porfiria

20
Porfiria 1 REFERAD 9 PORFIRIA Putut Malindra G1A109070 Sigit Haryo S G1A109071 Yurika Amelia G1A109103 FAKULTAS KEDOKTERAN JAMBI 2010/2011

Transcript of porfiria

Page 1: porfiria

Porfiria   1    

REFERAD 9

PORFIRIA

Putut Malindra G1A109070

Sigit Haryo S G1A109071

Yurika Amelia G1A109103

FAKULTAS KEDOKTERAN JAMBI

2010/2011

Page 2: porfiria

Porfiria   2    

KATA  PENGANTAR  

 

  Dengan  memanjatkan   puji   dan   syukur   kehadirat   Allah   SWT   yang   telah  memberikan   taufik  

dan  hidayahnya  sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan  penyusunan   laporan  Referad  mengenai  

Penyakit  Porfiria.  

  Dengan  rasa  hormat  dan  terima  kasih  atas  bimbingan  yang  telah  diberikan  oleh  pembimbing  

kami,  yaitu  dr  Erita  Bustami,  Sp.PD.  

Akhir  kata,  penulis  menyadari  bahwa  laporan  ini  masih  banyak  kekurangannya.  Untuk  itu,  kami  

mengharapkan   kritik   dan   saran   yang   sifatnya   membangun   demi   kesempurnaan   laporan   pada  

penulisan  berikutnya.  Semoga  laporan  ini  bermanfaat  bagi  kita  semua.Amin.  

 

Jambi,  15  Februari  2011  

 

Penulis  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: porfiria

Porfiria   3    

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR  ISI  

Halaman  

KATA  PENGANTAR......................................................................................................   ii  

DAFTAR  ISI.....................................................................................................................   iii  

BAB  I  PENDAHULUAN.................................................................................................       1  

  1.1  Latar  Belakang..................................................................................................   1  

  1.2  Rumusan  Masalah.............................................................................................  2  

  1.3  Tujuan...............................................................................................................   2  

BAB  II  PEMBAHASAN  ..................................................................................................   3  

  2.1  Porfiria  .............................................................................................................   3  

  2.1.1  Definisi...........................................................................................................   3  

2.1.2.  Etiologi  .........................................................................................................   5  

2.1.3.  Epidemiologi  ................................................................................................   6  

2.1.4.  Patofisiologi  dan  Patogenesis  ......................................................................   7  

2.1.5.  Diagnosa  ......................................................................................................   8  

Page 4: porfiria

Porfiria   4    

2.1.6.  Manifestasi  Klinis  ........................................................................................   8  

2.1.7.  Pemeriksaan  Penunjang  ................................................................................   10  

2.1.8.  Penatalaksanaan  ............................................................................................   10  

2.1.9.  Diagnosis  Banding  .........................................................................................   11  

2.1.10  Prognosis  .......................................................................................................   11  

2.1.11  Pencegahan  ...................................................................................................   11  

BAB  III  PENUTUP  ............................................................................................................  12  

  3.1  Kesimpulan  ........................................................................................................  12  

  3.2  Saran....................................................................................................................   13  

DAFTAR  PUSTAKA...........................................................................................................  14  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Porphyria adalah suatu kelainan pada proses biosintesis heme, bagian dari

hemoglobin, komponen sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen dan

mengalirkannya ke seluruh tubuh. Pada penderita porphyria, terjadi peningkatan

ekskresi porphyrin, enzim yang berperan dalam sintesis heme. Penumpukan porphyrin

dalam jaringan tubuh menyebabkan urin berwarna merah keunguan, kulit sangat

sensitif terhadap sinar matahari, dan -dalam beberapa kasus- penderitanya mengalami

anemia parah.

Kemiripan beberapa gejala porphyria di atas dengan ciri-ciri vampir dan

drakula yang melegenda di masyarakat menimbulkan dugaan bahwa porphyria adalah

penyakit di balik mitos tersebut. Anemia parah dan urin berwarna merah keunguan

disinyalir sebagai akar lahirnya legenda vampir peminum darah. Dugaan ini

dikemukakan pertama kali oleh seorang biokimiawan, David Dolphin dalam

pertemuan American Association for the Advancement of Science tahun 1985.

Page 5: porfiria

Porfiria   5    

Porphyria berasal dari kata Yunani, porphura yang artinya warna ungu. Nama

ini mengacu pada perubahan warna beberapa cairan tubuh menjadi ungu, salah

satunya urin. Porphyria terdiri dari beberapa tipe dengan beragam gejala. Tidak semua

jenis porphyria memperlihatkan gejala ke-‘vampir’-an. Secara umum, porphyria

dibagi dua: acute porphyria dan cutaneous porphyria. Acute porphyria menyerang

sistem saraf, dengan gejala nyeri di bagian perut, muntah, konstipasi, diare, lemah

otot, demam, dan halusinasi. Cutaneous porphyria menyerang neuron saraf kulit,

menyebabkan kulit penderitanya sangat sensitif dan mudah melepuh jika terkena sinar

ultraviolet. Porphyria jenis inilah yang sering diidentikkan dengan ciri-ciri vampir.

Porphyria cutanea tarda, jenis porphyria yang paling sering ditemui,

termasuk tipe yang menyerang saraf kulit. Dalam kaitannya dengan lokasi

penumpukan porphyrin, porphyria juga dibagi menjadi dua: hepatic porphyria

(penumpukan di liver/hati) dan erythropoietic porphyria (penumpukan di sumsum

tulang produsen sel darah merah). Porphyria merupakan kelainan yang langka, dan

bukan penyakit menular. 20% penderita mendapatkan porphyria melalui pewarisan

genetik, sedangkan 80% disebabkan oleh penggunaan narkotika dan alkohol.

Ada beberapa orang terkenal yang diduga kuat menderita porphyria, antara

lain: George William III (raja Inggris 1760-1820), Mary Stuart (sepupu George III,

ratu Skotlandia 1542-1567), Vincent van Gogh (pelukis impresionis), dan

Nebukadnezar II (raja Babylonia 605-562 SM).

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

Page 6: porfiria

Porfiria   6    

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PORFIRIA

2.1.1. Definisi

Porfiria (Porphyrias) adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh

kekurangan enzim-enzim yang terlibat dalam sintesa heme.

Heme adalah senyawa kimia yang membawa oksigen dan memberi warna

merah kepada darah. Heme merupakan komponen utama dari hemoprotein (suatu

jenis perotein yang terdapat dalam semua jaringan).

Sejumlah besar heme disintesa di dalam sumsum tulang untuk membuat

hemoglobin. Hati juga menghasilkan sejumlah besar heme dan sebagian besar

digunakan sebagai komponen dari sitokrom. Beberapa sitokrom dalam hati

mengoksidasi bahan kimia asing, termasuk obat-obatan, sehingga lebih mudah

dikeluarkan dari tubuh.

3 jenis porfiria yang paling sering ditemukan adalah:

• Porfiria kutanea tarda

• Porfiria intermiten akut

Page 7: porfiria

Porfiria   7    

• Protoporfiria eritropoetik.

Beberapa porfiria yang lebih jarang terjadi memiliki gambaran yang sama satu

sama lainnya:

- Kekurangan asam delta-aminolevulinat dehidratase

- Porfiria eritropoetik kongenital

- Porfiria hepatoeritropoetik

- Koproporfiria herediter

- Porfiria variegat.

Porfiria dapat dikelompokkan melalui beberapa cara. Yang paling banyak dipakai

adalah pengelompokan berdasarkan kekurangan enzim. Sistem pengelompokan

lainnya membedakan porfiria akut (yang menyebabkan gejala-gejala neurologis)

dengan porfiria kutaneus (yang menyebabkan fotosensitivitas kulit).

Sistem pengelompokan yang ketiga membagi porfiria menjadi:

- Porfiria hepatik: kelebihan prekursor terutama berasal dari hati

- Profiria eritropoetik: kelebihan prekursor terutama berasal dari sumsum tulang.

2.1.2. Etiologi

8 macam enzim yang berbeda bekerja pada tahap-tahap yang berurutan dalam

pembuatan heme. Jika terjadi kekurangan salah satu enzim yang bekerja pada

rangkaian pembuatan heme tersebut, prekursor kimia dari heme akan terkumpul

dalam jaringan (terutama dalam sumsum tulang atau hati). Prekursor-prekursor ini

(termasuk asam delta-aminolevulenat, porfobilinogen dan porfirin) akan muncul

dalam darah dan dibuang melalui air kemih atau tinja.

