PORTOFOLIO Bedah.doc

17
KASUS BEDAH FRAKTUR TERTUTUP TIBIA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMUNUTIF FRAKTUR TERTUTUP FIBULA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMPLIT Disusun oleh: dr. Mey Dian Intan Sari Dokter Internsip RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Pendamping: dr. H. Sutanto, Mkes

Transcript of PORTOFOLIO Bedah.doc

KASUS BEDAH

FRAKTUR TERTUTUP TIBIA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMUNUTIFFRAKTUR TERTUTUP FIBULA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMPLITDisusun oleh:

dr. Mey Dian Intan SariDokter Internsip RSUD dr. R. Goeteng TaroenadibrataPendamping:dr. H. Sutanto, MkesPROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATAPURBALINGGA JAWA TENGAH

2015BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari Jumat, 0 Juni 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama: dr. Mey Dian Intan SariJudul/Topik: Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif dan Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal KomplitNama Pendamping: dr. H. Sutanto, MkesNama Wahana: RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaBerita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.Dokter PendampingPresentan

dr. H. Sutanto, Mkesdr. Mey Dian Intan Sari

Nama Peserta : dr. Mey Dian Intan Sari

Nama Wahana : RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Topik : Fraktur Tertutup Cruris Sinistra 1/3 Proximal

Tanggal Kasus :15 Juni 2015

Nama Pasien :Tn. RNo. RM : 267789

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. H. Sutanto, Mkes

Tempat Presentasi : RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Laki-laki, 34 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak disertai luka lecet pada tungkai bawah kiri setelah setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.

Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dari Fraktur Tertutup Cruris Sinistra 1/3 Proximal

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien :Nama : Tn. RNo. RM : 267789

Nama RS : RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaTelp :Terdaftar sejak :15 Juni 2015

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Pasien datang ke IGD RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kiri setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Tungkai bawah kiri sulit dan nyeri bila digerakkan. Terdapat luka lecet di daerah tersebut dan di daerah kaki. Saat kejadian sampai dibawa ke rumah sakit pasien sadar. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, sesak nafas, mual ataupun muntah. Trauma di daerah kepala, dada, perut dan genitalia tidak ada.

2. Riwayat Pengobatan : Tidak ada.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Riwayat penyakit yang sama : Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal

Riwayat penyakit gula : Disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : Disangkal

4. Riwayat Keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang guru SMP.

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :Pasien tinggal di desa Penaruban bersama seorang istri dan dua orang anak. Hubungan dengan istri dan anggota keluarga yang lain baik. Pasien tidak menggunakan fasilitas jaminan/asuransi kesehatan untuk biaya kesehatannya.

7. Lain-lain :

Pemeriksaan FisikKeadaan Umum : Tampak kesakitanKesadaran : Compos Mentis/E4M6V5Vital Sign :

Tekanan Darah: 130/80 mmHg

Nadi: 100 x/mnt

Nafas: 24 x/mnt

Suhu: 36,80CKepala :Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC +/+ normal, pupil bulat isokor 3mm/3mmTelinga: Darah -/-

Hidung: Epitaksis -/-

Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Thoraks :Dada: Vulnus (-), hematom (-).

Pulmo: Normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).SD vesikuler, suara tambahan -/-. Jantung : S1>S2, reguler, suara tambahan (-).Abdomen :Datar, vulnus (-), hematom (-), bising usus (+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-).

Hepar dan Lien tidak teraba.Genitalia: Vulnus (-), hematom (-), perdarahan (-).Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler baik.Status Lokalis : a. Regio cruris sinistra

Look : Ekskoriasi (+), edema (+), deformitas(+) terdapat penonjolan abnormal dan angulasi (+),hematoma (+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi.

Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, kapiler refil < 2 detik (normal), krepitasi (+), arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan bagian yang sehat.

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, gerakan abduksi tungkai kiri terhambat, gerakan adduksi tungkai kiri terhambat, nyeri bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada,gerakan terbatas (+), pergerakan digiti-digiti pedis sinistra (+), keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal (karena terasa nyeri saat digerakkan).b. Vulnus ekskoriatum pada regio pedis sinistra, ukuran 3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis, hematoma (+), gerakan bebas, nyeri saat digerakan (-), krepitasi (-), pergerakan digiti-digiti pedis sinistra (+), gangguan sensoris (-).Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium :

Hb: 15,4 g/dlLeukosit: 12.190/ul

Ht: 47,2%Trombosit: 232.000/ulEritrosit: 5,04 juta/ulGol. darah: ABCT: 5 menitBT: 2 menitGDS: 107 mg/dlHBsAg: negatifRontgen foto cruris sinistra AP dan Lateral

DiagnosisFraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif

Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal Komplit

Vulnus Ekskoriatum Et Regio Pedis SinistraTerapi

Wound toilet

Imobilisasi di regio cruris sinistra Instruksi rawat inap dan dikonsulkan kepada spesialis bedah orthopaedi untuk dilakukan tindakan reposisi. IVFD RL 20 tetes/menit

Inj. Ketorolac 3x1 amp iv bolusDaftar Pustaka

1. Appley, A.G, Louis Solomon. 1995. Edisi Ke 7. Terjemahan Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika.2. Mansjoer, Arif, et al,. 2001. Edisi Ketiga. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Rangkuman Hasil Pembelajaran PortofolioSubjektifPasien datang ke IGD RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kiri setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Tungkai bawah kiri sulit dan nyeri bila digerakkan. Terdapat luka lecet di daerah tersebut dan di daerah kaki. Saat kejadian sampai dibawa ke rumah sakit pasien sadar. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, sesak nafas, mual ataupun muntah. Trauma di daerah kepala, dada, perut dan genitalia tidak ada.

ObjektifDari hasil pemeriksaaan didapat keluhan utama pasien adalah nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kiri setelah kecelakaan sepeda motor 4 jam sebelum masuk rumah sakit, sulit dan nyeri bila digerakkan. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris sinistra terdapat edema pada regio cruris sinistra 1/3 proximal, adanya hematoma, deformitas, krepitasi, gerakan terbatas pada regio tersebut, serta nyeri saat digerakkan. Selain itu terdapat vulnus ekskoriatum pada regio pedis sinistra, ukuran 3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis, dan hematoma disekitar vulnus.

AssesmentDiagnosis fraktur pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pasien ini datang dengan nyeri, bengkak dan pergerakan yang terbatas pada tungkai bawah kiri, ini adalah keluhan subjektif pada pasien fraktur. Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris sinistra terdapat edema pada regio cruris sinistra 1/3 proximal, adanya hematoma, deformitas, krepitasi, gerakan terbatas pada regio tersebut, serta nyeri saat digerakkan. Selain itu terdapat vulnus ekskoriatum pada regio pedis sinistra, ukuran 3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis, dan hematoma disekitar vulnus.Diagnosis Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif dan Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal Komplit ditegakkan dari pemeriksaan rontgen, dimana pada foto rontgen AP maupun lateral terlihat adanya diskontinuitas os tibia dan fibula di sepertiga proksimal sinistra. Dari foto rontgen juga dapat disimpulkan bahwa pada os tibia terjadi fraktur kominutif dimana tulang patah menjadi beberapa fragmen dan terlihat adanya garis fraktur yang lebih dari satu namun saling berhubungan. Berbeda dengan fraktur segmental yang garis fraktur juga lebih dari satu namun tidak saling berhubungan, atau pun multiple dimana garis fraktur juga lebih dari satu namun pada tempat atau pun tulang yang berbeda. Sedangkan os fibula terjadi fraktur komplit dimana garis patah melalui seluruh penampang tulang, lalu trauma yang terjadi pada pasien ini adalah trauma angulasi ini terlihat dari garis patahnya yang oblik. Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi diskontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periosteum yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah.

Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. Penatalaksanaan awal pada pasien ini adalah sama dengan trauma lain yaitu melakukan primary survey dengan pemeriksaan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Dari status generalis pada pasien ini dapat disimpulkan dalam kondisi stabil. Meskipun sirkulasi aman, pemasangan jalur intravena tetap dilakukan untuk me-maintenance cairan. Pada pasien ini dipasang cairan elektrolit yaitu IVFD RL 20 tetes/menit. Kemudian dilakukan pemasangan spalk dan bidai pada tungkai bawah kanan untuk imobilisasi sementara.Penatalaksanaan medis pada pasien fraktur adalah menggunakan prinsip 4 R, yaitu:

1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

2. Reduction, tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. 3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.

4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin Pada pasien ini penatalaksanaan definitif dilakukan oleh dokter spesialis bedah orthopaedi. Tindakan operatif pada pasien dilakukan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation/ORIF).Kemungkinan komplikasi dini pada pasien ini adalah nekrosis kulit, gangrene dan osteomylitis. Sedangkan komplikasi lanjutnya dapat berupa kontraktur, atropi otot, malunion, delayed union, non union, infeksi, sindrom emboli lemak, sindrom kompartemen, dan syok hipovolemik. Untuk itu follow up dan rehabilitasi post operasi sangatlah penting. Untuk tulang tibia dan fibula proses union memakan waktu 10-12 minggu. Rongten ulangan biasanya dilakukan pada 6 minggu dan 3 bulan post operasi. Kemudian untuk mempercepat pengembalian fungsi tangannya pada pasien ini perlu di follow up status neurovaskuler, mengontrol kecemasan dan nyeri pasien, mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari dan pergelangan kaki segera mungkin setelah operasi dan mengembalikan aktivitas sehari-hari pasien secera bertahap. Proses penyembuhan tulang itu sendiri terdiri dari beberapa stadium, yaitu :

Stadium pembentukan hematom. Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati, kemudian hematom dibungkus oleh jaringan lunak di sekitarnya (periosteum dan otot). Tahap ini terjadi dalam 1-2 kali 24 jam.

Stadium proliferasi sel/inflamasi. Setelah fraktur terdapat reaksi radang akut yang disertai proliferasi sel dibawah periosteum dan di dalam saluran medula akan tertembus. Sel-sel ini merupakan awal dari osteoblast, yang akan melepaskan substansi interseluler. Jaringan seluler mengelilingi masing-masing fragmen yang akan menghubungkan tempat fraktur. Hematoma membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang kedalam daerah itu. Ini dimulai pada hari kedua.

Stadium pembentukkan kalus. Jaringan seluler berubah menjadi osteoblast dan osteoklast. Osteoblast melepaskan matrik interseluler dan polisakarida yang akan menjadi garam kalsium dan mengendap disitu sehingga terjadi jaringan kalus. Tulang yang dirangkai (woven bone) muncul pada kalus. Tulang yang mati di bersihkan. Bila pada rontgen terlihat massa kalus berarti fraktur telah menyatu, proses ini dimulai setelah 6-10 hari. Stadium konsolidasi. Aktivitas osteoklast berlanjut, tulang yang dirangkai digantikan oleh tulang lamelar dan fraktur dipersatukan secara kuat, secara bertahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3-10. Pada orang dewasa penulangan memerlukan 3 sampai 4 bulan. Stadium remodelling. Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang padat. Tulang yang baru berbentuk sehingga mirip dengan struktur normal. Pada anak-anak proses ini berlangsung sempurna, namun pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.Masalah yang sering muncul segera setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang perawatan dengan edema, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk di sisi tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.Tahapan ambulasi dimulai dari preambulation mempersiapkan otot untuk berdiri dan berjalan yang dipersiapkan ketika pasien bergerk dari tempat tidur, kemudian sitting balance dengan membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan. Pasien dengan disfungsi ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini dilakukan 2-3 kali selama 10-15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur sesuai dengan kebutuhan pasien. Selanjutnya adalah standing balance dengan melatih berdiri dan mulai berjalan dan memperhatikan keluhan seperti pusing, sulit bernafas dan lain-lain.

Ketika pasien mulai jalan harus tahu tentang weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas bawah. Jenis weight bearing ambulation meliputi:

Non weight bearing ambulation: tidak menggunakan alat bantu jalan sama sekali, berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (menggantung) dilakukan selama 3 minggu setelah paska operasi.

Partial weight bearing ambulation: menggunakan alat bantu jalan pada sebagian aktivitas, berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri, dilakukan bila kallus mulai terbentuk yaitu 3-6 minggu setelah paska operasi.

Full weight bearing ambulation: semua aktivitas sehari-hari memerlukan bantuan alat, berjalan dengan beban penuh dari tubuh dilakukan setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi.

PlanDiagnosis : Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal KominutifFraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal KomplitVulnus Ekskoriatum Et Regio Pedis SinistraPengobatan :

Wound toilet sebagai tindakan asepsis-antiseptik untuk mencegah infeksi pada luka tersebut. Imobilisasi di regio cruris sinistra IVFD RL 20 tetes/menit sebagai pengganti cairan tubuh. Inj. Ketorolac 3x1 amp iv bolus untuk mengurangi nyeri. Instruksi rawat inap dan dikonsulkan kepada spesialis bedah orthopaedi untuk dilakukan tindakan reposisi.Edukasi : Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani rawat inap agar dikonsulkan kepada pihak yang lebih berkompeten (Sp.OT) karena pasien menderita fraktur tertutup pada regio cruris dan hal tersebut adalah indikasi untuk dilakukan reposisi. Edukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapatdilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti (1) melakukan aktivitas sendiri atau dengan bantuan orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2) untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan mengganjal tungkai yang sakit dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) kurang lebih selama 2 minggu atau lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki yang sakit sampai terjadi penyambungan kalus. Kontrol ke dokter spesialis bedah orthopaedi pada masa pemulihan.Konsultasi :Konsultasi ditujukan kepada dokter spesialis bedah orthopaedi untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut.