayang

atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali

(flashbacks).

3. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat

mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.

4. Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa,

misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasi dalam kategori

7

Page 8: Post Traumatic Stres Disorder

F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami

katastrofa).

Gambaran Klinis dan Diagnosis 1,2,5,7

Sebagai contoh dari PTSD, ada beberapa kasus yang dapat menjadi ilustrasi gambaran

klinis dari PTSD.

Seorang laki-laki berumur 55 tahun datang ke IGD dengan depresi dan ingin bunuh

diri. Pasien ini merupakan mantan tentara Vietnam dan klinisi menanyakan riwayat

kemiliterannya. Ketika ditanya pasien menangis dan mengatakan bahwa dirinya baru saja

bertemu dengan istri dari sahabat lamanya sewaktu di medan perang dimana sahabatnya

tersebut meninggal akibat ledakan ranjau di depan matanya sendiri ketika di Vietnam. Sejak

saat ia bertemu dengan istri dari sahabatnya tersebut peristiwa meninggalnya sahabatnya

tersebut terus menerus terulang dan tidak dapat berhenti ia pikirkan. Setiap malam pasien

bermimpi buruk tentang peristiwa tersebut. Sehari-hari pasien terus teringat akan peristiwa

tersebut dan perasaan bersalah yang sudah terkubur selama bertahun-tahun tersebut kembali

muncul.

PTSD dapat menetap dan mungkin saja datang ke IGD psikiatri selama waktu krisis

walaupun peristiwa traumatik sudah bertahun-tahun yang lalu. PTSD tidak jarang datang

dengan keluhan lain seperti depresi, gangguan cemas, dan penyalahgunaan obat. Pasien juga

dapat datang dengan keluhan somatik dan sikap agresif seperti pikiran ingin bunuh diri atau

membunuh orang lain ataupun dalam bentuk fobia.

Gejala yang khas dari PTSD adalah gejala yang mengulangi peristiwa traumatik.

Pasien secara tidak sadar memikirkan pengalaman dari berbagai macam peristiwa traumatik

yang pada akhirnya membuat pasien stress. Hal ini meliputi flashbacks dimana orang terebut

merasa seperti kembali ke masa dimana peristiwa traumatik tersebut terjadi, mimpi buruk

tentang peristiwa traumatik tersebut, dan gambaran ataupun perasaan dari orang tersebut

ketika mengalami peristiwa traumatik tersebut.

Sebagai contoh lainnya, wanita yang dulu pernah diserang oleh pelaku tindak

kekerasan sering melihat pelaku tindak kekerasan melihat kotak pos wanita tersebut.

Kemudian ada seorang pria yang pernah mengalami kecelakaan mobil sering mendengar

8

Page 9: Post Traumatic Stres Disorder

suara waktu mobil menabrak. Hal ini merupakan bagian-bagian dari peristiwa traumatik yang

muncul kembali dan membuat seseorang tidak nyaman, menjadi stress dan pada akhirnya

sering timbul berbagai macam keluhan, pada badan, gejala depresi maupun gejala gangguan

cemas.

Secara umum, gejala klinis dari PTSD dibagi menjadi 3 bagian yaitu reexperiencing

symptoms (gejala yang berupa pengulangan peristiwa traumatik), avoidance symptoms (gejala

yang menghindari), dan hyperarousal symptoms (gejala yang berupa penimbulan berlebihan).

Dalam anamnesa, orang yang mengalami gejala pengulangan lebih mudah untuk dikenali

daripada kedua macam gejala yang lain.

Reexperience symptoms

Gejala-gejala ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk. Dikatakan gejala

pengulangan jika peristiwa traumatik berulang-ulang muncul secara terus menerus dalam

berbagai cara, seperti :

Pengulangan kembali berbagai peristiwa, termasuk gambar, pikiran atau persepsi

Pengulangan kembali dalam bentuk mimpi

Pengulangan kembali tingkah laku atau perassaan ketika peristiwa traumatik

tersebut terjadi (termasuk merasakan pengalaman, ilusi, halusinasi dan flashback

yang terpisah, yang terjadi pada waktu sadar maupun ketika mabuk)

Perasaan yang berlebihan ketika melihat suatu simbol yang mewakili beberapa

aspek dari peristiwa traumatik

Perasaan tertekan ketika melihat suatu simbol yang mewakili beberapa aspek dari

peristiwa traumatik

Dalam gejala pengulangan ini ada beberapa hal yang penting dan menjadi

karakteristik dari gejala ini antara lain :

Orang yang terlibat tidak mempunyai kontrol atas munculnya gejala (tidak dapat

dicegah)

Pengulangan dari penglihatan tersebut merupakan peristiwa yang dulu memang

pernah terjadi

Kualitas dari penglihatan yang terjadi pada dasarnya berbeda dari cerita

sesungguhnya (ada beberapa detail yang mungkin tidak diingat dan kekosongan

ingatan tersebut dibentuk kembali dalam cerita lain)

9

Page 10: Post Traumatic Stres Disorder

Kebanyakan dari gejala ini muncul kembali secara berulang dan biasanya terjadi pada

saat pasien sedang beristirahat, seperti sebelum tidur, ketika seseorang sedang dalam keadaan

yang tenang, ia dikejutkan dengan melihat kembali peristiwa yang buruk tersebut. Biasanya,

peristiwa terebut juga muncul pada mimpi pasien. Hal ini dapat ditanyakan pada pasangan

tidur dari pasien dimana pakaian pasien menjadi basah dan gangguan tidur seperti berbicara

pada saat tidur. Sikap seseorang yang berlebihan pada saat melihat suatu tanda yang dapat

menggambarkan peristiwa traumatik tersebut juga dapat menjadi salah satu ciri khas dari

gejala ini. Sebagai contoh, seseorang yang selamat dari kecalakaan pesawat menjadi murung

ketika melihat pesawat melintas. Setiap bagian dari peristiwa traumatik seperti suara, warna,

gambar, dan lainnya dapat menjadi penyebab dari ketakutan seseorang. Hal ini disimpulkan

sebagai PTSD dan gangguan cemas lainnya.

Avoidance Symptoms

Gejala-gejala ini meliputi penghindaran yang menetap dari semua yang berhubungan

dengan trauma dan respons yang kosong (gejala ini tidak ada sebelum trauma) dan

mempunyai karakterisitik sebagai berikut :

Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan maupun percakapan yang

berhubungan dengan trauma

Usaha untuk menghindari aktifitas, tempat maupun orang yang berkaitan dengan

trauma

Ketidakmampuan untuk memanggil aspek penting dari trauma

Dengan jelas mengurangi minat ataupun partisipasi dalam aktifitas yang

berhubungan dengan trauma

Perasaan memisahkan diri atau menjauhkan diri dari yang lain (menjadi tidak mau

bergaul dengan orang lain)

Afek yang terbatas (sebagai contoh tidak dapat mempunyai perasaan cinta)

Perasaan dari masa depan yang suram (sebagai contoh tidak berharap untuk

berkarir, menikah, anak atau hidup yang normal)

Hyperarousal sypmptoms

Gejala dari pemunculan yang berlebih mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Sulit untuk memulai tidur

10

Page 11: Post Traumatic Stres Disorder

Mudah tersinggung dan marah-marah

Sulit berkonsentrasi

Kewaspadaan yang berlebih

Terlalu membesar-besarkan masalah, respons yang membuat orang terkejut

Diaganosa Banding3,7,8

Diagnosis banding dari PTSD merupakan tantangan yang besar karena gejala dari

PTSD sangat bervariasi dan termasuk dalam gejala penyakit lainnya. Penyakit yang paling

menyerupai PTSD adalah depresi dan berbagai macam gangguan cemas.

1. Dengan depresi, perbedaan antara PTSD antara lain :

PTSD mungkin menjadi depresi

PTSD dan depresi dapat menjadi diagnosis komorbid

Gejala pengulangan hanya ada pada PTSD

PTSD dan depresi sangat mirip, contohnya :

Penurunan minat

Antisosial

Mati rasa

Gangguan konsentrasi

Sulit tidur

Iritabilitas

Pandangan terhadap masa depan yang tidak realistik

2. Gangguan Cemas Menyeluruh

PTSD dan gangguan cemas sering didiagnosa bersamaan

Gejala yang sering overlap antara lain :

o Konsentrasi yang berkurang

o Mudah marah

o Gangguan tidur

Perbedaan rasa cemas pada PTSD dan gangguan cemas menyeluruh adalah

pada PTSD, rasa cemas lebih banyak terpusatkan pada pengingatan atau

11

Page 12: Post Traumatic Stres Disorder

pemunculan trauma, sedangkan pada gangguan cemas menyeluruh, rasa cemas

lebih pada seluruh masalah.

3. Gangguan Panik

PTSD dan gangguan panik sering didiagnosa bersamaan

Gejala otonom yang berlebihan adalah gejala yang paling khas dari gangguan

panik

Penyebab dari gangguan panik atau serangan panik harus dicari, jika penyebab

gangguan panik adalah peristiwa trauma maka PTSD menjadi diagnosis utama

dengan diagnosis kedua adalah gangguan panik.

4. Gangguan Obsesif Kompulsif

PTSD dan gangguan obsesif kompulsif dapat didiagnosa secara bersamaan

PTSD dan gangguan obsesif kompulsif sama-sama mempunyai pikiran yang

muncul berulang kembali

Gangguan obsesif kompulsif dapat muncul untuk berbagai macam aspek,

sedangkan PTSD perasaan yang muncul berulang kembali berkaitan dengan

peristiwa traumatik

5. Cedera Kepala

Pertimbangan dalam diagnosis banding gangguan stress pascatraumatik dengan

kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selama trauma.

6. Intoksikasi akut atau putus zat

Intoksikasi akut atau putus dari suatu zat mungkin juga menunjukkan gambaran

klinis yang sulit dibedakan dari gangguan stress pasca traumatik sampai efek zat

hilang.

Penatalaksanaan1,3,4,8

Penatalaksanaan PTSD secara umum dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu psikoterapi dan

terapi farmakologi. Psikoterapi sendiri terdiri dari terapi individual dan terapi berkelompok.

1. Terapi Psikologi

Cognitive-Behavioural Therapy

Cognitive-behavioural therapy (CBT) merupakan gabungan dari beberapa pogram

pengobatan, yaitu prosedur paparan trauma, prosedur menyusun kembali kognitif

12

Page 13: Post Traumatic Stres Disorder

seseorang, program manajemen cemas dan kombinasi beberapa prosedur tersebut.

Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa kombinasi dari CBT dan selective

serotonin reuptake inhibitor merupakan kombinasi yang baik dalam pengobatan

PTSD. Prosedur paparan trauma (exposure treatment) yaitu dengan cara

menghadapkan pasien terhadap peristiwa trauma tersebut dengan ingatan dan situasi

peristiwa tersebut. Pasien diminta untuk kembali kepada ingatannya dimana waktu

trauma itu terjadi dan untuk mengurangi trauma pada ingatannya. Pasien diminta

untuk menutup mata dan menggambarkan peristiwa traumatik tersebut. Pasien

diminta untuk menggambarkan perisiwa itu seakan-akan pasien sedang mengalaminya

sekarang. Cerita dari pasien ini direkam, dan kemudian pasien diminta untuk

mendengarkannya kembali di rumah. Inti dari exposure trauma adalah desensititasi

terhadap trauma. Peristiwa trauma membutuhkan proses emosional, dicerna, sehingga

pada akhirnya peristiwa trauma tidak lagi menjadi menyakitkan. Banyak dari

penderita PTSD melihat trauma mereka seagai bahaya, menjadikan mereka

menghindari memikirkan bagaimana peristiwa itu terjadi. Dengan pengulangan

terhadap trauma, mereka sedikit demi sedikit bisa menjadikan peristiwa trauma itu

menjadi peristiwa yang wajar dan bisa menerima peristiwa tersebut. Bentuk lain dari

exposure treatment adalah dengan menghadapkan pasien langsung ke situasi kondisi,

tempat yang sama seperti kejadian traumatik. Dalam proses sistematik desensititasi,

pasien diajarkan bagaimana untuk tenang, kemudian pasien diminta mengingat trauma

secara bertahap. Jika pasien menjadi sangat cemas atau kesal, maka proses mengingat

trauma akan diberhentikan, menenangkan pikiran mereka dan kemudian kembali lagi

ke materi paparan, sampai pasien dapat menemukan semua ingatan atau situasi tanpa

menjadi kesal atau jengkel.

Anxiety Management Training (AMT)

Proses CBT yang lain antara lain anxiety management training (AMT) atau

manajemen cemas. AMT mengajarkan pasien untuk mengontrol cemas mereka

terhadap trauma. Dalam program AMT, pasien diajarkan untuk merelaksasikan otot-

otot mereka, mengontrol napas, bermain drama, menyetop pikiran, dan memandu

bagaimana berdialog terhadap diri sendiri.

Anger Management

Eye Movement Desensitization reprocessing

Metode ini merupakan metode yang baru dan masih kontroversial. Namun ada

penelitian yang mengatakan bahwa metode ini cukup berhasil.

13

Page 14: Post Traumatic Stres Disorder

Terapi Psikodinamik

Hipnoterapi

2. Farmakoterapi

Selective serotonin reuptake inhibitors (SRRIs) dan Serotonin-norepinephrine

reuptake inhibitors (SNRIs)

Golongan obat-obatan ini baik untuk PTSD karena dapat mengurangi ketiga gejala

utama dari PTSD yaitu reexperiencing, avoidance dan hyperarousal, efektif terhadap

penyakit yang menyertai PTSD seperti gangguan cemas, depresi, panic disorder, dan

obsesif kompulsif. Selain itu golongan obat-obatan ini dapat mengurang gejala-gejala

agresif, bunuh diri dan impulsif, serta mempunyai efek samping yang sedikit.Yang

termasuk golongan obat ini antara lain sertaline, fluvoxamine, dan fluoxetine. Obat-

obatan ini efektid dalam mengurangi gejala-gejala dari PTSD, yaitu gejala avoidance

(penghindaran trauma), kekosongan perasaan dan gejala hyperarousal. SRRIs ini baik

untuk PTSD yang suka minum minuman beralkohol karena dapat mengurangi

keinginan untuk minum alkohol. Dosis yang digunakan antara lain paroxetine sampai

60 mg untuk 12 minggu. Disamping itu dapat pula dicoba dengan Trazodone, dosis

sampai 400 mg/hari.

Trycyclic and monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

Bahwa reversible MAOIs, moclobimide juga dapat berguna dalam perawatan

gangguan stress pascatrauma.

Benzodiazepin

Benzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum.

Namun, benzodiazepine ini dapat meningkatkan resiko terjadinya depresi, maka dari

itu, pemakaian benzodiazepin harus berhati-hati. Pendekatan alternatif adalah dengan

meresepkan benzodiazepin untuk suatu periode terbatas, selama mana pendekatan

terapetik psikososial diterapkan.

Obat-obat lainnya

Propanolol dan Clonidin, keduanya secara efektif menekan aktivitas noradrenergik,

telah digambarkan berguna dalam beberapa serial kasus terbuka.

Selain itu juga terdapat laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan dari alfa-

agonis Guanfacine pada wanita muda.

Serotonergik dibandingkan antidepresan lainnya juga berguna untuk kasus gangguan

stress pascatrauma, sebagai contoh Buspirone. Dosis 60 mg/hari atau lebih dapat

efektif, trauma untuk gejala hyperarousal.

14

Page 15: Post Traumatic Stres Disorder

Sebagai tambahan, Cyproheptadine (sampai 12 minggu saat tidur) dilaporkan berguna

untuk melepaskan mimpi buruk pada pasien dengan gangguan stress pascatrauma.

Dopamine blocker juga dilaporkan berguna untuk beberapa kasus gangguan stress

pascatrauma. Ada pula yang melaporkan kegunaan Risperidone gangguan stress

pascatrauma ditunjukkan melalui kilas balik yang jelas dan mimpi-mimpi buruk.

Naltrexone (50 mg/hari) dilaporkan efektif dalam mengurangi kilas balik pada pasien

dengan gangguan stress pascatrauma. Tetapi tidak terdapat controlled studies dengan

opiat agenda pada gangguan stress pascatrauma.

Ada beberapa laporan mengenai kegunaan anti kejang seperti Thymoleptics-lithium

Carbamazepine dan Valproat dalam gangguan stress pascatrauma.

Prognosis1,4

Berdasarkan American Psychiatric Association (2004), sebagian orang akan sembuh

dalam waktu 6 bulan dan tidak ada gejala yang timbul lagi setelahnya. Sebagian lagi akan

menjadi PTSD kronik. Semakin lama gejala berlanjut, diterapi maupun tidak diterapi,

semakin buruk prognosisnya. PTSD dapat menjadi penyakit gangguan jiwa lainnya jika

menetap dalam waktu 10 tahun, dan dapat seumur hidup, dan sayangnya PTSD kronik akan

sulit pengobatannya

BAB III

KESIMPULAN

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dapat didefinisikan sebagai gangguan cemas

yang terjadi setelah seseorang terpapar oeh suatu peristiwa yang sangat buruk, dimana

peristiwa tersebut melemahkan fisik dan mental serta timbul setelah seseorang melihat,

15

Page 16: Post Traumatic Stres Disorder

mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang

mengancam kehidupannya. The National Institute of Mental Health (2008) menyatakan

bahwa 2,5 juta per tahun orang dirawat di rumah sakit setelah mengalami peristiwa traumatik.

Penyebab dari penyakit PTSD adalah peristiwa traumatik. Definisi peristiwa

traumatik berdasarkan DSM-IV suatu peristiwa traumatik didefinisikan sebagai orang yang

mengalami atau melihat atau berkonfrontasi dengan peristiwa yang mengancam jiwa, ataupun

luka yang sangat serius seperti kehilangan anggota tubuh. Ada penumpukan emosi selama

peristiwa traumatik dan hal tersebut menyebabkan PTSD. Faktor pekerjaan juga sangat

berpengaruh terhadap resiko timbulnya PTSD. Pekerjaan yang berhubungan dengan

kemiliteran lebih mungkin untuk menderita PTSD daripada orang yang berkerja sebagai

pegawai kantoran. Orang yang mengalami peristiwa traumatik mempunyai resiko 6 kali lebih

besar untuk bunuh diri, 2 kali lebih besar untuk mengalami depresi, peningkatan resiko untuk

menjadi skizofrenia, 26 kali lebih besar untuk mengalami penyakit fisik, 37 kali lebih besar

untuk menjadi gangguan cemas, dan 6,5 kali lebih besar untuk jatuh terhadap alkohol.

Berdasarkan PDGJ-III, gejala PTSD harus berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan.

Berdasarkan DSM-IV bahwa gejala pengalaman ulang, menghindar, dan kesadaran yang

berlebihan harus berlangsung lebih dari satu bulan.

Kriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan stress pascatraumatik memungkinkan

klinisi menentukan apakah gangguan adalah akut (jika gejala berlangsung kurang dari tiga

bulan) atau kronis (lebih dari tiga bulan).

Intervensi psikodinamika untuk gangguan stress pascatraumatik adalah terapi

perilaku, terapi kognitif, dan hypnosis. Banyak klinisi menganjurkan kombinasi antara

psikoterapi dengan SRRIs.

Obat yang digunakan dalam pengobatan gangguan stress pascatraumatik adalah

Serotonin-Specific Reuptake Inhibitors (SSRI), Mono-Amine Oxidase Inhibitors (MAOI), dan

anti konvulsan (carbamazepin). Penggunaan propanol juga dianjurkan.

16

Page 17: Post Traumatic Stres Disorder

Tabel 1 Kriteria Diagnostik PTSD dalam ICD-10 dan DSM-IV 1

17

Page 18: Post Traumatic Stres Disorder

18

Page 19: Post Traumatic Stres Disorder

DAFTAR PUSTAKA

1. Gelder M G, Juan J.L, Nancy A, Jaun J.L. New Oxford Textbook of Psychiatry. London :

Oxford University Press. 2003.

2. Glick, R.L, Jon S.B, Afrim B.F, Scott L.Z. Emergency Psichiatry Principles and Practice.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2008

3. Johnson S.L. Therapist’s Guide to Posttraumatic Stress Disorder Intervention. London :

Elsevier Inc. 2009

4. Nutt, D J. Posttraumatic Stress Disorder Diagnosis, Management, anf Treatment Second

Edition. London : Informa Healthcare.2009.

5. http://www.emedicinehealth.com/post-raumatic_stress_disorder_ptsd/article_em.htm

6. Maslim, Rusdi. PPDGJ III Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : FK Unika Atmajaya

Press.2003.

7. http://www.amerrescue.org/ptsd.htm

8. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/gangguan-stress-pasca-trauma.html

9. Kaplan, Sadock. Synopsis of Psychiatry, 7th Edition. Baltimore : William & Wilkins.

1993.

19