Semua porfiria, kecuali porfiria kutanea tarda, bersifat herediter (merupakan

penyakit keturunan). Semua penderita porfiria herediter memiliki kekurangan enzim

yang sama. Tetapi mereka memiliki mutasi yang berbeda dalam gen untuk enzim

tersebut, kecuali jika berasal dari keluarga yang sama.

• porfiria yang disebabkan karena warisan autosomal resesif gen yang mengkode untuk

protein enzim III uroporphyrinogen abnormal sintase.

• Hal ini dapat disebabkan oleh obat.

• porfiria Penyebab karena kelebihan heme dan produksi porfiria. Heme terdiri dari empat

Page 8: porfiria

Porfiria   8    

cincin porfirin.

• Hal ini disebabkan karena mutasi.

• Estrogen dan infeksi dengan hepatitis C menyebabkan untuk penyakit porfiria.

• Hal ini juga menyebabkan karena penggantian hormon.

• minum alkohol Kelebihan lainnya adalah faktor bertanggung jawab untuk penyakit porfiria.

• Gen-gen yang cacat menyebabkan enzim yang mengkonversi porfirin untuk heme ke

abnormal.

• Puasa, paparan sinar matahari, merokok juga bertanggung jawab untuk penyebab penyakit

porfiria.

Porfiria dapat dipicu oleh

• obat-obatan seperti barbiturat, penenang, pil KB, dan obat penenang

• bahan kimia

• puasa

• merokok

• minum alkohol, minum terutama berat

• infeksi

• kelebihan zat besi dalam tubuh

• emosional dan fisik stres

• menstruasi hormon

2.1.3. Epidemiologi

Tipe Porfiria

setiap jenis porfiria dan kekurangan enzim yang bertanggung jawab atas gangguan ini.

Porphyrias sering diklasifikasikan sebagai akut atau kulit. Jenis porfiria akut mempengaruhi

sistem saraf, sedangkan jenis kulit terutama mempengaruhi kulit. Dua bentuk coproporphyria

porfiria-keturunan dan porfiria mencat-dapat berupa akut atau kulit, atau keduanya.

Types of Porphyria

Type of Porphyria Deficient Enzyme

Acute Porphyrias

ALAD porphyria delta-aminolevulinic acid

dehydratase

Page 9: porfiria

Porfiria   9    

acute intermittent porphyria porphobilinogen deaminase

hereditary coproporphyria coproporphyrinogen oxidase

variegate porphyria protoporphyrinogen oxidase

Cutaneous Porphyrias

congenital erythropoietic

porphyria

uroporphyrinogen III cosynthase

porphyria cutanea tarda uroporphyrinogen decarboxylase

(~50% deficiency)

hepatoerythropoietic porphyria uroporphyrinogen decarboxylase

(~90% deficiency)

hereditary coproporphyria coproporphyrinogen oxidase

variegate porphyria protoporphyrinogen oxidase

erythropoietic protoporphyria ferrochelatase

2.1.5. Patofisiologi

2.1.6. Patogenesis

Diagnosa

Jika dicurigai suatu porfiria akut, maka dilakukan pengukuran kadar asam

delta-aminolevulenat dan porfobilinogen dalam air kemih. Jika diduga suatu porfiria

kutaneus, dilakukan pemeriksaan kadar porfirin dalam plasma darah. Pemeriksaan

lainnya (termasuk pengukuran enzim sel darah merah) dilakukan jika hasil dari salah

satu tes penyaringan tersebut abnormal.

2.1.7. Manifestasi Klinis

Porfirin yang berlebihan menyebabkan fotosensitivitas, dimana seseorang

akan sangat peka terhadap sinar matahari. Hal ini terjadi karena jika terpapar cahaya

dan oksigen, porfirin akan menghasilkan oksigen yang bermuatan dan tidak stabil,

yang dapat merusak kulit. Terjadi kerusakan saraf yang menyebabkan nyeri dan

bahkan kelumpuhan. Kerusakan saraf terjadi jika ditemukan penumpukan dari asam

delta-aminolevulenat dan porfobilinogen.

Page 10: porfiria

Porfiria   10    

• Kelemahan di lengan dan kaki

• Gelap dan penebalan kulit.

