POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik...

4
INTEGRITAS INOVATIF PROFESIONAL PEDULI POLICY BRIEF NO. 008/DKK.PB/2017 Urgensi Lingkar Kajian Kebijakan sebagai Jejaring Peningkatan Kualitas Kebijakan dalam Memperkuat Daya Saing Nasional Peningkatan daya saing bangsa menjadi agenda utama pada abad ke-21. Salah satu instrumen penting dalam peningkatan daya saing bangsa adalah kebijakan publik yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan lingkungan stategis dan mampu memfasilitasi tantangan ke depan. Namun, Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan kualitas kebijakan publik, seperti banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, kontradiktif atau bahkan destruktif atau menghambat kinerja pembangunan. Melalui konsolidasi dengan berbagai unit Kelitbangan di Indonesia, kami merekomendasikan perlunya lingkar kajian kebijakan atau jejaring unit kelitbangan dalam mendukung kebijakan publik yang berkualitas melalui evidence based policy making, sehingga diharapkan kebijakan publik dapat mendorong kinerja pembangunan dan mampu menjawab berbagai permasalahan empirik sekaligus menjadi agen pembaharu dalam mengantisipasi tantangan global secara sinergis, sinambung, transparan, kolaboratif, profesional, efisien, komprehensif dan terintegrasi. PENDAHULUAN alam era kompetisi global yang semakin ketat, organisasi sektor publik dituntut untuk mampu beradaptasi dan senantiasa responsif terhadap berbagai tantangan lingkungan stratejik. Tantangan ini harus dijawab melalui peningkatan daya saing bangsa. Sejatinya, hal ini disadari oleh Pemerintah, sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Pemerintah telah menetapkan salah satu arah pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan- tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Konsep daya saing pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu organisasi, kota, daerah, wilayah atau negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Isu peningkatan daya saing menjadi agenda yang tidak dapat dielakkan dalam era globalisasi. Terlebih saat ini kita tengah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di mana persaingan khususnya dalam bidang ekonomi diantara negara-negara ASEAN akan semakin ketat dan terbuka. Selain itu, kita juga tengah berada pada bayang-bayang middle income trap, Bank Indonesia (BI) menyebut Indonesia harus memiliki pendapatan per kapita sebesar US$13 ribu pada tahun 2030 mendatang. Apabila target itu tak mampu dipenuhi, maka Indonesia berpotensi terjebak di dalam negara-negara dengan pendapatan menengah dan tak bisa bergerak ke arah negara maju (middle income trap). (dalam www.cnnindonesia.com, diakses 2 November 2017). Namun, kinerja penyelenggaraan pemerintahan Indonesia belum begitu menggembirakan. Dari berbagai laporan, kinerja pemerintahan Indonesia masih menunjukkan ketertinggalan dari beberapa negara tetangga di Asia. Misalnya, berdasarkan laporan World Economic Forum yang bertajuk Global Competitiveness Index 2017-2018, daya saing Indonesia berada di posisi 36, peringkat daya saing Indonesia masih di bawah 3 negara tetangga di ASEAN yaitu Thailand yang berada di posisi 32, Malaysia di posisi 23, dan Singapura di posisi 3. Selanjutnya, dalam Worldwide Governance Indicators (WGI) yang dikeluarkan oleh World Bank, Government Effectiveness Indonesia termasuk masih lemah dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Pada tahun 2015, Indonesia hanya memiliki skor 46 dari skor maksimal 100, kalah jauh dari Brunei (82), Malaysia (77), bahkan Vietnam (55). Indonesia D

Transcript of POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik...

Page 1: POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik menjadi representasi eksistensi suatu pemerintahan. Pemerintahan yang baik akan menghasilkan

INTEGRITAS INOVATIF PROFESIONAL PEDULI

POLICY BRIEF NO. 008/DKK.PB/2017

Urgensi Lingkar Kajian Kebijakan sebagai Jejaring Peningkatan Kualitas Kebijakan dalam Memperkuat

Daya Saing Nasional

Peningkatan daya saing bangsa menjadi agenda utama pada abad ke-21. Salah satu instrumen penting dalam peningkatan daya saing bangsa adalah kebijakan publik yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan lingkungan stategis dan mampu memfasilitasi tantangan ke depan. Namun, Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan kualitas kebijakan publik, seperti banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, kontradiktif atau bahkan destruktif atau menghambat kinerja pembangunan. Melalui konsolidasi dengan berbagai unit Kelitbangan di Indonesia, kami merekomendasikan perlunya lingkar kajian kebijakan atau jejaring unit kelitbangan dalam mendukung kebijakan publik yang berkualitas melalui evidence based policy making, sehingga diharapkan kebijakan publik dapat mendorong kinerja pembangunan dan mampu menjawab berbagai permasalahan empirik sekaligus menjadi agen pembaharu dalam mengantisipasi tantangan global secara sinergis, sinambung, transparan, kolaboratif, profesional, efisien, komprehensif dan terintegrasi.

PENDAHULUAN

alam era kompetisi global yang semakin ketat, organisasi sektor publik dituntut untuk mampu beradaptasi dan senantiasa responsif terhadap berbagai

tantangan lingkungan stratejik. Tantangan ini harus dijawab melalui peningkatan daya saing bangsa. Sejatinya, hal ini disadari oleh Pemerintah, sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Pemerintah telah menetapkan salah satu arah pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Konsep daya saing pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu organisasi, kota, daerah, wilayah atau negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000).

Isu peningkatan daya saing menjadi agenda yang tidak dapat dielakkan dalam era globalisasi. Terlebih saat ini kita tengah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di mana persaingan khususnya dalam bidang ekonomi diantara negara-negara ASEAN akan

semakin ketat dan terbuka. Selain itu, kita juga tengah berada pada bayang-bayang middle income trap, Bank Indonesia (BI) menyebut Indonesia harus memiliki pendapatan per kapita sebesar US$13 ribu pada tahun 2030 mendatang. Apabila target itu tak mampu dipenuhi, maka Indonesia berpotensi terjebak di dalam negara-negara dengan pendapatan menengah dan tak bisa bergerak ke arah negara maju (middle income trap). (dalam www.cnnindonesia.com, diakses 2 November 2017).

Namun, kinerja penyelenggaraan pemerintahan Indonesia belum begitu menggembirakan. Dari berbagai laporan, kinerja pemerintahan Indonesia masih menunjukkan ketertinggalan dari beberapa negara tetangga di Asia. Misalnya, berdasarkan laporan World Economic Forum yang bertajuk Global Competitiveness Index 2017-2018, daya saing Indonesia berada di posisi 36, peringkat daya saing Indonesia masih di bawah 3 negara tetangga di ASEAN yaitu Thailand yang berada di posisi 32, Malaysia di posisi 23, dan Singapura di posisi 3.

Selanjutnya, dalam Worldwide Governance Indicators (WGI) yang dikeluarkan oleh World Bank, Government Effectiveness Indonesia termasuk masih lemah dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Pada tahun 2015, Indonesia hanya memiliki skor 46 dari skor maksimal 100, kalah jauh dari Brunei (82), Malaysia (77), bahkan Vietnam (55). Indonesia

D

Page 2: POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik menjadi representasi eksistensi suatu pemerintahan. Pemerintahan yang baik akan menghasilkan

INTEGRITAS INOVATIF PROFESIONAL PEDULI

hanya sedikit lebih baik dari Kamboja (25) dan Timor Leste (13). Government Effectiveness ini terdiri dari beberapa indikator, beberapa diantaranya adalah kualitas pelayanan aparatur dan kualitas kebijakan dan implementasinya.

Gambar 1. Government Effectiveness di Beberapa Negara Asia (World Bank, 2016, diolah)

Berkaca pada hal tersebut, maka pemerintah harus mampu merespon secara strategis berbagai tantangan yang ada, salah satunya melalui kebijakan publik yang berkualitas. Peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan katalisator tentu harus memandang kebijakan publik sebagai perangkat atau instrumen yang paling vital dalam rangka penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Namun, saat ini kualitas kebijakan publik yang termanifestasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan masih rendah. Hal ini salah satunya terlihat dari fenomena deregulasi terhadap ribuan Peraturan Daerah (Perda) secara nasional yang terindikasi bermasalah, seperti tumpang tindih, overlapping dan menghambat produktivitas atau kinerja ekonomi dan pembangunan. Pada pertengahan 2016, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebutkan bahwa ada 3.143 Perda yang masuk dalam proses deregulasi. Semua peraturan yang dibatalkan tersebut terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan (dalam www.setkab.go.id, diakses 2 November 2017).

Data yang dikemukakan di atas mengindikasikan saat ini kita masih dihadapkan pada masalah kualitas kebijakan publik. Padahal, kebijakan publik memiliki efek dan

konsekuensi yang luas terhadap hajat hidup orang banyak. Bahkan, dapat dikatakan kebijakan publik menjadi representasi eksistensi suatu pemerintahan. Pemerintahan yang baik akan menghasilkan kebijakan publik yang efektif dan kontekstual, begitupun sebaliknya, pemerintahan yang buruk akan menghasilkan kebijakan publik yang tidak efektif dan tidak kontekstual.

Identifikasi Masalah dalam Upaya Peningkatan Hasil Kajian Litbang di Tanah Air

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kajian kebijakan, Pusat Kajian Reformasi Administrasi- Deputi Bidang Kajian Kebijakan - Lembaga Administrasi Negara RI, pada bulan November 2017, telah melakukan konsolidasi dengan lembaga kelitbangan pada 13 Kementerian, 7 Lembaga Non Kementerian, 3 unit litbang daerah, Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta, serta NGO’s.

Konsolidasi tersebut mendiskusikan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai penentu pembangunan dan kemajuan suatu negara. Penguasaan IPTEK bahkan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan peradaban bangsa, sebut saja misalnya Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang yang memiliki kemampuan IPTEK yang tinggi.

Salah satu aktor yang dapat mengejewantahkan pengembangan IPTEK adalah lembaga-lembaga kajian atau kelitbangan, baik di sektor pemerintah maupun non pemerintah. Lembaga kelitbangan inilah yang menjadi tumpuan untuk menjawab berbagai persoalan dan realitas sosial maupun segala aspek kehidupan lainnya yang ada di masyarakat. Kaitannya dengan kebijakan publik, hasil riset harus dapat menjadi input atau acuan dalam perumusan suatu kebijakan. Maka dari itu, kelembagaan litbang harus mampu dan mengambil peran sebagai think tank dalam proses perumusan kebijakan publik.

Keberadaan lembaga kelitbangan di Indonesia sangat penting dalam rangka mendorong peningkatan kualitas kebijakan melalui evidence based policy making. Kemunculan konsep evidence based policy making didasarkan pada harapan untuk menciptakan sebuah kebijakan

3

17 16

39

4955 56

67

84

70

8999

10 13

25

4655 56 58

66

7782

96 100

0

20

40

60

80

100

Myan…

Timor-…

Cam

bo…

Indone…

Vietnam

India

Philipp…

Thailand

Malays…

Brunei

Japan

Singap…

20052015

Page 3: POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik menjadi representasi eksistensi suatu pemerintahan. Pemerintahan yang baik akan menghasilkan

INTEGRITAS INOVATIF PROFESIONAL PEDULI

yang tepat dan menjadi solusi dari permasalahan publik di Indonesia. Konsep tersebut juga terinspirasi oleh teori bounded rationality yang dikenalkan oleh Herbert A Simon. Teori tersebut sebenarnya adalah antitesis dari teori rational comprehensive. Menurutnya, rasionalitas seorang pengambil kebijakan sangat terbatas sehingga membutuhkan preferensi dari banyak pihak termasuk dari hasil-hasil penelitian (Simon, 1991).

Namun, peran lembaga kelitbangan dalam memproduksi pengetahuan dari hasil penelitian masih dirasa belum optimal. Data yang dikeluarkan oleh SCImago menunjukkan bahwa sepanjang 1996-2016, jumlah publikasi terindeks global Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Gambar 2. Publikasi Internasional Indonesia dan Beberapa Negara ASEAN Sumber: SCImago, 2016.

Sementara itu, jika melihat data paten yang dikeluarkan oleh United States Patent and Trademark Office, hingga tahun 2015 produktivitas Indonesia (333) juga masih tertinggal jauh dari Negara ASEAN lainnya seperti Singapura (10.044), Malaysia (2.690), dan Thailand (1.043) (dalam www.tirto.id, diakses 20 Oktober 2017)

Faktor penting lainnya yang tak bisa dikesampingkan adalah terkait anggaran riset. Negara-negara maju sebagaimana dikemukakan sebelumnya, memiliki komitmen yang tinggi dalam pengembangan IPTEK melalui riset. Bentuk komitmen ini terlihat dari rasio pengeluaran penelitian dan pengembangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Expenditure on R&D (GERD). Misalnya, Korea Selatan (4.3%), Jepang (3.6%), Jerman (2.9%), Amerika Serikat (2.7%). Sementara itu,

GERD per PDB Indonesia hanya sebesar 0,1%, dan merupakan salah satu yang terkecil diantara negara-negara G-20.

Gambar 3. Perbandingan PDB dan Anggaran Riset Negara G-20 Sumber: Kompas, 2016.

Selain permasalahan di atas, implementasi konsep evidence based policy making juga dihadapkan pada kurangnya kesadaran pembuat kebijakan untuk memanfaatkan hasil penelitian sebagai input dalam proses pengambilan kebijakan. Kebijakan publik ditengarai masih banyak berdasar pada instuisi, opini, atau kepentingan-kepentingan politis.

Evidence based policy making belum menjadi habit dalam proses pengambilan kebijakan. Padahal, melalui UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengamanatkan perlunya peran peneliti dan tenaga ahli dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, khususnya terkait perumusan naskah akademik.

Selain itu, masih sulitnya mensinergikan perencanaan kajian kebijakan dalam skala nasional. Hal ini dikarenakan lemahnya jejaring kerja unit kelitbangan instansi pemerintah. Unit kelitbangan ini seolah masih berjalan sendiri-sendiri (silo mentality), sehingga tidak heran jika kerap ditemukan overlapping hasil kajian pada tema yang sama antara satu instansi dengan instansi lainnya.

Indonesia Malaysia Thailand Singapura

11.740

28.546

14.176

19.992

Page 4: POLICY BRIEF - LANppid.lan.go.id/.../uploads/...Kajian-Kebijakan_REV.pdf · kebijakan publik menjadi representasi eksistensi suatu pemerintahan. Pemerintahan yang baik akan menghasilkan

INTEGRITAS INOVATIF PROFESIONAL PEDULI

REKOMENDASI

Mencermati uraian yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa rekomendasi dalam rangka peningkatan kualitas kebijakan publik di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Perlunya lingkar kajian kebijakan, yaitu jejaring antar unit kelitbangan yang mensuplai penelitian untuk kebijakan publik yang memiliki peran penting untuk: (1) melakukan joint research, dikarenakan

semakin kompleksnya suatu isu saat ini, dimana gabungan disiplin ilmu diperlukan untuk merumuskan suatu kebijakan publik;

(2) sebagai pusat atau bank data dari semua data dan riset yang dihasilkan dari setiap kegiatan penelitian sehingga dapat digunakan kembali untuk penelitian yang bersifat longitudinal, multi-years, meta analisis model, dan dalam cakupan yang lebih besar;

(3) menciptakan kesinambungan antar kegiatan penelitian sehigga dapat meminimalisir overlap;

(4) merancang perencanaan riset nasional yang dinamis dan integratif yang dituangkan dalam jangka pendek, menengah dan panjang agar selaras dengan arah pembangunan nasional;

(5) menjadi sentra publikasi digital hasil-hasil penelitian untuk dapat diakses pengambil kebijakan. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama lembaga kelitbangan baik pemerintah maupun non pemerintah dengan staf ahli atau pihak lainnya dalam lingkaran pengambil kebijakan;

(6) meningkatkan bargaining position hasil riset dalam proses pengambilan kebijakan; dan

(7) penguatan advokasi kebijakan publik berdasarkan hasil kajian yang komprehensif dan kontekstual.

b. Perlunya sistem penelitian yang mendukung kreativitas peneliti dengan asumsi bahwa penelitilah yang menentukan kreativitas penelitian.

c. Perlunya peningkatan anggaran riset di Indonesia serta reformasi anggaran riset yang mendukung evidence based policy.

REFERENSI Bappenas. Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005–2025. Jakarta: Bappenas.

Gerintya, Scholastica. (2017). Kondisi Dunia Penelitian di Indonesia. Retirved from https://tirto.id/kondisi-dunia-penelitian-di-indonesia-cvvj (diakses 20 Oktober 2017)

Gumelar, Galih. (2016). Indonesia Berpotensi Terjebak dalam Middle Income Trap. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161204160816-78-177295/indonesia-berpotensi-terjebak-dalam-middle-income-trap/ (diakses 2 November 2017)

Kompas, edisi cetak 19 September 2016. Kolom Politik dan Hukum: Antara Lembaga Kajian dan Pemerintah.

Porter, Michael. (2000). Strategi Bersaing. Jakarta: Erlangga.

Schwab, Klaus. (2017). The Global Competitiveness Report 2017-2018. Geneva: World Economic Forum.

Scimago Journal & Country Rank. (2016). Retrieved from http://www.scimagojr.com/countryrank.php (diakses 20 Oktober 2017)

Sekretariat Kabinet RI. (2016). Kemendagri Resmi Umumkan 3.143 Perda yang Dibatalkan. Retrieved from http://setkab.go.id/kemendagri-resmi-umumkan-3-143-perda-yang-dibatalkan/ (diakses 2 November 2017)

Simon, Herbert A. 1991. Bounded Rationality and Organizational Learning. Organization Science Vol 2, No 1 Februari 1991

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

World Bank. (2016). Doing Business 2017. New York: World Bank.

_____________. (2016). Worldwide Governance Indicators. Retrieved from http://info.worldbank.org/governance/wgi/#reports (diakses 16 Januari 2017)

Tel : 021-3455021

Faks : 021-3865102 Web : dkk.lan.go.id Email : [email protected]

Twitter : @PRAKSIS_LAN @DeputiKajianLAN

Facebook : Pusat Kajian Reformasi Administrasi @deputi1lanri

Hubungi kami: Pusat Kajian Reformasi Administrasi Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia

Jalan Veteran No. 10, Gedung B Lantai 3 Jakarta Pusat 10110

Tentang kami: Pusat Kajian Reformasi Administrasi adalah unit eselon II di Kedeputian Bidang

Kajian Kebijakan, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia yang

memiliki tugas dan fungsi melakukan kajian administrasi negara khususnya

kebijakan di bidang reformasi administrasi.