Populasi Dekomposer
-
Upload
rennyambar -
Category
Documents
-
view
118 -
download
0
Transcript of Populasi Dekomposer
LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI DASAR
POPULASI DEKOMPOSER
Nama Asisten : Adi PardilaNama : Renny Ambar PNIM : 1110095000021Kelompok : 1 (satu)Semester : 3/ATanggal Praktikum : 12 Oktober 2011
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Populasi dekomposer merupakan banyaknya sebaran jumlah spesies suatu
mikroorganisme pengurai yang mampu menguraikan sisa bahan organik di alam
yang diantaranya serasah. Populasi yang tersebar dilingkungan berupa materi
makroskopis yang dapat terlihat dengan jelas adalah cacing.
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus
sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk
hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting
sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat
tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara
merupakan bagian dari tanah.
Kehidupan hewan sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan
dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan
keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain keberadaan suatu daerah sangat
bergantung dari faktor lingkungannya, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik (Sarwono, 2007).
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi
lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan menjadi
subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk
diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya
serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan
konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang
tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat
dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur
tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan
bahan organik, keasaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing
tanah akan berkembang dengan baik apabila faktor lingkungan tersebut sesuai
dengan kebutuhannya. Keseimbangan lingkungan akan rusak dan berantakan bila
cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia.
Maka dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Adanya vegetasi
diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi
keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa suatu perubahan bahan organik
kasar menjadi humus hanya terjadi karena adanya organisme hidup di dalam atau
diatas tanah dan saling berhubungan satu sama lain dengan lingkungan dalam pem
bentukan humus tumbuhan yang merupakan produsen utama. Sisa-sisa tanaman
itu menjadi sumber makanan bagi organisme yang menjadi konsumen utama,
begitu seterusnya menjadi humus.
1.2. Tujuan Penelitian
Mengamati jenis-jenis cacing tanah berdasarkan tempat hidupnya.
Menentukan kualitas tanah dengan menggunakan cacing tanah sebagai
bioindikator.
Menaksir kerapatan populasi cacing tanah yang dinyatakan dalam keratan
biomassa.
Menentukan pola penyebaran individu cacing tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cacing Tanah (dekomposer)
Salah satu organisme tanah yaitu cacing. Cacing tanah tergolong ke dalam
kelompok Invertebrata, Filum Annelida, Ordo Oligochaeta. Terdapat 7.000
spesies yang tersebar diseluruh dunia. Spesies yang paling umum diataranya
adalah : Holodrillus caliginosus (cacing kebun), Holodrillus foetidus (cacing
merah) dan sejenisnya ini tersebar di seluruh dunia (Suin, 2006).
Identifikasi cacing tanah (Oligochaeta) secara kasar adalah dengan melihat
bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan
jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan
memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen
(Suin,2006).
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara
satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh
darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen
lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang
berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal)
(Handayanto,2009).
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah.
Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan
mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke
dalam tanah dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur
tanah (Handayanto,2009).
Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik
untuk organisme. Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan
suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini
memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah
berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk
menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti
mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau
terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran
udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen
dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit (Handayanto, 2009).
Pada ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama
yang berperan dalam siklus nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing
tanah dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe epigeik, cacing tanah tipe epigeik
hidup di permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada serasah-serasah
daun di lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam
tanah pada kedalaman 0 – 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap
perubahan lingkungan yang buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator
kerusakan tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe anecigeik hidup didalam tanah
pada kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk melakukan
sekresi.
2.2. Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa
bahan organik dan organisme (vegetasi hewan) yang hidup diatasnya atau
didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Pengaruh
organisme dalam tanah khususnya dalam proses pembentukan struktur tanah yang
stabil sangat oleh kegiatan organisme dalam tanah, khususnya cacing tanah yang
bersimbiosis dengan tanaman atau serasah daun yang dapat memberikan
kesuburan.
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan
ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah
menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam
menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur
aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007)
Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah,
udara, cahaya, matahari dan sebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan,
tumbuhan dan manusia.
Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk
menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang
biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat,
adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator
(Sarwono,2007).
Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu
dengan menghitung kerapatan populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya.
Populasi hewan dihitung sebagai jumlah indivudu per satuan ruang tempat hidup
(satuan luas, satuan volume atau satuan berat medium). Dengan demikian, bila
diketahui luas area tempat hidup hewan, kepadatan populasi absolut dapat
dihitung. Untuk berbagai spesies hewan yang memperlihatkan ukuran tubuh yang
bervariasi, ukuran populasi dapat lebih bermakna apabila dinyatakan dalam
kerapatan biomassa (berat per satuan ruang dan bukan jumlah individu per satuan
ruang). Berdasarkan nilai kerapatan bioassa cacing, dapat ditentukan kualitas
tanah dengan kategori sebagai berikut :
1. Tanah subur atau belum tercemar : kerapatan biomassa cacing tanah > 60
gr/m2.
2. Tanah tercemar ringan : kerapatan biomassa cacing tanah 30 – 60 gr/m2.
3. Tanah tercemar berat : kerapatan biomassa cacing tanah < 30 gr/m2.
2.3. Pola penyebaran
Dalam suatu populasi, individu-individu penyusun populasi dapat tersebar
dengan berbagai pola penyebaran Penyebaran adalah pola tata ruang individu
yang satu relatif terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi
individu dalam satu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya
memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran
secara mengelompok, dan penyebaran merata.
Pola penyebaran suatu populasi terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Acak (random)
Pada penyebaran pola acak, setiap indivudu memiliki probabilitas yang
sama untuk ditemukan dimana saja pada suatu luasan area.
2. Mengelompok (contagious/clumped)
Pada penyebaran pola mengelompok, individu-individu lebih banyak
ditemukan pada titik-titik tertentu pada suatu luasan area.
3. Seragam (uniform/regular)
Pada penyebaran pola seragam, setiap individu terpisah satu sama lain
pada jarak yang seragam pada suatu luasan area.
2.4. Metode Hand Sorting
Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran dengan
tangan. Dimana metode ini menggunakan tangan untuk mengambil atau meneliti
suatu sampel. Metode ini cukup praktis namun kelemahan dari metode ini untuk
meneliti sampel dibutuhkan waktu yang lama karena sampel yang diteliti harus
satu persatu dan secara detail sehingga bisa memakan waktu yang cukup lama.
Pada metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luas dan
kedalamannya, dan tanah itu diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan langsung
disortir.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan
Lokasi Pengamatan
Dibawah pohon depan halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Waktu Pengamatan
Rabu, 12 Oktober 2011
3.2. Alat dan Bahan
Alat :
Alat gali Timbangan analitik
Penggaris Desikator
Plastik/kertas koran Oven
Label Crucible
Soil tester Cawan porselen
Core Sampler Tali Rafia
Kayu/ranting Kertas isap/tisu
Termometer
Bahan
Tanah
Aquadest
3.3. Cara Kerja
Dua area sampling dipilih secara acak dan plot kuadrat ukuran 20 cm x 20 cm
diletakkan pada area tersebut. Serasah penutup tanah dibersihkan pada plot
kuadrat yang akan diamati. Substrat dicuplik di dalam plot kuadrat pada tiga
kedalaman tanah, yaitu 0 – 5 cm, 5 – 10 cm dan 10 – 20 cm. Seluruh sampel tanah
per kedalaman dipindahkan ke atas bentangan alas plastik atau koran. Dilakukan
penyortiran dengan tangan (hand sorting method) untuk mencari cacing tanah
pada sampel tanah yang telah anda kumpulkan di atas alas plastik tersebut.
Dihitung jumlah individu cacing tanah yang bertipe epigeik, endogeik dan
anecigeik. Semua cacing yang ditemukan dibersihkan dari partikel tanah,
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Dari cuplikan
tanah, diambil segenggam tanah dan dibersihkan dari serasah dan perakaran.
Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung sampel. Dilakukan pengukuran
faktor lingkungan abiotik tanah dan kondisi mikroklimat tanah dan udara.
3.4. Analisis Data
Kerapatan Biomassa
Pola Penyebaran Individu
Kandungan Air Tanah
Kandungan air tanah (%) = x 100 %
Kerapatan biomassa =
x = S2
Kandungan Organik Tanah
Kandungan organik tanah (%) = x 100 %
Kandungan Mineral (Anorganik) Tanah
Kandungan mineral tanah (%) = x 100 %
Bobot Isi (bulk density)
Bulk density =
Total Porositas
Total Porositas (%) = 1 – x 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi KelompokpH
tanah
Kelembaban Tanah
Suhu Tanah
Kandungan Air Tanah
Kandungan Organik Tanah
Kandungan Anorganik
TanahBobot Isi Porositas
(%) (ºC) (%) (%) (%) (gr/cm3) (%)
1 6,8 2% 27ºC 26,56% 13,15% 86,84%0,65
gram/cm3 75,9%
Non-Vegetas
i3 6,8 1% 29ºC 17,37% 11,93% 88,06%
1,224 gram/cm3 55%
5 6,5 3% 29,5ºC 27,57% 12,36% 87,64%0,977
gram/cm3 35,19%
2 6,8 2% 26ºC 38,82% 15,62% 84,37%0,87
gram/cm3 66,8%
Vegetasi
4 6,9 3% 26ºC 26,37% 13,80% 86,17%0,81
gram/cm3 69,67%
Tabel 1. Tabel lingkungan abiotik pada lokasi pengamatan
Pada tabel diatas, hasil pengukuran abiotik pada tempat yang bervegetasi
dan non vegetasi, pH tanahnya lebih tinggi pada lokasi vegetasi dengan rata-rata
pH tanahnya 6,8 dibandingkan pH tanah pada lokasi non vegetasi dengan rata-rata
pH tanahnya 6,7. Kelembaban tanah lebih tinggi ada pada lokasi vegetasi. Hal ini
dikarenakan pada lokasi vegetasi di bawah pohon banyak menghasilkan oksigen
dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit.
Kulit cacing tanah memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat
berfungsi normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15ºC-25ºC (Handayanto,2009).
Suhu lebih tinggi ada pada lokasi non vegetasi dikarenakan di tempat yang
bervegetasi ditutupi oleh pohon, sehingga suhunya lebih teduh/rendah
dibandingkan dengan lokasi non vegetasi. Kandungan air lebih tinggi pada daerah
vegetasi, adanya pepohonan di lokasi vegetasi juga berarti kandungan organik dan
anorganiknya lebih besar dibandingkan pada lokasi non-vegetasi karena banyak
serasah-serasah daun yang juga mempengaruhi pH tanah.
Cacing yang didapat pada lokasi bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe
epigeik dan endogeik) dan jumlahnya lebih banyak di temukan pada permukaan
tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi terdapat banyak serasah-serasah yang
akan menjadi makanan untuk cacing tanah. Sedangkan pada lokasi non vegetasi
cacing yang didapat lebih sedikit, hal ini dikarenakan pada tempat non vegetasi
tidak terdapat pepohonan dan serasah sebagai makanan tanah sehingga suhunya
lebih tinggi dan tanahnya pun tidak lembab
Tabel 2. Kepadatan Biomassa Cacing Tanah
Tempat KelompokBiomassa Total/plot
(gr)
Kerapatan Biomassa
(gr/m2)
Rata-rata Kerapatan Biomassa
(gr/m2)
Kualitas Tanah
Non-Vegetasi
10,0343 gram
0,8575 gr/m2
0,55 gr/m2 Tercemar berat
3 0 gram 0 gr/m2
50,0318 gram
0,795 gr/m2
Vegetasi 2 0,029 gram 0,74 gr/m2
2,13 gr/m2 Tercemar berat4
0,1408 gram
3,52 gr/m2
Pada Tabel 2 terlihat bahwa cacing tanah lebih banyak ditemukan pada
lokasi vegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gr/m2
dibandingkan pada lokasi non vegetasi rata-rata kepadatan biomassanya adalah
0,55 gr/m2. Hal ini terjadi karena pada lokasi yang bervegetasi pH nya lebih
tinggi, suhu lebih teduh/rendah, dan kelembabannya lebih tinggi di bandingkan
pada lokasi non vegetasi, sehingga lebih banyak cacing yang mungkin pada
tempat tersebut. Kualitas tanah pada lokasi bervegetasi dan non vegetasi sama-
sama tercemar. Dikarenakan tanah mengandung bahan organik dan anorganik
yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman.
\ Komposisi tanah bergantung pada proses pembentukan tanah. Pencemaran
menyebabkan susunan tanah mengalami perubahan sehingga mengganggu
kehidupan jasad yang hidup di dalam dan di permukaan tanah. (Kemas, 2005).
Pencemaran tanah dapat terjadi karena penggunaan pupuk secara
berlebihan, pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik.
Pencemaran tanah juga dapat terjadi melalui air dan udara yang mengandung
bahan polutan yang merubah susunan kimia tanah (Sarwono,2007).
Tabel 3. Pola Penyebaran Cacing Tanah
Tempat KelompokKerapatan Biomassa
(gr/m2)
Rata-rata Kerapatan Biomassa
(gr/m2)
S2 Pola Penyebaran
Non-vegetasi
10,8575 gr/m2
2,13 gr/m2 0,622 1,13Mengelompo
k3 0 gr/m2
50,795 gr/m2
Vegetasi
2 0,74 gr/m2
0,55 gr/m2 3,864 1,814Mengelompo
k4 3,52 gr/m2
Pada tabel diatas didapat pola penyebaran cacing tanah pada lokasi
vegetasi dan non vegetasi adalah sama-sama mengelompok. Hal ini dikarenakan
pada lokasi yang bervegetasi dan non vegetasi suhu indeks dipersial nya lebih dari
satu. Sehingga individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik tertentu pada
suatu luasan daerah/lokasi.
Pola penyebaran disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya
lingkungan. Pola penyebaran mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis
organisme, habitat yang ditempati dan luas area.
BAB V
KESIMPULAN
pH tanah pada lokasi vegetasi lebih tinggi dibandingkan pada lokasi non
vegetasi.
Kelembaban tanah lebih tinggi pada tanah yang lokasinya bervegetasi.
Suhu pada lokasi non vegetasi lebih tinggi dibanding lokasi vegetasi.
Kandungan air lebih tinggi pada lokasi vegetatif.
Cacing tanah lebih banyak ditemukan pada tempat bervegetasi dengan
rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gram/m2.
Kualitas tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi sama-sama
tercemar.
Pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi
adalah pola penyebaran mengelompok (contagious/clumped).
DAFTAR PUSTAKA
Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan Tanah.Jakarta: Bumi Aksara.
Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka
Adipura.
Hardjowigeno, Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo.
Hanafiah, Kemas.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Djamal Irwan, Zoer’aini.2007.Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem,
Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.
LAMPIRAN
LOKASI NON-VEGETASI
Kelompok 1
Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah = 5 gram
Berat cawan = 32,2495 gram
Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) – berat cawan
= 35,9212 gram – 32,2495 gram
= 3,6717 gram
Kandungan air tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 26,56%
Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat cawan = 32,2495 gram
Berat kering tanah = 3,6717 gram
Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan
= 35,4383 gram – 32,2495 gram
= 3,1888 gram
Kandungan organik tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 13,15%
Kandungan mineral tanah (%) = x 100%
= x 100%
= 86,84%
Bobot Isi (bulk density)
Volume core sampler = 159,7980 cm3
Berat cawan = 58,4213 gram
Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) – berat cawan
= 162,5069 gram– 58,4213 gram
= 104,0856 gram
Bulk density =
=
= 0,65 gram/cm3
Porositas
Total porositas = 1 – x 100%
= 1 – x 100%
= 1 – x 100%
= 0,759 x 100%
= 75,9 %
Kelompok 3
Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah = 5 gram
Berat cawan = 31,7389 gram
Berat kering tanah = (berat kering tanah + berat cawan) – berat cawan
= 35,8624 gram– 31,7389 gram
= 4,1135 gram
Kandungan air tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 17,37 %
Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat cawan = 31,7389 gram
Berat kering tanah = 4,1135 gram
Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan
= 35,3644 gram – 31,7389 gram
= 3,6255 gram
Kandungan organik tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 11,93 %
Kandungan mineral tanah (%) = x 100%
= x 100%
= 88,06%
Bobot Isi (bulk density)
Volume core sampler = 111,7816 cm3
Berat cawan = 58,3975 gram
Berat kering tanah = (berat kering tanah + cawan) – berat cawan
= 195,1765 gram – 58,3975 gram
= 136,779 gram
Bulk Density =
=
= 1,224 gram/cm3
Porositas
Total porositas (%) = 1 – x 100%
= 1 – x 100%
= 1 – (0,453) x 100%
= 0,55 x 100%
= 55%
Kelompok 5
Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah : 5 gram
Berat kering tanah : 3,6217 gram
Kandungan air tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 27,57 %
Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat kering tanah = 3,6217 gram
Berat abu tanah = 3,1741 gram
Kandungan organik tanah (%) = x 100%
= x 100%
= x 100%
= 12,36 %
Kandungan mineral tanah (%) = x 100%
= x 100%
= 87,64 %
Bobot Isi
Volume core sampler : 120,5514 cm3
Berat kering tanah : 117,80 gram
Bulk density =
=
= 0,977 gr/cm3
Porositas
Total porositas = 1 – x 100%
= 1 – x 100%
= 35,19 %
LOKASI VEGETASI
Kelompok 2
Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah = 5 gram
Berat cawan = 31,4784
Berat kering tanah = (berat cawan + berat tanah)- berat cawan
= 34,5373 – 31,4784
= 3,0589
Kandungan air tanah (%) = x 100%
= 5 gram – 3,0589 gram x 100%
5 gram
= 38,82 %
Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat kering tanah = 3,0589 gram
Berat abu tanah = 2,5809 gram
Kandungan organik tanah (%) = x 100%
= 3,0589 gram – 2,5809 gram x 100%
3,0589 gram
= 15,62 %
Kandungan mineral tanah % = x 100%
= 2,5809 gram x 100%
3,0589 gram
= 84,37%
Bobot Isi
Volume Core Sampler = 117,32 cm3
Berat cawan porselen = 52,8694 gram
Berat kering tanah = (berat cawan + tanah) – berat cawan porselen
= 155,9893 gram – 52,8694 gram
= 103,1190 gram
Bulk Density =
= 103,1190 gram
117,32 gram
= 0,8789 gram
Porositas
Total Porositas = 1 – x 100%
= 1 - [ 0,8789 ] x 100%
2,65
= 66,8 %
Kelompok 4
Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah = 5 gram
Berat cawan = 32,4092 gram
Berat kering tanah = (berat cawan + berat kering tanah) – berat cawan
= 36.0906 – 32,4092
= 3,6814 gram
Kandungan air tanah (%) = x 100%
= 5 gram – 3,6814 x 100%
5 gram
= 26,37%
Kandungan Organik dan mineral Tanah
Berat kering tanah = 3,6814 gram
Berat cawan crussible = 32,4092 gram
Berat abu = 3,1723 gram
Kandungan organik tanah (%) = x 100%
= 3,6814 – 3, 1723 x 100%
3.6814
= 13.8%
Kandungan mineral tanah (%) = x 100%
= 3, 1723 x 100%
3,6814
= 86.17%
Bobot isi
Volume core sampler = 121.64 gram
Berat kering tanah = 194.9918 gram
Berat cawan porselen = 53,7364 gram
Berat kering tanah = Berat oven 105 derajat – berat cawan porselen
= 153.3355 – 53.7364
= 99.5991 gram
Bulk Density =
= 9 9.5991 = 0,8188 gram
121.64
Porositas
Total porositas (%) = 1 – x 100%
= 1- ( 0.8188 ) x 100%
2,7
= 0.6967 x 100 %
= 69.67 %
KEPADATAN BIOMASSA
LOKASI VEGETASI
Kerapatan Biomassa Cacing Tanah
Kerapatan biomassa =
Kerapatan biomassa plot 2 = = 0,74 gr/m2
Kerapatan biomassa plot 4 = = 3,52 gr/m2
Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah :
=
=
= = 2,13 gr/m2 tercemar berat karena < 30 gr/m2
S2
S2 =
S2 =
S2 = 12,938 gr – 9,0738 gr
S2= 3,864
Indeks dipersial
LOKASI NON-VEGETASI
Kerapatan Biomassa Cacing Tanah
Kerapatan biomassa =
Kerapatan biomassa plot 1 = = 0,8575 gr/m2
Kerapatan biomassa plot 3 = = 0 gr/m2
Kerapatan biomassa plot 5 = = 0,795 gr/m2
Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah :
=
=
Pola penyebaran mengelompok karena
> 1
=
= 0,55 gr/m2 tercemar berat < 30 gr/m2
S2
S2
S2
S2 =
S2 =
S2 = 0,622
= = 1,13 pola penyebaran mengelompok > 1