PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

55
SIROSIS HEPATIS KEJANG DEMAM KOMPLEKS Pendamping : dr. Sujito

description

portfolio yang dibuat untuk memenuhi tugas selama menjalankan program internship. terdiri dari kasus PEB, Sirosis hepatis, dan KDK

Transcript of PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Page 1: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

SIROSIS HEPATISKEJANG DEMAM KOMPLEKSPendamping : dr. Sujito

Page 2: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

PORTOFOLIO

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :

dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Pendamping :

dr. Sujito

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH

DHARMASRAYA

2015

Page 3: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

PORTOFOLIO

No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh

Topik : Preeklampsia Berat

Tanggal Kasus : 6 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito

Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Perempuan, 32 tahun, hamil anak ketiga, pandangan kabur 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit

Tujuan : mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah komplikasi dari penyakit

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : Ny. Sasmita No. Registrasi :

Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 6 Juli 2015

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis / Gambaran Klinis :

Pasien kiriman dari Poli Kebidanan dengan keluhan pandangan kabur sejak satu minggu

SMRS, saat diukur tekanan darah di Poli Kebidanan 250/110 mmHg

Pandangan kabur bertambah berat, riwayat memakai kacamata disangkal

Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-)

Sakit kepala (+) sejak satu bulan terakhir, hilang timbul

Tengkuk terasa berat (+)

Nyeri di ari – ari menjalar ke pinggang (-)

Keluar air – air (-)

Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)

Kedua kaki bengkak (+) sejak 1 minggu SMRS

Riwayat tekanan darah tinggi (+) sejak melahirkan anak kedua, tidak minum obat darah

Page 4: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

tinggi teratur, riwayat kejang (-). Dalam kehamilan ini riwayat tekanan darah tinggi

selama ANC (+), tensi rata – rata 150/100 mmHg, sudah pernah periksa protein di urin

saat usia kehamilan 28 minggu, hasil (-)

HPHT lupa, dari USG terakhir tanggal 22 Juni 2015 didapat taksiran usia kehamilan 32 –

33 minggu

TP : Awal Juli 2015

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+) sejak 2012, tensi rata – rata 150/90 mmHg, tidak minum obat

antihipertensi dengan teratur

DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), DM (-)

Kejang saat hamil (-)

Riwayat Menstruasi

Menarch : 12 tahun

Siklus : 30 hari

Lama : 5 – 7 hari

Dismenorea (-)

Ganti pembalut 2 – 3 kali/hari

Riwayat Pernikahan

Pernikahan pertama sejak 2007

Riwayat KB

KB spiral tahun 2008 – 2011

Riwayat Kehamilan

Hamil 1 : tahun 2008, lahir spontan per vaginam, anak hidup, komplikasi (-)

Hamil 2 : tahun 2012, lahir spontan per vaginam, anak hidup, komplikasi : hipertensi

sejak melahirkan anak kedua, kejang (-).

Hamil 3 : hamil ini

Riwayat ANC

ANC 4 kali di bidan, tekanan darah rata – rata 150/90 mmHg

Page 5: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Pemeriksaan protein urin 1 kali usia kehamilan 28 minggu, hasil (-)

USG (+) 1 kali usia kehamilan 32 – 33 minggu, hasil normal

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis

Tekanan darah : 220/110 mmHg

Frekuensi nadi : 84 x/mnt

Frekuensi nafas : 20 x/mnt

Suhu : 37,0 oC

Status Generalis

o Kepala : Normocephal

o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (-/-), pupil bulat isokhor, diameter 3

mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)

o Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

o Telinga : normotia, liang telinga lapang, membrane timpani intak

o Mulut : mukosa lembap, sianosis (-)

o Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS

5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra

Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

o Paru

Inspeksi : simetris, retraksi (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

o Abdomen

Inspeksi : membuncit, linea nigra (+), striae (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/ limpa tidak teraba besar

Perkusi : tidak bisa dilakukan

Page 6: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema pretibia (+/+)

Status Obstetri

o Leopold I : teraba bagian bundar, lunak, tidak lenting. TFU 32 cm

o Leopold II : teraba bagian datar keras di kanan, bagian – bagian kecil di sebelah

kiri, DJJ 145x/mnt

o Leopold III : teraba bagian bulat, keras, lenting.

o Leopold IV : konvergen

o His (-)

o Genitalia : pembukaan (-), ketuban (+), kepala belum masuk PAP

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 10,0 gr/dL

Leukosit : 12.800 /mm3

Trombosit : 256.000 /mm3

Waktu Perdarahan : 4’

Waktu Pembekuan : 4’ 30”

Golongan Darah : B

Ureum : 23 mg/dL

Kreatinin : 0,8 mg/dL

SGOT : 31 IU

SGPT : 24 IU

Protein urin : +++

Diagnosis

G3P2A0, Anak Hidup 2, Gravid 34 – 35 minggu

Preeclampsia Berat Superimposed Hipertensi Kronik dengan Tanda Impending

Preeklampsia

Penatalaksanaan

IVFD RL + MgSO4 40 % ½ kolf (guyur), selanjutnya 20 tpm

Pasang folley catheter

Metildopa 3 x 500 mg po

Page 7: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Nifedipin 3 x 10 mg po

Dexametason 2 amp iv

Rencana rujuk RSUP M. Djamil

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Daftar Pustaka

Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., et al. Obstetri Willian. Ed. 22. Jakarta: EGC;

2010.

Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin A, et al. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirohardjo; 2005.

Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Ed. 4. Jakarta:

Media Aesculapius; 2014.

Hasil Pembelajaran

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

Patofisiologi preeclampsia

Diagnosis preeclampsia

Penatalaksanaan preeclampsia

Komplikasi preeclampsia

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. SUBJEKTIF

Page 8: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Perempuan, 32 tahun, G3P2A0 Hamil 34 – 35 minggu, pandangan kabur 1 minggu,

dikirim dari Poli Kebidanan karena tekanan darah 250/110 mmHg, pusing, mual, muntah.

Riwayat hipertensi sejak melahirkan anak kedua, tidak minum obat antihipertensi dengan

teratur.

2. OBJEKTIF

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis pandangan kabur, sakit kepala, riwayat hipertensi kronis sebelumnya,

riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 220/110 mmHg, TFU 32 cm, DJJ 145 x/mnt,

edema pretibia

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung : proteinuria (+++) pada urinalisis

3. ASSESMENT

Preeklampsia merupakan gangguan endotel vaskular dan vasospasme yang

terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan dapat menetap sampai 4-6

minggu postpartum. Secara klinis, preeklampsia ditandai dengan hipertensi, proteinuria,

dengan atau tanpa edema.

Secara garis besar selain gangguan hipertensi selama kehamilan diklasifikasikan

menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Hipertensi gestasional

- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kali selama hamil

- Tidak ada proteinuria

- Tekanan darah kembali menjadi normal < 12 minggu postpartum

- Diagnosa akhir dibuat postpartum

- Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklampsia, misalnya nyeri

epigastrium

2. Preeklampsia

Page 9: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Kriteria minimal:

- TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥1+ pada dipstik

Peningkatan kepastian Preeklampsia

- TD ≥ 160/110 mmHg

- Proteinuria 2 gram/ 24 jam atau ≥ 2+ pada dipstik

- Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali diketahui telah meningkat sebelumnya

- Trombosit < 100.000/mm3

- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)

- Peningkatan ALT/AST

- Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya

- Nyeri epigastrium menetap

Eklampsia

- Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan

preeklampsia

3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeklampsia)

- Proteinuria awitan baru ≥ 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi

tapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

- Terjadi peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung

tromnbosit < 100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria

sebelum gestasi 20 minggu

4. Hipertensi kronik

- TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20

minggu

- Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan

menetap setelah 12 minggu postpartum

Pada pasien ini, diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya tekanan

darah tinggi (mencapai 220/110 mmHg) dan proteinuria (+++) pada pemeriksaan di IGD.

Edema pretibia tidak menjadi dasar diagnosis pasien ini karena ia bukanlah merupakan

tanda kardinal preeklampsia. Data lain yang mendukung diagnosis adalah hasil

Page 10: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

anamnesis pasien yang menyatakan bahwa pasien sudah mengidap hipertensi sejak

persalinan anak ke-2. Selain itu, dari buku kontrol kehamilan pasien di bidan juga

didapatkan riwayat hipertensi sejak kontrol awal kehamilan pasien pada usia kehamilan 6

minggu tanpa adanya proteinuria. Oleh karena itu, diagnosis pada pasien ini adalah

preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia).

Patofisiologi preeklampsia sampai saat ini masih belum jelas. Pada preeeklampsia

terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan gelombang ke-2 invasi trofoblas, sehingga

tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis. Diameter arteri spiralis yang

seharusnya meningkat 4 sampai 6 kali lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil, pada

preeklampsia hanya berukuran 40% dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu juga

ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal ini menyebabkan tahanan

terhadap aliran darah bertambah, yang pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan

iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh materi

fibrinoid berisi sel-sel busa dan terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak dan

infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler yang disebut juga “aterosis akut”.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel

endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur

sel endotel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi endotel’. Pada waktu terjadi kerusakan sel

endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:

Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah

memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); suatu

vasodilator kuat

Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi

ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat

Page 11: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Pada pasien ini, ditemukan gejala berupa pandangan kabur. Hal ini disebabkan

oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau

dalam retina. Gejala ini merupakan salah satu tanda impending preeclampsia (kegawatan

dalam preeklampsia), sehingga penatalaksanaannya membutuhkan tempat dengan

fasilitas yang lebih lengkap.

ProblemMild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia

Blood Pressure >140/90 >160/110

Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)

Edema +/- +/-

Increased reflexes +/- +

Upper abdominal pain - +

Headache - +

Visual Disturbance - +

Decreased Urine Output - +

Page 12: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Elevation of Liver Enzymes - +

Decreased Platelets - +

Increased Bilirubin - +

Elevated Creatinine - +

Penanganan umum berupa:

1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik

90 mmHg

2. Pasang infus Ringer Laktat

3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan

4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/ jam

6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin.

7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema

paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya

furosemide 40 mg intravena.

9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah

7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,

dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau

terapi medisinalis, dan sikap terhadap kehamilannya.

1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap

dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Monitoring cairan (melalui

cairan atau infus) dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan

dilakukan pengukuran secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan

dikeluarkan.

Page 13: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi bila

produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam..

Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain

(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan

dengan fenitoin. Cara pemberian magnesium sulfat:

a. Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

b. Maintanance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau diberikan

4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6

jam.

MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam

pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia adalah

nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20 mg,

diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,

diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada

sindrom HELLP.

2. Sikap terhadap kehamilannya

Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap

terhadap kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di

terminasi. Indikasi perawatan aktif ialah:

Ibu:

Umur kehamilan mencapai 34 minggu

Adanya tanda- tanda impending eklampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik

dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin:

Page 14: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Adanya tanda tanda fetal distress

Adanya tanda tanda IUGR

Terjadinya oligohodramnion

Laboratorik:

Adanya tanda tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya

trombosit dengan cepat.

2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila

kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

Pada pasien ini penanganan preeklampsia harusnya bersifat agresif karena sudah

ada tanda impending preeclampsia. Oleh karena itu, rencana untuk merujuk ke RSUP M

Djamil sudah tepat karena pasien ini memang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih

lengkap.

Komplikasi preeklampsi yang paling sering adalah HELLP syndrome (hemolisis,

elevated liver enzymes and low platelet).

Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee:1

Complete : Trombosit < 100.000/ul

LDH 600 u/l

SGOT 70 U/l

Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri – ciri di atas yang muncul

Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada

preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi

Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai

persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan

dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

Page 15: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

4. PLAN

o Diagnosis

Penegakan diagnosis minimal untuk preeklampsia sudah optimal. Akan tetapi, seharusnya pasien ini dikonsulkan ke dokter mata untuk memastikan apakah pandangan kabur pasien ini merupakan tanda preeklampsia atau ada kelainan mata yang lain.

Penegakan komplikasi HELLP syndrome juga sudah optimal karena sudah diperiksa hitung trombosit dan enzim hati. Tanda hemolisis berupa peningkatan LDH tidak bisa diperiksa di rumah sakit ini karena adanya keterbatasan laboratorium.

o Tata laksana Medikamentosa

Penanganan umum preklampsia sudah sesuai dengan standar pelayanan medis.

Pemberian MgSO4 sebagai pencegah kejang sudah sesuai dengan standar pelayanan medis

Antihipertensi juga diberikan pada pasien ini berupa metildopa dan nifedipin

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu, diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.

Nonmedikamentosa Sikap pada pasien ini direncanakan sikap agresif berupa rencana

terminasi kehamilan. Dasar sikap ini adalah karena sudah adanya tanda impending preeclampsia pada ibu.

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :

Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Preeklampsia Berat

Page 16: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Maya Ramadhani

2. dr. Herlina Armariani

3. dr. Ichwan Zuanto

4. dr. Shesilia Agnesti

5. dr. Cynthia Oktarisza

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

( dr. Sujito )

PORTOFOLIO

SIROSIS HEPATIS

Page 17: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Oleh :

dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Pendamping :

dr. Sujito

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH

DHARMASRAYA

2015

PORTOFOLIO

No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh

Topik : Sirosis Hepatis

Page 18: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Tanggal Kasus : 23 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito

Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Laki – laki, 58 tahun, BAB dan muntah kehitaman, perut semakin buncit

Tujuan : mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah komplikasi dari penyakit

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : Tn. Suwondo No. Registrasi :

Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 23 Juli 2015

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis / Gambaran Klinis :

Muntah sejak ± 1 hari SMRS, warna kehitaman, frekuensi ± 3 kali/hari, jumlah ± ½

gelas.

BAB hitam seperti aspal sejak 3 hari, frekuensi 1 kali/hari.

Perut semakin membuncit sejak ± 1 bulan terakhir

Bengkak pada kedua kaki (-)

BAK seperti teh (+), kuning pada mata (+)

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit kuning (+) saat pasien masih muda

Sejak 2 tahun yang lalu pasien didiagnosis mengidap penyakit liver, tidak kontrol teratur

Riwayat hipertensi, DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Sosial

Penggunaan obat-obatan anti nyeri jangka panjang dan jamu-jamuan (-)

Riwayat konsumsi alkohol (-),

Riwayat penggunaan narkoba jenis suntik dan transfusi disangkal.

Page 19: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis

Tekanan darah : 70/palpasi mmHg

Frekuensi nadi : 100 x/mnt

Frekuensi nafas : 20 x/mnt

Suhu : 37,0 oC

Status Generalis

o Kepala : Normocephal

o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (+/+), pupil bulat isokhor, diameter

3 mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)

o Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS

5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra

Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

o Thorax

Inspeksi : spider nevi (-), ginekomastia (-),simetris, retraksi (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

o Abdomen

Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), caput medusae (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/ limpa sulit dinilai

Perkusi : shifting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema (-/-), palmar eritem (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 8,0 gr/dL

Leukosit : 19.800 /mm3

Page 20: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Trombosit : 256.000 /mm3

Golongan Darah : B

SGOT : 57 IU

SGPT : 27 IU

Bilirubin total : 2,60 gr/dL

HbsAg : (+)

Diagnosis

Hematemesis dan melena ec susp. Sirosis Hepatis dengan Syok Hipovolemik

Penatalaksanaan

IVFD NaCl 0,9% guyur 2 kolf + D5% 1 kolf TD akhir 80/60 mmHg

Pasang folley catheter

Asam tranexamat 3 x 1 amp iv

Vit. K 3 x 1 amp iv

Pantoprazole 1 x 1 vial iv

Sucralfat 3 x 2 cth po ac

Konsul dr. Yoviza, SpPD, advis :

- Pasang NGT

- Ceftriaxone 1 x 2 gr iv

- Rencana transfusi PRC 2 kantong/hr sampai HB 10,0 gr/dL

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Daftar Pustaka

Loren Laine. Gastrointestinal Bleeding on Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16 th

edition: McGraw Hill; 2005.

P. Dite, D. Labrecque. Esophageal Varices. WHO Practice Guidelines. June 2008.

Konsensus Perdarahan Varises Esofagus 2007

Lubel JS, Angus PW. Modern Management of Portal Hypertension. Intern Med J. Jan

2005

Hasil Pembelajaran

Page 21: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Patofisiologi hematemesis melena

Patofisiologi sirosis hepatis

Diagnosis sirosis hepatis

Penatalaksanaan kegawatdaruratan sirosis hepatis

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. SUBJEKTIF

Laki – laki, 58 tahun, muntah dan BAB kehitaman sejak 1 hari SMRS, perut

semakin membuncit, BAK pekat seperti teh, kuning pada kedua mata. Pasien memiliki

riwayat sakit kuning dan penyakit liver dari 2 tahun terakhir.

Page 22: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

2. OBJEKTIF

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Gejala klinis muntah dan BAB kehitaman, perut membuncit, BAK pekat, kuning pada

kedua mata, serta riwayat sakit kuning dan liver dari 2 tahun terakhir.

Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 70/palpasi, frekuensi nadi 100 x/mnt, sklera

ikterik, abdomen : distensi (+), venektasi (+), shifting dullness (+).

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung : Hb : 8,0 gr/dL, Leukosit :

19.800 /mm3, SGOT : 57 IU, SGPT : 27 IU, Bilirubin total : 2,60 gr/dL, HbsAg : (+)

3. ASSESMENT

Hematemesis (muntah kehitaman) dan melena (BAB kehitaman) merupakan salah

satu tanda adanya perdarahan saluran cerna atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna

atas adalah seluruh saluran pencernaan yang berada diatas Ligamentum Treitz.

Hematemesis dan melena dapat terjadi karena darah yang berasal dari perdarahan saluran

cerna atas bercampur dengan cairan lambung yang bersifat asam.

Perdarahan saluran cerna atas merupakan salah satu tanda kegawatdaruratan yang

mengancan nyawa karena banyaknya kehilangan darah. Perdarahan saluran cerna atas

dapat disebabkan oleh beberapa sumber, antara lain adanya tukak/ulkus

lambung/duodenum, pecahnya varises esofagus, robekan Mallory-Weiss, esofagitis

erosif, dan keganasan. Secara klinis, etiologi dari hematemesis melena dibedakan

berdasarkan gejala yang menyertainya. Pada kasus tukak lambung/duodenum didapatkan

gejala dispepsia yang menyertainya. Mungkin juga didapatkan riwayat sering konsumsi

jamu – jamuan, obat penghilang rasa sakit, atau obat pengencer darah sebelunya. Pada

kasus robekan Mallory – Weiss selain adanya hematemesis melena, gejala khas yang lain

adalah adanya nyeri dada teramat sangat.

Pengerucutan etiologi hematemesis melena pada kasus ini didapatkan dari adanya

stigmata sirosis, berupa sklera ikterik, abdomen distensi, venektasi, dan adanya asites.

Diagnosis ini juga didukung oleh adanya riwayat sakit kuning saat pasien masih muda.

Page 23: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Sakit kuning yang dimaksud kemungkinan adalah hepatitis viral. Hal ini didukung dari

adanya pemeriksaan HbsAg yang didapatkan hasil positif.

Perdarahan saluran cerna atas pada kasus sirosis hepatis terjadi karena pecahnya

varises esofagus. Varises esophagus adalah portosistemik kolateral; saluran vaskular yang

menghubungkan vena porta dengan sirkulasi vena sistemik.

Sirkulasi vena pada saluran cerna akan memasuki sistem vena porta terlebih

dahulu sebelum bergambung dengan vena cava inferior. Vena porta memasuki hepar

pada porta hepatis dan terbagi menjadi dua cabang menuju lobus kanan dan kiri. Karena

banyaknya aliran-aliran darah vena yang menuju vena porta sehingga disebut sirkulasi

kolateral. Maka jika sirkulasi portal tersumbat, tekanan pembuluh darah porta akan

meningkat (hipertensi porta) sehingga timbul manifestasi-manifestasi di luar hepar, yaitu

pada organ-organ yang termasuk dalam sirkulasi kolateral, contohnya :

Rectum, dimana vena mesentrica inferior berhubungan dengan vena pudendal

dan menyebabkan varises rectal

Umbilicus, dimana vena umbilical berhubungan dengan vena portal di bagian

kiri dan menyebabkan kolateral di sekitar umbilikus (caput medusa)

Distal esophagus dan proksimal gaster, dimana varices gastroesophageal

membentuk sirkulasi kolateral antara sistem vena porta dengan sistem vena

sistemik

Tersumbatnya sirkulasi porta bisa disebabkan oleh faktor presinusoid, sinusoid,

dan pascasinusoid. Blok vena presinusoid (portal vein thrombosis, schistosomiasis,

sirosis bilier), obstruksi postsinusoid (gagal jantung kanan, obstruksi vena cava inferior),

dan obstruksi sinusoid (sirosis hepatis). Penyebab paling sering adalah faktor sinusoid

yaitu sirosis hepatis.

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Penyebab sirosis diantaranya infeksi

(contoh; hepatitis B, hepatitis C, toksoplasmosis, dan lain-lain), penyakit keturunan dan

metabolik (galaktosemia, hemokromatosis, penyakit wilson, dan lain-lain), obat dan

Page 24: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

toksin (alkohol, arsenik, obstruksi bilier, kolangitis, dan lain-lain), dan penyebab lainnya

(penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, dan sarkoidosis).

Gejala klinis pada sirosis awal adalah mudah lemas, mual, kembung, BB

menurun. Pada lelaki buasanya timbul impotensi, buah dada membesar (ginekomastia),

testis mengecil. Pada keadaan sirosis lanjut (dekompensata) timbul komplikasi

kegagalan hati dan hipertensi porta muncul seperti, gangguan pembekuan darah,

epistaksis, hematemesis/melena, perubahan mental dan kesadaran, BAK seperti teh

pekat, ikterik, bingung agitasi sampai koma. Timbul stigmata sirosis hepatis seperti,

spider angioma, ikterik, palmar eritem, ginekomastia, asites, encephalopathy, dan

asterik.

Hasil laboratorium yang akan ditemukan adalah peningkatan enzim transaminase,

SGOT dan SGPT. Peningkatan yang terjadi tidak terlalu tinggi, dan bila tidak ada

peningkatan SGOT dan SGPT tidak menghilangkan diagnosis sirosis. Alkali fosfatase

meningkat sampai dua sampai 3 kali batas normal, sering ditemukan pada pasien

kolangitis, sklerosis primer, dan sirosis bilier primer. Gamma-glutamil transpeptidase

(GGT) kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik yang menyebabkan

keluarnya GGT dari hepatosit. Kadar albumin yang di sintesis di hati kadarnya akan

menurun akibat perburukan sirosis. Globulin kadarnya meningkat pada sirosis, akibat

pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid menyebabkan peningkatan

produksi imunoglobulin. Prothrombin time memanjang akibat disfungsi dari hati.

Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan netropenia akibat splenomegali

kongestif karena adanya hipertensi porta.

Page 25: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Gold standard untuk menegakan diagnosis perdarahan saluran cerna atas karena

PVO adalah endoskopi. Jika gold standard tidak dapat dilakukan, kemungkinan yang

akan dilakukan adalah usg doppler. Alternatif lainnya adalah radiography dengan

menggunakan barium enema.

Tujuan untuk tatalaksana perdarahan saluran cerna karena varises esofagus

adalah menghentikan perdarahan. Tebagi dalam tatalaksana farmakologis dan endoskopi.

1. Terapi farmakologis

Propanolol, adalah terapi profilaksis primer yang dapat menurunkan gradien

tekanan portal, penurunan aliran vena azigos dan tekanan varices.

Splanchnic vasokonstriktor seperti vasopressin (analog), somatostatin

(analog) dan non cardioselective beta-blocker diketahui juga akan

menurunkan gradien tekanan portal dengan cara menyebabkan vasokontriksi

pada slpanchnic.

2. Terapi endoskopi

Ligasi varices dan skleroterapi efektif menghentikan perdarahan pada 90%

pasien dengan pecah varices esofagus. Namun, ligasi varices akan lebih sukar

dilakukan pada pasien dengan perdarahan varices yang aktif.. Jika terapi ligasi dan

skleroterapi tidak berhasil, alternatif lainnya adalah dengan pemasangan pintasan

atau, transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), yaitu membuat jalur

Page 26: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

pintasan antara sistem porta dengan sirkulasi sistemik. Tujuannya adalah

mengalihkan aliran darah portal menuju vena hepatic, sehingga menurunkan gradien

tekanan antara sistem portal dengan sirkulasi sistemik.

Tata laksana definitif dari sirosis hepatis adalah transplantasi hepar. Tata

laksana lain disesuaikan dengan komplikasi yang terdapat pada pasien. Pada asites

diberikan diuretik. Awalnya dengan spironolakton dosis 100-200 mg sekali sehari.

Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa

adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bila tidak adekuat bisa

dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, bisa ditambah jika tidak

ada respon, dosis maksimal 160 mg/hari. Bila sudah terjadi ensefalopati hepatik,

pemberian L-ornitin L-aspartat adalah tata laksana definitif. LOLA adalah asam

amino yang mengikat amonia. Laktulosa diberikan untuk membantu pasien untuk

mengeluarkan amonia. Peritonitis bakterial spontan diberikan antibiotik seperti

sefotaksim iv atau aminoglikosida.

4. PLAN

o Diagnosis

Gold standard penegakan diagnosis perdarahan saluran cerna karena

PVO adalah dengan esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pada EGD kemungkinan

ditemukan adanya varises, perdarahan, atau bekuan darah. Pada kasus ini EGD

tidak dapat dilakukan karena keterbatasan fasilitas. Penegakan diagnosis hanya

didasari oleh gejala klinis yang menyertai.

Penegakan diagnosis sirosis hepatis juga belum optimal. Diagnosis

definitif sirosis hepatis ditegakkan melalui biopsi hepar. Pada pemeriksaan

histopatologi didapatkan kekacauan dari arsitektur sinusoid hepar. Selain itu

diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan melalui USG abdomen dan laboratorik.

Pemeriksaan laboratorik yang sugestif sirosis hepatis adalah GGT dan ALP.

Page 27: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

o Tata laksana

Medikamentosa

IVFD NaCl 0,9% guyur 2 kolf + D5% 1 kolf TD akhir 80/60

mmHg

Pasang folley catheter

Asam tranexamat 3 x 1 amp iv

Vit. K 3 x 1 amp iv

Pantoprazole 1 x 1 vial iv

Sucralfat 3 x 2 cth po ac

Konsul dr. Yoviza, SpPD, advis :

- Pasang NGT

- Ceftriaxone 1 x 2 gr iv

- Rencana transfusi PRC 2 kantong/hr sampai HB 10,0 gr/dL

Nonmedikamentosa

Terapi definitif untuk perdarahan saluran cerna atas yang

disebabkan PVO adalah ligasi dan skleroterapi pembuluh kolateral

yang pecah. Bila tidak bisa dilakukan alternatifnya adalah mebuat

TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt).

Terapi definitif untuk sirosis hepatis adalah transplantasi hati.

Page 28: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :

Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Sirosis Hepatis Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Maya Ramadhani

2. dr. Herlina Armariani

3. dr. Ichwan Zuanto

4. dr. Shesilia Agnesti

5. dr. Cynthia Oktarisza

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

( dr. Sujito )

Page 29: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

PORTOFOLIO

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh :

dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Pendamping :

dr. Sujito

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH

DHARMASRAYA

2015

Page 30: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

PORTOFOLIO

No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh

Topik : Kejang Demam Kompleks

Tanggal Kasus : 23 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito

Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Bayi laki – laki, 8 bulan, kejang 2 kali, demam

Tujuan : mendiagnosis, dan menatalaksana penyakit

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : By. Abdul Hamid No. Registrasi :

Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 23 Juli 2015

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis / Gambaran Klinis :

Kejang pada 2 jam SMRS, durasi 10 menit. Kejang terjadi tiba – tiba. Saat kejang

kelojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, keluar busa dari mulut (-). Pasca kejang

pasien menangis. Mengompol (-). 30 menit SMRS, pasien kejang kembali. Durasi 15

menit. Berhenti setelah diberikan obat dari anus di pukesmas.

Demam sejak 2 hari SMRS, terus – menerus, suhu tidak diukur, menggigil (-)

Batuk (+) sejak 2 hari, berdahak, warna kuning. Pilek (+).

Riwayat sakit kepala (-), penurunan kesadaran (-), riwayat jatuh / kepala terbentur (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat epilepsi (-)

Page 31: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Riwayat kejang saat demam (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis

Berat Badan : 8 kg

Frekuensi nadi : 110 x/mnt

Frekuensi nafas : 20 x/mnt

Suhu : 39,0 oC

Status Generalis

o Kepala : Normocephal

o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (+/+), pupil bulat isokhor, diameter

3 mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)

o Hidung : konka edem, hiperemis, sekret (+/+)

o Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS

5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra

Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

o Paru

Inspeksi : simetris, retraksi (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

o Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : nyeri tekan (-), soepel

Perkusi : tidak dinilai

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema (-/-)

Status neurologis

Page 32: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

GCS E4M6V5

Tanda rangsang meningeal (-)

Nervus kranialis : kesan parese (-)

Motorik : kesan lateralisasi (+)

Sensorik : kesan normal

Otonom : kesan normal

Diagnosis

Kejang Demam Kompleks

ISPA

Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Kompres hangat

Edukasi banyak minum

Medikamentosa

- O2 2 lpm

- Parasetamol supp 120 mg No. I

- IVFD KaEN 1B 10 tpm

- Fenobarbital 50 mg iv

- Paracetamol syr 120 mg 3 x ¾ cth

- Fenorbarbital pulv 2 x 32 mg (hari 1 dan 2) 2 x 16 mg (hari 3 dan 4)

- CTM 1 mg/ Ambroxol 7,5 mg/ Dexametason 0,1 mg 3 x pulv 1

Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Daftar Pustaka

Johnston, Michael V. Nelson Textbook of Pediatrics : Seizure in Childhood, Febrile

Seizure. 18th edition. Saunders Elsevier Inc, Philadelphia 2007.

Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada

Anak. cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.

Page 33: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSCM. Jakarta, 2007

Hasil Pembelajaran

Klasifikasi kejang dan kejang demam

Penatalaksanaan kejang demam

Page 34: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. SUBJEKTIF

Bayi laki – laki, 7 bulan, datang dengan kejang pada 2 jam SMRS, durasi 10 – 15

menit, berulang 2 kali, jarak 1,5 jam, kelojotan seluruh tubuh. Post iktal pasien sadar.

Demam sejak 2 hari SMRS. Batuk pilek sejak 2 hari SMRS

2. OBJEKTIF

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Gejala klinis kejang berulang dalam waktu < 24 jam dan demam .

Hasil pemeriksaan fisik : suhu 39 oC, status neurologis dalam batas normal.

3. ASSESMENT

Kejang adalah suatu keadaan berubahnya aktivitas motorik dan perilaku oleh

karena aktivitas elektrik yang abnormal.1 Kejang merupakan kedaruratan neurology

yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16

tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kebanyakan

kejang pada anak diprovokasi oleh keadaan ekstrakanial, misalnya demam tinggi,

infeksi, trauma kepala, sinkop, hipoksia dan toksin.

Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak

yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari

substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.

Page 35: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai

prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya

mengenai sistem susunan saraf pusat

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan

infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti

tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak

(morbili) dapat menyebabkan kejang demam.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Pada

seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu

dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat

terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan

yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang. 11

Page 36: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium

melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar

sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan

bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Terulangnya kejang demam lebih

sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. 4

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan

tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15

menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan enrgi

ontuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan

asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu

tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang

demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum,

dan kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau

multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut

dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil

dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia

penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya

Page 37: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Pemeriksaan penunjang dilakuka sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang

sekaligus menyingkirkan diagnosis banding penyebab kejang. Pemeriksaan penunjang

yang bisa dilakukan adalah darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, CT scan, EEG,

dan lumbal pungsi.

Terapi

Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan

kejang adalah Diazepam intravena. Dosis Diazepam intravena IV 0,3 – 0,5 mg/kgBB

perlahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit dalam waktu 3 – 5 menit dengan dosis

maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua jika di rumah adalah

diazepam rektal 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan BB <

10 kg dan diazepam rektal 10 mg unuk anak dengan BB > 10 kg.

Pasien kejang demam di rawat di rumah sakit pada keadaan berikut :

Kejang demam pertama

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia < 6 bulan

Page 38: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

Ada kelainan neurlogis

Bila pasien dirawat, boleh disusul antikonvulsan masa kerja panjang yaitu fenobarbital

(Luminal IM/ Sibital IM/IV) dengan dosis

Neonatus : 30 mg

< 1 tahun : 50 mg

> 1 tahun : 75 mg

Dilanjutkan fenobarbital 8 – 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan 4

– 5 mg/kgBB/hari selama 2 hari. Setelah kejang terkontrol, pemberian boleh dihentikan

kecuali terdapat indikasi pengobatan rumatan.

Indikasi pengobatan rumatan :

Kejang > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata baik sebelum/ sesudah kejang, seperti

hemiparese, parese Todd, cerebral plasy, retardasi mental, hidrosefalus.

Kejang fokal

Pemberian pengobatan rumatan dapat dipertimbangkan bila terdapat

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam lebih dari/sama dengan 4 kali dalam setahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan bisa berupa fenobarbital atau asam

valproat. Dosis fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis. Dosis asam valproat

15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis. Pemberian asam valproat sebagai rumatan lebih

terpilih karena pemakaian fenobarbial setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku

dan kesulitan belajar pada 40 – 50 % kasus. Pengobatan rumat diberikan setiap hari

sampai 1 tahun, kemudia dihentikan bertahap dalam 1 – 2 bulan.

Page 39: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

4. PLAN

o Diagnosis

Gold standard penegakan diagnosis kejang demam adalah dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Yang paling utama adalah memastikan apakah pasien

benar – benar mengalami kejang atau tidak. Pemeriksaan EEG dan pungsi lumbal

diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kejang akibat proses

intrakranial.

o Tata laksana

Non medikamentosa

Kompres hangat

Edukasi banyak minum

Medikamentosa

- O2 2 lpm

- Parasetamol supp 120 mg No. I

- IVFD KaEN 1B 10 tpm

- Fenobarbital 50 mg iv

- Paracetamol syr 120 mg 3 x ¾ cth

- Fenorbarbital pulv 2 x 32 mg (hari 1 dan 2) 2 x 16 mg (hari 3 dan

4)

- CTM 1 mg/ Ambroxol 7,5 mg/ Dexametason 0,1 mg 3 x pulv 1

Page 40: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :

Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Kejang Demam Kompleks Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Maya Ramadhani

2. dr. Herlina Armariani

3. dr. Ichwan Zuanto

4. dr. Shesilia Agnesti

5. dr. Cynthia Oktarisza

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

( dr. Sujito )

Page 41: PORTFOLIO INTERNSHIP PEB, SIROSIS HEPATIS, KDK