• Mual

• Pertumbuhan rambut di dahi

• Sakit pada dada

• Pembengkakan

• Depresi

• Nekrosis kulit dan gusi

• Muntah

• gangguan mental

• Gigi memiliki warna kemerahan.

• Diare

• halusinasi

• Perubahan kepribadian

• distensi abdomen

• Gatal

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

Dokter mendiagnosa porfiria menggunakan darah, urine, dan tes tinja. Menafsirkan hasil tes

dapat menjadi kompleks, dan tes awal dapat diikuti dengan pengujian lebih lanjut untuk

mengkonfirmasikan diagnosis. Diagnosis mungkin tertunda karena gejala-gejala dari porfiria

yang mirip dengan gejala gangguan lain.

2.1.9. Penatalaksanaan

Diagnosis porfiria sangat sulit karena berbagai gejala yang sangat umum banyak gangguan

dan interpretasi tes kompleks. Setiap bentuk diperlakukan berbeda.

• Diagnosis porfiria dilakukan melalui analisis spektroskopi dan biokimia darah, urine, dan

tinja.

• Urine tes skrining telah dilakukan untuk mendeteksi penyakit porfiria.

• biokimia tes digunakan untuk mengidentifikasi penyakit ginjal.

• porfiria akut diobati dengan suntikan glukosa intravena, khusus minuman glukosa yang

tinggi dan obat-obatan heme seperti Panhematin.

• The beta karoten antioksidan s digunakan untuk mengurangi kerusakan jaringan dari

pemaparan dari reaksi kimia yang membantu mengurangi gejala porfiria kulit.

Page 11: porfiria

Porfiria   11    

• hormonal pengobatan dilakukan pada wanita yang memiliki penyakit porfiria.

• Porphyria kejang perawatan digunakan untuk menyembuhkan beberapa gejala.

• Ambil diet tinggi karbohidrat untuk menyembuhkan porfiria.

• Menghindari overexposure dengan sinar matahari.

• Beberapa obat yang berbeda dapat digunakan dalam pengobatan Porphyria yang terdiri dari

klorpromazin, chlorpromanyl, largactil, novochlorpromazine, ormazine, Thora-Dex,

Thorazine, SR dll Thorazine

2.1.10. Diagnosis Banding

2.1.11. Prognosis

Menghindari jaringan parut sinar matahari dan meminimalkan mutasi.

2.1.12. Pencegahan

• Hindari sinar matahari keluar hanya pada malam hari.

• Hindari puasa.

• Hindari konsumsi anggur, bir dan zat alkohol.

• Hindari dehidrasi.

• Hindari suplemen zat besi dan vitamin yang mengandung zat besi

1. PORFIRIA KUTANEA TARDA

2.1.1. Definisi

Porfiria Kutanea Tarda merupakan bentuk porfiria yang paling sering ditemukan, yang

menyebabkan timbulnya lepuhan-lepuhan pada kulit yang terpapar sinar matahari.

2.1.2. Etiologi

Porfiria kutanea tarda terjadi di seluruh dunia dan merupakan satu-satunya bentuk porfiria

yang bukan herediter (penyakit keturunan).

Penyakit ini merupakan suatu porfiria hepatik, terjadi bila uroporfirinogen dekarboksilase

(salah satu enzim di hati yang penting untuk pembentukan heme), menjadi tidak aktif.

Faktor penyokong terjadinya penyakit ini adalah:

- zat besi

- alcohol

- esterogen

Page 12: porfiria

Porfiria   12    

- infeksi virus hepatitis C.

Kadang porfiria kutanea tarda terjadi pada penderita yang terinfeksi oleh HIV.

Walaupun penyakit ini tidak diturunkan, kadang-kadang kekurangan enzim uroporfirinogen

karboksilase yang bersifat parsial, diwariskan oleh salah satu dari kedua orang tuanya dan

menjadikan seseorang mudah untuk menderita penyakit ini. Kasus seperti ini disebut porfiria

kutanea tarda familial.

2.1.3. Epidemiologi

2.1.5. Patofisiologi

2.1.6. Patogenesis

Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis porfiria kutanea tarda, dilakukan pemeriksaan

plasma darah, air kemih dan tinja terhadap kemungkinan adanya porfirin. Porfiria

yang menyebabkan lesi (luka) pada kulit disertai dengan tingginya kadar porfirin

dalam plasma darah. Pada porfiria kutanea tarda, kadar porfirin dalam air kemih dan

tinja juga meningkat.

2.1.7. Manifestasi Klinis

• Lepuhan-lepuhan kulit terjadi pada daerah yang terpapar sinar matahari, seperti

punggung tangan, lengan dan wajah.

• Kulit, terutama kulit tangan, juga sangat peka terhadap trauma.

• Lepuhan kulit akan diikuti oleh pembentukan keropeng dan jaringan parut, yang

memerlukan waktu lama untuk proses penyembuhannya. Kerusakan kulit terjadi

karena porfirin yang dihasilkan di hati dipindahkan oleh plasma darah ke kulit.

• Terjadi peningkatan pertumbuhan rambut pada wajah.

• Hati biasanya sedikit mengalami kerusakan karena adanya infeksi virus hepatitis C

atau karena pemakaian alkohol yang berlebihan.

• Setelah beberapa lama, bisa terjadi sirosis hati dan bahkan kanker hati.

Page 13: porfiria

Porfiria   13    

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

2.1.9. Penatalaksanaan

Porfiria kutanea tarda adalah porfiria yang paling mudah diobati.

Dilakukan suatu prosedur yang disebut phlebotomi, dimana sekitar 0,5 L darah diambil setiap

1-2 minggu.

Phlebotomi akan membuat penderita mengalami kekurangan zat besi yang ringan.

Kadar porfirin di hati dan plasma darah akan turun secara bertahap, kulit akan membaik dan

pada akhirnya menjadi normal kembali.

Biasanya phlebotomi dilakukan hanya 5-6 kali; anemia akan terjadi bila terlalu sering

dilakukan phlebotomi.

Jika penyakit ini kambuh, mungkin perlu dilakukan [hlebotomi tambahan.

Klorokuin atau hidroklorokuin dalam dosis kecil juga efektif.

Obat-obatan tersebut mengeluarkan porfirin yang berlebihan dari hati.

Tetapi dosis yang telalu tinggi menyebabkan pengeluaran porfirin yang terlalu cepat,

sehingga untuk sementara waktu dapat memperburuk keadaan pofiria kutanea tarda dan

merusak hati.

Menghindari alkohol dapat membantu mempercepat penyembuhan.

2.1.10. Diagnosis Banding

2.1.11. Prognosis

2.1.12. Pencegahan

2. PORFIRIA INTERMITEN AKUT

2.1.1. Definisi

penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dan biasanya menjadi nyata setelah usia

pubertas yang menyebabkan gejala-gejala neurologis (gejala-gejala saraf).

2.1.2. Etiologi

Page 14: porfiria

Porfiria   14    

Porfiria intermiten akut adalah porfiria hepatik yang disebabkan oleh kekurangan enzim

porfobilinogen deaminase, yang juga dikenal sebagai enzim hidroksimetilbilane sintase.

Kekurangan enzim ini diwariskan dari salah satu orangtua, tetapi sebagian besar dari mereka

yang mewarisi kelainan ini tidak pernah menunjukkan gejala-gejala.

Porfiria intermiten akut terjadi pada semua ras, namun lebih sering pada orang-orang Eropa

Utara.

Faktor-faktor lainnya (obat-obatan, hormon atau diet) dapat mengaktifkan penyakit ini dan

menimbulkan gejala-gejala.

Berbagai obat (termasuk barbiturat, obat anti kejang dan antibiotik sulfonamid) dapat

menimbulkan serangan.

Hormon (progesteron dan steroid lainnya), diet rendah kalori-rendah karbohidrat serta

pemakaian alkohol yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya gejala.

Ketegangan yang terjadi akibat infeksi, penyakit lain, pembedahan atau tekanan psikis juga

kadang mempengaruhi terjadinya penyakit ini.

Biasanya pemicu serangan adalah kombinasi dari beberapa faktor tersebut.

Kadang-kadang faktor penyebab serangan tidak dapat diketahui.

Serangan akut sering terjadi sebagai akibat dari pemberian obat-obatan seperti barbiturat,

hormon estrogen dan steroid yang dalam proses metabolismenya memerlukan heme

(sitokrom-P450). Pemakaian heme mengakibatkan konsentrasinya menurun sehingga

hambatan terhadap AmLev sintase menurun akibatnya aktivitas AmLev sintase meningkat,

produksi AmLev dan porfobilinogen juga meningkat

2.1.3. Epidemiologi

2.1.5. Patofisiologi

aktivitas enzim uroporfirinogen I menurun sehingga sintesis AmLev sintase meningkat.

Akibatnya terjadi akumulasi AmLev dan porfobilinogen di jaringan dan cairan tubuh yang

kemudian diekskresi melalui urine. Kedua bahan ini tak berwarna tetapi jika terkena

sinar/udara porfobilinogen akan menjadi porfirin yang berwarna, sehingga urine penderita

menjadi berwarna gelap jika terkena sinar/udara.

Page 15: porfiria

Porfiria   15    

Akumulasi AmLev dan porfobilinogen menimbulkan efek toksik pada syaraf abdomen dan

SSP, sehingga menimbulkan gejala klinis nyeri perut, muntah-muntah, dan gangguan

neuropsikiatri. Kemungkina AmLev juga dapat menghambat enzim ATP-ase di jaringan

syaraf atau mungkin AmLev diambil jaringan otak sehingga melumpuhkan hantaran impuls

syaraf.

2.1.6. Patogenesis

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan kadar kedua prekursor heme

(asam delta-aminolevulinat dan porfobilinogen) dalam air kemih. Selama serangan,

kadarnya sangat tinggi dan tetap tinggi pada penderita yang mengalami serangan

ulang.

Prekursor ini bisa membentuk porfirin yang berwarna kemerahan dan bahan lainnya

yang berwarna kecoklatan. Karena itu air kemih bisa berubah warna, terutama setelah

berdiri dibawah cahaya. Perubahan warna air kemih ini juga merupakan pentunjuk

diagnostik yang penting.

2.1.7. Manifestasi Klinis

• nyeri perut

• muntah-muntah

• gangguan neuropsikiatri

• Gejala-gejala yang terjadi pada serangan akut ini berlangsung selama beberapa hari

atau lebih.

Serangan timbul setelah pubertas dan lebih sering terjadi pada wanita.

Pada beberapa wanita, serangan terjadi pada saat pertengahan siklus menstruasi.

Nyeri perut merupakan gejala yang paling sering terjadi.

Gejala-gejala saluran pencernaan yang timbul dapat berupa mual, muntah, konstipasi

(sembelit) atau diare dan perut kembung.

Kandung kemih dapat terganggu sehingga penderita mengalami kesulitan dalam

berkemih.

Page 16: porfiria

Porfiria   16    

Bisa juga terjadi peningkatan denyut jantung, tekanan darah tinggi, berkeringat dan

kegelisahan.

Gejala-gejala tersebut merupakan akibat dari efek terhadap sistem saraf.

Saraf yang mengatur otot dapat mengalami kerusakan, menyebabkan kelemahan yang

biasanya dimulai di bahu dan lengan.

Kelemahan yang terjadi dapat dengan cepat menyebar ke seluruh otot, termasuk otot-

otot pernafasan.

Gemetar dan kejang juga dapat terjadi.

Tekanan darah tinggi dapat terus berlanjut sesudah serangan hilang.

Penyembuhan bisa terjadi dalam beberapa hari, walaupun penyembuhan total dari

kelemahan otot yang berat memerlukan waktu sampai beberapa bulan atau tahun.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

2.1.9. Penatalaksanaan

Serangan berat diobati dengan heme secara intravena. Di Amerika, heme tersedia dalam

bentuk hematin. Sediaan lainnya adalah heme arginat, yang memiliki efek samping lebih

kecil namun masih dalam tahap penelitian. Heme akan diambil di hati, sebagai pengganti dari

pembuatan heme yang berkurang. Kadar asam delta-aminolevulinat dan porfobilinogen

dalam darah dan urin akan berkurang dan gejala akan membaik, biasanya dalam beberapa

hari. Jika pengobatan ditunda, penyembuhan akan berlangsung lebih lama dan bisa terjadi

kerusakan saraf yang menetap.

Pemberian gukosa secara intravena dan diet tinggi karbohidrat juga dapat membantu, tetapi

kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian heme. Nyeri dapat diatasi dengan

pemberian obat-obatan sampai penderita memberikan respon terhadap pemberian heme atau

glukosa.

2.1.10. Diagnosis Banding

2.1.11. Prognosis

2.1.12. Pencegahan

Serangan porfiria intermiten akut dapat dicegah dengan mempertahankan asupan makanan

yang baik dan menghindari obat-obatan yang dapat memicu serangan.

Page 17: porfiria

Porfiria   17    

Mengurangi makanan untuk menurunkan berat badan dengan cepat harus dihindari.

Heme dapat digunakan untuk mencegah serangan, namun sampai saat ini belum ada sediaan

standar.

Serangan premenstrual pada wanita dapat dicegah dengan pemberian salah satu analog GnRH

(Gonadotropin Releasing Hormon) yang digunakan untuk pengobatan endometriosis, namun

pengobatan ini masih dalam tahap penelitian.

3. PROTOPORFIRIA ERITROPOETIK.

2.1.1. Definisi

penyakit autosomal resesif.

2.1.2. Etiologi

2.1.3. Epidemiologi

2.1.5. Patofisiologi

terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III

kosintase, dimana terdapat kekurangan uroporfirinogen III kosintase, sehingga pembentukan

derivat yang simetris lebih besar dari yang asimetris. Karena koproporfirinogen oksidase

tidak dapat bekerja pada koproporfirinogen I (bentuk yang simetris) mengakibatkan

terjadinya akumulasi koproporfirinogen I dan prazat-prazat sebelumnya. Penderita ini

mengekskresi uroporfirinogen I dan koproporfirinogen I dalam urine yang segera dioksidasi

menjadi uroporfirin I dan koproporfirin I yang berwarna merah. Dengan sinar UV gigi

penderita memberikan fluoresensi merah, sedangkan kulitnya menunjukkan fotosensitifitas

yang berlebihan dan kerapuhan yang menyolok. Porfirinogen akan mengalami oksidasi

menjadi porfirin. Derivat porfirin yang bersesuaian akan bereaksi terhadap cahaya tampak

dengan panjang gelombang 400 nm. Pajanan cahaya ini menyebabkan porfirin terangsang

Page 18: porfiria

Porfiria   18    

dan bereaksi dengan oksigen molekuler sehingga terbentuk radikal oksigen. Karena

reaktifitasnya radikal oksigen yang terbentuk dapat menyerang berbagai komponen sel

termasuk lisosom. Lisosom yang rusak mengeluarkan enzim pengurai yang mengakibatkan

kerusakan dan kecacatan pada kulit.

2.1.6. Patogenesis

Diagnosa

2.1.7. Manifestasi Klinis

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

2.1.9. Penatalaksanaan

Pemberian β karoten dan tabir surya dapat mengurangi fotosensitifitas. β karoten bekerja

dengan cara menetralisir radikal oksigen (bertindak sebagai antioksidan) sedangkan tabir

surya dapat menyaring/mengurangi paparan cahaya tampak.

2.1.10. Diagnosis Banding

2.1.11. Prognosis

2.1.12. Pencegahan

BAB III

Page 19: porfiria

Porfiria   19    

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

Banyak kelainan pada saraf akan memberikan menifestasi klinis berupa gangguan

fungsi Neuromuskuler, walaupun kelainan otak, sumsum tulang belakang dan saraf

parifer sangat kompleks, tetapi manifestasi klinis yang terjadi perlu di ketahui dengan

baik dengan cara mengumpulkan data-data melalui anamesis yang lengkap, pemeriksaan

neurologis, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboaturium,

sehingga kita dapat mengarahkan kecurigaan pada suatu kelainan dan mengambil hasil

yang baik untuk diagnosis.

Jadi kita sebagai seorang dokter harus dapat mengarahkan kecurigaan pada suatu

kelainan dan dapat mengambil hasil yang baik untuk diagnosis untuk seorang pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Mardjono,Mahar.2009.Neurologi Klinis Dasar cetakan ke-14.Jakarta : PT.Dian Rakyat.

Page 20: porfiria

Porfiria   20    

Harsono.2008. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4t.Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Rasjad, Chairuddin.2009.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta : Yarsif Watampone.

Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of neurology. 7th edition.

USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.

à DD sm pemeriksaan penunjang patogenesisi patofisioSGB !