Populasi Dekomposer

38
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI DASAR POPULASI DEKOMPOSER Nama Asisten : Adi Pardila Nama : Renny Ambar P NIM : 1110095000021 Kelompok : 1 (satu) Semester : 3/A Tanggal Praktikum : 12 Oktober 2011 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Transcript of Populasi Dekomposer

Page 1: Populasi Dekomposer

LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI DASAR

POPULASI DEKOMPOSER

Nama Asisten : Adi PardilaNama : Renny Ambar PNIM : 1110095000021Kelompok : 1 (satu)Semester : 3/ATanggal Praktikum : 12 Oktober 2011

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: Populasi Dekomposer

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Populasi dekomposer merupakan banyaknya sebaran jumlah spesies suatu

mikroorganisme pengurai yang mampu menguraikan sisa bahan organik di alam

yang diantaranya serasah. Populasi yang tersebar dilingkungan berupa materi

makroskopis yang dapat terlihat dengan jelas adalah cacing.

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah

mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus

sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai

mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk

hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting

sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat

tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara

merupakan bagian dari tanah.

Kehidupan hewan sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan

dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan

keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain keberadaan suatu daerah sangat

bergantung dari faktor lingkungannya, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan

abiotik (Sarwono, 2007).

Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi

lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan menjadi

subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk

diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya

serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan

konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang

tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat

dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur

tanah agar tetap gembur.

Page 3: Populasi Dekomposer

Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan

bahan organik, keasaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing

tanah akan berkembang dengan baik apabila faktor lingkungan tersebut sesuai

dengan kebutuhannya. Keseimbangan lingkungan akan rusak dan berantakan bila

cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia.

Maka dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Adanya vegetasi

diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi

keberadaan dari cacing tahan tersebut.

Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa suatu perubahan bahan organik

kasar menjadi humus hanya terjadi karena adanya organisme hidup di dalam atau

diatas tanah dan saling berhubungan satu sama lain dengan lingkungan dalam pem

bentukan humus tumbuhan yang merupakan produsen utama. Sisa-sisa tanaman

itu menjadi sumber makanan bagi organisme yang menjadi konsumen utama,

begitu seterusnya menjadi humus.

1.2. Tujuan Penelitian

Mengamati jenis-jenis cacing tanah berdasarkan tempat hidupnya.

Menentukan kualitas tanah dengan menggunakan cacing tanah sebagai

bioindikator.

Menaksir kerapatan populasi cacing tanah yang dinyatakan dalam keratan

biomassa.

Menentukan pola penyebaran individu cacing tanah.

BAB II

Page 4: Populasi Dekomposer

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cacing Tanah (dekomposer)

Salah satu organisme tanah yaitu cacing. Cacing tanah tergolong ke dalam

kelompok Invertebrata, Filum Annelida, Ordo Oligochaeta. Terdapat 7.000

spesies yang tersebar diseluruh dunia. Spesies yang paling umum diataranya

adalah : Holodrillus caliginosus (cacing kebun), Holodrillus foetidus (cacing

merah) dan sejenisnya ini tersebar di seluruh dunia (Suin, 2006).

Identifikasi cacing tanah (Oligochaeta) secara kasar adalah dengan melihat

bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan

jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan

memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen

(Suin,2006).

Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara

satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh

darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen

lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang

berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.

Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal)

(Handayanto,2009).

Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah.

Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan

mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke

dalam tanah dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur

tanah (Handayanto,2009).

Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik

untuk organisme. Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan

suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini

memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral.

Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah

berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk

Page 5: Populasi Dekomposer

menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti

mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau

terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran

udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen

dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit (Handayanto, 2009).

Pada ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama

yang berperan dalam siklus nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing

tanah dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe epigeik, cacing tanah tipe epigeik

hidup di permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada serasah-serasah

daun di lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam

tanah pada kedalaman 0 – 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap

perubahan lingkungan yang buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator

kerusakan tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe anecigeik hidup didalam tanah

pada kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk melakukan

sekresi.

2.2. Tanah

Tanah merupakan hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa

bahan organik dan organisme (vegetasi hewan) yang hidup diatasnya atau

didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Pengaruh

organisme dalam tanah khususnya dalam proses pembentukan struktur tanah yang

stabil sangat oleh kegiatan organisme dalam tanah, khususnya cacing tanah yang

bersimbiosis dengan tanaman atau serasah daun yang dapat memberikan

kesuburan.

Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan

ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah

menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam

menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur

aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007)

Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu :

Page 6: Populasi Dekomposer

a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah,

udara, cahaya, matahari dan sebagainya.

b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan,

tumbuhan dan manusia.

Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk

menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang

biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk

menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat,

adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator

(Sarwono,2007).

Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu

dengan menghitung kerapatan populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya.

Populasi hewan dihitung sebagai jumlah indivudu per satuan ruang tempat hidup

(satuan luas, satuan volume atau satuan berat medium). Dengan demikian, bila

diketahui luas area tempat hidup hewan, kepadatan populasi absolut dapat

dihitung. Untuk berbagai spesies hewan yang memperlihatkan ukuran tubuh yang

bervariasi, ukuran populasi dapat lebih bermakna apabila dinyatakan dalam

kerapatan biomassa (berat per satuan ruang dan bukan jumlah individu per satuan

ruang). Berdasarkan nilai kerapatan bioassa cacing, dapat ditentukan kualitas

tanah dengan kategori sebagai berikut :

1. Tanah subur atau belum tercemar : kerapatan biomassa cacing tanah > 60

gr/m2.

2. Tanah tercemar ringan : kerapatan biomassa cacing tanah 30 – 60 gr/m2.

3. Tanah tercemar berat : kerapatan biomassa cacing tanah < 30 gr/m2.

2.3. Pola penyebaran

Dalam suatu populasi, individu-individu penyusun populasi dapat tersebar

dengan berbagai pola penyebaran Penyebaran adalah pola tata ruang individu

yang satu relatif terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi

individu dalam satu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya

Page 7: Populasi Dekomposer

memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran

secara mengelompok, dan penyebaran merata.

Pola penyebaran suatu populasi terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Acak (random)

Pada penyebaran pola acak, setiap indivudu memiliki probabilitas yang

sama untuk ditemukan dimana saja pada suatu luasan area.

2. Mengelompok (contagious/clumped)

Pada penyebaran pola mengelompok, individu-individu lebih banyak

ditemukan pada titik-titik tertentu pada suatu luasan area.

3. Seragam (uniform/regular)

Pada penyebaran pola seragam, setiap individu terpisah satu sama lain

pada jarak yang seragam pada suatu luasan area.

2.4. Metode Hand Sorting

Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran dengan

tangan. Dimana metode ini menggunakan tangan untuk mengambil atau meneliti

suatu sampel. Metode ini cukup praktis namun kelemahan dari metode ini untuk

meneliti sampel dibutuhkan waktu yang lama karena sampel yang diteliti harus

satu persatu dan secara detail sehingga bisa memakan waktu yang cukup lama.

Pada metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luas dan

kedalamannya, dan tanah itu diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan langsung

disortir.

Page 8: Populasi Dekomposer

BAB III

METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan

Lokasi Pengamatan

Dibawah pohon depan halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Waktu Pengamatan

Rabu, 12 Oktober 2011

3.2. Alat dan Bahan

Alat :

Alat gali Timbangan analitik

Penggaris Desikator

Plastik/kertas koran Oven

Label Crucible

Soil tester Cawan porselen

Core Sampler Tali Rafia

Kayu/ranting Kertas isap/tisu

Termometer

Bahan

Tanah

Aquadest

Page 9: Populasi Dekomposer

3.3. Cara Kerja

Dua area sampling dipilih secara acak dan plot kuadrat ukuran 20 cm x 20 cm

diletakkan pada area tersebut. Serasah penutup tanah dibersihkan pada plot

kuadrat yang akan diamati. Substrat dicuplik di dalam plot kuadrat pada tiga

kedalaman tanah, yaitu 0 – 5 cm, 5 – 10 cm dan 10 – 20 cm. Seluruh sampel tanah

per kedalaman dipindahkan ke atas bentangan alas plastik atau koran. Dilakukan

penyortiran dengan tangan (hand sorting method) untuk mencari cacing tanah

pada sampel tanah yang telah anda kumpulkan di atas alas plastik tersebut.

Dihitung jumlah individu cacing tanah yang bertipe epigeik, endogeik dan

anecigeik. Semua cacing yang ditemukan dibersihkan dari partikel tanah,

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Dari cuplikan

tanah, diambil segenggam tanah dan dibersihkan dari serasah dan perakaran.

Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung sampel. Dilakukan pengukuran

faktor lingkungan abiotik tanah dan kondisi mikroklimat tanah dan udara.

3.4. Analisis Data

Kerapatan Biomassa

Pola Penyebaran Individu

Kandungan Air Tanah

Kandungan air tanah (%) = x 100 %

Kerapatan biomassa =

x = S2

Page 10: Populasi Dekomposer

Kandungan Organik Tanah

Kandungan organik tanah (%) = x 100 %

Kandungan Mineral (Anorganik) Tanah

Kandungan mineral tanah (%) = x 100 %

Bobot Isi (bulk density)

Bulk density =

Total Porositas

Total Porositas (%) = 1 – x 100%

Page 11: Populasi Dekomposer

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi KelompokpH

tanah

Kelembaban Tanah

Suhu Tanah

Kandungan Air Tanah

Kandungan Organik Tanah

Kandungan Anorganik

TanahBobot Isi Porositas

(%) (ºC) (%) (%) (%) (gr/cm3) (%)

1 6,8 2% 27ºC 26,56% 13,15% 86,84%0,65

gram/cm3 75,9%

Non-Vegetas

i3 6,8 1% 29ºC 17,37% 11,93% 88,06%

1,224 gram/cm3 55%

5 6,5 3% 29,5ºC 27,57% 12,36% 87,64%0,977

gram/cm3 35,19%

2 6,8 2% 26ºC 38,82% 15,62% 84,37%0,87

gram/cm3 66,8%

Vegetasi

4 6,9 3% 26ºC 26,37% 13,80% 86,17%0,81

gram/cm3 69,67%

Tabel 1. Tabel lingkungan abiotik pada lokasi pengamatan

Pada tabel diatas, hasil pengukuran abiotik pada tempat yang bervegetasi

dan non vegetasi, pH tanahnya lebih tinggi pada lokasi vegetasi dengan rata-rata

pH tanahnya 6,8 dibandingkan pH tanah pada lokasi non vegetasi dengan rata-rata

pH tanahnya 6,7. Kelembaban tanah lebih tinggi ada pada lokasi vegetasi. Hal ini

dikarenakan pada lokasi vegetasi di bawah pohon banyak menghasilkan oksigen

dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit.

Kulit cacing tanah memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat

berfungsi normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15ºC-25ºC (Handayanto,2009).

Suhu lebih tinggi ada pada lokasi non vegetasi dikarenakan di tempat yang

bervegetasi ditutupi oleh pohon, sehingga suhunya lebih teduh/rendah

dibandingkan dengan lokasi non vegetasi. Kandungan air lebih tinggi pada daerah

Page 12: Populasi Dekomposer

vegetasi, adanya pepohonan di lokasi vegetasi juga berarti kandungan organik dan

anorganiknya lebih besar dibandingkan pada lokasi non-vegetasi karena banyak

serasah-serasah daun yang juga mempengaruhi pH tanah.

