Politik Hukum Kenotariatan

16
1 POLITIK HUKUM KENOTARIATAN 1. Latar Belakang Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik 1 mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Sebelum adanya akta atau surat, untuk membuktikan suatu peristiwa dipergunakan persaksian. Dalam praktek persaksian dengan mempergunakan saksi hidup terdapat kelemahan-kelemahan. Apabila suatu peristiwa harus dibuktikan kebenarannya, karena terjadi sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka saksi-saksi hidup itulah yang akan memberikan kebenarannya dengan memberikan kesaksiannya. Selama mereka itu masih hidup pada waktu sesuatu peristiwa itu harus dibuktikan kebenarannya, maka tidak akan timbul kesukaran. Tetapi apabila saksi-saksi itu sudah tidak ada lagi, baik karena mereka itu sudah meninggal dunia atau sudah pindah ke tempat lain yang jauh dan tidak diketahui alamat tempat tinggalnya, maka akan timbul kesukaran tentang pembuktiannya. Hal yang demikian ini sudah mulai disadari oleh orang-orang yang berkepentingan dan orang sudah mulai mencari 1 Pasal 1868 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata, menyebutkan Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat., bandingkan dengan Pasal 1 angka 7 Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini

Transcript of Politik Hukum Kenotariatan

Page 1: Politik Hukum Kenotariatan

1

POLITIK HUKUM KENOTARIATAN

1. Latar Belakang

Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik1 mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Sebelum adanya akta atau surat, untuk membuktikan suatu peristiwa dipergunakan persaksian. Dalam praktek persaksian dengan mempergunakan saksi hidup terdapat kelemahan-kelemahan. Apabila

suatu peristiwa harus dibuktikan kebenarannya, karena terjadi sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka saksi-saksi hidup itulah yang akan memberikan kebenarannya dengan memberikan kesaksiannya. Selama mereka itu masih hidup pada waktu sesuatu peristiwa itu harus dibuktikan kebenarannya, maka

tidak akan timbul kesukaran. Tetapi apabila saksi-saksi itu sudah tidak ada lagi, baik karena mereka itu sudah meninggal dunia atau sudah pindah ke tempat lain yang jauh dan tidak diketahui alamat tempat tinggalnya, maka akan timbul kesukaran tentang pembuktiannya. Hal yang demikian ini sudah mulai disadari oleh orang-orang yang berkepentingan dan orang sudah mulai mencari

1 Pasal 1868 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata, menyebutkan Suatu akta

otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh

atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat., bandingkan dengan Pasal 1 angka 7 Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau

di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang

ini

Page 2: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

2

peneguhan dari suatu peristiwa penting dengan mencatatnya dalam suatu surat (dokumen) dan ditanda tangani oleh orang-orang yang berkepentingan dan dua orang saksi atau lebih. Apabila mereka tidak

cakap menulis, sehingga tidak dapat menaruh tanda tangannya, maka biasanya mereka menaruh cap jempol sebagai tanda tangannya.

2. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik

Materi ini menyangkut hukum keperdataan (burgelijk recht),

namun mengingat ada hubungannya dengan fungsi notaris, penggolongan dari akta-akta notaris dan lain sebagainya, maka perlu untuk dibahas kekuatan pembuktian dari akta otentik.

Kekuatan pembuktian akta berasal dari keharusan yang ditentukan perundang-undangan dan tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat tertentu. Dengan tugas ini diberikan kekuatan pembuktian kepada akta yang mereka buat.

Pada setiap akta otentik terdapat 3 (tiga) kekuatan pembuktian, yakni:

a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendige Bewijsracht)

Dengan kekuatan pembuktian lahiriah dimaksudkan adanya kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik (“acta publica probant sese ipsa”). Pembuktian ini menurut Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Akta di bawah tangan baru berlaku sah dan mempunyai kekuatan pembuktian apabila yang menanda tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya.

Secara tegas memang undang-undang tidak ada menyebutkan kekuatan pembuktian lahiriah. Akan tetapi mengenai keabsahan “akta otentik” dinyatakan dalam Pasal 1869 dan Pasal 1872 KUH Perdata).

b. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht)

Dengan kekuatan pembuktian formal dimaksudkan bahwa adanya pernyataan tertulis dari pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya tentang kebenaran apa yang diuraikan dalam akta. Dalam arti formal mengenai akta pejabat (ambtelijke

akte) membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaries sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya.

Dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam

Page 3: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

3

akta, identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten), tempat di mana akta dibuat.

c. Kekuatan Pembuktian Material (Materiele Bewijskracht)

Menyangkut kekuatan pembuktian material adalah pembuktian akan isi akta yang membuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang tentang hal-hal yang dinyatakan dalam akta dimaksud, dan sebagai tanda bukti terhadap dirinya (“prevue preconstituee”). Artinya kepada para pihak, ahli waris dan penerima hak akan memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu. Dasar hukumnya tercantum dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH Perdata.

Apabila akta otentik dipergunakan di pengadilan akan membuat hakim terikat, sebab apa gunanya undang-undang menunjuk pejabat yang ditugaskan untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti, jika hakim begitu saja dapat

mengenyampingkannya. Walaupun dianut “vrije bewijstheorie”, yang berarti bahwa alat-alat bukti tidak mutlak mengikat hakim, akan tetapi lain halnya dengan akta otentik, di mana undang-undang mengikat hakim pada alat bukti itu.

3. Pengaturan Notaris Dalam Perundang-undangan

Ketentuan Umum2

Pengangkatan Dan Pemberhentian Notaris3, Pengangkatan4, Pemberhentian5.

Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan6.

Kewenangan7, Kewajiban8 Notaris:

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran

2 lihat Pasal 1 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 3 lihat Pasal 2 s/d Pasal 14 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 4 lihat Pasal 2 s/d Pasal 7 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 5 lihat Pasal 8 s/d Pasal 14 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 6 lihat Pasal 15 s/d Pasal 17 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 7 lihat Pasal 15 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 8 lihat Pasal 16 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Page 4: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

4

pajak9 dan kelalaian atas kewajiban ini dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran10.

Fungsi Notaris dalam Pendaftaran Tanah11 dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT12), adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku13.

Cara pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikaitkan dengan saat penandatanganan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan pengalihan hak oleh notaris atau pejabat yang berwenang, atau mengaitkan dengan pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan atau pejabat pemerintah yang melakukan pembayaran ternyata telah meningkatkan kepatuhan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya14.

b. Melaporkan pembuatan akta Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya15 dan kelalaian atas kewajiban ini

9 lihat Pasal 91 ayat (1) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.; Pasal 24 ayat (1) UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU

No.21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan 10 lihat Pasal 93 ayat (1) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.; Pasal 26 ayat (1) UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

11 lihat Pasal 7 huruf c UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.; Pasal 19 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.; PP No.24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah.; Per.Ka.BPN No.6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan

Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu 12 lihat Pasal 1 angka 1 PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang menyebut Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta

otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

13 lihat Pasal 1 angka 4 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 14 lihat Penjelasan Umum PP No.71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas

PP No.48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

15 lihat Pasal 91 ayat (2) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

Page 5: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

5

dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan16.

c. Memberikan keterangan atau bukti yang diminta atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak mengenai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan17.

d. Memberikan surat asli dan/atau salinan yang disimpannya untuk

kepentingan penyidik18

e. Membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya19.

f. tidak boleh atas dasar penyerahan menjadi pemilik hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara yang sedang ditangani oleh Pengadilan Negeri yang dalam wilayahnya mereka melakukan pekerjaan20

Larangan21 profesi lain bagi Notaris, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan haknya dalam melaksanakan pekerjaan tersebut dan juga sesuai peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai:

a. Hakim ad hoc22

b. Anggota DPR23, DPD24, DPRD Provinsi25, DPRD Kabupaten/Kota26.

16 lihat Pasal 93 ayat (3) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.; Pasal 26 ayat (2) UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

17 lihat Pasal 15 ayat (1) UU No.20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negra Bukan Pajak.; Pasal 35 ayat (1) UU No.16 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.5

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.; Penjelasan Pasal 14 PP No.22

Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak 18 lihat Pasal 132 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.;

Pasal 117 ayat (2) UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 19 lihat Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Ketiga Atas UU No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan 20 lihat Pasal 1468 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 21 lihat Pasal 17 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 22 lihat Pasal 15 huruf f UU No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi 23 lihat Pasal 208 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.; Pasal 50 ayat (1) huruf l, Pasal 67 huruf g UU No.17 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU

No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang

24 lihat Pasal 277 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Page 6: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

6

c. Anggota DPRA/DPRK27

d. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman28

e. Anggota Komisi Yudisial29

f. Jaksa Agung30

g. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual31

Alih profesi bagi Notaris:

a. dapat diangkat menjadi hakim agung dari jalur nonkarier apabila telah menekuni profesinya paling sedikit 20 (dua puluh) tahun32.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.; Pasal 12 huruf l, Pasal 67 huruf g UU No.17 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No.10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang 25 lihat Pasal 327 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.; Pasal 50 ayat (1) huruf l, Pasal 67 huruf g UU No.17 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU

No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang.; Pasal

54 ayat (2) UU No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.; Pasal 98 ayat (2), Pasal 109 ayat (1) huruf l, Pasal 109

ayat (2) huruf g PP No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

26 lihat Pasal 378 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.; Pasal 50 ayat (1) huruf l, Pasal 67 huruf g UU No.17 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU

No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang.; Pasal

98 ayat (2), Pasal 109 ayat (1) huruf l, Pasal 109 ayat (2) huruf g PP No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata

Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 27 lihat Pasal 37 ayat (2) UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh 28 lihat Pasal 20 huruf f UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik

Indonesia 29 lihat Pasal 31 huruf d UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial 30 lihat Pasal 21 huruf e UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia 31 lihat Penjelasan Pasal 3 huruf e PP No.2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak

Kekayaan Intelektual 32 lihat Penjelasan Pasal 7 huruf b angka 2) UU No.3 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas UU No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.; komentar dan

tanggapan untuk hal ini: Alangkah sangat beruntung bagi seorang yang berprofesi sebagai Advocat/Pengacara, Notaris, Dosen/Pengajar, Jaksa, Polisi, Karyawan di Biro Hukum atau

suatu Instansi Swasta/Pemerintah Pusat atau Daerah dan pekerjaan-pekerjaan di sektor lainnya yang berpengalaman di bidang hukum selama 15 (lima belas) tahun yang

kenyataannya belum Profesional sebagai seorang Hakim di Negara Republik Indonesia

dengan mudahnya dapat direkrut sebagai calon untuk menduduki jabatan Hakim Agung.

Page 7: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

7

Tempat Kedudukan, Formasi, Dan Wilayah Jabatan Notaris33, Kedudukan34, Formasi Jabatan Notaris35, Pindah Wilayah Jabatan Notaris36.

Cuti Notaris Dan Notaris Pengganti37, Cuti Notaris38, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris39.

Honorarium40; biaya Notaris yang timbul sehubungan dengan pembiayaan menjadi beban Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

sebagai Perusahaan Pasangan Usaha (KUKM-PPU)41

Biaya-biaya untuk administrasi Notaris42:

a. Pengangkatan Notaris per orang Rp 1.000.000,00

b. Pengangkatan Notaris Pindahan per orang Rp 1.500.000,00

c. Pemberian penggantian surat Keputusan Menteri tentang Pengangkatan Notaris karena hilang atau rusak per orang Rp.1.000.000,00

d. Perpanjangan masa jabatan notaris per orang Rp.7.500.000,00

e. Persetujuan perubahan data Notaris per orang Rp.250.000,00

Hal itu terasa sangat diskriminatif bagi seorang Hakim yang telah berpengalaman di bidang

hukum selama 15 (lima belas) tahun yang masih berpangkat/golongan III/d sampai dengan IV/d tetapi masih menjabat sebagai Hakim di Tingkat Pertama atau Hakim Tingkat

Banding golongan IV/b sampai dengan IV/d tetapi belum berpengalaman sekurang-kurangnya selama 10 tahun sebagai Hakim Tingkat Banding; Sementara itu, Pasal 24A

ayat (2) (perubahan ke-3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa: ”Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang

tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”; sesuai dengan Putusan MK No.04/PUU-I/2003 tentang Pengujian atas UU No.14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung, yang amarnya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima

33 lihat Pasal 18 s/d Pasal 24 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 34 lihat Pasal 18 s/d Pasal 20 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 35 lihat Pasal 21 s/d Pasal 22 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 36 lihat Pasal 23 s/d Pasal 24 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 37 lihat Pasal 25 s/d Pasal 35 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 38 lihat Pasal 25 s/d Pasal 32 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 39 lihat Pasal 33 s/d Pasal 35 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 40 lihat Pasal 36 s/d Pasal 37 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 41 lihat Pasal 17 huruf b Permen Koperasi Dan UKM

