Policy Brief -...

18
Policy Brief KEBIJAKAN INSENTIF HARGA PRODUK PERTANIAN STRATEGIS MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKEMANDIRIAN Erma Suryani PENDAHULUAN 1. Seiring dengan perkembangan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, pemerintah terus berupaya mencukupi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut diupayakan pemerintah secara maksimum dari produksi dalam negeri, sehngga impor pangan merupakan opsi terakhir. Namun demikian, upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri menghadapi banyak kendala dan tantangan, seperti perubahan iklim global dan gejolak harga pangan dunia. Selain itu, peningkatan produksi pangan tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani selaku produsen, yang selalu dihadapkan pada fluktuasi harga, yaitu pada saat panen raya harga turun dan pada saat paceklik harga naik. 2. Salah satu upaya untuk menjamin stabilitas pendapatan petani padi, jagung dan kedelai (pajale), pemerintah menetapkan kebijakan stabilisasi harga pangan pokok, dengan salah satu instrumennya pengaturan harga pembelian di tingkat petani. Perlindungan kepada petani melalui kebijakan harga yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) mengalami beberapa perubahan, mlai dari kebijakan harga dasar (HD), harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) dan terakhir dengan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Besaran HPP ini ditetapkan dengan mempertimbangkan pemberian keuntungan (insentif) yang layak bagi petani untuk memproduksi padi di dalam negeri. Pada tahun 2016, pengaturan kebijakan harga pangan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63/2016. Dalam Permendag tersebut istilah HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis (HAP), yang untuk stabilisasi harga di tingkat petani disebut HAP pembelian di tingkat produsen. 3. Untuk memberikan insentif berproduksi bagi petani tanaman pangan pajale penetapan HAP perlu mempertimbangkan banyak hal, antara lain biaya usaha tani dan keuntungan usaha tani yang layak. Namun, penetapan HAP tersebut juga perlu dikaitkan dengan biaya distribusi, margin pemasaran, dan tingkat harga pangan yang diharapkan terbentuk di tingkat konsumen. Sehubungan dengam hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara komprehensif besaran HAP pembelian padi, jagung, dan kedelai di tingkat produsen yang dapat memberikan dukungan peningkatan produksi secara optimal. Secara spesifik, penelitian bertujuan : (i) Menentukan alternatif kebijakan HAP gabah/beras, jagung dan kedelai yang memberikan insentif bagi petani, (ii) menganalisis dampak perubahan harga komoditas pajale

Transcript of Policy Brief -...

Page 1: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

Policy Brief

KEBIJAKAN INSENTIF HARGA PRODUK PERTANIAN STRATEGIS MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKEMANDIRIAN

Erma Suryani

PENDAHULUAN

1. Seiring dengan perkembangan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke

tahun, pemerintah terus berupaya mencukupi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut diupayakan pemerintah secara maksimum dari produksi dalam negeri, sehngga impor pangan merupakan opsi terakhir. Namun demikian, upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri menghadapi banyak kendala dan tantangan, seperti perubahan iklim global dan gejolak harga pangan dunia. Selain itu, peningkatan produksi pangan tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani selaku produsen, yang selalu dihadapkan pada fluktuasi harga, yaitu pada saat panen raya harga turun dan pada saat paceklik harga naik.

2. Salah satu upaya untuk menjamin stabilitas pendapatan petani padi, jagung dan kedelai (pajale), pemerintah menetapkan kebijakan stabilisasi harga pangan pokok, dengan salah satu instrumennya pengaturan harga pembelian di tingkat petani. Perlindungan kepada petani melalui kebijakan harga yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) mengalami beberapa perubahan, mlai dari kebijakan harga dasar (HD), harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) dan terakhir dengan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Besaran HPP ini ditetapkan dengan mempertimbangkan pemberian keuntungan (insentif) yang layak bagi petani untuk memproduksi padi di dalam negeri. Pada tahun 2016, pengaturan kebijakan harga pangan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63/2016. Dalam Permendag tersebut istilah HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis (HAP), yang untuk stabilisasi harga di tingkat petani disebut HAP pembelian di tingkat produsen.

3. Untuk memberikan insentif berproduksi bagi petani tanaman pangan pajale penetapan HAP perlu mempertimbangkan banyak hal, antara lain biaya usaha tani dan keuntungan usaha tani yang layak. Namun, penetapan HAP tersebut juga perlu dikaitkan dengan biaya distribusi, margin pemasaran, dan tingkat harga pangan yang diharapkan terbentuk di tingkat konsumen. Sehubungan dengam hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara komprehensif besaran HAP pembelian padi, jagung, dan kedelai di tingkat produsen yang dapat memberikan dukungan peningkatan produksi secara optimal. Secara spesifik, penelitian bertujuan : (i) Menentukan alternatif kebijakan HAP gabah/beras, jagung dan kedelai yang memberikan insentif bagi petani, (ii) menganalisis dampak perubahan harga komoditas pajale

Page 2: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

2

terhadap luas tanam, produksi, produktivitas, dan pendapatan usahatani, dan (iii) menyusun rekomendasi terkait kebijakan HAP gabah/beras jagung dan kedelai yang memberikan insentif bagi petani.

4. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2017. Data yang digunakan untuk penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di lima provinsi contoh yang dipilih untuk mewakili sentra produksi pajale, yaitu Provinsi Jawa Barat (padi, jagung, kedelai), Jawa Timur (padi, jagung, kedelai), Lampung (padi, jagung), Sulawesi Selatan (padi, jagung), dan Nusa Tenggara Barat (padi, kedelai) Pengumpulan data dan informasi di lapangan dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten, dan desa. Dari setiap provinsi dipilih satu atau dua kabupaten yang menggambarkan daerah sentra produksi pajale. Pemilihan lokasi kabupaten ditentukan setelah diskusi di tingkat provinsi, sedangkan pemilihan kecamatan/desa contoh ditentukan setelah diskusi di tingkat kabupaten.

5. Metoda analisis untuk mejawab tujuan penelitian (i) berupa analisis tetang struktur ongkos usaha tani yang memperhitungkan biaya tunai (cash) dan diperhitungkan (imputed). Dari analisis usaha tani ini diharapkan dapat diketahui besarnya pendapatan usaha tani dan tingkat harga yang memberikan insentif bagi petani. Untuk menjawab tujuan penelitian (ii), digunkan model persamaan simultan, yang terdiri dari beberapa persamaan, dengan variabel endogen dari satu persamaan menjadi variabel penjelas atau variabel eksogen dalam persamaan yang lain, sehingga antar persamaan saling terkait satu sama lainnya. Melalui model persamaan simultan memungkinkan analisis ketiga komoditas padi, jagung, dan kedelai dilakukan secara terintegrasi.

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENENTUAN HAP PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI

Usahatani Padi

6. Berdasarkan lingkungan tumbuhnya, ada dua jenis usaha tani padi, yaitu usaha tani padi lahan sawah dan usaha tani ladang atau lahan kering. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional rataan produktivitas usaha tani padi pada tahun 2016 sebesar 5,24 ton GKG/ha, yang dapat dirinci lebih lanjut untuk usaha tani padi sawah dan ladang, masing-masing sebesar 5,30 ton GKG/ha dan 3,31 ton/GKG ha. Dengan menggunakan konversi GKP ke GKG sebesar 86,02% (dari BPS), dalam bentuk GKP produktivitas per ha usaha tani padi secara nasional sekitar 6,09 ton/ha, dengan rincian untuk padi sawah 6,16 ton/ha dan padi ladang 3,85 ton/ha.

7. Mengingat lebih dari 90% areal pertanaman padi pada lahan sawah, penelitian ini memfokuskan pada analisis usaha tani padi sawah di dua agroekositem, yaitu lahan irigasi dan lahan tadah hujan. Hasil penelitian di lima provinsi (Jabar, Jatim, Lampung, Sulsel, dan NTB) menunjukkan rataan produktivitas padi sawah irigasi pada tahun 2016 sebesar 6,07 ton GKP/ha, tidak jauh berbeda dengan padi sawah tadah hujan sekitar 6,03 ton GKP/ha. Produktivitas padi sawah irigasi tersebut merupakan rataan produktivitas

Page 3: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

3

usaha tani saat penanaman musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK-1), sedangkan untuk padi sawah tadah hujan pada MH saja.

8. Usaha tani padi sawah irigasi pada tahun 2016 menghasilkan keuntungan yang memadai. Total biaya produksi padi per hektar sebesar Rp 19,47 juta, dengan rincian biaya tunai sebesar Rp 9,18 juta (47,15%) dan pengeluaran diperhitungkan seperti untuk sewa lahan, tenaga kerja dalam keluarga (TK-DK), dan penyusutan sekitar Rp 10,29 juta (52,85%). Dengan produksi padi/ha sebesar 6,07 ton dan dengan harga yang diterima petani Rp 4.060/kg (lebih tinggi dari HAP GKP Rp 3.700/kg), maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 24,6 juta. Dengan demikian, petani memperoleh keuntungan usahatani sebesar Rp 5,18 juta/ha/musim atau sekitar 26,61% dari total biaya atau 56,4% dari biaya tunai (Tabel 1).

9. Untuk usaha tani pada lahan sawah tadah hujan, keuntungan/ha atas biaya total sebesar Rp. 3,70 juta atau 18,91% (Tabel 2), jauh lebih kecil dari yang didapat dari usaha tani padi sawah irigasi. Dari tabel 1 dan 2 diketahui struktur biaya usahatani padi di kedua agroekosistem tersebut relatif sama dan demikian juga tingkat produktivitasnya. Penyebab utama perbedaan tingkat keuntungan tersebut adalah harga output (GKP) yang diterima petani pada usahatani padi lahan irigasi (rataan harga pada MH dan MK) jauh lebih tinggi dibanding dengan pada usahatani lahan tadah hujan (rataan pada MH saja).

10. Pada Tabel 1. diperlihatkan komponen pengeluaran terbesar dari biaya total usahatani pada lahan sawah irigasi adalah untuk biaya tenaga kerja (48,62%), sewa lahan (28,27%), dan biaya pembelian pupuk (8,41%). Besaran serupa diperoleh untuk usahatani pada lahan tadah hujan seperti terlihat oada Tabel 2, yaitu masing-masing sebesar 51,19%, 28,12%, dan 8,34%. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil survey BPS tahun 2014 yang disajikan pada publikasi struktur ongkos, yaitu komponen tenaga kerja, sewa lahan, dan pembelian pupuk masing-masing berkontribusi terhadap biaya total usahatani sebesar 48,23%, 29,86%, dan 10,40%.

11. Untuk memberikan bahan rujukan bagi penentuan kebijakan harga pangan, khususnya HAP pembelian padi di tingkat produsen, dalam penelitian ini dilakukan simulasi dengan empat skenario, yaitu (i) produktivitas naik 5% dengan asumsi biaya total tetap dan keuntungan usahatani sama dengan hasil survey, (ii) keuntungan usahatani ditetapkan sebesar 50% dengan asumsi produktivitas dan biaya total tetap, (iii) harga pupuk subsidi naik 10% (asumsi produktivitas dan B/C sama dengan hasil survey), dan (iv) kombinasi skenario (ii) dan (iii).

12. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan apabila keuntungan usaha tani padi sawah irigasi ditetapkan sebesar 50% dari total biaya dan dengan asumsi produktivitas serta biaya usahatani tetap, maka HAP pembelian untuk GKP di tingkat petani sebesar Rp 4.810/kg atau naik sekitar Rp 750/kg (skenario 2),. Jika pemerintah berencana menaikkan harga pupuk bersubsidi sebesar 10% dan keuntungan usahatani atas biaya total dipatok 50%; dengan produktivitas

Page 4: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

4

dan biaya usaha tani selain pupuk tetap, maka HAP-nya sekitar Rp.4.845/kg (skenario 4), seperti disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/9/2016, HAP GKP di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 3.700/kg. Hasil analisis skenario HAP untuk usahatani padi tadah hujan memperlihatkan arah kebijakan serupa (Tabel 4).

Usaha tani jagung

13. Usatani jagung memberikan keuntungan yang relatif tinggi jika dibandingkan usahatani padi dan tanaman palawija lainnya seperti kedelai. Harga dan produktivitas usaha tani jagung yang relatif tinggi merupakan faktor positif dalam menentukan tingkat keuntungan tersebut.

14. Harga jagung yang diterima petani sebesar Rp 3.225/kg pipilan kering, jauh di atas HAP di tingkat petani yang ditetapkan melalui Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/9/2016, yaitu berkisar antara Rp 2.500/kg hingga Rp 3.150/kg dengan kadar air bervariasi antara 15% hingga 35%. Dengan produktivitas usaha tani jagung di lokasi penelitian mencapai 6,0 ton/ha pipilan kering, petani memperoleh penerimaan dari usaha tani jagung sebesar Rp 19,35 juta/ha. Dengan total biaya usaha tani sekitar Rp 12,01 juta/ha, petani memperoleh keuntungan dari usaha tani jagung/ha sebesar Rp 7,34 juta atau 61,07% dari total biaya usaha tani (Tabel 5). Suatu tingkat keuntungan yang sangat memadai dan mampu memberi insentif bagi petani untuk berusaha tani jagung.

15. Sejalan dengan struktur biaya usaha tani padi, pada usaha tani jagung, komponen biaya terbesar didominasi pengeluaran tenaga kerja, sewa lahan, benih dan pupuk, yaitu masing-masing sebesar sebesar 40,49%, 17,55%, 15,64%, dan 11,01% dari total biaya usaha tani. Hasil survey BPS tahun 2014 melaporkan pangsa komponen biaya usahatani jagung untuk tenag kerja sekitar 44,94%, sewa lahan, 27,71%, pupuk 11,99%, dan benih 7,96%. Komposisi pangsa komponen biaya usaha tani ini antar kedua hasil survey sejalan.

16. Dengan harga yang diterima petani pada tingkat yang memberikan cukup insentif berproduksi (lebih tinggi dari HAP utnuk kualitas jagung terbaik), pada saat ini penyesuaian HAP belum perlu dilakukan. Hal ini terlihat dari skenario (2) analisis penentuan HAP, yaitu jika harga pupuk bersubsidi naik 10% dengan asumsi produktivitas dan biaya prodyksi selain pupuk tetap, maka HAP jagung di tingkat petani Rp 3.266/kg, tidak jauh berbeda dengan harga pasar saat ini (Tabel 6).

Usaha tani kedelai

17. Hasil penelitian memperlihatkan usaha tani kedelai di lima provinsi sentra belum memberikan keuntungan bagi petani. Penerimaan usaha tani kedelai per hektar yang diperoleh masih lebih kecil dari total biaya usaha tani (biaya tunai dan diperhitungkan). Penyebab utama terjadinya hal ini karena produktivitas usaha tani kedelai masih relatif rendah (1,47 ton/ha) dan harga

Page 5: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

5

yang diterima petani juga rendah (Rp 6.255 /kg). Sementara itu HAP kedelai di tingkat petani yang ditetapkan melalui Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/9/ sebesar Rp 8.500/kg untuk kedelai lokal. Kebijakan HAP untuk kedelai lokal di tingkat petani ini tidak efektif, karena tidak ada kebijakan pendukung apapun untuk mempertahankannya.

18. Pada tingkat produktivitas dan harga jual kedelai petani seperti pada dikemukakan di atas, penerimaan usaha tani kedelai mencapai Rp 9,19 juta/ha sementara itu biaya total usahatani mencapai Rp 12,13 juta/ha. Dengan demikian petani kedelai mengalami kerugian sebesar Rp 2,92 juta/ha (Tabel 7). Hasil survei BPS tahun 2014, juga melaporkan usaha tani kedelai merugi sebesar Rp 100 ribu/ha.

19. Total biaya usaha tani kedelai didominasi untuk pengeluaran tenaga kerja dan sewa lahan, masing-masing sebesar Rp 5,97 juta/ha (49,26% dari total biaya) dan Rp 2,99 juta/ha (24,73%). Sementara untuk biaya input produksi lainnya rata-rata kurang dari 5% kecuali untuk pupuk sebesar 6,98% dari total biaya usaha tani. Pada struktur ongkos usaha tani kedelai yang dipublikasikan BPS tahun 2014, pangsa tenaga kerja dan sewa lahan masing-masing sebesar 44,82% dan 35,64%.

20. Sesuai Permendag, HAP pembelian kedelai memberikan keuntungan usaha tani, namun tidak memadai, yaitu hanya sekitar 3% dari total biaya usaha tani, jika diasumsikan produktivitasnya sama dengan yang dihasilkan oleh petani di lokasi penelitian. Jika petani kedelai diharapkan memperoleh keuntungan 50%, dengan struktur biaya usaha tani dan produktivitas saat ini, maka HAP pembelian kedelai di tingkat petani harus ditetapkan sebesar 12.375/kg (Tabel 8). Tingkat HAP pembelian di tingkat produsen ini sangat tinggi dibandingkan dengan harga kedelai impor (sekitar dua kali lipat) dan tidak kondusif bagi pengembangan industri rumah tangga tahun dan tempe sebagai sumber protein nabati.

Penggunaan Pupuk pada Usahatani Padi, Jagung dan Kedelai

21. Pupuk diperlukan oleh tanaman untuk memproduksi pangan dengan produktivitas tinggi. Petani sudah memahami pentingnya pemupukan untuk keberhasilan usaha taninya. Pemerintah memahami pentingnya penyediaan pupuk bagi usaha tani pangan secara 6 tepat. Karena itu, dalam rangka pencapaian swasembada pangan, alokasi anggaran subsidi pupuk selama lebih dari 15 tahun terakhir meningkat terus (tahun 2016 mencapai sekitar Rp 31 triliyun), untuk membiayai penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi

22. Angka partisipasi penggunaan pupuk urea pada usaha tani padi dan jagung mencapai 100% dan pada usaha tani kedelai 80%. Angka partisipasi kedua tertinggi adalah untuk NPK, yaitu 100 persen pada usaha tani jagung, 90% dan 87% pada usaha tani padi sawah irigasi dan tadah hujan, dan 82% pada usaha tani kedelai. Di urutan ketiga dan adalah pemanfaatan SP36 dan pupuk orgamik, sementara untuk pupuk ZA dan KCL tidak banyak petani pajale yang menggunakannya (Tabel 9). pertumbuhan tanaman.

Page 6: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

6

23. Pemberian pupuk organik memiliki peranan penting untuk memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Namun demikian, pupuk organik belum banyak digunakan untuk kegiatan usaha tani padi oleh petani di luar Jawa. Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi penggunaan pupuk organik di wilayah Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Luar Jawa. Hasil wawancara dengan petani di Luar Jawa, alasan tidak menggunakan pupuk organik karena tanahnya masih subur dan sulit mencari pupuk organik. Hasil analisis menggunakan data PATANAS yang dilakukan oleh Irawan dan Ariningsih (2015) menunjukkan bahwa di desa sawah berbasis padi penggunaan pupuk organik/pupuk kandang sangat rendah terutama pada tipe desa lahan sawah berbasis padi. Namun di desa berbasis lahan kering, penggunaan pupuk organik oleh petani relatif banyak karena pupuk organik diperlukan untuk menggemburkan tanah.

24. Total penggunaan pupuk anorganik (Urea, NPK, SP 36, ZA, dan KCl) sudah sangat tinggi, mencapai lebih dari 610 Kg/ha pada usaha tani padi sawah dan 620 kg/ha pada usaha tani jagung, sementara itu pada usaha tani kedelai masih relutif terbatas, yaitu sekitar 300 kg/ha. Penggunaan pupuk urea merupakan yang tertinggi pada usaha tani padi sawah dan jagung, masing-masing sekitar 240 kg/ha, jagung 290kg/ha, sementara itu penggunaan pupuk NPK pada usaha tani padi dan jagung sudah melebihi 200 kg/ha. Demikian juga pengunaan pupuk organik masih relatif rendah, sekitar 375 kg/ha dan 500 kg/ha pada usaha tani padi sawah dan jagung, dan sebesar 275 kg/ha pada usaha tani kedelai (Tabel 10). Informasi ini menunjukkan perlu adanya kebijakan pupuk dan pemupukan yang mampu mengarahkan penggunaan pupuk secara efisien dengan komposusi zat hara yang seimbang serta sesuai dengan agroekositem spesifik lokasi.

Penggunaan Tenaga Kerja pada Usaha Tani Pajale

25. Seperti dilaporkan terdahulu, proporsi biaya tenaga kerja dapam usaha tani pajale sekitar 50% dari total biaya usaha tani, yaitu untuk usaha tani padi sawah irigasi, padi sawah tadah hujan, jagung, dan kedelai masing-masing sebesar 51,19%, 48,62%, 40,49%, dan 49,26%. Karena besarnya proporsi biaya tenaga kerja dalam usaha tani pajale, pendalaman lebih lanjut mengenai hal ini diperlukan. Rincian struktur penggunaan tenaga kerja dalam keempat usaha tani tersebut (dalam setara HOK, guna melakukan penjumlahan setara bagi pengeluaran biaya tenaga kerja TK yang menggunakan alsintan) disajikan dalam Tabel 11,12, 13, dan 14.

26. Proporsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TK-LK) terhadap total penggunaan tenaga kerja mencapai 61,2% pada lahan sawah irigasi, 67,2% pada lahan tadah hujan, 70,1% pada jahgung, dan 75,3% pada kedelai. Hal ini dapat diartikan bahwa ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (TK DK) relatif terbatas, minat anggota leluarga untuk bekerja pada usaha tani berkurang, atau tingkat komersialisasi/monetisasi usaha tani meningkat. Proporsi penggunaan TK-LK dalam usaha tani pajale yang menonjol pada kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan panen, dengan rataan lebih dari

Page 7: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

7

70%; sementara itu untuk jenis pekerjaan pemupukan, penyemprotan, dan pemeliharaan hampir sebagian besar dilakukan sendiri oleh petani dan keluarganya. Relatif tingginya penggunaan dan pengeluaran biaya untuk TK-LK dalam ketiga kegiatan usaha tani tersebut ini disebabkan antara lain: (a) ketiga kegiatan tersebut harus dikerjakan serentak dalam waktu sangat singkat, sehingga TK-DK tidak mencukupi, (b) upah tunai unuk kegiatan buruh tani cukup tinggi karena adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran TK-LK, dan (c) upah diperhitungkan (imputed) berupa pengeluaran untuk makan satu kali, kopi dan rokok juga cukup besar.

27. Sejalan dengan diskusi pada butir di atas, argumen lain un tuk menjelaskan penomena penggunaan tenaga kerja ini sebagai berikut. Usaha tani pajale merupakan sumber mata pencaharian utama keluarga petani, sehingga peran TK-DK (kepala keluarga, istri, dan anak remaja serta dewasa) pada awalnya cukup dominan. Namun seiring dengan perkembangan industri dan jasa, minat para pemuda ke sektor pertanian menjadi menurun. Sementara usia petani juga semakin menua sehingga tidak kuat lagi secara penuh melaksanakan kegiatan usaha tani seperti pada usia muda. Menurut Sahara et al (2013), dalam penelitian di Jawa tengah, kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian mulai terjadi di beberapa daerah sentra produksi padi di, terutama pada daerah pertanian yang berdekatan dengan kota besar yang mengalami tranformasi menjadi daerah industri. Dengan berkembangnya sektor industri menyebabkan tenaga kerja muda di pedesaan lebih memilih bekerja di sektor industri dibandingkan di sektor pertanian.

28. Kegiatan pengolahan lahan dan panen dominan dilakukan dengan sistem borongan, sedangkan untuk penanaman dengan sistem upah harian. Pengolahan lahan/ha dominan menggunakan traktor roda 2 dengan upah/ha bervariasi antara Rp.1 juta sampai Rp.1,2 juta sampai siap tanam. Untuk kegiatan panen pada usaha tani padi sawah sudah mulai banyak menggunakan combine harvester. Nilai upah panen borongan/ha dengan combine harvester sekitar Rp. 2,2 sampai 2,4 juta/ha. Upah ini meliputi panen, merontok, dan mengemas gabah dalam karung (karung dari pemilik sawah).

Rekomendasi Kebijakan

29. Harga padi GKP per kg yang diterima petani saat survey sebesar Rp 4.060, lebih tinggi !0% dari HAP pembelian di tingkat petani sebesar Rp 3.700. Dengan landasan pemikiran bahwa kebijakan harga pembelian di tingkat petani bertujuan melindungi petani, pada saat ini HAP pembelian padi belum perlu dinaikkan. Ada dua alasan mendukung rekomendasi tersebut, yaiitu :

(i) Dengan harga pasar yang diterima petani sebesar Rp 4.060, usaha tani padi sawah irigasi menghasilkan keuntungan atas total biaya sebesar 27% dan atas biaya tunai 79%, dan untuk usaha tani sawah tadah hujan masing-masing leuntingan tersebut sebesar 19% dan 70%.

(ii)Pemerintah menetapkan HET beras kualitas medium di Jawa dan Sumatera bagian selatan sebesar Rp 9.450/kg, yang perhitungannya berdasarkan

Page 8: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

8

besaran HAP pembelian padi tingkat petani sebesar Rp.3.700/kg GKP. Apabila HAP padi di tingkat petani dinaikkan, maka akan mengakibatkan perlunya meningkatkan HET beras, yang dengan kondisi ekonomi pangan saat ini penerapan kebijakan tersebut tidak tepat dilakukan, karena dapat berdampak pada peningkatan proporsi penduduk miskin, termasuk di pedesaan (sektor pertanian) yang sebagian petani adalah net konsumen beras dan dapat mendorong kenaikan inflasi yang tinggi. Kedua variabel ekonomi ini dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.

30. Harga jagung per kg pipilan kering di tingkat petani sebesar Rp 3.225, sedikit lebih tinggi dari HAP jagung di tingkat petani sebesar Rp 3.150 dengan tingkat kadar air 15%. Keuntungan usaha tani jagung atas total biaya dan biaya tunai masing-masing 61% dan 99%, tingkat keuntungan yang cukup untuk memberikan insentif berproduksi. Di lapangan juga tertangkap kesan petani bergairah untuk menanam jagung walaupun harus beli benih jagung hibrida dengan harga tinggi dan menggunakan pupuk secara intensif. Karena itu, apabila tujuan HAP di tingkat petani adalah untuk memberikan insentif kepada berproduksi petani, pada saat ini HAP jagung belum perlu dinaikkan sebab insentif berusahatani jagung telah hadir di lapangan.

31. Untuk kedelai, harga yang diterima petani saat ini sebesar Rp. 6.255/kg, lebih rendah dari HAP yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 8.500/kg. Dengan tingkat harga tersebut petani mengalami kerugian sekitar Rp 2,9 juta (24% dari total biaya usahatani). Permasalahan untuk menyediakan insentif berusahatani kedelai saat ini adalah bukan mengenai kebijakan peningkatan HAP pembelian di tingkat petani, tetapi pada upaya agar HAP yang berlaku saat ini dapat efektif, artinya petani menerima harga kedelai pada tingkat yang sama atau lebih dari HAP sebesar Rp 8.550/kg. Untuk itu, alternatif kebijakan yang dapat diambil Pemerintah diantaranya (i) Pemerintah menugaskan Bulog atau BUMN lain melakukan serapan kedelai petani dengan harga beli sesuai HAP dan (ii) Pemerintah meningkatkan tarif impor kedelai sesuai dengan ketentuan yang dibolehkan WTO.

32. Dalam jangka panjang direkomendasikan untuk meningkatkan produktivitas usahatani kedelai hingga mampu menghasilkan rata-rata produkivitas kedelai nasional sekitar 2,5 ton/ha (naik 1 ton/hektare dari tingkat produktivitas kedelai nasional saat ini). Pencapaian sasaran ini dilakukan dengan penerapan teknologi usaha tani rekomendasi, mulai dari penggunaan benih unggul, pemilihan lahan dan agroekosistem yang cocok untuk pengembangan sentra produksi kedelai, penerapan teknologi budidaya yang mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya, sampai pada penggunaan teknologi panen dan pasca panen.

33. Apabila Pemerintah menghendaki penerapan kebijakan untuk meningkatkan harga pupuk bersubsidi 10% dan bersamaan dengan ini menjamin keuntungan usaha tani sebesar 50%, maka besaran HAP pembelian di tingkat petani untuk padi sebesar Rp. 4.845/kg (naik 31% dari HAP saat ini) dan

Page 9: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

9

untuk kedelai sebesar Rp 12,445/kg (naik 46% dari HAP). Peningkatan ini cukup tinggi, sehingga penerapan kebijakan ini perlu dikaji dengan seksama. Untuk usaha tani jagung tidak dilakukan perhitungan, karena keuntungan usaha tani yang diraih sudah lebih dari 50%.

34. Subsidi pupuk kepada petani yang dilaksanakan berupa penyediaan pupuk bersubsidi telah mampu mendorong petani untuk menggunakan pupuk, berupa pupuk kimia atau anorganik dan untuk beberapa tahun terakhir pupuk organik. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan, aplikasi pemupukan berimbang dan spesifik lokasi, termasuk pemupukan unsur hara mikro, merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh. Sehubungan dengan itu, perubahan kebijakan terkait pupuk dan pemupukan perlu dirancang secara cermat.

35. Pada saat ini terlihat sudah terjadi over dosis penggunaan pupuk anorganik pada usahatani padi. Penggunaan pupuk sesuai dosis rekomendasi, selain untuk meningkatkan efisiensi biaya usaha tani juga menghemat biaya subsidi. Untuk itu diperlukan upaya guna melakukan sosialisasi dan promosi manfaat pemupukan berimbang spefisik lokasi dengan menggunakan teknologi yang sudah tersedia seperti alat Bagan Warna Daun (BWD) untuk dosis hara N dan Perangkat Uji Tanah Spesifik (PUTS) untuk dosis hara P dan K. Selain itu kampanye penggunaan pupuk organik untuk memperbaiki struktur dan kesuburan tanah perlu lebih ditingkatkan lagi.

36. Dukungan insentif berusahatani padi, jagung,dan kedelai berupa subsidi pupuk masih diperlukan, di lain pihak terdapat juga penggunaan pupuk yang over dosis. Untuk itu, mengingat HET pupuk bersubsidi sejak 2011 belum dinaikkan (sementara harga pangan dan kurs rupiah pada periode tersebut meningkat sekitar 50%). Pemikiran untuk meningkatkan HET secara gradual (beban alokasi subsidi pupuk berkurang), perlu dikaji dengan seksama dari sisi timing pelaksanaan dan besarnya penurunan subsidi per kg pupuk (kenaikan HET).

37. Tingkat komersialisasi usahatani padi, jagung dan kedelai cukup tinggi (diukur dari pangsa penggunaan tenaga kerja LK), terutama untuk kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan panen. Di sisi lain, sudah terjadi fenomena kelangkaan tenaga kerja pertanian hampir di semua wilayah. Oleh karena itu kebijakan penyediaan jasa alsintan dan pemberian bantuan alsintan kepada kelompok tani/gabungan kelompok tani merupakan suatu kebijakan strategis dalam rangka meningkatkan efisiensi usahatani dan mensubstitusi kelangkaan tenaga kerja pertanian. Namun demikian, mengingat tidak semua lahan sawah dalam hamparan dengan persil yang luas dan struktur tanah tidak semua sama; maka jenis, daya, dan bobot alsintan yang diberikan kepada kelompok tani perlu didahului dengan analisis kelayakan teknis kebutuhan alsintan di suatu lokasi usaha pertanian.

Page 10: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

10

Tabel 1. Analisa usahatani padi di lahan sawah irigasi di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Volume Harga

(Rp/sat)

Nilai

(Rp)

Factor

Share (%)

A.Biaya Produksi Rp 2,841,873 14,60

1.Benih Kg 40,99 13.600 557.464 2,86

2.Pupuk 1.636.509 8,41

a. Urea Kg 235,5 1.960 461.600 2,37

b. KCL Kg 5,6 4.640 25.891 0,13

c. ZA Kg 28,8 1.820 52.478 0,27

d. NPK Ponska Kg 231,6 2.490 576.645 2,96

e. SP 36 Kg 121,2 2.260 273.912 1,41

f. Organik Kg 357,8 650 232.564 1,19

g. Pupuk lainnya Kg 13.420 0,07

3. Obat-obatan Rp 647.900 3,33

B.Tenagakerja Rp 9.464.883 48,62

1. Luar Keluarga (TKLK) Rp 5.854.443 30,07

1.Pengolahan tanah Rp 995.150 5,11

2.Penanaman Rp 1.065.512 5,47

3.Pemupukan Rp 111.857 0,57

4.Penyiangan Rp 528.434 2,71

5.Penyemprotan Rp 77.920 0,40

6.Panen Rp 3.075.570 15,80

Tenaga Kerja Dalam Keluarga/ TKDK

Rp 3.610.440 18,55

1.Pengolahan tanah HOK 7,2 54.000 388.800 2,00

2.Penanaman HOK 4,3 54.000 232.740 1,20

3.Pemupukan HOK 7,4 54.000 401.760 2,06

4.Penyiangan HOK 12,6 54.000 679.320 3,49

5.Penyemprotan HOK 8,6 54.000 466.560 2,40

6.Panen dan paspa HOK 15,2 54.000 821.340 4,22

C. Pemeliharaan rutin HOK 11,5 54.000 619.920 3,18

D. Sewa lahan Rp 5.504.000 28,27

E. Biaya modal Rp 260.889 1,34

F. PBB Rp 67.876 0,35

G. Biaya lainnya Rp 413.372 2,12

H. Biaya penyusutan Rp 293.415 1,51

I.Total Biaya Usahatani

a. Biaya total (A s.d. H) Rp 19.466.227 100,00

b. Biaya tunai (A+B1+F+G) Rp 9.177.563 47,15

J. Penerimaan (GKP) Kg 6.070 4.060 24.644.200 126,60

K. Keuntungan (J – I)

a. Atas biaya total Rp 5.177.973 26,60

b. Atas biaya tunai Rp 15.466.637 79,45

B/C atas biaya total 0,27

R/C atas biaya total 1,27

Sumber : data primer (diolah)

Page 11: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

11

Tabel 2. Analisa usahatani padi di lahan sawah tadah hujan di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Volume Harga

(Rp/sat)

Nilai

(Rp)

Factor Share

(%)

A.Biaya Produksi Rp 2.725.835 13,93

1.Benih Kg 41,84 14.560 609.190 3,11

2.Pupuk 1.632.835 8,34

a. Urea Kg 245,56 2.005 492.348 2,52

b. KCL Kg 4,23 5.300 22.419 0,11

c. ZA Kg 30,65 1.895 58.082 0,30

d. NPK Ponska Kg 208,51 2.505 522.318 2,67

e. SP 36 Kg 115,43 2.270 262.043 1,34

f. Organik Kg 388,77 650 252.701 1,29

g. Pupuk lainnya Kg 22.925 0,12

3. Obat-obatan Rp 483.810 2,47

B.Tenagakerja Rp 10.020.190 51,19

1. Luar Keluarga (TKLK) Rp 6.368.170 32,53

a. Pengolahan tanah Rp 960.765 4,91

b. Penanaman Rp 1.035.470 5,29

c. Pemupukan Rp 78.875 0,40

d. Penyiangan Rp 826.065 4,22

e. Penyemprotan Rp 89.315 0,46

f. Panen Rp 3.377.680 17,26

2. Dalam Keluarga/ TKDK Rp 3.652.020 18,66

a. Pengolahan tanah HOK 6,1 54.000 327.240 1,67

b. Penanaman HOK 7,1 54.000 385.020 1,97

c. Pemupukan HOK 8,2 54.000 442.260 2,26

d. Penyiangan HOK 10,9 54.000 590.220 3,02

e. Penyemprotan HOK 11,3 54.000 608.580 3,11

f. Panen HOK 13,9 54.000 749.520 3,83

C. Pemeliharaan rutin HOK 10,2 54.000 549.180 2,81

D. Sewa lahan Rp 5.504.000 28,12

E. Biaya modal Rp 272.820 1,39

F. PBB Rp 59.675 0,30

G. Biaya lainnya Rp 352.018 1,80

H. Biaya penyusutan Rp 90.268 0,46

I.Total Biaya Usahatani

a. Biaya total (A s.d. H) Rp 19.573.987 100,00

b. Biaya tunai

(A+B1+F+G) Rp 9.505.699 48,56

J. Penerimaan (GKP) Kg 6,030 3.860 23.275.800 118,91

K. Keuntungan (J – I)

a. Atas biaya total Rp 3.701.813 18,91

b. Atas biaya tunai Rp 13.770.101 70,35

B/C atas biaya total 0,19

R/C atas biaya total 1,19

Sumber : data primer (diolah)

Page 12: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

12

Tabel 3. Simulasi alternatif harga acuan pembelian gabah (GKP) di lahan sawah

irigasi di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Hasil

survey Inpres HPP

Skenario

1 2 3 4

Produksi Kg 6.070 6.070 6.374 6.070 6.070 6.070

Harga di tingkat petani Rp/kg 4.060 3.700 3.879 4.810 4.102 4.845

Penerimaan Rp 000 24.644 22.459 24.722 29.199 24.901 29.410

Biaya total Rp 000 19.466 19.466 19.466 19.466 19.607 19.607

Keuntungan Rp 000 5.178 2.993 5.256 9.733 5.294 9.803

B/C atas biaya total 0,27 0,15 0,27 0,50 0,27 0,50

Skenario Simulasi : Skenario-1 : produktivitas naik 5% (asumsi biaya total tetap dan keuntungan usahatani sama

dengan hasil survey)

Skenario-2 : keuntungan usahatani 50% (asumsi produktivitas dan biaya total tetap) Skenario-3 : harga pupuk subsidi naik 10% (asumsi produktivitas dan B/C sama dengan hasil

survey) Skenario-4 : kombinasi 2 dan 3

Tabel 4. Simulasi alternatif harga acuan pembelian gabah (GKP) di lahan

sawah tadah hujan di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Hasil

survey

Inpres

HPP

Skenario

1 2 3 4

Produksi (GKP) Kg 6.030 6.030 6.332 6.030 6.030 6.030

Harga di tingkat petani Rp/kg 3.860 3.700 3.926 4.869 4.152 4.903

Penerimaan Rp 000 23.276 22.311 24.859 29.361 25.034 29.567

Biaya total Rp 000 19.574 19.574 19.574 19.574 19.711 19.711

Keuntungan Rp 000 3.702 2.737 5.285 9.787 5.322 9.856

B/C atas biaya total 0,19 0,14 0,27 0,50 0,27 0,50

Skenario Simulasi :

Skenario-1 : produktivitas naik 5% (asumsi biaya total tetap dan keuntungan usahatani sama dengan hasil survey pada lahan sawah irigasi)

Skenario-2 : keuntungan usahatani 50% (asumsi produktivitas dan biaya total tetap) Skenario-3 : harga pupuk subsidi naik 10% (asumsi produktivitas tetap dan B/C sama dengan

hasil survey pada lahan sawah irigasi) Skenario-4 : kombinasi 2 dan 3

Page 13: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

13

Tabel 5. Analisa usahatani jagung di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Volume Harga Nilai Factor Share

(%) (Rp) (Rp)

A.Biaya Produksi Rp 3.875.137 32,26

1.Benih Kg 19,56 67.635 1.322.941 11,01

2.Pupuk 1.879.398 15,64

a. Urea Kg 288,62 2.590 747.526 6,22

b. KCL Kg - - - 0,00

c. ZA Kg 23,48 1.750 41.090 0,34

d. NPK Ponska Kg 239,09 2.500 597.725 4,98

e. SP 36 Kg 69,21 2.270 157.107 1,31

f. Organik Kg 499,09 650 324.409 2,70

g. Pupuk lainnya Kg 11.542 0,10

3. Obat-obatan Rp 672.798 5,60

B.Tenagakerja Rp 4.864.319 40,49

1. Luar Keluarga (TKLK) Rp 3.104.999 25,85

g. Pengolahan tanah Rp 312.242 2,60

h. Penanaman Rp 400.256 3,33

i. Pemupukan Rp 163.080 1,36

j. Penyiangan Rp 50.220 0,42

k. Penyemprotan Rp 36.981 0,31

l. Panen Rp 2.142.220 17,83

3. Dalam Keluarga/ TKDK Rp 1.759.320 14,64

g. Pengolahan tanah HOK 2,0 54.000 105.840 0,88

h. Penanaman HOK 5,2 54.000 279.720 2,33

i. Pemupukan HOK 5,2 54.000 281.880 2,35

j. Penyiangan HOK 3,5 54.000 186.300 1,55

k. Penyemprotan HOK 2,3 54.000 123.660 1,03

l. Panen HOK 6,3 54.000 339.660 2,83

C. Pemeliharaan rutin HOK 8,2 54.000 442.260 3,68

D. Sewa lahan Rp 2.108.264 17,55

E. Biaya modal Rp 209.404 1,74

F. PBB Rp 62.820 0,52

G. Biaya lainnya Rp 431.113 3,59

H. Biaya penyusutan Rp 20.109 0,17

I.Total Biaya Usahatani

a. Biaya total (A s.d. H) Rp 12.013.425 100,00

b. Biaya tunai (A+B1+F+G)

Rp 7.474.068 62,21

J. Penerimaan (GKP) Kg 6.000 3.225 19.350.000 161,07

K. Keuntungan (J – I)

a. Atas biaya total Rp 7.336.575 61,07

b. Atas biaya tunai Rp 11.875.932 98,86

B/C atas biaya total 0,61

R/C atas biaya total 1,61

Sumber : data primer (diolah)

Page 14: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

14

Tabel 6. Simulasi alternatif harga acuan pembelian jagung di lokasi penelitian,

2016

Uraian Satuan Hasil

survey HAP

(Permendag) Skenario-1 Skenario-2

Produksi (jagung pipil) Kg 6.000 6.000 6.600 6.000

Harga di tingkat petani Rp/kg 3.225 3.150 2.931 3.266

Penerimaan Rp 000 19.350 18.900 19.342 19.598

Biaya total Rp 000 12.013 12.013 12.013 12.172

Keuntungan Rp 000 7.337 6.887 7.328 7.425

B/C atas biaya total 0,61 0,57 0,61 0,61

Skenario Simulasi : Skenario-1 : produktivitas naik 10% (asumsi biaya total tetap dan keuntungan usahatani sama

dengan hasil survey) Skenario-2 : harga pupuk subsidi naik 10% (asumsi produktivitas dan B/C sama dengan B/C hasil

survey)

Page 15: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

15

Tabel 7. Analisa usahatani kedelai di lokasi penelitian, 2016

Uraian Satuan Volume Harga

(Rp)

Nilai

(Rp)

Factor

Share (%)

A.Biaya Produksi Rp 2.257.248 18,61

1.Benih Kg 51,79 11.190 579.530 4,78

2.Pupuk 846.628 6,98

a. Urea Kg 92,32 1.885 174.023 1,43

b. KCL Kg - 3.500 - 0,00

c. ZA Kg - - - 0,00

d. NPK Ponska Kg 133,30 2.340 311.922 2,57

e. SP 36 Kg 77,01 2.140 164.801 1,36

f. Organik Kg 273,51 650 177.782 1,47

g. Pupuk lainnya Kg 18.100 0,15

3. Obat-obatan Rp 831.090 6,85

B.Tenagakerja Rp 5.974.030 49,26

1. Luar Keluarga (TKLK) Rp 4.297.330 35,43

a. Pengolahan tanah Rp 159.325 1,31

b. Penanaman Rp 1.301.000 10,73

c. Pemupukan Rp 176.040 1,45

d. Penyiangan Rp 414.180 3,42

e. Penyemprotan Rp 59.940 0,49

f. Panen Rp 2.186.845 18,03

2. Dalam Keluarga/ TKDK Rp 1.676.700 13,83

a. Pengolahan tanah HOK 1,6 54.000 87.480 0,72

b. Penanaman HOK 2,1 54.000 115.560 0,95

c. Pemupukan HOK 4,5 54.000 241.920 1,99

d. Penyiangan HOK 4,5 54.000 243.540 2,01

e. Penyemprotan HOK 9,8 54.000 526.500 4,34

f. Panen HOK 3,6 54.000 191.700 1,58

C. Pemeliharaan rutin HOK 5,0 54.000 270.000 2,23

D. Sewa lahan Rp 2.998.735 24,73

E. Biaya modal Rp 196.637 1,62

F. PBB Rp 90.005 0,74

G. Biaya lainnya Rp 205.293 1,69

H. Biaya penyusutan Rp 135.840 1,12

I.Total Biaya Usahatani

a. Biaya total (A s.d. H) Rp 12.127.788 100,00

b. Biaya tunai (A+B1+F+G) Rp 6.849.876 56,48

J. Penerimaan (GKP) Kg 1.470 6.255 9.194.850 75,82

K. Keuntungan (J – I)

a. Atas biaya total Rp - 2.932.938 -24,18

b. Atas biaya tunai Rp 2.344.974 19,34

B/C atas biaya total -0,24

R/C atas biaya total 0,76

Sumber : data primer (diolah)

Page 16: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

16

Tabel 8. Simulasi alternatif harga acuan pembelian kedelai di lokasi penelitian,

2016

Uraian Satuan Hasil

survey

HAP

(Permendag)

Skenario

1 2 3 4

Produksi (ose) Kg 1,470 1,470 1,617 1,470 1,470 1,470

Harga di tingkat petani Rp/kg 6,255 8,500 7,725 12,375 8,545 12,444

Penerimaan Rp 000 9,195 12,495 12,492 18,192 12,561 18,292

Biaya total Rp 000 12,128 12,128 12,128 12,128 12,195 12,195

Keuntungan Rp 000 (2,933) 367 364 6,064 366 6,097

B/C atas biaya total -0.24 0.03 0.03 0.5 0.03 0.5

Skenario Simulasi :

Skenario-1 : Provitas naik 10 % (asumsi biaya total tetap dan keuntungan sama dengan yang ditetapkan Permendag)

Skenario-2 : keuntungan usahatani 50 % (asumsi produktivitas dan biaya total tetap) Skenario 3 : harga pupuk subsidi naik 10 % (asumsi produkvitas dan B/C sama dengan B/C sesuai

Permendag)

Skenario 4 : kombinasi 2 dan 3 (asumsi produktivitas tetap)

Tabel 9. Tingkat partisipasi penggunaan pupuk pada usahatani padi, jagung dan kedelai, 2016

Jenis Pupuk

Tingkat partisipasi penggunaan pupuk (%)

Padi Sawah Irigasi

Padi Sawah Tadah hujan

Jagung Kedelai

Urea 100,0 100,0 100,0 79,5

KCl 5,5 4,9 0,0 0,0

ZA 25,5 29,1 13,6 0,0

SP36 89,5 87,4 100,0 82,1

NPK 66,5 66,0 40,7 51,3

Organik 46,5 48,5 35,6 48,7

Tabel 10. Volume penggunaan pupuk pada usahatani padi di lahan sawah irigasi,

2016

Jenis Pupuk

Volume penggunaan pupuk (kg/ha)

Padi sawah irigasi

Padi sawah tadah hujan

Jagung Kedelai

Urea 236 246 289 92

KCl 6 4 0 0

ZA 29 31 23 0

SP36 232 209 239 133

NPK 121 115 69 77

Organik 358 389 499 274

Page 17: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

17

Tabel 11. Struktur penggunaan tenaga kerja usahatani padi pada lahan sawah

irigasi (setara HOK), 2016

Jenis kegiatan

TK-DK TK-LK Harian

Borongan Total TK-LK

Total TK

(TKLK/ Total TK)

(%) (1) (2) (3) (4)=(2)+(3) (5)=(1)+(4) (6)=(4)/(5)

Pengolahan lahan 7,2 2,7 15,7 18,4 25,6 71,9

Penanaman 4,3 12,1 7,6 19,7 24,0 82,1

Pemupukan 7,4 2,0 0,1 2,1 9,5 22,1

Penyiangan 12,6 9,7 0,1 9,8 22,4 43,8

Penyemprotan 8,6 1,4 0,0 1,4 10,0 14,0

Panen 15,2 1,5 55,5 57 72,2 78,9

Total 55,3 29,4 79.0 108,4 163,7 66,2 Sumber : data primer (diolah)

Tabel 12. Struktur penggunaan tenaga kerja usahatani padi pada lahan sawah

tadah hujan (setara HOK), 2016

Jenis kegiatan

TK-DK

TK-LK Harian

Borongan Total TK-LK

Total TK

(TKLK/ Total TK)

(%)

(1) (2) (3) (4)=(2)+(3) (5)=(1)+(4) (6)=(4)/(5)

Pengolahan lahan 6,1 6,6 11,2 17,8 23,9 74,5

Penanaman 7,1 13,8 5,4 19,2 26,3 73,0

Pemupukan 8,2 1,4 0,1 1,5 9,7 15,5

Penyiangan 10,9 15,3 0,0 15,3 26,2 58,4

Penyemprotan 11,3 1,6 0,0 1,6 12,9 12,4

Panen 13,9 2,0 60,5 62,5 76,4 81,8

Total 57,5 40,7 77,2 117,9 175,4 67,2 Sumber : data primer (diolah)

Page 18: Policy Brief - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PB-2017-ERMA.pdf · HPP tidak lagi digunakan, diganti dengan harga acuan komoditas pangan strategis

18

Tabel 13. Struktur penggunaan tenaga kerja usahatani jagung di lokasi penelitian (setara HOK), 2016

Jenis kegiatan

TK-DK

TK-LK Harian

Borongan Total TK-LK

Total TK

(TKLK/ Total TK)

(%) (1) (2) (3) (4)=(2)+(3) (5)=(1)+(4) (6)=(4)/(5)

Pengolahan lahan 2,0 1,9 3,9 5,8 7,8 74,4

Penanaman 5,2 5,0 2,4 7,4 12,6 58,7

Pemupukan 5,2 3,0 0,0 3 8,2 36,6

Penyiangan 3,5 0,9 0,0 0,9 4,4 20,5

Penyemprotan 2,3 0,5 0,2 0,7 3,0 23,3

Panen 6,3 8,8 30,9 39,7 46,0 86,3

Total 24,5 20,1 37,4 57,5 82 70,1 Sumber : data primer (diolah)

Tabel 14. Struktur penggunaan tenaga kerja usahatani kedelai di lokasi penelitian, 2016 (setara HOK)

Jenis kegiatan

TK-DK

TK-LK Harian

Borongan Total TK-LK

Total TK

(TKLK/ Total TK)

(%) (1) (2) (3) (4)=(2)+(3) (5)=(1)+(4) (6)=(4)/(5)

Pengolahan lahan 1,6 1,7 1,2 2,9 4,5 64,4

Penanaman 2,1 22,9 1,2 24,1 26,2 92,0

Pemupukan 4,5 3,3 0,0 3,3 7,8 42,3

Penyiangan 4,5 7,3 0,4 7,7 12,2 63,1

Penyemprotan 9,8 1,1 0,0 1,1 10,9 10,1

Panen 3,6 18,3 22,2 40,5 44,1 91,8

Total 26,1 54,6 25 79,6 105,7 75,3 Sumber : data primer (diolah)