Pola Mekanisme Efektif Penyaluran Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
-
Upload
akmal-jsmith -
Category
Documents
-
view
50 -
download
0
Transcript of Pola Mekanisme Efektif Penyaluran Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
POLA MEKANISME EFEKTIF PENYALURAN KOMPENSASI
PENGURANGAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (PKPS-BBM)
BAGI MASYARAKAT MISKIN PEDESAAN
(Studi di Wilayah Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang-Jawa Timur)
Diajukan untuk Melengkapi Tugas Guna Menyelesaikan Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Publik
DISUSUNOLEH :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2012
1 | P a g e
Hendra Kurniawan/1015020145Sulastriani/0915020161Fakrurrazi/1015020148
M.irfan/0915020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia –Nya
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul
“POLAMEKANISME EFEKTIF PENYALURAN KOMPENSASI PENGURAH
SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (PKPS-BBM) BAGI MASYARAKAT MISKIN
PEDESAAN (Studi di Wilayah Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang-Jawa Timur)”
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad S.A.W. yang telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang mempunyai ilmu pengetahuan sampai
sekarang, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan mata kuliah Akuntansi Keuangan Publik .
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Untuk itu , penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak
terhadap penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca lainya. Amin...
Banda Aceh, Desember 2012
Kelompok VIII
2 | P a g e
ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan bagaimana pola mekanisme efektif Penyaluran dana
Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM) bagi masyarakat miskin di
pedesaan. Fokus kajian diarahkan kepada program-program kompensasi yang ditujukan
bagi masyarakat miskin di pedesaan khusunya program Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Selain itu, peneliti juga akan melakukan kajian dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
subsidi kompensasi BBM yang telah dilaksanakan sebagai bahan komparasi. Secara khusus
masalah penelitian dirinci sebagai berkitu: (1) Bagaimanakah pelaksanaan program
subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?; (2)
Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program
penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?; dan (3) Bagaimanakah
pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi
BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan
data utama yang dilakukan adalah wawancara mendalam (indeepth interview) dan Focus
Group Discussion (FGD) terhadap mata rantai program, termasuk para pelaksana program,
penerima program, dan masyarakat bukan penerima program seperti LSM serta tokoh
masyarakat lainnya. Sumber data akan digali dari: (1) kelompok masyarakat miskin
penerima program dana subsidi kompensasi BBM; (2) kelompok masyarakat non-penerima
program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM; (3) kelompok pelaksana
program baik pemerintah maupun pihak pelaksana yang ditunjuk. Sedangkan teknik
penentuan informan berdasarkan teknik snawball, yaitu mereka yang terlibat dan
3 | P a g e
memahami tentang program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM, seperti pakar
perguruan tinggi, dsb.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
(1) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung
dalam bentuk uang tunai kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp
100.000,- (Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun).
(2) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari
kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin
(Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang
disetujui untuk menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum
adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(3) Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang
oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga
Miskin (Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk
memperoleh KKB pada tahap ke-2.
(4) Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat
berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(a) Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp
300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa
dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun
terakhir ini tidak pernah memegangnya.
4 | P a g e
(b) Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu,
bukan kepada bapak-bapak.
(c) Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan
kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(d) Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup
keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
(5) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan
kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan
yang kurang baik.
(6) Pelaksanaan Penyaluran dana Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM)
dinilai masih banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu perlu diadakan
penyempurnaan.
5 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pola subsidi BBM yang selama ini diterapkan pemerintah, ternyata sebesar 60% telah
salah sasaran. Subsidi yang melekat pada BBM lebih banyak dinikmati oleh mereka yang
berdaya beli tinggi, yaitu masyarakat tergolong mampu. Oleh karena itu pemerintah
membuat kebijakan program pengalihan subisdi BBM langsung kepada masyarakat miskin,
yaitu berupa program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM. Agar dana subsidi
kompensasi BBM ini tepat sasaran, maka perlu dibuat pola mekanisme yang efektif dan
efisien dalam penyalurannya. Oleh karena itu kajian tentang bagaimana pola mekanisme
efektif penyaluran dana subsidi kompensisi BBM bagi rakyat miskin sangat penting.
Fokus permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah mengenai identifikasi dan
evaluasi pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(PKPS-BBM) tahun 2005 dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat
miskin serta mengkaji tentang pola mekanisme yang efektif dalam penyaluran program
subsidi BBM. Secara khusus penelitian masalah penelitian dirinci sebagai berkitu:
(1) Bagaimanakah pelaksanaan program subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin
pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?
(2) Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program
penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3) Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program
penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
6 | P a g e
Target hasil penelitian adalah berupa konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif,
efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada
masyarakat miskin khususnya di pedesaan. Secara terinci hasil yang ditargetkan berupa:
(1) Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran
dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
(2) Pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana
subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
7 | P a g e
BAB II
Tinjauan Pustaka
1. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Tahun 2005
Sebagai konsekuensi pencabutan subsidi BBM, maka pemerintah pada tahun 2005
mengeluarkan kebijakan berupa program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi
masyarakat miskin. Jumlah dana yang disediakan untuk program kompensasi pengurangan
subsidi BBM bagi masyarakat miskin pada tahun 2005 ini adalah sebesar Rp 13.489
trilyun.
Program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi masyarakat miskin pada tahun
2005 meliputi 3 program yaitu: bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang
infrastruktur pedesaan. Selain itu pemerintah juga memberikan dana bagi masyarakat
miskin dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 100.000,- untuk setiap
Kepala Keluarga miskin dalam jangka waktu 12 bulan.
Untuk Bidang pendidikan dialokasikan dana sebesar Rp 6,27 Trilyun untuk pemberian
biaya operasional sekolah dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun (untuk
tingkat SD/MI, SLTP/MTs dan salafiyah yang sederajat) dan beasiswa reguler untuk
tingkat SMA/SMK/MA, serta menjamin siswa miskin tetap sekolah. PKPS BBM bidang
pendidikan ini diarahkan untuk mensukseskan program wajib belajar 9 tahun dengan
memberikan Bantuan Operasional sekolah (BOS). Isu yang beredar di masyarakat bahwa
dengan dana PKPS BMM sekolah akan digratiskan, yang benar adalah Sekolah Gratis
Terbatas. Artinya sekolah masih diperbolehkan memungut biaya tambahan apabila BOS
yang diterima dari pemerintah lebih kecil dari BOS yang selama ini dibutuhkan.
8 | P a g e
Untuk bidang kesehatan, dialokasikan dana sebesar Rp 3,87 Trilyun untuk pemberian
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit pemerintah dan swasta yang ditunjuk di kelas III. Pelayanan kesehatan gratis
diberikan kepada penduduk/keluarga miskin meliputi: rawat jalan tingkat pertama, rawat
inap tingkat pertama dan pelayanan gawat darurat di Puskesmas, serta rawat jalan tingkat
lanjutan dan rawat inap tingkat lanjutan di ruang kelas III di Rumah Sakit pemerintah dan
Rumah sakit swasta yang ditunjuk.
PKPS BBM bidang Kesehatan tahun 2005 berupa Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin (JPKMM). Mekanisme pelaksanaannya melalui asuransi kesehatan
dengan premi Rp 5000,-/jiwa/bulan, sehingga setiap keluarga miskin dengan 3 anak
dianggarkan dana sebesar Rp 300.000,- pertahun. Penetapan sasaran JPKMM dilaksanakan
oleh aparat desa, bidan, PLKB dan tokoh masyarakat (seperti PKK).
Untuk bidang infrastruktur pedesaan, dialokasikan dana sebesar Rp 3,34 Trilyun yang
difokuskan kepada desa, terutama desa tertinggal yang membutuhkan penyediaan,
peningkatan dan perbaikan di bidang prasarana jalan dan jembatan perdesaan, prasarana
irigasi perdesaan dan prasarana air bersih di perdesaan. PKPS BBM bidang infrastruktur
perdesaan tahun 2005 berupa pembangunan infratruktur di desa-desa tertinggal. Isunya
adalah kecemburuan sosial yang mungkin muncul karena ada sejumlah desa yang tidak
masuk criteria untuk mendapatkan bantuan.
9 | P a g e
2. Pengertian Kemiskinan
Sampai sejauh ini, kemiskinan bukan istilah baru yang aneh. Kemiskinan juga bukan lagi
sesuatu yang abstrak sifatnya, melainkan sudah berwujud yang bisa diterjemahkan ke
dalam berbagai pengertian umum di masyarakat. Masyarakat tidak pernah menyangkal,
justru semakin disepakati bahwa kemisinan itu ada.
Di Indonesia, seluruh lapisan masyarakat mulai dari kalangan birokrat di tingkat atas
sampai masyarakat biasa di tingkat desa, mengakui keberadaan kemiskinan. Kondisi itu
merupakan sebuah persoalan yang mengandung banyak dimensi yang menuntut
pemecahannya melalui berbagai pendekatan. Seperti yang dikemukakan Heru Nugraha
(dalam Jamasy, 2004) bahwa kemiskinan telah melibatkan faktor ekonomi, sosial, budaya,
dan tentu juga politik. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul
ketika fenomena kemiskinan diobjektifkan (dikuantifikasi) dalam bentuk angka-angka,
seperti halnya dalam pengukuran dan penentuan garis batas kemiskinan yang hingga kini
masih menjadi perdebatan.
Sejak jaman sebelum kemerdekaan, Indonesia sudah dihadapkan dengan persoalan
kemiskinan, dan sekarang pun dimana usia kemerdekaan sudah berlangsung lebih kurang
59 tahun, kemiskinan masih menduduki prioritas utama dalam proses pembangunan.
Menghadapi kondisi seperti ini, Gunawan Sumodiningrat (dalam Jamasy, 2004)
menegaskan kepada seluruh pemerhati persoalan kemiskinan, bahwa tidak ada alasan lain
yang lebih tepat untuk dikemukakan kecuali bahwa kemiskinan dan kesenjangan masih
merupakan masalah utama dalam pembangunan di Indonesia.
10 | P a g e
Kemiskinan dalam berbagai tampilan wajahnya, telah memberikan dampak kepada
perorangan, kepada keluarga, dan kepada lembaga. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa
yang paling esensial adalah kemiskinan selalu bermula dari kondisi perorangan, apakah dia
sebagai manusia perorangan, sebagai anggota lembaga keluarga, atau sebagai anggota dari
sebuah lembaga tertentu.
Kendati kemiskinan melekat kepada individu/perorangan, namun bukan berarti semata-
mata adalah tanggung jawab individu, melainkan harus menjadi pekerjaan seluruh
komponen negara (bangsa), atau yang lazim belakangan ini disebut dengan stakeholders
(seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga birokrat/aparat pemerintahhan, lembaga
swasta, dan sampai kepada seluruh lapisan masyarakat). Kemiskinan termasuk pada
permasalahan sosial, tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya
tergantung pada ideologi yang dipergunakan. Jelas bahwa kemiskinan adalah persoalan
besar yang harus segera diatasi.
Kalangan pemerhati masalah kemiskinan telah mencoba memilah kemiskinan ke dalam
empat bentuk, di mana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri. Keempat bentuk
tersebut, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan
kemiskinan kultural.
Kemiskinan absolut, yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan,
atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara
lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan
untuk bisa hidup dan bekerja.
11 | P a g e
Kemiskinan relatif, adalah kondisi di mana pendapatannya berada pada posisi di atas
garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatannya masyarakat
sekitarnya.
Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan.
Kemiskinan kultural karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk
memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari
pihak luar untuk membantunya.
Perkembangan terakhir, kemiskinan struktural banyak disorot sebagai penyebab tumbuh
dan berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain, yalni: kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif, dan kemiskinan kultural.
Keempat bentuk kemiskinan di atas tidak perlu disembunyikan, justru harus dipandang
sebagai alat untuk mengukur kondisi aktual dari kemiskinan yang selama ini berada di
sekitar kita. Mereka yang miskin saat ini ada yang tersebar di perkotaan dan ada pula yang
di pedesaan.
Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin
di Indonesia sebanyak 22,5 juta orang, pada tahun 1998 jumlahnya naik tajam menjadi
sebanyak 79,5 juta orang dan sebagian besar (56,8 juta jiwa berada di pedesaan). Kemudian
menurut sumber lain (Kompas, 8 November 2001), J. Kassum, Wakil Presiden Bank Dunia
untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, telah mengumumkan bahwa kurang lebih tiga per
lima (60%) penduduk Indonesia saat ini hidup di bawah garis kemiskinan absolut (extreme
12 | P a g e
proverty). Sedangkan menurut Yaumil Agoes Achir (Kompas, 28 Desember 2001), Kepala
Badan Koordinasi Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan
bahwa 40 persen dari total penduuk Indonesia yang berjumlah 210 juta jiwa, tergolong
dalam penduduk miskin dan masih hidup pada tingkat prasejahtera.
3. Dimensi-Dimensi Kemiskinan
Kemiskinan bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi tetapi bersifat
multidimensional karena dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan
non-ekonomi ( sosial, budaya, dan politik ). Karena sifat multidimensional tersebut maka
kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan sosial ( social well-being ). Untuk
mengejar seberapa jauh seseorang memerlukan kesejahteraan materi dapat diukur secara
kuantitatif dan obyektif seperti dalam mengukur kemiskinan absolut yaitu ditunjukan
dengan angka rupiah. Namun untuk memahami berapa besar kesejahteraan sosial yang
harus dipenuhi oleh seseorang ukurannya menjadi sangat relatif dan kuantitatif. Dalam butir
ini yang dipersoalkan bukan berapa besar ukuran kemiskinan tetapi dimensi-dimensi apa
saja yang terkait dalam gejala kemiskinan tersebut ( Ellis, G.P.R, 1984 ).
Pertama, yang paling jelas bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material.
Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang sifatnya material,
yaitu seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Dimensi ini dapat
diukur dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah-ubah setiap tahunnya
tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.
Kedua, kemiskinan berdimensi sosial dan budaya. Ukuran kuantitatif kurang dapat
dipergunakan untuk memahami dimensi ini sehingga ukuran sangat bersifat kualitatif.
13 | P a g e
Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang
disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan ini dapat
ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik,
ketidakberdayaan dll. Untuk itu serangan terhadap kemiskinan sama artinya pula dengan
pengikisan budaya ini. Apabila budaya ini tidak dihiliangkan maka kemiskinan ekonomik
juga sulat ditanggulangi.
Ketiga, kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami
kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural atau politis.
Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat
dalam proses politik, tidak memiliki kekuatan politik, sehingga menduduki struktur sosial
paling bawah. Ada asumsi yang menegaskan bahwa orang yang miskin secara structural
atau politis akan berakibat pula miskin alam material ( ekonomi ). Untuk itu langkah
pengentasan kemiskinan apabila ingin efektif juga harus mengatasi hambatan-hambatan
yang sifatnya structural dan politis.
Dimensi-dimensi kemiskinan ini pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa
kemiskinan bukan hanya dalam artian ekonomi, tetapi memperhatikan prioritas, namun
bersamaan dengan itu seyogyanya juga mengejar terget membatasi kemiskinan non-
ekonomi. Ini sejalan dengan pergeseran strategi pembangunan nasional, bahwa yang dikejar
bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan kualitas manusia
seutuhnya ( sosial, budaya, dan politik ).
14 | P a g e
Tujuan & Manfaat Penelitian
Fokus permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah mengenai identifikasi dan
evaluasi pelaksanaan program Penyaluran Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (PKPS-BBM) khususnya dalam bentu program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin serta mengkaji tentang pola mekanisme yang efektif dalam
penyaluran program subsidi BBM.
Secara khusus tujuan penelitian dirinci sebagai berkitu:
(1) Bagaimanakah pelaksanaan program subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin
pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?
(2) Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program
penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3) Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program
penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran dan informasi berupa
konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam
program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada masyarakat miskin khususnya
di pedesaan. Secara terinci manfaat penelitian adalah meliputi gambaran dan informasi
tentang:
15 | P a g e
(1) Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran
dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
Pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi
BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
16 | P a g e
BAB III
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu suatu model
penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat
serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis.
Metode penelitian utama yang digunakan adalah kualitatif, akan tetapi untuk melengkapi
analisis akan ditampilkan dan diperkuat pula dengan data-data yang bersifat kuantitatif,
dengan pemahaman bahwa penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yang
dilengkapi dan diperkuat dengan data kuantitatif. Analisa kualitatif yang digunakan adalah
deskriptif-induktif, sedangkan data kuantitatif yang digunakan adalah prosentase dalam
bentuk tabulasi.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau dipilih secara sengaja. Karakteristik
wilayah penelitian yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu suatu wilayah
lingkungan pedesaan. Lokasi penelitian adalah masyarakat miskin pedesaaan di wilayah
Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
3. Penentuan Subjek dan Informan Penelitian
Populasi penelitian adalah masyarakat pedesaan di wilayah kecamatan Pujon,
kabupaten Malang. Subjek penelitian ditentukan secara purposive, yaitu: (1) kelompok
17 | P a g e
keluarga miskin (Gakin) penerima program dana subsidi kompensasi BBM dalam bentuk
Bantuan Langsung Tunai (BLT); (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana
subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM.; (3) kelompok pelaksana program baik
pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk. Sedangkan teknik penentuan informan
berdasarkan teknik snawball, yaitu mereka yang terlibat dan memahami tentang program
penyaluran dana subsidi kompensasi BBM, seperti pakar perguruan tinggi, dsb.
4. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, secara garis besar proses pengumpulan data menggunakan 4
(empat) metode pokok yang saling berkaitan dan melengkapi, yaitu :
a. Rural Community Appraisal (RCA)
Suatu metode yang digunakan pada saat studi pendahuluan terhadap komunitas
masyarakat pedesaan, yaitu masyarakat pedesaan yang tergolong desa miskin. Peneliti
menentukan masyarakat miskin yang diteliti adalah keluarga miskin (Gakin) di wilayah
kecamatan Ngajum, kabupaten Malang.
b. Focus Group Discussion Technique (FGDT)
Penggunaan berbagai forum kelompok primer dalam masyarakat sebagai media diskusi
terfokus mengenai realitas sosial berkaitan dengan program penyaluran dana subsidi
kompensasi BBM. FGD melibatkan para kelompok penerima program, tokoh
18 | P a g e
masyarakat, staf pemerintahan Kecamatan Ngajum, dan petugas BPS. Diskusi
dilaksanakan di kantor BPS Kabupaten Malang dan kantor Kecamatan Ngajum.
c. Indeept Interview
Teknik wawancara mendalam akan dilakukan baik terhadap subjek maupun responden
kunci, yaitu: (1) kelompok masyarakat miskin penerima program dana subsidi
kompensasi BBM; (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi
kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM; (3) kelompok pelaskana program baik
pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk; dan (4) informan.
d. Survey
Adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan.
Pertanyaan yang diajukan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program
PKPS-BBM untuk BLT di Kecamatan Ngajum.
19 | P a g e
Selanjutnya proses pengumpulan data sebagai berikut :
Sasaran Penelitian Teknik Pengumpulan Data
1. Karakteristik Masyarakat 1. Observasi Langsung
Pedesaan 2. RCA
2. Poses Pelaksanaan Subsidi 1. Survey
BBM 2. FGDT
3. Indept Interview
3. Information Controll 1. Indept Interview
5. Teknik Analisa Data
Secara umum penelitian akan menggambarkan/mendeskripsikan fenomena yang
muncul secara objektif tanpa melakukan intervensi terhadap objek. Karena data berupa
deskripsi, maka data yang dianalisis adalah data kualitatif dan data-data yang merupakan
data kuantitatif berfungsi sebagai pelengkap analisis untuk membantu memperjelas
pendeskripsian data kualitatif.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk data kuantitatif (data-data yang dapat
dikategorikan dalam bentuk angka-angka) analisis yang digunakan antara lain berupa
persentase, tabulasi frekuensi ataupun cross tabulasi. Sedangkaan untuk data kualitatif
disajikan dalam bentuk deskripsi induktif.
20 | P a g e
6. Jadwal dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, yaitu mulai bulan Pebruari sampai
dengan bulan Juli 2005, dengan alokasi penggunan waktu meliputi: bulan ke-1 dan ke-2
digunakan untuk persiapan, bulan ke-3 dan ke-4 digunakan untuk penelitian, dan bulan ke-5
dan ke-6 digunakan untuk proses penyelesaian.
21 | P a g e
BAB IV
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Gambaran Pelaksnaan Program PKPS-BBM bdalam bentuk BLT di Kecamatan
Ngajum:
(a) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung
dalam bentuk uang tunai kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp 100.000,-
(Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun), terhitung mulai bulan
Oktober 2005 sampai dengan bulan September 2006. Proses pencairan dana BLT
dilakukan dalam 4 tahap pencairan, dimana Keluarga Miskin (Gakin) setiap tahap
pencairannya menerima dana BLT sebesar Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah).
(b) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari
kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin
(Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang
disetujui untuk menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum
adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(c) Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang
oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga Miskin
(Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk memperoleh
KKB pada tahap ke-2.
22 | P a g e
(d) Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat
berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(1) Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp
300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa
dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun
terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(2) Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu,
bukan kepada bapak-bapak.
(3) Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan
kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(4) Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup
keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
2. Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Program PKPS-BBM bentuk BLT:
(a) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan
kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan
yang kurang baik. Dari hasil diskusi dan wawancara, diperoleh informasi yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
(1) Kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada Keluarga Miskin
(Gakin) adalah kebijakan sinterklas.
(2) Program BLT adalah program yang sifatnya sesaat, tidak memberikan manfaat
untuk jangka panjang.
23 | P a g e
(3) Dana yang diberikan melalui BLT tidak dijamin tepat sasaran, karena peluang
penggunaan dana untuk kepentingan di luar Sembako sangat besar.
(4) Adanya program BLT telah memunculkan kecemburuan sosial, terutama bagi
masyarakat miskin yang tidak tercantum dalam penerima BLT.
(6) Secara psikologis akan menimbulkan persoalan (misalnya: stress) pada masyarakat
miskin setelah masa 12 bulan berakhir, karena di tahun ke-2 dana BLT akan
dihentikan.
(7) Subsidi kepada masyarakat miskin, sebaiknya tidak dalam bentuk uang tunai tetapi
dalam bentuk voucer untuk pembelian kebutuhan primer (sembako, minyak tanah,
dsb.).
(b) Hasil evaluasi terhadap proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap Evaluasi Pelaksana Ket.
Proses Pendataan Penduduk
Miskin (Gakin)
1. Kriteria Gakin dari BPS masih
kasar
2. Petugas kurang cermat
3. Jumlah dan kualitas petugas
kurang
4. Waktu pendataan yang singkat
5. Kurang koordinasi &
sosialisasi antara petugas dan
Ketua SLS,
24 | P a g e
6. Adanya tekanan dari warga,
7. Lemahnya kontrol dari
masyarakat setempat.
Proses Pengusulan KK/Ruta
Miskin
1. Terdapat KK miskin yang tdak
diusulkan (di kec. Ngajum
1.480 KK),
2. Terdapat KK yang tidak layak
tetapi diusulkan,
3. Chek data lemah
Proses Pembagian KKB 1. Terdapat KK miskin tidak
mendapatkan KKB,
2. Terdapat KK yang tidak
layak tetapi mendapat KKB,
3. Data hasil pendataan di
lapangan kurang akurat.
Proses Pencairan Dana BLT 1. Petugas dari PT. Pos terbatas,
2. Terdapat pencairan salah
sasaran,
3. Kontrol penggunaan dana
lemah.
3. Mekanisme Efektif Penyaluran Program PKPS-BBM bentuk BLT:
25 | P a g e
Secara umum proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu perlu ada
penyempurnaan dan perbaikan dalam proses dan mekanismenya, sehingga penyaluran
program dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.
Sebaiknya proses dan mekanisme penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap Proses Keterangan
Pendataan 1. Sosialisasi Program 1. Penjelesan dan irformasi
program kepada
masyarakat (publik)
secara luas tentang
program PKSP-BBM.
2. Identifikasi & Pendataan 1. Proses identifikasi
sasaran kebutuhan
dengan melibatkan RT,
RW dan Dewan Warga.
2. Proses pendataan oleh
petugas dengan
melibatkan warga
setempat
3. Koordinasi &
26 | P a g e
Kerjasama dengan
ketua Satuan
Lingkungan Setempat
(SLS).
4. Usulan sasaran hasil
musyawarah Dewan
Warga.
3. Rekap & Chek Data 1. Rekap data hasil usulan
Dewan Warga oleh
petugas (BPS).
2. Chek, klarifikasi &
evaluasi data.
4. Pengumuman & Chek
Data Sementara Tahap
1
1. Pengumuman hasil
rekap data usulan di
SLS.
2. Evaluasi dan masukan
warga.
3. Buka Posko pengaduian
& informasi di tingkat
Desa/kelurahan.
5. Identifikasi & Pendataan
Ulang
1. Identifikasi & pendataan
ulang data berdasarkan
hasil pengaduan &
27 | P a g e
informasi masyarakat.
2. Evaluasi & Modifikasi
Data baru.
6. Pengumuman & Chek
Data Sementara Tahap
2. (akhir)
1. Pengumuman & chek
data akhir sebelum
penetapan.
2. Buka posko pengaduan
& informasi di tingkat
Desa/kelurahan.
Penetapan 1. Penetapan Data 1. Penetapan data hasil
pengumuman tahap-2
untuk laporan/usulan.
2. Pengumuman publik.
2. Pelaporan/Pengusulan Data Penyerahan laporan/usulan data
secara berjenjang: Desa,
Kecamatan & Kabupaten.
3. Pengumuman Hasil Usulan Pengumuman hasil
laporan/usulan data kepada
publik.
Pencairan 1. Pencairan Dana 1. Waktu & lokasi yang
tepat.
2. Petugas yang
28 | P a g e
refresentatif.
3. Prosedur yang mudah &
cepat.
4. Libatkan kontrol warga.
Pemantauan 1. Pemantaun Penggunaan Dana 1. Chek data penerimaan
warga.
2. Pemantauan penggunaan
dana.
2. Evaluasi 1. Evaluasi pelaksanaan
PKSP-BBM program
BLT dengan melibatkan
publik.
2. Evaluasi efektivitas
program untuk bahan
masukan (feedback).
BAB V
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
29 | P a g e
(a) Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp
300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa
dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun
terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(b) Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu,
bukan kepada bapak-bapak.
(c) Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan
kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(d) Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup
keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
(e) Mekanisme dan proses pelaksanaan program PKPS-BBM untuk program BLT
masih terdapat kekurangan dan kelemahan sehingga diapandang masih belum
efektif, baik pada tahap pendataan, pengajuan dan pencairan.
2. Saran
(a) Secara umum proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu perlu ada
penyempurnaan dan perbaikan dalam proses dan mekanismenya, sehingga penyaluran
program dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.
(b) Karena program PKPS-BBM tahun 2005 terdiri dari empat program, yaitu program
BLT, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur pedesaan, maka perlu dilakukan penelitian
30 | P a g e
lanjutan terhadap tiga bentuk program yang lainnya selain program PKPS-BBM dalam
bentuk BLT.
Daftar Pustaka
Awan Setya Dewanta (ed.). 1999. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta :
Aditya Media.
31 | P a g e
Abdulsyani. 1994. Sosiologi : Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Akasara.
Bakhit, I (et.al). 2001. Menggempur Akar-Akar Kemiskinan. Jakarta: YAKOMA-PGI.
Christenson, & Robinson. 1989. Community Development in Perspective. Iowa : Iowa
State University Press.
Dadang Nurmada. 1997. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program
Kesejahteraan Sosial. Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha
Kesejahteraan Sosial, Nomor : 06 Tahun 1997.
Epi Supiadi. 2002. Pergeseran Paradigma dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial, Vol 1 Nomor 1, Mei 2002: STKS Bandung
Gunawan, & Sucipto. 1998. Interaksi Sosial Masyarakat Kawasan Industri. Jakarta : Jurnal
Penelitian & Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Volume 3, No. 3, Desember
1998.
Hettne, B. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. Jakarta: Gramedia.
Irwanto. 1998. Focus Group Discussion :Suatu Pengantar Praktis. Jakarta : Pusat kajian
pembangunan masyarakat - Unika Atmajaya.
Isbandi Rukminto Adi. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI.
Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LkiS.
Krustanto. 2003. Hutan Berbasis Kemasyarakatan : Solusi Alternatif dalam Otonomi
Daerah. http://www.arupa.or.id.
Kamanto Sunarto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
32 | P a g e
Loekman Soetrisno. 1999. Substansi Permasalahan Kemiskinan dan Kesenjangan; dalam
Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Editor: Awan Setya Dewanta.
Yogyakarta : Aditya Media.
Loekman Soetrisno. 2003. Pembangunan Nasional dan Budaya Lokal : Industrialisasi
Kehutanan dan Sistem Pertanian Berladang di Indonesia.
http://202.159.18.43/jsi/lloekman.htm.
Mubyarto. 1995. Profil Desa Tertinggal Indonesia. Yogyakarta : Aditya Media.
Moeljarto Tjokrowinoto. 2001. Pembangunan, Dilema dan Tantangannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Masri Singarimbun, & Sofian Effendi (ed.). 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta :
LP3ES.
Mardalis. 1998. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara.
Munandar Soelaiman. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Oman Sukmana. 2004. Model Pemberdayaan Masyarakat Lingkungan Hutan (Desa Hutan)
melalui Program Kemitraan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat: Studi di
desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Batu. Malang: Lemlit UMM.
Oman Sukmana. 2005. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan melalui
Pengembangan Institusi dan Modal Sosial Lokal: Studi pada masyarakat
miskin pedesaan di wilayah kecamatan Pujon, Malang. Malang: Lemlit UMM.
Sumitro Maskun. 1995. Pembangunan Masyarakat Desa: Asasa, Kebijakan dan
Manajemen. Yogyakarta: Media Widya Mandala.
Sanapiah Faisal. 2001. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : manajemen.
Soerjono Soekamto. 1986. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
33 | P a g e
-----------------------. 1993. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta :
Rajawali Pers.
Siti Aminah. 1997. Kemiskinan Petani dan Upaya Penanganannya. Jurnal Informasi
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Nomor 4 tahun 1997.
Suradi. 2000. Strategi Pembangunan Masyarakat: Tinjauan ke arah Program Sosial
Partisipatif. Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha
Kesejahteraan Sosial, Vol 5 Nomor : 2 September 2000.
Tuti Kartika & Untung Basuki. 2002. Dinamika Hubungan Antar Kelompok di
Kelurahan Kemanggisan Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial
“Peksos”. Volume 1, Nomor 1, Mei 2002. STKS Bandung.
Yusuf Qaradhawi. 2002. Teologi Kemiskinan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
34 | P a g e