Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

13
1 / 13 POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun 2015 - 2019 (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) Latar Belakang Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara ringkas pembelajaran penting dari pengalaman pendampingan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan Tahun 2010-2015 pada Program USAID KINERJA untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan SPM selanjutnya dan ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan bagi penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019.Tulisan ini memuat sepuluh butir rekomendasi bagi perbaikan penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (dan juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya berlaku) menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan dasar pada urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 51 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. SPM bidang Kesehatan yang berlaku adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Dari perspektif penyelenggaraan pelayanan dasar bidang kesehatan, SPM menjadi acuan pengukuran kinerja pemerintahan daerah dalam bidang kesehatan dan acuan pengalokasian anggaran yang lebih strategis dan efektif. Bantuan teknis USAID-KINERJA dalam penerapan SPM bidang kesehatan tidak terlepas dari mandat yang diterima program ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik pada pemerintah kabupaten/kota mitra melalui tata kelola yang baik dan berbasis standar layanan. Bantuan teknis

Transcript of Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

Page 1: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

1 / 13

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan Tahun 2015 - 2019 (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)

Latar Belakang

Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara ringkas pembelajaran penting dari

pengalaman pendampingan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan

Tahun 2010-2015 pada Program USAID KINERJA untuk menjadi bahan pertimbangan dalam

penerapan SPM selanjutnya dan ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian

Kesehatan bagi penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019.Tulisan ini memuat sepuluh

butir rekomendasi bagi perbaikan penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (dan juga Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya berlaku) menyatakan

bahwa pelaksanaan pelayanan dasar pada urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan

pelayanan dasar berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 51 mengamanatkan bahwa

upaya kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan yang diatur dengan

Peraturan Pemerintah. SPM bidang Kesehatan yang berlaku adalah sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Dari perspektif penyelenggaraan pelayanan dasar bidang

kesehatan, SPM menjadi acuan pengukuran kinerja pemerintahan daerah dalam bidang kesehatan

dan acuan pengalokasian anggaran yang lebih strategis dan efektif.

Bantuan teknis USAID-KINERJA dalam penerapan SPM bidang kesehatan tidak terlepas dari

mandat yang diterima program ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik pada pemerintah

kabupaten/kota mitra melalui tata kelola yang baik dan berbasis standar layanan. Bantuan teknis

Page 2: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

2 / 13

dalam penerapan SPM bidang kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah

daerah, khususnya Dinas Kesehatan dalam menerapkan SPM untuk manajemen pelayanan publik

khususnya pada perencanaan, penganggaran, implementasi, serta monitoring dan evaluasi di

tingkat dinas, daerah, dan unit layanan (Puskesmas) secara lebih partisipatif, transparan, akuntabel,

dan responsif. Oleh karena itu, penguatan kapasitas dimaksud tidak terbatas pada penguatan

aspek teknis, tetapi juga dalam pelibatan partisipasi masyarakat dan media dalam mempromosikan

dan mengawasi isu perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan.

Pendekatan USAID-KINERJA pada Pendampingan Penerapan SPM Kesehatan

Pendekatan Program Kinerja dalam meningkatkan tata kelola pelayanan publik berbasis standar

layanan dilakukan melalui tiga pilar penting, yaitu:

1. Insentif – Memperkuat sisi

permintaan (meningkatkan kepedulian

masyarakat terhadap peningkatan

kualitas pelayanan publik yang lebih

baik.

2. Inovasi – Memanfaatkan praktik-

praktik inovatif yang ada dan

mendukung pemerintah daerah untuk

menguji dan menerapkan pendekatan-

pendekatan pelayanan publik yang

menjanjikan; dan

3. Replikasi –Memperkuat keberhasilan

inovasi secara nasional dan mendukung

lembaga-lembaga perantara untuk menyelenggarakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih

baik kepada pemerintah daerah.

Dalam pendampingan penerapan SPM bidang Kesehatan, pendekatan pelaksanaan bantuan teknis

meliputi (1) Sosialisasi konsep dan pentingnya SPM Kesehatan kepada seluruh stakeholder terkait

baik dari pembuat kebijakan, lintas sektor, dan masyarakat. Tercakup dalam masyarakat sipil antara

Page 3: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

3 / 13

lain, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh

masyarakat, dan media; (2) Evaluasi diri terhadap penerapan SPM dan kebijakan; (3) Penguatan

multi pihak yang relevan, peduli, dan berkepentingan dalam pengelolaan SPM pada Pemerintah

Daerah dan pengawasan pelaksanaanya; (4) Pengembangan instrument pendampingan bagi

penyedia layanan (pemerintah daerah/dinas/unit layanan) serta referensi dan instrument advokasi

dan pengawasan bagi masyarakat sipil dan media; (5) Pengintegrasian SPM bidang Kesehatan ke

dalam proses perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi; dan (6) Konsolidasi proses

dan hasil menuju kesiapan replikasi dalam rangka keberlanjutan pendekatan Program Kinerja.

Pendampingan tersebut dilakukan melalui delapan tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran atas SPM Kesehatan; bertujuan untuk

mensosialisasikan konsep dan pentingnya SPM Kesehatan kepada seluruh stakeholder

terkait baik dari pembuat kebijakan, lintas sektor, dan masyarakat.

2. Studi banding praktek baik dalam penerapan SPM bidang kesehatan—khususnya yang

relevan dengan Paket Program USAID KINERJA pada daerah mitra dan non mitra—serta

penyusunan rencana aksi adopsi penerapannya di daerah; bertujuan untuk promosi dan

advokasi melalui bukti nyata dan testimony dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang

telah melaksanakan praktik baik.

3. Review, pembaharuan (renewal) dan penyusunan kebijakan penerapan SPM pada

Pemerintah Kabupaten/Kota mitra; bertujuan untuk memperkuat dukungan

kebijakan/regulasi dalam upaya pencapaian target SPM berdasarkan ‘gap’ kebijakan hasil

review/kajian.

4. Penyusunan data untuk perhitungan status pencapaian SPM; bertujuan untuk memperkuat

pemahaman dan keterampilan atas definisi operasional setiap indikator SPM, data-data

yang harus tersedia, cara menghitung capaian SPM, dan mengukur status capaian SPM

tingkat kabupaten/kota.

5. Analisis kesenjangan capaian terhadap target SPM, prioritisasi penyebab kesenjangan,

identifikasi program dan kegiatan intervensi, serta strategi Penanganan; bertujuan untuk

menyusun target dan kurun waktu pencapaian SPM kabupaten/ kota dan untuk memperoleh

Page 4: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

4 / 13

daftar program dan kegiatan prioritas berdasarkan kesenjangan capaian terhadap target

SPM yang ditetapkan pemerintah.

6. Penghitungan kebutuhan anggaran untuk mengurangi kesenjangan capaian dan

pelaksanaan program/kegiatan; bertujuan untuk memperkirakan kebutuhan anggaran atas

daftar program dan kegiatan prioritas pencapaian target SPM kabupaten/ kota dan

mengindikasikan sumber anggarannya.

7. Integrasi target SPM dan kebutuhan anggaran pencapaian target SPM ke dalam dokumen

perencanaan dan penganggaran daerah; bertujuan untuk memasukkan target capaian,

rencana program dan kegiatan prioritas pencapaian SPM menjadi target kinerja, program,

dan kegiatan yang dimuat dalam dokumen perencanaan dan dokumen anggaran, untuk

membantu memastikan program dan kegiatan pencapaian SPM tersebut

dilaksanakan/direalisasikan.

8. Monitoring dan evaluasi penerapan SPM; bertujuan untuk memantau kemajuan penerapan

dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berkenaan.

Evaluasi capaian SPM dan umpan balik bagi proses perencanaan berikutnya; bertujuan untuk

mengevaluasi kemajuan hasil pencapaian target SPM yang disusun kabupaten/ kota dan kemajuan

kinerja kabupaten/kota terhadap pencapaian target SPM yang ditetapkan secara nasional. Hasil

evaluasi ini selanjutnya digunakan sebagai proses perencanaan dan penganggaran berikutnya.

Potret Penerapan SPM Kesehatan di Kab/Kota

Pendampingan SPM bidang Kesehatan yang dilakukan USAID-KINERJA di kabupaten/ kota

dampingan telah berkontribusi pada tersedianya dokumen perencanaan dan penganggaran

pencapaian SPM (costing SPM), terintegrasinya kegiatan pencapaian SPM dalam dokumen

perencanaan dan penganggaran daerah, dan peningkatan capaian sejumlah indikator SPM

kesehatan. Sebagai contoh adalah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Tulung Agung berikut ini.

Page 5: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

5 / 13

Pengalaman USAID-KINERJA di daerah dampingan/binaan memberikan sejumlah catatan

penting, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan data, teknis kebijakan SPM, dan tata

kelola penerapan SPM (keterlibatan dan pengawasan masyarakat sipil). Selengkapnya dapat

dilihat dalam uraian sebagai berikut :

1. Pengelolaan Data SPM

Data dasar untuk pengukuran capaian indikator SPM tidak selalu tersedia, lengkap,dan

akurat, serta belum disepakatinya penanggung jawab untuk data-data tersebut di antara

Puskesmas, layanan kesehatan swasta, dan Dinas Kesehatan;

Page 6: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

6 / 13

2. Alur (dan jadwal) pengumpulan dan pelaporan data dari Puskesmas, layanankesehatan,

ke Dinas Kesehatan belum disusun sehingga pelaporan pencapaianSPM seolah-olah

kegiatan baru, belum dipandang sebagai kegiatan rutin;

Dua hal ini sangat berkaitan dengan awareness Dinas Kesehatan dan Puskesmas bahwa efektifitas

kegiatan dan alokasi anggaran pertama kali ditentukan oleh validitas data. Pada kab/kota

mitra/binaan, KINERJA membantu Puskesmas dan Dinas memperbaiki pendataan dan

mendampingi proses pengukuran capaian SPM berdasarkan data yang disepakati sebagai data

terkini dan dapat diverifikasi. Data yang disepakati tersebut selanjutnya menjadi basis data

perencanaan dan penganggaran SPM bidang Kesehatan selama lima tahun ke depan.

A. Kebijakan Teknis Penerapan SPM

Meskipun beberapa daerah telah berhasil dalam meningkatkan capaian indicator SPM, jika dilihat

dari aspek substansi, terdapat beberapa hal yang membuat kebijakan SPM ini kurang optimal

dalam implementasinya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kelengkapan jenis pelayanan dimana indikator SPM belum mencakup upayapromotif dan

preventif yang berdampak besar terhadap status kesehatan masyarakat (misalnya

kesehatan lingkungan), juga belum mempertimbangkan fenomena kependudukan. Contoh

fenomena kependudukan dimaksud adalah tingginya jumlah penduduk usia lanjut akibat

meningkatnya usia harapan hidup. Upaya kesehatan bagi penduduk usia lanjut tentunya

menjadi sangat penting mengingat semakin lanjut usia seseorang, semakin rentan kondisi

kesehatannya. Jika kesehatan usia lanjut ini tidak tertangani dengan baik justru akan

menjadi beban pengeluaran negara yang tidak sedikit. Demikian juga penanganan penyakit

tidak menular, dimana sebagai contoh Diabetes Mellitus dan Hypertensi sudah menduduki

lima kunjungan terbesar di berbagai Puskesmas dan rumah sakit.

2. Penetapan target yang belum mempertimbangkan variasi tingkat perkembangan antar

wilayah dan profil geografi yang beraneka ragam, yang mempengaruhi disparitas

kemampuan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam mencapai target nasional

2015.

Page 7: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

7 / 13

3. Formula penghitungan pencapaian indikator SPM dalam hal perhitungan . angka

penyebut.

Pengukuran indikator layanan SPM secara umum diformulasikan dalam bentuk angka

nominator (pembilang) dibagi denominator (penyebut) x 100%.

Pembilang Indikator SPM = X 100%

Penyebut

Pada angka denominator (penyebut), masalah yang masih banyak ditemukan adalah

penentuan besaran angka denominator. Angka denominator ditetapkan berdasarkan estimasi

yang seringkali berbeda jauh dengan angka riil. Hal ini menyebabkan pencapaian target pada

beberapa indikator sulit untuk diwujudkan.

Selain persoalan estimasi untuk angka denominator, persoalan juga muncul pada dua

indikator, yaitu cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin dan cakupan

pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin. Mengingat denominatornya adalah

jumlah seluruh masyarakat miskin di kabupaten/kota dalam kurun waktu tertentu, maka

tidak mungkin mencapai target yang ditetapkan, yaitu 100%.

Di Kota Makassar, sebagai salah satu daerah dampingan penerapan SPM bidang Kesehatan,

disepakati bahwa perhitungan cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin dan

cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin, selain menggunakan

formulasi yang ditetapkan nasional, juga menggunakan cara lain untuk memberikan data

pembanding, dimana denominator-nya adalah jumlah kunjungan masyarakat miskin di

kabupaten/kota dalam kurun waktu tertentu. Artinya, yang dihitung adalah cakupan layanan

(hanya) bagi masyarakat miskin yang sakit/berkunjung ke layanan kesehatan, bukan seluruh

masyarakat miskin.

4. Indikator positif versus indikator negatif; sebagian besar indikator yang digunakan untuk

memantau pencapain SPM bidang kesehatan adalah indikator positif, dimana semakin tinggi

nilai pencapaian indikator tersebut, menunjukkan kondisi yang semakin baik. Contohnya

indikator cakupan kunjungan ibu hamil K4. Target yang ditetapkan adalah 95%. Semakin

Page 8: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

8 / 13

tinggi pencapaiannya menunjukkan bahwa semakin banyak ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya ke tenaga kesehatan sampai kunjungan yang ke 4, dan hal ini berarti sebuah

kondisi yang baik di masyarakat.

Berbeda dengan indikator penemuan dan penanganan penyakit Untuk penyakit pertama,

Acute Flacid Paralysis (AFP) targetnya adalah > 2 per 100.000 penduduk di bawah 15

tahun. Ini termasuk indikator negatif. Jika di suatu daerah kejadian AFP pada penduduk di

bawah 15 tahunnya tinggi, maka daerah tersebut akan mampu memenuhi target. Tetapi jika

sebaliknya, jumlah kasus AFP pada penduduk di bawah 15 tahun rendah (<2), akan daerah

tersebut tidak mampu memenuhi target. Hal inilah yang kurang sesuai dengan paradigma

sehat, karena yang dijadikan ukuran keberhasilan adalah jumlah kasus.

5. Pilihan kegiatan dan rancangan anggaran untuk mencapai target SPM seringkali

didasarkan pada kegiatan yang ‘sudah biasa’ dilakukan, belum didasarkan atas kajian

permasalahan yang dihadapi dan kesenjangan capaian; demikian pula hal dengan

rancangan anggaran, belum berdasarkan kinerja yang ditargetkan, melainkan anggaran

tahun sebelumnya (yang biasanya dinaikkan 6-10%)

6. Pilihan kegiatan tidak selalu sesuai dengan nomenklatur kegiatan dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PeraturanMenteri Dalam

Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Di kabupaten /kota mitra, KINERJA membantu mengatasi persoalan dalam perencanaan

pencapaian SPM ini melalui kegiatan ‘penghitungan pembiyaaan (costing) SPM Kesehatan’.

Costing SPM Kesehatan adalah proses merancang target tahunan setiap indikator SPM yang

selanjutnya diikuti dengan rancangan kegiatan dan anggaran yang paling sesuai/mendukung

tercapainya target pada setiap tahun dan pada pembiayaan jangka menengah. Begitu daftar

kegiatan diperoleh, selanjutnya dilakukan harmonisasi judul kegiatan (terpilih) dengan judul baku

kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007. Demikian pula halnya terhadap daftar

langkah kegiatan dalam KepmenKes No 317/Menkes/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis

Perencanaan Pembiayaan SPM bidang Kesehatan di kabupaten/kota diterbitkan,

Page 9: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

9 / 13

KINERJA membantu Dinas Kesehatan melalui penyusunan tabel sandingan antara daftar kegiatan

dalam KepmenKes No 317/Menkes/SK/V/2009 dengan kegiatan yang sama/sejalan dengan

kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007. Harmonisasi judul kegiatan ini adalah

untuk mempermudah proses integrasi hasil costing SPM bidang kesehatan ke dalam dokumen

resmi perencanaan dan penganggaran daerah.

B. Tata Kelola Penerapan

1. Isu pemenuhan hak setiap warga atas Standar Pelayanan Minimal, termasuk bidang

kesehatan belum menjadi isu populer di kalangan masyarakat, media, Pemerintah

Daerah, dan DPRD. Belum populernya isu SPM ini juga menjadi tantangan bagi

Dinas dalam ‘memperjuangkan’ anggaran untuk meningkatkan kinerja Pemda dalam bidang

kesehatan berdasarkan indikator dan target SPM.

Kondisi ini memang sangat dipengaruhi atas pengetahuan dan kesadaran warga danmedia untuk

‘meminta’/menciptakan ‘demand’ atas perubahan kualitas pelayanan kesehatan. Bantuan teknis

USAID-KINERJA mendorong upaya pemenuhan SPM dengan model partisipatoris lintas sektoral,

yang menekankan partisipasi semua pihak terkait, yakni pengguna layanan, lembaga pemerintah,

dan masyarakat secara luas. Model ini diterapkan melalui survey pengaduan masyarakat yang

indikatornya disusun mengacu pada indikator dan target SPM, dan tindak lanjut Puskesmas

ataupun Dinas melalui janji perbaikan pelayanan pun juga mengacu pada perubahan capaian SPM

yang disepakati antara pengguna layanan dan lembaga penyedia layanan. Media, melalui

jurnalisme warga, mempromosikan dan mewadahi pengawasan implementasi janji perbaikan

pelayanan tersebut.

Dalam catatan USAID KINERJA, dari seluruh tulisan yang dihasilkan jurnalis warga, sekitar 50% di

antaranya adalah terkait dengan sector kesehatan, termasuk upaya pemenuhan SPM.

Kota Banda Aceh, Kota Makassar, dan Kabupaten Tulung Agung didukung Multistakeholders

Forum (MSF) peduli Kesehatan yang cukup kuat. MSF ini telah mampu menjadi motor edukasi

warga atas pelayanan minimal bidang kesehatan yang menjadi haknya, mitra diskusi Puskesmas

Page 10: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

10 / 13

dan Dinas Kesehatan, sumber data/informasi/tulisan bagi media, serta berpotensi sebagai mitra

DPRD dalam pengawasan pelayanan kesehatan. Indikator SPM terkait Kesehatan Ibu dan Anak di

tiga daerah ini juga menunjukkan peningkatan capaian.

2. Upaya pencapaian SPM seakan-akan hanya menjadi ‘wilayah’ Pemerintah Daerah,

masyarakat dan media belum dipandang sebagai ‘asset’ yang dapat digunakan untuk

mendorong dan memperbesar kapasitas kabupaten/kota mencapai SPM.

Pada kab/kota mitra/binaan, KINERJA memfasilitasi interrelasi antara Dinas Kesehatan,

Puskesmas, dengan MSF peduli kesehatan, dan media. Pelibatan dan partisipasi aktif MSF

dan media dalam costing SPM telah mendorong inisiatif masyarakat dan media untuk

berbagi peran di tingkat lokal sehingga kegiatan pendukung pencapaian SPM tidak

sepenuhnya mengandalkan Pemerintah Daerah, tetapi ada yang dikerjakan secara swadaya

oleh kelompok/forum masyarakat. Misalnya promosi isu SPM oleh jurnalis warga atau radio

lokal dan promosi kesehatan ibu dan anak melalui kelompok perias manten di Bondowoso.

3. Masih banyak kabupaten/kota yang belum menjadikan SPM bidang kesehatan sebagai

orientasi kinerja penyelenggaraan urusan kesehatan di kabupaten/kota memperhatikan

proses perencanaan dan penganggaran jangka menengah dan tahunan belum

mengintegrasikan indikator dan target SPM ini, baik pada dokumen daerah, dokumen

Dinas, maupun dokumen rencana dan anggaran Puskesmas.

Kepastian dan keberlanjutan komitmen pencapaian target SPM tetap perlu diwujudkan dalam

kebijakan perencanaan dan penganggaran yang dituangkan dalam dokumen resmi daerah, Dinas

Kesehatan, maupun Puskesmas, bahkan dapat dipayungi oleh regulasi tersendiri, seperti peraturan

bupati/walikota tentang penerapan SPM bidang Kesehatan.

Mengingat RPJMD dan Renstra Dinas Kesehatan yang berlaku belum cukup mengintegrasikan

SPM bidang kesehatan sebagai orientasi kinerja, maka pada 2013, Kota Makassar, berinisiatif

menyusun peraturan walikota tentang penerapan SPM bidang Kesehatan. Hasil costing SPM

digunakan sebagai acuan target tahunan SPM dan dituangkan dalam salah satu pasal yang

Page 11: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

11 / 13

mengatur target capaian tahunan. Hasil costing SPM juga menjadi salah satu lampiran peraturan

ini. Peraturan walikota yang disahkan pada akhir 2013 ini selanjutnya menjadi acuan RKPD dan

Renja Dinas Kesehatan dalam menyusun target kinerja tahunan bidang kesehatan.

Rekomendasi

Berdasarkan pengalaman USAID-KINERJA dalam pendampingan penerapan SPM bidang

kesehatan dan kajian internal tim KINERJA, berikut beberapa rekomendasi kepada Kementerian

Kesehatan dalam penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan 2019, yaitu:

1. Alur penyusunan data dasar; Secara garis besar alur penyusunan data dasar adalah

Puskesmas dan sarana kesehatan menghimpun data capaian indikator SPM untuk

disampaikan ke Dinas Kesehatan (unit data dan informasi-Seksi Info Litbang) secara

reguler. Dinas Kesehatan menghitung nilai sasaran. Harus dibentuk SOP di tingkat

Puskesmas dan dinas kesehatan agar memungkinkan adanya kegiatan verifikasi dan

pelacakan kembali jika masih ditemukan data yang kurang meyakinkan.

2. Penetapan beberapa angka proyeksi; Dilakukan pendataan sasaran secara langsung

untuk menghitung angka sasaran yang sebenarnya, dan melakukan advokasi kepada

pemerintah daerah dan biro pusat statistik mengenai temuan hasil pendataan langsung.

3. Pemahaman definisi operasional dan langkah kegiatan pencapaian SPM (Kepmenkes

No. 828/MENKES/SK/IX/2008 dan Permenkes No. 317/MENKES/SK/V/2009); Perlu

dilakukan sosialisasi SPM secara berjenjang, diawali dari tingkat Dinas Kesehatan ke

seluruh Puskesmas dan kelompok peduli kesehatan tingkat kab/kota, selanjutnya dari

Puskesmas ke sarana kesehatan yang dibawahnya, misalnya pustu, puskel, dan posyandu,

dan para bidan. Lokakarya penyusunan rencana penerapan SPM secara intens dilakukan

dengan melibatkan lintas sektor dan forum multi stakeholder. Dalam lokakarya perlu

dilakukan penanaman mindset tentang pentingnya inovasi kegiatan untuk menutup gap

capaian SPM kesehatan.

4. Sinergi peran antara Puskesmas, Sarana Kesehatan dan Dinas Kesehatan; Perlu

dilakukan penyamaan persepsi antara Puskesmas, sarana kesehatan, dan Dinas Kesehatan

tentang target SPM yang menjadi ‘beban’ Dinas Kesehatan dan posisi Dinas untuk integrasi

Page 12: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

12 / 13

SPM ke dalam perencanaan dan penganggaran. Masing-masing Puskesmas diberi

penjelasan tentang target SPM yang ‘dibebankan’ Dinas Kesehatan kepada Puskesmas.

5. Sistem informasi terpusat atas data untuk setiap jenis layanan dan indikator SPM

perlu disiapkan serta diterapkan oleh seluruh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Hal ini

untuk mendukung pemantauan dan evaluasi kemajuan pencapaian SPM, baik di tingkat

kecamatan, tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Sistem informasi terpusat ini juga

akan mendukung setiap tingkatan pemerintahan dalam pengambilan keputusan lokus

program dan anggaran untuk memperkecil kesenjangan layanan antar wilayah.

6. Untuk memudahkan Dinas Kesehatan dalam mengintegrasikan kegiatan pencapaian SPM

ke dalam dokumen APBD agar mengacu dan menggunakan nomenklatur kegiatan

sebagaimana tertuang dalam Permendagri No 13/2006 dan perubahannya, diperlukan Surat

Edaran Bersama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri

tentang penyelarasan nomenklatur kegiatan pencapaian SPM.

7. Indikator jenis pelayanan yang termasuk upaya promotif perlu dimuat dalam SPM.

SPM yang berlaku saat ini mencakup 4 jenis pelayanan: (1) pelayanan kesehatan dasar, (2)

pelayanan kesehatan rujukan, (3) penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB,

serta (4) promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Sejumlah indikator terkait

penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB pada SPM yang berlaku saat ini turut

dipengaruhi ada/ tidaknya upaya preventif, seperti akses sumber air minum layak dan

berkelanjutan, akses sanitasi layak dan berkelanjutan, dan penerapan PHBS.

8. Sejumlah kabupaten/kota membuktikan bahwa keterbukaan Dinas Kesehatan untuk

melibatkan masyarakat peduli kesehatan dan media telah membantu upaya peningkatan

capaian indikator SPM. Diperlukan keterbukaan Dinas Kesehatan untuk melibatkan

peran MSF peduli kesehatan dalam proses perencanaan dan penganggaran pencapaian

SPM (costing SPM), dan monitoring dan evaluasi bersama kemajuan penerapan dan

pencapaian SPM.

9. Untuk mendorong keterbukaan Pemerintah Daerah dalam menggalang partisipasi

masyarakat dalam upaya peningkatan capaian indikator SPM, pengukuran kinerja

Pemerintah Daerah dalam memenuhi SPM kesehatan disarankan agar tidak hanya

Page 13: Policy Paper: Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal ...

13 / 13

menggunakan indikator meningkatnya status capaian, melainkan juga dari ada/tidaknya

kegiatan partisipasi sumber daya lokal dalam mendorong pencapaian SPM kesehatan.

10. Untuk mendorong inovasi dalam percepatan pencapaian target SPM, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan perlu

mempertimbangkan penerapan mekanisme insentif dan disinsentif/sanksi keuangan bagi

kabupaten/kota terhadap pencapaian SPM. Insentif dapat disalurkan melalui DAK atau

Hibah Insentif SPM, dan disinsentif dapat diterapkan melalui pembatasan DAU, pembatasan

DAK Kesehatan, ataupun mekanisme penggunaan dana tugas pembantuan.

Kesimpulan

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan perlu segera melakukan penyesuaian SPM bidang

kesehatan. Saat ini merupakan waktu yang tepat mengingat SPM yang saat ini berlaku akan segera

memasuki tahun terakhir (2015). Untuk itu, perlu segera ditetapkan SPM yang akan berlaku untuk

periode 5 tahun ke depan dengan adanya beberapa penyesuaian sebagaimana diusulkan dalam

opsi kebijakan. Regulasi Kementerian Kesehatan atas penerapan SPM Kesehatan juga meliputi

tugas Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam hal penyediaan data dasar, penggunaan definisi

operasional, dan penyepakatan ‘beban’ target pencapaian SPM. Perlu dilakukan penegasan

kembali oleh Kementerian Kesehatan tentang integrasi SPM dalam perencanaan Puskesmas dan

pengalokasian BOK berbasis prestasi pencapaian SPM.

Perlunya dirancang mekanisme pemberian insentif untuk kab/kota yang menunjukkan kemajuan

hasil pencapaian target SPM. Kementerian Kesehatan perlu melakukan fasilitasi untuk Stakeholder

Learning Review untuk implementasi pembelajaran praktek baik/inisiatif baik kab/kota dalam

penerapan SPM. Diluar kajian aspek teknis substansi SPM keterlibatan masyarakat merupakan

unsur penting dalam penuntasan pencapaian SPM. Peran organisasi masyarakat sipil dan media

penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penerapan SPM.