Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

5
A. Kontemplasi Perjuangan isu disabilitas masih mengalami timbul tenggelam dalam agenda setting kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah. Telah banyak peraturan baik tingkat pusat dan daerah yang mengatur pemenuhan hak disabilitas, akan tetapi implementasi di lapangan terlihat sekedar menggugurkan kewajiban para penyelenggara pelayanan publik. Efekivitas dan dampak dari pemenuhan hak belum optimal dirasakan kelompok disabilitas. Bahwa saat ini ada sekitar 3.000 disabilitas di Kota Surakarta1. Setiap hari mereka akan bersinggungan dengan pelayanan publik, dari jalan raya, pelayanan perkantoran, pendidikan, layanan kesehatan dan hampir semua bentuk pelayanan publik barang, jasa dan administrasi. Meskipun angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kota Surakarta mengalami fluktuatif, akan tetapi hal ini layak tetap mendapatkan prioritas dalam rencana pembangunan Pemkot Surakarta untuk memenuhi hak kesetaraan bagi mereka bukan sekedar menggugurkan kewajiban pemerintah. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang mendeklarasikan sebagai kota ramah difable. Salah satu implementasinya adalah memberi ruang pada proses perencanaan. Selain itu Kota Surakarta menjadi pusat rehabilitas difabel. Sayangnya aksesbilitas kaum difabel dalam menikmati kesetaraan masih jauh dari harapan. 1 Harian Solopos, 20 Agustus 2013 Vol. I / September 2013

Transcript of Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

Page 1: Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

A. Kontemplasi

Perjuangan isu disabilitas masih mengalami timbul tenggelam dalam agenda

setting kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah. Telah banyak peraturan baik

tingkat pusat dan daerah yang mengatur pemenuhan hak disabilitas, akan tetapi

implementasi di lapangan terlihat sekedar menggugurkan kewajiban para

penyelenggara pelayanan publik. Efekivitas dan dampak dari pemenuhan hak belum

optimal dirasakan kelompok disabilitas.

Bahwa saat ini ada sekitar

3.000 disabilitas di Kota

Surakarta1. Setiap hari mereka

akan bersinggungan dengan

pelayanan publik, dari jalan

raya, pelayanan perkantoran,

pendidikan, layanan kesehatan

dan hampir semua bentuk

pelayanan publik barang, jasa dan administrasi. Meskipun angka Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kota Surakarta mengalami fluktuatif, akan tetapi hal ini

layak tetap mendapatkan prioritas dalam rencana pembangunan Pemkot Surakarta

untuk memenuhi hak kesetaraan bagi mereka bukan sekedar menggugurkan kewajiban

pemerintah.

Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang mendeklarasikan sebagai kota

ramah difable. Salah satu implementasinya adalah memberi ruang pada proses

perencanaan. Selain itu Kota Surakarta menjadi pusat rehabilitas difabel.

Sayangnya aksesbilitas kaum difabel dalam menikmati kesetaraan masih jauh

dari harapan.

1 Harian Solopos, 20 Agustus 2013

Vol. I / September 2013

Page 2: Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

2

B. Analisis Konteks : Kebijakan dan Komitmen Daerah

Keberadaan Perda No. 2/2008 tentang Kesetaraan Difabel adalah jaminan atas hak bagi kelompok disabilitas di Kota Surakarta. Dalam implementasinya, telah ada petunjuk pelaksanaan yang dituangkan dalam Perwali No 9/2013.

Pelayanan publik di Kota Surakarta dengan segudang penghargaan yang telah diraihnya ternyata belum dirasakan memuaskan bagi kaum disabilitas. Tahun 2013 kali ini, Kota Surakarta juga tengah mengejar penghargaan kota ramah difabel Internasional. Akan tetapi masih ada hal-hal kecil yang masih ada kurang optimal.

Isu disabilitas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota Surakarta dalam analisis isu-isu strategis tidak mengemban kebutuhan disabilitas. Dalam Analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats) bidang fisik sarana dan prasarana dalam RPJMD Kota Surakarta Tahun 2010-2015 tidak menyebutkan secara gambalang mengenai pemerataan dan terpenuhinya aksesbilitas fisik bagi kaum disabilitas pada bangunan-bangunan umum. Namun, Pemerintah Kota Surakarta cenderung memprioritaskan analisis pertumbuhan ekonomi dan branding image dari sisi tata ruang kota demi menarik minat investor dan wisatawan.

Dari sisi anggaran, juga nihil anggaran bagi difabel dalam program prioritas Musyawarah Rencana Pembangunan Kota (Musrenbangkot) 2013, menjadi salah satu indikator hal tersebut.

Perda Kota Surakarta No 2 Tahun 2008 tentang Kesetaraan Difabel telah mengamanatkan bahwa penyandang disabilitas berhak memperoleh kesempatan yang setara dalam pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintah daerah, rehabilitasi dan pembangunan fasilitas layanan umum. Pelayanan hak difabel yang pertama adalah aksesibilitas fisik.

Aksesibilitas fisik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 11 huruf a Perda No 2 Tahun 2008 meliputi pelayanan yang terkait dengan perencanaan dan peruntukan pembangunan kawasan kota serta fasilitas publik.

Tidak perlu jauh-jauh kita melihat fakta di lapangan mencari contoh pro disabilitas dalam aksesibilitas pada bangunan umum atau jalan umum serta angkutan umum. Kondisi bangunan unit pelayanan publik di salah satu kompleks Balai Kota Surakarta ternyata sangat jauh dari potret ramah disabilitas. Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menjadi cerminan dari ketidakberdayaan Pemkot Surakarta memenuhi hak disabilitas untuk mendapatkan kesetaraan dalam menikmati fasilitas layanan publik.

Page 3: Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

3

C. Hasil Kajian : Kualitas dan Kepuasan Survei CLeM (Community Led Monitoring) PATTIRO Surakarta pada tiga

bidang layanan dasar, di unit layanan administrasi kependudukan kepuasan

masyarakat paling rendah dibanding dua bidang layanan lainnya menyangkut

ketersediaan sarana pelayanan bagi kelompok berkebutuhan khusus.

Hasil survey CLeM (Community Led Monitoring) yang dilakukan oleh

PATTIRO Surakarta bersama komunitas mitranya mendapati hasil temuan bahwa

bidang layanan di administrasi kependudukan 53% pengguna layanannya merasa

belum merasakan pelayanan yang memadai dalam hal penyediaan fasilitas bagi

kelompok khusus. Penyedia layanan jasa administrasi kependudukan di tingkat

kecamatan yang menjadi unit lokasi survei ini turut mengakui bahwa mereka belum

mampu mengimplementasikan layanan khusus seperti amanat pasal 29 Undang-

Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Kondisi bangunan kantor

Dispendukcapil Kota Surakarta yang

berada di lantai 2 gedung BPMPT

sangat menyulitkan bagi penyandang

disabilitas. Selain Perda dan Perwali

Kota Surakarta tentang kesetaraan

disabilitas, Undang-Undang No 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik yang kemudian juga diturunkan oleh Kota Surakarta dalam Perda Pelayanan

Publik Kota Surakarta No 12 Tahun 2012 memperkuat amanat adanya pelayanan

khusus bagi masyarakat kelompok rentan tak lain adalah disabilitas, lansia,

perempuan hamil dan anak-anak.

Seharusnya telah tersedia dengan baik adanya akses jalan masuk kursi roda

berupa ramp ramp yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas dengan kondisi

infrastruktur ramp yang memang layak dan aman digunakan, baik itu di bangunan

publik lingkup Balai Kota maupun kantor pemerintahan di kecamatan dan kelurahan.

Selain ittu belum adanya petunjuk dengan tulisan Braille masih menyulitkan

penyandang disabilitas mengakses informasi pelayanan, toilet yang sensitif terhadap

para kelompok berkebutuhan khusus nampak belum ada, padahal hal-hal seperti ini

Page 4: Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

4

juga bagian dari pelayanan publik yang masyarakat butuhkan tanpa adanya

diskriminasi.

Kondisi sarana prasarana yang ada diperparah dengan pelayanan petugas yang

belum pro disabilitas. Keterbatasan kemampuan SDM yang mampu melayani

tunawicara, tunarungu dan akses informasi bagi tuna netra membuat sulit penyandang

disabilitas menyambangi lokasi unit layanan untuk menyelesaikan urusan

kependudukannya seorang diri. Asas kemandirian seperti yang dirumuskan oleh

Perda Kesetaraan Difabel menjadi tidak terpenuhi, karena penyandang disabilitas

menjadi belum mampu melepaskan diri dari lingkungan keluarga dan lingkungan

masyarakat ketika mereka datang ke lokasi pelayanan publik.

D. Analisis Hasil Kajian

Faktor sebab dari temuan di atas, adalah sebagai berikut : 1. Sikap penyelenggara layanan publik yang memahami makna pelayanan

publik hanya masih diperuntukan bagi non-disabilitas. 2. Pelaksanaan pembangunan fisik fasilitas pelayanan publik melupakan

aspirasi dan kebutuhan penyandang disabilitas. Pemerintah kita masih memfokuskan penilaian pada desain arsitektur dan rancang bangun yang layak bagi kepentingan orang normal dengan mengambil sudut pandang orang normal.

3. Masih minimnya pelibatan penyandang disabilitas dalam studi kelayakan proyek dan analisis dampak lingkungan bersama pemerintah dan investor atau pemenang tender proyek.

4. Alokasi anggaran yang masih sangat minim bagi aksesibilitas penyandang disabilitas.

E. Rekomendasi

Melihat dari hal di atas, maka direkomendasikan kepada Pemerintah Kota Surakarta untuk :

1. Ke depan dalam membuat rencana pembangunan gedung pelayanan publik, termasuk salah satu diantaranya kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar ditempatkan dalam lantai 1 dan mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.

2. Pembangunan gedung pelayanan publik tersebut wajib menyediaan pelayanan khusus, yakni loket-loket pelayanan yang hanya digunakan

Page 5: Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik

5

untuk melayani kelompok berkebutuhan khusus, ramah dan memudahkan akses mereka dalam pelayanan publik.

3. Perwali No 9 Tahun 2013 sebagai Petunjuk Pelaksanaan Perda Kesetaraan Difabel harus implementatif. Pasal 3 dalam Perwali tersebut, menyangkut aksesibilitas fisik, pengadaan sarana dan prasarana umum yang menunjang disabilitas harus betul-betul dapat dilaksanakan oleh seluruh penyelenggara pelayanan publik dan tata pemerintahan Kota Surakarta.

4. Pasal 6 Perwali Kesetaraan Difabel juga harus implementatif betul, aksesibilitas fisik menjadi syarat mengajukan IMB terutama bangunan yang diakses oleh publik.

5. Perlu segara melakukan langkah-langkah memaksimalkan aksesibilitas bagi disabilitas perlu dilakukan dalam agenda ke depan, yakni dengan pelibatan kelompok disabilitas perlu untuk dilakukan demi mendengar aspirasi, pengalaman dan kebutuhan mereka. Hal ini telah diamanatkan dalam Pasal 30 dan 31 Perwali Kesetaraan Difabel, bahwa penyandang disabilitas diikutsertakan dalam Musrenbang dan perencanaan pembangunan aksesibilitas fisik.

6. Branding image adalah penting, akan tetapi hal yang terpenting adalah melaksanakan perencanaan yang matang dan berpihak pada semua pihak.

Didukung oleh: