POST OPERATIF FRACTURE DI RSUD dr. KANUJOSO …repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1060/1/KTI HARY...
Transcript of POST OPERATIF FRACTURE DI RSUD dr. KANUJOSO …repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1060/1/KTI HARY...
1
KARYA TULIS ILMIAH
LITERATUR REVIEW ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
POST OPERATIF FRACTURE DI RSUD dr. KANUJOSO DJATIWIBOWO
BALIKPAPAN DAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
Oleh :
Nama : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN SAMARINDA
2020
2
KARYA TULIS ILMIAH
LITERATUR REVIEW ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
POST OPERATIF FRACTURE DI RSUD dr. KANUJOSO DJATIWIBOWO
BALIKPAPAN DAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
Oleh :
Nama : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN SAMARINDA
2020
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya
sendiri dan bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari karya tulis ilmiah orang
lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan
tinggi manapun baik sebagian maupun keseluruhan. Jika terbukti bersalah, saya
akan bersedi menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku .
Balikpapan,…………….
Yang menyatakan
Nama : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJIKAN
TANGGAL, 11 Mei 2020
Oleh
Pembimbing
Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd
NIDN.4008047301
Pembimbing Pendamping
Nurhayati,S.ST. M.Pd
NIDN. 4024016801
Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III Keperawatan
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim
Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep
NIP. 196803291994022001
iii
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan post operatif fracture
Di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Telah diuji
Pada tanggal 11 Mei 2020
PANITIA PENGUJI
Ketua Penguji :
Sri Hazanah, S.ST, SKM, M.P.H (………………………………)
NIDN. 1286270199
Penguji Anggota :
1. Ns. Asnah, S.Kep., M.Pd (………………………………)
NIDN. 4008047301
2. Nurhayati,S.ST. M.Pd (………………………………)
NIDN. 4024016801
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan Ketua Program Studi D-III Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes. Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep.
NIP. 19650825198503200 NIP. 196803291994022001
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Diri
1. Nama : Hary Handika Pratama
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Tempat, Tanggal Lahir : Balikpapan, 18 Mei 1996
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Mahasiswa
6. Alamat : Jl. Mulawarman Rt 17. Kelurahan Lamaru
B. Riwayat Pendidikan
1. TK Al - Fauzan Pariaman tahun 2001 – 2002
2. SDN 008 Pariaman tahun 2002 – 2004
SDN 009 Pekanbaru 2004 - 2007
3. SMPN 17 Pekanbaru tahun 2007 - 2010
4. SMK Taruna Mandiri Pekanbaru 2011 – 2012
PKBM Muhajirin Balikpapan 2013
5. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim Tahun 2017
sampai sekarang.
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala,
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullaah Shallallahu
‘alaihi wasallam, atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada saya
sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dalam rangka memenuhi
persyaratan ujian akhir program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Jurusan Keperawatan dengan judul “Literatur review Asuhan keperawatan pada
klien post operatif fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda ”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah saya banyak mengalami kesulitan
dan hambatan akan tetapi semuanya bisa dilalui berkat bantuan dari berbagai
pihak. Bersama ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. H. Supriadi B, S.Kp., M.Kep, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kaltim.
2. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
3. Ns. Andi Lis Arming G, M.Kep, selaku Ketua Program Studi D-III
Keperawatan Samarinda Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
vi
vii
4. Ns. Grace Carol Sipasulta, M.Kep., Sp. Kep. Mat, selaku penanggung jawab
prodi D-III Keperawatan Kelas Balikpapan Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kaltim.
5. Ns. Asnah, S. Kep, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah.
6. Nurhayati,S.ST. M.Pd selaku Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah.
7. Dosen-dosen dan seluruh staf Keperawatan Politeknik Kementerian Kesehatan
Kalimantan Timur yang telah membimbing dan mendidik penulis dalam masa
pendidikan.
8. Bapak zafni dan ibu Eka darmawati yang telah mendidik, membesarkan, dan
memotivasi penulis hingga sampai ketahap ini.
9. Dyan rahmatul afni, Al fikri rahmat diansyah dan az Zahra salsabila yang
selalu mendukung penulis dan selalu memberikan semangat.
10. Rekan-rekan mahasiswa/i Poltekkes Kemenkes Kaltim Jurusan Keperawatan
Prodi D-III Keperawatan Kelas Balikpapan.
Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan,
saran, serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan proposal ini.
Balikpapan, 07 Januari 2020
Hary Handika Pratama
vii
viii
ABSTRAK
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERATIF
FRACTURE DI RSUD dr. KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN
DAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2020”
Fracture merupakan terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma/ruda paksa atau tenaga
fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma. Kecelakaan di jalan raya
merupakan penyebab terbesar ke tiga diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan
depresi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kasus kecelakaan lalu
lintas di indonesia sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami fracture sebanyak
1.770 orang (8,5%). Prinsip penanganan fracture meliputi antara lain reduksi dan
imobilisas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran asuhan
keperawatan pada klien dengan post operatif fracture di RSUD dr. Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan Asuhan Keperawatan dengan melaksanakan asuhan sebagai unit
analisis. Unit analisis adalah klien dewasa dengan fracture. Metode pengambilan
data adalah dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi
dan pemeriksaan penunjang. Instrumen pengumpulan data menggunakan format
pengkajian Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku di Prodi
Keperawatan Poltekkes Kaltim.
Berdasarkan pada pengkajian, penegakkan diagnosa, intervensi,
implementasi dan hasil evaluasi, didapatkan data dari masing-masing klien
mengeluh nyeri pada area yang patah. Pada klien pertama ditemukan 4 diagnosa
keperawatan post operatif fracture, 2 diagnosa teratasi dan 2 diagnosa sebagian
teratasi. Diagnosa yang teratasi pada klien pertama yaitu nyeri akut dan resiko
jatuh. Sedangkan diagnosa yang sebagian teratasi yaitu gangguan intergritas kulit
dan gangguan mobilitas fisik. Pada klien kedua ditemukan 5 diagnosa
keperawatan post operatif fracture yaitu nyeri akut, gangguan mobilitas fisik,
perfusi perifer tidak efektif, defisit perawatan diri dan resiko jatuh dan semua
diagnosa keperawatan dapat teratasi.
Dapat disimpulkan bahwa setiap klien dengan fracture memiliki respon
yang berbeda terhadap penyakitnya. Diharapkan perawat lebih mampu melakukan
asuhan keperawatan secara komprehensif serta meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien pre dan post
operatif fracture.
Kata kunci: Fracture, Asuhan Keperawatan
viii
ix
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viiix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiiiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 6
2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1. Bagi peneliti .......................................................................................... 7
2. Bagi tempat penelitian ........................................................................... 8
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan ................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis ................................................................................. 9
1. Definisi .................................................................................................. 9
ix
x
2. Anatomi Fisiologi Tulang .................................................................... 10
3. Etiologi ................................................................................................ 15
4. Patofisiologi ........................................................................................ 16
5. Manisfestasi klinis ............................................................................... 17
6. Penatalaksanaan ................................................................................... 18
7. Pemeriksaan penunjang........................................................................ 18
8. Komplikasi .......................................................................................... 19
9. Pathway ............................................................................................... 22
B. Konsep asuhan keperawatan pada klien pre dan post operatif fracture .... 39
1. Pengkajian ........................................................................................... 39
2. Diagnosa keperawatan ......................................................................... 43
3. Intervensi ............................................................................................. 56
4. Implementasi keperawatan ................................................................... 61
5. Evaluasi keperawatan........................................................................... 62
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan (Desain Penelitian) ............................................................... 65
B. Subyek Penelitian .................................................................................... 65
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional) ..................................................... 66
E. Prosedur Penelitian .................................................................................. 67
F. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data .............................................. 67
G. Keabsahan Data....................................................................................... 68
H. Analisis Data ........................................................................................... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ....................................................................................................... 71
B. Pembahasan .......................................................................................... 120
x
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 158
B. Saran ..................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 162
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 rangka axial dan rangka appendicular………………………11
Gambar 2.2 lima kelompok tulang berdasarkan bentuk…………..………13
xii
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Pathway pre operatif fracture………………………………………22
Bagan 2.2 Pathway post operatif fracture........................................................23
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi Pre Operatif Fracture Nyeri Akut…………………………..42
Tabel 2.2 Intervensi Pre Operatif Fracture Perfusi Perifer Tidak Efektif………..42
Tabel 2.3 Intervensi Pre Operatif Fracture Gangguan Integritas Kulit…………..43
Tabel 2.4 Intervensi Pre Operatif Fracture Gangguan Mobilitas Fisik…………..43
Tabel 2.5 Intervensi Pre Operatif Fracture Risiko Syok………………………....44
Tabel 2.6 Intervensi Pre Operatif Fracture Risiko Infeksi…………………….....44
Tabel 2.7 Intervensi Post Operatif Fracture Nyeri Akut………………………....45
Tabel 2.8 Intervensi Post Operatif Fracture Gangguan Mobilitas Fisik………....45
Tabel 2.9 Intervensi Post Operatif Fracture Risiko Infeksi………………………46
Tabel 3.0 Intervensi Post Operatif Fracture Risiko Cedera………………………46
Tabel 4.1 Hasil anamnesis klien dengan fracture………………………………....60
Tabel 4.2 Hasil observasi dan pemeriksaan fisik klien 1 dan klien 2……………..63
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan penunjang klien 1 dan klien 2……………………...73
Tabel 4.4 Hasil penatalaksanaan terapi klien 1 dan klen 2………………………..74
Tabel 4.5 Hasil analisa data pada klien 1 dengan close fracture femur …………..74
Tabel 4.6 Hasil analisa data pada klien 2 dengan post operatif femur…………....76
Tabel 4.7 Perencanan pada klien 1 dan klien 2 dengan post operatif fracture........80
Tabel 4.8 Implementasi keperawatan pada klie 1 dengan post operatif fracture….85
Tabel 4.9 Implementasi keperawatan pada klien 2 dengan post operatif fracture...94
Tabel 4.10 Evaluasi asuhan keperawatan pada klien 1…………………………….98
Tabel 4.11 Evaluasi asuhan keperawatan pada klien 2……………………….......102
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Konsultasi
Lampiran 2 Bab IV Karya Tulis Ilmiah (Krisdiyana)
Lampiran 3 Laporan Dinas Asuhan keperawatans
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian sehat yang dikemukakan oleh World Health
Organization (WHO) ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi
biologis, psiologis, dan sosial sehingga seseorang dapat melakukan
aktifitas secara optimal. Konsep “sehat”, WHO merumuskan dalam
cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik,
mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan
atau cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit
atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu
dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik,
mental, maupun sosial. (Ihtisan, 2017).
Keadaan sehat baik fisik, mental maupun sosial manusia
tergantung seberapa tingginya tingkat aktivitas dan mobilitas manusia.
Indonesia merupakan negara berkembang yang tingkat mobilitas dan
kebutuhan warganya terus meningkat dari tahun ke tahun, pastinya merasa
kesulitan mengatur waktu karena waktu yang mereka miliki tidak
sebanding dengan aktifitas dan kebutuhan yang harus mereka lakukan,
akibatnya terburu buru dan kurangnya kehati-hatian dalam beraktivitas.
1
2
Hal ini umumnya memicu terjadinya kecelakaan dalam bekerja
maupun kecelakaan bermotor yang akan menyebabkan cedera. Cedera
yang sering kita jumpai dari kejadian tersebut adalah penyakit
musculoskeletal, seperti tendinitis, ostheoarthritis dan fracture.(Ririn
Purwanti, 2017).
Penyakit muskuloskeletal adalah salah satu penyakit dan cedera
yang banyak ditemukan di hampir seluruh dunia, bahkan WHO sudah
menetapkan bahwa dalam 10 tahun terakhir sebagai “The Bone and Joint
Decade”. (Ramadhani, Romadhona, Djojosugito, Dyana, & Rukanta,
2019). Cedera adalah kondisi seseorang yang mempunyai ganggua fisik
seperti hilangnya sebagian atau kurang berfungsinya anggota badan sebgai
akibat dari trauma yang pernah dialami. (Kemenkes RI, 2018).
Trauma merupakan suatu cedera atau rudapaksa yang dapat
mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal
dapat berupa luka (vulnus), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau
robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau rupture),
gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf. Cedera pada tulang
menimbulkan patah tulang (fracture) dan dislokasi. Fracture merupakan
istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun
sebagian. Fracture disebabkan oleh trauma dan bisa terjasi akibat adanya
tekanan yang berlebihan dibandingkan dengan kemampuan tulang dalam
menahan tekanan.(Anjaswati Buana, 2019).
3
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fracture terjadi di
dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka
prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kurang lebih
18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010
meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%.
Terjadinya fracture te rsebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan,,
cedera olah raga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain
sebagainya.(Djamal, Rompas, & Bawotong, 2015).
Proporsi jenis cedera berupa fracture (patah tulang) di Indonesia 5,5%.
Sedangkan proporsi jenis cedera fracture (patah tulang) menurut provinsi
di Indonesia pada tahun 2018 di provinsi Kalimantan Timur proporsi jenis
cedera fracture adalah 3.5% (Kemenkes RI, 2018). Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018, di Indonesia fracture terjadi diakibatkan oleh
cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan ada sebanyak
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fracture sebanyak 1.775 orang
(3,8%). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang
mengalami fracture sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma
benda tajam/tumpul sebanyak 236 orang (1,7%). (Kemenkes RI, 2018).
Terjadinya suatu fracture ditentukan oleh kekuatan, sudut dan
tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Tipe fracture
berdasar atas hubungan tulang dengan jaringan di sekitarnya dibagi
menjadi fracture terbuka dan fracture tertutup. Fracture terbuka adalah
4
fracture yang merusak jaringan kulit sehingga terdapat hubungan fragmen
tulang dengan dunia luar, sedangkan fracture tertutup merupakan fracture
tanpa hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Fracture yang
disebabkan oleh peristiwa trauma (traumatic fracture) dapat terjadi pada
kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu lintas. (Ramadhani et al., 2019).
Masalah yang sering muncul pada klien fracture yang berada diruang
perawatan yaitu edema atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak
sendi, penurunan kekuatan otot. (Nurarif Huda, 2015).
Fracture dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang
mengalami fracture, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk
menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Prinsip penanganan fracture
meliputi antara lain reduksi dan imobilisasi. Reduksi fracture berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Sedangkan imobilisasi dapat dilakukan
dengan metode eksterna dan interna. Metode eksternal meliputi
pembalutan, gips dan pembidaian. Sedangkan metode internal meliputi
pemasangan implan logam sebagai bidai interna. Metode eksternal dan
internal untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi status
neurovaskuler. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan. (Nurarif Huda, 2015). Sedangkan
kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui latihan rentang
gerak yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang dievaluasi secara
5
aktif, yang merupakan kegiatan penting pada periode post operatif guna
mengembalikan kekuatan otot klien. (Ririn Purwanti, 2017).
Tindakan operasi merupakan pengalaman menegangkan bagi sebagian
klien, hal ini dikarenakan oleh takut pada anastesi, takut terhadap nyeri
dan kematian, takut tentang ketidaktahuan atau takut tentang deformitas
atau ancaman lain terhadap citra tubuh sehingga menyebabkan kecemasan.
Pada periode pre operatif klien dapat mengalami kecemasan kemungkinan
karena merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang
dapat dianggap klien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam
hidup, integritas tubuh, bahkan kelangsungan hidup klien itu sendiri.(Trise
& Nuriala, 2015).
Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan
klien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat
penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan
klien. Termasuk salah satunya dalam perawatan klien saat pre operatif.
Perawatan pre operatif yang efektif dapat mengurangi resiko post operatif.
Pada periode post operatif dibutuhkan peran perawat dalam proses
penyembuhan dengan perawatan yang tepat dalam melakukan tahapan-
tahapan asuhan keperawatan. (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Berdasarkan data rekam med is di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwobowo
didapatkan data bahwa dalam dua tahun terakhir kasus klien dengan
diagnosa Facture di ruangan Flamboyan B mengalami peningkatan.
6
Selama Tahun 2019 kasus klien dengan diagnosa fracture di ruangan
flamboyan B adalah sebanyak 296 kasus. Sedangkan data kasus klien
dengan diagosa fracture diruangan falmboyan B selama tahun 2018 adalah
sebanyak 186 kasus. (Rekam Medic RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo,
2019). Sehingga dalam hal ini penulis tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan pada Klien dengan pre dan post Operatif Fracture di RSUD
dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan tahun 2020 secara komprehensif
guna memperoleh gambaran secara nyata.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan
masalah ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
pre dan post operatif Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan tahun 2020?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan proposal karya tulis ilmiah ini dibedakan
menjadi dua tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan Pre dan
Post operatif Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun
2020 ?
7
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji klien dengan pre dan post operatif fracture di RSUD
dr. Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan pre dan
post opertif fracture di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan.
c. Menyususn perencanaan keperawatan pada klien dengan pre dan
post operatif fracture di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan pre dan
post operatif fracture di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan.
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan
post operatif fracture di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Hasil karya tulis ilmiah diharapkan dapat menjadikan pengalaman
belajar di lahan praktik dan dapat meningkatkan pengetahuan
peneliti tentang asuhan keperawatan klien dengan Pre dan Post
Operatif fracture yang dilakukan di RSUD dr. Kanudjoso
Djatiwibowo Balikpapan.
8
2. Bagi tempat penelitian
Hasil karya tulis ilmiah diharapkan dapat memberikan masukan
atau saran dan bahan dalam merencanakan Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Pre dan Post Operatif Fracture di RSUD dr.
Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil karya tulis ilmiah diharapkan dapat memperoleh gambaran
tentang aplikasi teori Asuhan Keperwatan pada Klien dengan Pre
dan Post Operatif Fracture secara langsung.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Fracture merupakan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut dan tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang yang akan
menentukan apakah fracture yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fracture lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fracture tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Noor,
2017).
Tipe fracture berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan di
sekitarnya dibagi menjadi fracture terbuka dan fracture tertutup. Fracture
terbuka adalah fracture yang merusak jaringan kulit sehingga terdapat
hubungan fragmen tulang dengan dunia luar, sedangkan fracture tertutup
merupakan fracture tanpa hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar.
Fracture yang disebabkan oleh peristiwa trauma (traumatic fracture)
dapat terjadi pada kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu lintas.
(Ramadhani et al., 2019).
9
10
2. Anatomi Fisiologi Tulang
a. Anatomi Tulang
Tulang merupakan sebuah jaringan tubuh kita yang sangat kuat,
terletak di dalam tubuh dan tersusun atas zat organik serta zat
anorganik. Tulang hidup mengandung kurang lebih 50% air dan 50%
zat padat dan tubuh manusia terdiri atas kurang lebih 206 buah tulang.
Tanpa adanya tulang, tubuh kita pasti tidak akan mampu berdiri tegak
dan juga tidak akan bisa bergerak bebas. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang dengan melalui proses Osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut yang
disebut Oesteoblast proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium. System rangka ini dipelihara oleh system haversian
yaitu system yang berupa rongga yang ditengahnya terdapat pembuluh
darah. (Bagus Kuntoadi, 2019).
b. Pembagian tulang
Tulang mempunyai dua bagian besar (Bagus Kuntoadi, 2019):
1) Tulang axial (tulang pada kepala dan badan) seperti : Tulang
kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang rusuk
dan sternum.
2) Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki) seperti:
extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius,
telapak tangan), extremitas bawah (pelvis, femur, patella, tibia,
radius, telapak kaki).
11
Gambar 2.1 rangka axial dan rangka appendicular
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya
(Pearce Evelyn, 2016) :
1) Long bone
Long bone terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis
dan dua ujung yang disebut epifisi. Disebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Diantara epifisis dan metafisis
12
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblast, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh
jaringan tulang yang padat.
Estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen bersama dengan testoteron, merangsang fusi
lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga
yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang. Contoh tulang panjang yaitu femur, humerus.
2) Short Bone (Tulang pendek)
Bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous dengan sutu
lapisan luar dari tulang yang padat. Contoh tulang pendek yaitu
carpals.
3) Flat bone (Tulang Pipih)
Flat bone berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih terdiri dari
dua lapisan jaringan tulang keras dengan di tengahnya lapisan
tulang seperti spons. Tulang ini dijumpai di tempat yang
memerlukan perlindungan, seperti pada tulang tengkorak, tulang
panggul, tulang rusuk dan tulang belikat.
13
4) Irregular bone (Tulang yang tidak beraturan)
Sama seperti dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak
beraturan yaitu vertebra.
5) Tulang sesamoid
Merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella.
Gambar 2.2 lima kelompok tulang berdasarkan bentuk
pembentukan tulang dan membran. Membran jaringan ikat yang
menjadi asal tulang pipih, misalnya tulang tengkorak, mendapat
persediaan darah yang sangat berlimpah. Osifikasi atau pembentukan
tulang mulal dan pusat-pusat tertentu dan berlangsung dengan cara
pelipatgandaan sel dalam membran sampai terbentuk sebuah jalinan
14
halus dan tulang. Dengan demikian terbentuk tulang pipih yang terdiri
atas dua lapisan jaringan tulang yang padat dan keras berlapis
periosteum yang terpisah satu dengan lainnya oleh sebuah lapisan
tulang interstisial yang minip Janingan tulang kanselus (bentuk jala).
Pembentukan tulang dan tulang rawan (osifikasi tulang rawan).
Sewaktu embrio berkembang semua tulang pipa pada mulanya berupa
batang-batang tulang rawan yang diselubungi penikondrium (membran
yang menutupi tulang rawan). Sebuah pusat osifikasi pertama yang
disebut diaflsis tampak di tengah jaringan yang kelak akan menjadi
tulang berkembang. (Pearce Evelyn, 2016).
Perikondnium menjadi periosteum dan semua sel tulang
ditemparkan sedemikian sehingga tulang dapat tumbuh, baik
sirkumferens (melingkar) maupun memanjang. Karena fungsi
periosreum itulah, ahli bedah sangat berhati-hati bila mengoperasi
tulang. Ia akan mengembalikan periosteum ke kedudukan semula,
sebab dan sinilah pembentukan tulang baru berasal. Kini rulang yang
sedang tumbuh ini terdiri atas batang (diafisis), dan dua ujung
(epifisis). Kemudian dalam proses perkembangan selanjutnya timbul
sebuah pusat osifikasi kedua di setiap ujung atau epifisisnya. Dan
selanjurnya osifikasi bermula dan smi dan meluas ke arah batang dan
sekaligus juga ke arah ujung setiap eplfisis. Ujung tulang (diafisis) dan
setiap ujung (epifisis) tetap ada selapis tulang rawan. Lapisan ini
15
disebut culang rawan epifiseal yang tetap ada sampai tulang menjadi
dewasa. (Pearce Evelyn, 2016).
c. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut (Pearce Evelyn, 2016) :
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-
paru).
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
4) Membentuk sel-sel darah merah dalam sum-sum tulang
belakang.
5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium dan fosfor.
3. Etiologi
Klasifikasi fracture (Nurarif Huda, 2015) :
a. Klasifikasi etiologis
1) Fracture traumatic, terjadi pada tulang karna adanya trauma
akibat benturan benda tumpul serta tekanan.
2) Fracture patologis, terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
16
3) Fracture stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fracture stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
b. Klasifikasi klinis
1) Fracture tertutup (simple fracture), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fracture terbuka (compound fracture), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karna adanya
perlukaan kulit.
3) Fracture dengan komplikasi, misal malunion delayed union, non
union, infeksi tulang.
c. Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi yaitu diafisal, metafisial, intra-artikular, fracture
dengan dislokasi.
2) Menurut ekstensi yaitu F. Total, F. tidak total, F. buckle atau
torus.
3) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
tidak bergeser, bergeser (angulasi, rotasi, distraksi, over riding,
impaksi).
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
17
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fracture, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan adanya vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.(Noor, 2017).
Pada kondisi trauma di perlukan gaya besar untuk mematahkan
tulang pada dewasa. Biasanya klien mengalami multiple trauma yang
menyertainya. Secara klinis fracture femur sering di dapatkan adanya
kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi
peningkatan resiko syok. (Noor, 2017).
5. Manisfestasi klinis
Menurut (Nurarif Huda, 2015) :
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri pembengkakan.
c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari keringgian atau
jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga).
d. Gangguan fungsi anggota gerak.
e. Deformitas.
18
f. Kelainan gerak.
g. Krepitasi dengan gejala-gejala lain.
6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fracture melliputi (Nurarif Huda, 2015) :
a. Reduksi
Reduksi fracture berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup,
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
Redaksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
b. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan
tulang yang mengalami fracture adalah sekitar 3 bulan.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang (Nurarif Huda, 2015):
a. X-ray
Menentukan lokasi/luasnya fracture.
19
b. Scan tulang
Memperlihatkan fracture lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Anteriogram
Dilakukan untuk memastikaan ada tidaknya kerusakan vascular.
d. Hitung darah lengkap
hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
e. Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera
hati.
8. Komplikasi
Komplikasi pada fracture di antaranya yaitu (Ardian, 2015) :
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada
bagian distal, hematom melebar dan dingin pada ekstremitas
yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan
posisi pada bagian yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
20
2) Sindrome kompartemen
Komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,
tulang, saraf, pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di
sebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan dan
penyangga.
3) Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang
mengakibatkan komplikasi serius pada fracture tulang panjang,
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menurun. Ditandai dengan adanya gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.
4) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fracture terbuka tapi dapat
terjadi juga pada penggunaan bahan lain dalam pembedahan,
seperti pin dan plat yang tepasang didalam tulang. Sehingga
pada kasus fracture resiko infeksi yang terjadi lebih besar baik
karena penggunaan alat bantu maupun prosedur invasif.
21
5) Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga
menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya
iskemia volkma.
6) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kepiler sehingga menyebabkan
oksigenasi menurun.
b. Komplikasi lama
1) Delayed union
Kegagalan fracture terkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena
suplai darah ketulang menurun.
2) Non union
Komplikasi ini terjadi karena adanya fracture yang tidak
sembuh antara 6 sampai 8 bulan dan tidak di dapatkan
konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis.
Sehingga fracture dapat menyebabkan infeksi.
3) Mal- union
Keadaan ketika fracture menyembuh pada saatnya tapi
terdapat deformitas (perubahan bentuk tulan g) yang berbentuk
angulasi.
22
9. Pathway
Bagan 2.1 Pathway Pre Operatif Fracture
Sumber : (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam (PPNI, 2017).
Fracture
Trauma
Langsung
Kondisi patologis Trauma tidak langsung
Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri Akut
Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang
Tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dr kapiler
Melepaskan katekolamin
Kehilangan metabolisme asam
lemak & vol. cairan
Terdapat edema jaringan lunak
yg bergabung dg trombosit
Pembentukan emboli
Menyumbat pembuluh darah
Penekanan pembuluh darah
Edema
Protein plasma hilang
Pelepasan histamin
Peningkatan Tekanan kapiler
Spasme otot Pergeseran fragmen
tulang
Deformitas
Ggn fungsi ekstrimitas
Ggn Mobilitas Fisik
Laserasi kulit
Perfusi perifer tidak efektif Ggn Integritas Kulit
Putus vena / arteri
Perdarahan
Kehilangan vol cairan Risiko Syok
Resiko Infeksi
23
Bagan 2.2 Pathway Post Operatif Fracture
Sumber : (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017).
Rangsangan mediator kimia
(prostaglandin)
Terputusnya kontinuitas
jaringan sekitar
Nyeri timbul saat bergerak
Afferent
Cortex cerebri
Nyeri di persepsikan
Nyeri Akut
Perawatan luka kurang steril
Kuman mudah masuk
Risiko Infeksi
Pembatasan aktivitas
Ggn Mobilitas Fisik
Kelemahan agt gerak
Risiko Cedera
Adanya tindakan rekontruksi pd
tulang (pembedahan)
Fracture
39
B. Konsep asuhan keperawatan pada klien pre dan post operatif fracture
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini
semua data di kumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus di lakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien.
Secara umum pengkajian pada fracture meliputi (Noor, 2017) :
a. Identitas klien berupa nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, status perkawinan, suku bangsa, tanggal masuk,
nomor registrasi dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama, pada umumnya keluhan pada fracture adalah rasa
nyeri.
c. Riwayat penyakit sekarang, berupa kronologi kejadian terjadinya
penyakit sehingga bisa terjadi penyakit seperti sekarang.
d. Riwayat penyakit dahulu,ditemukan kemungkinan penyebab fracture
dan petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
e. Riwayat penyakit keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fracture.
f. Riwayat psikososial merupakan respon emosi klien terhadap penyakit
yang di derita dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat yang
mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
40
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fracture biasanya klien merasa takut akan mengalami
kecacatan, maka klien harus menjalani penatalaksanaan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu diperlukan pengkajian
yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, penggunaan alkohol,
klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Klien
fracture harus mengkonsumsi nutrisi yang lebih dari kebutuhan
sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C untuk
membantu proses penyembuhan.
3) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau untuk mengetahui
adanya kesulitan atau tidak. Hal yang perlu dikaji dalam eliminasi
berupa buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
4) Pola tidur dan istirahat
Klien biasanya merasa nyeri dan gerakannya terbatas sehingga dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
5) Pola aktifitas
Pola aktifitas Adanya nyeri dan gerak yang terbatas, aktifitas klien
menjadi berkurang dan butuh bantuan dari orang lain.
6) Pola hubungan dan peran
41
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
menjalani rawat inap di Rumah Sakit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien fracture akan timbul ketakutan akan kecacatan akibat fracture,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktifitas secara optimal
dan gangguan citra tubuh.
8) Pola sensori dan kognitif
Berkurangnya daya raba terutama pada bagian distal fracture
9) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta nyeri
10) Pola penanggulangan stress
Pada klien fracture timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, takut
mengalami kecacatan dan fungsi tubuh.
11) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik karena rasa nyeri
dan keterbatasan fisik.
12) Pemeriksaan Fisik
Terdapat dua pemeriksaan umum pada fracture yaitu gambaran
umum dan keadalan lokal berupa :
a) Gambaran umum Pemeriksa perlu memperhatikan pemeriksaan
secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut
42
(1) Keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda seperti berikut ini :
(a) Kesadaran klien yaitu apatis, sopor, koma, gelisah dan
komposmentis.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan,
sedang, berat, dan pada kasus fracture biasanya akut.
(2) Tanda- tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
(3) Pemeriksaan dari kepala ke ujung jari kaki atau tangan harus
diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler.
b) Keadaan lokal
1) Look yaitu melihat adanya suatu deformitas (angulasi atau
membentuk sudut, rotasi atau pemutaran dan pemendekan),
jejas, tulang yang keluar dari jaringan lunak, sikatrik (jaringan
parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi),
warna kulit, benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal) serta posisi dan bentuk
dari ekstremitas (deformitas).
2) Feel yaitu adanya respon nyeri atau ketidaknyamanan, suhu
disekitar trauma, fluktuasi pada pembengkakan, nyeri tekan
(tenderness), krepitasi, letak kelainan (sepertiga proksimal,
tengah atau distal).
43
3) Move yaitu gerakan abnormal ketika menggerakkan bagan
yang cedera dan kemampuan Range Of Motion (ROM)
mengalami gangguan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang beransung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
fracture menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma, (2016) dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam (PPNI,
2017).
a. Pre Operatif Fracture :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (misal,
trauma).
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan vena.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (mis.
penekanan pada tonjolan tulang, gesekan).
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang.
44
5) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer (kerusakan integritas kulit).
6) Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
b. Post Operatif Fracture:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. prosedur
operasi).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
3) Risiko cedera berhubungan dengan ketidakamanan transportasi.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi klien pre dan post
operatif fracture menurut (Nurarif Huda, 2015),
dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI,
2017) :
Pre Operatif Fracture :
a. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
Agen pencedera fisik (misalnya. trauma).
3) Batasan Karakteristik
45
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Klien mengeluh nyeri
(2) Tampak meringis
(3) Bersikap protektif (misalnya. waspada, posisi menghindari
nyeri)
(4) Gelisah
(5) Frekuensi nadi meningkat
(6) Sulit tidur
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain:
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Naksu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
46
d) Sindrom coroner akut
e) Glaucoma
b. Perfusi perifer tidak efektif
1) Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler dapat mengganggu
metabolisme tubuh.
2) Penyebab
Penurunan aliran arteri dan/atau vena.
3) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Pengisian kapiler lebih dari 3 detik
(2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
(3) Akral teraba dingin
(4) Warna kulit pucat
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Parastesia
(2) Nyeri ekstrimitas
(3) Edema
(4) Penyembuhan luka lambat
47
(5) Indeks ankle-brachial kecil dari 0,90
(6) Bruit femoralis
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Tromboflebitis
b) Diabetes melitus
c) Anemia
d) Gagal jantung kongestif
e) Kelainan jantung kongenital
f) Trombosis arteri
g) Varises
h) Trombosis vena dalam
i) Sindrom kompartemen
c. Gangguan intergritas kulit
1) Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligament).
2) Penyebab
Faktor mekanis (misalnya, penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan).
48
3) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Imobilisasi
b) Gagal jantung kongestif
c) Gagal ginjal
d) Diabetes mellitus
e) Imunodefisiensi (misalnya. AIDS).
d. Gangguan mobilitas fisik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstrimitas
secara mandiri.
2) Penyebab
49
Kerusakan integritas struktur tulang.
3) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Klien mengeluh sulit menggerakkan ekstrimitas
(2) Kekuatan otot menurun
(3) Rentang gerak menurun
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Nyeri saat bergerak
(2) Enggan melakukan pergerakan
(3) Merasa cemas saat bergerak
(4) Sendi kaku
(5) Gerakan tidak terkoordinasi
(6) Gerakan terbatas
(7) Fisik lemah
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Cedera medulla spinalis
c) Trauma
d) Fracture
50
e) Osteoarthritis
f) Ostemalasia
g) Keganasan
e. Resiko infeksi
1) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
2) Faktor Risiko
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas
kulit).
3) Kondisi Klinis Terkait
a) AIDS
b) Luka bakar
c) Penyakit paru obstruktif kronis
d) Diabetes mellitus
e) Tindakan invasive
f) Kondisi penggunaan terapi steroid
g) Penyalahgunaan obat
h) Kanker
i) Gagal ginjal
j) Imunosupresi
k) Lymphedema
l) Leukositopenia
m) Gangguan fungsi hati
51
f. Risiko Syok
1) Definisi
Beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.
2) Faktor Risiko
Kekurangan volume cairan.
3) Kondisi Klinis Terkait
a) Perdarahan
b) Trauma multiple
c) Pneumothoraks
d) Infark miokard
e) Kardiomiopati
f) Cedera medulla spinalis
g) Anafilaksis
h) Sepsis
i) Koagulasi intravaskuler diseminata
j) Sindrom respons inflamasi sistemik
Post Operatif Fracture :
a. Nyeri Akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
52
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
Agen pencedera fisik (misalnya. prosedur operasi).
3) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Klien mengeluh nyeri
(2) Tampak meringis
(3) Bersikap protektif (misalnya. waspada, posisi menghindari
nyeri)
(4) Gelisah
(5) Frekuensi nadi meningkat
(6) Sulit tidur
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
53
(6) Berfokus pada diri sendiri
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom coroner akut
e) Glaucoma
b. Gangguan Mobilitas Fisik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstrimitas
secara mandiri.
2) Penyebab
Nyeri.
3) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
(1) Klien mengeluh sulit menggerakkan ekstrimitas
(2) Kekuatan otot menurun
(3) Range of motion (ROM) menurun
b) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri
akut antara lain :
54
(1) Nyeri saat bergerak
(2) Enggan melakukan pergerakan
(3) Merasa cemas saat bergerak
(4) Sendi kaku
(5) Gerakan tidak terkoordinasi
(6) Gerakan terbatas
(7) Fisik lemah
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Cedera medulla spinalis
c) Trauma
d) Fracture
e) Osteoarthritis
f) Ostemalasia
g) Keganasan
c. Risiko Cedera
1) Definisi
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
2) Faktor Risiko
Ketidakamanan transportasi.
3) Kondisi Klinis Terkait
55
a) Kejang
b) Sinkop
c) Vertigo
d) Gangguan penglihatan
e) Gangguan pendengaran
f) Penyakit Parkinson
g) Hipotensi
h) Kelainan nervus vestibularis
i) Retardasi mental
d. Risiko Infeksi
1) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
2) Faktor Risiko
Efek prosedur invasif.
3) Kondisi Klinis Terkait
a) AIDS
b) Luka bakar
c) Penyakit paru obstruktif kronis
d) Diabetes mellitus
e) Tindakan invasif
f) Kondisi penggunaan terapi steroid
g) Penyalahgunaan obat
56
h) Kanker
i) Gagal ginjal
j) Imunosupresi
k) Lymphedema
l) Leukositopenia
m) Gangguan fungsi hati
3. Intervensi
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018) :
a. Nyeri Akut
Tabel 2.1 Intervensi Pre Operatif Fracture Nyeri Akut
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif
Tabel 2.2 Intervensi Pre Operatif Fracture Perfusi Perifer Tidak Efektif
Tujuan Intervensi
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama Klien
menyatakan nyeri hilang/berkurang, dengan kriteria hasil:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun f. Perasaan takut mengalami
cedera berulang menurun
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 7. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik
57
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama diharapkan
perfusi perifer dapat teratasi dengan
kriteria hasil : a. Penyembuhan luka meningkat
b. Edema perifer menurun
c. Nyeri ekstremitas menurun
d. Parastesia menurun e. kelemahan otot menurun
f. Tekanan darah sistolik
membaik g. Tekanan darah diastolik
membaik
1. Periksa srkulasi perifer (misal, nadi perifer, edema, pengisian kapiler)
2. Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi (misal, diabetes, perokok, kadar kolesterol tinggi)
3. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
4. Hindari pemasangan tourniquet pada area yang cedera
5. Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat 6. Kolaborasi pemberian analgesic
7. Kolaborasi pemberian kortikosteroid
c. Gangguan Integritas Kulit
Tabel 2.3 Intervensi Pre Operatif Fracture Gangguan Integritas Kulit
d. Gangguan Mobilitas Fisik
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama diharapkan integritas kulit tidak mengalami kerusakan lebih jauh,
dengan kriteria hasil :
a. Perfusi jaringan meningkat
b. Elastisitas meningkat c. Nyeri yang drasakan menurun
d. Perdrahan menurun
e. Kemerahan menurun f. Hematoma menurun
g. Pigmentasi abnormal menurun
h. Nekrosisi menurun
1. Identifikasi penyebab ganggua intergritas
kulit (misal, perubahan nutrisi, penurunan mobilitas)
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Hindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering 4. Anjurkan menggunakan pelembab
(misalnya, lotion, serum)
5. Anjurkan minum air yang cukup 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Kolaborasi pemberian antibiotik
8. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
Tujuan Intervensi
58
Tabel 2.4 Intervensi Pre Operatif Fracture Gangguan Mobilitas Fisik
e. Risiko Syok
Tabel 2.5 Intervensi Pre Operatif Fracture Risiko Syok
f. Risiko Infeksi
Tabel 2.6 Intervensi Pre Operatif Fracture Risiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tind akan asuhan
keperawatan selama diharapkan
gangguan mobilitas fisik dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas
meningkat
b. Kekuatan otot meningkat c. Range Of Motion (ROM)
meningkat
d. Nyeri menurun e. Kecemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan terbatas menurun h. Kelemahan fisik menurun
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi
3. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat
bantu (misalnya, tongkat, kruk)
4. Fasilitasi klien melakukan mobilisasi 5. Libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam meningkatkan ambulansi
6. Jelaskan tujuan da prosedur ambulansi 7. Anjurkan melakukan ambunlasi dini
8. Ajarkan ambulansi sederhana yang harus
dilakukan (misalnya, berjalan dari tempat tidur ke kursi roda)
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama diharapkan
klien dapat terhindar dari risiko syok,
dengan kriteria hasil: a. Kekuatan nadi meningkat
b. Saturasi oksigen meningkat
c. Akral dingin menurun
d. Pucat menurun e. Letargi menurun
f. Asidosidosis metabolic
menurun g. Tekanan darah membaik
1. Monitor status kardiopulmonal 2. Monitor status cairan
3. Monitor tingkat kesadaran dan respon
pupil 4. Pasang jalur IV
5. Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urin
6. Jelaskan penyebab resiko syok 7. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
8. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral 9. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
59
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama …. diharapkan
klien dapat terhindar dari risiko
infeksi, dengan kriteria hasil: a. Demam menurun
b. Nyeri menurun
c. Kemerahan menurun
d. Bengkak menurun e. Cairan berbau busuk menurun
f. Kultur dara meningkat
g. Kadar sel darah putih meningkat
h. Kebersihan tangan meningkat
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan klien dan lingkungan klien
5. Pertahankan tehnik aseptik pada klien beresiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan 9. Kolaborasi pmberian obat
Post Operatif Fracture
a. Nyeri Akut
Tabel 2.7 Intervensi Post Operatif Fracture Nyeri Akut
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama Klien menyatakan
nyeri hilang/berkurang, dengan kriteria hasil:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun
f. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
7. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik
b. Gangguan Mobilitas Fisik
Tabel 2.8 Intervensi Post Operatif Fracture Gangguan Mobilitas Fisik
Tujuan Intervensi
60
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama diharapkan
gangguan mobilitas fisik dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas
meningkat
b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak (ROM)
meningkat
d. Nyeri menurun e. Kecemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan terbatas menurun h. Kelemahan fisik menurun
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi
3. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan
alat bantu (misalnya, tongkat, kruk)
4. Fasilitasi klien melakukan mobilisasi 5. Libatkan keluarga untuk membantu
klien dalam meningkatkan ambulansi
6. Jelaskan tujuan da prosedur ambulansi 7. Anjurkan melakukan ambunlasi dini
8. Ajarkan ambulansi sederhana yang
harus dilakukan (misalnya, berjalan dari tempat tidur ke kursi roda)
c. Risiko Infeksi
Tabel 2.9 Intervensi Post Operatif Fracture Risiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama diharapkan klien
dapat terhindar dari risiko infeksi,
dengan kriteria hasil: a. Demam menurun
b. Nyeri menurun
c. Kemerahan menurun
d. Bengkak menurun e. Cairan berbau busuk menurun
f. Kultur dara meningkat
g. Kadar sel darah putih meningkat
h. Kebersihan tangan meningkat
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien dan lingkungan
klien 5. Pertahankan tehnik aseptic pada
klien beresiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
8. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
9. Kolaborasi pmberian obat
d. Resiko cedera
Tabel 3.0 Intervensi Post Operatif Fracture Risiko Cedera
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan asuhan
keperawatan selama diharapkan klien dapat
terhindar dari risiko cedera , dengan kriteria
hasil:
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
(misal, kondisi fisik, fungsi kognitif, dan
riwayat perilaku)
2. Modifikasi lingkunagn untuk
61
1. Toleransi aktivitas meningkat 2. Kejadian cedera menurun
3. Luka/lecet menurun
4. Fracture menurun 5. Ekspresi wajah kesakitan menurun
6. Gangguan mobilitas menurun
7. Tekanan darah membaik
8. Frekuensi nadi membaik 9. Frekuensi nafas membaik
10. Pola istirahat dan tidur membaik
meminimalkan bahaya dan resiko 3. Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (misal, commode chair dan
pegangan tangan) 4. Gunakan perangkat pelindung (misal,
pengekangan fisik, rel samping, pagar
asur)
5. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi klien
6. Anjurkan berganti posisi secara perlahan
7. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok tentang resiko tinggi bahaya
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh
karena itu, jika intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam
perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada klien, maka tindakan
tersebut disebut implementasi keperawatan. Setiadi dalam Februanti, 2019.
Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan
di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di
harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang
telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Setiadi dalam
Februanti, 2019.
Komponen yang terdapat pada implementasi adalah :
a. Tindakan observasi
62
Tindakan observasi adalah tindakan yang ditujukan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data status kesehatan klien.
b. Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik adalah tindakan yang secara lansung dapat berefek
memulihkan status kesehatan klien atau dapat mencegah perburukan
masalah kesehatan klien.
c. Tindakan edukasi
Tindakan edukasi adalah tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan
kemampuam klien merawat dirinya dengan membantu klien
memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi masalah.
d. Tindakan kolaborasi
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang membutuhkan kerjasama
baik dengan perawat lainnya maupun dengan profesi kesehatan lainnya.
5. Evaluasi keperawatan
Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Terdapat dua jenis evaluasi Setiadi dalam Februanti,
2019 :
63
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
1) S (subjektif) yaitu Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
2) O (objektif) yaitu Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3) A (analisis) yaitu Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) yaitu Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
64
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.
65
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan (Desain Penelitian)
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif prinsipnya untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam.
tujuan peneitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang
fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian dan
lokasi penelitian. (Rukajat, 2018).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk literatur review
untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien post operatif
fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Pendekatan yang digunakan merupakan
pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan untuk diteliti dalam literatur
review asuhan keperawatan adalah dua klien dengan kasus fracture yang akan
di review secara rinci dan mendalam. Adapun kriteria sampel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Klien dengan post operatif fracture.
b. Klien dewasa berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
c. Klien sadar penuh dengan tingkat kesadaran composmentis. 51
66
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)
1. Fracture merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Salah satu penatalaksanaannya yaitu dengan tindakan operasi. Klien
dengan fracture dilakukan asuhan keperawatan pada saat sebelum dan
sesudah dilakukannya tindakan operasi. Pada kasus ini untuk menentukan
fracture adalah berdasarkan diagnosa medis dan tercatat didalam rekam
medik klien.
2. Asuhan keperawatan klien dengan fracture merupakan suatu proses
tindakan keperawatan dilakukan oleh seorang perawat yang diberikan
secara langsung kepada klien dengan pre dan post operatif fracture, baik
pada fracture tertutup maupun fracture terbuka dalam tatanan pelayanan
kesehatan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
menyusun intervensi, melaksanakan intervensi dan mengevaluasi asuhan
keperawatan pada fracture.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian pada study kasus ini dilakukan di ruang perawatan RSUD
dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda . Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02 April - 05
April 2019 dan pada tanggal 06 Mei- 08 Mei 2019 di ruang Angsoka RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
67
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1. Peneliti melakukan penyusunan usulan penelitian dengan metode studi
kasus.
2. Peneliti melakukan ujian proposal, setelah Karya Tulis Ilmiah disetujui
oleh penguji maka penelitian akan dilanjutkan dengan kegiatan
pengumpulan data.
3. Peneliti melakukan pencarian data literatur yang sesuai dengan kasus
4. Peneliti mengidentifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu
maupun melalui media internet.
5. Peneliti melapor ke pembimbing untuk konsultasi mengenai kasus yang
diperoleh.
6. Setelah disetujui oleh pembimbing kemudian peneliti membuat review
kasus dari kedua klien.
F. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan data pada penyusunan studi kasus ini antara
lain:
a. Wawancara
Wawancara yaitu hasil anamnesa berisi tentang identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan lain-lain.
Sumber data yang didapat bisa dari klien, keluarga atau rekam medik.
68
b. Observasi dan pemeriksaan fisik
Observasi dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan tehnik
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada tubuh klien.
c. Study dokumentasi
Study dokumentasi merupakan data yang didapatkan dari pemeriksaan
diagnostik.
2. Instrument Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format pengkajian
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data dimaksudkan untuk membuktikan kualitas data atau
informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data
dengan validitas. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi
instrument utama), keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu
pengamatan atau tindakan, sumber informasi tambahan menggunakan
triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagi
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Dalam penelitian menggunakan tiga teknik triangulasi yaitu :
1. Triangulasi sumber
69
Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang
berbedabeda dengan teknik yang sama. Misalnya melalui observasi dan
wawancara, peneliti bisa menggunakan observasi terlihat pada dokumen-
dokumen klien atau rekam medis, dan pemeriksaan penunjang yang dapat
berupa foto atau gambar.
2. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengmpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang
sama.
3. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu juga dapat mempengaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari saat narasumber
masih segar sehingga akan memungkinkan data yang lebih valid.
H. Analisis Data
Setelah mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan study
dokumentasi selanjutnya menggunakan analisis data Analisis data dilakukan
sejak peneliti di lahan penelitian, sewaktu pengumpulan data sampai dengan
semua data terkumpul. Teknik analisis data dapat dilakukan dapat dilakukan
dengan cara dengan mengumpulkan data-data dari penelitian yang diperoleh
dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah.
Kemudian dengan cara observasi oleh peneliti dan study dokumentasi
yang menghasilkan data untuk selanjutnya dikumpulkan oleh peneliti. Data
70
yang dikumpulkan tersebut dapat berupa data subjektif dan data objektif. Data
subjektif adalah data yang didapatkan dari klien berupa suatu pendapat
terhadap situasi atau kejadian. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat
diobservasi dan diukur, yang diperoleh menggunakan panca indra (melihat,
mendengar, mencium, dan meraba) selama pemeriksaan fisik. Dari data
tersebut, selanjutnya peneliti menegakkan diagnosa keperawatan, kemudian
peneliti menyusun intervensi atau rencana keperawatan,melkukan
implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan serta mengevaluasi
asuhan keperawatan yang telah diberika kepada klien.
71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peeliti mereview hasil dan pembahasan kasus dari laporan
dinas (octaviana nur) di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan Karya
tulis ilmiah (Krisdiyana, 2019) yang sudah di publish di repository.poltekkes-
kaltim.ac.id. Selanjutnya akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai data
umum data khusus tentang asuhan keperawatan pada klien post operatif fracture
diruangan flamboyan B di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan
diruangan cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
A. Hasil
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian klien 1 dilakukan di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan yang terletak di Jalan MT Haryono No. 656 Balikpapan.
RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo atau dahulu dikenal dengan Rumah
Sakit Umum Balikpapan ini dibuka sejak tanggal 12 September 1949.
Fasilitas yang tersedia antara lain: intalasi rawat jalan, instalasi farmasi,
ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24 jam.
Flamboyan B meliputi kasus, Gagal Ginjal Kronik, Penyakit Paru
Obstuktif Kronis, Diabetes Mellitus, Efusi Pleura, Cholelitiasis,
Laparatomy, Fracture, CHF, CKR, Abses Hepar dan Batu Ureter. Kasus
yang dirawat di ruang Flamboyan E meliputi kasus, Pneumonia, Fracture,
CKR, CHF, Cholelitiasis, Dyspepsia, Vertigo dan Diabetes Melitus. 58
72
Sedangkan penelitian klien 2 dilakukan di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda yang terletak di Jalan Palang Merah Indonesia No. 1
Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda,
Kalimantan Timur. RSUD Abdul Wahab Sjahranie merupakan salah satu
dari dua rumah sakit rujukan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
dan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Kalimntan Timur yang
berada di kota Samarinda.
Diresmikan sebagai Rumah Sakit dengan nama RSUD Abdul
Wahab Sjahranie pada tanggal 22 Februari 1989. Fasilitas yang tersedia di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie ini antara lain Instalasi Rawat Jalan,
Instalasi farmasi, ruang rawat inap. fisioterapi, dan IGD 24 jam. Untuk
unit rawat inap terdapat beberapa ruangan yaitu Flamboyan, Seruni,
Dahlia, Angsoka, Tulip, Melati, Anggrek, Cempaka, Aster, Edelweis,
Mawar, Bougenvil, Teratai, ICU, ICCU, HCU, Stroke Centre, dan Sakura.
2. Data Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Tabel 4.1 Hasil Anamnesis Klien dengan Fracture
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama Tn. F Tn. B
Jenis Kelamin Laki-Laki Laki-laki
Umur 54 Tahun 41 tahun
Status Perkawinan Menikah Menikah
Pekerjaan Swasta Swasta
Agama Islam Islam
Pendidikan Terakhir SMA SMA
73
Alamat Jl. D.I Panjaitan RT.36 Kec.Balikpapan Utara
Jl. Dermaga
Diagnosa Medis Close fracture femur
sinistra
Close Fracture femur
dextra
Nomor Register 78.19.XX 01.05.46.xx
MRS / Tgl Pengkajian 07 April 2019 / 8 April
2019
25 April 2019 / 2 Mei
2019
Keluhan utama Klien mengatakan nyeri
pada kaki kiri yang patah.
Nyeri pada kaki kanan
Riwayat penyakit sekarang Klien masuk ke IRD
pukul 20.00 dan klien
mengatakan jatuh dari
motor, kaki kiri terasa
nyeri. Di IRD klien
dilakkan pemeriksaan
rontgen dan pemeriksaan
laboratorium, kemudian
klien dipindahkan ke
ruangan flamboyan B pukul 09.00 Wita.
Klien mengatakan
mengalami kecelakaan
di tabrak motor,
kemudian klien dibawa
ke puskesmas dari
puskesmas klien di
rujuk langsung ke IGD
pada tanggal 25 April
2019. Di IGD klien
mendapat perawatan
dan dilakukan rontgen
kemudian klien dibawa
ke ok IGD dan
dilakukan oprasi,
kemudian klien
dipindahkan keruang
perawatan cempaka.
Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan belum
pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya, tidak ada riwayat penyakit
kronik dan menular, tidak
ada riwayat operasi
sebelumnya.
Klien tidak pernah
dirawat dirumah sakit
sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan
keluarga ada yang
memiliki riwayat
penyakit keturunan yaitu
Hipertensi.
Keluarga mengatakan
tidak ada riwayat
penyakit diabetes
mellitus dalam keluarga
Psikososial Klien dapat
berkomunikasi dengan
perawat maupun orang
lain sangat baik dan
lancar serta menjawab
pertanyaan yang diajukan
oleh perawat. Ekspresi
klien terhadap
penyakitnya tidak
a. Persepsi klien
terhadap
penyakitnya adalah
merupakan cobaan
Tuhan
b. Ekspresi klien
terhadap
penyakitnya adalah
menerima
74
terdapat gangguan. Reaksi saat berinteraksi
klien dapat kooperatif dan
tidak ada gangguan
konsep diri.
c. Klien kooperatif saat interaksi
d. Klien tidak
mengalami
ganguan konsep
diri dilihat dari citra
tubuh persepsi
klien terhadap
kondisi kakinya
tidak jadi masalah
meskipun harus
menggunakan
tongkat saat berjalan, dari
prilaku klien hanya
harus mengikuti
anjuran dari dokter
dan perawat dan
klien ingin cepat
sembuh.
Spiritual Sebelum sakit klien selalu
beribadah. Selama di
rumah sakit klien jarang
untuk beribadah.
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit
klien sering
beribadah
b. Setelah sakit klien beribadah hanya
kadang -kadang
Berdasarkan tabel 4.1 ditemukan data dari identitas klien. Pada
klien 1 bernama Tn. F berusia 54 tahun, berjenis kelamin Laki-Laki,
masuk rumah sakit pada tanggal 07 April 2019 dan dilakukan
pengkajian pada tanggal 08 April 2019 dengan diagnosa medis Close
fracture femur sinistra. Sedangkan pada klien 2 bernama Tn. B berusia
41 tahun, berjenis kelamin Laki-Laki, masuk rumah sakit pada tanggal
25 April 2019 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 02 Mei 2019
dengan diagnosa medis fracture femur dextra.
Pada pengkajian riwayat kesehatan dalam keluhan utama pada
klien 1 dan klien 2 ditemukan ada persamaan seperti nyeri pada daerah
yang cedera. Pada riwayat kesehatan sekarang ditemukan data klien 1
75
pada tanggal 07 April 2019 mengalami kecelakaan tunggal dan jatuh
dari motor, kaki kiri terasa nyeri .Sedangkan data klien 2, klien
mengatakan mengalami kecelakaan di tabrak motor, kemudian klien
dibawa ke puskesmas dari puskesmas klien di rujuk langsung ke IGD
pada tanggal 25 April 2019. Data dari pengkajian data psikososial pada
klien 1 dan klien 2, ekspresi ke dua klien pada penyakitnya yaitu tidak
tampak tegang dan gelisah.
Tabel 4.2 Hasil observasi dan pemeriksaan fisik pada Klien 1 di RSUD
dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Pemeriksaan fisik Klien 1 Klien 2
1. Keadaan umum Sedang
Terpasang infus di
tangan kanan, selang
kateter dan terpasang
spalk di kaki kiri dengan elastis verban.
Sedang
2. Kesadaran Tingkat kesadaran
Glasgow Coma Scale
(GCS) E4M6V5
Compos Mentis
E4M6V5
3. Tanda-tanda vital TD : 159/97 mmHg
N : 84 x/menit
S : 360C
RR : 20 x/menit MAP : 117,67 mmHg
TD :120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
RR : 19 kali/menit
Temp : 36.2 oC
4. Kenyamanan/nyeri P: klien mengatakan
nyeri pada kaki kiri jika
digerakkan
Q: klien mengatakana
nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R:klien mengatakan
nyeri pada kaki kiri yang
patah
S: klien mengatakan
skala nyeri 5
T: nyeri terasa saat digerakkan dan hilang
saat diistirahatkan.
P : fracture pada kaki
kanan
Q : seperti tertusuk
R : paha kanan
S : 6
T : Hilang timbul
5. Status Fungsional/
Aktivitas dan
Mobilisasi Barthel
Klien mengatakan susah
untuk melakukan miring
kanan dan miring kiri
Total skor 7
Dengan kategori tingkat
ketergantungan klien
76
Indeks. ,klien bisa duduk dengan bantuan.
Mengendalikan rangsang
defekasi (BAB) : 2
(mandiri)
Mengendalikan rangsang
berkemih (BAK): 2
(mandiri)
Membersihkan diri (cuci
muka, sisir rambut, sikat
gigi): 0 (butuh
pertolongan orang lain)
Penggunaan jamban, masuk dan keluar: 1
(Perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan
sendiri kegiatan yang
lain)
Makan: 1 (perlu diolong
memotong makanan)
Berubah sikap dari
berbaring ke duduk: 2
(bantuan) Berpindah/berjalan: 1
(bisa pindah dengan
kursi roda)
Memakai baju: 1
(sebagian dibantu)
Naik turun tangga: 1
(butuh pertolongan)
Mandi: 0 (tergantung
orang lain)
Total Skor: 11
(Ketergantungan
sedang).
adalah ketergantungan
berat.
6. Pemeriksaan kepala a. Rambut
Finger print di tengah frontal terdehidrasi, kulit
kepala bersih, bentuk
kepala oval, tidak
ditemukan adanya
penonjolan pada tulang
kepala klien, penyebaran
rambut merata, warna
hitam, tidak mudah patah
dan tidak bercabang,
rambut terlihat cerah.
Simetris, kepala bersih, penyebarab rambut
merata, warna rambut
hitam mulai beruban dan
tidak ada kelainan
b. Mata Mata lengkap dan
simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan
pada kelopak mata,
kornea mata jernih,
konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor.
Sklera putih,
konjungtiva anemis,
palpebra tidak ada
edema, refleks cahaya +,
pupil isokor.
77
c. Hidung Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada
secret atau sumbatan
pada lubang hidung,
mukosa merah muda,
tidak ada masalah pada
tulang hidung dan posisi
septum nasi ditengah.
Pernafasan cuping
hidung tidak ada, posisi
septum nasal simetris,
lubang hidung bersih,
tidak ada penurunan
ketajaman penciuman
dan tidak ada kelainan
d. Rongga Mulut Tidak ada sianosis, tidak
ada luka, gigi lengkap,
warna lidah merah muda,
mukosa bibir lembab,
letak uvula simetris
ditengah.
Warna bibir merah
muda, lidah warna
merah muda, mukosa
lembab, ukuran tonsil
normal, letak uvula
simetris ditengah
e. Telinga Daun telinga simetris kanan dan kiri, ukuran
sedang, kanalis telinga
tidak kotor dan tidak ada
benda asing, ketajaman
pendengaran baik klien
dapat mendengar suara
gesekan jari.
Kedua lubang telinga bersih tidak
mengeluarkan cairan.
7. Pemeriksaan Leher Posisi trakea simetris di
tengah, tidak ada
pembesaran pada kelenjar tiroid dan
kelenjar lympe, denyut
nadi karotis teraba kuat.
Tidak ada b enjolan
(tidak terdapat
pembesara n vena jugularis).
8. Pemeriksaan thorak :
Sistem Pernafasan
Bentuk thorak simetris
(normal chest), pola
pernafasan normal dan
teratur dengan frekuensi
pernafasan 20x/menit,
tidak terdapat
penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak
terdapat pernafasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan vocal
premitus getaran paru
kanan dan kiri teraba
sama kuat, suara perkusi
sonor, suara nafas
vesikuler, tidak ada suara
nafas tambahan.
Keluhan :
Klien tidak ada keluhan
sesak nafas, nyeri waktu
bernafas dan batuk.
Inspeksi :
Bentuk dada simetris,
frekuensi nafas 19
kali/menit, irama nafas
teratur, pernafasan
cuping hidung tidak ada,
penggunaan otot bantu
nafas tidak ada, klien
tidak menggunakan alat
bantu nafas.
Palpasi :
Vokal premitus teraba
diseluruh lapang paru,
Ekspansi paru simetris,
pengembangan sama di
paru kanan dan kiri,
Tidak ada kelainan.
Perkusi :
78
Sonor, batas paru hepar
ICS 5 dekstra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler
dan tidak ada suara nafas
tambahan.
9. Pemeriksaan jantung :
Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada nyeri dada,
CRT < 3 detik. Ictus
cordis tidak terlihat, ictus
cordis teraba di ICS V
linea midclavikula kiri ,
basic jantung terletak di
ICS III sterna kanan dan
ICS III sterna kiri suara
perkusi redup , pinggang jantung terletak di ICS
III sampai V sterna
kanan suara perkusi
redup, apeks jantung
terletak di ICS V
midclavikula kiri suara
perkusi redup. Bunyi
jantung I terdengar lup
dan bunyi jantung II
terdengar dup. Tidak ada
bunyi jantung tambahan.
a. Tidak ada keluhan
nyeri dada
b. Inspeksi
Tidak terlihat
adanya pulsasi iktus
kordis, CRT < 2
detik dan Tidak ada
sianosis
c. Palpasi Ictus Kordis teraba
di ICS 5 dan Akral
Hangat
d. Perkusi
- Batas atas : ICS II
line sternal dekstra
- Batas bawah : ICS
V line
midclavicula
sinistra
- Batas kanan : ICS III line sternal
dekstra
- Batas kiri : ICS III
line sternal sinistra
e. Auskultasi
- BJ II Aorta : Dub,
reguler dan
intensitas kuat
- BJ II Pulmonal :
Dub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Trikuspid : Lub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub,
reguler dan
intensitas kuat
- Tidak ada bunyi
jantung tambahan
Tidak ada kelainan
10. Pemeriksaan Sistem
Pencernaan dan Status
Nutrisi
BB: 50 kg
TB: 160 cm
IMT: 19 kg/m2
Kategori: berat badan ideal
Tidak ada penurunan
berat badan dalam 6
bulan terakhir dan nafsu
a. BB : 55 Kg
b. TB : 150 Cm
c. Asupan makan tidak
berkurang d. BAB
- 1 kali sehari
- Konsistensi lunak
e. Diet
79
Abdomen
makan baik. Saat di rumah klien
memiliki kebiasaan
makan dengan nasi,
sayur, dan lauk sejumlah
1 porsi sedang sekali
makan dengan frekuensi
3 kali sehari pada pagi,
siang, dan malam. Saat
di rumah, klien memiliki
kebiasaan minum
sejumlah ± 1500 ml,
minuman yang diminum oleh klien berupa air
putih. Di rumah sakit,
klien makan dengan nasi,
sayur, lauk dan buah
sejumlah 1 porsi sedang
sekali makan dengan
frekuensi 3 kali sehari
pada pagi, siang, dan
malam. Saat di rumah
sakit, klien minum
sejumlah ± 1500 ml, minuman yang diminum
oleh klien berupa air
putih. Klien tidak
memiliki pantangan atau
alergi, tidak memiliki
kesulitan dalam
mengunyah dan menelan,
tidak ada mual dan
muntah. Semenjak sakit,
klien dapat makan
sendiri.
Bentuk abdomen datar,
tidak ada benjolan atau
massa, tidak ada
bayangan pembuluh
darah, peristaltik usus 7
x/menit, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada
pembesaran pada hepar
dan lien. Pada titik Mc.
Burney tidak ditemukan nyeri tekan, tidak ada
acites. Suara abdomen
timpani.
- Frekuensi makan 3 kali sehari
- Nafsu makan baik
- Porsi makan habis
Inspeksi
Inspeksi : bentuk bulat,
tidak ada bayangan vena,
tidak terlihat adanya
benjolan abdomen, tidak
ada luka operasi pada
abdomen, dan tidak
terpasang drain
Auskultasi Peristaltik
16 kali/menit
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba adanya
massa, dan tidak ada
pembesaran pada hepar
80
dan lien
Perkusi
Shifting Dullness tidak
ditemukan
Tidak ada nyeri pada
pemeriksaan perkusi
ginjal
11. Sistem Persyarafan Status memori panjang,
perhatian dapat
mengulang, bahasa baik,
dapat berorientasi pada
orang, tempat dan waktu,
tidak ada keluhan pusing, istirahat tidur 6-7
jam/hari. Klien tidak ada
kesulitan dalam istirahat
tidur.
Pada pemeriksaan saraf
kranial, nervus I klien
dapat membedakan bau –
bauan, pada nervus II
klien dapat melihat dan
membaca tanpa
menggunakan kacamata, pada nervus III klien
dapat menggerakkan
bola mata ke bawah dan
ke samping, pada nervus
IV pupil klien mengecil
saat dirangsang cahaya,
pada nervus V klien
dapat merasakan sensasi
halus dan tajam, pada
nervus VI klien mampu
melihat benda tanpa
menoleh, pada nervus VII klien bisa senyum
dan menutup kelopak
mata dengan tahanan,
pada nervus VIII klien
dapat mendengar
gesekan jari, pada nervus
IX uvula klien berada
ditengah dan simetris,
pada nervus X klien
dapat menelan, pada
nervus XI klien bisa melawan tahanan pada
pipi dan bahu, pada
nervus XII klien dapat
menggerakkan lidah.
a. Memori : Panjang
b. Perhatian : Dapat
mengulang
c. Bahasa : komunikasi
verbal menggunakan
bahasa Indonesia d. Kognisi dan
Orientasi : dapat
mengenal orang,
tempat dan waktu
e. Refleks Fisiologis
- Achilles : 2
- Bisep : 2
- Trisep : 2
- Brankioradialis : 2
f. Tidak ada keluhan
pusing g. Istirahat/ tidur 6
jam/hari
h. Pemeriksaan syaraf
kranial
- N1 : Klien mampu
membedakan bau
- minyak kayu putih
dan alkohol
- N2 : Klien mampu
melihat dalam
jarak 30 cm
- N3 : Klien mampu mengangkat
kelopak mata
- N4 : Klien mampu
menggerakkan
bola mata kebawah
- N5 : Klien mampu
mengunyah
- N6 : Klien mampu
menggerakkan
mata kesamping
- N7 : Klien mampu tersenyum dan
mengangkat alis
mata
- N8 : Klien mampu
mendengar dengan
baik
- N9 : Klien mampu
81
membedakan rasa manis dan asam
- N10 : Klien
mampu menelan
- N11 : Klien
mampu
menggerakkan
bahu dan melawan
tekanan
- N12 : Klien
mampu
menjulurkan lidah
dan menggerakkan lidah keberbagai
arah
12. Sistem Perkemihan Bersih, tidak ada keluhan
kencing. Klien terpasang
kateter ukuran nomor
18, produksi urine 1000
ml/hari, warna kuning
dan bau khas. Tidak ada
nyeri tekan dan
pembesaran pada
kandung kemih.
a. Kebersihan : Bersih
b. Kemampuan
berkemih :
Menggunakan alat
bantu
- Jenis : Folley
Chateter
- Ukuran : 18
- Hari ke – 5
- Produksi urine 2400ml/hari
- Warna : Kuning
cerah
- Bau : Khas urine
c. Tidak ada distensi
kandung kemih
d. Tidak ada nyeri
tekan pada kandung
kemih
13. Sistem musculoskeletal
dan Integumen
Pergerakan sendi
terbatas, otot simetris
kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan tangan kanan, tangan kiri dan
kaki kanan didapatkan
kekuatan otot 5,
sedangkan pada kaki kiri
didapatkan kekuatan otot
2. Klien masih bisa
menggerakkan jari-jari
dan pergelangan kaki.
5 5
5 2
CRT < 3 detik.
Tidak terdapat
peradangan dan ruam
pada kulit.
Pada penilaian risiko
a. Pergerakan sendi
bebas
b. Kekuatan otot
5 5
3 5
c. Tidak ada kelainan
tulang belakang
d. Post Oprasi ORIF
femur hari ke 6
e. Turgor kulit baik
f. Terdapat Luka
dengan panjang 20
cm
g. Terdapat 3 jahitan
h. Edema pada kaki
kanan i. Nilai risiko
dekubitus , klien
82
decubitus, persepsi sensori 4 yaitu tidak ada
gangguan, kelembaban 4
yaitu jarang basah,
aktivitas 1 yaitu bedfast,
mobilisasi 1 yaitu
immobile sepenuhnya,
nutrisi 4 yaitu sangat
baik, gesekan dan
pergeseran 2 yaitu
potensial bermasalah,
total nilai 16 yaitu low
risk.
dalam kategori rendah yaitu dengan
15
14. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening.
Tidak terdapat riwayat
luka sebelumnya dan
riwayat amputasi
sebelumnya.
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, getah
bening dan trias DM
15. Seksualitas dan
Reproduksi
a. Payudara
b. Genitalia
Bentuk payudara simetris
kanan dan kiri, warna
aerola kehitaman, tidak
ada benjolan pada axilla
dan clavikula.
Klien mengatakan sudah
menikah.
Bentuk payudara
simetris kanan dan kiri,
warna aerola kehitaman,
tidak ada benjolan pada
axilla dan clavikula.
Genetalia klien normal,
tidak ada luka.
16. Keamanan Lingkungan Penilaian risiko klien
jatuh dengan skala
morse.
Riwayat jatuh yang baru
atau 3 bulan terakhir
yaitu 25 (ya), diagnosa
sekunder lebih dari 1
diagnosa yaitu 0 (tidak),
menggunakan alat bantu
yaitu 0 (bedrest), menggunakan IV dan
kateter yaitu 20 (ya),
kemampuan berjalan
yaitu 10 (lemah), status
mental yaitu 0 (orientasi
sesuai kemampuan diri),
total skor yaitu 55
(Risiko).
Total skor penilaian
risiko klien jatuh dengan
skala morse adalah 55
17. Personal hygiene Saat di rumah klien
memiliki kebiasaan
mandi sebanyak 2 kali
sehari, sikat gigi sebanyak 2 kali sehari
dan keramas sebanyak 1
kali sehari, memotong
a. Mandi 1 kali sehari
b. Klien tidak pernah
keramas
c. Kuku klien telihat Panjang
d. Ganti pakaian 2
kali sehari
83
kuku seminggu sekali saat panjang. Di rumah
sakit, klien diseka 2 kali
sehari,menggosok gigi 2
kali sehari. Klien terlihat
bersih dan rapi. Klien
tidak memiliki kebiasaan
merokok dan meminum
minuman beralkohol.
e. Sikat gigi 1 hari sekali
Berdasarkan tabel 4.2 ditemukan data dari pemeriksaan
kenyamanan dan nyeri pada klien 1 didapatkn nyeri pada kaki kiri jika
digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri ada kaki kiri yang patah,
skala nyeri 5, nyeri terasa saat digerakkan da hilang saat diistirahatkan.
Sedangkan pada klien 2 didapatkan nyeri pada paha kanan, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan nyeri yang dirasakan terus
menerus.
Pemeriksaan status fungsional dan aktivitas dan mobilisasi barthel
indeks pada klien 1 total skor nya adalah 11 (ketergantungan sedang)
sedangkan pada klien 2 total skornya adalah 7 (ketergantugan berat).
Pemeriksaan muskuloskeletal dan integument pada klien 1
pemeriksaan tangan kanan, tangan kiri dan kaki kanan didapatkan
kekuatan otot 5, sedangkan pada kaki kiri didapatkan kekuatan otot 2.
Terpasang spalk pada kaki kiri. Sedangkan pada klien 2 pemeriksaan
tangan kanan, tangan kiri, kaki kiri didapatkan kekuatan otot 5,
sedangakan kaki kanan didapatkan kekuatan otot 3.
Pemeriksaan keamanan lingkungan pada klien 1 dengan skala
morse didapatkan total skor yaitu 55 (resiko), sedangkan klien 2
penilaian keamanan lingkungan dengan skala morse didapatkan total
84
skor yaitu 55.
Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 1 tidak
ditemukan masalah selama di rumah sakit. Personal hygiene pada
klien 1, saat dirumah sakit klien diseka oleh keluarganya sebanyak 2
kali sehari, sedangkan Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan
pada klien 2 didapatkan data bahwa klien mandi 1 kali sehari, tidak
pernah keramas, kuku klien telihat panjang, Ganti pakaian 2 kali sehari
dan sikat gigi 1 hari sekali.
Tabel 4.3 hasil pemeriksaan penunjang pada klien 1 di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Pemeriks aan
Penunjang Klien 1 Klien 2
Laboratorium Pada tanggal 8 April 2019 a. Hemoglobin: 11.11
(13.0 – 18.0)
b. Leukosit: 9.48 (4.00 -
10.00)
c. Hematokrit: 33,2 (40.0
– 54.0)
d. Trombosit: 296 (150-
450)
e. GDS: 135 (< 200)
Pada tanggal 27 April 2019
a. Leukosit 5,57
b. Eritrosit 3,62
c. Hemoglobin 14,5
d. Hematokrit 30,0
e. PLT 338
f. Glukosa sewaktu 102
g. Ureum 22,6
h. Kreatinin 0,7
i. Natrium 139
Tanggal 30 April 2019 a. Leukosit 5,68
b. Eritrosit 3,66
c. Hemoglobin 14,6
d. Hematokrit 30,6
e. PLT 410
f. Glukosa Sewaktu 115
g. Ureum 30,4
Rontgen Pada tanggal 08 April
2019
Pada hasil pemeriksaan
ditemukan Close fracture
fibula sinistra setegah distal
Hasil Rontgen Klien 1
(Ny.E) pada tanggal 29
April 2019 yaitu tampak
fracture komunitif 1/3
distal os femur kanan, terpasang internal fiksasi,
aligament cukup baik,
Trabekulasi tulang
85
tampak baik. Kesimpulan : fracture
komunitif 1/3 distal os
femur kanan, terpasang
internal fiksasi, aligament
cukup baik
EKG Tidak ada Tidak ada
USG Tidak ada Tidak ada
Lain-lain Tidak ada Tidak ada
Berdasarkan tabel 4.3 ditemukan data dari pemeriksaan penunjang
pada klien 1 didapatkan nilai hemoglobin rendah yaitu 11.11 dan nilai
hematokrit rendah yaitu 33.2%. Hasil pemeriksaan rontgen didapatkan
pada klien 1 ditemukan Close fracture femur sinistra setengah distal,
sedangkan pada klien 2 ditemukan fracture pada femur dextra.
Tabel 4.4 hasil penatalaksanaan terapi pada Klien 1 di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Klien 1 Klien 2
Pada tanggal 3 Maret 2019
1. Ketorolac 3x30 mg
2. Amlodipin 10 mg
3. Novorapid 3 x 6 unit
4. Micardic 80 mg
5. Lantus 10 unit
1. Santagesik 1 gr (3x1)
2. Ceftriaxone 1 gr (2x1)
3. Ranitidine 2 ml (3x1)
Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan data penatalaksanan terapi
pemberian obat pada klien 1 yaitu ketorolac, amlodipine, novorapid,
micardic, lantus dan Intravenous fluid drop (IVFD). Sedangkan pada
klien 2 yaitu santagesik, ceftriaxone dan ranitidine.
Tabel 4.5 Analisa Data Pada Klien 1 dengan Close fracture
fibula sinistra setengah distal di ruang flamboan B
RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo
86
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. Data Subjektif :
a) Klien mengatakan
nyeri pada kaki
sebelah kiri mulai
terasa
P: nyeri pada kaki
kiri
Q: nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R: nyeri pada paha
kiri di area operasi S: skala nyeri 5
T: nyeri yang
dirasakan hilang
timbul
Data Obyektif:
a) Ekspresi wajah
sesekali meringis
menahan nyeri
b) Klien tampak
bersikap protektif
c) TTV: TD: 120/70 mmHg
N: 78x/menit
S: 36,60C
RR: 20x/menit
Agen pencedera fisik Nyeri akut
2. Subyektif
(tidak tersedia)
Obyektif
a) Terdapat luka
jahitan operasi di
paha kiri, tidak ada
rasa panas dan
pembengkakan, terdapat sedikit
kemerahan di area
luka operasi
b) Klien tampak
sesekali meringis
akibat nyeri.
Prosedur invasive
Gangguan
integritas kulit/
jaringan
3. Subyektif
a) Klien mengatakan
kaki kirinya belum
bisa digerakkan
tetapi masih bisa
merasakan sentuhan
dan jari-jari kaki bisa digerakkan.
b) Klien mengatakan
susah untuk
melakukan miring
kiri dan miring ke
gangguan
musculoskeletal
Gangguan
mobilitas fisik
87
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan kanan
c) Klien mengatakan
nyeri pada kaki
sebelah kiri mulai
terasa
Obyektif
a) Kekuatan otot
5 5
5 2
b) Total skor pada mobilisasi
barthel indeks:
11
(ketergantunga
n sedang)
c) Pergerakan
sendi terbatas
4. Subyektif
-
Obyektif
a) Terpasang infus di
tangan kanan, DC b) Total skor risiko
jatuh dalam skala
morse: 55 (risiko)
c) Pergerakan sendi
terbatas
d) Kekuatan otot
5 5
5 2
kondisi pasca operasi
Risiko jatuh
Tabel 4.6
Analisa data klien II ( Tn. B ) dengan post fracture femur
di ruang cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda tahun 2019
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan
nyeri pada kaki
kanan bagian paha
nyeri yang
dirasakan klien
seperti ditusuk
tusuk dengan sekala nyeri 5 dan nyeri
Agen pencedra fisik (D. 0077) Nyeri akut
88
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
yang dirasakan
hilang timbul
dengan durasi nyeri
saat nyeri muncul
sekitar 1 – 2 menit
Data Objektif :
a. Wajah klien terlihat
meringis
b. Terpasang perban
dikaki kanan
c. Klien menderita fracture femur
2.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan
sulit bergerak
karena keadaan kakinya yang
fracture
b. Klien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas normal
seperti biasanya
karena fracture
tersebut
c. Klien mengatakan
belum bias
menapakan telapak kaki kanannya
d. Klien mengatakan
kesulitan berpindah
dari duduk ke
berdiri
Data Objektif :
a. Klien menderita
fracture pada kaki kanan
b. Aktivitas klien
telihat dibantu oleh
keluarga
c. Klien terlihat
kesulitan membolak
balikan posisi
d. Kekutan otot pada
kaki kanan 3 selain
itu 5
e. Tepasang balutan perban pada paha
kanan
Gangguan
Muskulosekletal
(D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
3. Data Subjektif :
a. Klien mengatakan
Penurunan Aliran
Arteri dan /atau Vena
(D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif
89
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
nyeri ekstremitas
b. Klien mengtakan
kadang kadang
kakinya keram
c. Klien mengatakan
kakinya bengkak
Data Objektif :
a. Terlihat edema pada
kaki kanan klien
(edema)
4.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan
sulit untuk merawat
diri karena
keterbatasan
pergerakan
b. Klien mengatakan
sehari hanya 1 kali
di seka
Data Objektif :
a. Klien dalam memenuhi
kebutuhan personal
hygiene dibatu oleh
keluarga
b. Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan
diapers
c. Klien terpasang
cateter
d. Skor barthel indeks dengan kategori
tingkat
ketergantungan total
dengan skor 3
Kelemahan (D.0109) Defisit
Perawatan Diri
5.
Skala morse klien 55
(resiko tinggi), klien ada
riwayat jatuh , klien
terpasang sekang kateter, infus, dan klien
berpegangan dinding
saat berjalan
Dibuktikan dengan
kekuatan otot menurun
(D.0143) Risiko Jatuh
b. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.7 Diagnosa Keperawatan pada klien 1 dengan Post Operatif
Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
90
dan klien 2 dengan Post Operatif Fracture di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
No.
Klien 1 Klien 2
Hari/
tanggal
ditemukan
Diagnosa
Keperawatan
Hari/
tanggal
ditemukan
Diagnosa
Keperawatan
Post Operatif
1 Senin,8
April 2019
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik
(prosedur operasi).
Kamis,2
Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan
agen pencedera fisik
dibuktikan dengan
wajah klien tampak
meringis dan klien
mengeluh nyeri pada
kaki kanan dengan
sekala nyeri 6 dan
durasi nyeri saat timbul
1-2 menit.
2 Senin,8
April 2019
Gangguan integritas
kulit/ jaringan b.d prosedur invasive.
.
Kamis,2
Mei 2019
(D.0054) Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan
muskulosekletal yang
dibuktikan dengan
mengeluh sulit
menggerakan
ekstremitas, kekuatan
otot menurun, dan
Rentang Gerak (ROM)
menurun
3 Senin,8
April 2019
Gangguan mobilitas
fisik b.d gangguan musculoskeletal.
Kamis,2
Mei 2019
(D.0009) Perfusi
Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri
dan/atau vena
4 Senin,8
April 2019
Risiko jatuh d.d kondisi
pasca operasi.
Kamis,2
Mei 2019
(D.0109) Defisit
perawatan diri
berhubungan dengan
kelemahan yang
dibuktikan klien tidak
mampu
mandi,menggunakan
pakaian,makan, ke
toilet, dan berhias
secara mandiri, dan minat untuk melakukan
peawatan diri kurang
91
5 Kamis,2 Mei 2019
(D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan
dengan sekala morse
pada klien 55 ( resiko
tinggi), dan klien
menggunakan atau
terpasang selang
katater dan infus.
Berdasarkan tabel 4.6 setelah melakukan pengkajian dan
menganalisis data pada klien 1 dan klien 2, ditemukan diagnosa
keperawatan Post operasi Fracture yang muncul pada klien 1 tanggal 8
April 2019 dan klien 2 tanggal 2 Mei 2019. Pada klien 1 muncul 4
diagnosa keperawatan dan pada klien 2 muncul 5 diagnosa
keperawatan.
c. Perencanaan
Tabel 4.7 Perencanaan pada klien 1 dengan Post Operatif
Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 dengan Post Operatif Fracture di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Hari/
Tanggal
Dx
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Perencanaan
Klien 1 Post operasi
Senin,
8 April
2019
Nyeri akut b.d.
agen
pencedera fisik
(prosedur
operasi)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 8
jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria
hasil :
Manajemen Nyeri ( I.08238)
Observasi
1.1 Identifikasi lokasi ,
karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
92
a. Mampu mengontrol nyeri
(mampu
menggunakan
tehnik non
farmakologi)
b. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
c. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
d. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
intesitas nyeri 1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri
non verbal
1.4 Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.6 Kontrol lingkungan
yang memperberat nyeri Edukasi
1.7 Ajarkan teknik non
farmakologi (nafas
dalam)
Kalaborasi
1.8 Kalaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
Senin,
8 April
2019
Gangguan
integritas
kulit/jaringan
b.d prosedur
invasif
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam maka integritas kulit
dan jaringan meningkat
dengan kriteria hasil: a. Tidak ada tanda-
tanda infeksi
b. Menunjukkan
pemahamandalam
proses perbaikan
kulit dan
mencegaha
terjadinya cedera
berulang
c. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembahan luka
Perawatan intergritas kulit
(I.11353)
Observasi
2.1 Identifikasi
karakteristik luka Terapeutik
2.2 Lakukan perawatan
luka dengan tehnik
steril
2.3 Pertahankan tehnik
steril saat
melakukan
perawatan luka
Edukasi
2.4 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2.5 anjurkan mengkomsumsi
makanan tinggi
protein dan kalori
Senin,
8 April
2019
Gangguan
mobilitas fisik
b.d gangguan
musculoskeleta
l
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24
jam maka mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria
hasil :
1) klien meningkat
dalam aktivitas fisik
2) mengerti tujuan dari
peningkatan mobiltas 3) memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekutan dari
kemampuan
berpindah
Dukungan mobilisasi
(I.05173)
Observasi
3.1 Identifikasi kemampuan
klien dalam mobilisasi
3.2 Monitor ttv
Terapeutik
3.3 Libatkan keluarga untuk
membantu klien dalam meningkatan pergerakan
Edukasi
3.4 Anjurkan Melakukan
mobilisasi dini
3.5 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
93
dilakukan(mis.duduk tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
Senin,
8 April
2019
Risiko jatuh
d.d kondisi
pasca operasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24
jam maka tingkat jatuh
menurun (L.14138)
dengan kriteria hasil :
1) Perilaku pencegahan
jatuh : tindakan
individu dan pemberi
asuhan untuk meminimalkan factor
resiko yang dapat
memcu jatuh
2) Kejadian jatuh tidak
ada
3) Pemahaman
pencegahan jatuh
Pencegahan jatuh ( I.14540)
Observasi
4.1 Identifikasi factor resiko
jatuh.
4.2 Hitung risiko jatuh
dengan menggunakan
skala (mis. fall morse
scale).
Terapeutik 4.3 Pasang handrall tempat
tidur.
4.4 Atur tempat tidur
mekanis posisi rendah.
Edukasi
4.5 Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah.