Cacing yang didapat pada lokasi bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe

epigeik dan endogeik) dan jumlahnya lebih banyak di temukan pada permukaan

tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi terdapat banyak serasah-serasah yang

akan menjadi makanan untuk cacing tanah. Sedangkan pada lokasi non vegetasi

cacing yang didapat lebih sedikit, hal ini dikarenakan pada tempat non vegetasi

tidak terdapat pepohonan dan serasah sebagai makanan tanah sehingga suhunya

lebih tinggi dan tanahnya pun tidak lembab

Tabel 2. Kepadatan Biomassa Cacing Tanah

Tempat KelompokBiomassa Total/plot

(gr)

Kerapatan Biomassa

(gr/m2)

Rata-rata Kerapatan Biomassa

(gr/m2)

Kualitas Tanah

Non-Vegetasi

10,0343 gram

0,8575 gr/m2

0,55 gr/m2 Tercemar berat

3 0 gram 0 gr/m2

50,0318 gram

0,795 gr/m2

Vegetasi 2 0,029 gram 0,74 gr/m2

2,13 gr/m2 Tercemar berat4

0,1408 gram

3,52 gr/m2

Pada Tabel 2 terlihat bahwa cacing tanah lebih banyak ditemukan pada

lokasi vegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gr/m2

dibandingkan pada lokasi non vegetasi rata-rata kepadatan biomassanya adalah

0,55 gr/m2. Hal ini terjadi karena pada lokasi yang bervegetasi pH nya lebih

tinggi, suhu lebih teduh/rendah, dan kelembabannya lebih tinggi di bandingkan

pada lokasi non vegetasi, sehingga lebih banyak cacing yang mungkin pada

tempat tersebut. Kualitas tanah pada lokasi bervegetasi dan non vegetasi sama-

Page 13: Populasi Dekomposer

sama tercemar. Dikarenakan tanah mengandung bahan organik dan anorganik

yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman.

\ Komposisi tanah bergantung pada proses pembentukan tanah. Pencemaran

menyebabkan susunan tanah mengalami perubahan sehingga mengganggu

kehidupan jasad yang hidup di dalam dan di permukaan tanah. (Kemas, 2005).

Pencemaran tanah dapat terjadi karena penggunaan pupuk secara

berlebihan, pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik.

Pencemaran tanah juga dapat terjadi melalui air dan udara yang mengandung

bahan polutan yang merubah susunan kimia tanah (Sarwono,2007).

Tabel 3. Pola Penyebaran Cacing Tanah

Tempat KelompokKerapatan Biomassa

(gr/m2)

Rata-rata Kerapatan Biomassa

(gr/m2)

S2 Pola Penyebaran

Non-vegetasi

10,8575 gr/m2

2,13 gr/m2 0,622 1,13Mengelompo

k3 0 gr/m2

50,795 gr/m2

Vegetasi

2 0,74 gr/m2

0,55 gr/m2 3,864 1,814Mengelompo

k4 3,52 gr/m2

Pada tabel diatas didapat pola penyebaran cacing tanah pada lokasi

vegetasi dan non vegetasi adalah sama-sama mengelompok. Hal ini dikarenakan

pada lokasi yang bervegetasi dan non vegetasi suhu indeks dipersial nya lebih dari

satu. Sehingga individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik tertentu pada

suatu luasan daerah/lokasi.

Pola penyebaran disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya

lingkungan. Pola penyebaran mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis

organisme, habitat yang ditempati dan luas area.

Page 14: Populasi Dekomposer

BAB V

KESIMPULAN

pH tanah pada lokasi vegetasi lebih tinggi dibandingkan pada lokasi non

vegetasi.

Kelembaban tanah lebih tinggi pada tanah yang lokasinya bervegetasi.

Suhu pada lokasi non vegetasi lebih tinggi dibanding lokasi vegetasi.

Kandungan air lebih tinggi pada lokasi vegetatif.

Cacing tanah lebih banyak ditemukan pada tempat bervegetasi dengan

rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gram/m2.

Kualitas tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi sama-sama

tercemar.

Pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi

adalah pola penyebaran mengelompok (contagious/clumped).

Page 15: Populasi Dekomposer

DAFTAR PUSTAKA

Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan Tanah.Jakarta: Bumi Aksara.

Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka

Adipura.

Hardjowigeno, Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo.

Hanafiah, Kemas.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada.

Djamal Irwan, Zoer’aini.2007.Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem,

Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 16: Populasi Dekomposer

LAMPIRAN

LOKASI NON-VEGETASI

Kelompok 1

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah = 5 gram

Berat cawan = 32,2495 gram

Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) – berat cawan

= 35,9212 gram – 32,2495 gram

= 3,6717 gram

Kandungan air tanah (%) = x 100%

= x 100%

= x 100%

= 26,56%

Kandungan Organik dan Mineral Tanah

Berat cawan = 32,2495 gram

Berat kering tanah = 3,6717 gram

Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan

= 35,4383 gram – 32,2495 gram

= 3,1888 gram

Kandungan organik tanah (%) = x 100%

Page 17: Populasi Dekomposer

= x 100%

= x 100%

= 13,15%

Kandungan mineral tanah (%) = x 100%

= x 100%

= 86,84%

Bobot Isi (bulk density)

Volume core sampler = 159,7980 cm3

Berat cawan = 58,4213 gram

Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) – berat cawan

= 162,5069 gram– 58,4213 gram

= 104,0856 gram

Bulk density =

=

= 0,65 gram/cm3

Porositas

Page 18: Populasi Dekomposer

Total porositas = 1 – x 100%

= 1 – x 100%

= 1 – x 100%

= 0,759 x 100%

= 75,9 %

Kelompok 3

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah = 5 gram

Berat cawan = 31,7389 gram

Berat kering tanah = (berat kering tanah + berat cawan) – berat cawan

= 35,8624 gram– 31,7389 gram

= 4,1135 gram

Kandungan air tanah (%) = x 100%

= x 100%

= x 100%

= 17,37 %

Kandungan Organik dan Mineral Tanah

Berat cawan = 31,7389 gram

Page 19: Populasi Dekomposer

Berat kering tanah = 4,1135 gram

Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan

= 35,3644 gram – 31,7389 gram

= 3,6255 gram

Kandungan organik tanah (%) = x 100%

= x 100%

= x 100%

= 11,93 %

Kandungan mineral tanah (%) = x 100%

= x 100%

= 88,06%

Bobot Isi (bulk density)

Volume core sampler = 111,7816 cm3

Berat cawan = 58,3975 gram

Berat kering tanah = (berat kering tanah + cawan) – berat cawan

= 195,1765 gram – 58,3975 gram

= 136,779 gram

Page 20: Populasi Dekomposer

Bulk Density =

=

= 1,224 gram/cm3

Porositas

Total porositas (%) = 1 – x 100%

= 1 – x 100%

= 1 – (0,453) x 100%

= 0,55 x 100%

= 55%

Kelompok 5

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah : 5 gram

Berat kering tanah : 3,6217 gram

Kandungan air tanah (%) = x 100%

= x 100%

Page 21: Populasi Dekomposer

= x 100%

= 27,57 %

Kandungan Organik dan Mineral Tanah

Berat kering tanah = 3,6217 gram

Berat abu tanah = 3,1741 gram

Kandungan organik tanah (%) = x 100%

= x 100%

= x 100%

= 12,36 %

Kandungan mineral tanah (%) = x 100%

= x 100%

= 87,64 %

Bobot Isi

Volume core sampler : 120,5514 cm3

Page 22: Populasi Dekomposer

Berat kering tanah : 117,80 gram

Bulk density =

=

= 0,977 gr/cm3

Porositas

Total porositas = 1 – x 100%

= 1 – x 100%

= 35,19 %

LOKASI VEGETASI

Kelompok 2

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah = 5 gram

Berat cawan = 31,4784

Berat kering tanah = (berat cawan + berat tanah)- berat cawan

= 34,5373 – 31,4784

= 3,0589

Page 23: Populasi Dekomposer

Kandungan air tanah (%) = x 100%

= 5 gram – 3,0589 gram x 100%

5 gram

= 38,82 %

Kandungan Organik dan Mineral Tanah

Berat kering tanah = 3,0589 gram

Berat abu tanah = 2,5809 gram

Kandungan organik tanah (%) = x 100%

= 3,0589 gram – 2,5809 gram x 100%

3,0589 gram

= 15,62 %

Kandungan mineral tanah % = x 100%

= 2,5809 gram x 100%

3,0589 gram

= 84,37%

Bobot Isi

Volume Core Sampler = 117,32 cm3

Berat cawan porselen = 52,8694 gram

Berat kering tanah = (berat cawan + tanah) – berat cawan porselen

= 155,9893 gram – 52,8694 gram

= 103,1190 gram

Page 24: Populasi Dekomposer

Bulk Density =

= 103,1190 gram

117,32 gram

= 0,8789 gram

Porositas

Total Porositas = 1 – x 100%

= 1 - [ 0,8789 ] x 100%

2,65

= 66,8 %

Kelompok 4

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah = 5 gram

Berat cawan = 32,4092 gram

Berat kering tanah = (berat cawan + berat kering tanah) – berat cawan

= 36.0906 – 32,4092

= 3,6814 gram

Kandungan air tanah (%) = x 100%

= 5 gram – 3,6814 x 100%

5 gram

= 26,37%

Kandungan Organik dan mineral Tanah

Berat kering tanah = 3,6814 gram

Berat cawan crussible = 32,4092 gram

Berat abu = 3,1723 gram

Page 25: Populasi Dekomposer

Kandungan organik tanah (%) = x 100%

= 3,6814 – 3, 1723 x 100%

3.6814

= 13.8%

Kandungan mineral tanah (%) = x 100%

= 3, 1723 x 100%

3,6814

= 86.17%

Bobot isi

Volume core sampler = 121.64 gram

Berat kering tanah = 194.9918 gram

Berat cawan porselen = 53,7364 gram

Berat kering tanah = Berat oven 105 derajat – berat cawan porselen

= 153.3355 – 53.7364

= 99.5991 gram

Bulk Density =

= 9 9.5991 = 0,8188 gram

121.64

Porositas

Total porositas (%) = 1 – x 100%

= 1- ( 0.8188 ) x 100%

2,7

Page 26: Populasi Dekomposer

= 0.6967 x 100 %

= 69.67 %

KEPADATAN BIOMASSA

LOKASI VEGETASI

Kerapatan Biomassa Cacing Tanah

Kerapatan biomassa =

Kerapatan biomassa plot 2 = = 0,74 gr/m2

Kerapatan biomassa plot 4 = = 3,52 gr/m2

Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah :

=

=

= = 2,13 gr/m2 tercemar berat karena < 30 gr/m2

S2

Page 27: Populasi Dekomposer

S2 =

S2 =

S2 = 12,938 gr – 9,0738 gr

S2= 3,864

Indeks dipersial

LOKASI NON-VEGETASI

Kerapatan Biomassa Cacing Tanah

Kerapatan biomassa =

Kerapatan biomassa plot 1 = = 0,8575 gr/m2

Kerapatan biomassa plot 3 = = 0 gr/m2

Kerapatan biomassa plot 5 = = 0,795 gr/m2

Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah :

=

=

Pola penyebaran mengelompok karena

> 1

Page 28: Populasi Dekomposer

=

= 0,55 gr/m2 tercemar berat < 30 gr/m2

S2

S2

S2

S2 =

S2 =

S2 = 0,622

= = 1,13 pola penyebaran mengelompok > 1