No.:30/Per/M.KUKM/VIII/2007 tentang Petunjuk Teknis Perkuatan Permodalan Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, Dan Lembaga Keuangannya Dengan Penyediaan

Modal Awal Dan Padanan Melalui Lembaga Modal Ventura 42 lihat Lampiran I angka 3 PP No.38 Tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Hukum Dan Hak

Asasi Manusia

Page 8: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

8

f. Pelantikan dan penyumpahan Notaris Baru/Notaris Pengganti per orang Rp.1.000.000,00

g. Pelantikan dan Penyumpahan Notaris Pindahan per orang Rp 1.000.000,00

Hak Notaris:

a. Notaris dapat menggunakan Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan43.

b. Dapat merangkap jabatannya sebagai PPAT44.

c. Dapat bertindak sebagai Lembaga dan/atau profesi penunjang dalam hal Pelaksanaan Privatisasi45.

d. Dapat melakukan Kegiatan Profesi Penunjang Pasar Modal46.

e. Tuntutan para Notaris untuk pembayaran persekot dan upah

mereka, lewat waktu juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan47.

Akta Notaris48, Bentuk dan Sifat Akta49, Grosse Akta, Salinan Akta, dan Kutipan Akta50, Pembuatan, Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol Notaris51

Syarat akta yang dibuat Notaris:

a. Mencantumkan nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik52.

b. Dikenakan bea materai53

Jenis Akta yang harus dibuat dengan Akta Notaris:

43 lihat Pasal 54 ayat (1) huruf j dan Pasal 54 ayat (2) huruf j UU No.24 Tahun

2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.; Pasal 7 ayat (1 dan 3) PP No.43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara

44 lihat Pasal 7 ayat (1) PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

45 lihat Pasal 13 PP No.59 Tahun 2009 tentang Perubahan atas PP No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero)

46 lihat Pasal 64 ayat (1) huruf d UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.; Pasal 15 ayat (1) huruf d PP No.12 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas PP No.45 Tahun

1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal 47 lihat Pasal 1970 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 48 lihat Pasal 38 s/d Pasal 65 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 49 lihat Pasal 38 s/d Pasal 53 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 50 lihat Pasal 54 s/d Pasal 57 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 51 lihat Pasal 58 s/d Pasal 65 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 52 lihat Pasal 12 ayat (3), Pasal 29 ayat (2) huruf f UU No.40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas 53 lihat Pasal 2 ayat (1) huruf b UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

Page 9: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

9

a. Pendirian Perseroan54, Perubahan AD55, Peralihan hak atas Saham56, Penggabungan57, Peleburan, Pengambilalihan58, atau Pemisahan59, Pembubaran60.

Penjualan Perusahaan61, Pengalihan hak dan Kewajiban Firma dan CV62, Penghibahan63

b. Pendirian Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) yang didirikan oleh masyarakat64.

c. Pendirian Yayasan65, Perubahan AD Yayasan66, Penggabungan67.

d. Badan-badan sosial68

e. Pendirian Partai Politik69.

f. Pendirian Partai Politik Lokal70

g. Peralihan HaKI71

54 lihat Pasal 7 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 55 lihat Pasal 21 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 56 lihat Pasal 56 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 57 lihat Pasal 128 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.;

Pasal 13 ayat (2) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas 58 lihat Pasal 128 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.;

Pasal 31 ayat (2) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

59 lihat Pasal 128 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 60 lihat Pasal 13 ayat (7) huruf a PP No.24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas

PP No.143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.; Pasal 10

ayat (5) PP No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan

61 lihat Pasal 10 ayat (3) huruf a PP No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan

62 lihat Pasal 10 ayat (3) huruf b PP No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan

63 lihat Pasal 10 ayat (4) PP No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan

64 lihat Pasal 7 ayat (3) UU No.9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan 65 lihat Pasal 9 ayat (2) UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU

No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.; Pasal 15 ayat (1) PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan

66 lihat Pasal 18 ayat (3) UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan

67 lihat Pasal 54 ayat (4) UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU

No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.; Pasal 28 ayat (3) PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan

68 lihat Pasal 17 ayat (2) PP No.36 Tahun 1980 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat

69 lihat Pasal 2 ayat (1) UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik 70 lihat Pasal 75 ayat (5) UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Page 10: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

10

h. Keterangan Desain Industri yang dimohonkan adalah milik Pemohon atau Pendesain72

i. Pernyataan dari pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam penanganan Bank Gagal73.

j. Merger Bank74.

k. Perubahan Anggaran Dasar Bank Perkreditan Rakyat75.

l. Tempat terdaftar Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang dapat diikutsertakan sebagai peserta Proyek Kredit Mikro (PKM)76

m. Pernyataan Pemegang Saham Pengendali bahwa tidak akan ikut serta dalam Pengendalian Bank dan atau BPR, baik langsung maupun tidak langsung77

n. Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan78

Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris79. yang berkaitan dengan pertanahan80.

Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun81.

o. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan82

71 lihat Keppres No.17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty 72 lihat Pasal 5 ayat (1) huruf b PP No.1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri 73 lihat Pasal 34 huruf b UU No.7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No.3

Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang

74 lihat Pasal 15 ayat (2) PP No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

75 lihat PBI No.6/22/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat 76 lihat Pasal 13 angka PBI No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro 77 lihat Pasal 37 ayat (1) PBI No.5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan

Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) 78 lihat Pasal 91 ayat (1) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.; Pasal 24 ayat (1) UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU

No.21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan 79 lihat Pasal 17 huruf g UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 80 lihat Pasal 15 ayat (2) huruf f UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 81 lihat Pasal 1 angka 4 PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah 82 lihat Pasal 15 ayat (1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Page 11: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

11

Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan perbuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku83, dan wajib

mencantumkan84:

1) nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;

2) domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak

dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;

3) penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);

4) nilai tanggungan;

5) uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.

Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya85.

Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan86.

Fungsi Notaris/PPAT dalam pemberian kuasa

membebankan Hak Tanggungan.

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut87:

1) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain

daripada membebankan Hak Tanggungan;

2) tidak memuat kuasa substitusi;

83 lihat Pasal 10 ayat (2) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 84 lihat Pasal 11 ayat (1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 85 lihat Pasal 1 angka 5 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 86 lihat Pasal 13 ayat (2) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 87 lihat Pasal 15 ayat (1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Page 12: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

12

3) mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditomya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak

Tanggungan.

p. Pembebanan Jaminan Fidusia88 termasuk atas jaminan rumah89

q. Transaksi Repurchase Agreement (REPO) dituangkan dalam surat perjanjian90.

r. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah91

s. Bantuan untuk Perusahaan Patungan92

t. Pembuatan perjanjian penyelesaian sengketa dengan arbitrase setelah terjadinya sengketa93.

u. Berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari

Penanggung Pajak kepada Pejabat atas piutang94

v. Peralihan Hak Cipta95.

w. Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman96

x. Hibah97

y. Wasiat98, Persetujuan wasiat melebihi sepertiga dari harta99,

Pencabutan Wasiat100

88 lihat Pasal 5 ayat (1) UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.; Pasal 2

ayat (4) huruf a PP No.86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia

Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia 89 lihat Pasal 15 ayat (2) huruf a UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman 90 lihat Pasal 5 huruf d, Pasal 6 ayat (2) PP No.22 Tahun 2004 tentang

Pengelolaan Dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja 91 lihat Pasal 10 ayat (2) PBI No.11/29/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan

Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 92 lihat Keppres No.43 Tahun 1997 tentang Bantuan Dana Untuk Rehabilitasi

Perkebunan Pala Di Kepulauan Banda Naira 93 lihat Pasal 9 ayat (2) UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa 94 lihat Pasal 25 ayat (3) huruf e jo. Penjelasan Pasal 41A ayat (2) UU No.19

Tahun 2000 tentang Perubahan UU No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

95 lihat Penjelasan Pasal 3 ayat (2) UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 96 lihat Pasal UU No.29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman 97 lihat Pasal 1682 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 98 lihat Pasal 195 ayat (1) Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam 99 lihat Pasal 195 ayat (4) Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam 100 lihat Pasal 199 ayat (2) Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam

Page 13: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

13

z. Yayasan Dana Landreform101.

aa. Pemindahan hak atau serah pakai tanah perkebunan102

ab. Hibah dan peralihan hak tanah bekas tanah yang dikuasai orang/badan hukum Belanda103

ac. Nonakseptasi maupun Protes Nonpembayaran104

ad. Pengangkatan Anak Warga Negara Asing105

ae. Perjanjian Perburuhan106

af. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta107.

Jenis Akta yang dapat dibuat dengan Akta Notaris:

a. Kesepakatan untuk bermitra bagi Usaha Kecil, Usaha Mengenah

dan Usaha Besar108

b. Wasiat109, akta penitipannya110, pencabutan111.

c. Pembagian dan pemisahan harta benda oleh para keturunannya112

Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan Notaris113.

Pengawasan114, Umum115, Majelis Pengawas Daerah116, Majelis Pengawas Wilayah117, Majelis Pengawas Pusat118.

101 lihat Pasal 1 ayat (1) UU No.6 Tahun 1964 tentang Penetapan Perpu No. 5

Tahun 1963 Tentang Surat Hutang Landreform Menjadi Undang-Undang 102 lihat Pasal 9 PP No.61 Tahun 1957 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28

Tahun 1956 (LN 1956 No.73) Dan UU No.29 Tahun 1956 (LN 1956 No.74) 103 Lihat Pasal 6 ayat (1) PP No.223 Tahun 1961 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pasal 4 Dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Prp. Tahun 1060 Tentang Penguasaan Benda

Benda Tetap Milik Perseorangan Warganegara Belanda 104 lihat Pasal 143B ayat (1) Stb. 1847 No.23 tentang KUH Dagang (WvK) 105 lihat SEMA No.2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak 106 lihat Penjelasan Umum PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat Dan

Mengatur Perjanjian Perburuhan 107 lihat Pasal 5 ayat (4) huruf b UU No.11 Tahun 2008 tentang Inforrnasi dan

Transaksi Elektronik 108 lihat Pasal 18 ayat (2) PP No.44 Tahun 1997 tentang Kemitraan 109 lihat Pasal 907 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 110 lihat Pasal 932 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 111 lihat Pasal 992 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 112 lihat Pasal 1121 Stb.1847 No.23 tentang KUH Perdata 113 lihat Pasal 66 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 114 lihat Pasal 67 s/d Pasal 81 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 115 lihat Pasal 67 s/d Pasal 68 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 116 lihat Pasal 69 s/d Pasal 71 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 117 lihat Pasal 72 s/d Pasal 75 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Page 14: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

14

Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pemerintah119 yang dalam hal diperlukan penindakan yang berupa pemecatan dan pemberhentian, termasuk

pemberhentian sementara, organisasi profesi terlebih dahulu didengar pendapatnya.

Keputusan pemecatan seorang notaris oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris, dilaksanakan setelah menerima usul Ketua Pengadilan Negeri atas dasar

kewenangannya menurut ketentuan Undang-Undang Peradilan Umum120, karena hal ini bukan merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.

Organisasi Notaris121, Putusan MK No.009 & 014/PUU-III/2005; Pengujian atas Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 82 ayat (1) UU No.30 Tahun 2004, amarnya menyatakan Pemohon 009 tidak cukup beralasan; Permohonan Pemohon Perkara 014 amarnya Menyatakan permohonan para Pemohon ditolak

Ketentuan Sanksi122, Ketentuan Peralihan123, Ketentuan Penutup124.

B. Bibliografi

Notaris125, (1) Sejarah Notariat126, (2) Peraturan tentang Notariat127, (3) Pelaksanaan Jabatan dan Daerah Wewenang128, (4)

118 lihat Pasal 76 s/d Pasal 81 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 119 lihat Pasal 36 UU No.3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.; Pasal 54 UU No.49 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas UU No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, yang akhirnya dicabut oleh UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.; juga dalam Putusan MK

No.67/PUU-II/2004 tentang Pengujian atas Pasal 36 UU No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang amarnya

Menyatakan Pasal 36 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 120 lihat Penjelasan Pasal 2 huruf e UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 121 lihat Pasal 82 s/d Pasal 83 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 122 lihat Pasal 84 s/d Pasal 85 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 123 lihat Pasal 86 s/d Pasal 90 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 124 lihat Pasal 92 s/d Pasal 92 UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 125 Marthalena Pohan, (1), hlm. 121-135.; Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 1-

12.; Stb. 1860 No.3 tentang Reglement op Het Notaris – Ambt in Indonesia.; UU No.30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 126 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 13-28.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm.

1-30.; Soesanto. R, (1), hlm. 9-33 127 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 29-40 128 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 41-112.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm.

