Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

32
Policy Paper No. 1 Agustus 2010 Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta Agunan Samosir Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI

description

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta oleh Agunan Samosir - Pusat Kebijakan APBN

Transcript of Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

Page 1: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

Policy Paper No. 1Agustus 2010

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi

LGV/Vi-Gas Tahun 2011?

Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

Agunan Samosir

Pusat Kebijakan APBNBadan Kebijakan Fiskal

Kementerian Keuangan RI

Page 2: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

Policy Paper No. 1 Agustus, 2010

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011?

Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

Page 3: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

Policy Paper No. 1

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011?

Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

Agunan Samosir

Diterbitkan oleh

Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal

Kementerian Keuangan RI

Agustus 2010

Page 4: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

ii

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta Penulis : Agunan Samosir Penyunting : Almizan Ulfa Pendesain Sampul : Ikhwanurrakhman Penata Letak : Ikhwanurrakhman

Redaksi/ Penerbit Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jl. Dr. Wahidin No. 1 Gedung R.M. Notohamiprodjo Lantai 5 Jakarta Pusat 10710 Telepon : (021) 3866119 Website : http://www.fiskal.depkeu.go.id Cetakan Pertama, Agustus 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Page 5: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

iii

Kata Pengantar

Sebagai upaya mendesiminasikan berbagai pemikiran yang berkembang tentang kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi dan keuangan negara, terutama kebijakan fiskal di kalangan peneliti, pegawai Kementerian Keuangan dan para pengamat ekonomi yang ingin berpartisipasi, maka Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu) menerbitkan Policy Paper Series untuk disirkulasikan baik kepada masyarakat maupun kepada instansi-instansi Pemerintah.

Policy Paper Series merupakan serial penerbitan tidak berkala yang merupakan karya tulis yang tidak terlalu panjang, namun original berisi pandangan-pandangan penulisnya tentang bagaimana kebijakan-kebijakan seharusnya atau sebaliknya dilakukan, tentang issue-issue penting yang berkembang dimasyarakat. Dalam era reformasi dan birokrasi saat ini, para penulis Policy Paper Series dapat mengutarakan pendapat pribadinya yang mungkin bersifat kritis terhadap kebijakan yang ada, namun sudah menjadi kebijakan penerbit bahwa secara keseluruhan pandangan-pandangan tersebut harus merupakan sumbangan yang bersifat konstruktif terhadap penegakan good governance di Indonesia. Oleh karena itu, proses seleksi dalam penerbitan Policy Paper dilakukan cukup ketat. Pandangan-pandangan yang ada dalam Policy Paper Series dan akibat yang timbul daripadanya semata-mata merupakan pandangan dan tanggung jawab pribadi penulis yang bersangkutan, dan bukan merupakan pandangan penerbit atau instansi Kementerian Keuangan RI.

Page 6: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

iv

Policy Paper berjudul “Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011?: Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta yang ditulis saudara Agunan Samosir, Peneliti Madya pada PKAPBN, BKF, Kemenkeu RI merupakan Policy Paper pertama yang diterbitkan oleh PKAPBN, BKF dan diharapkan akan diikuti oleh para penulis selanjutnya.

Akhirnya, kepada penulis, saudara Lukas Ciptadi (Kepala Bidang Kebijakan Subsidi, PKAPBN), saudari Yani Farida (Kepala Subbidang Energi BBM, PKAPBN) dan semua pihak yang telah membantu terbitnya Policy Paper Series ini, kami ucapkan terima kasih. Dan semoga Policy Paper Series ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Kepala Pusat Kebijakan APBN

Askolani

Page 7: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

v

Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................... v

Abstraksi ............................................................................................... 1

I. Pendahuluan ................................................................................... 2

II. Penggunaan LGV di Beberapa Negara............................................... 6

III. Penggunaan LGV di Indonesia .......................................................... 9

IV. Penurunan Subsidi BBM Melalui Pemberian Subsidi LGV .................. 11

V. Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................................... 19

VI. Daftar Pustaka ................................................................................. 22

Page 8: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

vi

Page 9: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

1

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011?

Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

Oleh: Agunan Samosir1

Abstraksi

Tuntutan pemberian subsidi BBM lebih tepat sasaran merupakan pilihan yang tidak dapat ditawar lagi dalam APBN 2011. Selama ini, pemberian subsidi BBM banyak dinikmati oleh kelompok rumah tangga dan bisnis yang tidak berhak. Disisi lain, kesulitan menurunkan subsidi BBM mengalami pertentangan yang cukup tinggi apakah dengan menaikkan harga eceran BBM atau memberikan subsidi kepada yang berhak. Dalam policy paper ini, penulis mengulas keuntungan atau penghematan yang diperoleh dari pemberian subsidi LGV/Vi-Gas terhadap penurunan subsidi BBM Premium yang merupakan pengembangan dari kajian yang pernah dilakukan penulis pada tahun 2008 di Badan Kebijakan Fiskal.

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perlu adanya pemberian subsidi LGV/Vi-Gas oleh Pemerintah kepada angkutan umum taksi di Jakarta sebesar Rp600 per LSP. Pemberian subsidi ini dapat menurunkan subsidi BBM Premium sebesar Rp275,52 miliar pada tahun 2011. Oleh karena itu, syarat pemberian subsidi LGV harus memiliki selisih harga

1 Peneliti pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Penulis berterima kasih kepada Lukas Ciptadi dan Yani Farida atas sumbangan pemikirannya dalam penulisan policy paper ini.

Page 10: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

2

sebesar Rp1.500 atau 2/3 dari harga eceran BBM bersubsidi (BBM Premium). Syarat lainnya adalah (i) keamanan atau keselamatan menggunakan konverter kit terjamin, (ii) harga LGV/Vi-Gas murah, dan (iii) ketersediaan gas. Pemberian subsidi tersebut harus diikuti dengan aturan hukum bahwa angkutan umum taksi yang telah memperoleh subsidi LGV tidak diperkenankan membeli BBM bersubsidi (punishment) melainkan membeli BBM Pertamax atau sejenisnya dengan harga keekonomian atau harga yang berlaku di pasaran. Selanjutnya, bila penerapan subsidi LGV ini berhasil di wilayah Jakarta maka dapat diperluas pada kendaraan dinas Pemda dan Pemerintah Pusat. Selanjutnya program ini bisa dilanjutkan pada angkutan umum lainnya seperti mikrolet, metromini, kopaja dan bis besar. Penulis juga menyarankan agar pemerintah dapat memperluas pemberian subsidi LGV kepada angkutan umum di luar Jakarta.

I. Pendahuluan

Saat pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan

pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011 (PPKF), maka salah satu asumsi yang

penting dan menjadi acuan bagi subsidi BBM adalah patokan harga minyak

internasional yang diperkirakan US$ 80 – US$ 85 per barel. Harga patokan

tersebut dianggap realistis dan mencerminkan perilaku harga minyak

internasional sebelumnya. Walaupun harga minyak internasional saat ini telah

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 yang rata-rata sebesar US$

97 per barel menjadi sekitar US$ 61,58 per barel tahun 2009 dan diperkirakan

rata-rata harga minyak internasional naik menjadi US$ 76,7 per barel pada

tahun 2010.2

2 Buku Saku APBN & Indikator Ekonomi, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, 15 April 2010.

Page 11: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

3

Setiap perubahan harga minyak internasional baik turun maupun naik

akan secara langsung mempengaruhi besaran subsidi BBM. Semakin tinggi

kenaikan harga minyak internasional maka semakin besar beban subsidi BBM

yang ditanggung dalam APBN tahun bersangkutan. Tahun 2010, asumsi ICP

yang telah ditetapkan bersama DPR yaitu US$ 80 per barel dalam APBN P,

maka beban subsidi BBM diperkirakan mencapai Rp88,9 triliun. Dengan

demikian, tahun 2011 dengan asumsi harga minyak internasional mengalami

kenaikan sampai dengan US$ 85 per barel dan tidak ada perubahan atau

kenaikan harga jual eceran BBM bersubsidi, maka beban subsidi tahun 2011

lebih dari Rp90 triliun.3

Adanya kenaikan harga minyak internasional jelas akan semakin

memberatkan beban APBN 2011 tanpa ada perubahan kebijakan subsidi BBM.

Bila pemerintah menaikkan harga jual BBM seperti pada bulan Juni 2008 hal

ini tentu sangat membebani masyarakat terutama masyarakat miskin yang

selalu terkena dampak akibat perubahan kebijakan tersebut. Bila tidak

dinaikkan, maka beban subsidi menjadi tinggi dan dapat menyulitkan ruang

gerak pemerintah dalam mengalokasikan belanja diluar subsidi BBM. Ada

tidaknya perubahan kebijakan akan menyebabkan dilematis bagi kebijakan

publik. Padahal, hampir seluruh pihak mengetahui bahwa pemberian subsidi

BBM tidak tepat sasaran dan kurang efisien karena hanya menguntungkan

beberapa pihak.

Untuk mengurangi beban subsidi BBM bukanlah pekerjaan mudah.

Argumentasi yang dikemukakan pemerintah kepada DPR seringkali tidak

sejalan dengan harapan-harapan seluruh stakeholders. Begitu banyak

3 RPJM 2010-2014 menyebutkan bahwa subsidi BBM, LPG dan BBN tahun 2011 sebesar Rp59,64 triliun dengan asumsi (i) kurs = Rp9.750 / US$ dan ICP US$ 70 / barrel.

Page 12: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

4

penolakan dari pihak-pihak tertentu bila pemerintah bermaksud mengurangi

subsidi dan memberikannya kepada yang berhak. Dan realitasnya, subsidi

masih terus dipertahankan dengan segala kondisi ekonomi yang terjadi di

Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemberian subsidi

terutama subsidi BBM pada tahun-tahun selanjutnya dapat dikurangi?

Dalam PPKF 2011 secara jelas telah disampaikan oleh pemerintah

bahwa salah satu prioritas pembangunan di bidang energi adalah kebijakan

energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi

ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh

masyarakat dan mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap

minyak bumi melalui penganekaragaman energi primer.

Beberapa kebijakan pemerintah untuk mulai mengurangi

ketergantungan terhadap minyak bumi adalah konversi minyak tanah ke LPG 3

kilogram sejak tahun 2007. Program ini berhasil mengurangi beban subsidi

BBM minyak tanah dengan mengalihkan beban subsidinya ke subsidi LPG 3

kilogram. Namun, dalam perjalanannya program baru berhasil di kota-kota

besar dan seluruh pulau Jawa dan Bali. Keberlanjutan program tersebut ke

daerah-daerah lainnya seperti Sumatera dan Sulawesi masih mengalami

hambatan. Demikian halnya dengan program penggunaan energi lainnya

seperti liquid gas vehicle (LGV), bioethanol, biosolar dan panas bumi menjadi

tertunda karena belum siapnya infrastruktur dan ketersediaan energi

tersebut.

Pakar ekonomi dan energi (Umar Said, 2008) mengatakan bahwa

kondisi saat ini perlu dicermati dan dianalisis dengan baik. Ketergantungan

terhadap energi fosil sudah selayaknya dikurangi, sedangkan penggunaan

energi yang ramah lingkungan dan terbarukan yang memiliki potensi yang

Page 13: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

5

sangat besar di Indonesia perlu ditingkatkan. Kebijakan pro green atau go

green dalam rangka diversifikasi energi dan mengurangi subsidi energi

merupakan kebijakan yang dapat diterapkan pada masa yang akan datang.

Salah satu alternatif penggunaan energi (bahan bakar) yang murah

dan ramah lingkungan terhadap kendaraan bermotor adalah liquid gas vehicle

(LGV). Saat ini pemerintah daerah (Pemda) yang mulai menerapkan

penggunaan LGV adalah Pemda DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur

nomor 141/2007 tentang penggunaan bahan bakar gas untuk angkutan umum

dan kendaraan operasional pemerintah daerah. Keunggulan menggunakan

LGV dibandingkan premium secara teknis cukup menguntungkan yaitu ramah

lingkungan, biaya operasional murah, umur mesin lebih panjang dan bebas

timbal serta nilai oktannya sangat tinggi lebih dari 98. Kelebihan lainnya

seperti harganya yang stabil dan tidak terlalu terpengaruh harga gas

internasional. Namun, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya kebijakan

ini masih berjalan ditempat dan perluasan penggunaan LGV belum

memperoleh hasil yang menggembirakan. Jumlah pengguna LGV justru

cenderung tetap atau menurun. Taksi yang telah menggunakan LGV masih

menggunakan BBM bersubsidi sebagai bahan bakar kendaraannya.

Dari sisi kepentingan pemerintah dalam upaya mewujudkan priortas

pembangunan tahun 2011 yaitu mengurangi subsidi dan diversifikasi energi

serta mendorong terciptanya ketahanan energi Indonesia. Tulisan ini

mengemukakan alternatif penggunaan LGV dan hambatannya sebagai bahan

bakar kendaraan bermotor pada angkutan umum taksi di Jakarta yang dapat

digunakan sebagai alternatif penggunaan energi primer selain minyak bumi

dan diharapkan dapat mengurangi subsidi BBM.

Page 14: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

6

II. Penggunaan LGV di Beberapa Negara

Penggunaan LGV atau LPG telah menjadi salah satu alternatif

penggunaan bahan bakar baik untuk memasak maupun kendaraan bermotor

dibeberapa negara. Ketergantungan terhadap bahan bakar seperti premium

dan solar dengan harga yang terus meningkat membuat banyak negara

mengembangkan penggunaan energi yang sesuai dengan potensi energi,

kondisi alam dan tipologi negara tersebut. Disamping itu, tuntutan

menggunakan energi yang ramah lingkungan akibat pemanasan global

menjadi kebijakan energi yang tidak dapat ditunda untuk masa yang akan

datang. Berbagai kelebihan penggunaan LGV seperti ketersediaan energi,

ramah lingkungan, efisien, cukup aman, tidak tergantung jaringan pipa gas dan

biayanya murah menjadikan bahan bakar tersebut digunakan di beberapa

negara.

Negara yang banyak menggunakan gas sebagai bahan bakar utama

memasak dan kendaraan bermotor adalah negara maju di Eropa (OECD).

Penggunaan energi tersebut mulai digalakkan karena semakin berkurangnya

dan semakin mahalnya BBM premium serta solar (minyak mentah).

Ketergantungan premium dan solar membuat negara-negara tersebut tidak

memiliki daya tawar terhadap harganya. Ada kecendrungan harga yang dijual

pada pasar internasional lebih ditentukan oleh para produsen minyak (OPEC).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar memasak dan kendaraan bermotor

maka banyak negara yang mencari alternatif bahan bakar agar ketahanan

energi masing-masing negara dapat tercapai.

Selain negara-negara eropa yang menggunakan LGV, LPG dan

compressed natural gas (CNG), negara Jepang, Korea Selatan dan Thailand

(Asia) merupakan negara tetangga yang berinisiatif dan cukup sukses dalam

Page 15: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

7

penggunaan energi alternatif. Jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan

LPG di Korea Selatan saat ini (2008) mencapai 2.187.066 unit (13,37% dari

total kendaraan bermotor). Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang

menggunakan LPG diimbangi dengan peningkatan jumlah SPBG yaitu sebanyak

1.415 lokasi. Sedangkan penggunaan CNG yang menggunakan jalur pipa

dibatasi kepada kendaraan bermotor besar seperti Bus dan Truk (Itochu,

2008).

Demikian halnya di negara Jepang, penggunaan LPG sebagai bahan

bakar gas pada kendaraan bermotor telah dimulai sejak tahun 1970 terutama

kendaraan taxi. Saat ini kendaraan bermotor umum yaitu taksi yang

menggunakan LPG mencapai 90 persen dari total taksi di Jepang. Berbagai

kemudahan yang diberikan pemerintah dan alternatif penggunaan energi

selain bahan bakar minyak (premium) kendaraan bermotor diluar taksi telah

bertambah banyak diberbagai kota di Jepang yang mencapai 52.300 unit. Kota

Tokyo merupakan pengguna terbesar LPG yaitu sekitar 7.300. SPBG di Jepang

sebanyak 2.000 lokasi pengisian dan terbesar di kota Tokyo yaitu 102 lokasi

untuk melayani kendaraan bermotor yang menggunakan LPG atau LGV

(Itochu, 2008).

Di Thailand, taksi yang menggunakan bahan bakar gas (BBG) sebanyak

50.000 unit yang didominasi LPG/LGV sebanyak 40.000, sedangkan yang

menggunakan CNG sebanyak 10.000 unit taksi. Kendaraan bermotor dinas

pemerintah dan pribadi yang menggunakan LPG sebanyak 20.000.

Penggunaan LPG/CNG di kota Bangkok, Thailand sangat populer. Hal ini

disebabkan dukungan dari Pemerintah Thailand sangat besar dalam

menerapkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga bensin (gasoline)

Page 16: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

8

yaitu harga eceran LPG 1/3 dari harga bensin. Perbandingannya: harga LPG

BAHT 9.5 - 9.8 per liter sementara bensin BAHT 25.59 per liter. Disamping itu,

penyediaan pengisian LPG (SPBG) terus meningkat dan mencapai 300 lokasi

untuk di kota Bangkok (Itochu, 2008).

Penggunaan LPG pada kendaraan bermotor di kota Bangkok

merupakan pengguna terbesar untuk kota-kota besar di ASEAN. Dukungan

pemerintah untuk menggunakan alternatif energi selain BBM merupakan

pilihan yang ditawarkan ke pengguna kendaraan bermotor dengan

memperhitungkan potensi ketersediaan gas, dan kemudahan pajak (insentif

fiskal) pada kendaraan bermotor. Dukungan tersebut dilakukan dengan

mewajibkan angkutan umum (taksi) untuk menggunakan LPG/LGV atau CNG

sebagai bahan bakar kendaraan dan menetapkan harga yang lebih rendah

dibandingkan harga bensin melalui subsidi LPG.

Pada awalnya harga LPG untuk kendaraan lebih mahal daripada harga

LPG untuk rumah tangga karena tidak ada subsidi untuk LPG kendaraan.

Banyak pengendara yang menggunakan LPG rumah tangga untuk kendaraan,

hal ini menyebabkan banyak terjadinya kecelakaan, karena LPG rumah tangga

tidak cocok untuk kendaraan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan

Pemerintah Thailand melakukan dua kebijakan yaitu: (i) memberikan subsidi

LPG mobil, sehingga harga LPG rumah tangga sama dengan LPG untuk mobil,

dan (ii) mengadopsi standar internasional untuk LPG kendaraan, baik untuk

komponen dan stasiun guna menjamin perbaikan lingkungan, keamanan dan

kualitas.

Page 17: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

9

III. Penggunaan LGV di Indonesia

Dalam pelaksanaannya, masyarakat Indonesia seringkali kesulitan

membedakan liquid petroleum gas (LPG) dengan liquid gas vehicle (LGV).

Kedua istilah ini sebenarnya hampir sama dalam pemanfaatannya. Namun,

yang membedakannya adalah peralatan dan mesin yang menggunakan kedua

energi tersebut. LPG biasanya dikenal masyarakat dengan penggunaan

kompor gas yang menggunakan tabung 3 kilogram atau 12 kilogram berisi

cairan gas bumi olahan. Sedangkan kendaraan bermotor menggunakan LGV

sebagai bahan bakarnya dalam tabung yang berisi sekitar 40 kilogram atau 48

liter setara premium (LSP).

Saat ini penggunaan gas di Indonesia untuk kendaraan bermotor lebih

dikenal dengan bahan bakar gas (BBG) atau CNG yang sering digunakan pada

bis besar dan busway di Jakarta. Perbedaan yang mencolok LGV dengan CNG

adalah tekanan dalam tangki (tabung) di CNG lebih besar dibandingkan LGV.

Selain itu, stasiun pengisian CNG hampir semua menggunakan jaringan pipa

untuk mendistribusikan gas buminya. Sedangkan stasiun pengisian LGV hampir

sama dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan tangki yang

dapat ditanam (under ground) atau diatas tanah (upper ground).

Pemerintah daerah yang telah menggunakan bahan bakar gas sebagai

bahan bakar kendaraan bermotor adalah DKI Jakarta dan Kota Palembang.

Adapun perda yang digunakan DKI Jakarta adalah (i) Instruksi Gubernur DKI

Nomor 28 tahun 1990 yaitu minimal 20 persen dari armada yang dimiliki

perusahaan angkutan umum / taksi harus menggunakan bahan bakar gas, (ii)

Perda DKI Nomor 2 tahun 2005 Pasal 20 yaitu seluruh sarana transportasi

umum dan pemerintah daerah harus berbahan bakar gas, dan (iii) Keputusan

Page 18: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

10

Gubernur DKI Jakarta nomor 141 tahun 2007 tentang penggunaan bahan

bakar gas (BBG) untuk angkutan umum dan kendaraan operasional

pemerintah daerah. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Pemda DKI

memberikan insentif kepada pengguna BBG yaitu CNG dan LGV/LPG dengan

pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), insentif bagi investor stasiun

pengisian bahan bakar gas (SPBG), dan bengkel pemasangan dan perawatan

instalasi sistem pemakaian gas.

Melalui program langit biru (blue sky), angkutan taksi di Jakarta yang

telah menggunakan BBG sebanyak 2.360 dan 400 angkutan lainnya seperti

Bajaj. Jumlah kendaaraan yang menggunakan BBG masih sangat rendah

karena berbagai hal antara lain : (i) ketersediaan SPBG di wilayah DKI Jakarta

yang masih sedikit, (ii) keraguan pengelola taksi untuk menggunakan LPG

sebagai bahan bakar terkait masalah keamanan dan efisiensi, dan (iii) harga

konverter kit yang sangat mahal.

Page 19: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

11

IV. Penurunan Subsidi BBM Melalui Pemberian Subsidi LGV

Pada saat krisis energi tahun 2008 yang ditandai dengan naiknya

harga minyak internasional yang mencapai rata-rata US$ 97,2 per barel telah

meningkatkan beban subsidi pada tahun tersebut menjadi Rp 139,1 triliun.

Beban subsidi tersebut membengkak karena ketergantungan terhadap BBM

yaitu Solar, Premium dan Minyak Tanah masih tinggi, walaupun sejak bulan

Agustus 2007 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pengalihan (konversi)

penggunaan minyak tanah (mitan) ke LPG 3 kg terhadap pengguna minyak

tanah di kalangan rumah tangga dan usaha mikro. Namun, sampai saat ini

pelaksanaan dari program tersebut masih mengalami hambatan dan masih

banyak daerah yang belum beralih menggunakan LPG 3 kg. Oleh karena itu,

beban subsidi minyak tanah masih tetap tinggi sampai saat ini yaitu lebih dari

Rp13 triliun pada tahun 2010 (APBN P).

Gas BBM % Bus Besara. Bus (Non Busway) 4,540 - 4,540 0%b. Busway (Koridor 1-8) 420 329 91 78%

2 Bus Sedang 4,979 - 4,979 0%Kendaraana. Angkot (mikrolet) 6,746 150 6,596 2%b. KWK 6,238 - 6,238 0%

4 Bemo 1,096 - 1,096 0%5 Taksi 24,256 2,360 21,896 10%6 Bajaj 14,424 400 14,024 3%7 Lain-lain 23,827 - 23,827 0%

86,526 3,239 83,287 4%Sumber: Dinas Perhubungan, Pemda DKI Jakarta, 2009

3

T o t a l

Tabel 1. Jumlah Kendaraan Umum di DKI Jakarta 2009

No. Jenis KendaraanTotal

KendaraanKendaraan Umum Yang Menggunakan

1

Page 20: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

12

Tabel 2. Perkembangan Subsidi BBM 2007 - 2010

JENIS SUBSIDI 2007 2008 2009 2010

APBN APBN-P

TOTAL SUBSIDI BBM (Triliun Rp) 83.8 139.1 45.0 68.7 88.9

1. Subsidi BBM 83.8 135.2 37.1 57.4 74.7 -Premium 25.3 43.6 15.2 24.3 36.6 -Minyak Tanah 39.5 47.6 11.5 12.5 13.7 -Solar 19.1 44.1 10.4 20.6 24.4

2. Subsidi LPG - 3.9 7.9 11.4 14.7

3. Subsidi BBN - - 2,226.0 2,226.0

Volume BBM dan LPG BBM (ribu kl) 38,643 39,176 37,723 36,505 36,505 -Premium 17,929 19,529 21,120 21,454 21,454 -Minyak Tanah 9,850 7,855 4,569 3,800 3,800 -Solar 10,864 11,792 12,035 11,251 11,251

LPG (ribu kg) 545,936 1,774,653 2,973,342 2,973,342

Sumber: Kementerian Keuangan, 2010

PKAPBN, BKF (2008) menyebutkan bahwa biaya penyelenggaraan

program konversi mitan ke LPG 3 kg masih lebih besar dibandingkan

penghematan yang diharapkan pada tahun 2008 dan 2009. Kebijakan tersebut

belum efektif dalam waktu jangka pendek (1 - 2 tahun) dan daerah yang telah

‘close’ programnya masih terbatas pada Pulau Jawa, Bali dan sebagian

Sumatera.4 Namun, bila program ini dapat dilaksanakan pada wilayah-wilayah

yang banyak menggunakan mitan, maka penurunan subsidi mitan akan

berkurang secara signifikan. Program konversi ini belum berhasil karena

ketersediaan stasiun pengisian LPG daerah-daerah yang terkonversi masih

4 Skenario biaya anggaran program konversi (pengadaan + verifikasi + pengawasan) tahun 2009 sebesar Rp5,43 triliun, sedangkan penghematan yang terjadi berdasarkan survei PKAPBN, BKF sebesar Rp5,25 triliun. Hal ini dapat dimaklumi bahwa penghematan subsidi belum dapat dirasakan karena Pemerintah perlu mengalokasikan dana terhadap penyelenggaraan program tersebut.

Page 21: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

13

terbatas menyebabkan kelangkaan dan mitan bersubsidi tidak ada lagi

dipasaran. Selain itu, harga LPG 3 kg yang masih disubsidi menyebabkan cukup

banyak pengguna LPG 12 kg beralih ke LPG 3 kg karena harganya lebih murah.

Hal yang menarik perhatian dari program tersebut adalah keamanan (safety)

dari tabung LPG 3 kg yang belakangan ini sering bermasalah yaitu

menyebabkan kebakaran dan pengguna LPG meninggal dunia karena tabung

tersebut meledak.5 Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut diatas inilah

yang menyebabkan program konversi LPG 3 kg belum berhasil dengan baik

dalam pelaksanaannya.

Dalam kebijakan APBN yang disepakati pemerintah dengan DPR,

pemberian subsidi tetap diberikan namun memperhatikan siapa yang berhak

(target sasaran) menerima subsidi dan berapa besarannnya. Salah satu

alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi subsidi BBM (Premium)

adalah dengan mengalihkan penggunaan BBM Premium bersubsidi ke bahan

bakar LGV pada kendaraan bermotor (angkutan umum) taksi. LGV adalah

energi bebas timbal yang memiliki oktan yang sangat tinggi (> 98)

dibandingkan BBM premium bersubsidi dengan oktan sekitar 80. Dengan

oktan yang tinggi akan menyebabkan umur mesin menjadi lebih panjang dan

awet serta mengurangi biaya perawatan.

5 Berbagai mass media seperti Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Metro-tv, Tv-one dan lain-lain memberitakan kejadian terbakar dan meledaknya tabung LPG 3 kg sejak bulan Mei – Juli 2010.

Page 22: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

14

Tabel 3. Asumsi Harga, Biaya, Volume Penggunaan dan Subsidi BBM 2010

No. Uraian Premium LGV Ket. 1 Harga LGV/Vi-Gas (Rp/Ltr) *) - 3,600 LSP 2 Harga Premium Bersubsidi (Rp/Ltr) 4,500 - Liter 3 Harga Pertamax 95 (Rp/Ltr) *) 6,950 - Liter 4 Harga Pertamax 92 (Rp/Ltr) *) 6,350 Liter 5 Biaya Instalasi Konverter (Rp/Tabung) **) - 12,000,000 Tabung 6 Rata-rata penggunaan bahan bakar (km/ltr) ***) 10 10 Km/ Ltr 7 Volume Premium + BBN Bersubsidi (ribu kl) ****) 21,454 - 8 Subsidi BBM Premium + BBN (rp miliar) ****) 36,559.2 - 9 Subsidi BBM Premium (Rp/liter) 1,704 -

Ket: * Harga per 1 Juli 2010 **) Sumber: Pertamina & KPPB, April 2010 ***) Sumber: Lemigas, ESDM, 2008 ****) Sumber: APBN P 2010

Dalam penggunaan LGV atau Vi-Gas, terdapat biaya tambahan untuk

pemasangan konverter kit (tabung dan peralatannya) yang cukup besar yaitu

Rp12 juta per unit. Asumsi harga yang dipakai adalah menggunakan harga

yang tertinggi dipasaran untuk kualitas tinggi. Biasanya harga yang rendah

mengindikasikan kualitas yang rendah pula pada konverter kit. Namun, harga

tersebut akan menurun secara otomatis bila pasar konverter kit semakin

kompetitif. Kelebihan dari penggunaan konverter ini adalah dapat di switching

ke BBM baik Premium maupun Pertamax bila LGV habis dan tidak tersedia

stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

Berdasarkan hasil kajian Lemigas, ESDM (2008), penggunaan 1 LSP

LGV/Vi-Gas pada jalan dalam kota (city road test) dapat menempuh jarak yang

hampir sama dengan menggunakan BBM Premium bersubsidi yaitu sekitar 10

Page 23: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

15

km per liter. Harga jual LGV/Vi-Gas lebih murah dibandingkan harga jual

eceran BBM bersubsidi yaitu Rp3.600 per LSP atau lebih rendah Rp900

dibandingkan harga BBM Premium bersubsidi. Harga tersebut jauh lebih

murah dibandingkan harga BBM Pertamax 95 non subsidi yaitu Rp6.950 per

liter dan Pertamax 92 non subsidi yaitu Rp6.350 per liter. Dalam APBN P 2010,

subsidi yang diberikan kepada BBM Premium adalah sebesar Rp1.704 per liter,

sedangkan LGV/Vi-Gas sampai saat ini tidak memperoleh subsidi.

Dengan menggunakan asumsi-asumsi diatas, keuntungan yang

diperoleh APBN dan pengguna LGV/Vi-Gas di wilayah Jakarta pada tahun 2011

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Perbandingan Penggunaan BBM Premium Bersubsidi Dengan LGV/Vi-Gas Tahun 2011

Parameter Jenis Energi

Premium LGV /LPG /Vi-Gas

Rata-rata Harga Patokan (Rp/ltr) 5,617 2,941

Harga Retail (Rp/ltr) 4,500 3,600 Harga sbl m Pajak (Rp/ltr) 3,913 3,130

Subsidi (Rp/l tr) 1,704 - Penghematan Subsidi (Rp/ltr) 1,704

Jumlah Taxi 24,256 24,256

Rata2 Jarak Tempuh (km/hari ) 300 300 Rata2 Penggunaan (ltr/hari) (LSP/hr) 30 33 Vol . Penggunaan (ltr/th) (LSP/thn) 265,603,200 295,114,667

Total Subsidi (Rp/th) 452,587,852,800 -

Total Penghematan Subsidi (Rp/th) 452,587,852,800

Sumber dan Catatan : - Penetapan Harga Jual Vi-Gas sejak Januari tahun 2009 - ICP = US$ 80 / barrel, Kurs = Rp9.200 / US$ (APBN P 2010) - Harga patokan gas = 0,817*Harga Retail - Vi -Gas tidak ada subsidi, harga ditentukan ol eh PT. Pertamina (harga keekonomian)

Harga konverter kit + tabung sebesar Rp 12.000.000 di kompensasi pada selisih harga Premi um thd LGV yai tu Rp 900 / ltr (Rp 15.000 / hari ), (Rp 5.040.000 / tahun)

Page 24: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

16

Berdasarkan asumsi yang digunakan pada tahun 2010 (APBN P) dan

seluruh taksi yang berada di wilayah Jakarta tidak menggunakan BBM Premium

bersubsidi, maka terjadi penghematan atau penurunan subsidi BBM Premium

tahun 2011 sebesar Rp 452,58 miliar. Bila operator taksi atau supir membeli

konverter kit dengan biaya sendiri, maka pengembalian modal pembelian

peralatan tersebut akan kembali sekitar dua tahun empat bulan (26 bulan). Hal

ini didasarkan pada penggunaan LGV dalam sehari menghemat sebesar

Rp15.000, sebulan sebesar Rp 420.000 dan setahun sebesar Rp 5.040.000.6

Melihat hasil perhitungan tersebut diatas, maka seharusnya

Pemerintah dan Operator Taksi/Supir akan menggunakan LGV/Vi-Gas sebagai

alternatif untuk mengurangi subsidi BBM. Namun, realitas yang terjadi sejak

tahun 2008 sampai saat ini penggunaan LGV/Vi-Gas mengalami hambatan

yang cukup berat dalam pelaksanaannya. Ketersediaan SPBG yang sangat

terbatas di wilayah Jakarta, harga konverter yang sangat mahal dan jaminan

keselamatan penggunaan LGV menjadi penyebab terhambatnya penggunaan

LGV/Vi-Gas pada kendaraan bermotor yaitu angkutan umum Taksi. Operator

Taksi dan Supir tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli konverter kit

yang harganya Rp12 juta per unit. Disamping itu, tingkat pengembalian

pembelian tabung dan peralatan memakan waktu yang cukup lama bagi

operator Taksi dan supir. Supir juga mengkhawatirkan keselamatan dirinya

dan penumpang bila menggunakan LGV sebagai bahan bakar kendaraannya.

Kekhawatiran tersebut dipengaruhi berbagai kejadian meledaknya LPG 3 kg

pada rumah tangga dan usaha kecil. Selain itu, keseriusan dari Pemerintah

6 Asumsi rata-rata penggunaan taksi dalam sebulan = 28 hari.

Page 25: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

17

untuk menggalakkan penggunaan LGV dan LPG tidak diikuti ketersediaan

gasnya.

Hal yang menarik ditemui dilapang adalah Operator Taksi Express

untuk kendaraan kalangan atas yaitu Toyota Alphard justru menggunakan

LGV/Vi-Gas sebagai bahan bakar kendaraannya. Pengisian LGV pada SPBG

Rasuna Said, Jakarta Selatan merupakan bukti nyata bahwa operator Taksi

Express lebih suka menggunakan LGV/Vi-Gas dibandingkan BBM Pertamax

karena harganya sangat murah (lihat tabel 3). Selain itu, waktu pengisian

LGV/Vi-Gas tidak memakan waktu yang lama atau sekitar 2 menit untuk 40

LSP.7 Dengan demikian, biaya pembelian konverter kit menjadi lebih murah

dan tingkat pengembaliannya jauh lebih cepat dibandingkan taksi yang

menggunakan BBM Premium bersubsidi. Manfaat lain yang diperoleh

pengguna LGV/Vi-Gas bersifat non biaya adalah ramah lingkungan, dan

diversifikasi energi (switching fuel).

Bila menggunakan asumsi harga LGV/Vi-Gas sebesar Rp3.000 per LSP

atau ada subsidi yang diberikan ke LGV/Vi-Gas sebesar Rp600 per LSP, maka

penggunaan LGV/Vi-Gas memiliki nilai tambah dan sangat menguntungkan

bagi operator dan supir taksi yaitu terjadinya penghematan sebesar Rp35.000

per hari atau Rp980.000 per bulan (28 hari) atau Rp11.700.000 per tahun. Bila

asumsi perhitungan harga jual eceran BBM Premium dan subsidi BBM

Premium per liternya tetap pada tahun 2011, maka harga konverter kit

sebesar Rp12 juta dapat dikompensasi dari penghematan penggunaan LGV/Vi-

7 Penulis hampir setiap saat melakukan wawancara dengan supir Taksi Express tentang kelebihan dan kelemahan penggunaan LGV/Vi-Gas pada mobil Toyota Alphard sejak tahun 2009 – 2010. Pengisian BBM Premium/Pertamax sebanyak 30 liter pada kendaraan bermotor roda empat membutuhkan waktu sekitar 1,25 menit.

Page 26: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

18

Gas hanya dalam waktu satu tahun. Dengan demikian, pada tahun selanjutnya

(tahun 2012), pengguna LGV/Vi-Gas (operator taksi) akan menerima manfaat

yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Penerapan harga LGV/Vi-

Gas harus lebih rendah sekitar 30 persen dibandingkan harga BBM Premium

atau duapertiga (2/3) dari harga BBM Premium (lihat tabel 5). Disisi APBN,

adanya pemberian subsidi ke LGV/Vi-Gas sebesar Rp600 per LSP justru

menurunkan subsidi (penghematan) BBM Premium sebesar Rp275,52 miliar

tahun 2011 di wilayah Jakarta.

Premium LGV / LPG / Vi-Gas

Rata-rata Harga Patokan (Rp/ltr) 5,617 2,941 Harga Retail (Rp/ltr) 4,500 3,000 Harga sblm Pajak (Rp/ltr) 3,913 2,550

Subsidi (Rp/ltr) 1,704 600 Penghematan Subsidi (Rp/ltr)

Jumlah Taxi 24,256 24,256 Rata2 Jarak Tempuh (km/hari) 300 300 Rata2 Penggunaan (ltr/hari) (LSP/hr) 30 33

Vol. Penggunaan (ltr/th) (LSP/thn) 265,603,200 295,114,667

Total Subsidi (Rp/th) 452,587,852,800 177,068,800,000

Total Penghematan Subsidi (Rp/th)

Sumber dan Catatan :- Penetapan Harga Jual Vi-Gas sejak Januari tahun 2009- ICP = US$ 80 / barrel, Kurs = Rp9.200 / US$ (APBN P 2010)- Harga patokan gas = 0,817*Harga Retail- Vi-Gas tidak ada subsidi, harga ditentukan oleh PT. Pertamina (harga keekonomian)- Harga konverter kit + tabung sebesar Rp 12.000.000 dikompensasi pada selisih harga Premium thd LGV yaitu Rp 1.500 / ltr (Rp 35.000 / hari), (Rp 11.700.000 / tahun)

ParameterJenis Energi

1,104

275,519,052,800

Tabel 5. Perbandingan Penggunaan BBM Premium Bersubsidi Dengan LGV/Vi-Gas Bersubsidi Tahun 2011

Page 27: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

19

V. Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan konversi minyak tanah (mitan)

ke LPG 3 kg sejak tahun 2007 sampai saat ini, maka untuk menerapkan

penggunaan LGV/Vi-Gas pada kendaraan bermotor terutama angkutan taksi

memerlukan analisis dan kajian yang mendalam terutama sisi supply dan

demand. Bila suatu kebijakan atau program diimplementasikan pada tahun

2011 maka ketersediaan terhadap sumber energi yaitu gas sudah sepatutnya

memperhatikan permintaan yang ada dilapangan atau program konversi yang

sedang dan telah berjalan. Dalam rangka penurunan subsidi BBM Premium

dan diversifikasi penggunaan energi, maka penggunaan LGV/LPG sebagai

bahan bakar angkutan umum (taksi) dapat dilakukan dengan (i) menyediakan

LGV/Vi-Gas pada tahun 2011 dan tahun-tahun selanjutnya. Menyediakan

LGV/Vi-Gas dapat dilakukan industri lainnya diluar Pertamina, (ii) menambah

stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di Jakarta untuk mengurangi

kemacetan atau antrian pengisian, dan (iii) membuat SPBG di masing-masing

pool taksi untuk memudahkan supir taksi saat mengisi LGV/Vi-Gas.

Untuk mendorong pelaku usaha (operator taksi) dan supir beralih dari

bahan bakar premium ke LGV/Vi-Gas, maka harga LGV/Vi-Gas harus lebih

murah daripada harga BBM Premium bersubsdi. Seperti halnya yang terjadi

dinegara Thailand yang menerapkan harga LGV/LPG hanya 1/3 dari harga

premium, seluruh armada taksi di Bangkok menggunakan bahan bakar gas

(80% LGV dan 20% CNG), dampak lainnya adalan banyak kendaraan pribadi

yang menggunakan LGV. Oleh karena itu, harga yang layak bagi LGV/Vi-Gas di

Jakarta adalah 2/3 dari harga BBM Premium atau lebih rendah sebesar

minimal Rp. 1.500 dibandingkan harga BBM Premium bersubsidi.

Page 28: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

20

Dengan diberikannya subsidi LGV/Vi-Gas sebesar Rp600 per LSP justru

menurunkan subsidi BBM Premium sebesar Rp275,52 miliar di wilayah Jakarta.

Selain itu, pelaku usaha juga akan memperoleh tambahan keuntungan pada

tahun kedua sebesar Rp 11,76 juta. Dengan demikian, pelaku usaha akan

beralih menggunakan LGV/Vi-Gas sebagai bahan bakar kendaraannya. Adanya

pemberian pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB) oleh Pemda DKI

sebesar 30 persen akan menjadi insentif bagi operator dan supir taksi untuk

menggunakan bahan bakar gas sebagai bahan bakar kendaraannya.

Pemberian subsidi dan insentif lainnya juga dapat mengurangi biaya angkutan

penumpang di Jakarta.

Berbagai subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintah (reward)

harus diikuti dengan pemberlakuan kepada angkutan umum taksi yang telah

menggunakan LGV/Vi-Gas sebagai bahan bakar kendaraannya untuk tidak

diperbolehkan membeli BBM Premium bersubsidi (punishment). Guna

memudahkan pengawasan melalui taksi yang telah menggunakan LGV/Vi-Gas

dapat diberikan tanda khusus pada kendaraannya seperti hologram, stiker

atau tanda lain yang dapat diketahui secara mudah oleh petugas SPBU.

Bila Pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan

penggunaan dan pemberian subsidi LGV/Vi-Gas pada tahun 2011, maka

semester II tahun 2010 rancangan kebijakan seperti (i) ketersediaan gas yaitu

LGV/Vi-Gas terjamin pada tahun 2011 dan tahun-tahun selanjutnya, (ii)

penetapan harga LGV/Vi-Gas harus lebih rendah Rp1.500 atau 2/3 dari harga

BBM Premium bersubsidi. Oleh karena itu, pemberian subsidi LGV/Vi-Gas

sebesar Rp600 dapat diberikan kepada LGV/Vi-Gas, dan (iii) adanya jaminan

Page 29: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

21

keselamatan atau rasa aman menggunakan converter kit LGV/Vi-Gas bagi

supir dan penumpang taksi.

Selanjutnya, perluasan (coverage) penggunaan dan pemberian subsidi

LGV/Vi-Gas dapat diberikan kepada taksi yang berdomisili di luar Jakarta

seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Semakin banyak taksi yang

menggunakan LGV/Vi-Gas, maka semakin besar penurunan subsidi BBM

Premium. Untuk Jakarta dapat diperluas kendaraan dinas Pemda DKI dan

Pemerintah Pusat yang jumlahnya cukup besar sekitar 29.000 unit. Bila

program ini berhasil dapat dilanjutkan pada angkutan umum lainnya seperti

mikrolet dan bus.8

Sebaiknya program pengalihan (konversi) BBM ke LGV/Vi-Gas

dievaluasi setiap triwulan, semester atau tahunan untuk mengetahui

hambatan-hambatan yang terjadi dilapang dan dapat dilakukan perbaikan

yang cepat dan tepat terhadap kendala-kendala tersebut. Bila program ini

telah berhasil di Jakarta dan sekitarnya, maka program ini dapat diperluas

pada kota-kota besar di Jawa, Bali dan Sumatera sesuai karakteristik

daerahnya.

8 Pemda DKI, 2010. Kendaraan dinas Pemda DKI sekitar 9.237 unit dan Pemerintah Pusat sekitar 20.000 unit

Page 30: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

22

VI. Daftar Pustaka

Badan Kebijakan Fiskal, (2008), “Laporan Evaluasi Pelaksanaan Konversi Mitan ke LPG 3 kg”.

Badan Kebijakan Fiskal (2008), ‘Laporan Efektivitas dan Efisiensi Kebijakan Subsidi Tahun 2008’

Instruksi Presiden No.10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi.

Itochu Corporation, (2008),”Prospek Penggunaan LPG Sebagai Bahan Bakar Alternatif Yang Murah dan Ramah Lingkungan” September 2008.

Kementerian Keuangan, (2010),”Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011.

Keputusan Menteri Kelestarian Lingkungan Hidup No.15 Tahun 1996 tentang Program Langit Biru (Blue Sky Program).

Keputusan Menteri Kelestarian Lingkungan Hidup No.141 Tahun 2003 tentang Pemberlakuan Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Sesuai Dengan Standar Euro II.

Keputusan Gubernur DKI No.141/2007 tentang Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk Angkutan Umum dan Kendaraan Operasional Pemerintah Daerah.

KPPB, (2010),”Antara Memangkas Emisi Sektor Transportasi dan Utopia BBG” dalam workshop pemanfaatan gas untuk transportasi, Kementerian Lingkungan Hidup 1 April 2010

Peraturan Menteri ESDM No.31 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghematan Energi

Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Pertamina, (2010),”Benefit Penggunaan Gas Untuk Transportasi: Vi-Gas dan BBG”, dalam workshop pemanfaatan gas untuk transportasi, Kementerian Lingkungan Hidup 1 April 2010.

Said, Umar, (2008), ”Ketahanan Energi Nasional dalam seminar RPJMN 2010 – 2014 di Bappenas 4 November 2008 . Jakarta

Page 31: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

23

Sinaga, Elly (2010),”Kebijakan Penggunaan Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi” dalam workshop pemanfaatan gas untuk transportasi, Kementerian Lingkungan Hidup 1 April 2010.

SK Dirjen Minyak & Gas No.2527.K/24/DJM/2007 tentang Spesifikasi LPG untuk Kendaraan Bermotor.

SK Dirjen Perhubungan Darat No.SK.78/AJ.006/DRJD/2008 tentang Pemakaian Bahan Bakar Gas Jenis Liquefied Gas for Vehicle (LGV) pada Kendaraan Bermotor.

Page 32: Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010

Agunan Samosir lahir di Medan,

20 Agustus 1968. Meraih gelar Sarjana

Ekonomi (SE) di Fakultas Ekonomi,

Universitas Brawijaya pada tahun 1992.

Menyelesaikan pendidikan Magister

Perencanaan Kebijakan Publik (MPKP)

dengan gelar ME di Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia pada tahun 2007.

Saat ini penulis menjabat sebagai

Peneliti Madya pada Badan Kebijakan

Fiskal, Kementerian Keuangan RI dan

aktif melakukan penelitian serta menulis

di bidang kebijakan publik terutama

bidang subsidi dan PSO.

5624227860299

ISBN 9786029562422

Agunan Samosir