Klien 2
Kamis, 2
Mei 2019
(D.0077)
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera
fisik.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x8
jam maka tautan nyeri
meningkat dengan kriteria
hasil:
1. Melaporkan nyeri
terkontrol meningkat
2. Kemampuan mengenali
onset nyeri meningkat
3. Kemampuan
menggunakan teknik
nonfarmakologis meningkat
4. Keluhan nyeri
penggunaan analgesik
menurun
5. Meringis menurun
6. Frekuensi nadi
membaik
7. Pola nafas membaik
8. Tekanan darah
membaik
Manajemen Nyeri
Observasi
1.1 Identifikasi factor
pencetus dan pereda
nyeri
1.2 Monitor kualitas nyeri
1.3 Monitor lokasi dan
penyebaran nyeri
1.4 Monitor intensitas nyeri
dengan menggunakan
skala
1.5 Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Teraupetik
1.6 Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.7 Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1.8 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
1.9 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1.10 Kolaborasi pemberian
obat analgetik
Kamis, 2 (D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
94
Mei 2019 Gangguan mobilitas fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskuloseklet
al
keperawatan selama 3x8 jam mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria
hasil:
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat
2. Kekuatan otot
meningkat
3. Rentang gerak (ROM)
meningkat
a. Kelemahan fisik
menurun
Observasi 2.1 Identifikasi kemampuan
klien beraktivitas
2.2 Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Teraupetik
2.3 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu ( mis. Pagar
tempat tidur )
2.4 Fasilitasi melakukan
pergerakan jika perlu 2.5 Libatkan keluarga dalam
merencanakan dan
memelihara program
latihan fisik
Edukasi
2.6 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2.7 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
2.8 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
Kamis, 2
Mei 2019
(D.0009)
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
berhubungan
dengan
penurunan
aliran arteri
dan/atau vena
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x8
jam perfusi Perifer
meningkat dengan kriteria
hasil:
a. Denyut nadi
perifer meningkat
b. Penyembuhan
luka meningkat
c. Edema perifer menurun
d. Nyeri ekstremitas
menurun
Perawatan Sirkulasi
Observasi
3.1 Periksa sirkulasi perifer
(nadi perifer, edema )
3.2 Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
teraupetik
3.3 Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
3.4 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3.5 Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
3.6 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat
3.7 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Kolaborasi
3.8 Kolaborasi pemberian
95
antibiotic
Kamis, 2 Mei 2019
(D.0109) Defisit
perawatan diri
berhubungan
dengan
kelemahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8
jam perawatan diri
meningkat dengan kriteria
hasil :
a. Kemampuan
mandi meningkat
b. Kemampuan
mengenakan
pakaian meningkat
c. Kemampuan
makan meningkat
d. Verbalisasi keinginan
melakukan
perawatan diri
meningkat
e. Mempertahankan
kebersihan diri
meningkat
Dukungan perawatan Diri
Observasi
4.1 Identifikasi kebiasaan
aktivitas perawatan diri
sesuai usia
4.2 Monitor tingkat
kemandirian
4.3 Identifikasi kebutuhan
alat bantu kebersihan
diri, berpakaian, dan
berhias.
Teraupetik
4.4 Sediakan lingkungan yang teraupetik (mis.
Privasi klien)
4.5 Dampingi dalam
melakukan perawatan
diri sampai mandiri.
4.6 Bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri
4.7 Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi 4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan.
96
Kamis, 2 Mei 2019
(D.0143)
Risiko Jatuh
yang
dibuktikan
dengan :
Klien
terpasang
selang kateter, selang infus
dan skala
morse 55
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x8 jam
tingkatan jatuh meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Tidak jatuh dari
tempat tidur
meningkat
2. Tidak jatuh saat
berjalan meningkat
3. Kemampuan
mengidentifikasi
factor resiko
meningkat 4. Kemampuan
melakukan strategi
control resiko
meningkat
Pencegahan Jatuh
Observasi
5.1 Identifikasi factor resiko
jatuh
5.2 Identifikasi factor
lingkungan yang
meningkatkan factor
resiko jatuh
5.3 Hitung resiko jatuh
dengan menggunakan
skala morse
Teraupetik
5.4 Orientasikan ruangan pada klien dan keluarga
5.5 Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda
dalam kondisi terkunci
5.6 Pasang handralltempat
tidur
Edukasi
Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah.
Berdasarkan tabel 4.7 setelah membuat perencanaan tindakan
asuhan keperawatan sesuai dengan masing-masing diagnosa yang
ditemukan pada klien 1 dan klien 2, selanjutnya peneliti melakukan
pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2.
d. Pelaksanaan
Tabel 4.8 Implementasi Keperawatan Klien 1 dengan Post Operatif
Operasi Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Waktu
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi
Senin,
8 April 2019
Melakukan pengkajian
DS:
97
14.30 Wita
16.10
1.1 Mengidentifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
intesitas nyeri
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal
2.1 Mengidentifikasi
karakteristik luka
3.1 mengidentifikasi
kemampuan klien dalam
mobilisasi
3.2 Memonitor ttv 4.1 Mengidentifikasi factor
resiko jatuh.
4.2 Menghitung risiko jatuh
dengan menggunakan skala
(mis. fall morse scale).
1.7 Mengajarkan teknik non
farmakologi (nafas dalam)
2.4 Mejelaskan tanda dan gejala
infeksi
3.5 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan(mis.duduk tempat
tidur, duduk di sisis tempat
tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi).
4.5 Menganjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah.
1) Klien mengatakan selesai operasi sekitar jam 14.00
2) Klien mengatakan masih
terasa nyeri pada kaki kiri
P: nyeri pada kaki kiri jika
digerakkan
Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R: nyeri pada paha kiri yang
patah
S: skala nyeri 5
T: nyeri terasa saat kaki
digerakkan dan hilang saat diistirahatkan
3) Klien mengatakan susah
melakukan miring kanan
dan miring kiri bisa duduk
dengan bantuan
4) Klien mengatakan kaki
kirinya susah digerakkan
dan jika digerakkan terasa
nyeri tetapi masih bisa
merasakan sentuhan, jari-
jari dan pergelangan kaki bisa digerakkan
DO:
1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Klien tampak bersikap
protektif
3) Karakteristik luka :
Panjang luka 10 cm
Tidak ada udem
Warna kulit disekitar luka
tampak sedikit kemerahan
4) TTV: TD: 159/79 mmHg
N: 84x/menit
S: 360C
RR: 20x/menit
5) Fall morse scall 55 (resiko)
DS:
1) Klien mengatakan paham
cara melakukan tehnik nafas
dalam
2) Klien mengatakan mengerti tanda dan gejala infeksi
3) Klien mengatakan paham
bagaimana cara duduk
ditempat tidur.
4) Klien mengatakan paham
dengan anjuran perawat
DO:
1) Klien tampak mengerti
98
17.45
19.10
1.4 Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri 1.8 Kalaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
2.5 Menganjurkan
mengkomsumsi makanan
tinggi protein dan kalori
4.3 Memasang handrall tempat
tidur
1.5 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3.3 Melibatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatan pergerakan
4.4 Mengatur tempat tidur
mekanis posisi rendah.
1.1 Mengidentifikasi lokasi ,
karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri 1.3 Mengidentifikasi respon
nyeri non verbal
3.2 Memonitor ttv
dengan apa yang diajarkan oleh perawat
2) Klien menyebutkan kembali
tanda dan gejala infeksi
yaitu panas, nyeri, bengkak,
dan kemerahan
DS
1) Klien mengatakan yang
memperberat nyeri ketika
kaki yang cedera digerakkan
2) Klien mengatakan paham
dengan anjuran yang
disampaikan perawat
DO:
1) Kolaborasi obat analgetik
yaitu ketorolac
2) Handrall tempat tidur
terkunci
DS : 1) Klien mengatakan merasa
sedikit nyaman setelah
melakukan tenik nafas
dalam
DO:
1) Keluarga klien membant
dalam pengaturan posisi
klien yaitu posisi semi
fowler
2) Tempat tidur dalam posisi
rendah
Ds:
1) P : Klien mengatakan nyeri
dirasa ketika kaki
digerakkan
Q : Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk
R : klien megatakan nyeri di
bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala
nyeri 5
T : klien mengatakan nyeri
dirasa hilang timbul
2) Klien mengatakan bersedia
untuk di periksa
DO:
1) Sesekali klien tampak
99
meringis dan gelisah akibat
nyeri
2) TTV:
TD : 140/80 mmHg
N : 99 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c
Selasa, 9 April
2019
14.30
Visite keperawatan
1.1 Mengidentifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
intesitas nyeri
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal
2.1 Mengidentifikasi penyebab
gangguan intergritas kulit
3.1 Mengidentifikasi kemampuan
klien dalam mobilisasi
4.1 Mengidentifikasi factor
resiko jatuh. 4.2 Menghitung risiko jatuh
dengan menggunakan skala
(mis. fall morse scale).
S:
1) Klien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kiri mulai
terasa
P: nyeri pada kaki kiri
ketika digerakkan
Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R: nyeri pada paha kiri dan
betis kiri di area operasi
S: skala nyeri 4
T: nyeri yang dirasakan
hilang timbul
2) Klien mengatakan kaki kirinya sudah mulai bisa
digerakkan tetapi belum
terlalu kuat
3) Klien mengatakan kaki
kirinya belum terlalu bisa
digerakkan tetapi masih bisa
merasakan sentuhan dan
jari-jari kaki bisa
digerakkan
4) Klien mengatakan sudah
bisa sedikit-sedikit untuk miring ke kiri tetapi untuk
miring ke kanan belum
terlalu bisa
O:
1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Terdapat luka jahitan
100
15.00
18.00
1.4 Merikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2.1 Menjelaskan tanda dan gejala
infeksi
3.2 Memonitor Ttv
3.3 Menganjurkan Melakukan mobilisasi dini
4.5 Menganjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
1.6 Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
operasi di paha kiri, tidak ada rasa panas dan tidak ada
pembengkakan
3) Terdapat sedikit kemerahan
di area luka operasi pada
betis kiri
4) Kekuatan otot
5 5
5 2
5) Pergerakan sendi terbatas
6) Total skor pada mobilisasi
barthel indeks: 7 (ketergantungan berat)
7) Total skor risiko jatuh
dalam skala morse: 55
(risiko)
A:
1) Nyeri akut belum teratasi
2) Gangguan integritas
kulit/jaringan belum teratasi
3) Gangguan mobilitas fisik
belum teratasi
4) Risiko jatuh belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
DX 1, DX 2, DX 3, DX 4
DS:
1) Klien mengatakan setelah
melakukan tehnik nafas
dalam klien sedikit merasa
nyaman
2) Klien mengatakan tanda dan
ejala infeksi adalah panas, sakit, bengkak dan
kemerahan
3) Klien paham dan akan
melaksanakan anjuran
perawat .
DO:
1) Klien tampak sedikit lebih
tenang.
2) Klien tampak paham
dengan apa yang dianjurkan
oleh perawat. 3) TTV
TD: 140/90 mmHg
N: 98x/menit
S: 36,60C
RR: 20x/menit
DS:
1) Klien mengatakan suhu
101
19.20
\
20.45
22. 10
1.8 Mengkolaborasi pemberian analgetik
3.2 Melibatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatan pergeraka
4.3 Memasang handrall tempat
tidur.
4.4 Mengatur tempat tidur
mekanis posisi rendah.
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Mengidentifikasi respon
nyeri non verbal
2.5 Menganjurkan
mengkomsumsi makanan
tinggi protein dan kalori
4.5 Menganjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
1.5 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3.5 Mengjarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan(mis.duduk tempat
tidur, duduk di sisis tempat
tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
4.3 Memasang handrall tempat 4.4 tidur.
Mengganti cairan infus
1.1 Mengidentifrikasi lokasi ,
karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
intesitas nyeri
1.3 Mengidentifikasi respo nyeri non verbal
1.6 Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
ruangan tidak terlalu dingin dan tidak terlau panas
2) Keluarga klien mengatakan
selalu membantu klien
dalam meningkatkan
pergerakan
DO:
1) Pemberian analgerik
ketorolac
2) Handrall tempat tidur
terpasang
3) Tempat tidur dalam posisi
rendah
DS:
1) Klien mengatakan skala
nyerinya 4
2) Klien mengatakan paham
dengan apa yang dianjurkan
perawat
DO:
1) Klien sesekali tampak
meringis dan gelisah
2) Klien tampak paham dengan anjuran perawat
DS:
1) Klien mengatakan
merasakan nyaman setelah
melakukan tehnik nafas
dalam
2) Klien mengatakan paham
cara melakukan mobilisasi
sederhana
DO:
1) Klien tampak tenang 2) Klien tampak megerti
dengan apa yang diajarkan
3) Handrall tempat tidur
tampak terpasang
DS:
1) P : Klien mengatakan nyeri
dirasa ketika kaki
digerakkan
Q : Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk
R : klien megatakan nyeri di
bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala
nyeri 4
T : klien mengatakan nyeri
dirasa hilang timbul
102
2) Klien mengatakan suhu
lingkungan sudah tidak
terlalu dingin serta
lingkungan nya tidak bising
DO:
1) Cairan infus Ringer laktat
20 tetes/menit
2) Sesekali klien masih tampak
meringis dan gelisah
3) Lingkungan klien sudah tampak nyaman dan tidak
ada kebisingan
Rabu, 10 April
2019
12.00
14.45
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Mengdentifikasi respon nyeri
non verbal
1.8 Mengkolaborasi pemberian
analgetik
4.3 Memasang handrall tempat tidur.
Visite keperawatan
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non
verbal
2.1 Mengidentifikasi
karakteristik luka 3.1 Mengidentifikasi
kemampuan klien dalam
mobilisasi
3.2 Monitor ttv
4.1 Mengidentifikasi factor
resiko jatuh.
4.2 Mengitung risiko jatuh
dengan menggunakan skala
(mis. fall morse scale).
DS:
1) Klien mengatakan skala
nyeri 3
DO:
1) Klien sesekali tampak
meringis akibat nyeri 2) Kolaborsi pemberian
analgetik: ketorolac
3) Hanndrall tempat tidur
tampak terpasang
S:
1) Klien mengatakan nyeri di
kaki kirinya sudah sedikit
berkurang, klien
mengatakan mampu
mengontrol rasa nyeri dengan nafas dalam
2) Klien mengatakan skala
nyeri 3
3) Klien mengatakan sudah
bisa miring kanan miring
kiri dan duduk dengan
bersandar
O:
1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Skala nyeri 3 3) Karakteristik luka:
Ukuran sekitar kurang
lebih 30 cm cm
Tidak ada udem
Tidak ada tanda-tanda
infeksi disekitar luka
4) Klien duduk dengan posisi
semifowler
5) TTV:
103
15.30
16.45
18.15
1.4 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2.4 Menganjurkan mengkomsumsi makanan
tinggi protein dan kalori
3.3 Melibatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatan pergerakan
4.3 Memasang handrall tempat
tidur.
1.7 Mengonontrol lingkungan
yang memperberat nyeri
2.5 Menganjurkan
mengkomsumsi makanan
tinggi protein dan kalori
1.4 Mengidentifikasi respon
nyeri non verbal
1.8 Mengkolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
3.4 Menganjurkan Melakukan
mobilisasi dini
4.4 Memasang handrall tempat
TD: 135/78 mm Hg N : 98 x/menit
R : 20 x/menit
6) Handrall tempat tidur
terpasang dan roda tempat
tidur terkunci
7) Fall morse scale 55
A:
1. Nyeri akut sebagian
teratasi
2. Gangguan integritas
kulit/jaringan belum
teratasi 3. Gangguan mobilitas fisik
belum teratasi
4. Risiko jatuh sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
DX 1, DX 2, DX 3, DX 4
DS:
1) Klien mengatakan merasa
lebihnyaman setelah
melakukan tehnik nafas dalam
2) Klien mengatakan paham
dengan apa yang dianjurkan
oleh perawat
DO:
1) Klien tamppak lebih tenang
2) Keluarga klien membantu
dalam mengaur posisi klien
3) Handrall tempat tidur
tampak tepasang
DS:
1) Klien mengatakan paham
dengan apa yang dianjurkan
oleh perawat
DO:
1) Lingkunga klien tampak
nyaman,
2) Handrall tempat tidur
terpasang
3) Roda tempat tidur terkunci
DS:
1) Klien mengatakan paham
dengan apa yang
disampaikan oleh orang
perawat
DO
1) Kolaborasi pemberian
104
19.45
20.20
tidur
1.5 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3.3 Melibatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatan pergerakan
4.3 Memasang handrall tempat
tidur.
1.1 Mengidentifikasi lokasi ,
karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan
intesitas nyeri
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri
1.3 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
2.1 Mengidentifikasi
karakteristik luka
3.1 Mengidentifikasi
kemampuan klien dalam
mobilisasi
3.2 Memoonitor ttv
4.2 Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis. fall
morse scale).
analgetik :ketorolac 2) Hanndrall tampak terkunci
DS:
1) Klien mengatakan sudah
lebih rileks dengan relaksasi
nafas dalam dan distraksi
dengan mendengarkan
musik
DO:
1) Klien tampak lebih rileks
2) Keluarga tampak membantu dalam mengatur posisi klien
3) Handrall tempat tidur
tampak terpasang
DS:
1) Klien mengatakan nyeri di
kaki sudah mulai berkurang
2) Klien mengatakan skala
nyeri 3
3) Klien mengatakan sudah merasa nyaman setelah
nyeri berkurang
4) Klien mengatakan sudah
bisa miring kanan miring
kiri dan duduk dengan
bersandar
5) Klien mengatakan tidak ada
tanda dan gejala infeksi
DO: 1) Klien tampak lebih teenang
dan tidak gelisah lagi
2) Tidak ada tanda dan gejala
infeksi di sekitar luka
3) Tidak ada perdarahan
disekitar luka operasi
4) Kekuatan otot
4 5
5 1
5) Ttv : TD : 130/80 mmHg
N : 89 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.5 c
6) Fall morse scale klien
adalah 45 (resiko)
105
Berdasarkan tabel 4.8 Implementasi tindakan keperawatan
dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien
sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing
diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan
keperawatan post operasi pada klien 1 dilakukan selama 3 hari perawatan
yaitu dari tanggal 8 April 2019 sampai tanggal 10 april 2019. Pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan secara komperehensif.
Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan Klien 2 dengan Post Operasi
Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
1. Kamis , 02 Mei 2019
11.00 WITA
11.25 WITA
11.40 WITA
12.00 WITA
12.20 WITA
12.30 WITA
1.1 Menanyakan factor pencetus dan
Pereda nyeri
1.2 Menannyakan kualitas nyeri
yang dirasakan
1.4 Menanyakan intensitas nyeri
dengan skala
2.1 Melihat dan menanyakan
kemampuan klien beraktivitas
2.2 Memeriksa kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
1.6 Mengajarkan klien teknik
rileksasi nafas dalam
Nyeri timbul saat ada
pergerakan, dan klien
mengatakan Pereda
nyerinya merupakan
obat nyeri
Nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk –
tusuk
Skala nyeri yang
dirasakan klien yaiu 6
(sedang )
Klien terlihat masih
kesulitan membolak balikan posisi
Klien terlihat hanya
berbaring ditempat
tidur dengan ttv
TD : 120/70 MMhg
N : 87 x/menit
RR : 18x/menit
T : 36,3
Klien dapat
melakukan teknik
nafas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri
106
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
12.50 WITA
13.20 WITA
13.35 WITA
13.40 WITA
14.00 WITA
14.15 WITA
14.20 WITA
14.25 WITA
2.1 Meminta keluarga membantu dalam merencanakan program
latihan pergerakan
2.8 Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
3.6 Menganjurkan klien
mengkonsumsi makanan tinggi
kalori daan protein
3.7 Memberikan obat injeksi
ceftriaxone 1 gr melalui IV
sesuai resep dokter
1.7 Memberikan obat injeksi
santagesik 2 mg melalui IV
sesuai resep dokter
4.1 Melihat dan menanyakan kebiasaan aktivitas perawatan
diri sesuai usia
5.3 Menghitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
5.5 Memastikan tempat tidur dalam
kondisi terkunci
Hanya istri yang sering menbantu klien
Membantu klien
untuk duduk secara
perlahan
Klien mengkonsumsi
makan makanan yang
di sedikan rumah
sakit
Klien mengatakan
lebih nyaman setelah
diberikan injeksi obat
Klien mengatakan
lebih nyaman setelah
diberikan injeksi obat
Klien mengtakan diseka dua kali sehari
dengan bantuan istri
Skala morse klien 55
resiko tinggi
Roda tempat tidur
terkunci
2. Jumat, 03 Mei 2019
10.00 WITA
10.25 WITA
10.40 WITA
11.50 WITA
1.2 Menanyakan kualitas nyeri
1.4 Menanyakan intensitas nyeri
yang dirasakan klien dengan
skala
2.7. Menganjurkan klien melakukan
mobilisasi dini
4.2 Melihat dan menanyakan tingkat
kemandirian klien
Nyeri yang dirasa seperti ditusuk –
tusuk
Nyeri yang dirasakan
klien berkurang
dengan skala nyeri 5
Klien melakukan
gerakan mengogyang
goyangkan jari kakinya agar tidak
kaku
Klien terlihat mulai
melakukan perawatan
107
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
12..00 WITA
13.00 WITA
13.10 WITA
13.20 WITA
4.3 Menanyakan pada klien apakah
membutuhkan alat bantu untuk
latihan mobilisasi
2.3 Menanyakan dan memeriksa
kondisi umum klien
4.8 Menganjurkan klien melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
1.7 Memberikan injeksi obat
Santagesik 2 mg melalu IV
sesuai resep dokter
3.7 Memberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalu IV resep dokter
5.5 Memastikan roda tempat tidur
terkunci
diri
Klien menggunakan
pagar tempat tidur
sebgai alat bantu untu
duduk
TD : 120/70 MMhg
N : 87x/menit
RR 18x/menit
T : 36,4
Klien mengtakan sudah melakukan
perawatan diri
meskipun ada bantuan
dari keluarganya
Klien mengtakan
nyaman setelah
diberikan injeksi
santagesik
Klien mengtakan
keadaanya merasa lebih baikan
Roda tempat tidur
terlihat terkunci
3.
Sabtu, 4 Mei 2019
10.00 WITA
10.20 WITA
10.50 WITA
11.20 WITA
11.40 WITA
1.2 Menanyakan kualitas nyeri
1.4 Menanyakan intensitas nyeri
dengan skala
2.4 Melihat kemampuan klien
beraktivitas
4.2 Melihat tingkat kemandirian
klien
5.7 Menganjurkan klien memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah posisi
Nyeri yang dirasakan
klien sudah tidak
terlalu sakit
Nyeri yang dirasakan
Klien berkurang
dengan skala nyeri 3
Klien terlihat sudah
bisa duduk sendiri
dengan memegang
pagar tempat tidur
Klien terlihat sudah
melakukan perawatan
diri secara mandiri
Klien paham untuk memanggil perawat
jika butuh bantuan
Klien mengatan nyeri
sudah berkurang dan
merasa lebih nyaman
108
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
12.00 WITA
1.7 Memberikan injeksi obat
Santagesik 2 mg melalu IV
sesuai resep dokter
3.7 Memberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalu IV sesuai
resep dokter
Klien mengatakan
lebih baikan
Berdasarkan tabel 4.9 Implementasi tindakan keperawatan
dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien
sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing
diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan
keperawatan pada klien 2 dilakukan selama 3 hari perawatan yaitu dari
tanggal 2 Mei 2019 sampai tanggal 4 Mei 2019. Pelaksanaan tindakan
keperawatan dilakukan secara komperehensif dan terus menerus selama 24
jam masa perawatan.
e. Evaluasi
Tabel 4.10 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 1 dengan Post Operasi
Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Hari Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
Senin, 08
April 2019
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik
(prosedur operasi)
S:
P : Klien mengatakan nyeri dirasa ketika kaki
digerakkan
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : klien megatakan nyeri di bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala nyeri 4
T : klien mengatakan nyeri dirasa hilang timbul
O:
Sesekali klien tampak meringis dan gelisah
akibat nyeri TTV:
TD : 140/80 mmHg
N : 99 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c
A:
Masalah belum teratasi
109
Selasa, 09
April 2019
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik
(prosedur operasi)
P: Lanjutkan intervensi
Observasi
1.2 Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1.4 Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.6 Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
1.7 Ajarkan teknik non farmakologi (nafas
dalam)
Kalaborasi
1.8 Kalaborasi pemberian analgetik,jika perlu
S:
1) P : Klien mengatakan nyeri dirasa ketika
kaki digerakkan Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : klien megatakan nyeri di bagian kaki
kiri
S : Klien mengatakan skala nyeri 3
T : klien mengatakan nyeri dirasa hilang
timbul
2) Klien mengatakan suhu lingkungan sudah
tidak terlalu dingin serta lingkungan nya
tidak bising
O:
1) Sesekali klien masih tampak meringis dan gelisah
2) Lingkungan klien sudah tampak nyaman
dan tidak ada kebisingan
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Observasi
1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1.4 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.6 Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri
Kalaborasi
1.8 Kalaborasi pemberian analgetik,jika perlu
110
Rabu, 10
April 2019
Rabu, 10
April 2019
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik
(prosedur operasi)
Gangguan
integritas
kulit/jaringan b.d
prosedur invasif
S:
1) Klien mengatakan nyeri di kaki sudah
mulai berkurang
2) Klien mengatakan skala nyeri 3
O:
1) Klien tampak lebih teenang dan tidak
gelisah lagi
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Observasi 1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1.4 Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.6 Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri Kalaborasi
1.7 Kalaborasi pemberian analgetik,jika perlu
S:
1) Klien mengatakan nyeri di kaki sudah
mulai berkurang
2) Klien mengatakan skala nyeri 3
3) Klien mengatakan tidak ada tanda dan
gejala infeksi
O:
1) Klien tampak lebih tenang dan tidak gelisah lagi
2) Tidak ada tanda dan gejala infeksi di sekitar
luka
3) Tidak ada perdarahan disekitar luka operasi
4) Ttv :
TD : 130/80 mmHg
N : 89 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.5 c
A: Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi Observasi
2.1 Identifikasi karakteristik luka
Terapeutik
2.2 Lakukan perawatan luka dengan tehnik
steril
2.3 Pertahankan tehnik steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi
111
Rabu, 10
April 2019
Rabu, 10
April 2019
Gangguan
mobilitas fisik b.d
nyeri
Risiko jatuh b.d
kondisi pasca
operasi
2.4 Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2.5 anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi
protein dan kalori
S:
1) Klien mengatakan sudah bisa miring kanan
miring kiri dan duduk dengan bersandar
O:
1) Kekuatan otot
5 5
5 2 2) Ttv :
TD : 130/80 mmHg
N : 89 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.5 c
3) Klien sudah mampu untuk miring Kanan
dan kiri serta duduk semi fowler
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Observasi
3.1 Identifikasi kemampuan klien dalam Terapeutik
3.2 Monitor ttv
3.3 Libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam meningkatan pergerakan
Edukasi
3.4 Anjurkan Melakukan mobilisasi dini
3.5 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan(mis.duduk tempat tidur, duduk di
sisis tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi).
S: 1) Klien mengatakan tidak pernh jatuh selama
dirumah sakit
2) Klien mengatakan selalu memastikan
handrall tempat tidur terpasang
O:
1) Fall morse scale klien adalah 45 (resiko)
2) Handrall dan roda tempat tidur klien
terkunci
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Observasi 4.1 Identifikasi factor resiko jatuh.
4.2 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala (mis. fall morse scale).
Terapeutik
4.3 Pasang handrall tempat tidur.
4.4 Atur tempat tidur mekanis posisi rendah.
Edukasi
4.5 Anjurkan memanggil perawat jika
112
Setelah melaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1, dibuat
evaluasi tindakan keperawatan selama 24 jam. Pada klien 1 saat
melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa keperawatan post operasi,
diagnosa nyeri akut teratasi pada tanggal 10 April 2019, gangguan
integritas kulit/jaringan sebagian teratasi pada tanggal 10 April 2019,
gangguan mobilitas fisik sebagian teratasi pada 10 April 2019, dan risiko
jatuh teratasi pada 10 April 2019.
Tabel 4.11 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 2 (Tn. B ) di Ruang Cempaka
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
1. Kamis , 2 Mei
2019
(D.0077) Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik
S :
1) Klien mengatakan
nyeri pada kaki kanan
bagian paha, nyeri
yang dirasa seperti
ditusuk tusuk dengan
sekala nyeri 5 dan
durasi saat nyeri timbul sekitar1 – 2
membutuhkan bantuan untuk berpindah.
113
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
menit O :
1) Wajah klien terlihat
meringis
2) Klien menderita
fracture femur
A : Masalah nyeri teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan menggunakan skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
2. Kamis , 2 Mei
2019
(D.0054) Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
1) Klien mengatakan
sulit bergerak karena
keadaan kakinya yang fracture
2) Klien mengatakan
tidak bias beraktivitas
normal seperti
biasanya
O :
1) Klien menderita
fracture pada kaki
kanan
2) Aktivitas klien telihat
dibantu oleh keluarga
3) Klien terlihat kesulitan membolak
balikan posisi
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2.2. Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas
2.3. Monitor kondisi
umum selama melakukan
mobilisasi
2.8. Anjurkan
mobilisasi dini
3. Kamis , 2 Mei
2019
(D.0009) Perfusi Perifer Tidak
Efektif berhubungan dengan S :
1) Klien mengatakan
114
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
penurunan aliran arteri dan/atau vena ( Edema )
kaki kananya kadang – kadang keram
2) Klien mengtakan
kaki kananya seperti
bengkak
O :
1) Terlihat edema pada
kaki kanan klien
A : masalah perfusi
perifer teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3.1 Periksa sirkulasi
perifer
4. Kamis , 2 Mei
2019
(D.0109) Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan
S :
1) Klien mengatakan
sulit untuk merawat
diri karena
keterbatasan
pergerakan
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O :
1) Klien dalam
memenuhi kebutuhan personal hygiene
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan diri belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
4.3 Monitor tingkat kemandirian
4.4 Identifikasi
kebutuhan alat bantu
kebersiha diri,
berpakaian, dan
berhias
4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Kamis , 2 Mei
2019
(D.0143) Risiko Jatuh yang
dibuktikan dengan : Factor risiko penurunan kekutan
otot
S :
1) Klien mengatakan kekuatan otot
kakinya melemah
O :
1) skala morse pada
klien 55 resiko tinggi
115
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
, klien terlihat kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko jatuh
teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada
tempat tidur terkunci
5.7 Pasang handrall
5.8 Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan
1. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik
S :
1) Klien mengatakan
nyeri menurun
dengan sekala nyeri
turun menjadi 4 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar1 menit
O :
1) Wajah klien terlihat
tidak meringis lagi 2) Wajah klien terlihat
santai
3) Klien menderita
fracture femur
A : Masalah nyeri teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala 1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
2. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0054) Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
1) Klien mengatakan
mulai melakukan
pergerakan
pergerakan ringan 2) Klien mengtakan
mencoba belajar
duduk secra mandiri
dengan bantuan pagar
tempat tidur
116
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
O : 1) Klien menderita
fracture pada kaki
kanan
2) Klien terlihat mulai
beraktivitas lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2.2. Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas 2.3. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
2.8. Anjurkan mobilisasi
dini
3. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0009) Perfusi Perifer Tidak
Efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri dan/atau
vena ( Edema )
S :
1) Klien mengatakan
bengkak pada kaki
kananya menurun
O :
1) Edema terlihat
menurun A : masalah perfusi
perifer teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3.1 Periksa sirkulasi
perifer
4. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0109) Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan
S :
1) Klien mengatakan
mulai rutin
melakukan perawatan
diri
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O : 1) Klien dalam
memenuhi kebutuhan
personal hygiene
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
4.4 Monitor tingkat
kemandirian
4.5 Identifikasi
117
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
kebutuhan alat bantu kebersiha diri,
berpakaian, dan
berhias
4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0143) Risiko Jatuh yang
dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan kekuatan
otot
S :
1) klien mengatakan
kekuatan otot
kakimelemah
O :
1) skala morse pada klien 55 resiko
tinggi , klien
terlihat kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat tidur
sudah terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko jatuh
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada tempat tidur
terkunci
1. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik
S :
1) Klien mengatakan
sekala nyeri turun
menjadi 3 dan durasi
saat nyeri timbul
sekitar kurang dari 1
menit
O :
1) Wajah klien terlihat
tidak meringis lagi 2) Klien terlihat lebih
rilex
3) Klien menderita
fracture femur
A : Masalah nyeri teratasi
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala 1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi
118
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
pemberian obat analgetik
2. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0054) Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
1) Klien mengatakan
mulai melakukan
pergerakan
pergerakan ringan
2) Klien mengtakan
sudah bisa duduk
dengan mandiri
dengan berpegangan
dengan pagar tempat
tidur
O : 1) Klien menderita
fracture pada kaki
kanan
2) Klien terlihat mulai
beraktivitas lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2.1. Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas 2.4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
2.8. Anjurkan mobilisasi
dini
3. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0009) Perfusi Perifer Tidak
Efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri dan/atau
vena ( Edema )
S :
1) Klien mengatakan
kakinya sudah tidak
bengkak lagi
O :
1) Edema pada kaki
kanan klien sudah
menurun A: Perfusi perifer teratasi
P: pertahankan intervensi
4.
Sabtu, 4 Mei 2019
(D.0109) Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan
S :
1) Klien mengatakan
mulai rutin
melakukan perawatan
diri
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O :
1) Klien dalam memenuhi kebutuhan
personal hygiene
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
119
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
kebutuhan toileting menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan diri
teratasi
P : lanjutkan intervensi
4.5 Monitor tingkat
kemandirian
4.6 Identifikasi
kebutuhan alat bantu
kebersiha diri, berpakaian, dan
berhias
4.7 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0143) Risiko Jatuh yang
dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan kekuatan
otot
S:
1) Klien mengatakan
kaki kanan mulai bisa
bergerak
O:
1) Skala morse pada klien 55 resiko tinggi
, klien terlihat
kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
dengan kuat, dan
klien terlihat aman
A :Masalah resiko jatuh
teratasi
P : lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada
tempat tidur terkunci
Pada tabel 4.11 setelah melakukan pelaksanaan tindakan
keperawatan pada klien 2, dibuat evaluasi tindakan keperawatan selama 24
jam. Pada klien 2 saat melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa
keperawatan, diagnosa nyeri akut masalah teratasi pada tanggal 4 Mei
2019 , gangguan mobilitas fisik teratasi pada tanggal 4 Mei 2019, Perfusi
Perifer Tidak Efektif teratasi pada tanggal 4 M ei 2019, defisit perawatan
120
diri teratasi pada 4 Mei 2019 dan risiko jatuh sebagian teratasi pada 4 Mei
2019.
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini, peneliti membahas tentang asuhan
keperawatan pada 2 klien dengan Fracture sesuai dengan konsep-konsep
teori yang ada. Asuhan keperawatan dilaksanakan selama 2 hari pada klien
1 dari tanggal 8 April sampai 10 April 2019 di ruang Flamboyan B di
RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sedangkan pada klien 2
asuhan keperawatan dilaksanakan selama 2 hari mulai dari tanggal 2 Mei
sampai 4 Mei 2019 di ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan
pada klien dengan post operatif fracture di RSUD Dr. Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi: pengkajian,
menegakkan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien 1 dan 2 menggunakan konsep pengkajian
berdasarkan teori (Noor, 2017). Dimana pengkajian ini difokuskan pada
asuhan keperawatan pada klien dengan fracture. Pengkajian pada klien
1 umur 54 tahun dilakukan pada tanggal 8 April 2019 dan pada klien 2
umur 41 tahun dilakukan pada tanggal 2 Mei 2019. Hasil dari
pengkajian sebagai berikut :
121
Berdasarkan dari hasil pengkajian pada klien 1 dengan diagnosa
medis Close Fracture Femur Sinistra dan klien 2 dengan diagnosa
medis Close Fracture Femur Dextra. Pada kedua klien memiliki
keluhan yang sama dengan teori seperti nyeri pada daerah yang
patah/luka, susah untuk melakukan aktivitasnya.
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015)
menyatakan bahwa nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstermitas, krepitasi, pembengkakan dan perubahan warna local pada
kulit merupakan tanda gejala dari fracture.
Menurut peneliti bahwa nyeri yang dirasakan pada klien 1 dan 2
merupakan tanda dan gejala dari fracture yang terjadi karena adanya
diskontinuitas pada tulang sehingga menimbulkan rasa nyeri.
Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan data klien 1 pada Klien
masuk ke IRD pukul 20.00 tanggal 07 April dan klien mengatakan jatuh
dari motor, kaki kiri terasa nyeri. Di IRD klien dilakkan pemeriksaan
rontgen dan pemeriksaan laboratorium, kemudian klien dipindahkan ke
ruangan flamboyan B pukul 09.00 Wita tanggal 08 April 2019.
Sedangkan pada klien 2 didapatkan data dari riwayat penyakit
sekarang yaitu Klien mengatakan mengalami kecelakaan di tabrak
motor, kemudian klien dibawa ke puskesmas dari puskesmas klien di
rujuk langsung ke IGD pada tanggal 25 April 2019. Di IGD klien
mendapat perawatan dan dilakukan rontgen kemudian klien dibawa ke
122
ok IGD dan dilakukan oprasi, kemudian klien dipindahkan keruang
perawatan cempaka.
Berdasarkan teori menurut (Nurarif Huda, 2015) menyatakan
bahwa klasifikasi pada fracture tertutup dimana fracture tertutup
(simple fracture), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Fracture terbuka (compound fracture), bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karna adanya
perlukaan kulit.
Pada klien 1 diagnosa medisnya adalah close fracture femur
sinistra sedangkan pada klien 2 diagnosa medisnya adalah close
fracture femur dextra. Jadi berdasarkan data tersebut pada klien 1 dan
2 memiliki fracture tertutup karena tidak terpapar langsung dengan
lingkungan luar.
Pada bagian pemeriksaan fisik, keadaan umum pada klien 1 yaitu
sedang, terpasang infus ditangan kanan, terpasang selang kateter dan
terpasang spalk di kaki kiri dengan elastis verban. Sedangkan keadaan
umum pada klien 2 yaitu sedang.
Menurut (Noor, 2017) keadaan umum yaitu baik atau buruknya
yang dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis, sopor,
koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut,
kronik, ringan, sedang, berat).
Menurut penulis terdapat sedikit kesenjangan antara pengkajian
yang dilakukan oleh peneliti dengan teori yang ada, dimana
123
pemeriksan fisik bagian keadaan umum pada kedua klien hanya
menjelaskan kesakitan yang dialami klien. Sedangkan pada teori baik
atau buruknya yang dicatat dalam keadaan umum adalah kesadaran
klien (apatis, sopor, koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan
penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat).
Pada pengkajian status fungsional/aktivitas dan mobilisasi Barthel
indeks, pada klien 1 didapatkan data klien susah melakukan miring
kanan dan miring kiri namun bisa duduk dengan bantuan dan total score
barthel indeks nya 11 (ketergantungan sedang). Sedangkan pada klien
2, data yang didapatkan kurang lengkap dimana peneliti hanya
memasukkan data mobilisasi barthel indeks dengan total score 7
(ketergantungan berat).
Pada pengkajian bagian mata, terdapat ketidaksesuaian antara hasil
pengkajian kedua klien dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada
klien 1 didapatkan data sclera putih, konjungtiva tidak anemis dan pupil
isoskor, tapi pada hasil pemeriksaan labortorium, kadar hemoglobin
klien 1 adalah 11.11 g/dl . Sedangkan pada klien 2 didapatkan data
konjungtiva anemis, tapi pada hasil pemeriksaan laboratorium kadar
hemoglobin klien 2 dalam rentang normal yaitu 14.5 g/dl.
Pada pengkajian bagian telinga, data yang didapatkan oleh peneliti
terhadap kedua klien kurang lengkap, dimana peneliti pada klien 1 dan
2 hanya melakukan pengkajian pada telinga dibagian kanalis telinga .
124
Pada klien 1 dan klien 2 sama-sama tidak dilakukan pemeriksaan tes
weber, tes rinne, dan tes swabach.
Pada pengkajan bagian pemeriksaan thorak : sistem pernafasan,
data yang didapatkan oleh peneliti terhadap klien 1 kurang lengkap.
Dimana peneliti pada klien 1 tidak mencantumkan pengkajian secara
perkusi untuk menentukan batas hepar paru klien 1.
Pada pengkajian bagian pemeriksaan sistem pencernaan dan status
nutrisi data yang didapatkan oleh peneliti terhadap klien 2 kurang
lengkap. Dimana peneliti pada klien 2 tidak menghitung IMT ( Indeks
Masa Tubuh) pada klien 2 dan tidak menjabarkan pola makan dan
minum klien 2 saat dirumah maupun pada saat dirumah sakit.
Pada pengkajian bagian sistem persyarafan, pengkajian yang
dilakukan oleh peneliti terhadap klien 1 kurang 1engkap. Dimana
peneliti tidak melakukan pengkajian reflek fisiologis (achiles, bisep,
trisep dan brankioradialis) terhadap klien 1.
Pada pengkajian sistem musculoskeletal dan integument,
didapatkan data pada klien 2 bahwa pergerakan sendinya bebas. Hal ini
berbanding terbalik dengan teori menurut (Nurarif Huda, 2015) dimana
manifestasi klinis dari fracture yaitu, Tidak dapat menggunakan
anggota gerak, nyeri pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi dengan gejala-gejala lain.
125
Pada pengkajian seksualitas dan reproduksi, penjelasan yang
dijabarkan oleh peneliti tentang keadaan pada daerah genetalia klien 1,
tidak menggambarkan kondis seksualitas dan reproduksi klien.
Pada pengkajian personal hygiene, menurut penulis data yang
didapatkan oleh peneliti dari pengkajian terhadap klien 2 kurang
lengkap. Pada data pengkajian tersebut tidak ada gambaran kondisi
personal hygiene klien 2 selama dirawat dirumah sakit.
Hasil pemeriksaan rontgen pada klien 1 didapatkan hasil Fracture
femur sinistra, sedangkan pada klien 2 didapatkan hasil fracture femur
dextra. Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015)
menyatakan bahwa gangguan fungsi anggota gerak merupakan salah
satu manifestasi klinis dari fracture. Faktor yang mempengaruhi
gangguan fungsi anggota gerak adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan jaringan akibat adanya benturan serta adanya tekanan yang
berlebihan pada tulang. Menurut penulis pada klien 1 dan 2 ditemukan
gangguan fungsi anggota gerak yang diakibatkan oleh terputusnya
kontinuitas tulang dan jaringan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI,
2017). Berdasarkan hal tersebut peneliti dalam kasus asuhan
126
keperawatan pada klien dengan fracture menegakkan masalah
keperawatan berdasarkan dari pengkajian yang didapatkan.
Menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017)
ada 6 diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan pada pre operasi
fracture yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(trauma), Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
aliran arteri dan/atau vena, Gangguan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan factor mekanis, Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang, Risiko infeksi
berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit) dan Risiko syok berhubungan dengan
kekurangan volume cairan. Dan ada 4 diagnosa keperawatan yang
sering ditegakkan pada post operasi fracture yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi), gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Risiko cedera berhubungan
dengan ketidakamanan transportasi dan Risiko infeksi berhubungan
dengan efek prosedur invasif.
a. Diagnosa post operatif
Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 yang sesuai dengan
teori antara lain :
1) Nyeri akut
127
Diagnosa yang sama dengan teori yang ditemukan pada
klien 1 dan 2 adalah nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur operasi). Saat pengkajian pada klien 1
didapatkan data subjektif mengatakan nyeri pada kaki kiri ketika
digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dan nyeri
dirasa hilang timbul . Data objektif didapatkan yaitu, ekspresi
wajah tampak meringis menahan sakit, klien tampak bersikap
protektif dan ttv dalam rentang normal.
Sedangkan saat pengkajian pada klien 2 didapatkan data
subjektif, klien mengatakan nyeri karna fracture pada kaki kanan,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan nyeri yang
dirasakan hilang timbul. Data objektif yang didapat kan yaitu
wajah klien terlihat meringis, terpasang perban dikaki kanan dan
klien menderita fracture femur.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria
mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit
tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda
mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang
dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah
128
meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses.
(PPNI, 2017)
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fracture,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak yang
dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman yaitu nyeri (Noor,
2017).
Menurut penulis, pada klien 1 diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, menurut penulis tanda
mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan
diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)
yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.
Menurut penulis pada klien 1, data objektif yang
mendukung penegakan diagnosa keperawatan nyeri akut pada
saat analisa data, tidak terdapat dalam pengkajian yang sudah
dilakukan oleh peneliti. Sehingga terdapat ketidaksesuaian data
pada pengkajian dan analisa data.
Serta metode penulisan diagnosa aktual belum sesuai
dengan metode penulisan diagnosa aktual pada SDKI, dengan
129
formulasi sebagai berikut : Masalah berhubungan dengan
Penyebab dibuktikan dengan Tanda atau Gejala
Pada klien 2, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik dibuktikan dengan wajah klien tampak meringis
dan klien mengeluh nyeri pada kaki kanan dengan sekala nyeri 6
dan durasi nyeri saat timbul 1-2 menit, dimana metode penulisan
diagnosa aktual pada klien 2 sudah sesuai dengan metode
penulisan diagnosa aktual pada SDKI. Namun tanda mayor yang
didapatkan pada klien 2 belum memenuhi validasi penegakan
diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)
yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.
Pada klien 2, data objektif yang mendukung penegakan
diagnosa keperawatan nyeri akut pada saat analisa data, tidak
terdapat dalam pengkajian yang sudah dilakukan oleh peneliti.
Sehingga terdapat ketidaksesuaian data pada pengkajian dan
analisa data.
2) Gangguan mobilitas fisik
Diagnosa yang ditegakkan pada kedua klien dan sama
dengan teori yaitu diagnosa gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan musculosceletal. Pada klien 1
didapatkan data subjektif, klien mengatakan susah untuk
menggerakan kaki, klien susah untuk melakukan miring kiri dan
miring kanan, klien juga mengatakan nyeri pada kaki kanan.
130
Sementara data objektif yang didapatkan pada klien 1 kekuatan
otot menurun, pergerakan sendi terbatas, dan skor bartel indeks
klien 1 adalah 11 (ketergantungan sedang).
Pada klien 2 didapatkan data subjektif, klien mengatakan
sulit bergerak karna keadaan kakinya yang fracture, klien tidak
bisa beraktivitas normal seperti biasanya karna fracture tersebut,
klien belum bisa menapakkan kaki kanannya dan klien
mengalami kesulitan berpindah dari duduk ke berdiri. Sedangkan
data objektif yanng didapatkan pada klien 2 yaitu klien menderita
fracture pada kaki kanan, aktivitas klien terlihat dibantu oleh
keluarga, klien terlihat kesulitan membolak balikan posisi,
kekuatan otot pada kaki kanan 3 selain itu 5 , terpasang balutan
perban pada paha kanan.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.
Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data objektifnya
meliputi kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
dan data subjektifnya mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas.
Sedangkan kriteria minornya data subjektifnya meliputi nyeri
saat bergerak dan data objektifnya meliputi sendi kaku, gerakan
terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif, Amin Huda
& Kusuma, 2016) menyatakan bahwa patofisiologi pada fracture
131
terbuka atau tertutup terjadi pergeseran pada fragmen tulang dan
menyebabkan gangguan pada fungsi ekstrimitas saat bergerak
sehingga mobilitas fisik terganggu.
Menurut penulis pada klien 1 dengan diagnosa keperawatan
gangguan mobilitas fisik, tanda mayor yang didapatkan sudah
memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI dimana
persentase minimalnya yaitu sekitar 80 persen sampai 100
persen.
Menurut penulis pada klien 1,dengan diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal,
metode penulisan diagnosa aktualnya belum sesuai dengan
metode penulisan diagnosa aktual yang ada pada buku SDKI,
dengan formulasi sebagai berikut : Masalah berhubungan
dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda atau Gejala.
Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa
keperawatan gangguan mobilitas fisik, tanda mayor yang
didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada
SDKI dimana persentase minimalnya yaitu sekitar 80 persen
sampai 100 persen.
Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang
digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis
data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data
subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan
132
diagnosa gangguan mobilitas fisik pada klien 2, tidak ada pada
data pengkajian.
Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskulosekletal
yang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, dan Rentang Gerak (ROM)
menurun sudah sesuai dengan metode penulisan diagnosa aktual
yang ada pada buku SDKI.
Diagnosa keperawatan pada kedua klien yang terdapat kesenjangan
dengan teori antara lain:
1) Gangguan intergritas kulit
Diagnosa keperawatan kedua yang ditegakkan pada klien 1
yang terdapat kesenjangan dengan teori adalah gangguan
intergritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif. Pada saat
pengkajian didapatkan data objektif, terdapat luka jahitan operasi
di paha kiri, tidak ada rasa panas dan pembengkakan, terdapat
sedikit kemerahan di area luka operasi dan Klien tampak sesekali
meringis akibat nyeri.
Gangguan intergritas kulit dan jaringan adalah kerusakan
kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan membran
133
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kartilago, kapsul
sendi atau ligament). Gangguan integritas kulit/jaringan adalah
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligamen). Kriteria mayornya yang dapat
dilihat dari data objektifnya meliputi kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit. Sedangkan kriteria minornya data objektifnya
meliputi nyeri, perdarahan, kemerahan dan hematom (PPNI,
2017).
Berdasarkan teori yang ada menurut (Syaifuddin, 2011)
menyatakan bahwa patofisiologi pada fracture tertutup upaya
penanganan dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan
internal fiksasi. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan
insisi, dengan tindakan insisi maka akan terjadi kerusakan pada
jaringan lunak dan saraf sensoris yang akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Pada klien 1, diagnosa keperawatan gangguan intergritas
kulit dan jaringan berhubungan dengan prosedur invasif tanda
mayor yang didapatkan pada klien 1 sudah memenuhi validasi
penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia) yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.
Menurut penulis pada perumusan diagnosa keperawatan
pada klien 1, penulisan diagnosa aktual belum sesuai dengan
134
metode penulisan diagnosa aktual pada SDKI, dengan formulasi
sebagai berikut : Masalah berhubungan dengan Penyebab
dibuktikan dengan Tanda atau Gejala.
Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang
digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis
data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data
subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan
diagnosa gangguan intergritas kulit/jaringan pada klien 1, tidak
ada pada data pengkajian.
2) Perfusi perifer tidak efektif
Diagnosa keperawatan yang ditegakan pada Kilen 2
terdapat kesenjangan dengan teori adalah perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan penurunan penururnan aliran arteri
dan/atau vena (edema). Saat pengkajian didapatkan data subjektif
dimana klien mengatakan nyeri ekstremitas, kadang-kadang
kakinya keram, dan klien mengatakan kakinya bengkak.
Sementara data objektif yang ditemukan pada klien 2 meliputi
terlihat edema pada kaki kanan klien.
Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi
darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme
tubuh. Kriteria mayornya yang dapat ditemukan berupa data
objektif meliputi pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun
atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat dan
135
turgor kulit menurun. Sedangkan kriteria minornya yang dapat
ditemukan berupa data objektif meliputi edema, penyembuhan
luka lambat, bruit femoralis sementara data subjektif yang dapat
ditemukan pada tanda minor adalah mengeluh nyeri pada
ekstrimitas dan parastesia. (PPNI, 2017)
Berdasarkan teori yang ada menurut (Vinaya, 2009) luka
terbuka dapat menimbulkan perdarahan. Kesembuhan luka
sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi ke dalam
jaringan. Hemoglobin yang rendah akan menyebabkan sirkulasi
oksigen dan nutrisi menurun sehingga mempengaruhi proses
penyembuhan luka. Untuk mempercepat penyembuhan luka
maka perlu adanya dilakukan transfusi darah untuk
meningkatkan kadar hemoglobin sehingga sirkulasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan meningkat dan penyembuhan luksa akan
semakit cepat teratasi.
Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa perfusi
perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan /atau vena, tanda mayor yang didapatkan belum memenuhi
validasi diagnosis pada SDKI dengan persentase minimal 80
persen sampai 100 persen. Serta tanda mayor yang didapatkan
tidak sesuai dengan yang ada pada SDKI.
Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang
digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis
136
data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data
subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan
diagnosa perfusi perifer tidak efektif pada klien 2, tidak ada pada
data pengkajian.
3) Defisit perawatan diri
Diagnosa keempat pada klien 2 adalah defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan, memiliki kesenjangan
dengan teori . Saat pengkajian didapatkan data subyektif dari
klien yang mengatakan sulit untuk merawat diri karna
keterbatasan pergerakan dan dalam sehari hanya 1 kali diseka.
Sementara data objektif didapatkan klien klien dalam memenuhi
kebutuhan personal hygiene dibatu oleh keluarga, klien untuk
kebutuhan toileting menggunakan diapers, klien terpasang cateter
dan skor barthel indeks dengan kategori tingkat ketergantungan
total dengan skor 7 (ketergantungan berat).
Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Kriteria mayornya yang
dapat dilihat dari data subyektifnya meliputi menolak melakukan
perawatan diri dan data obyektifnya meliputi tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara
mandiri serta minat melakukan perawatan diri kurang (PPNI,
2017).
137
Berdasarkan teori yang ada menurut (Lesmana, 2016.)
menyatakan bahwa klien dengan fracture akan mengalami
keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan
dengan menurunnya tonus otot. Adanya keterbatasan gerak
menyebabkan menurunnya kekuatan otot, sehingga klien
kehilangan kemandirian dalam merawat dirinya.
Menurut penulis pada klien, diagnosa keperawatan Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan dibuktikan klien tidak mampu mandi,menggunakan
pakaian,makan, ke toilet,berhias secara mandiri, dan minat untuk
melakukan perawatan diri kurang, menurut peneliti sudah sesuai
dengan metode penulisan diagnosa aktual pada buku SDKI. Saat
pengkajian tanda mayor yang didapatkan pada klien 2 belum
memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI dengan
persentase minimal yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.
Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang
digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis
data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data
subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan
diagnosa deficit perawatan diri pada klien 2, tidak ada pada data
pengkajian.
4) Risiko jatuh
138
Diagnosa yang ditegakkan pada klien 1 dan klien 2 yang
memiliki kesenjangan dengan teori adalah risiko jatuh. Saat
pengkajian pada klien 1, data objektif yang didapatkan yaitu
terpasang infus ditangan kanan dan terpasang selang kateter, total
skor resiko jatuh dalam skala morse yaitu 55 (resiko), pergerakan
sendi klien terbatas dan kekuatan otot pada kaki kiri adalah dua.
Sementara pengkajian pada klien 2 didapatkan data objektif
yaitu skala morse klien adalah 55 (resiko tinggi), klien ada
riwayat jatuh, klien terpasang selang kateter, infus, dan klien
berpegangan dinding saat berjalan.
Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan
gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi usia
≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat
jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat
bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi
kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan
asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan
kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot menurun, gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan
(mis. glaucoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus),
neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol,
anastesi umum) (PPNI, 2017).
139
Berdasarkan teori yang ada menurut (Puspitasari, 2013)
menyatakan bahwa risiko jatuh pada klien pasca operasi dapat
terjadi karena masih adanya pengaruh anastesi dan penurunan
kekuatan otot dan pencegahan dapat dilakukan dengan
memodifikasi dan memperhatikan lingkungan sekitar yang dapat
menyebabkan risiko jatuh.
Menurut peneliti diagnosa risiko jatuh pada klien 1 dan
klien 2 terjadi karena adanya penurunan kekuatan otot pada klien
dan kondisi pasca operasi dimana masih berada dibawah
pengaruh anastesi sehingga kekuatan otot menurun, total skor
risiko jatuh dalam skala morse yaitu 55 (risiko) pada klien 1 dan
55 (resiko) pada klien 2 sehingga diangkat diagnosa risiko jatuh.
Menurut penulis, berdasarkan data pengkajian yang dilakukan oleh
peneliti klien 1 dan peneliti klien 2, ada beberapa diagnosa resiko baru
yang dapat ditegakan diluar diagnosa yang telah dirumuskan oleh
peneliti pada klien 1 dan peneliti pada klien 2 antara lain :
(a) Resiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
Pada klien 1, data yang mendukung penegakan diagnosa resiko
perfusi perifer tidak efektif yaitu, pada pengkajian tanda-tanda vital
klien 1 didapatkan data TD : 159/97 mmHg.
(b) Resiko distres spiritual dibuktikan dengan perubahan ritual agama
140
Data yang mendukung penegakan diagnosa resiko distress spiritual
pada klien 1 dan klien 2 yaitu, pada pengkajian spiritual kedua
klien mengatakan pada saat dirumah klien selalu beribadah, namun
selama dirumah sakit klien jarang untuk beribadah.
(c) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
Data yang mendukung pengakan diagnosa resiko infeksi pada
kedua klien yaitu dimana kedua klien sudah menjalani tindakan
operasi dan terdapat luka operasi pada klien 1 dan klien 2.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dari hasil pengkajian pada
kedua klien saat post operasi, pada klien 1 ditemukan diagnosa
keperawatan yang sama dengan teori post operasi hanya dua. Pada klien
2 saat post operasi ditemukan diagnosa yang sama dengan teori post
operasi hanya dua.
Diagnosa yang ditegakkan pada kedua klien hanya empat diagnosa
yang sama dengan teori sedangkan pada teori terdapat sepuluh
diagnosa, berarti terdapat kesenjangan antara teori dan actual, itu terjadi
karena tidak selalu masalah yang ditegakkan sesuai dengan teori, dan
masalah yang ditegakkan kembali lagi dari kondisi klien atau adanya
komplikasi penyerta pada diagnosa medis yang ada pada klien tersebut.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar
141
masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, Amin
Huda & Kusuma, 2016).
Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan,
perencanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 disusun
setelah semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan.
Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan ini terdiri dari:
menegakkan diagnosa keperawatan, menentukan sasaran dan tujuan,
menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun intervensi dan tindakan
keperawatan.
a. Post Operatif
1) Nyeri akut
Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisik (prosedur operasi) pada Klien 1, peneliti
mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan
dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan nyeri akut dapat
teratasi dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (mampu
menggunakan tehnik non farmakologi), melaporkan bahwa nyeri
berkurang, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang,
tanda-tanda vital dalam rentang normal (Nurarif, Amin Huda &
Kusuma, 2016).
Adapun intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun
oleh peneliti pada klien 1 sudah menurut (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018) antara lain, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
142
durasi, frekuensi, kualitas dan intesitas nyeri 2. identifikasi skala
nyeri 3. identifikasi respon nyeri non verbal 4. identifikasi factor
yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 6. kontrol
lingkungan yang memperberat nyeri 7. Ajarkan teknik non
farmakologi (nafas dalam) 8. Kalaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
Sedangkan pada klien 2 peneliti mencantumkan tujuan
setelah melakukan tindakan keperawatan dalam waktu yang telah
ditentukan diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria
hasil : Melaporkan nyeri terkontrol meningkat, kemampuan
mengenali onset nyeri meningkat, kemampuan menggunakan
teknik nonfarmakologis meningkat, keluhan nyeri penggunaan
analgesik menurun, meringis menurun, frekuensi nadi membaik,
pola nafas membaik, tekanan darah membaik (Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, 2019).
Adapun intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun
oleh peneliti pada klien 2 sudah menurut (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018) antaralain, 1. Identifikasi factor pencetus dan pereda
nyeri 2. Monitor kualitas nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran
nyeri 4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala 5.
Monitor durasi dan frekuensi nyeri 6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. fasilitasi
143
istirahat dan tidur 8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 9.
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 10. Kolaborasi
pemberian obat analgetik.
Menurut teori (Tarwoto, 2015) nyeri akut dapat berkurang
dengan skala nyeri 1-2 seiring dengan terapi yang diterima dan
upaya untuk menurunkan nyeri seperti teknik relaksasi dan
distraksi, sedangkan untuk berkurangnya skala nyeri menjadi 0
pada klien fracture femur dibutuhkan waktu yang cukup lama
bahkan saat pertumbuhan tulang terjadi dalam waktu 8-12 minggu
nyeri tersebut terkadang masih dirasakan.
Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi
tindakan nyeri akut yang telah disusun pada klien 1 dan klien 2
sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada
klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan
Indonesia). Adapun kekurangan dari penerapan intervensi tindakan
nyeri akut yang telah disusun pada klien 1 yaitu dimana penerapan
serta penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI).
2) Gangguan integritas kulit/jaringan
Diagnosa pada klien 1 yaitu, gangguan integritas
kulit/jaringan berhubungan dengan prosedur invasif peneliti
144
mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan
dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan integritas kulit
dapat teratasi dengan kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi,
menunjukkan pemahamandalam proses perbaikan kulit dan
mencegaha terjadinya cedera berulang, menunjukkan terjadinya
proses penyembahan luka(Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016)
Intervensi tindakan pada diagnosa gangguan integritas
kulit/jaringan berhubungan dengan prosedur invasif, prosedur
invasif pada klien satu menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
antara lain, 1. Identifikasi karakteristik luka 2. Lakukan perawatan
luka dengan tehnik steril 3. pertahankan tehnik steril saat
melakukan perawatan luka 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5.
Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi protein dan kalori.
Menurut teori (Sjamsuhidajat & Jong, 2010) integritas kulit
dapat mencapai penyembuhan dimana proses penyembuhan luka
terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase
maturasi/penyembuhan. Fase inflamasi terjadi dalam waktu 0-3
hari, fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-14 hari dan fase
maturasi dimulai pada hari ke-20 dan berlanjut 1-2 tahun. Dimana
dalam waktu 0-3 hari pada fase inflamasi tersebut diharapkan
terjadi proses penyembuhan luka.
Meurut peneliti kelebihan dari perumusan intervensi
keperawatan gangguan intergritas kulit terhadap klien 2 sudah
145
sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.
Adapun kekurangannya adalah penulisan serta perumusan kriteria
hasil belum sesuai dengan SLKI.
3) Gangguan mobilitas fisik
Diagnosa ketiga pada klien 1 yaitu gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, peneliti
mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan
dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan gngguan mobilitas
fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: klien meningkat dalam
aktivitas fisik mengerti tujuan dari peningkatan mobiltas,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekutan dari
kemampuan berpindah (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016).
Adapun intervensi tindakan pada diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
pada klien 1 menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) antara
lain, 1. Identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi 2. monitor
ttv 3. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatan
pergerakan 4. Anjurkan Melakukan mobilisasi dini 5. Ajarkan
mobilisasi sederhana yang harus dilakukan(mis.duduk tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).
Sedagkan diagnosa kedua pada klien 2 yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal,
146
peneliti mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan
keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan
gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat
rentang gerak (ROM) meningkat, kelemahan fisik menurun.
Adapun intervensi tindakan pada diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
pada klien 2 sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018) antara lain, 1. Identifikasi kemampuan klien beraktivitas 2.
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 3. Fasilitasi
aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis. Pagar tempat tidur ) 4.
Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu 5. libatkan keluarga
dalam merencanakan dan memelihara program latihan fisik 6.
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 7. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini 8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan.
Menurut (Anggraeni, 2015) salah satu bentuk latihan
mobilisasi pada klien pasca operasi adalah dengan latihan rentang
gerak baik secara aktif maupun pasif untuk mencegah terjadinya
kontraktur, penurunan massa otot, meningkatkan peredaran darah
ke ekstrimitas dan memberikan kenyamanan pada klien, latihan
rentang gerak aktif maupun pasif sedikitnya dilakukan 4 kali sehari
dapat meningkatkan kekuatan otot.
147
Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi
tindakan Gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1
dan klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria
hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran
Keperawatan Indonesia). Dan perumusan intervensi keperawatan
pada klien 1 dan klien 2 dengan gangguan mobilitas fisik sesuai
dengan teori yang ada.
Adapun kekurangan dari penerapan intervensi tindakan
gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1 yaitu
dimana penerapan serta penulisan kriteria hasil belum sesuai
dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
4) Perfusi perifer tidak efektif
Diagnosa ketiga pada klien 2 adalah perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena,
peneliti mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan
keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan perfusi
perifer dapat teratasi dengan kriteria hasil: Denyut nadi perifer
meningkat, penyembuhan luka meningkat, edema perifer menurun,
nyeri ekstremitas menurun (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).
Adapun intervensi tindakan pada diagnosa perfusi perifer
tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
148
hemoglobin pada klien 2 Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018) antara lain, 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema )
2. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi 4. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 5. Lakukan pencegahan
infeksi 6. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat 7.
anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi 8. Kolaborasi
pemberian antibiotic.
Menurut (Azizah, 2016) perfusi perifer dapat kembali
efektif diharapkan dalam waktu tersebut terjadi peningkatan kadar
hemoglobin dengan transfusi yang diterima sehingga perfusi
perifer klien baik dan penyembuhan luka akan semakin cepat
teratasi.
Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi tindakan
pada diagnosa perfusi perifer tidak efektif yang telah disusun pada
klien klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria
hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran
Keperawatan Indonesia). Dan perumusan intervensi keperawatan
pada klien 2 dengan gangguan mobilitas fisik sesuai dengan teori
yang ada.
149
5) Defisit perawatan diri
Diagnosa ke empat pada klien 2 yaitu defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan pada klien 2 peneliti
mencatumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan
dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan perawatan diri
dapat teratasi dengan kriteria hasil: Kemampuan mandi meningkat,
kemampuan mengenakan pakaian meningkat, kemampuan makan
meningkat, verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
meningkat, mempertahankan kebersihan diri meningkat (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2019).
Intervensi tindakan pada diagnosa defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan pada klien 2 menurut (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018) antara lain, 1. Identifikasi kebiasaan
aktivitas perawatan diri sesuai usia 2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
dan berhias 4. Sediakan lingkungan yang teraupetik (mis. Privasi
klien) 5. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri 6. Bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri 7.
Jadwalkan rutinitas perawatan diri 8. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan.
Menurut teori (Lesmana, 2016) perawatan diri klien dapat
tertasi dalam waktu 3x24 jam ditandai dengan adanya peningkatan
150
kemandirian dalam merawat diri dan melakukan aktivitas sehari-
hari sehingga meminimalkan ketergantungan terhadap orang lain.
Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi
tindakan pada deficit perawatan diri yang telah disusun pada klien
klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada klien
2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan
Indonesia).
6) Risiko jatuh
Diagnosa keempat pada klien 1 yaitu risiko jatuh
berhubungan dengan kondisi pasca operasi. Pada klien 1 peneliti
mencatumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan
dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan risiko jatuh tidak
terjadi dengan kriteria hasil: Perilaku pencegahan jatuh seperti
tindakan individu dan pemberi asuhan untuk meminimalkan factor
resiko yang dapat memcu jatuh, kejadian jatuh tidak ada,
pemahaman pencegahan jatuh (Nurarif, Amin Huda & Kusuma,
2016).
Adapun intervensi tindakan pada klien 1 dengan diagnosa
risiko jatuh sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018) antara lain, 1. Identifikasi factor resiko jatuh 2. Hitung risiko
jatuh dengan menggunakan skala (mis. fall morse scale) 3. Pasang
151
handrall tempat tidur 4. Atur tempat tidur mekanis posisi rendah 5.
Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah.
Sedangkan pada klien 2 peneliti mencatumkan tujuan
setelah melakukan tindakan keperawatan dalam waktu yang telah
ditentukan diharapkan risiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasi
l : Tidak jatuh dari tempat tidur meningkat, tidak jatuh saat berjalan
meningkat, kemampuan mengidentifikasi factor resiko meningkat,
kemampuan melakukan strategi kontrol resiko meningkat (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).
Adapun intervensi tindakan pada klien 2 dengan diagnosa
risiko jatuh sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018) antara lain, 1. Identifikasi factor resiko jatuh 2. Identifikasi
factor lingkungan yang meningkatkan factor resiko jatuh 3. Hitung
resiko jatuh dengan menggunakan skala morse 4. Orientasikan
ruangan pada klien dan keluarga 5. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda dalam kondisi terkunci 6. Pasang handrall tempat tidur
7. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah.
Menurut teori (Puspitasari, 2013) risiko jatuh dapat
diminimalisir dalam dengan terpasangnya handrail tempat tidur,
lantai tidak licin, tempat tidur tidak terlalu tinggi dan cukup
152
penerangan, tidak ada kelemahan fisik dan penurunan kekuatan
otot.
Menurut peneliti kelebihan perencanaan yang telah disusun
pada klien 1 dan klien 2 sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan
dari awal yang telah disusun sesuai dengan teori yang ada,
intervensi yang telah disusun sesuai dengan teori menurut (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Serta pada penerapan dan penulisan
kriteria hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan teori SLKI. Adapun
kekurangan nya yaitu penerapan dan penulisan kriteria hasil pada
klien 1 belum sesuai dengan teori yang terdapat pada SLKI.
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh
karena itu, jika intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam
perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada klien, maka tindakan
tersebut disebut implementasi keperawatan. Setiadi dalam Februanti,
2019.
Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan
di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang
di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
153
masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Setiadi dalam Februanti, 2019.
Implementasi yang dilakukan pada klien 1 dan klien 2 dibagi
dalam empat komponen yaitu tindakan observasi, tindakan terapeutik,
tindakan edukasi, dan tindakan kolaborasi. Implementasi yang
dilakukan peneliti disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.
Implementasi pada klien 1 dilakukan oleh peneliti dari tanggal 8
April 2019 sampai 10 April 201. Pada hari pertama klien mengatakan
keluam r dari ruang operasi pukul 14.00, kemudian peneliti melakukan
pengkajian pada klien 1. Pada hari pertama peneliti mengajarkan tehnik
non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
Klien tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas
dalam.
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk
menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri
dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar klien
dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan saat relaksasi adalah klien harus dalam keadaan nyaman,
pikiran klien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang
rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi
menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari
154
nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus,
serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri
(Maliya, 2016).
Pada hari kedua klien dilakukan tindakan kontrol lingkungan dan
mobilisasi dini. Kontrol lingkungan bertujuan untuk menguragi rasa
nyeri klien dan memaksimalkan tehnik non farmakologis. Sedangkan
mobilisasi dini bertujuan untuk memulihkan kondisi paska operasi.
Menurut teori (Maliya, 2016) hal-hal yang perlu diperhatikan saat
relaksasi adalah klien harus dalam keadaan nyaman, pikiran klien harus
tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat
meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi
impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke
kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak
pada menurunnya persepsi nyeri.
Menurut teori (Prayitno & Haryati, 2011) setelah 24 – 48 jam
pertama paska bedah, klien dianjurkan untuk segera meninggalkan
tempat tidur atau melakukan mobilisasi dini. masalah yang sering
muncul segera setelah operasi, klien telah sadar dan berada di ruang
perawatan dengan edema/bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak
sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan kemampuan untuk
ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma.
Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
klien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur
155
sampai klien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi klien. Manfaat ambulasi dini
adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mengurangi komplikasi
immobilisasi paska operasi, mempercepat pemulihan klien paska
operasi.
Pada hari ketiga klien dilakukan identifikasi luka dan didapatkan
data terdapat luka jahitan di paha kiri ± 25 cm, luka sudah mulai tampak
kering ,tidak ada pembengkakan, tampak ada sedikit kemerahan
disekitar luka.
Implementasi pada klien 2 dilakukan dari tanggal 2 Mei 2019
sampai 5 Mei 2019, hari pertama dilakukan pengkajian terhadap klien
dan megajarkan terapi non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam. Klien
tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam.
Pada hari kedua peneliti melakukan tindakan observasi yaitu
mengidentifikasi nyeri, mobilitas, perawatan diri dan luka pada klien.
Peneliti juga melakukan tindakan kolaborasi pemberian obat sesuai
dengan resep dokter. klien mengatakan nyeri yang dirasakan sedikit
berkurang, klien masih tampak kesulitan dalam melakukan mobilisasi,
dan klien terlihat mulai melakukan perawatan diri.
Pada hari ketiga klien peneliti melakukan tindakan observasi
kembali. Mengidentifikasi nyeri, mobilitas, perawatan diri dan luka
pada klien. Peneliti juga melakukan tindakan kolaborasi pemberian
obat sesuai dengan resep dokter. klien mengatakan nyeri sudah
156
berkurang dengan skal nyeri 3, klien terlihat sudah bisa duduk sendiri
dengan memegang pagar yang berada di sisi tempat tidur.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1, pada post
operatif terdapat empat masalah keperawatan yang ditegakkan, hanya
dua masalah yang teratasi yaitu nyeri akut dan resiko jatuh. Pada
diagnosa nyeri akut, masalah dapat teratasi ditandai dengan nyeri
berkurang, skala nyeri 3 yaitu nyeri yang dirasakan hanya sedikit
seperti cubitan ringan pada area jahitan, tanda-tanda vital normal, klien
menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang. Sedangkan pada diagnosa
resiko jatuh, masalah dapat teratasi ditandai dengan klien tidak ada
mengalami jatuh selama dalam masa perawatan, dan handrall tempat
tidur klien selalu terpasang. Serta dua diagnosa yang sebagian teratasi
yaitu ganggguan integritas kulit/jaringan dan gangguan mobilitas fisik.
Pada diagnosa gangguan intergritas kulit/jaringan, masalah sebagian
teratasi ditandai dengan klien mengatakan nyeri berkurang serta tidak
ada tanda dan gejala infeksi di sekitar luka. Sedangkan pada diagnosa
gangguan mobilitas fisik, massalah sebagian teratasi ditandai dengan
157
klien sudah bisa miring kiri dan miring kanan serta sudah bisa duduk
dengan posisi semifowler.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien 2 dari lima
diagnosa keperawatan. Pada post operatif terdapat lima masalah
keperawatan yang ditegakkan dan semua diagnosa keperawatan dapat
teratasi.
Pada diagnoa nyeri akut, masalah teratasi ditandai dengan nyeri
berkurang, klien tampak rileks, skala nyeri 3 dan klien terlihat tiak
merngis lagi. Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik nyeri teratasi
ditandai dengan klien tampak mulai bisa melakukan pergerakan, klien
tampak p sudah bisa duduk dengan posisi semifowler. Pada diagnosa
perfusi prefer tidak efektif, masalah dapat teratasi ditndai dengan klien
mengatakan kakinya sudah tidak bengkak lagi dan edem pada kaki
kanan klien sudah menurun. Pada diagnosa deficit perawatan diri,
masalah dapat teratasi ditandai dengan klien mulai rutin dalam
melakukan perawatan diri, klien diseka oleh keluarganya sebanyak dua
kali sehari, dalam memenuhi personal hygiene klien dibantu oleh
keluarganya. Pada diagnosa resiko jatuh, masalah dapat teratasi ditandai
dengan klien mengatakan kaki kanan nya mulai bisa bergeerak, handrall
tempat tidur tampak terknci, klien tampak aman.
158
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada
klien 1 dengan post operasi fracture femur sinistra di Ruangan Flamboyan B
di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Kalimantan Timur dan klien 2 dengan
post operasi fracture femur dextra di ruangan cempaka di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1 dan peneliti
pada klien 2 sesuai dengan teori. Salah satu focus utama pengkajian pada
klien dengan post operatif fracture adalah pengkajian nyeri dengan
menggunakan metode PQRST (Provokes/Palliates, Quality,
Region/Radian, Scale/Severity, Time), pengkajian kondisi luka/balutan
luka, menilai adanya infeksi pada klien dan status mobilisasi klien.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut teori yang dikemukakan oleh penulis pada bab
sebelumnya diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien post
operatif sebanyak 4 diagnosa. Namun pada klien 1 dan klien 2 peneliti
hanya menemukan 2 diagnosa yang sama dengan teori.
3. Perencanaan 147
159
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua klien
dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada,
Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan klien dan
memperhatikan kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam kejasama.
Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu intervensi yang dilakukan
secara mandiri maupun kolaborasi.
4. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan
intervene si yang sudah di buat, sesuai dengan kebutuhan kedua klien
dengan fracture.
5. Evaluasi Keperawatan
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada
klien 1 selama 3 hari dan pada klien 2 selama 3 hari perawatan oleh
peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien post
operatif fraktut yang diberikan tepat, peneliti selanjutnya harus benar-
benar menguasai konsep medis tentang fracture itu sendiri.
Selain itu peneliti harus melakukan pengkajian secara
komprehensif agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan
masalah yang ditemukan pada klien serta tidak ada masalah yang luput
160
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Peneliti juga harus
teliti saat analisis data, dimana data subjektif dan objektif yang digunakan
untuk penegakan diagnosa keperawatan harus berdasarkan data yang
didapatkan saat melakukan pengkajian awal.
Pada bagian penegakan diagnosa keperawatan, diharapkan peneliti
lebih teliti lagi dalam menganalisis data mayor maupun data minor baik
yang data subjektif dan data objektif agar memenuhi validasi diagnosis
yang terdapat dalam Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).
Pada intervensi keperawatan, diharapkan peneliti klien 1 dalam
merumuskan kriteria hasil sesuai dengan buku panduan Standar luaran
Keperawatan Indonesia.
Pada bagian implementasi keperawatan, diharapkan peneliti
melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah dirumuskan oleh
peneliti agar diagnosa keperawatan yang muncul dapat teratasi. Pada
bagian evaluasi keperawatan, diaharapkan peneliti lebih memahami
tentang konsep evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah dan
memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya
161
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien fracture dengan
menggunakan literatur-literatur terbaru.
162
DAFTAR PUSTAKA
Anjaswati Buana, R. (2019). Deskripsi Pengetahuan Klien Fracture tentang
perawatan selama penyembuhan di Poli Bedah. 10(1).
Ardian, V. (2015). Asuhan keperawatan pra operatif pada klien close fracture
femur. Surakarta.
Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada klien pre operasi di RSUD
Kudus. 6(2), 139–148.
Azizah, N. (2016). Asuhan keperawatan dengan gangguan perfusi perifer.
Retrieved from http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/174/1/NILNA AZIZAH
NIM. A01301790.pdf
Bagus Kuntoadi, G. (2019). Buku Ajar Anatomi Fisiologi (I. Febriana, ed.).
Jakarta: Pantera.
Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. (2015). Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Skala Nyeri Pada Klien Fracture Di Irina a Rsup Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2).
Februanti, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Kanker Serviks.
Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Ihtisan, A. H. (2017). Upaya peningkatan mobilitas fisik pada klien post orif
fracture femur sinistra.
Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riskesdas. Jakarta: Kemenkes RI.
Krisdiyana. (2019). Karya Tujlis Ilmiah asuhan keperawatan pada klien post orif
fracture femur di ruang cempaka RSUD Abdul wahab sjahranie. Retrieved
from http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/404/1/Selesai.pdf
Lesmana, A. C. (2016). Meningkatkan Kemandirian Dalam Merawat Diri Pada
Klien Dengan Fracture Femur 1/3 Proksimal Dektra Post Orif Hari Ke-2 Di
Rsop.Dr. R Soeharso Surakarta. Surakarta.
Maliya, A. (2016). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
tingkat nyeri pada klien pasca operasi fracture femur di rumah sakit karima
utama surakarta. 191–199.
Noor, Z. (2017). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2nd ed.). Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus
(1st ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
163
Nurarif Huda, A. & K. H. (2015). Aplikasi askep berdasarkan NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.
Pearce Evelyn, C. (2016). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta: DPP PPNI.
Prayitno, J., & Haryati, D. S. (2011). Hubungan ambulansi dini terhadap aktifasi
peristaltik usus pada klien post operasi fracture ekstremitas bawah dengan
anastesi umum di ruang mawar II RS dr. moewardi Surakarta. Keperawatan.
Puspitasari, C. T. (2013). No TitleAsuhan Keperawatan Pada Tn. Y Dengan Close
Fracture Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra Di Ruang Instalasi Bedah
Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta.
Ramadhani, R. P., Romadhona, N., Djojosugito, M. A., Dyana, E. H., & Rukanta,
D. (2019). Hubungan Jenis Kecelakaan dengan Tipe Fracture pada Fracture
Tulang Panjang Ekstremitas Bawah. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains,
1(22), 32–35.
Rekam Medic RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo. (2019). Prevalansi Diagnosa
Fracture di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo. Balikpapan.
Ririn Purwanti, W. P. (2017). Pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif
pada klien post operastif fracture humerus. 10(2), 42–52.
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research
Approach). Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Sani, F. (2018). Metodologi Penelitian Farmasi Komunitas dan Eksperimental.
Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Graha ilmu.
Sjamsuhidajat, & Jong, D. (2010). Buku ajar ilmu bedah. In EGC.
https://doi.org/10.1093/aob/mcr163
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan (4th ed.). Jakarta: EGC.
Trise, S. A., & Nuriala, I. (2015). RSUD Sleman Siti Arifah & Ida Nuriala Trise
164
Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang Rumah Sakit
Jiwa Ghrasia Jogyakarta. IV(01), 40–49.
Vinaya, R. E. (2009). Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Penyembuhan Luka
Post Op Di Ruang Mawar I Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta.
165
LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL
NAMA MAHASISWA : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
JUDUL : Literatur review asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif fracture di rsud dr. kanujoso
djatiwibowo balikpapan dan rsud abdul wahab
sjahranie samarinda
NAMA PEMBIMBING : Pembimbing I: Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd
Lampiran 1
166
167
LEMBAR KONSULTASI KTI
NAMA MAHASISWA : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
JUDUL : Literatur review asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif fracture di rsud dr. kanujoso
djatiwibowo balikpapan dan rsud abdul wahab
sjahranie samarinda
NAMA PEMBIMBING : Pembimbing I: Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd
NO.
HARI/
TANGGAL
MATERI
PEMBAHASAN
SARAN
PEMBIMBING
TTD
PEMBIMBING
1. Selasa
21 April
2020
1. Literature
kasus yang
direview
1.1 Tidak
masalah jika
hanya
membahas
post operatif
fraktur
2. Kamis, 30
April 2020
1. BAB IV 1.1 Literature
yang di
review harus
yang sudah
dipublish
1.2 Harus
mencantumk
an URL dari
literature
yang sudah
di publish
168
diinternet
3 Jum’at, 1
Mei 2020
1. BAB IV 1.1 Mencantumk
an URL web
dari
Literature di
BAB IV
4 Jum’at, 8
Mei 2020
2. BAB IV dan
BAB V
1.1 Perhatikan
redaksi
penulisan
KTI
1.2 Pada bagian
BAB IV
harus
membahas
kelebihan
dan
kekurangan
literature
yang
direview
1.3 Kesimpulan
harus
menggambar
kan tujuan
khusus.
1.4 Lebih teliti
dalam
mereview
literature
169
LEMBAR KONSULTASI HASIL
NAMA MAHASISWA : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
JUDUL : Literatur review asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif fracture di rsud dr. kanujoso
djatiwibowo balikpapan dan rsud abdul wahab
sjahranie samarinda
NAMA PEMBIMBING : Pembimbing I: Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd
NO
.
HARI/
TANGGAL
MATERI
PEMBAHASAN
SARAN
PEMBIMBING
TTD
PEMBIMBING
1. Kamis,
11 Juni 2020
1. Karya Tulis
Ilmiah
1.1 Chek ulang
redaksi
penulisan
Karya Tulis
Ilmiah.
170
2 Jum’at,
12 Juni 2020
ACC Karya tulis
Ilmiah
171
LEMBAR KONSULTASI KTI
NAMA MAHASISWA : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
JUDUL : Literatur review asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif fracture di rsud dr. kanujoso
djatiwibowo balikpapan dan rsud abdul wahab
sjahranie samarinda
NAMA PEMBIMBING : Pembimbing II: Nurhayati, SST., M.Pd
NO.
HARI/
TANGGAL
MATERI
PEMBAHASAN
SARAN
PEMBIMBING
TTD
PEMBIMBING
1. Kamis
30 April
2020
2. Literature
kasus yang
direview
2.1 Alasan yang
mendasari
dalam
pengambilan
kasus post
operatif
fracture untuk
direview.
2. Sabtu, 4 Mei
2020
3. BAB IV dan
BAB V
3.1 Harus lebih
memahami
konsep penyakit
maupun asuhan
keperawatan.
3.2 Harus lebih
teliti dalam
172
mereview
Literature yang
dipilih
3.3 Menjabarkan
kekurangan dan
kelebihan dari
literature yang
sedang di revew
3.4 Merapikan tata
penulisan Karya
tulis Ilmiah.
3.5 Menjabarkan
penambahan
diagnosa yang
bisa ditegakkan
diluar diagnosa
yang ada pada
literature yang
sedang dreview
3.6 Harus
memahami cara
melakukan
pengkajian
secara
komprehensif
173
LEMBAR KONSULTASI HASIL
NAMA MAHASISWA : Hary Handika Pratama
NIM : P07220117051
JUDUL : Literatur review asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif fracture di rsud dr. kanujoso
djatiwibowo balikpapan dan rsud abdul wahab
sjahranie samarinda
NAMA PEMBIMBING : Pembimbing II: Nurhayati, SST., M.Pd
NO.
HARI/
TANGGAL
MATERI
PEMBAHASAN
SARAN
PEMBIMBING
TTD
PEMBIMBING
1. Senin,
11 Mei 2020
1. Abstrak
1.2 Pendahuluan
: berisi
tentang latar
belakang
masalah
1.3 Metode:
menggunaka
n deskriptif
kualitatif
1.4 Hasil dan
pembahasan:
merangkum
dari BAB IV
174
2 Jum’at,
22 Mei 2020
ACC Karya tulis
Ilmiah
175
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Studi kasus ini dilakukan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie yang terletak di Jl.
Palang Merah Indah No. 01, Kelurahan Sidodadi Kecamatan Samarinda Ulu, Kota
Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, RSUD ini dibangun tahun 1933, RSUD
Abdul Wahab Sjahranie adalah Rumah Sakit tipe A sebagai Rumah Sakit rujukan
terdapat fasilitas pelayanan IGD 24 jam, Poliklinik Spesialis, Laboratorium,
Instalasi Radiologi, Instalasi Bedah Sentral, Apotek, Instalasi Gizi, Histologi/
Kamar Jenazah, Fisioterapi, Ruang Kemoterapi, CSSD, Ruang Intensif Terpadu,
Ruang Hemodialisa, Ruang Bersalin/VK, Gedung Pavilium, Instalasi Rawat Inap
(kelas I, II, III, dan VIP).
Dalam studi kasus ini peneliti melakukan studi kasus di ruang Cempaka yaitu
ruang rawat inap bagi pasien yang diterima langsung dari IGD atau dari poliklinik.
Kasus penyakit yang terdapat diruang Cempaka meliputi diantaranya pasien
dengan pre dan pasca bedah namun tidak menutup kemungkinan untuk menerima
kasus lain.
Lampian 2
176
4.1.2 Data Asuhan Keperawatan
4.1.2.1 Pengkajian
Tabel 4.1
Pengkajian Pasien 1 ( Ny. E ) dan Pasien 2 (Tn. B ) di Ruang Cempaka RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
1 Nama Pasien Ny. E Tn. B
2 Tanggal Lahir 05 Juni 1969 13 Agustus 1971
3 Suku/Bangsa Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
4 Agama Islam Islam
5 Pendidikan SD SMA
6 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Swasta
7 Alamat Tanah merah Jl Dermaga
8 Diagnosa Medis Fraktur femur dextra Fraktur femur dextra
9 Sumber
Informasi
Klien dan keluarga Klien dan keluarga
10 No. Register 01.05.41.xx 01.05.46.xx
11 Tanggal MRS 26 April 2019 25 April 2019
12 Tanggal
Pengkajian
2 Mei 2019 2 Mei 2019
13 Keluhan Utama Nyeri pada kaki kanan Nyeri pada kaki kanan
14
Riwayat
Penyakit
Sekarang
Pasien mengatakan mengalami
tabrakan dan langsung dibawa ke
IGD pada tanggal 26 April 2019.
Di IGD pasien mendapat
perawatan dan dilakukan rontgen
kemudian pasien dibawa ke ok
IGD untuk dilakukan oprasi,
kemudian pada hari sabtu pasien
dipindah ke ruang cempaka.
Pasien mengatakan mengalami
kecelakaan di tabrak motor,
kemudian pasien dibawa ke
puskesmas dari puskesmas pasien
di rujuk langsung ke IGD pada
tanggal 25 April 2019. Di IGD
pasien mendapat perawatan dan
dilakukan rontgen kemudian
pasien dibawa ke ok IGD dan
dilakukan oprasi, kemudian pasien
dipindahkan keruang perawatan
cempaka.
177
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
15
Riwayat
Penyakit
Dahulu
Pasien tidak pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya.
Pasien tidak pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya.
16 Riwayat
Penyakit
Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada
riwayat penyakit diabetes mellitus
dalam keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada
riwayat penyakit diabetes mellitus
dalam keluarga
17
Genogram Pasien I ( Ny. E )
Genogram Pasien II ( Tn. B )
18 Keadaan Umum Sedang Sedang
19 Kesadaran Compos Mentis
E4M6V5
Compos Mentis
E4M6V5
20 Tanda – Tanda
Vital
TD :130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
TD :120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
RR : 19 kali/menit
Meninggal
Perempuan
Laki – Laki
Tinggal Satu Ruma h
Ket :
178
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
Temp : 36.5 oC Temp : 36.2 oC
21 Kenyamanan/ny
eri
P : fraktur pada kaki kanan
Q : seperti tertusuk
R : paha kanan
S : 5
T : Hilang timbul
P : fraktur pada kaki kanan
Q : seperti tertusuk
R : paha kanan
S : 6
T : Hilang timbul
22
Status
Fungsional
Barthel Indeks
Total skor 8
Dengan kategori tingkat
ketergantungan pasien adalah
ketergantungan berat.
Total skor 7
Dengan kategori tingkat
ketergantungan pasien adalah
ketergantungan berat.
23 Pemeriksaan
Kepala
Kepala :
Simetris, kepala bersih,
penyebarab rambut merata, warna
rambut hitam mulai beruban dan
tidak ada kelainan.
Mata :
Sklera putih, konjungtiva anemis,
palpebra tidak ada edema, refleks
cahaya +, pupil isokor.
Hidung :
Pernafasan cuping hidung tidak
ada, posisi septum nasal simetris,
lubang hidung bersih, tidak ada
penurunan ketajaman penciuman
dan tidak ada kelainan
Rongga Mulut dan Lidah :
Warna bibir merah muda, lidah
warna merah muda, mukosa
lembab, ukuran tonsil normal,
letak uvula simetris ditengah
Kepala :
Simetris, kepala bersih,
penyebarab rambut merata, warna
rambut hitam mulai beruban dan
tidak ada kelainan.
Mata :
Sklera putih, konjungtiva anemis,
palpebra tidak ada edema, refleks
cahaya +, pupil isokor.
Hidung :
Pernafasan cuping hidung tidak
ada, posisi septum nasal simetris,
lubang hidung bersih, tidak ada
penurunan ketajaman penciuman
dan tidak ada kelainan
Rongga Mulut dan Lidah :
Warna bibir merah muda, lidah
warna merah muda, mukosa
lembab, ukuran tonsil normal,
letak uvula simetris ditengah
24 Pemeriksaan
Thorax
Keluhan :
Pasien tidak ada keluhan sesak
nafas, nyeri waktu bernafas dan
batuk
Keluhan :
Pasien tidak ada keluhan sesak
nafas, nyeri waktu bernafas dan
batuk
179
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi
nafas 20 kali/menit, irama nafas
teratur, pernafasan cuping hidung
tidak ada, penggunaan otot bantu
nafas tidak ada, pasien tidak
menggunakan alat bantu nafas.
Palpasi :
Vokal premitus teraba diseluruh
lapang paru
Ekspansi paru simetris,
pengembangan sama di paru kanan
dan kiri
Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor, batas paru hepar ICS 5
dekstra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler dan tidak
ada suara nafas tambahan
Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi
nafas 19 kali/menit, irama nafas
teratur, pernafasan cuping hidung
tidak ada, penggunaan otot bantu
nafas tidak ada, pasien tidak
menggunakan alat bantu nafas.
Palpasi :
Vokal premitus teraba diseluruh
lapang paru
Ekspansi paru simetris,
pengembangan sama di paru
kanan dan kiri
Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor, batas paru hepar ICS 5
dekstra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler dan tidak
ada suara nafas tambahan
25 Pemeriksaan
Jantung
a. Tidak ada keluhan nyeri dada
b. Inspeksi
Tidak terlihat adanya pulsasi
iktus kordis, CRT < 2 detik
dan Tidak ada sianosis
c. Palpasi
Ictus Kordis teraba di ICS 5,
dan Akral Hangat
d. Perkusi
- Batas atas : ICS II line
sternal dekstra
- Batas bawah : ICS V line
midclavicula sinistra
- Batas kanan : ICS III line
sternal dekstra
- Batas kiri : ICS III line
sternal sinistra
e. Auskultasi - BJ II Aorta : Dub, reguler
f. Tidak ada keluhan nyeri dada
g. Inspeksi
Tidak terlihat adanya pulsasi
iktus kordis, CRT < 2 detik
dan Tidak ada sianosis
h. Palpasi
Ictus Kordis teraba di ICS 5
dan Akral Hangat
i. Perkusi
- Batas atas : ICS II line
sternal dekstra
- Batas bawah : ICS V line
midclavicula sinistra
- Batas kanan : ICS III line
sternal dekstra
- Batas kiri : ICS III line
sternal sinistra
j. Auskultasi - BJ II Aorta : Dub, reguler
180
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
dan intensitas kuat
- BJ II Pulmonal : Dub,
reguler dan intensitas kuat
- BJ I Trikuspid : Lub, reguler
dan intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub, reguler
dan intensitas kuat
- Tidak ada bunyi jantung tambahan
- Tidak ada kelainan
dan intensitas kuat
- BJ II Pulmonal : Dub,
reguler dan intensitas kuat
- BJ I Trikuspid : Lub, reguler
dan intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub, reguler
dan intensitas kuat
- Tidak ada bunyi jantung tambahan
- Tidak ada kelainan
26
Pemeriksaan
Sistem
Pencernaan dan
Status Nutrisi
a. BB : 65 Kg
b. TB : 150 Cm
c. Asupan makan tidak
berkurang
d. BAB
- 2 hari sekali
- Konsistensi lunak
e. Diet
- Frekuensi makan 3 kali
sehari
- Nafsu makan baik - Porsi makan dihabiskan
f. Abdomen
Inspeksi : bentuk bulat, tidak
ada bayangan vena, tidak
terlihat adanya benjolan
abdomen, tidak ada luka
operasi pada abdomen, dan
tidak terpasang drain
Auskultasi
- Peristaltik
9 kali/menit
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak
teraba adanya massa, dan
tidak ada pembesaran pada
hepar dan lien
Perkusi
- Shifting Dullness tidak
ditemukan
- Tidak ada nyeri pada
pemeriksaan perkusi ginjal
f. BB : 55 Kg
g. TB : 150 Cm
h. Asupan makan tidak
berkurang
i. BAB
- 1 kali sehari
- Konsistensi lunak
j. Diet
- Frekuensi makan 3 kali
sehari
- Nafsu makan baik - Porsi makan habis
k. Abdomen
Inspeksi
Inspeksi : bentuk bulat, tidak
ada bayangan vena, tidak
terlihat adanya benjolan
abdomen, tidak ada luka
operasi pada abdomen, dan
tidak terpasang drain
Auskultasi
- Peristaltik
16 kali/menit
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak
teraba adanya massa, dan
tidak ada pembesaran pada
hepar dan lien
Perkusi
- Shifting Dullness tidak
ditemukan
- Tidak ada nyeri pada
pemeriksaan perkusi ginjal
27 Pemeriksaan a. Memori : Panjang
b. Perhatian : Dapat mengulang
i. Memori : Panjang
j. Perhatian : Dapat mengulang
181
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
Sistem Syaraf c. Bahasa : komunikasi verbal
menggunakan bahasa
Indonesia
d. Kognisi dan Orientasi : dapat
mengenal orang, tempat dan
waktu
e. Refleks Fisiologis
- Achilles : 2 - Bisep : 2
- Trisep : 2
- Brankioradialis : 2
f. Tidak ada keluhan pusing
g. Istirahat/ tidur 5 jam/hari
h. Pemeriksaan syaraf kranial
- N1 : Pasien mampu
membedakan bau minyak
kayu putih dan alkohol
- N2 : Pasien mampu melihat
dalam jarak 30 cm
- N3 : Pasien mampu mengangkat kelopak mata
- N4 : Pasien mampu
menggerakkan bola mata
kebawah
- N5 : Pasien mampu
mengunyah
- N6 : Pasien mampu
menggerakkan mata
kesamping
- N7 : Pasien mampu
tersenyum dan mengangkat alis mata
- N8 : Pasien mampu
mendengar dengan baik
- N9 : Pasien mampu
membedakan rasa manis dan
asam
- N10 : Pasien mampu
menelan
- N11 : Pasien mampu
menggerakkan bahu dan
melawan tekanan
- N12 : Pasien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkan lidah
keberbagai arah
k. Bahasa : komunikasi verbal
menggunakan bahasa
Indonesia
l. Kognisi dan Orientasi : dapat
mengenal orang, tempat dan
waktu
m. Refleks Fisiologis
- Achilles : 2 - Bisep : 2
- Trisep : 2
- Brankioradialis : 2
n. Tidak ada keluhan pusing
o. Istirahat/ tidur 6 jam/hari
p. Pemeriksaan syaraf kranial
- N1 : Pasien mampu
membedakan bau minyak
kayu putih dan alkohol
- N2 : Pasien mampu melihat
dalam jarak 30 cm
- N3 : Pasien mampu mengangkat kelopak mata
- N4 : Pasien mampu
menggerakkan bola mata
kebawah
- N5 : Pasien mampu
mengunyah
- N6 : Pasien mampu
menggerakkan mata
kesamping
- N7 : Pasien mampu
tersenyum dan mengangkat alis mata
- N8 : Pasien mampu
mendengar dengan baik
- N9 : Pasien mampu
membedakan rasa manis dan
asam
- N10 : Pasien mampu
menelan
- N11 : Pasien mampu
menggerakkan bahu dan
melawan tekanan
- N12 : Pasien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkan lidah
keberbagai arah
28
Pemeriksaan
Sistem
Perkemihan
a. Kebersihan : Bersih
b. Kemampuan berkemih :
Menggunakan alat bantu
- Jenis : Folley Chateter
e. Kebersihan : Bersih
f. Kemampuan berkemih :
Menggunakan alat bantu
- Jenis : Folley Chateter
182
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
- Ukuran : 16
- Hari ke – 7
- Produksi urine 2000ml/hari
- Warna : Kuning cerah
- Bau : Khas urine
c. Tidak ada distensi kandung
kemih
d. Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
- Ukuran : 18
- Hari ke – 5
- Produksi urine 2400ml/hari
- Warna : Kuning cerah
- Bau : Khas urine
g. Tidak ada distensi kandung
kemih
h. Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
29
Pemeriksaan
Sistem
Muskoloskeletal
dan Integumen
a. Pergerakan sendi bebas
b. Kekuatan otot
5 5
5 3
c. Tidak ada kelainan tulang
belakang
d. Post Oprasi ORIF femur hari
ke 5
e. Turgor kulit baik
f. Terdapat Luka dengan panjang luka 20 cm
g. Terdapat 3 jahitan
h. Edema pada kaki kanan
i. Nilai risiko dekubitus , pasien
dalam kategori rendah yaitu
dengan sekor 15
j. Pergerakan sendi bebas
k. Kekuatan otot
5 5
5 3
l. Tidak ada kelainan tulang
belakang
m. Post Oprasi ORIF femur hari
ke 6
n. Turgor kulit baik o. Terdapat Luka dengan
panjang 20 cm
p. Terdapat 3 jahitan
q. Edema pada kaki kanan
r. Nilai risiko dekubitus , pasien
dalam kategori rendah yaitu
dengan 15
30 Pemeriksaan
Sistem
Tidak ada pembesaran kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar
183
No
.
Identitas
Pasien Pasien I ( Ny. E ) Pasien II (Tn. B )
Endokrin tyroid, getah bening dan trias DM
tyroid, getah bening dan trias DM
31
Kemanan
Lingkungan
Total skor penilaian risiko pasien
jatuh dengan skala morse adalah
55
Total skor penilaian risiko pasien
jatuh dengan skala morse adalah
55
32
Pengkajian
Psikososial
a. Persepsi klien terhadap
penyakitnya adalah
merupakan cobaan Tuhan
b. Ekspresi klien terhadap
penyakitnya adalah menerima
c. Pasien kooperatif saat
interaksi
d. Pasien tidak mengalami
ganguan konsep diri dilihat
dari citra tubuh persepsi
pasien terhadap kondisi kakinya tidak jadi masalah
meskipun harus menggunakan
tongkat saat berjalan, dari
prilaku pasien hanya harus
mengikuti anjuran dari dokter
dan perawat dan pasien ingin
cepat sembuh.
e. Persepsi klien terhadap
penyakitnya adalah
merupakan cobaan Tuhan
f. Ekspresi klien terhadap
penyakitnya adalah menerima
g. Pasien kooperatif saat
interaksi
h. Pasien tidak mengalami
ganguan konsep diri dilihat
dari citra tubuh persepsi
pasien terhadap kondisi kakinya tidak jadi masalah
meskipun harus
menggunakan tongkat saat
berjalan, dari prilaku pasien
hanya harus mengikuti
anjuran dari dokter dan
perawat dan pasien ingin
cepat sembuh.
33
Pengkajian
Spiritual
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit pasien sering
beribadah
b. Setelah sakit pasien
beribadah hanya kadang -
kadang
Kebiasaan beribadah
c. Sebelum sakit pasien sering
beribadah
d. Setelah sakit pasien
beribadah hanya kadang -
kadang
34
Personal
Hygiene
a. Mandi 2 kali sehari
b. Keramas 2 hari sekali
c. Memotong kuku setiap 1
minggu sekali d. Ganti pakaian 2 kali sehari
e. Sikat gigi 2 hari sekali
f. Mandi 1 kali sehari
g. Pasien tidak pernah keramas
h. Kuku pasien telihat Panjang
i. Ganti pakaian 2 kali sehari j. Sikat gigi 1 hari sekali
184
Table 4.2
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien Fraktur di Ruang Cempaka RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
1. Pemeriksaan Hematologi
No Pasien Tanggal
26 april 2019
Tanggal 29 April
2019
Hasil Normal
1. Pasien 1 ( Ny. E ) Leukosit 9,66
Eritrosit 3,47
Hemoglobin 9,8
Hematokrit 29,4
PLT 335
Glukosa sewaktu 110
Ureum 25,6
Kreatinin o,6
Natrium 148
Leukosit 8,89
Eritrosit 3,46
Hemoglobin 9,6
Hematocrit 29,6
PLT 310
Glukosa Sewaktu
120
Ureum 27,4
142
4,80 –10,80
10ˆ3/µL
4,20 – 5,40
10ˆ6/µL
12,0 – 16,0 g/dl
37,0 – 54,0 %
150 – 450 10ˆ3/µL
70 – 140 mg/dl
19,3 – 49,2 mg/dl
0,5 – 1,1 mg/dl
135 – 155 mmol/L
Tanggal
27 April 2019
Tanggal
30 April 2019
Hasil Normal
2. Pasien 2 ( Tn. B ) Leukosit 5,57
Eritrosit 3,62
Hemoglobin 14,5
Hematokrit 30,0
PLT 338
Glukosa sewaktu 102
Ureum 22,6
Kreatinin 0,7
Natrium 139
Leukosit 5,68
Eritrosit 3,66
Hemoglobin 14,6
Hematokrit 30,6
PLT 410
Glukosa Sewaktu
115
Ureum 30,4
4,80 – 10,80
10ˆ3/µL
4,70 – 5,40
10ˆ6/µL
14,0 – 18,0 g/dl
37,0 – 54,0 %
150 – 450 10ˆ3/µL
70 – 140 mg/dl
19,3 – 49,2 mg/dl
0,5 – 1,1 mg/dl
135 – 155
mmol/L
185
2. Pemeriksaan Rontgen
Hasil Rontgen Pasien 1 (Ny.E) pada tanggal 29 April 2019 yaitu tampak
fraktur komunitif 1/3 distal os femur kanan, terpasang internal fiksasi,
aligament cukup baik, Trabekulasi tulang tampak baik.
Kesimpulan : fraktur komunitif 1/3 distal os femur kanan, terpasang internal
fiksasi, aligament cukup baik
Tabel 4.3
Hasil Penatalaksanaan Pasien 1 ( Ny. E ) dan Pasien 2 ( Tn. B ) dengan Fraktur
Femur di ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Nama Obat Kandungan
Obat
Bentuk
Obat
Kekuatan Dosis/Aturan
Pakai
Cara
Pemberian
Santagesik Metamizole
Sodium
Ampul 1 gr 3x1 IV
Ceftriaxone Ceftriaxone
disodium
Vial 1 gr 2x1 IV
Ranitidine Ranitidine Ampul 2 ml 3x1 IV
4.1.2.2 Analisa Data
Tabel 4.4
Analisa Data Pada Pasien 1 ( Ny. E ) dengan Fraktur Femur di Ruang Cempaka
RSUD
Abdul Wahab sjahranie Samarinda Tahun 2019
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
1. Data Subjektif :
a. Pasien mengatakan nyeri
Agen pencedra fisik (D. 0077) Nyeri akut
50
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
pada kaki kanan bagian
paha nye ri yang dirasakan
pasien seperti ditusuk
tusuk sekala nyeri yang
dirasakan yaitu 5 dan nyeri
yang dirasa hilang timbul
dengan durasi nyeri saat
muncul sekitar 2 menit
Data Objektif :
a. Wajah pasien terlihat
meringis
b. Pasien menderita fraktur
femur
2.
Data Subjektif :
a. Pasien mengatakan sulit
bergerak karena keadaan
kakinya yang fraktur
b. Pasien mengatakan tidak
bias beraktivitas normal
seperti biasanya karena
fraktur tersebut
c. Pasien mengatakan
belum bias menapakan
telapak kaki kanannya
d. Pasien mengatakan
kesulitan berpindah dari
duduk ke berdiri
Data Objektif :
a. Pasien menderita fraktur
pada kaki kanan
b. Aktivitas pasien telihat
dibantu oleh keluarga
c. Pasien terlihat kesulitan
membolak balikan posisi
d. Kekutan otot pada kaki
kanan 3 selain itu 5
e. Terpasang balutan perban
pada paha kanan
Gangguan
Muskulosekletal
(D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
51
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
3.
Data Subjektif :
a. Pasien mengatakan nyeri
ekstremitas
b. Pasien mengtakan kadang
kadang kakinya keram
c. Pasien mengatakan
kakinya bengkak Data Objektif :
a. Terlihat edema pada kaki
kanan pasien
Penurunan Aliran
Arteri dan /atau
Vena (edema)
(D.0009) Perfusi
Perifer Tidak Efektif
4.
Data Subjektif :
a. Pasien mengatakan sulit
untuk merawat diri
karena keterbatasan
pergerakan
b. Pasien mengatakan
sehari 2 kali di seka
Data Objektif :
a. Pasien dalam memenuhi
kebutuhan personal
hygiene dibatu oleh
keluarga
b. Pasien untuk kebutuhan
toileting menggunakan
diapers
c. Pasien terpasang cateter
d. Skor barthel indeks
dengan kategori tingkat
ketergantungan total
dengan skor 4
Kelemahan (D.0109) Defisit
Perawatan Diri
5.
Skala morse pasien 55 ( skala
tinggi ), pasien ada riwayat
jatuh, pasien terpasang
selang kateter, selang infus,
dan pasien menggunakan alat
Dibuktikan dengan
penurunan kekuatan
otot
(D.0143) Risiko
Jatuh
52
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
bantu berjalan dengan
berpegangan dengan dinding.
Tabel 4.5
Analisa Data Pasien II ( Tn. B ) dengan Fraktur Femur di Ruang Cempaka RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
1.
Data Subjektif :
b. Pasien mengatakan nyeri
pada kaki kanan bagian
paha nyeri yang
dirasakan pasien seperti
ditusuk tusuk dengan
sekala nyeri 6 dan nyeri
yang dirasakan hilang
timbul dengan durasi
nyeri saat nyeri muncul
sekitar 1 – 2 menit Data Objektif :
d. Wajah pasien terlihat
meringis
e. Terpasang perban dikaki
kanan
f. Pasien menderita fraktur
femur
Agen pencedra fisik (D. 0077) Nyeri akut
2.
Data Subjektif :
e. Pasien mengatakan sulit
bergerak karena keadaan
kakinya yang fraktur
f. Pasien mengatakan tidak
bias beraktivitas normal
seperti biasanya karena
Gangguan
Muskulosekletal
(D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
53
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
fraktur tersebut
g. Pasien mengatakan
belum bias menapakan
telapak kaki kanannya
h. Pasien mengatakan
kesulitan berpindah dari
duduk ke berdiri Data Objektif :
f. Pasien menderita fraktur
pada kaki kanan
g. Aktivitas pasien telihat
dibantu oleh keluarga
h. Pasien terlihat kesulitan
membolak balikan posisi
i. Kekutan otot pada kaki
kanan 3 selain itu 5
j. Tepasang balutan perban
pada paha kanan
3.
Data Subjektif :
d. Pasien mengatakan nyeri
ekstremitas
e. Pasien mengtakan kadang
kadang kakinya keram
f. Pasien mengatakan
kakinya bengkak
Data Objektif :
b. Terlihat edema pada kaki
kanan pasien
Penurunan Aliran
Arteri dan /atau
Vena (edema)
(D.0009) Perfusi
Perifer Tidak Efektif
4.
Data Subjektif :
c. Pasien mengatakan sulit
untuk merawat diri
karena keterbatasan
pergerakan
d. Pasien mengatakan
sehari hanya 1 kali di
seka Data Objektif :
Kelemahan (D.0109) Defisit
Perawatan Diri
54
No. Data Etiologi
Masalah
Keperawatan
e. Pasien dalam memenuhi
kebutuhan personal
hygiene dibatu oleh
keluarga
f. Pasien untuk kebutuhan
toileting menggunakan
diapers
g. Pasien terpasang cateter
h. Skor barthel indeks
dengan kategori tingkat
ketergantungan total
dengan skor 3
5.
Skala morse pasien 55 (
resiko tinggi ), pasien ada
riwayat jatuh , pasien
terpasang sekang kateter,
infus, dan pasien
berpegangan dinding saat
berjalan
Dibuktikan dengan
kekuatan otot
menurun
(D.0143) Risiko
Jatuh
55
4.1.2.3 Diagnosa Keperawatan
4.6 Tabel
Daftar Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Pada Pasien Fraktur Femur
di Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2019
No
Klien 1 Klien 2
Tanggal
Ditemukan
Tanggal
Teratasi
Diagnosa
Keperawatan
Tanggal
Ditemukan
Tanggal
Teratasi
Diagnosa
Keperawatan
1. 02 Mei
2019
04 Mei
1019
(D.0077)
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera
fisik
dibuktikan
dengan wajah
pasien tamak
meringis dan
pasien
mengeluh
nyeri pada
kaki kanan
dengan sekala
nyeri 5 dan
durasi nyeri
saat timbul 1-
2 menit.
02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0077) Nyeri
akut berhubungan
dengan agen
pencedera fisik
dibuktikan dengan
wajah pasien
tammak meringis
dan pasien
mengeluh nyeri
pada kaki kanan
dengan sekala
nyeri 6 dan durasi
nyeri saat timbul
1-2 menit.
2. 02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0054)
Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskulosekletal
yang dibuktikan
dengan
mengeluh sulit
menggerakan
ekstremitas,
kekuatan otot
menurun, dan
Rentang Gerak
02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan
muskulosekletal
yang dibuktikan
dengan mengeluh
sulit menggerakan
ekstremitas,
kekuatan otot
menurun, dan
Rentang Gerak
(ROM) menurun
56
(ROM)
menurun
3. 02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0009)
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
berhubungan
dengan
penurunan
aliran arteri
dan/atau vena
02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0009) Perfusi
Perifer Tidak Efektif
berhubungan dengan
penurunan aliran
arteri dan/atau vena
4. 02 Mei
2019
04 Mei
2019
02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0109) Defisit
perawatan diri
berhubungan dengan
kelemahan yang
dibuktikan pasien
tidak mampu
mandi,menggunakan
pakaian,makan, ke
toilet, dan berhias
secara mandiri, dan
minat untuk
melakukan
peawatan diri
kurang
5. 02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0143) Risiko
Jatuh yang
dibuktikan
dengan sekala
morse pada
pasien 55 (
resiko tinggi),
dan pasien
menggunakan
atau terpasang
selang katater
dan infus.
02 Mei
2019
04 Mei
2019
(D.0143) Risiko
Jatuh yang
dibuktikan dengan
sekala morse pada
pasien 55 ( resiko
tinggi), dan pasien
menggunakan atau
terpasang selang
katater dan infus.
4.1.2.4 Intervensi Keperawatan
Tabel 4.7
Intervensi Keperawatan pada Pasien 1 ( Ny. E ) dan Pasien 2 ( Tn. B ) di Ruang
Cempaka RSUD
58
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tahun 2019
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
1.
2 Mei 2019 (D.0077)
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera
fisik yang
dibuktikan
dengan :
Pasien
mengeluhkan
nyeri pada
kaki kanan
bagian paha
nyeri seperti
ditusuk tusuk
dengan
sekala nyeri
5 dan nyeri
yang dirasa
hilang timbul
dengan
durasi nyeri
1 – 2 menit.
Wajah pasien
terlihat
meringis
karena nyeri
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x8 jam
maka tautan nyeri
meningkat dengan
kriteria hasil:
9. Melaporkan
nyeri terkontrol
meningkat
10. Kemampuan
mengenali onset
nyeri meningkat
11. Kemampuan
menggunakan
teknik
nonfarmakologi
s meningkat
12. Keluhan nyeri
penggunaan
analgesik
menurun
13. Meringis
menurun
14. Frekuensi nadi
membaik
15. Pola nafas
membaik
16. Tekanan darah
membaik
Manajemen
Nyeri
Observasi
1.10 Identifik
asi factor
pencetus dan
pereda nyeri
1.11 Monitor
kualitas nyeri
1.12 Monitor
lokasi dan
penyebaran
nyeri
1.13 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunaka
n skala
1.14 Monitor
durasi dan
frekuensi
nyeri
Teraupetik
1.15 Ajarkan
Teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
59
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
rasa nyeri
1.16 Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Edukasi
1.17 Anjurka
n memonitor
nyeri secara
mandiri
1.18 Anjurka
n
menggunaka
n analgetik
secara tepat
Kolaborasi
1.19 Kolabora
si pemberian
obat
analgetik
2.
2 Me
i
201
9
(D.0054)
Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskulosekl
etal yang
dibuktikan
dengan :
Pasien
mengatakan
sulit
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x8 jam
mobilitas fisik
meningkat dengan
kriteria hasil:
4. Pergerakan
ekstremitas
meningkat
5. Kekuatan otot
meningkat
6. Rentang gerak
(ROM)
meningkat
Dukungan
Ambulasi
Observasi
2.8 Identifikasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.9 Monitor
kondisi
umum
selama
melakukan
mobilisasi
Teraupetik
60
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
bergerak
karena
keadaan
kakinya yang
fraktur,
pasien
mengatakan
tidak bias
beraktivitas
normal
seperti
biasanya
karena
fraktur
tersebut,
aktivitas
pasien telihat
dibantu oleh
keluarga
7. Kelemahan fisik
menurun
2.10 Fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat
bantu ( mis.
Pagar tempat
tidur )
2.11 Fasilitasi
melakukan
pergerakan
jika perlu
2.12 Libatkan
keluarga
dalam
merencanaka
n dan
memelihara
program
latihan fisik
Edukasi
2.13 Jelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi
2.14 Anjurka
n melakukan
mobilisasi
dini
2.15 Ajarkan
mobilisasi
sederhana
yang harus
dilakukan
3. 2 Me
i
(D.0009)
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
Setelah dilakukan
tindakan
Perawatan
Sirkulasi
61
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
201
9
berhubungan
dengan
penurunan
aliran arteri
dan/atau vena
yang
dibuktikan
dengan :
Teredapat
edema pada
kaki kanan
pasien dan
pasien
mengeluh
nyeri pada
kaki kanan
keperawatan
selama 3x8 jam
perfusi Perifer
meningkat dengan
kriteria hasil:
1. Denyut nadi
perifer
meningkat
2. Penyembuhan
luka
meningkat
3. Edema perifer
menurun
4. Nyeri
ekstremitas
menurun
Observasi
3.9 Periksa
sirkulasi
perifer (nadi
perifer,
edema )
3.10 Monitor
panas,
kemerahan,
nyeri, atau
bengkak
pada
ekstremitas
teraupetik
3.11 Hindari
pemasangan
infus atau
pengambilan
darah di area
keterbatasan
perfusi
3.12 Hindari
pengukuran
tekanan
darah pada
ekstremitas
dengan
keterbatasan
perfusi
3.13 Lakukan
pencegahan
infeksi
Edukasi
3.14 Anjurka
62
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
n melakukan
perawatan
kulit yang
tepat
3.15 Anjurka
n program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi
Kolaborasi
3.16 Kolabora
si pemberian
antibiotic
4.
2 Mei 2019 (D.0109)
Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan
kelemahan
yang
dibuktikan
dengan :
Pasien tidak
mampu
mandi,
menggunaka
n pakaian,
makan, dan
berhias
secara
mandiri,
aktivitas
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x8 jam
perawatan diri
meningkat dengan
kriteria hasil :
1. Kemampuan
mandi
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan
pakaian
meningkat
3. Kemampuan
makan
meningkat
4. Verbalisasi
keinginan
melakukan
Dukungan
perawatan Diri
Observasi
4.8 Identifikasi
kebiasaan
aktivitas
perawatan
diri sesuai
usia
4.9 Monitor
tingkat
kemandirian
4.10 Identifik
asi
kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
dan berhias.
63
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
pasien
dibantu oleh
keluarga
perawatan diri
meningkat
5. Mempertahanka
n kebersihan
diri meningkat
Teraupetik
4.11 Sediakan
lingkungan
yang
teraupetik
(mis. Privasi
pasien)
4.12 Damping
i dalam
melakukan
perawatan
diri sampai
mandiri.
4.13 Bantu
jika tidak
mampu
melakukan
perawatan
diri
4.14 Jadwalka
n rutinitas
perawatan
diri
Edukasi
4.15 Anjurka
n melakukan
perawatan
diri secara
konsisten
sesuai
kemampuan.
5.
2 Mei 2019 (D.0143)
Risiko Jatuh
yang
dibuktikan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x8
jam tingkatan jatuh
Pencegahan
Jatuh
Observasi
64
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
dengan :
Pasien
terpasang
selang
kateter,
selang infus
dan skala
morse 55
meningkat dengan
kriteria hasil :
5. Tidak jatuh
dari tempat
tidur
meningkat
6. Tidak jatuh
saat
berjalan
meningkat
7. Kemampua
n
mengidentif
ikasi factor
resiko
meningkat
8. Kemampua
n
melakukan
strategi
control
resiko
meningkat
9. Kemampua
n
menghindar
i factor
resiko
meningkat
5.7 Identifikasi
factor resiko
jatuh
5.8 Identifikasi
factor
lingkungan
yang
meningkatka
n factor
resiko jatuh
5.9 Hitung
resiko jatuh
dengan
menggunaka
n skala
morse
Teraupetik
5.10 Orientasi
kan ruangan
pada pasien
dan keluarga
5.11 Pastikan
roda tempat
tidur dan
kursi roda
dalam
kondisi
terkunci
5.12 Pasang
handralltem
pat tidur
Edukasi
5.13 Anjurka
n memanggil
perawat jika
65
No
.
Tanggal
Ditemukan
Diagnosa
Keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
membutuhka
n bantuan
untuk
berpindah.
66
4.1.2.5 Implementasi Keperawatan
Tabel 4.8
Implementasi Keperawatan pada Pasien 1 ( Ny. E ) di Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
1. Kamis , 02 Mei 2019
07.00 WITA
07.30 WITA
08.00 WITA
08.20 WITA
1.1 Menannyakan pada pasien
factor pencetus dan Pereda
nyeri
1.2 Menanyakan pada pasien
kualitas nyeri yang
dirasakan seperti apa
1.4 Menanyakan intensitas
nyeri dengan skala
1.1 Melihat kemampuan pasien
dalam beraktivitas
2.2. melihat kondisi umum
pasien selama melakukan
mobilisasi
Nyeri timbul saat
ada pergerakan,
dan pasien
mengatakan
Pereda nyerinya
merupakan obat
nyeri dan teknik
nonfarmakologis
(nafas dalam)
Nyeri yang dira
sakan seperti
ditusuk – tusuk
Skala nyeri yang
dirasakan pasien
yaiu 5 (sedang )
Pasien terlihat
masih kesulitan
membolak balikan
posisi pasien
terlihat hanya
berbaring
ditempat tidur
dengan ttv
TD : 120/80
MMhg
N : 86 x/menit
67
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
08.20 WITA
09.00 WITA
09.10 WITA
09.15 WITA
2.5. Meminta keluarga
membantu dalam
merencanakan program
latihan pergerakan
2.8. Mengajarkan
mobilisasi sederhana yang
harus dilakuka
3.1 Melihat edema pada kaki
kanan
3.7 Menganjurkan pasien
mengkonsumsi makanan
tinggi kalori daan protein
3.8 Memberi injeksi obat
ceftriaxone 1 gr yang
diberikan melalui IV sesuai
resep dokter
RR : 18x/menit
T : 36,4
Keluarga berperan
aktif dalam
membantu pasien
melakukan
gerakan gerakan
dini seperti
mengangkat kaki
perlahan
Membantu pasien
untuk duduk
secara perlahan
Edema pada kakai
kanan pasien
terlihat menurun
pasien
mengkonsumsi
makan makanan
yang di sedikan
rumah sakit
pasien
mengatakan lebih
nyaman setelah
diberikan injeksi
obat
pasien
mengatakan lebih
nyaman setelah
diberikan injeksi
68
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
09.20 WITA
09.20 WITA
09.30 WITA
10.00 WITA
10.10 WITA
1.7 Memberi injeksi obat
santagesik 2 mg melalui IV
sesuai resep dokter
4.1 Menanyakan pada pasien
tentang perawatan diri
seperti mandi
4.6 Membantu pasien
melakukakan perawatan diri
jika pasien tidak mamapu
sendri
5.3 Menghitung resiko jatuh
dengan menggunakan skala
morse
5.5 Melihat dan memastikan
tempat tidur dalam kondisi
terkunci
obat
pasien mengtakan
diseka dua kali
sehari dengan
bantuan keluarga
skala morse
pasien 55 resiko
tinggi
roda tempat tidur
terkunci
69
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
10.15 WITA
10.25 WITA
2. Jumat, 03 Mei 2019
07.00 WITA
07.10 WITA
07.20 WITA
1.2 Menanyakan kualitas nyeri
yang dirasakan pasien
1.4 Mengukur dan menanyakan
intensitas nyeri dengan
skala
3.5 Melakukan pencegahan
infeksi dengan memberitahu
pasien tanda gejala dari
infeksi
1.6 Mengajarkan pasien teknik
rileksasi nafas dalam
Nyeri yang dirasa
seperti ditusuk –
tusuk
Nyeri yang
dirasakan pasien
berkurang dengan
skala nyeri 4
Pasien paham dan
tau beberapa
tanda gejala
adanya infeksi
Pasien dapat
mengontrol nyeri
dengan teknik
nafas dalam
Pasien melakukan
70
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
07.30 WITA
07.50 WITA
08.00 WITA
09.00 WITA
2.7. Menganjurkan pasien
melakukan mobilisasi dini
4.2 Melihat tingkat kemandirian
pasien
4.8 Menganjurkan pasien
melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai
kemampuan
1.7 Memberikan injeksi obat
santagesik 2 mg melalu IV
sesuai resep dokter
3.7 Memberikan injeksi obat
Ceftriaxone 1 gr melalu IV
sesuai resep dokter
gerakan
mengogyang
goyangkan jari
kakinya agar tidak
kaku dan
mencoba duduk
dengan
berpegangan
pagar tempat tidur
Pasien terlihat
mulai melakukan
perawatan diri
Pasien mengtakan
sudah melakukan
perawatan diri
meskipun ada
bantuan dari
keluarganya
Pasien mengtakan
nyaman setelah
diberikan injeksi
santagesik
Pasien mengtakan
keadaanya merasa
lebih baikan
71
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
09.10 WITA
3. Sabtu, 4 Mei 2019
07.00 WITA
07.20 WITA
07.50 WITA
08.20 WITA
1.2 Menanyakan kualitas nyeri
yang dirasakan pasien
1.4 Mengukur dan melihat
intensitas nyeri dengan
skala
2.1. Melihat kemampuan
pasien dalam beraktivitas
4.2 Melihat dan menanyakan
tingkat kemandirian pasien
5.7 Menganjurkan pasien
memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah posis
Pasien
mengatakan
nyerinya tidak
terlalu sakit lagi
Nyeri yang
dirasakan pasien
berkurang dengan
skala nyeri 2
Pasien terlihat
sudah bisa duduk
sendiri dengan
memegang pagar
tempat tidur
Pasien terlihat
sudah melakukan
perawatan diri
secara mandiri
Pasien paham
untuk memanggil
perawat jika butuh
bantuan
Pasien mengatan
nyeri sudah
berkurang dan
72
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
08.40 WITA
09.10 WITA
09.10 WITA
1.7 Memberikan injeksi obat
santagesik 2 mg melalui IV
sesuai resep dokter
3.7 Memberikan injeksi obat
Ceftriaxone 1 gr Melalui IV
sesuai resep dokter
merasa lebih
nyaman
Pasien
mengatakan lebih
baikan
Tabel 4.9
Implementasi Keperawatan pada Pasien 2 ( Tn. B ) di Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
1. Kamis , 02 Mei 2019
11.00 WITA
1.3 Menannyakan factor
pencetus dan Pereda nyeri
Nyeri timbul saat
ada pergerakan,
dan pasien
mengatakan
Pereda nyerinya
merupakan obat
nyeri
Nyeri yang
73
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
11.25 WITA
11.40 WITA
12.00 WITA
12.20 WITA
1.4 Menannyakan kualitas
nyeri yang dirasakan
1.5 Menanyakan intensitas
nyeri dengan skala
2.5 Melihat dan menanyakan
kemampuan pasien
beraktivitas
2.2. Memeriksa kondisi
umum selama melakukan
mobilisasi
1.7 Mengajarkan pasien teknik
rileksasi nafas dalam
dirasakan seperti
ditusuk – tusuk
Skala nyeri yang
dirasakan pasien
yaiu 6 (sedang )
Pasien terlihat
masih kesulitan
membolak balikan
posisi
Pasien terlihat
hanya berbaring
ditempat tidur
dengan ttv
TD : 120/70
MMhg
N : 87 x/menit
RR : 18x/menit
T : 36,3
Pasien dapat
melakukan teknik
nafas dalam untuk
mengurangi rasa
nyeri
Hanya istri yang
sering menbantu
74
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
12.30 WITA
12.50 WITA
13.20 WITA
13.35 WITA
13.40 WITA
2.5. Meminta keluarga
membantu dalam
merencanakan program
latihan pergerakan
2.8. Mengajarkan
mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
3.8 Menganjurkan pasien
mengkonsumsi makanan
tinggi kalori daan protein
3.9 Memberikan obat injeksi
ceftriaxone 1 gr melalui IV
sesuai resep dokter
1.8 Memberikan obat injeksi
santagesik 2 mg melalui IV
sesuai resep dokter
4.2 Melihat dan menanyakan
kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai usia
pasien
Membantu pasien
untuk duduk
secara perlahan
pasien
mengkonsumsi
makan makanan
yang di sedikan
rumah sakit
pasien
mengatakan lebih
nyaman setelah
diberikan injeksi
obat
pasien
mengatakan lebih
nyaman setelah
diberikan injeksi
obat
pasien mengtakan
diseka dua kali
sehari dengan
bantuan istri
skala morse
75
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
14.00 WITA
14.15 WITA
14.20 WITA
14.25 WITA
5.4 Menghitung resiko jatuh
dengan menggunakan skala
morse
5.6 Memastikan tempat tidur
dalam kondisi terkunci
pasien 55 resiko
tinggi
roda tempat tidur
terkunci
2. Jumat, 03 Mei 2019
10.00 WITA
1.3 Menanyakan kualitas nyeri
Nyeri yang dirasa
seperti ditusuk –
tusuk
76
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
10.25 WITA
10.40 WITA
11.50 WITA
12..00 WITA
13.00 WITA
1.5 Menanyakan intensitas
nyeri yang dirasakan pasien
dengan skala
2.8. Menganjurkan pasien
melakukan mobilisasi dini
4.4 Melihat dan menanyakan
tingkat kemandirian pasien
4.5 Menanyakan pada pasien
apakah membutuhkan alat
bantu untuk latihan
mobilisasi
2.6 Menanyakan dan
memeriksa kondisi umum
pasien
4.9 Menganjurkan pasien
melakukan perawatan diri
Nyeri yang
dirasakan pasien
berkurang dengan
skala nyeri 5
Pasien melakukan
gerakan
mengogyang
goyangkan jari
kakinya agar tidak
kaku
Pasien terlihat
mulai melakukan
perawatan diri
Pasien
menggunakan
pagar tempat tidur
sebgai alat bantu
untuk duduk
TD : 120/70
MMhg
N : 87x/menit
RR 18x/menit
T : 36,4
Pasien mengtakan
sudah melakukan
perawatan diri
meskipun ada
bantuan dari
keluarganya
77
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
13.10 WITA
13.20 WITA
secara konsisten sesuai
kemampuan
1.8 Memberikan injeksi obat
Santagesik 2 mg melalu IV
sesuai resep dokter
3.8 Memberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalu IV
resep dokter
5.6 Memastikan roda tempat
tidur terkunci
Pasien mengtakan
nyaman setelah
diberikan injeksi
santagesik
Pasien mengtakan
keadaanya merasa
lebih baikan
Roda tempat tidur
terlihat terkunci
3. Sabtu, 4 Mei 2019
10.00 WITA
10.20 WITA
1.3 Menanyakan kualitas nyeri
1.5 Menanyakan intensitas
nyeri dengan skala
Nyeri yang
dirasakan pasien
sudah tidak terlalu
sakit
Nyeri yang
dirasakan pasien
berkurang dengan
skala nyeri 3
78
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Tindakan
10.50 WITA
11.20 WITA
11.40 WITA
2.2. Melihat kemampuan
pasien beraktivitas
4.3 Melihat tingkat
kemandirian pasien
5.8 Menganjurkan pasien
memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah posis
1.8 Memberikan injeksi obat
Santagesik 2 mg melalu IV
sesuai resep dokter
3.8 Memberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalu IV
sesuai resep dokter
Pasien terlihat
sudah bisa duduk
sendiri dengan
memegang pagar
tempat tidur
Pasien terlihat
sudah melakukan
perawatan diri
secara mandiri
Pasien paham
untuk memanggil
perawat jika butuh
bantuan
Pasien mengatan
nyeri sudah
berkurang dan
merasa lebih
nyaman
Pasien
mengatakan lebih
baikan
4.1.2.6 Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.10
79
Evaluasi Keperawatan Pasien 1 (Ny. E ) di Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
1. kamis , 2 Mei
2019
(D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien mengatakan
nyeri pada kaki
kanan bagian paha,
nyeri yang dirasa
seperti ditusuk
tusuk dengan
sekala nyer 4 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar1 – 2
menit
O :
3) Wajah pasien
terlihat
meringis
4) Pasien
menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri
teratasi sebagian
P : lanjutkan
intervensi
1.2 Monitor
kualitas nyeri
1.4 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunakan
skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
S :
3) Pasien
mengatakan
sulit bergerak
80
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
gangguan muskulosekletal
karena
keadaan
kakinya yang
fraktur
4) Pasien
mengatakan
tidak bias
beraktivitas
normal seperti
biasanya
O :
3) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
4) Aktivitas
pasien telihat
dibantu oleh
keluarga
5) Pasien terlihat
kesulitan
membolak
balikan posisi
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik
belum teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
2.1. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.2. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.8. Anjurk
an mobilisasi
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif
berhubungan dengan
penurunan aliran arteri
S :
- Pasien
mengatakan
nyeri pada
81
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dan/atau vena ( Edema ) bagian kaki
kanan
- Pasien
mengtakan
kakinya
bengkak
O :
- Terdapat
edema pada
kaki kanan
A : masalah perfusi
perifer belum teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
3.1 periiksa sirkulasi
perifer
4. (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Pasien terpasang selang
kateter, selang infus dan
skala morse 55
S:pasien mengatakan
kekuatan otot
kakinya
melemah
O : skala morse pada
pasien 55
resiko tinggi ,
pasien terlihat
kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat
tidur sudah
terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko
jatuh teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
82
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
5.5 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
5.6 Pasang
handrall
5.7 Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan
1. jumat, 3 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien
mengatakan nyeri
yang dirasa sudah
menurun dengan
sekala nyeri
menjadi 3 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar1
menit
O :
5) Wajah pasien
terlihat tidak
meringis lagi
6) Wajah pasien
terlihat lebih
santai
A : Masalah nyeri
teratasi sebagian
P : lanjutkan
intervensi
1.2 Monitor
kualitas nyeri
1.4 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunakan
skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
83
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
1.7 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
5) Pasien
mengatakan
mulai
melakukan
pergerakan
pergerakan
ringan
6) Pasien
mengtakan
mencoba
belajar duduk
secra mandiri
dengan
bantuan pagar
tempat tidur
O :
6) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
7) Pasien terlihat
mulai
beraktivitas
lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
2.2. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.3. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.8. Anjurk
an mobilisasi
84
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif berhubungan
dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena ( Edema
)
S :
- Pasien
mengatakan
nyeri pada
kaki kanan
menurun
- Pasien
mengtakan
bengkak pada
kaki menurun
O :
- Edema padav
kaki kanan
menurun
A : Masalah Perfusi
Perifer belum teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
3.1 Periksa
sirkulasi
perifer (
edema )
4. (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan
kekuatan otot
S :
Pasien mengatakan
kekuatan otot kaki
melemah
O :
skala morse pada
pasien 55 resiko
tinggi , pasien terlihat
kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
85
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dengan kuat
A :
Masalah resiko jatuh
teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
5.5 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
5.6 Pasang
handrall
5.7 Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan
1. sabtut, 4 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien
mengatakan nyeri
yang dirasa sudah
menurun dengan
sekala nyeri turun
menjadi 2 dan
durasi saat nyeri
timbul kurang dari
1 menit
O :
7) Wajah pasien
terlihat tidak
meringis lagi
8) Pasien terlihat
rileks
A : Masalah nyeri
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
1.2 Monitor
kualitas nyeri
1.4 Monitor
intensitas
nyeri dengan
86
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
menggunakan
skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
7) Pasien
mengatakan
mulai
melakukan
pergerakan
pergerakan
ringan
8) Pasien
mengtakan
sudah bisa
duduk dengan
mandiri
dengan
berpegangan
dengan pagar
tempat tidur
O :
8) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
9) Pasien terlihat
mulai
beraktivitas
lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
2.2. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
87
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
2.3. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.8. Anjurk
an mobilisasi
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif berhubungan
dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena ( Edema
)
S :
- Pasien
mengatakan
nyeri pada
kaki kanan
menurun
- Pasien
mengtakan
bengkak
menurun O :
- Edema terlihat
menurun
A : Masalah perfusi
perifer teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
3.1 Periksa
sirkulasi
perifer (
edema )
4 . (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan
kekuatan otot
S :
pasien mengatakan
kaki kanan mulai bisa
bergerak
O :
skala morse pada
pasien 55 resiko
tinggi , pasien terlihat
kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
88
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dengan kuat, dan
pasien terlihat aman
A :
Masalah resiko jatuh
teratasi
P :
lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
5.7 Pasang
handrall
5.8 Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan
Tabel 4.11
Evaluasi Keperawatan Pasien 2 (Tn. B) di Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
1. kamis , 2 Mei
2019
(D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien
mengatakan nyeri
pada kaki kanan
bagian paha, nyeri
yang dirasa seperti
ditusuk tusuk
dengan sekala
nyeri 5 dan durasi
saat nyeri timbul
sekitar1 – 2 menit
O :
89
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
9) Wajah pasien
terlihat
meringis
10) Pasien
menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri
teratasi sebagian
P : lanjutkan
intervensi
1.3 Monitor
kualitas nyeri
1.5 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunakan
skala
1.7 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
1.8 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
9) Pasien
mengatakan
sulit bergerak
karena
keadaan
kakinya yang
fraktur
10) Pasien
mengatakan
tidak bias
beraktivitas
normal seperti
biasanya
O :
10) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
90
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
11) Aktivitas
pasien telihat
dibantu oleh
keluarga
12) Pasien terlihat
kesulitan
membolak
balikan posisi
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik
belum teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
2.4. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.5. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.9. Anjurk
an mobilisasi
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif berhubungan
dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena ( Edema
)
S :
- Pasien
mengatakan
kaki kananya
kadang –
kadang keram
- Pasien
mengtakan
kaki kananya
seperti
bengkak
O :
- Terlihat edema
pada kaki
kanan pasien
A : masalah perfusi
perifer teratasi
sebagian
91
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
P : Lanjutkan
intervensi
3.2 Periksa
sirkulasi
perifer
4. (D.0109) Defisit perawatan
diri berhubungan dengan
kelemahan
S :
3) Pasien
mengatakan
sulit untuk
merawat diri
karena
keterbatasan
pergerakan
4) Pasien
mengatakan
sehari 2 kali di
seka
O :
4) Pasien dalam
memenuhi
kebutuhan
personal
hygiene dibatu
oleh keluarga
5) Pasien untuk
kebutuhan
toileting
menggunakan
diapers
6) Pasien
terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan diri
belum teratasi
P : lanjutkan
intervensi
4.5 Monitor tingkat
kemandirian
4.6 Identifikasi
kebutuhan alat
bantu kebersiha
diri, berpakaian,
92
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dan berhias
4.9 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
5. (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan
kekutan otot
S : pasien mengatakan
kekuatan otot
kakinya
melemah
O : skala morse pada
pasien 55
resiko tinggi ,
pasien terlihat
kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat
tidur sudah
terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko
jatuh teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
5.9 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
5.10 Pasang
handrall
5.11 Anjurk
an memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan
1. jumat, 3 Mei
2019
(D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien
mengatakan nyeri
menurun dengan
sekala nyeri turun
menjadi 4 dan
93
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
durasi saat nyeri
timbul sekitar1
menit
O :
11) Wajah pasien
terlihat tidak
meringis lagi
12) Wajah pasien
terlihat santai
13) Pasien
menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri
teratasi sebagian
P : lanjutkan
intervensi
1.3 Monitor
kualitas nyeri
1.5 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunakan
skala
1.8 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
1.9 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
11) Pasien
mengatakan
mulai
melakukan
pergerakan
pergerakan
ringan
12) Pasien
mengtakan
mencoba
belajar duduk
secra mandiri
94
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dengan
bantuan pagar
tempat tidur O :
13) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
14) Pasien terlihat
mulai
beraktivitas
lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
2.4. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.5. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.9. Anjurk
an mobilisasi
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif berhubungan
dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena ( Edema
)
S :
- Pasien
mengatakan
bengkak pada
kaki kananya
menurun
O :
- Edema terlihat
menurun
A : masalah perfusi
perifer teratasi
95
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
3.2 Periksa
sirkulasi
perifer
4. (D.0109) Defisit perawatan
diri berhubungan dengan
kelemahan
S :
5) Pasien
mengatakan
mulai rutin
melakukan
perawatan diri
6) Pasien
mengatakan
sehari 2 kali di
seka O :
7) Pasien dalam
memenuhi
kebutuhan
personal
hygiene dibatu
oleh keluarga
8) Pasien untuk
kebutuhan
toileting
menggunakan
diapers
9) Pasien
terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
4.6 Monitor tingkat
kemandirian
4.7 Identifikasi
kebutuhan alat
bantu kebersiha
diri, berpakaian,
dan berhias
96
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
4.9 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
5. (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan
kekuatan otot
S : pasien mengatakan
kekuatan otot
kakimelemah
O : skala morse pada
pasien 55
resiko tinggi ,
pasien terlihat
kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat
tidur sudah
terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko
jatuh teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
5.7 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
1. sabtut, 4 Mei
2019
(D.0077) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
pencedera fisik
S : Pasien
mengatakan sekala
nyeri turun
menjadi 3 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar
kurang dari 1
menit
O :
14) Wajah pasien
terlihat tidak
meringis lagi
15) Pasien terlihat
lebih rilex
97
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
16) Pasien
menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
1.3 Monitor
kualitas nyeri
1.5 Monitor
intensitas
nyeri dengan
menggunakan
skala
1.8 Ajarkan teknik
nonfarmakolo
gi untuk
mengontrol
rasa nyeri
1.9 Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
2. (D.0054) Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan muskulosekletal
S :
13) Pasien
mengatakan
mulai
melakukan
pergerakan
pergerakan
ringan
14) Pasien
mengtakan
sudah bisa
duduk dengan
mandiri
dengan
berpegangan
dengan pagar
tempat tidur O :
15) Pasien
menderita
fraktur pada
kaki kanan
16) Pasien terlihat
98
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
mulai
beraktivitas
lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
2.2. Identifi
kasi
kemampuan
pasien
beraktivitas
2.5. Monito
r kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.9. Anjurk
an mobilisasi
dini
3. (D.0009) Perfusi Perifer
Tidak Efektif berhubungan
dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena ( Edema
)
S :
- Pasien
mengatakan
kakinya sudah
tidak bengkak
lagi
O :
- Edema pada
kaki kanan
pasien sudah
menurun
A : perfusi perifer
meningkat
P : pertahankan
intervensi
4. (D.0109) Defisit perawatan
diri berhubungan dengan
kelemahan
S :
7) Pasien
mengatakan
mulai rutin
melakukan
perawatan diri
99
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
8) Pasien
mengatakan
sehari 2 kali di
seka
O :
10) Pasien dalam
memenuhi
kebutuhan
personal
hygiene dibatu
oleh keluarga
11) Pasien untuk
kebutuhan
toileting
menggunakan
diapers
12) Pasien
terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan teratasi
P : lanjutkan
intervensi
4.7 Monitor tingkat
kemandirian
4.8 Identifikasi
kebutuhan alat
bantu kebersiha
diri, berpakaian,
dan berhias
4.8 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
5. (D.0143) Risiko Jatuh
yang dibuktikan dengan :
Factor risiko penurunan
kekuatan otot
S : pasien mengatakan
kaki kanan
mulai bisa
bergerak
O : skala morse pada
100
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
pasien 55
resiko tinggi ,
pasien terlihat
kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat
tidur sudah
terpasang
dengan kuat,
dan pasien
terlihat aman
A : Masalah resiko
jatuh teratasi
P : lanjutkan
intervensi
5.7 Pastikan roda
pada tempat
tidur terkunci
101
Lampiran 3
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123