31-108.; Soesanto. R, (1), hlm. 34-73.; Ali Afandi, (2), hlm. 62-72.; Habib Adjie, (1),

Page 15: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Muliadi & Partners Edit, 01-07-2010

15

Syarat untuk Diangkat jadi Notaris129, (4.1) Wakil Notaris Sementara130, (5) Akta-Akta, Bentuk, Minuta, Salinan131, (5.1) Akta Notaris Bersifat Mutlak, Menyeluruh dan Memaksa132, (5.2) Akta

Otentik pada Sistem Hukum Anglo-Saxon dan Sistem Hukum Romawi133, (6) Kode Etik Notaris134, (6.1) Tanggungjawab Profesi135, (6.2) Materi dan Jenis Sanksi dalam UU jabatan Notaris136, (7) Pengawasan terhadap Notaris137, (7.1) Tata Cara Pengawasan138, (8) Penyimpanan dan Pengoperan Minut, Register dan Repertorium139,

(9) Honorarium Notaris140,

Akta PPAT141, (1) Penunjukan Pejabat142, (1.2) Sumpah PPAT143, (2) Pergeseran Kedudukan dan Tugas PPAT dalam Perundang-Undangan144, (2.1) Situasi PPAT-Notaris di Wilayah Jawa Tengah145, (3) Fungsi Akta PPAT146, (4) Tindakan PPAT-Notaris dalam

hlm.16-47.; Kepmen Kehakiman No. M.05-HT.03.10 tgl 26 Juni 1998 tentang

Pengangkatan dan Perpindahan Wilayah Kerja Notaris 129 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 113-132.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm.

109-144.; Soesanto. R, (1), hlm. 74-87 130 UU No.33 Tahun 1954 tentang Wakil Notariat Sementara 131 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 133-211.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm.

145-298.; Soesanto. R, (1), hlm. 88-163 132 Erman Rajagukguk, (1), hlm. 50-53.; Habib Adjie, (1), hlm.47-88 133 Herlien, (mb-1), hlm. 100-121 134 Abdulkadir Muhammad, (3), hlm. 89-95.; Imelda Martinelli, (mb-1), hlm. 83-

85.; I Gede A.B. Wiranata, (1), hlm. 365-376 & hlm. 377 135 Soetrisno. S, (mb-1), hlm. 140-146 136 Habib Adjie, (1), hlm.89-126 137 Mahkamah Agung, (2), hlm. 337-340.; Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm.

212-229.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm. 299-326.; Soesanto. R, (1), hlm. 164-173.;

Habib Adjie, (1), hlm.127-162 138 SK Bersama Ketua MA dan Menteri Kehakiman No.KMA/006/SKB/VII/1987-

No.M.04-PR.08.05 Tahun 1987 tentang Tatacara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris

139 Soegondo Notodisoerjo. R, (1), hlm. 230-236.; Tobing. GHS. Lumban, (1), hlm. 327-334.; Soesanto. R, (1), hlm. 174-179

140 Soesanto. R, (1), hlm. 180-191 141 Mariam Darus Badrulzaman, (4), hlm. 35-38.; Haryanto T, (1), hlm. 12-29.;

Effendi Perangin, (6), hlm. 25-28.; SJDI Hukum, (1), hlm. 274-278.; Contoh Akta Jual Beli, pada [Mariam Darus Badrulzaman, (4), hlm. 147-154.; Kartini Soedjendro. J, (1),

lampiran 2; Teluki. A, (1), hlm. 93-101; Haryanto T, (1), hlm. 49-53] 142 Parlindungan. AP, (5), hlm. 40-48.; Atang Ranoemihardja. R, (2), hm. 1-11.;

lihat Permen Agraria No.10 Tahun 1961 tentang Penunjukan Penjabat serta Hak dan

Kewajibannya. 143 Permen Dalam Negeri No.2 Tahun 1977 tentang Kewajiban Mengucapkan

Sumpah atau Janji bagi Para Pejabat Pembuat Akta Tanah 144 Kartini Soedjendro. J, (1), hlm. 83-96.; Parlindungan. AP, (9), hlm. 127-139.;

INI, (mb-1), hlm. 333-339 145 Kartini Soedjendro. J, (1), hlm. 97-114

Page 16: Politik Hukum Kenotariatan

Bibliografi Notaris

Edit, 01-07-2010 Muliadi & Partners

16

Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik147, (4.1) Dua Orientasi Tindakan PPAT-Notaris sebagai Agent148.

146 Bachtiar Effendie, (1), hlm. 77-86 147 Kartini Soedjendro. J, (1), hlm. 115-154 148 Kartini Soedjendro. J, (1), hlm. 155-160.; Permen Agraria/Kepala BPN No.1

Tahun 1996 tentang Formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah